HEGEMONI POLITIK TERHADAP HUKUM
Oleh :Ahmad Sholikhin Ruslie, S.H Email :
[email protected] Fakultas Hukum Universitas Darul’Ulum Jombang Abstrak Hukum dan politik di negara Republik Indonesia, adalah upaya menyajikan prospek hukum dalam kontek perpolitikan di Indonesia. Hukum dan politik merupakan suatu yang terkait dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.Tulisan ini akan berusaha menyajikan bagaimana pola hubungan hukum dan politik itu sendiri, serta bagaimana upaya politik mempengaruhi hukum serta faktor-faktor apa saja yang menjadikan politik dapat mempengaruhi hukum. Penulisan penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, melalui studikepustakan,yang pada akhirnya memperoleh kesimpulan bahwa hukum di Indonesi sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme yang memandang hukum hanya dilihat pada pertauran yang tertulis belaka. Bahkan aliran-aliran ini akan terus mengokohkan posisinya dalam perkembangan hukum di Indonesia, yang tidak menutup kemungkinan jika dibiarkan terus berkembang, hukum di Indonesia semakin suram karena hanya dilihat dari sisi normatif dan positivistik. Sehingga kedepan nilai-nilai moral, etika serta budaya yang ratusan tahun hidup, membudaya dan berkembang ditengah-tengah masyarakat, hanya menjadi faktor pelengkap atas terbentuknya hukum. Kata Kunci:Hukum, politik, faktor adanya kepatuhan dan terdapat sanksi. Begitu efektifnya hukum dalam A. PENDAHULUAN Membahas tentang korelasi dan menciptakan perubahan dalam masyarakat, hubungan antara hukum dan politik, dan sehingga keberadaan hukum harus diawasi gememoni politik terhadap hukum, tentu agar hukum tidak hanya membawa misi tidak lepas dari keadaan politik pada suatu kelompok dan golongan tertentu. Namun masa tertentu. Perbedaan masa dalam sebaliknya hukum akanmenjadi sarana perpolitikan, akan membawa konsekuensi mempertahankan jati diri bangsa dan bagaimana politik melakukan upaya-upaya mampu menggali nilai-nilai positif dalam untuk mempengaruhi hukum dan bagaimana berbangsa dan bernegara, guna menggapai politik mempengaruhiwarna terhadap kejayaan bangsa dan kesejahteraan hukum itu sendiri. Hukum sebagai masyarakatnya. gambaran dan peerwujudan nilai-nilai yang Juga perlu diteliti antara hukum dan berkembang di masyarakat diharapkan dapat politik, yang manakah yang paling dominan, menumbuhkan dan menciptakan keadilan di apakah hukum yang mempengaruhi politik tengah-tengah masyarakat. Sebab dalam atau bahkan sebaliknya politiklah yang hukum seharusnya memuat nilai-nilai mempengaruhi hukum. Tentu jawabanya positif, karena hukum dianggap merupakan kadang-kadang juga tergantung pada sarana paling efektif guna melestarikan persepsi masing-masing. Terutama jika budaya, menciptakan keadilan dan bahkan melihatnya secara dogmatik, pada apa yang menghasilkan kesejahteraan bagi dimaksud hukum dan apa yang dimaksud masyarakat, karena di dalam hukum terdapat dengan politik. Jika melihat hukum tidak perintah dan larangan, mengharuskan hanya pada aspek peraturan perundangPage 1 of 13
undangan yang merupakan produk politik, tentu persoalan akan semakin panjang dan komplek. Secara sederhana Hukum dapat diartikan sebagai perintah penguasa (law is a command of the lawgiver), penguasa yang dimaksud di sini adalah pihak yang memiliki kekuasaan dan memegang kedaulatan dan mempunyai kewenangan. Perdebatan tentang hubungan antara hukum dan politik, dan apakah hukum yang menghegemoni politik atau justru sebaliknya, politik yang menghegemogi terhadap hukum, tentu memiliki sejarah yang sangat panjang. Bagi penganut aliran posivitisme, hukum adalah merupakan produk politik.Namun bagi penganut aliran sejarah berpandangan berbeda. Mereka yang menganut aliran ini hukum tidak hanya dilihat hanya pada sisi dogmatika dan undang-undangnya saja, akan tetapi mereka melihat hukum lebih pada kenyataan-kenyataan sosial yang terdapat di masyarakat, dan tergantung pada sejauh mana penerimaan di masyarakat, karena setiap kelompok menciptakan hukum yang hidup.1 Terciptanya keadilan sangat tergantung pada sejauh mana aktifitas politik mampu menghasilkan hukum yang mampu berpihak pada nilai-nilai keadilan itu sendiri. Terlepas bahwa dalam proses bekerjanya lembaga-lembaga hukum harus dinilai secara independen untuk dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum. Dasar dari pembentukan hukum itu sendiri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik yang harus mengandung prinsip-prinsip membangun supremasi hukum yang berkeadilan.2
1
Lily Rosyidi dan Ira Rosyidi, Pengantar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011 2 Otje Salman, Teori Hukum, Mengingat, Menggumpulkan dan Membuka kembali, Refika Aditama, Bandung, 2004
