Heinz Guderian, Sang Komandan Panser Mini Biografi. Oleh Yusuf Wibisono. ilmuiman.net (c) 2013. Revisi Okt'2016. *** Pengantar Bismilahhirohmannirohiim. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan Salam untuk rasul Allah, Muhammad saw. E-book ini, mini biografi ini, adalah bagian dari serangkaian tulisan untuk mempromosikan kebajikan dan kemuliaan akhlak. Mengapa meninjau akhlak malah membahas seorang pimpinan Nazi Jerman? Ini namanya pendekatan 'dari sisi lain'. Kalau kita membahas akhlak dengan mencontohkan Rasulullah. Itu sisi kananlah gitu, yang menset batas atas. Ya, tentu saja,.. Rasulullah akhlaknya mulia. Dia itu uswatun hasanah. Kalau kita kalah oleh Rasulullah, ya emang kalah. Nyerah dari awal. Tapi,.. masak sih kita sampai kalah oleh seorang perwira Nazi? Cerita seperti ini mungkin bisa menaikkan batas bawah dari target hidup kita. Setidaknya,.. kita jangan sampai kalahlah oleh seorang nazi yang kita ulas ini. Bukankah kita ini supposed to be umat yang terbaik? Karya ini jauh dari sempurna tentu saja. Dan given the fact bahwa misinya adalah untuk mempromosikan kebajikan dan kesempurnaan akhlak, mohon dimaklumi bila akurasi fakta sejarahnya kemungkinan bukanlah yang terbaik di dunia. Kurang lebihnya mohon maaf. Kritik dan saran silakan saja disampaikan. *** Pendahuluan Pertamanya, perlu jelas dulu buat yang belum jelas: Guderian adalah jenderal nazi Jerman di jaman perang. Dari sisi itunya, tidaklah ada yang perlu kita kagumi. Di sisi lain, Heinz Wilhelm Guderian adalah ahli teori militer dan jenderal Jerman yang dianggap paling inovatif selama perang dunia kedua. Unit-unit panser Jerman selama perang itu, dibangun dan bertempur sejalan dengan konsep dan teori yang dibuat oleh Guderian. Tulisannya yang terkenal: "Achtung, Panzer!" Adalah buku tuntunan klasik untuk semua komandan pasukan lapis baja sampai bertahun-tahun setelah perang selesai. Kalau untuk komandan pasukan lapis legit, lha itu beda lagi buku tuntunannya. Mungkin bisa dituntun oleh buku "1001 Resep Oblok-Oblok Tekek", atau buku yang lain lagi. Ta'uk deh, komandan pasukan lapis legit itu kayak apa.... Setelah kita membahas Albert Speer, dan Erwin Rommel, sekarang membahas Heinz Guderian rasanya cukup melengkapi gambaran, mengapa angkatan darat Jerman di
jaman perang, menjadi kekuatan dahsyat dengan daya dobrak luar biasa, dan kemampuan defensif yang top juga. Albert Speer adalah gambaran keunggulan di garis belakang. Disiplinnya, produktivitasnya, efektivitasnya, efisiensinya, idealismenya, dan seterusnya, membuat negeri Jerman punya daya dukung luar biasa menghadapi kepungan seluruh dunia. Erwin Rommel, di pihak lain, adalah gambaran keunggulan di garis depan. Determinasinya, daya dobraknya, kreatifitasnya, kemampuan bertahannya, gerak cepatnya, keluwesannya menghadapi seribu satu masalah, menjadikan setiap korps yang dipimpinnya menjadi buah bibir sampai puluhan tahun berikutnya. Melengkapi dua itu, Guderian adalah gambaran keilmuan dan pragmatisme. Metodologi jitu yang dia kembangkan mendasari semua operasi militer skala besar yang paling mencengangkan, antara lain: Operasi Blitzkrieg saat mendobrak ke barat, dan operasi Barbarossa, saat mendobrak ke timur. Okelah, operasi overlord, saat sekutu mendaratkan pasukan di Normandia, itu juga mencengangkan, tapi.. di balik keunggulan operasi overlord, yang ada adalah keunggulan perencanaan, keunggulan logistik, keunggulan jumlah tentara serta persenjataan. Ya udah, menang. Dari sisi taktik, dari sisi manajemen,.. dari sisi keilmuan bagaimana? Andaikan unggul juga, dengan kekuatan sekian kali lipat, mestinya dari pendaratan Normandia sampai Jerman tergulung, waktunya singkat saja. Nyatanya, untuk menggulung balik Jerman.. sekutu perlu setahun penuh. Sama sekali bukan blietzkrieg yang berbalik arah. *** Siapakah Guderian? Enak kayak gini nih. Tulisan diawali dengan pertanyaan. Anyway, balik lagi ke Guderian.... Dia lahir Juni 1888 di Prusia Barat, meninggal Mei 1954 dalam usia 65 tahun. He, he, he... baru mulai, udah diomongin matinya. Jadi nggak seru kali ya? Biarin, ah. Pada saat perang dunia, umurnya adalah sekitar 50-54 tahun. Tinggal ditambahkurangin aja iya kan. Ini matematika kelas tiga SD. Sama sekali bukan dengan maksud merendahkan kemampuan berhitung para pembaca, tapi kalau kemampuan menulis halus,... lha, sebagian pembaca memang kemampuannya rendah. Itu kita sama-sama tahu. (Apa pulak hubungannya tulisan ini dengan soal menulis halus? Ta'uk deh) Bagaimana dia mendapatkan reputasi itu, sebagai seorang tentara profesional? Menarik untuk kita cermati. Dia ini tentu maksudnya Guderian, yang dari tadi kita omongin. Dan bukannya Wak Carik dari desa Tampingan, Njombang, si juru tulis halus.
