AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana) TERHADAP BAKTERI Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda DAN JAMUR Saprolegnia sp. (Antimicrobial Activity of Extract of Mangosteen Rind (Garcinia mangostana) to Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda and Saprolegnia sp.) Madiah Handayani1, Dwi Suryanto2, Tajuddin Siregar3, Zulhan Efendi4 1
Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 (Email:
[email protected]) 2 Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia 20155 3 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan, Indonesia 20155 4 Laboratorium Biologi Molekuler, Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Medan II, Belawan, Indonesia 20414 ABSTRACT This study was aimed to know antimicrobial potential of extract of mangosteen rind (Garcinia mangostana) against bacteria Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda and fungus Saprolegnia sp. and to know the extract toxicity to brine shrimp (Artemia salina Leach.). Mangosteen rind was extracted using methanol, ethyl acetate and n-hexane. Antimicrobial activity test was done using the agar diffusion method. To know the compounds contained in the extract phytochemical test was conducted. The chemical compound test showed that extract of mangosteen rind contains phenolic/tannin/flavonoid, terpen/steroid dan alkaloid. The extracts inhibitated the growth of Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda and Saprolegnia sp. to some extent. The optimal antimicrobial activity was obtained from ethyl acetate. The extract showed cytotoxic activity with LC50<1000 μg/ml. Keywords : Antimicrobial activity, Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda, Garcinia mangostana, Saprolegnia sp.
PENDAHULUAN Keberadaan penyakit di dalam lingkungan perairan merupakan salah satu kendala di dalam pengembangan subsektor budidaya perikanan. Penyakit tersebut terdiri atas penyakit infeksi atau menular yang disebabkan oleh organisme patogen infektif dan penyakit non infeksi yang disebabkan oleh faktor fisika dan kimia lingkungan, pakan dan metabolisme, stres sebagai bagian reaksi psikologis ikan. Serangan penyakit infeksi maupun non infeksi menyebabkan produktivitas budidaya terganggu dan bahkan dapat
menyebabkan kegagalan serta kerugian bagi para pembudidaya (Kurniawan, 2012). Disamping bakteri beberapa jamur dapat menimbulkan penyakit infeksi pada ikan budidaya, baik ikan air tawar maupun ikan laut atau payau, ikan konsumsi ataupun ikan hias. Salah satunya adalah jamur Saprolegnia sp., ikan yang terserang penyakit ini dipenuhi benang-benang putih seperti kapas yang tumbuh pada kulit, sirip, insang mata dan telur ikan (Widya, 2013). Penggunaan bahan alami untuk mengobati maupun mencegah penyakit pada ikan, termasuk parasit perlu dikembangkan
seiring dengan semakin berkurang dan dilarangnya penggunaan bahan kimia. Efek samping yang dihasilkan oleh bahan alami dapat dikatakan tidak signifikan terhadap kerusakan lingkungan, resistensi bibit penyakit, residu yang tidak terakumulasi di dalam jaringan atau organ dan aman baik komoditas budidaya maupun konsumen. Indonesia memiliki banyak sekali tanaman herbal yang dapat dijadikan obat bagi penanggulangan penyakit dalam bidang budidaya perikanan. Banyak jenis tanaman yang mengandung senyawa yang bersifat antimikroba, baik bakterisidal, bakteristatik, fungisidal, dan sebagainya. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa fitofarmaka efektif mengatasi penyakit ikan dan memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat menjadi bahan alami pengganti antibiotik untuk pengendali penyakit, ramah terhadap lingkungan, mudah hancur atau terurai, tidak menyebabkan residu pada ikan dan manusia, mudah diperoleh dan tersedia cukup banyak, harganya ekonomis dan cukup murah (Kurniawan, 2012). Manggis (Garcinia mangostana) merupakan salah satu buah tropika unggulan nasional Indonesia dan menjadi primadona penghasil devisa negara. Kulit buah manggis (KBM) merupakan bagian terbesar dari buah manggis yang dikategorikan sebagai limbah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa KBM memiliki sifat fungsional bagi kesehatan karena mengandung berbagai senyawa antioksidan, seperti senyawa fenolik atau polifenol termasuk didalamnya xanthone dan epikatekin, disamping senyawa antosianin dan tanin. Senyawa xanthone memiliki sifat antioksidan, antidiabetic, antikanker, antiimflammatory, hepatoprotective, immunomodulation dan antibakteria, mampu menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon, antifungal, serta antiplasmodial (Widayanti, dkk., 2009). Pemanfaatan ekstrak kulit buah manggis untuk pengendalian penyakit pada ikan belum pernah dilakukan, maka dari itu perlu dilakukan penelitian pengaruh ekstrak kulit buah manggis dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda dan jamur Saprolegnia sp. yang merupakan penyebab penyakit pada ikan. METODE PENELITIAN Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Manggis Beberapa kulit buah manggis yang diperoleh dari daerah sekitar kota Medan. Buah yang sudah tua memiliki karakteristik warna kulit ungu kehitaman kemudian dikupas dan dipisahkan kulit dengan buahnya. Kulit buah manggis dipotong dengan cara manual yaitu dengan menggunakan pisau dan dirajang hingga membentuk ukuran yang lebih kecil. Kulit dikeringkan pada suhu ruangan tanpa terkena sinar matahari langsung selama ± 1 minggu. Kulit yang kering akan berwana kehitaman dan mengeras. Kulit yang sudah kering dihaluskan dengan menggunakan blender sehingga menjadi serbuk (simplisia). Selanjutnya simplisia ditimbang sebanyak 300 gram dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang berisi 1 liter pelarut n-heksana. Maserasi (perendaman) dilakukan pada suhu kamar dan tidak boleh terkena sinar matahari selama ± 24 jam dan dilakukan pengadukan sesekali. Setelah ± 24 jam, sampel disaring dengan menggunakan kertas saring sehingga diperoleh filtrat dan ampas, kemudian filtrat dievaporasi dengan rotary evaporator untuk memisahkan pelarut dengan ekstrak kulit buah manggis. Ekstrak dimasukkan kedalam botol vial dan dilakukan pemekatan ekstrak dengan penangas air (water bath) sampai seluruh pelarutnya habis menguap dan diperoleh ekstrak pekat. Lakukan perlakuan yang sama pada larutan etil asetat dan metanol secara berturut-turut dengan menggunakan pengenceran tunggal. Uji Fitokimia Uji fitokimia kulit buah manggis merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa kimia yang terdapat di dalam kulit buah manggis.
Tahapan pengujian ini dilakukan berdasarkan metode Harborne (1998). a. Uji Alkaloid Ekstrak sampel diambil 4 ml dimasukkan masing-masing 1 ml kedalam 4 tabung reaksi. Tabung pertama ditambah 2 tetes pereaksi Bouchardat, apabila terbentuk endapan berwarna cokelat sampai hitam maka sampel positif alkaloid. Tabung kedua ditambah 2 tetes pereaksi Dragendroff, apabila terbentuk endapan berwarna merah/jingga maka sampel positif alkaloid. Tabung ketiga ditambah 2 tetes pereaksi Mayer, apabila terbentuk endapan berwarna putih/kuning maka sampel positif alkaloid. Tabung keempat ditambah 2 tetes pereaksi Wagner, apabila terbentuk endapan berwarna coklat maka sampel positif alkaloid. b. Uji Senyawa Golongan Fenolik/Flavonoid/Tanin Ekstrak sampel diambil 1 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambah FeCl3 1% apabila terjadi perubahan warna menjadi hitam maka positif mengandung fenolik. c. Uji Saponin Ekstrak sampel sebanyak 2 ml ditambahkan akuades kemudian dikocok selama 1 menit. Apabila menimbulkan busa ditambahkan HCl 1 N, apabila busa stabil selama 10 menit dengan ketinggian 1-3 cm, maka ekstrak positif mengandung saponin. d. Uji Terpenoid dan Steroid Ekstrak sampel diambil 2 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambah dengan 2 tetes pereaksi Lieberman-Bouchard apabila terbentuk warna biru/hijau positif terpen/steroid. Pengujian dengan CeSO4 dilakukan dengan metode Thin Layer Chromatography (TLC) dengan cara ekstrak sampel diteteskan ke plat TLC kemudian disemprot dengan pereaksi CeSO4 dan dipanaskan diatas hot plate. Perubahan warna yang terjadi di plat diamati dan dibandingkan dengan standar tripenoid dan β-sitosterol yang terbentuk.