Belum dapat bertemunya cita dan fakta dalam penegakan keadilan di Indonesia, harus menumbuhkan harapan akan adanya instrumen dan pengadilan yang adil, dengan memandang sama atas semua orang di depan hukum (equality before the law). Maraknya mafia peradilan dan adanya sikap dan ucapan yang dapat merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan lembaga peradilan, sikap-sikap tersebut dapat dikategorikan dan dikualifikasikan sebagai penghinaan terhadap lembaga peradilan atau Contempt of Court, adalah semakin menjauhkan angan-angan dan harapan kita untuk mewujudkan pengadilan yang benar-benar menegakkan keadilan. Pada tataran ini bahkan Indonesia dapat dikatakan telah berada pada situasi lawlessness. Bagaimana sekelompok orang bersenjata dapat bergerak bebas dan melakukan tindakan kekerasan dan main hakim sendiri tanpa penghadangan apapun dari aparatur negara. Dibanyak wilayah massa dapat membakar hidup-hidup terhadap pencuri dikampung-kampung. Sementara pada sisi lain para koruptor yang mengemplang uang negara milyaran rupiah bahkan triliunan rupiah dihukum ringan, tidak diadili dan bahkan dibebaskan di pengadilan. Inilah yang dimakdukan bahwa di Indonesia telah terjadi disorientasi dan dehumanisasi. Setidaknya terdapat dua pandangan yang membedakan jenis hukum, yaitu (1) Hukum yang berada dibawah pengaruh politik, dan (2) Hukum yang berada diatas politik. Pandangan kedua ini melihat yang berada diatas politik hanya konstitusi, sedangkan yang lainnya harus berada dibawah politik. Oleh banyak pihak pandangan yang kedua ini dianggap paling realistis tentang hhubungan hukum dan politik. Dan siapakah yang menghegemoni diantara keduanya. Semua pihak memahami bahwa hubungan antara politik dan hukum terjadi Page 2 of 13
sangat erat, hubungan yang erat tersebut juga termasuk hubungan antara asas-asas hukum dan pranata hukum, serta antara ideologi-ideologi politik dan lembagalembaga pemerintah.Sekalipun hubungan hubungan hukum dan politik sangat erat sekali, namun tetap diharapkan bahwa hukum mampu berdiri diatsa dan melewati politik. Dengan demikian hukum akan dapat berdirin tegak tanpa terpengaruh dengan oleh kepentingan-kepentingan politik, sehingga keberadaan setiap orang sama di depan hukum dapat terealisasi. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana hubungan antara hukum dan politik? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadikan politik dapat mempengaruhi hukum.? C. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskripitif analitis. Yaitu dengan cara meneliti sumber-sumber data, menelaah permasalahan degan berpedoman pada data skunder yang berupa bahan hukum primer, skunder dan tersier. Bahan hukum primeryang dimaksud adalah UUD 1945, undang-undang, peaturan pemerintah dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan obyek penelitian ini. Sedangkan bahan hukum skunder terdiri dari doktrin, ajaran para ahli, karya ilmiah, berita dan hasil wawancara pihak terkait yang diperoleh dari media massa serta serta browsing di internet yang relevan dengan obyek yang diteliti. Data-data tersebut kemudian dikumpulkan melalui studi kepustakanaan (library research),browsing melalui internet (online recearch), dalam hal ini dititikberatkan dalam kontek hubungan antara hukum dan politik, yang didalamnya
juga mengkaji sejauhmana politik dapat menghegemoni hukum, serta mengkaji sejauhmana peranan para politisi dalam melahirkan produk hukum dalam menjalankan fungsi legislasinya. Langkah selanjutnya adalah menggambarkan relasi hukum dan politik dan sistem hukum Negara Indonesia. D. PEMBAHASAN 1. Keterikatan Hukum dan Politik Berakhirnya rezim orde baru mendorong semua pihak untuk membangun dan menata kembali sistem katatanegaraan, terutama keinginan membangun sistem pemerintahan yang demokratis serta menempatkan hukum sebagai panglima dalam seluruh dimensi kehiduapn berbangsa dan bernegara. Bangunan hukum pada masa Orde baru, pada hakekatnya meerupakan penyempurnaan “the ducth law of the sea”, sebagai upaya pemerintah kolonial Belanda untuk mengintervensi hukum adat yang telah lama berkembang dan berelaku di Indonesia. Hukum tersebut oleh Kononial Belanda hanya dijadikan sebagai instrumen kepentingannya, selain menjajah fisik Belanda juga telah terbukti menjajah secara ekonomi budaya dan hukum. berkat keberhasilan mendegradasi hukum adat Indonesia itulah, Belanda kemudian benarbenar mampu menguasai Indonesia lebih dari 350 tahun lamanya. Terdapat beberapa cara pemerintah orde baru dalam upaya mengamputasi hukum dan kemudian menjinakkan rakyatnya: (1) mengkooptasi lembaglembaga tinggi negara, termasuk diantaranya adalah lembaga judicial, sehingga Mahkamah Agung yang merupakan lembaga Judicial sama sekali tidak memiliki kemandirian serta tidak mampu menjalankan fungsi pro justicianya. (2) memusnahkan pranata sosial, misalnya peradilan adat atau kearifan lokal Page 3 of 13