Selama perang dunia pertama, Guderian adalah perwira staf untuk urusan sinyal telegraf/wireless. Dari pengalaman itu, dia dia mendapat pandangan lengkap tentang situasi peperangan keseluruhan. He knew the big picture. Ini satu kunci, pelajaran untuk semua orang. Rata-rata, orang yang ahli strategi, ahli taktik, selalu di antara itu: jenius yang punya kreatifitas, dan pelaku yang punya jam terbang, yang paham the big picture. Dunia ini ajaib, tapi tidak seajaib filem kartun. Orang yang tidak punya kapabilitas intelektual memadai, tidaklah mungkin menjadi ahli strategi. Tapi, orang yang jenius pun secara intelektual, kalau tidak mempunyai jam terbang, tidak punya gambaran seksama tentang the big picture, paling pol jadi pengembang teori saja, yang teorinya sepotong-sepotong. Di sisi lain punya kapabilitas, punya jam terbang, paham jadi big picture,.. bisa juga end-up jadi supir taksi, atau jadi Wak Carik pembantu pak lurah itu. Karena apa? Untuk menjadi ahli strategi yang pragmatis, seseorang harus punya passion, tekad membara, dan juga 'memaksakan' adanya kesempatan agar strateginya itu 'kepake'. Guderian punya semua itu. Tapi jalannya juga tidak mulus. There is no instant success, iya kan? Karena berselisih dengan komandannya, dia dibuang ke unit intelijen sampai akhir perang dunia pertama. 'Berselisih dengan komandannya', itu juga suatu kata kunci yang tidak banyak dimiliki perwira-perwira 'biasa'. Penugasan intelijen ini, walau menjauhkan dia dari medan perang, membuat kemampuannya dalam berpikir strategis makin tajam. Dia terobsesi oleh 'daya dobrak', sebagaimana orang-orang lain yang mengalami betapa gemesnya situasi stagnan di perang parit front barat, pada perang dunia pertama. Saat itu, alat-alat pertahanan sudah maju. Andalan perang dunia pertama untuk bertahan, cukup efektif. Yaitu kombinasi garis pertahanan, parit pertahanan yang tersistem, benteng secukupnya, ranjau, barbwire kawat berduri, pasukan infanteri, dibeking artileri, dan yang paling memakan korban: senapan mesin yang efisien. Dengan sistem pertahanan itu, satu batalyon yang nekat, bisa disapu bersih oleh hanya tiga orang saja, seperti misalnya di pertempuran Somme, atau pertempuran tanah datar lainnya. Di pihak lain, kemampuan mendobrak sistem pertahanan itu, belumlah ada. Di ujung perang, barulah muncul alat perang baru, yang merupakan senjata rahasia Inggris, yang mencengangkan kalangan intelijen Jerman, yaitu: panser! Bukan panci. Kalo panci, itu alat masak. Bukan alat perang. Mengingat produknya masih generasi awal, efektifitas tank atawa panser masih ala kadarnya, dan tidak menunjukkan prestasi luar biasa. Walau begitu, bagi perwira intelijen macam Guderian fiturnya benar-benar menarik perhatian, dan jadi bahan perenungan. Kalo bengong-bengong, Guderian sering memikirkannya. Kadang memikirkan tank dan panser, kadang memikirkan cewek-cewek. Eh, nggak tahu ding. Kalo lagi bengong,
nggak tahulah Guderian memikirkan apa. Yang jelas, kayaknya sih nggak pernah memikirkan panci. Sekali lagi, dia adalah perwira intelijen, dan bukannya tukang masak di dapur umum. Tukang kredit juga bukan. Setelah perang (dunia pertama, dan bukannya perang Paregreg), Guderian tetap menjadi tentara, komandan kompi, di AD Jerman yang dibonsai, waktu itu namanya Reichswehr (yang cuma boleh punya anggota total 100 ribu). Kalo wehr-eh-wehr ehwehr, itu lain lagi. Itu senggak'annya lagu Teamlo yang tidak perlu kita bahas lebih lanjut. Pengkondisian bonsai itu, makin menggugah obsesi Guderian atas alat perang berdaya dobrak tinggi bernama Paimo tadi itu. Paimo itu anaknya Mbak Padmo. Dan Mbah Padmo itu saudaranya Mbah Gambleng. Tapi, sebetulnya, alat perang berdaya dobrak tinggi itu bernama panser. Atau dalam logal Jerman: panzer, dibaca 'pan-cer'. Di Inggris, julukan rahasia-nya adalah tank, atau kalau diterjemahkan ke dalam bahasa kita, menjadi tangki. Tank itu adalah nama samaran, agar tidak dikira alat tempur utama, tapi uniknya, istilah itu dipakai sampai sekarang, yaitu di Inggris. Karena kalau di Pandeglang, tidak pernah orang pake istilah tank. Yang ada: teng waja'. Bodo' amat