Persiapan Bakteri dan Jamur Bakteri Aeromonas hydrophila dan Edwardsiella tarda diinokulasi ke media Trypticase Soy Agar (TSA) sedangkan jamur Saprolegnia sp. diinokulasikan ke media Potato Dextrose Agar (PDA). Inokulum selanjutnya diinkubasi pada suhu 28-35oC selama 24 jam untuk bakteri Aeromonas hydrophila, Edwardsiella tarda dan 7 hari untuk jamur Saprolegnia sp. Stok kultur bakteri yang ada diambil biakannya dengan jarum ose steril dan suspensikan ke dalam tabung yang berisi 3 ml larutan NaCl fisiologis 0,9%. Kemudian dihomogenkan dengan vortex hingga diperoleh kekeruhan suspensi sebanding dengan kekeruhan larutan Mc Farland sama dengan 0,5 x 108 CFU/ml. Jamur dipotong 0,5 x 0,5 cm dengan menggunakan pisau steril kemudian diletakkan ke media PDA baru. Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji Konsentrasi yang akan digunakan yaitu 0% (Kontrol negatif); 20%; 40%; 60% dan 80% (b/v). Larutan dibuat dengan cara menimbang ekstrak kulit buah manggis sebanyak 0,8 g yang dilarutkan dengan Dimethyl Sulfoxide (DMSO) sebanyak 1 ml. Larutan dengan konsentrasi 60%, 40% dan 20% dibuat dengan cara pengenceran dari konsentrasi 80% dengan DMSO 0,5 ml. Untuk kontrol positif digunakan kloramfenikol 30 µg/ml untuk bakteri dan disk nistatin 100 µg/ml untuk jamur dan kontrol negatif digunakan DMSO. Pengujian Ekstrak Kulit Buah Manggis Terhadap Bakteri dan Jamur Pengujian ekstrak kulit buah manggis dilakukan dengan metode difusi disk menggunakan kertas cakram berdiamter 6 mm. Cakram dimasukkan ke dalam botol vial yang telah berisi larutan ekstrak dengan konsentrasi 20%; 40%; 60% dan 80%, ditunggu ± 1 jam hingga larutan ekstrak meresap ke dalam cakram. Sebanyak 10 ml TSA dan PDA masing-masing dituangkan ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan memadat. Pada suspensi bakteri dicelupkan lidi kapas steril
dan diusapkan perlahan-lahan pada permukaan media secara merata dan ditunggu hingga mengering pada suhu kamar. Cakram yang telah ditetesi ekstrak dengan konsentrasi berbeda dan antibiotik diletakkan secara teratur pada permukaan media uji dengan menggunakan pinset steril. Pada media tumbuh jamur yang berumur 2 hari diletakkan cakram yang telah ditetesi ekstrak dengan konsentrasi berbeda dan antibiotik secara teratur dengan menggunakan pinset steril dan diinkubasi selama 7 hari. Pengamatan Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri dan Jamur Pengamatan untuk bakteri dilakukan setelah masa inkubasi yaitu dengan melihat adanya zona hambatan (daerah bening) di sekitar cakram. Diameter zona hambat diukur dengan jangka sorong. Diameter zona hambat diukur dengan mengurangkan diameter zona hambat dengan diameter kertas cakram (Gambar 1).
Gambar 1. Perhitungan Zona Hambat Bakteri; a: Diameter paper disk, b : Diameter daerahyang tidak ditumbuhi bakteri, c: Daerah yang ditumbuhi bakteri,b-a : Diameter zona hambat
Pengamatan untuk jamur ditentukan dengan cara mengukur jari-jari pertumbuhan hifa normal dikurang dengan jari-jari pertumbuhan hifa yang terhambat oleh ekstrak (Gambar 2).
Gambar
2. Perhitungan Zona Hambat Jamur; a: Pertumbuhan koloni jamur, b: Zona hambat ekstrak kulit buah manggis terhadap koloni jamur, c: Blank disk yang berisi ekstrak, d: Letak koloni jamur yang ditanam, x: Koloni jamur yang pertumbuhannya terhambat, y: Koloni jamur yang pertumbuhannya normal, y-x : Jari-jari zona hambat
Uji Toksisitas Kulit Buah Manggis Pengujian toksisitas kulit buah manggis ini dilakukan dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Kista Artemia salina ditetaskan dalam bejana yang sudah berisi air dengan salinitas 83 ppt dan dilengkapi dengan alat aerasi. Selanjutnya dibiarkan selama 48 jam hingga kista menetas dan tumbuh dewasa (naupli). Larutan induk ekstrak kulit buah manggis untuk setiap uji dibuat dengan melarutkan 20 mg dalam 2 ml pelarut DMSO. Larutan uji 1000 ppm dibuat dengan memipet larutan induk sebanyak 500 μl, sedangkan larutan uji 100 ppm dengan memipet 50 μl dan 10 ppm dibuat 5 μl dari larutan induk. Masing-masing larutan uji dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan air dengan salinitas 83 ppt (250 gram garam laut + 3 liter akuades) hingga volumenya 5000 μl. Sebanyak 10 ekor larva udang A. salina dimasukkan ke dalam vial. Masing-masing konsentrasi dibuat ulang sebanyak 5 kali (5 vial) dan 1 vial untuk kontrol. Kematian A. salina diamati setelah 24 jam. HASIL Uji Fitokimia Kulit Buah Manggis Dari hasil pengujian fitokimia ekstrak kulit buah manggis dengan menggunakan pelarut metanol, etil asetat dan n-heksana memperlihatkan bahwa secara keseluruhan ekstrak kulit buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder seperti terpen/steroid, alkaloid dan fenolik/tanin/flavonoid. Hasil pengujian fitokimia kulit buah manggis dengan masing-masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 1. Ekstraksi Kulit Buah Manggis Ekstraksi kulit buah manggis dilakukan dengan menggunakan pelarut metanol, etil asetat dan n-heksana dengan metode maserasi/perendaman simplisia kulit buah manggis. Hasil ekstraksi kulit buah manggis dapat dilihat pada Tabel 2.
pada kisaran LC50 antara 100-1000 ppm. Hasil uji toksisitas berdasarkan konsentrasi ekstrak kulit buah manggis dengan masingmasing pelarut dapat dilihat pada Tabel 3.