yang selama ini menjadi mekanisme penjaga keseimbnagan dalam lingkungan adat tertentu. (3) kanalisasi semua pertarungan dan konflik yang terjadi di masyarakat pada peradilan yang disediakan negara sehingga negara dapat melakukan kontrol terhadap kontek, peristiwa dan putusan yang akan dijatuhkan. (4) membentuk instrumeninstrumen kuasa untuk menyelesaikan masalah masyarakat di pengadilan. Keberadaan lembaga perwakilan (DPR) seakan-akan dibentuk guna mewakili kepentingan keadilan dan masyarakat, namun faktanya untuk kepentingan penguasa. (5) persoalannya bukan saja imparsialitas dan independensi, namun juga masuknya praktek-praktek kolusi, korupsi dan nepotisme. 2. Positivisme Hukum di Indonesia Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang bertitik tolak bahwa ilmu alam (fakta yang positif) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik.Teori ini hanya mengakui hukum yang dibuat oleh negara.3Terdapat banyak tokoh yang menganut aliran/mazhab positivisme hukum dengan pandangan dan pemikirannya masing-masing, diantaranya adalah Filosof Prancis August Comte (17981857), Aliran Positivis Hukum berpendapat bahwa fakta empirik merupakan syarat penting untuk diterimanya sebuah kebenaran,sehingga kebenaran menurut aliran ini bukan sekedar mendasarkan pada kebiasaan atau bahkan tidak mendasarkan kepada kitab suci. Positivisme hukum sama dengan positivisme sains, yang sama-sama tidk dapat menerima pemikiran dari suatu proposisi yang tidak dapat diverifikas. Namun karena hukum itu ada disebabkan tercantum dalam undang-undang yang
dibuat oleh lembaga yang berwenang, persoalan hukum itu dipercaya atau tidak, adalah persoalan lain dan bukan merupakan wilayah positivisme hukum. Sehingga menurut aliran ini, hukum harus dapat dilihat dan tercermin di dalam peraturan perundang-undangan, karena hanya dengan cara itulah hukum akan dapat diverifikasi. Selain yang terdapat dalam undang-undang, maka tidak dapat dikategorikan sebagai hukum, sebab keberadaannya berada di luar hukum. Namun demikain positvisme hukum mengakui fokus mengenai norma hukum, sangat terkait dengan moral, teologi, sosiologi dan politik yang mempengaruhi perkembangan sistem hukum, meskipun hukum harus dipisahkan dengan moral, akan tetapi moral sekalipun untuk dapat diakui dan diterima harus masuk pada sistem hukum itupun harus ditambah dengan ”diakui dan disahkan” oleh otoritas yang berkuasa dengan memberlakukannya sebagai hukum.4 John Austin, ilmuwan berkebangsaan Inggris yang merepresentasikan negaranegara penganut sistem Common law, mengatakan bahwa hukum adalah “perintah kaum yang berdaulat.” Pendapat ini sangat dipengaruhi oleh pandangannya mengenai kedaulatan negara yang memiliki dua sisi yaitu sisi eksternal dan isi internal, sisi eksternal dalam bentuk hukum internasional dan sisi internal dalam bentuk hukum positif.Kedaulatan negara menuntut adanya ketaatan dari penduduk warga negara. Ketaatanyang dimaksud di sini tentu berbeda dengan ketaatan seseorang karena ancaman senjata, sebab ketaatan warga negara terhadap kedaulatan negara didasarkan atas legitimasinya. Menurut pandangan Austin hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup 4
3
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis , Gunung Agung, Jakarta
Hamdan Zulva, Hukum dan Politik Dalam Sistem Hukum Indonesia, Official blog Hamdan Zulva dan Zoelva.http//hamdanzoelvawordpress.com (diakses pada 30 Oktober 2016)
Page 4 of 13
(closed logical system).5 Hukum dipisahkan secara tegas dari keadilan dan tidak di dasarkan pada nilai-nilai yang baik dan buruk. Untuk dapat dikatakan hukum positif setidaknya harus memenuhi empat unsur, yaitu adanya perintah, sanksi, kewajiban dan kedaulatan.Dengan demikian ketentuan yang tidak memenuhi keempat unsur ini, konsekuensinya tidak dapat dikatakan sebagai positive law. Lili Rosyidi menyimpulkan pokokpokok ajaran Analytical Juris prudence dari Austin, sebagai berikut: yaitu:6 a. Ajaran tidak bekaitan dengan soal atau penilaian baik dan buruk, sebsab penilaian tersebut berada di luar hukum; b. Walau diakui adanya hukum moral yang berpengaruh terhadap masyarakat, namun secara yuridis tidak penting bagi hukum; c. Pandangannya bertolqk belakang dengan baik penganut hukum alam maupun madzhab sejarah; d. Kedaulatan adalah hal diluar hukum, yaitu berada pada dunia politik atau sosiologi karenanya tidak perlu dipersoalkan sebab dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dalam kenyataan; e. Ajaran Austin krang/tidak memberikan tempat bagi hukum yang hidup dalam masyarakat. Hans Kelsen, dari kalangan penganut sistem hukum Eropa Kontinental, yang juga disebut sebagai penganut aliran positivisme ini, dikenal dengan ajaran hukum murninya, memunculkan dua teori, yaitu (1) ajarannya tentang hukum yang bersifat murni, (2) ajaran yang mengutamakan tentang adanya hierarkis daripada perundang-undangan. Inti ajaran hukum munrni Hans Kelsen adalah bahwa hukum itu harus dipisahkan dari 5