deh orang Pandeglang ngomongnya gimana. Kita balik lagi ke kisah Guderian. Dengan tentara yang dibatasi 100 ribu orang, sementara para musuh bebuyutan bisa punya sejuta, bahkan lebih,.. logis kan, kalau orang-orang Jerman tertentu, yang ingin negerinya kembali jaya, memikirkan alat perang dahsyat, yang bisa melipatgandakan kekuatan masing-masing orangnya. Guderian pun berpikir ke arah sana. Yaitu ke arah alat perang. Bukan ke arah Pandeglang. Alkisah, selanjutnya dia bergabung dengan Truppenamt yang terlarang berdasarkan perjanjian Versailles (tapi diandalkan Jerman untuk masa depan). Setelah naik jadi mayor, di Truppenamt itu Guderian mengurusi angkutan tentara dan mengembangkan taktik pasukan bermotor. Itu membuat dia berada di pusat pengembangan konsep-konsep canggih yang belakangan nanti jadi inti konsep blitzkrieg alias perang kilat yang termasyur itu. Seperti banyak intelek Jerman lainnya, Guderian fasih berbahasa Jerman, Inggris, dan Perancis, jadi, mudah saja baginya mengumpulkan ide-ide dari buku-buku Inggris dan Perancis. Cari bantuan ahli bahasa Inggris-Perancis juga tidak susah di Jerman untuk lebih membantu pemahaman lagi. Bahasa Bali sama Bahasa Madura dipastikan dia tidak bisa. Tapi tentu saja dia tidak ada rencana ikut karapan sapi. Konon tentang manuver perang, dia banyak terpengaruh oleh ahli Inggris JFC Fuller, dan BH Liddell Hart (tapi ini masih diperdebatkan), dan Charless De Gaulle (dari Perancis, yang belakangan amat terkenal, tapi waktu itu bukanlah siapa-siapa). Karya mereka 'di-jerman-kan' oleh Guderian. Sampai kemudian, tahun 1932, Guderian dipromosikan menjadi Oberstleutnant (letkol) dan menjadi kepala staf dari Inspektorat
Pasukan Bermotor sampai kemudian dipromosikan menjadi Oberst (kolonel). Selama periode ini, dia telah menulis banyak paper tentang perang bermotor dan tulisannya menjadi yang termaju pada jaman itu. Sekali lagi, yang termaju adalah tulisannya. Kalo giginya biasa saja. Tidak maju. Heinz Wilhelm Guderian adalah ahli panzer, masak giginya tonggos? Jadi Guderian Tong-tong dong.... Apakah konsep perang kilat itu mudah diterima di Jerman? Tidak. Sebenarnya, seperti juga di Perancis dan Inggris, di Jerman konsep itu ditentang kiri kanan, depan belakang, dari awalnya. Waktu disodori oleh Guderian, jenderal-jenderal Jerman yang lebih senior langsung membuangnya ke tempat sampah. Plung! Kepala staf Jerman kurang lebih bahkan mengatakan: "Ide Guderian itu menggerakkan pasukan terlalu cepat. Dan kalau terlalu cepat begitu, bagaimana jenderal-jenderal bisa mengatur strategis. Kacau." Tambahan lagi, Guderian, yang relatif junior, orangnya kadang dipandang agak sombong dan kurang mendengarkan jenderal-jenderal lain (dan apalagi mendengarkan anak buahnya). Dan untuk beberapa lama, konsep Guderian cuma berada pada tataran teori saja, sampai kemudian Hitler muncul. Cul! Ketika Guderian mengajukan konsepnya ke mabes, untuk disampaikan kepada Hitler, konon konsep itu berhenti saja di mabes, dan tidak disampaikan ke Hitler. Kalau akhirnya konsep itu sampai ke tangan Hitler, kemungkinannya adalah lewat jalur lain, dan bukannya lewat jalur komando yang standar. Sampai suatu ketika,... setelah Hitler merobek perjanjian Versailles (yang melarang Jerman memiliki tank), diadakanlah parade dan demonstrasi lapis baja di Jerman. Di hadapan semua pembesar tentara. Selesai parade, tiba-tiba saja Guderian menghadap kepada KSAD-nya Jerman saat itu, dan dia bilang: "Parade itu tadi, adalah suatu kegagalan!" katanya. Yaitu karena tidak mengacu pada konsep Guderian, tidak mengacu pada konsep gerak cepat, sepenuhnya bermotor; tidak mengacu pada konsep pengkonsentrasian lapis baja secara masif, tapi mirip taktik klasik Inggris-Perancis saja, membaurkan tank dengan pasukan infanteri yang berjalan kaki. "Kombinasi pasukan bermotor dengan pejalan kaki itu lambat, Jenderal!" "Tentu lebih lambat lagi, kalo yang pejalan kakinya mesti engkle! Jalan kaki satu. Ha, ha, ha! Atau mesti sambil merangkak sekalian!" Kritik Guderian malah dilecehkan. Tentu saja serta merta Guderian dianggap kurang ajar, kurang asem, dan kurang kareng. Seorang kolonel,... enak saja menghadap kepala staf, dan memberikan kritik tajam terbuka di depan umum. Waduh,... di tentara mana itu bisa ditolerir? Guderian bikin sebel semua senior, tapi konon dia berdalih, bahwa dia menyampaikan itu sesuai tradisi Prusia yang dijunjung tinggi. Salah satu pepatah Prusia mengatakan: seorang