Uji Toksisitas Kulit Buah Manggis Dari hasil pengujian ekstrak kulit buah manggis terhadap A. salina memperlihatkan tingginya jumlah kematian Tabel 1. Hasil uji fitokimia kulit buah manggis Golongan Senyawa Fenolik/ Flavonoid/ Tanin Terpen/ Steroid Alkaloid
Saponin
Ekstrak metanol
Ekstrak etil asetat
Esktrak n-heksana
FeCl3
+
+
-
Lieberman-Bouchard Ceriumsulfat (CeSO4)/TLC Bouchardat Dragendroff Mayer Wagner Aqua-HCl
+ + + -
+ + + -
+ + -
Pereaksi
Tabel 2. Hasil ekstraksi kulit buah manggis Hasil Warna Berat ekstrak (gram)
Metanol Merah kehitaman 16,54
Pelarut Etil asetat Merah kecoklatan 7,4
n-Heksana Kuning 3,51
Tabel 3. Hasil uji toksisitas kulit buah manggis dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Pelarut Metanol
Etil Asetat
n-Heksana
Konsentrasi (ppm) 10 100 1000 10 100 1000 10 100 1000
Total Populasi 50 50 50 50 50 50 50 50 50
Uji Aktivitas Antimikroba Kulit Buah Manggis Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi cakram dengan menggunakan blanc disc ukuran 6 mm. Ekstrak kulit buah manggis menunjukkan adanya zona hambat pada ketiga mikroba uji. Aktivitas antimikroba dapat terlihat dengan mengamati zona bening yang terbentuk disekitar cakram dan menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Zona hambat bakteri A. hydrophila dan E. tarda dapat dilihat setelah masa
Jumlah Kematian
LC50 (ppm)
10 20 29 9 22 27 14 25 34
372,524
431,811
114,384
inkubasi selama 24 jam. Zona hambat jamur Saprolegnia sp. dapat dilihat setelah 3 hari sampai hifa normal tumbuh menutupi cawan petri. Hasil pengujian aktivitas antimikroba dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil pengujian ekstrak kulit buah manggis terhadap pertumbuhan bakteri A. hydrophila, E. tarda dan jamur Saprolegnia sp. menunjukkan adanya zona hambat pada ekstrak kulit buah manggis dengan pelarut metanol, etil asetat dan nheksana.
Tabel 4. Hasil pengamatan antimikroba dengan metode difusi Mikroba Uji A. hydrophila
E. tarda
Saprolegnia sp.
Konsentrasi DMSO 20 40 60 80 Kloramfenikol DMSO 20 40 60 80 Kloramfenikol DMSO 20 40 60 80 Nistatin
Pembahasan Uji Fitokimia Kulit Buah Manggis Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa alkaloid (pereaksi Bouchardat, Dragendroff, Mayer, dan Wagner), fenolik/flavonoid/tanin (FeCl3), terpen/steroid (CeSO4/+Lieberman Bouchard) dan saponin (Aqua) pada ekstrak kulit buah manggis. Uji fitokimia terhadap senyawa terpen/steroid dengan menggunakan pereaksi CeSO4/+Lieberman Bouchard menunjukkan hasil yang positif terhadap ketiga ekstrak tersebut. Hal ini ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi hijau kebiruan yang menunjukkan adanya senyawa terpen/steroid. Senyawa terpen/steroid selanjutnya diuji dengan menggunakan metode TLC ditambah pereaksi CeSO4 1%. Hasil positif terdapat pada ketiga ekstrak yang ditandai dengan perubahan warna ekstrak yang menyerupai warna standar β-sitosterol dan triterpenoida. Uji fitokimia terhadap senyawa alkaloid dengan menggunakan pereaksi Dragendroff menunjukkan hasil yang positif terhadap ekstrak metanol dan etil asetat. Hal ini ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi merah pada pereaksi Dragendroff. Uji fitokimia terhadap senyawa fenolik/flavonoid/tanin dengan
Diameter Zona Hambat (mm) metanol etil asetat n-heksana 0 0 0 3,2 4,6 4,2 3,9 4,8 5,64 4,1 6,08 7,7 8,4 10,4 7,8 33,82 33,82 32,66 0 0 0 3,2 4,8 1,2 5,4 6,8 2,4 6,4 8,2 4,4 8,8 12 6,4 34,76 34,76 33,61 0 0 0 1,4 1,6 1,2 2,8 3,2 2,2 4,4 5,8 3,6 6,2 7,8 5,4 11,45 11,45 10,32