Lily Rosyidi dan Ira Rosyidi, Op.Cit, hal
anasir-anasir yangnon yuridis seperti etis, sosiologis, politis dan sebagainya. Dengan demikian Kelsen tidak memberikan tempat bagi berlakunya hukum alam. Hukum merupakan sollen yuridis semata-mata yang terlepas dari das sein/kenyataan sosial.7 Sedangkan ajaran Stufentheorie menyatakan bahwa suatu sistem hukum adalah suatu hierarkis dari hukum dimana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan hukum lainnya yang lebih tinggi. Sebagai ketentuan yang paling tinggi adalah Groundnorm atau norma dasar yang bersifat hipotetis. Ketentuan yang lebih rendah adalah lebih konkrit dibandingkan dengan ketentuan yang lebih tinggi. Ajaran murni tentang hukum adalah suatu teori tentang hukum yang senyatanya dan tidak mempersoalkan hukumyang senyatanya itu, yaitu apakah hukum yang senyatanya itu adil atau tidak adil.8 Selanjutnya HLA. Hart (Seperti dikutip oleh Lili Rosyidi, menguraikan tentang ciri-ciri positivisme pada ilmu hukum dewasa ini sebagai berikut:9 a. Pengertian bahwa hukum adalah perintah dari manusia (command of human being); b. Pengertian bahwa tidak ada hubungan mutlak/penting antara hukum (law) dan moral atau hukum sebagaimana yang berlaku/ada dan hukum yag sebenarnya; c. Pengertian bahwa anaisi konsepsi hukum adalah: 1. Mempunyai arti penting 2. Harus dibedakan dari penyelidikan: Historis mengenai sebab musabab dan sumber-sumber hukum.
7
Ibid Ibid 9 Lili Rosyidi dan Ira Rosyidi, Op.Cit hal 57 8
59. 6
Ibid
Page 5 of 13
Sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala sosial lainnya, dan Penyelidikan hukum seara kritis atau penilaian, baik yang berdasarkan moral, tujuan sosial, fungsi hukum dan lain-lain. d. Pengertian bahwa sistem hukum adalah sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup dimana keputusan-keputusan hukum yang tepat biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat logika dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memperhatikan tujuan-tujuan sosial, politik dan ukuran-uuran moral; e. Pengertian bahwa pertimbanganpertimbangan moral tidak dapat dibuat atau dipertahankan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan dengan argumentasi-argumentasi rasional, pembuktian atau percobaan. Dengan demikian, dapat pula dikatakan bahwa oleh karena negara adalah ekspresi atau merupakan forum kekuatankekuatan politik yang ada di dalam masyarakat, maka hukum adalah hasil sebagian pembentukan keputusan yang diambil dengan cara yang tidak lagsung oleh penguasa. Penguasa mempunyai tugas untuk mengatur dengan cara-cara umum untuk mengatasi problem kemasyarakatan yang serba luas dan rumit. Pengaturan ini merupakan obyek proses pengambilan keputusan politik, yang dituangkan ke dalam aturan-aturan yang secara formal diundangkan. Jadi dengan demikian hukum adalah hasil resmi pembentukan keputusan politik.10 Pemikiran Positivisme hukum tidak terlepas dari perkembangan positivisme (ilmu), dan sekaligus menunjukkan perbedaannya darii pemikiran hukum kodrat. Dimana hukum kodrat disibukkan dengan permasalahan validasi hukum buatan 10
manusia, sedangkan positivisme hukum, hukum dilihat pada sudut pandang positivisme yuridis dalam arti yang mutlak dan positivisme hukum sering dilihat sebagai aliran yang memisahkan antara hukum dengan moral dan agama, antara das solen dan das sein. Bahkan tidak sedikit pembiacaraan pada positivisme hukum sampai pada kesimpulan bahwa menurut psoitivisme “tiada hukum lain kecuali perintah penguasa” ( law is command form the lawgivers), sehigga hukum identik dengan undang-undang. Maka tidak heran jika positivisme hukum sangat mengedepankan hukum sebgai pranata pengaturan yang mekanistik dan deterministik. Indonesia lebih dekat pada positivisme hukum ini, sehingga hukum di Indonesia juga diilhami oleh pandangan yang menilai, bahwa hukum selalu dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan. Adapun nilai-nilai moral, etika dan norma di luar undang-undang hanya dapat diakui jika dimungkinkan oleh undang-undang. kekurangan dan kelemahan yang paling mendasar dari aliran ini adalah nilai-nilai moral yang berkembang di masyarakat tidak dihiraukan. Sedikit banyak arah pemikiran positivisme hukum ini telah menyumbangkan gagalnya hukum di Indonesia, sehingga hukum belum dapat mencerminkan keadilan di tengah–tengah masyarakat. Sehingga memunculkan kritik bahwa terjadinya kegagalan hukum dalam memainkan peranan yang sejati adalah akibat penerapan teori positivisme hukum dalam pembangunan politik hukum di Indonesia. Akhirnya hukum di batasai pemaknaannya hanya sebatas pada apa yang terdapat dalam undang-undang dan bukan apa yang seharusnya. Untuk itu tidak aneh jika hukum semakin jauh dari nilai-nilai