ksatria sejati, mestilah berani berterus terang, mengungkapkan kebenaran, bahkan saat berhadapan dengan raja. Kita juga punya pepatah: pucuk dicinta, ulam tiba. Hubungannya apa dengan kiprah Guderian, saya juga nggak tahu. Pokoknya, saya cuma mau kasih tahu, bahwa kita juga punya pepatah: ada gula, ada semut. Keberanian seperti itu berharga. Kita tahu, Challenger, ulang-alik, meleduk, bukan karena sebelumnya tidak ada yang mengidentifikasi adanya hal-hal yang meragukan. Banyak yang ragu, tapi tidak ada seorang yang seberani Guderian di Nasa pada masa itu, sehingga ujungnya bum! Kalau ditilik lagi, konsep gerak cepat itu sebetulnya bukanlah hal baru sama sekali. Jaman kejayaan pasukan nomaden, entah itu tentara Badui Arab di jaman kejayaan Islam. Atau pasukan Mongol, atau pasukan Turki yang belakangan, konsep gerak cepatnya sama saja. Satu kesatuan besar, dengan daya tempur tinggi, yang mempunyai mobilitas luar biasa. Bedanya, pada masa lalu berkuda, sekarang bermotor. Tapi,.. satu hal tetap sama: untuk menjadi amat efektif, pasukan gerak cepat berkuda, tidaklah dicampur dengan pasukan jalan kaki yang lambat. Penempur berkuda yang cepat, sepasukan lengkap, seluruhnya berkuda. Akan lucu sekali bila pasukan berkuda gerak cepat, yang seratus naik kuda, yang lima naik embe! Bener nggak? Setelah Hitler ikut campur, ide terobosan Guderian terwujud juga. Berkat konsepkonsep Guderian, Jerman kemudian memiliki tiga divisi panser (yang di awal itu tiada duanya di dunia), dan salah satunya, yaitu divisi panser kedua, akhirnya dikomandani oleh Guderian sendiri pada Oktober 1935. Guderian melompati banyak jenderal yang lebih senior, dan ini membuat orang yang sebal padanya semakin banyak. Sebagai kontrasnya, di angkatan darat negara lain, lapis baja tidak dikonsentrasikan dalam divisi panser, tapi disebar-sebar bersama infanteri. Semua yang lain, masih kuat terpengaruh strategi kombinasi infanteri-arteleri jaman Napoleon, perang dunia ke-enol, yang pada masanya memang amat efektif. Hanya saja, saat Napoleon berjaya, senapan mesin belum ada, dan kendaraan bermotor, juga memang belum ada. Selain itu, semua masih terpengaruh perang dunia pertama. Dalam perang dunia pertama, yang dirasa amat penting dan menentukan, adalah strategi pertahanan, bukan strategi penyerangan. Norma dalam perang dunia pertama adalah defensif, bukan ofensif. Tahun 1936, Guderian menjadi Generalleutnant (mayjen, langsung dari kolonel, karena pada masa itu Jerman tidak mengenal pangkat setara brigjen), dan 1938, dia menjadi jenderal yang mengkomandani Korps Angkatan Darat Jerman ke-16. Melihat perjalanan karirnya itu, bisalah disebut bahwa dia adalah jenderal lapis baja yang sejati. Tulisannya yang paling terkenal: Achtung, Panzer! ditulis 1936-1937 sebagai suatu penjelasan atas teori Guderian terkait penggunaan tank-tank dan pesawat terbang dalam pertempuran moderen yang terkoordinasi. Tulisan itu merupakan gabungan dari
teori Guderian dipadu dengan ide-ide dari orang-orang top di bidang lapis baja dan kekuatan bersenjata gabungan (darat-udara) di dalam staf umumnya. Korps panser karya Guderian adalah saripatinya angkatan darat Jerman selama perang dunia kedua, dan saripati dari gaya tempur blitzkrieg, yang sampai sekarang, masih jadi pelajaran wajib di semua sekolah militer top. Kalo saripati ayam, itu dikemas jadi Royko! Bodo amat. *** Blitzkrieg, Perang Kilat Sepanjang perang dunia pertama, Jerman yang terkepung sudah bolak-balik mencoba menerapkan gaya tempur 'menerobos', tapi gagal maning, gagal maning. Ngerti orang kowe, Son? Dan kegagalan yang terbesar: Maret 1918, yang antara lain menentukan kekalahan Jerman. Mengapa gagal? Bukan karena digigit nyamuk, atau jarang mandi. Sekali lagi, yang kita bahas ini soal ke-gagal-an, dan bukannya ke-gatal-an. Teliti