menggunakan pereaksi FeCl3 menunjukkan hasil yang positif terhadap ekstrak metanol dan etil asetat. Hal ini ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi hitam. Asifa (2014) menyebutkan bahwa ekstrak n-heksana kulit buah manggis mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, kuinon dan terpenoid. Ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung senyawa saponin, triterpenoid, tanin dan polifenol, flavonoid serta alkaloid yang dikemukakan oleh Windarini dkk (2013). Putri dkk (2013) menyatakan bahwa etil asetat merupakan pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi kulit buah manggis karena dapat menarik senyawa golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, polifenol dan triterpenoid. Ekstraksi Kulit Buah Manggis Hasil ekstraksi kulit buah manggis dengan menggunakan pelarut metanol diperoleh ekstrak pekat sebanyak 16,54 gram dengan warna merah kehitaman, pelarut etil asetat menghasilkan ekstrak pekat sebanyak 7,4 gram dengan warna merah kecoklatan sedangkan pelarut nheksana menghasilkan ekstrak pekat sebanyak 3,51 gram dengan warna kuning. Menurut Achmadi (1992) ekstraksi adalah peristiwa pemindahan zat terlarut (solute)
antara dua pelarut yang tidak saling bercampur dengan tujuan untuk memperoleh ekstrak murni. Proses ekstraksi dengan pelarut yang berbeda sifat kepolarannya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sifat senyawa antimikroba yang terdapat dalam kulit buah manggis. Hal ini dilakukan karena setiap pelarut dengan sifat kepolarannya masing-masing akan melarutkan komponen-komponen yang berbeda termasuk komponen yang aktif sebagai antimikroba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak pekat kulit buah manggis yang dihasilkan paling banyak terekstrak pada pelarut metanol yang bersifat polar. Ketaren (1986) menyatakan bahwa jenis dan mutu pelarut yang digunakan menentukan keberhasilan proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah, murah, tidak toksik dan mudah terbakar. Uji Toksisitas Kulit Buah Manggis Uji toksisitas dengan metode BSLT merupakan suatu uji yang digunakan untuk mengetahui senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak tanaman. Suatu ekstrak dianggap toksik apabila memiliki nilai LC50<1000 ppm sedangkan untuk senyawa murni dikatakan toksik apabila LC50<200 ppm (Meyer, dkk., 1982). Uji toksisitas terhadap A. salina dengan ekstrak metanol dilakukan dengan 5 kali pengulangan pada masing-masing konsentrasi 10, 100, 1000 ppm. Pada konsentrasi 10, 100, 1000 ppm jumlah kematian berturut-turut mencapai 10, 20 dan 29 ekor dengan total populasi 50 ekor setiap konsentrasi. Hasil analisa persen kematian yang dikonversikan ke nilai probit dan menghitung persamaan regresi linier untuk mendapatkan nilai LC50, didapatkan nilai LC50 terhadap ekstrak metanol sebesar 372,524 ppm maka hasil uji BSLT ekstrak metanol kulit buah manggis dikategorikan toksik terhadap A. salina.
Tingkat kematian dapat ditemukan secara langsung melalui perbandingan konsentrasi yang berkisar dari konsentrasi terendah hingga konsentrasi tertinggi. Dengan kata lain, kematian A. salina disebabkan oleh peningkatan konsentrasi dalam sampel (Apurba, 2013). Hasil uji toksisitas ekstrak etil asetat pada konsentrai 10, 100, 1000 ppm berturutturut mencapai 9, 22, 27 ekor dengan total populasi 50 ekor setiap konsentrasi. Nilai LC50 yang didapat yaitu sebesar 431,811 ppm yang dikategorikan toksik sedangkan nilai LC50 ekstrak n-heksana diperoleh sebesar 114,384 ppm. Nilai LC50 ekstrak etil asetat kulit buah manggis tidak berbeda jauh dengan penelitian Fatimawati dkk (2013) ekstrak kulit buah manggis yakni 418 ppm. Nilai LC50 ekstrak n-heksana paling toksik dibandingkan dengan ekstrak metanol dan etil asetat. Widya (2013) menyatakan bahwa ekstrak yang dihasilkan dengan pelarut nheksana mengandung senyawa non polar yang memiliki ukuran kecil sehingga mudah untuk masuk ke dalam membran sel melalui proses difusi yang menyebabkan sel lebih cepat mengalami kerusakan atau mati. Meilani (2006) menambahkan bahwa keadaan membran kulitnya yang sangat tipis memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan yang mempengaruhi metabolisme dalam tubuhnya. n-heksana merupakan pelarut yang bersifat paling tidak polar sehinggga ekstrak yang dihasilkan pun bersifat non polar. Komponen yang umumnya larut dalam nheksana adalah lilin, lemak, dan komponen terpenoid (Nuraini, 2007). Komponen yang terkandung dalam n-heksana inilah yang menyebabkan persen kematian A. salina lebih besar dibandingkan etil asetat dan metanol. Uji toksisitas dengan metode BSLT ini juga menggunakan 2 jenis kontrol yaitu dengan menggunakan kontrol air laut dan kontrol DMSO yang merupakan pelarut yang digunakan untuk melarutkan bahan ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana yang digunakan pada penelitian ini. Nilai persen mortalitas yang cukup rendah pada