Ibid, hal 93
Page 6 of 13
moral dan aspek-aspek sosial di 11 masayarakat. Dalam beberapa kajian dan kritik yang dilakukan terhadap Positivisme hukum, termasuk penerapan positivisme hukum di Indonesia datang dari para penganut hukum responsif-sintesi dari berbagai aliran hukum, terutama aliran hukum alam, mazhab sejarah hukum, aliran sociological jurisprudence, legal realisme, maupun critical legalstudies movement. Hukum responsif menganggap positivisme hukum itu sekedar menempatkan hukum di sebuah ruang hampa, menjadi aturan mati sebagaimana yang tertera di dalam kitabkitab hukum. Lebih lanjut positivisme hukum telah menjadikan hukum menjadi sesuatu yang a sosial, padahal hukum itu diciptakan untuk manusia dan demi tujuan sosial tertentu. 3. Pengaruh Politik terhadap hukum Dalam proses pembentukan hukum, yang paling menentukan adalah konsepsi dan struktur kekuasaan politik, yaitu bahwa hukum sedikit banyak selalu merupakan alat politik, dan bahwa tempat hukum dalam negara, tergantung pada keseimbangan politik, definisi kekuasaan, sosial dan seterusnya.12Proses initentu tidak selalu harus diidentikkan dengan pembentukan hukum, namun demikian dalam prakteknya proses dan dinamika pembentukan hukum mengalami hal yang sama. Ialah konsepsi dan struktur kekuasaan politik yang berlaku ditengahtengah masyarakat itulah yang sangat menentukan terbentuknya suatu produk 11 Boy Yendra Tamin, http://www.boyyendratamin.com/2011/08/positivism e-hukum-di-indonesia-dan.html 12 Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia, Keseimbangan dan perubahan, LP3S, Jakarta 1990
hukum. Sehingga untuk memahami hubungan antar politik dan hukum di negara manapun, selain terhadap institusi hukum, juga perlu dipelajari ekonomi, kekuatan politik, latar belakang kebudayaan, keadaan lembaga negara dan struktur sosialnya. Pemahaman terhadap hukum seyogyanya tidak hanya melihat hukum itu sebagai suatu perangkat kaedah dan asasasas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, akan tetapi harus juga mencakup lembaga (institusions) dan proses (process) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan.13 Dengan demikian terdapat ruang yang dapat dimasuki oleh suatu proses politik bagi terbentuknya sebuah produk hukum. Meneliti pengaruh kekuasaan terhadap hukum, tentu tidak dapat lepas dari sebuah “proses” and “institusions”dalam mewujudkan suatu peraturan perundangundangan sebagai produk politik. Menurut Miriam Budiarjo, kekuasaan politik diartikan sebagaikemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum pemerintahan, baik pada proses terbentuknya maupun akibat yang 14 ditimbulkannya. Keberadaan institusi politik dalam proses pembentukan peraturan hukum di rasa sangat menentukan. Institusi politik secara resmi diberikan otoritas untuk membentuk hukum, hanyalah sebuah institusi yang vacum tanpa diisi oleh 13
Mieke Komar, et. Al. Mochtar Kusumaatmadja, Pendidik dan Negarawan, Kumpulan Karya Tulis menghormati 70 tahun Prof. Dr. Muchtar Kusumaatmadja, Alumni, Bandung 1999, hal 91 14 Kisno Hadi, Satu Dasawarsa Relasi Politik Lokal dan Nasional dalam Konteks Otonomi Daerah, Jurnal Politica Vol. 1 Nomor 2, 2010,5
Page 7 of 13
mereka diberikan kewenangan untuk itu. Karena itu institusi politik sebenarnya hanya merupakan alat dari pemegang kekuasaan politik. Kekauatan-kekuatan politik dapat dilihat dari dua sisi yakni sisi kekuasaan yang dimiliki oleh kekuatan politik formal (institusi politik) dalam hal ini yang tercermin dalam struktur kekuasaan lembaga negara, seperti presiden, DPR dan lembaga negara lainnya dan sisi kekuatan politik dari infrastruktur politik, seperti partai politik, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat,organisasi profesi dan lain-lain. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa pembentukan produk hukumadalah lahir dari pengaruh kekuatan politik melalui proses politik dalam institusi negara yang diberikan otoritas untuk itu.Teori positivisme hukum adalah teori yang berpengaruh kuat terhadap konsep dan implementasi kehidupan hukum di Indonesia. Pengaruh ini dapat dilihat pada dominanya konsep kodifikasi hukum dalam berbagai jenis hukum yag berlakau di Indonesia. Bahkan sudah merambah ke sistem hukum internasional dan tradisional.Pengaruh tersebut juga mempengaruhi dalam praktek hukum yang berada ditengah-tengah masyarakat, sehingga hukum hanya dimaknai sebagai peraturan perundang-undangan, diluar itu dianggap bukan hukum, oleh karena dianggap bukan hukum maka tidak dapat dipergunakan sebagai dasar hukum.Normanorma di luar undang-undang hanya dpat diakui apabila dimungkinkan oleh undangundang dan hanya berguna untuk mengisi kekosongan peraturan perundang-undangan