punya teliti, Guderian menyimpulkan bahwa gagalnya itu disebabkan karena pasukan penerobos kebanyakannya adalah 'pejalan kaki', yang tidak bisa terus menerus mempertahankan momentum serangan. Teler juga kalau pejalan kaki mesti jalan terus-terusan menerjang tanpa henti, bukan? Mlocot kakinya.... Sudah gitu, tentara jalan kaki tidak mungkin tahan tembakan seperti lapis baja. Sesuai dengan rencana perang dunia (pertama), Jerman sebetulnya menyandarkan rencana kemenangannya melalui serangan gerak cepat mengepung Paris. Tapi, saat kesempatan menerobos itu datang,.. kelengkapannya tidak memadai. Sudah geraknya kurang cepat, pasukannya kelelahan, dan logistiknya juga keteteran. Jawaban atas kelemahan ini apa? Yak betul. Anda mendapatkan hadiah seratus ribu rupiah. Jawabannya: Infanteri bermotor. Eh, ini tadi yang mau ngasih hadiah siapa ya? Sorry, anda nggak jadi dapet. Itu tadi, (implementasinya) mesti nunggu sampai tahun 30-an karena pada masa perang dunia pertama teknologi belum mendukung. Jauh di timur, Tukhachevsky menyimpulkan hal yang sama, tapi kemudian orang Rusia ini dieksekusi Stalin tahun 1937 jadi idenya tidak berkembang di Rusia. Walhasil, yang benar-benar mematangkan dan merealisasikan konsep blitzkrieg ini adalah Guderian saja! Sebagai profesional di bidangnya, bisa kita lihat betapa Guderian memiliki kreatifitas dan inovasi luar biasa. Yang mungkin dipicu juga oleh keterbatasan. Dan semua kita punya keterbatasan, bukan? Pasca kalah perang dunia pertama, Jerman dibatasi cuma boleh punya 100 ribu tentara! Kalau mau kekuatannya dahsyat, apa yang mesti
dilakukan? Senjatanya tentu mesti canggih. Itu juga semua banyak yang mikir ke sana. Tapi dalam bentuk apa canggihnya? Guderian menjabarkan. Ide blitzkrieg itu sederhanda: divisi mobil dan divisi lapis baja bermotor dipadukan untuk menjadi pasukan penyerang utama, yang lain mendukungnya. Dalam bukunya, Guderian menulis: "Tank yang kerja lenca-lenci sendirian atau dibaur dengan infanteri tidak akan pernah menjadi penentu kemenangan. Studi saya, dan latihan-latihan yang telah dilakukan oleh orang Inggris, membuat saya menyimpulkan bahwa tank baru akan yahud setelah memenuhi standar kecepatan dan kelincahan cross-country. Tank gerak cepat adalah bintang utamanya, yang lain pendukungnya. Karena itu perlu ada divisi lapis baja." Divisi lapis baja, tentu mesti didukung oleh logistik gerak cepat juga. Kalo logistiknya dianterin keledai, klemar-klemer,.. payah urusannya. Lainnya itu,.. divisi lapis baja agar kekuatannya optimal, mesti didukung oleh sistem komunikasi handal, agar geraknya ter-orkestra-si. Kalau tidak,.. payah juga, daya gempurnya tidak terkonsentrasi. "Man, Herman,.. ini kita mesti maju atau mundur?" "Nggak tahu komandan", supir panser bingung. "Coba kontak komandan divisi!" "Saya nggak punya pulsa!" Jlegur! Keburu ditembak musuh kalau begitu caranya komunikasi. Selain masalah kinerja cross-country dan kecepatannnya, teknologi pendukung esensial lain yang penting menurut Guderian adalah teknologi komunikasi dan teknologi visual. Dengan itu, tank dapat bergerak terkoordinasi. Bergerak secara bersaf-saf. Bersaf-saf yang well-organized itu lebih kuat bukan? Karena keyakinan itu, pada tahun 1933 Guderian ngotot agar semua tank Jerman dilengkapi dengan radio dan perlengkapan visual terbaik yang memungkinkan para komandannya berkomunikasi dan mengatur segenap tank dalam gaya blitzkrieg. Ini kemudian terbukti jitu dalam menggulung Inggris-Perancis yang jauh lebih unggul dalam semua hal di daratan Eropa tahun 1940. Bahkan saat jaya-jayanya Jerman, kalau diadu satu tank (Jerman) melawan satu tank (Perancis, atau Inggris), kans Jerman menang relatif kecil. Tank Inggris lebih tebal bajanya, lebih masif, daya tembaknya juga lebih jauh. Srigala, melawan singa. Kalo satu lawan satu, srigala kansnya kecil. Tapi srigala itu bergerak dalam satu tim besar yang amat terkoordinasi, jadi situasinya lain. Lain lagi kalau yang diadu srigunting. Sementara Jerman tank-tanknya bergerak secara terpadu, orang Inggris bergerak bingung, karena mesti mensinkronkan diri dengan infanteri.