kontrol air laut dan kontrol DMSO menunjukkan bahwa air laut dan DMSO yang digunakan pada penelitian ini bukan merupakan penyebab kematian A. salina. Uji Aktivitas Antimikroba Kulit Buah Manggis Uji aktivitas antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur uji ditunjukkkan oleh ukuran areal bening yang membentuk lingkaran disekitar kertas cakram sehingga dapat dihitung diameter penghambatannya. Terbentuknya areal bening disebabkan karena adanya bahan antimikroba pada ekstrak kulit buah manggis sehingga pertumbuhan bakteri dan jamur terhambat. Hasil uji aktivitas antimikroba terhadap bakteri A. hydophila, E. tarda dan jamur Saprolegnia sp. menunjukkan hasil bahwa kontrol negatif yang berupa DMSO tidak membentuk zona bening ataupun zona hambat di sekitar cakram pada ketiga mikroba tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa DMSO yang digunakan sebagai pelarut pembuatan variasi konsentrasi tidak memiliki aktivitas antimikroba sehingga aktivitas antimikroba hanya berasal dari larutan uji bukan pelarut yang digunakan. Widowati dan Harfia (2009) menyatakan bahwa DMSO merupakan pelarut yang dapat digunakan untuk melarutkan sebagian ekstrak yang tidak dapat larut dalam air dan pada konsentrasi di bawah 3% DMSO tidak toksik kepada sel. Pengujian aktivitas antibakteri digunakan klromfenikol sebagai kontrol positif dimana hasil pengujian menunjukkan adanya aktivitas antibakteri dengan terbentuknya zona bening di sekitar cakram yaitu sebesar 33,82 mm untuk bakteri A. hydrophila dan sebesar 34,76 mm untuk E. tarda. Siswandono dan Soekardjo (1995) menyatakan bahwa kloramfenikol digunakan sebagai antibiotik bersifat bakteriostatik dan mempunyai spektrum luas. Telaah lain menyebutkan bahwa kloramfenikol memberikan efek dengan cara bereaksi pada sub unit 50S ribosom dan menghalangi aktivitas enzim peptidil
transferase. Enzim ini berfungsi untuk membentuk ikatan peptida antara asam amino terakhir yang sedang berkembang. Sebagai akibatnya, sintesis protein bakteri akan terhenti seketika (Pratiwi, 2008). Pengujian aktivitas antijamur digunakan nistatin sebagai kontrol positif dimana hasil pengujian menunjukkan adanya zona hambat disekitar cakram yaitu sebesar 11,45 mm untuk Saprolegnia sp. Pelczar dan Chan (2005) menyatakan bahwa cara kerja nistatin adalah merusak sel-sel khamir, juga sel cendawan lain dengan cara bergabung dengan sterol yang terdapat dalam membran sel. Hal ini mengakibatkan kacaunya organisasi di dalam struktur molekuler membran, diikuti dengan gangguan pada fungsinya. Pengujian aktivitas ekstrak metanol menunjukkan bahwa hambatan pertumbuhan terbesar terdapat pada bakteri E. tarda yaitu sebesar 8,8 mm pada konsentrasi 80%, kemudian bakteri A. hydrophila sebesar 8,4 mm pada konsentrasi 80% dan jamur Saprolegnia sp. sebesar 6,2 mm pada konsentrasi 80%. Adanya aktivitas antimikroba tersebut kemungkinan disebabkan karena kerja dari senyawasenyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam kulit buah manggis seperti fenolik/flavonoid/tanin, terpen/steroid dan alkaloid. Perbedaan luas hambatan disebabkan oleh bahan penyusun dinding atau membran sel dari setiap mikroba uji yang berbeda. Menurut Pratiwi (2008) golongan fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisidial namum tidak bersifat sporisidial dengan mendenaturasi protein dan merusak membran sel bakteri serta aktif pada pH asam. Golongan ini juga merusak lipid pada membran plasma mikroorganisme sehingga menyebabkan isi sel keluar. Mekanisme antimikroba senyawa fenolik adalah mengganggu kerja di dalam membran sitoplasma mikroba termasuk diantaranya adalah mengganggu transport aktif dan kekuatan proton (Davidson, 1993).