yang tidak atau belum mengatur tentang masalah tersebut. Pengaruh kekuatan politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan check and balances, seperti yang dianut UUD 1945. Jika diteliti lebih dalam materi perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara adalah mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga negara, mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan mendasarkan fungsifungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang demikian disebut sistem “check and balances” yaitu pembatasaan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, telah diatur sedemikian rupa sesuai dengan posisi dan kapasitas masing-masing, sehingga satu dengan yang lainnya tidak ada yang merasa lebih rendah, atau sebaliknya merasa lebih tinggi. Sistem yang demikian ini, telah memberikan kesempatan kepada setiap warga negara yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh produk politik dari institusi politik pembentuk hukum dapat megajukan gugatan. Terhadap pelanggaran dan ketidak sesuaian undang-undang terhadap UUD 1945, upaya pengujian dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi, sedangkan Mahkamah Agung merupakan tempat pengujian peraturan perundangundangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang. Selain kekuatan politik yang telah disebutkan diatas, masih tedapat kekuatan lain yang memberikan kontribusi dan mempengaruhi produk hukum yang Page 8 of 13
dilahirkan oleh institusi-institusi politik. Kekuatan-kekuatan tersebutberasal dari berbagai kelompok kepentingan yang diakui keberadaan dan perannya menurut ketentuan hukum sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, diantaranya adalah ilmuwan, pengusaha, masyarakat dan lain-lainnya. Kenyataan ini merupakan bukti bahwa pengaruh masyarakat dalam upaya mempengaruhi pembentukan hukum, mendapatkan tempat dan apresiasi yang baik. Era reformasi telah membawa perubahan besar di semua sektor kehidupan, yang ditandai dengan disahkannya undangundang yang memberi apresiasi yang begitu besar. Terhadap kasus ini, mengingatkan kita pada apa yang diutarakan oleh pakar filsafat publik Walter Lippman, bahwa opini massa telah memperlihatkan diri sebagai seorang master pembuat keputusan yang berbahaya ketika apa yang dipetaruhkan adalah soal hidup mati. Tuntutan masyarakat terhadap pembentukan hukum lebih banyak disebabkan karena masyarakat merasa tidak adanya rasa kedilan, dan kepentingankepentingannya terganggu.Tidak adanya keadilan dan terganggunya kepentingan masyarakat kemudian memicu tuntutantuntan. Bahayanya jika persepsi masyarakat tersebut bermula dari opini-opini yang berhasil dibangun oleh pihak-pihak yang berkepentingan, kemudian mampu mendominasi pemerintah, maka akan memunculkan penyelewengan kemudian menimbulkan kelemahan bagi pemerintah. Itulah pentinganya bagi pemerintah untuk memperhatikan suara mayoritas masyarakat yang tidak mendapatkan akses untuk
mempengaruhi kebijakan politik, dan perlunya menjaga kepentingan dan kebutuhan mayoritas rakyat dengan tetap memperhatikan norma-norma dan kaedahkaedah agar nilai-nilai yang diinginkan masyarakat tersebut dapat menjadi hukum positif yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
4. Pengaruh Politik dalam Penegakan Hukum Sudah saatnya melakukan perbaikan hukum secara menyeluruh dari “the content of the law”, “the structure of the law”, dan “the culture of the law”. Namun demikian legislatif dan eksekutif sebagai lembaga yang berwenang membuat hukum (undangundang), dalam upaya perbaikan/pembangunan hukum masih sebatas berfikir pada tataranthe content of the law.Sehingga dalam upaya mengatasi persoalan-persoalan di masyarakat hanya terpaku pada target-target kuantitatif, dan produktiftasnya hanya diukur dengan seberapa banyak undang-undang yang dihasilkan, tanpa memperhatikan kualitaas undang-undang itu sendiri. Bahkan kadangkadang undang-undang yang dibuatsama sekali tidak dibutuhkan masyarakat. Tentu ini sangat memprihatinkan. Lebih memprihatinkan lagi undangundang yang dibuat juga tidak memperhatikan alur dan prosedur pembuatan peraturan perundang-undangan yang baik yaitu dengan mengesampingkan keterlibatan masyarakat. Ditambah lagi The structure of the law masih didominasi oleh orang-orang yang mempunyai persoalan hukum atau minimal negatif di mata publik. Page 9 of 13