"Komandan infanteri, gimana nih? Saya maju atau mundur?" "Bentar, bentar. Saya kontak markas dulu!" "Cepetan, jangan lama-lama. Jerman keburu dateng, nih!" "Iya, iya. Nih,.. kurir udah dateng. Dia bawa instruksi tertulis dari markas." "Apa pesannya?" "Mama, tolong kirimi pulsa ya. Papa lagi di kantor polisi...." Jlegur! Keburu dihantem dari segala penjuru. Mungkin tidak sepenuhnya dari sisi ide, hal itu merupakan buah pikir Guderian (bahkan di Jerman sendiri, Ernst Volckheim sudah lebih dulu menggembar-gemborkan hal ini), tapi Guderian-lah yang kemudian benar-benar menajamkan konsep itu, dan mengimplementasikan. Seperti kata Tukul Arwana: hidup ini intinya adalah praktek! Ta'uk deh, pas nggak quotenya dari Tukul? Jadi,... pasukan tank Jerman itu diutamakan pada koordinasinya, dan mobilitasnya, lebih daripada daya tembak dan ketebalan bajanya. Dan terbukti konsep itu jitu. Tanktank Inggris (dan Perancis, dan apalagi Rusia), yang lebih tebal bajanya, lebih dahsyat daya tembaknya, banyak yang jadi bulan-bulanan Jerman disebabkan karena kalah lincah dan kurang terkoordinasi (disebabkan karena radio komunikasinya disepelekan pengembangannya). Sebagai contoh, dalam satu pertempuran menentukan pasca bobolnya pertahanan Perancis saat Jerman menerobos melalui jalur Ardennes, Tank-tank Perancis yang lebih tinggi kecepatan maksimalnya, hancurnya karena tidak didukung oleh perlindungan udara. Yang mana, perlindungan udara itu juga perwujudan dari kelincahan yang digagas Guderian juga. Dan juga visual terbaik yang disebutkan di atas. Dalam konteks kita, yang bukan tentara, situasi seperti ini familiar juga bukan? Siapa yang inovasinya tepat, pada situasi krisis, des, des, des, paling lancar. Bener nggak? Bisa kita lihat bagaimana Toyota (yang kecilan) melawan General Motors (saat dia lagi jaya-jayanya). Bagaimana Microsoft (selagi masih gurem), melawan IBM (yang sudah meraksasa). NVidia melawan Intel sekarang mungkin juga mirip itu. Detikcom melawan media-media yang mapan saat dia melejit jadi dotcom paling top se-Indonesia. Dan seterusnya. Resep yang mujarab, bisa mengatasi beberapa aspek secara sekaligus, sehingga kuda hitam yang relatif gurem, bisa mengatasi raksasa. Daud alias David melawan Goliat. Keberanian, kreatifitas, dan inovasi. Aspek-aspek kunci dari profesionalisme. Ibarat pepatah: pucuk dicinta, ulam tiba. Nyambung apa enggak tuh? Ujuk-ujuk kok pake pepatah.... Sorry. Di masa perang Eropa, Guderian pertama kali mengaplikasikan konsepnya sebagai komandan Korps Ke-19 saat Jerman menginvansi Polandia. Bum, bum, bum! Secara
pribadi, dia nangkring di atas tank memimpin pasukannya melabrak Polandia dalam pertempuran Wizna dan Kobryn, dan teorinya terbukti dahsyat. Apalagi musuhnya di sisi Polandia adalah Kaveleri berkuda! Kuda beneran, bukan kuda lumping. Sekali lagi, yang di sisi Polandia adalah pasukan kaveleri, dan bukannya pendekar debus. Hitler demikian puas dengan invansi Polandia, sampai-sampai, pada jamuan makan malam merayakan kemenangan Polandia itu, Guderian disuruh duduk di sebelah kanan Hitler (bukan dalam posisi dipangku tentu saja, dan itu makin bikin sebal jenderal lain yang sudah sebal sejak lama pada Guderian). Amit-amit jabang bayik kalau sampai pangku-pangkuan sih. Bener nggak? Pucuk dicinta ulam tiba. Ada gula, ada semut. Lain di bibir, lain di hati. Begitulah kalo kata peribahasa. Mending kalo ada yang nyambung. Pada periode itulah muncul istilah blitzkrieg (dan bukan sebelum Polandia). Blitz artinya kilat, sebagaimana lampu blitz adalah lampu kilat. Dan krieg artinya mestinya sih perang. Bukan surat. Kalau surat, berarti surat kilat. Alamak, centil banget pake suratsuratan segala Semasa invasi ke arah barat, lagi-lagi Guderian nangkring di panser menerobos hutan Ardennes, menyeberangi sungai Meuse, dan mendobrak garis pertahanan Perancis di Sedan. Dan di situlah dia mendapat julukan sebagai "Der schnelle Heinz" (Hurrying Heinz, Heinz yang terburu-buru) dari pasukannya. Pasukannya itulah yang memimpin perlombaan menuju laut (memotong, mengepung, pasukan utama Inggris-Perancis di daratan Eropa). Mereka berbalap-balapan dengan pasukan-pasukan sejenis, termasuk pasukannya Erwin Rommel yang sudah kita bahas pada tulisan yang lain. Sebetulnya, Guderian bisa bablas melumat pasukan Perancis dan British Expeditionary Force, andaikan tidak distop oleh perintah langsung Hitler. Inggris-Perancis sudah kejepit, logistiknya