Pengujian aktivitas ekstrak etil asetat menunjukkan bahwa hambatan pertumbuhan terbesar terdapat pada bakteri E. tarda yaitu sebesar 12 mm pada konsentrasi 80%. Bakteri A. hydrophila sebesar 10,4 mm pada konsentrasi 80% dan jamur Saprolegnia sp. sebesar 7,8 mm pada konsentrasi 80%. Menurut Naufalin (2005) alkaloid dan glikosida merupakan senyawa yang sudah diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Sinergisme dari senyawa fitokimia dalam ekstrak etil asetat diduga lebih mudah berdifusi dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri karena memiliki polaritas yang optimum. Harborne (1998) menyatakan bahwa ketersediaan alkaloid dapat mengganggu terbentuknya komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga dapat mengakibatkan sel bakteri menjadi lisis. Pengujian aktivitas ekstrak nheksana menunjukkan bahwa hambatan pertumbuhan terbesar terdapat pada bakteri A. hydrophila yaitu sebesar 7,8 mm pada konsentrasi 80%. Bakteri E. tarda sebesar 6,4 mm pada konsentrasi 80% dan jamur Saprolegnia sp. sebesar 5,4 mm pada konsentrasi 80%. Fessenden dan Fessenden (1997) menyatakan bahwa steroid merupakan senyawa yang paling penting diantara senyawa yang aktif dari segi biologi. Banyak steroid dengan gugus karbonil dan hidroksil pada karbon 11 mempunyai aktivitas yang serupa. Salah satu senyawa steroid yang digunakan sebagai bahan obat dan zat antibakterial adalah β-sitosterol yang diisolasi dari tanaman Trema orientalis yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif. Dari hasil uji aktivitas antimikroba diperoleh data diameter zona hambat ketiga ekstrak kulit buah manggis yang menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat mempunyai daya antimikroba yang kuat, ekstrak metanol dan n-heksana mempunyai daya antimikroba yang sedang tetapi ekstrak n-heksana juga mempunyai daya antimikroba yang cenderung lemah. Davis
dan Stout (1971) menyatakan bahwa daerah hambatan sebesar 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm kuat, daerah hambatan 5-10 mm sedang dan kurang dari 5 mm lemah. Berdasarkan hasil pengamatan ekstrak n-heksana menghasilkan zona hambat yang paling kecil dalam penelitian ini dibandingkan dengan zona hambat yang dihasilkan ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat kulit buah manggis. Ketidakefektifan ekstrak n-heksana dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji diduga berkaitan dengan sifat n-heksana yang sangat tidak polar sehingga hanya sedikit komponen zat aktif yang larut di dalamnya. Menurut Naufalin (2005) ekstrak heksana mengandung minyak atsiri yang bersifat antimikroba, namun kontak antara senyawa antimikroba dan minyak atsiri dengan sel bakteri terhalang oleh adanya minyak dan lemak dalam ekstrak n-heksana. Minyak dan lemak lainnya mengganggu proses difusi dan melindungi bakteri dari senyawa antibakteri. Berdasarkan hasil pengamatan ekstrak etil asetat menghasilkan zona hambat yang paling besar dalam penelitian ini dibandingkan dengan zona hambat yang dihasilkan ekstrak metanol dan ekstrak nheksana kulit buah manggis. Menurut Kanazawa dkk (1995) suatu senyawa yang mempunyai polaritas optimum akan mempunyai aktivitas antimikroba maksimum, karena untuk interaksi suatu senyawa antibakteri dengan bakteri diperlukan keseimbangan hidrofiliklipofilik. Adawiyah (1998) menyatakan bahwa etil asetat merupakan pelarut yang bersifat semi polar. Sifat etil asetat yang semi polar menyebabkan ekstrak etil asetat akan memiliki dua sifat kelarutan yaitu hidrofilik dan lipofilik. Berdasarkan hasil pengamatan ekstrak metanol menunjukkan terbentuknya zona hambat meskipun diameter penghambatannya tidak sebesar ekstrak etil asetat. Metanol merupakan pelarut yang bersifat polar. Davidson dan Naidu (2000) menyatakan bahwa komponen yang banyak
terdapat pada tumbuh-tumbuhan dan bersifat polar antara lain senyawa dari golongan fenolik. Mekanisme komponen antibakteri fenolik umumnya akan berinteraksi dengan protein yang ada pada dinding sel atau sitoplasma melalui ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik. Mekanisme lain kemungkinan adalah dengan mengganggu aktivitas enzim dalam sel. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil uji fitokimia ekstrak kulit buah manggis (G. mangostana) dengan pelarut metanol, etil asetat dan n-heksana mengandung senyawa alkaloid, terpen/steroid dan fenolik/flavonoid/tanin. 2. Ekstrak kulit buah manggis mampu menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila, E. tarda dan jamur Saprolegnia sp. dan ekstrak kulit buah manggis dengan pelarut etil asetat merupakan pelarut yang paling efektif. 3. Ekstrak kulit buah manggis bersifat toksik terhadap A. salina L dengan LC50 114,384 ppm pada ekstrak n-heksana, 372,524 pada ekstrak metanol dan 431,811 ppm pada ekstrak etil asetat. Saran Sebaiknya dilakukan pengujian lebih lanjut secara in vivo terhadap ekstrak etil asetat kulit buah manggis karena merupakan ekstrak yang paling aktif dalam menghambat bakteri A. hydrophila, E. tarda dan jamur Saprolegnia sp. dengan langsung menguji terhadap ikan yang terserang bakteri dan jamur agar dapat lebih mengetahui ekstrak kulit buah manggis dapat dijadikan sebagai obat alami.