Apalagi jika berbicara tentang the culture of the law, rasanya masih sangat jauh, karena masih maraknya upaya mempermainkan hukum dengan perbuatanperbuatan yang seharusnya dihindari, demi tegak dan terhormatnya hukum sebagai cermin negara hukum yang meletakkan hukum ditempat yang sangat terhormat. Pemerintah dalam hal ini Presiden dan DPR belum terlihat adanya upaya melakukan penegakan hukum, dan menjauhkan hukum dari anasir-anasir serta mensterilkan hukum dari persoalanpersoalan non hukum. Keadaan seperti ini memang mungkin disengaja, sebabtidak berdayanya hukum, serta ketidakpastian hukum atau bahkan lumpuhnya hukum di negeri ini akan sangat menguntungkan bagi mereka. 5. Sistem Politik Sistem politik dapat diartikan sebagai suatu mekanisme dari seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur.Struktur politik itu meliputi infrastruktur politik dan suprastruktur politik. Infrastruktur politik terdiri dari partai politik, golongan kepentingan, golongan penekan, alat komunikasi politik dan tokoh politik. Sedangkan suprastruktur politik terdiri dari lembaga lembaga Negara. Terhadap sistem politik ini seidaknya terdapat tiga sistem politik yang berkembang yaitu komunisme, fasisme dan liberalisme. Menurut Daniel S. Lev, yang paling menentukan dalam proses hukum adalah konsepsi dan struktur kekuasaan politik. Yaitu bahwa hukum sedikit banyak selalu merupakan alat politik, dan bahwa tempat hukum dalam negara, tergantung pada
keseimbangan politik, defenisi kekuasaan, evolusi idiologi politik, ekonomi, sosial, dan seterusnya.15Sistem politik akan mencerminkan bagaimana kekuasaan negara itu dijalankan oleh lembaga-lembaga negara yang ada. Sistem politik yang terkait dengan pembahasan ini adalah sistem yang didasarkan pada prinsip negara hukum, prinsip konstitusionalitas serta prinsip demokrasi. Keterkaitan ketiga prinsip ini menjadi sangat mutlak,.Prinsip negara memuattiga unsur penting yang meliputi pemisahan kekuasaan, ceck and balances, prinsip due process of law, kekuasaan kehakiman yang merdeka , serta perlindungan hak-hak asasi manusia. Sedangkan prinsip konstitusionalitas mengharuskan setiap lembaga-lembaga negara pelaksana kekuasaan negara bergerak hanya dalam koridor yang diatur konstitusi dan berdasarkan amanat yang diberikan konstitusi.16 Sedangkan prinsip demokrasi, menuntutadanya jaminan bahwa partisipasi publik dapat berjalan dengan baik di segala bidang, yang meliputi proses pengisian jabatan-jabatan politik, maupun dalam proses penentuan kebijakan-kebijakan yang diambil. Karenanya demokrasi membutuhkan transparansi, jaminan kebebasan, perlindungan hak- hak sipil, saling menghormati dan menghargai serta ketundukan pada mekanisme-mekanisme yang telah disepakati.
15 Daniel S. Lev, Hukum Dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, Cet I. LP3S, Jakarta, 1990, hal 12 16 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara di Indoensia, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007
Page 10 of 13
6. Moralitas Hukum Demoralisasi ada karena didukung oleh adanya sistem yang mendukungnya, misalnya tidak adanya keberanian merevisi total (peradilan kolonial) pada tataran prinsip untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan peradilan yang mampu memcerminkan keadilan. Dan yang terjadi tidak lebih merupakan alat kontrol yang represif dari sistem peradilan kolonial. Tidak dapat dipungkiri, dunia hukum di Indonesia terdapat demoralisasi, dan dalam berkembangnya demoralisasi tersebut didukung oleh sebuah sistem. Oleh karena sistem peradilan yang digunakan di Indonesia masih merupakan peninggalan Belanda, meskipun disana sini terdapat tambal sulam. Namun tambal sulam saja serasa tidak cukup, sehingga harus dilakukan upaa-upaya revolusioner dalam melakukan revisi, yang disesuaikan dengan keinginan masyarakat terhadap peradilan yang mampu menciptakan keadilan dan bukan merupakan alat kekuasaan dalam rangka melanggengkan kekuasaan atau sekedar untuk memenuhi keinginan penguasa atau orang-orang tertentu. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka akan sangat mendorong tumbuh suburnya demoralisasi dunia hukum di Indoensia. Tumbuh suburnya demoralisasi juga didukung tidak adanya visi, konsep dan strategi dalam masalah penegakan hukum dan keadilan. Tidak ada pendekatan baru dalam membangun image hukum kita kecuali sekadar meneruskan apa yang sudah ada saat ini. Dalam pandangan filosuf Yunani Aristiteles, a state exists for the sake of a good life, and not for the sake of life only. Bahwa negara berdiri untuk sebuah kesejahteraan kehidupan. Untuk sebuah kehidupan yang demokratis , makathe rule of law hanya akan terwujud apabila rakyat ikut berpartisipasi