terputus,.. eh.. ujuk-ujuk Hitler menyetop laju pasukan panser. Entah apa alasannya. Mungkin dia punya alasan politik luar negeri. Berharap, perdamaian segera bisa dicapai, perang berhenti, setelah dia 'membiarkan hidup' sisa-sisa pasukan Inggris-Perancis. Atau.. dia punya alasan internal, bagi rata,.. agar yang menuntaskan sisa pasukan musuh itu adalah Luftwaffe, angkatan udara. Supaya angkatan darat tidak besar kepala. Apapun alasannya, srutup, minumnya teh botol Sosro. Yang jelas, laju serangan panser lantas dihentikan. Akibat perintah Hitler itu, Inggris-Perancis akhirnya bisa mengevakusi 400 ribuan tentara dari Dunkirk. Yang belakangan, para tentara kawakan itu bisa dipersenjatai lagi, untuk menggempur Jerman. *** Barbarossa
Tahun 1941, Guderian tempur lagi ke timur, memimpin pasukan Grup-Panser 2, yang kemudian lebih dikenal sebagai Panzergruppe Guderian, menyerbu Rusia dalam operasi Barbarossa. Arguably, sampai sekarang, operasi Barbarossa adalah operasi militer terbesar di dunia sepanjang sejarah umat manusia. Melibatkan sepuluh juta lebih tentara (combined), dan meliputi wilayah operasi ribuan kilometer persegi, dan nantinya memakan korban tak kurang dari dua puluh juta orang dari sisi Uni Sovyet tok (belum total). Kucing, Kuda, Kambing, Embe, Sapi, juga ada yang jadi korban. Banyak. Tapi nggak tahu deh, apa ada yang ngitungin atau enggak? Pucuk dicinta, ulam tiba, gitulah pokoknya berdasarkan pribahasa. Sekedar info: dari sisi katanya sendiri, Barbarossa, bahasa latin/Italy, atau red beard, kalo diinggriskan, alias jenggot merah, tapi sebetulnya itu nama orang, jadi bukan untuk diterjemahkan. Di situ Guderian mendapatkan daun oak-nya yang ke-24, yang ditambahkan ke medali Iron Cross-nya yang merupakan penghargaan top di Jerman. Dalam kecepatan luar biasa, Guderian adalah penakluk Smolensk, kota yang amat dekat dengan Moskwa, tapi, apesnya, pada saat terakhir oleh Hitler dipaksa belok ke Kiev (Ukraina) ke arah selatan. Atas keputusan Hitler itu, Guderian sebagai ahli tempur lapis baja sebenarnya sudah menyatakan protes terbuka (yang amat langka dalam sejarah nazi, dan amat berani), tapi langsung dikata-katai oleh Hitler. Hitler bilang: "Gundulmu kempling!" Eh, enggak ding. Dia bukan ngomong gitu. "Kamu (Guderian) tidak tahu apa-apa soal ekonomi perang!" Begitu kurang lebihnya Hitler memaki. Di belakang hari, seluruh dunia mencatat, bahwa menunda penyerangan ke Moskwa adalah salah satu blunder terbesar Jerman di front timur. *** Titik Baliknya Hari natal 1941, Guderian dibebastugaskan setelah GFM Gunther von Kluge bilang Guderian memerintahkan pasukan ditarik mundur, mengabaikan perintah 'stand fast' (berdiri siap, bertahan sampai mati, jangan mundur) yang diberikan oleh Hitler. Sejak itu dia jadi pati di mabes (Oberkommando des Heeres, OKH), dan hilanglah kesempatannya untuk dipromosikan menjadi GFM (Generalfeldmarschall, alias fieldmarshal bintang lima). Setelah perang, para pendukungnya menyebutkan bahwa kenekatan Guderian 'menentang' Hitler adalah bukti keberanian, profesionalisme, dan independensinya.
Paralel dengan Guderian, dalam situasi yang lain, dalam profesi yang lain, kita juga sering mendengar adanya orang pemberani yang independen yang mengagumkan seperti itu bukan? Guderian sendiri, merasa bahwa dia telah dikambinghitamkan oleh von Kluge, dan konon sempat menantang von Kluge untuk duel. Duel senjata. Bukan duel dangdut. Setelah dibebastugaskan, Guderian dan istrinya sempat pensiun di tanah luas di Deipenhof di Reichsgau Wartheland. Lalu, saat teler karena sakit, September 1942, Erwin Rommel bilang bahwa yang bisa menggantikannya di Afrika hanyalah Guderian. Ini bukti lagi bahwa Guderian adalah tentara yang profesionalisme-nya tidak perlu dipertanyakan lagi. Tapi malamnya, permintaan Rommel ditolak markas besar: "Guderian tidak bisa diterima!" Setelah pasukan Jerman keok di Stalingrad, barulah Guderian dipanggil lagi. Dia dapat posisi baru sebagai inspektur-jenderal pasukan lapis baja, yang bertanggung jawab dalam menentukan strategi lapis baja dan mengawasi desain, produksi, dan pelatihan pasukan panser. Langsung di bawah Hitler. Lalu dalam kaitan dengan kekejaman jaman perang gimana? Selama menjadi komandan panser, Guderian mengaku tahu soal kebrutalan pemerintahan pendudukan Jerman di Ukraina, jujur juga, tapi dia mengklaim bahwa itu urusan pemerintahan sipil yang bukan di bawah komandonya. Ngeles ni ye. Secara langsung, Guderian