Komponen Antimikroba Buah Atung (Parinarium gaberium Hassk.). Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Apurba, S. P., S. H. Bhuyan., F. Khatun., M. S. Liza., M. Matin., dan Md. F. Hossain. 2013. Assessment of Cytotoxic Activity of Two Medicinal Plants Using Brine Shrimp (Artemia salina) as an Experimental Tool. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. 4 (3): 1125-1130. Asifa, U. S. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Pertumbuhan Shigella flexneri Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Tanjung Pura, Pontianak. Davidson, P. M dan A. S. Naidu. 2000. Antimicrobials in Food: Phytophenols. Marcel Dekker, New York. Davidson, P. M. 1993. Antimicrobials in Food: Parabens. Marcel Dekker, New York. Davis, W. W. dan T. R. Stout 1971. Disc Plate Method of Microbiological Antibiotic Assay. Applied Microbiology. 22 (4): 659-665. Fatimawati., A. Yudistira dan F. Wahantow. 2013. Acute Toxicity Test Of Etanol Extract From Mangosteen Pericarp (Garcinia mangostana L.) Against Artemia salina Leach Larvae Using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Jurnal Ilmiah Farmasi. 2 (1): 97-101.
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, S. 1992. Kimia Kayu. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Adawiyah, D. R. 1998. Kajian Pengembangan Metode Ekstraksi
Fessenden, R. J dan J. S. Fessenden. 1997. Kimia Organik. Penerbit Erlangga, Jakarta. Harborne, J. B. 1998. Phytochemical Methods. Chapman and Hall, London.
Kanazawa, A., T. Ikeda dan T. Edo. 1995. A Novel Approach to Mode of Action of Cationic Biocides: Morphological Effect on Antibacterial Activity. Journal of Applied Bacteriology. 78: 55-60. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.
Pratiwi, S. I. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Penerbit Erlangga, Jakarta. Putri, W. S., N. K. Warditiani dan L. P. F. Larasanty. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Farmasi Udayana. 2 (4): 5660.
Kurniawan, A. 2012. Penyakit Akuatik. UBB Press, Pangkalpinang.
Siswandono dan B. Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Penerbit Airlangga University Press, Surabaya.
Meilani, S. W. 2006. Uji Bioaktivitas Zat Ekstraktif Kayu Suren (Toona sureni Merr.) dan Ki Bonteng (Platea latifolia BL.) Menggunakan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Widayanti, S. M., A. S. Permana dan H. D. Kusumaningrum. 2009. Kapasitas dan Kadar Antioksidan Ekstrak Tepung Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Pada Berbagai Pelarut Dengan Metode Maserasi. Jurnal Pascapanen Pertanian. 6 (2): 61-68.
Meyer, B. N., N. R. Ferrigni., J. E.Putman., L. B.Jacobsen., D. E. Nichols dan J. L. McLauglin. 1982. Brine Shrimp: A convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Med. 45: 34-35.
Widowati, L dan H. Mudahar. 2009. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 50% Umbi Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme (Lood) Bi) Terhadap Sel Kanker Payudara MCF-7 In Vitro. Media Litbang Kesehatan. 19 (1). 9-14.
Naufalin, R. 2005. Kajian Sifat Antimikroba Ekstrak Bunga Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) terhadap Berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nuraini, A. D. 2007. Ekstraksi Komponen Antibakteri dan Antioksidan dari Biji Teratai (Nymphaea pubescens Wild). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pelczar, M. J dan E. C. S. Chan. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi 1 dan 2. Penerjemah Ratna. S. H. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Widya, D. R. 2013. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Biji Teratai (Nymphaea pubescens L) terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila, Streptococcus agalactiae dan Jamur Saprolegnia sp. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan. Windarini, L. G. E., K. W. Astuti dan N. K. Warditiani. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Jurnal Farmasi Udayana. 2 (4): 1-8.