melakukan apa yang disebut sebagai kegiatan populer control over collective decision-making and equality of rights in the exercise of that control. Disinilah berlaku kontrol yang efektif untuk meminimalisir penyalahgunaan wewenang pada sistem hukum kita. Oleh karenanya hukum butuh moralitas, karena moral merupakan prinsip perilaku ideal dan aktual, serta pandangan tentang baik dan buruk, apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Dan hukum juga merupakan alat peradaban manusia. Dari sinilah dapat dilihat bagaimana hukum seharusnya bersifat dan bertugas. Beberapa teori tentang hukum menjadi tidak tepat karena konsepsinya yang juga tidak tepat. Konsepsi yang tidak tepat di sini yang diamksudkan adalah menganggap bahwa hakekat asasi dan hukum seolah hampa nilai. Manusia hanya dianggap sebagai “sebuah materi”, yang hanya tunduk pada insting survive, sehingga layak dibiarkan dalam logika hukum rimba Kalaupun harus ditertibkan agar tidak binasa, maka cukup dengan aturan yang sekeras-kerasna agar manusia takut dan kemudian hukum diataati. Atau bahkan penguasa membuat pengaturan yang hanya untuk mengamanakan keselamatan masingmasing individu agar saling memangsa. E.Penutup Memahami hukum Indonesia harus dilihat dari akar falsafah pemikiran yang dominan dalam kenyataanya tentang pengertian apa yang dipahami sebagai hukum, serta apa yang diyakini sebagai sumber kekuatan berlakunya hukum. Sehingga apa yag dipahami sebagai hukum dan sumber kekuatan berlakunya hukum sangat dipengaruhi oleh aliran postivisme dalam ilmu hukum yang memandang hukum itu hanya terbatas pada apa yang tertuang dalam pertaturan Page 11 of 13
perundang-undangan atau yang dimungkinkan berlakunya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Terjadinya hubungan yang erat antara hukum dan politik dan bahkan politik dapat menghegemoni terhadap hukum, karena terdapat ketergantungan dan butuhnya aktoraktor politik terhadap kebutuhan hukum yang mampu melindungi kepentingan, pribadi, golongan dan kelompoknya. Banyak hal yang mendasari bahwa politik sangat berkepentingan terhadap hukum, sehingga tidak segan-segan langkahlangkah yang dilakukan oleh aktor-aktor politik sangat mempengaruhi output hukum yang dibuat. Diantara faktor-faktor yang menjadikan politik dapat mempengaruhi produk hukum: adalah Sistem politik di Indoensia, demoralisasi hukum, persoalan sejarah terutama sejarah orde baru, persoalan imparsialitas dan independensi serta praktek-praktek kolusi, korupsi dan nepotisme, menjadikan politik semakin dapat mengendalikan hukum. Apalagi anggota DPR yang merupakan representasi lembaga legislasi ( Lembaga pembuat undang-undang) juga sangat menikmati keadaan ini, sehingga mereka sangat berkepentingan untuk menyuburkan dan bahkan mengokohkan keadaan yang menjadikan hukum selalu terkooptasi oleh politik. DAFTAR PUSTAKA Achmad, Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Gunung Agug, Jakarta, 2002 Asshiddiqie, Jimly, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007 Bushar, Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat, Suatu Pengantar, Pradya Paramita, Jakakrta, 1983
Komar,
Mieke dan Mochtar Kusumaatdmadja, Kumpulan Karya Tulis Menghormati 70 Tahun Prof. Ddr. Mochtar Kusumaatmadja, SH., LLM, Alumni, Bandung 1999.
Mangesti, A Yovita dan Bernard L.Tanya Moralitas Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011. Royidi Lily dan Ira Rosyidi, Pengantar Filsafat dan Teori Hukum, Citra Adtya Bakti, Bandung, 2001. Lev,
Daniel, Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, LP3S, Jakarta, 1990
Salma. Otje, Teori Hukum, mengingat, mengumpulkan dan membuka kembali, Refika Aditama, Bandung, 2004. Soekamto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakakarta, 2001.
Makalah/Artikel/Hasil Penelitian Bagir Manan, Tugas Sosial Pemerintah Daerah: Opini Pikiran Rakyat, 28 November 2008. Boy
Yendra Tamin, http://www.boyyendratamin.com/2 011/08/positivisme-hukum-diindonesia-dan.html
Page 12 of 13
Kisno Hadi, Suatu Dasawarsa Relasi Politik Lokal dan Nasional Dalam Kontek Otonomi Daerah. Politika, vol 1 No 2, 2010 Website Hamdan Zoelva,Hukum dan Politik Dalam sistem Hukum Indonesia, Official Blog Hamdan Zoelva, http://hamdan zoelva.wordpress.com.
Page 13 of 13