tidak pernah melakukan kejahatan perang sepanjang yang tercatat di Jerman dan musuh-musuhnya. Menurut Guderian, Hitler terlalu mudah dibujuk untuk bikin tank model baru, tapi ini membuat tank Jerman jadi belang bonteng dan susah disuplai onderdilnya saat di Rusia. Guderian lebih ingin dibanyakin Panzer III dan Panzer IV, daripada sedikit tanktank kelas berat seperti Tiger yang lebih mudah kejeblos lumpur Rusia karena bobotnya, dan jangkauannya terbatas karena boros bahan bakar. Lalu ada usaha pembunuhan Hitler yang gagal 21 Juli 1944. Banyak perwira terlibat dibasmi, termasuk Rommel, dan Guderian yang tidak terlibat ditunjuk jadi Chef des Generalstabs des Heeres (KSAD), menggantikan Kurt Zeitzler. Di situ tentu dia ikut memurnikan ke-nazi-an para anggotanya, dan ikut terlibat dalam pengadilan jadi-jadian yang membasmi para perwira yang terbukti telah terlibat mencoba membunuh Hitler dan gagal. Di luar itu, bolak-balik dia beradu argumen dengan Hitler tentang bagaimana Jerman mesti menghadapi kedua front. Maret 1945, setelah bersitegang dengan Hitler, beradu mulut, beradu teriak, Guderian dibebastugaskan lagi, yaitu setelah gagalnya serangan balik Jenderal Theodor Busse (AD ke-9) yang berusaha menyelamatkan unit yang terkepung di Kustrin. Sampai Hitler terakhirnya bilang: "Kesehatanmu itu mengharuskan kamu secepatnya cuti sakit enam
minggu!" Alasan kesehatan itu adalah kedok yang lazim pada masa itu untuk menggusur jenderal yang tidak bisa begitu saja dipecat. Walau begitu, dalam memoarnya, Guderian mengaku dia memang ada masalah penyempitan jantung pada masa itu. Lalu Guderian digantikan oleh Hans Krebs. *** Kemudian Jerman kalah... Bersama staf pasukan-pasukan pansernya, Guderian menyerah kepada tentara Amerika 10 Mei 1945 dan tetap berada di dalam tahanan Amerika sebagai tawanan perang sampai dibebaskan Juni 1948. Selamet dia ada di sisi barat. Walau diminta oleh Soviet dan Polandia, Guderian tidak pernah dituntut dengan pasalpasal kejahatan perang selama pengadilan Nuremberg. Alasan Amerika (dan sekutu baratnya) utamanya adalah karena sepanjang perang, Guderian selalu bertindak dan berlaku sebagai tentara profesional belaka, dan tidak bertindak brutal di luar aturan perang internasional. Di balik itu, kemungkinan Amerika dan para sekutu menginginkan 'ilmu'-nya. Nyatanya, toh Soviet dan Polandia juga tidak bisa mengajukan bukti bahwa Guderian telah melakukan kejahatan perang atau kejahatan kemanusiaan. Diinginkan orang (bahkan musuhnya) karena ilmunya, itu adalah ciri profesional yang lain lagi, dan ini juga familiar di bidang non militer bukan? Setelah perang selesai tuntas, Guderian sering diundang oleh para veteran Inggris untuk menganalisis pertempuran-pertempuran. Untuk keperluan pembelajaran. Lalu,.. tahun 50-an dia menjadi penasehat untuk pembangunan kembali AD Jerman (barat), Bundeswehr. Dia punya anak dua, Heinz-Gunther, dan Kurt. Anaknya Heinz-Günther Guderian belakangan juga jadi Jenderal Jerman (ie Jerman Barat, pasca-perang, meninggal 2004, dan jenderal NATO juga). Ini luar biasa. Bekas Jenderal Wehrmacht nazi, anaknya bisa jadi jenderal bundeswehr, komandan panser juga. Jarang terjadi. Anak satunya, di sisi lain, mati selama perang sebagai seorang perwira Jerman. Tahun 2000, anaknya yang jenderal itu dalam sebuah dokumenter yang disiarkan di Perancis sempat menunjukkan foto-foto pribadi Guderian, yang menunjukkan tanggung jawab moral sang jenderal panser selama menjadi perwira di bawah Hitler. Okelah, di sisi sekutu, mungkin lebih banyak perwira yang bersih yang berjiwa ksatria, tapi perwira yang seperti itu di sisi Jerman, bisa kita duga, betapa langkanya. Toh seorang Guderian, telah membuktikan, dia tetap bisa menjadi seorang prajurit yang less or more profesional, walaupun dia berada di sisi Jerman.
Kalau Albert Speer mungkin lebih mudah, dia bukanlah penempur di garis depan, tapi Guderian,... dia benar-benar telah nangkring di atas panser di garis depan, di front barat, maupun di timur. Jlegar-jlegur, bunuh-bunuhin musuh. Dan anak buahnya bukannya cuma seratus atau seribu seperti di kapal laut. Anak buahnya ribuan, sempat jutaan mungkin saat dia berada di puncak. Sama sekali ini bukan untuk memuja seorang tentara Jerman,... tapi dari tulisan ini, bisa kita renungkan bersama apa artinya profesionalisme. (YW / ilmuiman.net) Note: Materi dari berbagai sumber. Sumber utama dari Wikipedia & buku Perang Eropa 1, Karya PK Ojong.