Nanik Lutfiyah, Mashuri Dosen Fakultas Pertanian Universitas Darul ’Ulum Jombang
PENGARUH UNSUR HARA NITROGEN DAN FOSFAT (TSP) TERHADAP PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) Merril) VERIETAS WILIS Nanik Lutfiyah, S.Si, M.Si, Mashuri Fakultas Pertanian Universitas Darul ‘Ulum Jombang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan unsur hara nitrogen dan phospat yang sesuai pada tanaman kedelai per satuan luas dalam pertumbuhan dan produksinya. Penelitian ini menggunakan Percobaan Faktorial yang disusun secara Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah tingkat Nitrogen (N) terdiri dari 4 taraf: N1 : 0 kg urea/ hektar, N2: 75 kg urea/ hektar, N3 : 100 kg urea/ hektar dan N4 : 250 kg urea/ hektar. Faktor kedua adalah tingkat fosfat (P) terdiri dari 4 tingkat. P1 : 0 kg TSP/ hektar, P2 : 50 kg TSP/ hektar, P3 : 75 kg TSP/ hektar dan P4 : 100 kg TSP/ hektar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi penggunaan pupuk nitrogen dan fosfor pada tinggi tanaman dan jumlah daun, interaksi terjadi pada jumlah polong pertanaman, berat biji pertanaman, berat 100 biji, berat brangkakas basah, dan berat brangkakas kering. Dosis urea 250 Kg/Ha (N4) dan dosis TSP 100 Kg/Ha (P4) diperoleh hasil yang terbaik pada parameter tinggi tanaman. Dosis urea 100 Kg/ha (N3) dan dosis TSP 100 Kg/ha (P4) memberikan nilai tertinggi pada parameter jumlah daun. Kombinasi N3P3 (urea 100 kg/Ha dan TSP 75 kg/Ha) memberikan nilai terbaik pada jumlah polong pertanaman, berat 100 biji, brangkakas basah tanaman dan brangkakas kering tanaman. Kombinasi perlakuan N2P3, N2P4 dan N3P3 memberikan nilai tertinggi dalam parameter berat biji per tanaman. Abstract This study aims to determine the needs of nutrient nitrogen and phosphate corresponding to the soybean plants per unit area in the growth and production. This study used factorial experiment arranged in a randomized block design consisting of two factors. The first factor is the level of Nitrogen (N) consists of 4 levels: N1: 0 kg urea / ha, N2: 75 kg urea / ha, N3: 100 kg urea / ha and N4: 250 kg urea / ha. The second factor is the level of phosphate (P) consists of 4 levels. P1: 0 kg TSP / ha, P2: 50 kg TSP / ha, P3: 75 kg TSP / ha and P4: 100 kg TSP / ha. The results showed that there was no interaction of nitrogen and phosphorus fertilizer on plant height and number of leaves, the interaction occurs in the number of pods cropping, crop seed weight, weight of 100 seeds, brangkakas weight of wet and dry brangkakas weight. Urea dose of 250 Kg / Ha (N4) and TSP dose of 100 Kg / Ha (P4) obtained the best results in plant height parameters. Urea 100 kg / ha (N3) and TSP dose of 100 Kg / ha (P4) providing the highest value to the parameter number of leaves. N3P3 combination (urea 100 kg / ha and TSP 75 kg / ha) gives the best value on the amount of crop pod, weight of 100 seeds, brangkakas brangkakas wet and dry plant crops. Combination treatment N2P3, N2P4 and N3P3 provide the highest value in the parameter seed weight per plant. Kata kunci: Kedelai, nitrogen, fosfat. 1
Nanik Lutfiyah, Mashuri Dosen Fakultas Pertanian Universitas Darul ’Ulum Jombang
kualitatif. Persyaratan kuantitatif adalah dosis pupuk, sedangkan persyaratan kuliatatifnya meliputi paling tidak empat hal, yaitu 1) unsur hara yang diberikan dalam pemupukan relevan dengan masalah nutrisi yang ada, 2) waktu pemupukan dan penempatan pupuk yang tepat, 3) unsur hara yang berada pada waktu dan tempat yang tepat dapat diserap oleh tanaman, dan 4) unsurhara yang deserap digunakan tanaman untuk meningkatkan produksi dan kualitasnya (Sutedjo, 2010). Tujuan Penelitian Untuk mengetahui kebutuhan unsur hara nitrogen dan phospat yang sesuai pada tanaman kedelai per satuan luas dalam pertumbuhan dan produksinya.
1.1. Pendahuluan Tanaman kedelai (Glicine max) telah lama diusahakan di Indonesia. Kedelai mengandung protein, lemak dan vitamin. Berdasarkan luas panen di Indonesia, kedelai menempati urutan ketiga sebagai tanaman palawija setelah jagung dan ubi kayu. Penggunaaan kedelai sebagai bahan makanan manusia dalam bentuk tempe, tahu, kecap dan makanan lain sudah dikenal masyarakat manusia (Widodo D, 1986). Tanaman kedelai juga digunakan untuk bahan pakan ternak, yaitu berupa bungkil kedelai. Di samping itu permintaan kedelai meningkat terus karena beberapa perusahaan industri memerlukan kedelai dalam jumlah yang banyak. Kecap, susu kedelai dan kue-kue tertentu memerlukan kedelai sebagai bahan baku. Permintaan akan kedelai terus meningkat, sehingga menyebabkan pasaran kedelai di dalam negeri tidak menemui kesulitan (Widodo D, 1986). Dalam upaya membudidayakan tanaman dan melipat gandakan hasil maka kita memerlukan upaya pemeliharaan, salah satunya adalah pemupukan. Pemupukan dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan unsur hara tanah. Dengan pemupukan, tanaman secara langsung memperoleh unsur hara tersedia yang segera dapat diambil oleh sistem perakaran (Soedyanto dkk., 1978). Penggunaan pupuk diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia mengenal bercocok tanam >5.000 tahun yang lalu. Miskinnya unsur hara N dan P menjadi salah satu kendala dalam upaya meningkatkan produksi kedelai. Senyawa nitrogen anorganik (urea) dalam jumlah kecil diperlukan untuk mengatasi kebutuhan nitrogen pada awal pertumbuhan sebelum tanaman dapat mengandalkan kebutuhan nitrogen dari fiksasi N2 oleh bintil akar (Yutono, 1985). Pemupukan yang efektif melibatkan persyaratan kuantitatif dan
2. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di desa Tunggorono kabupaten Jombang, dengan ketinggian 45 meter diatas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2012. Alat – alat yang dipergunakan selama penelitian yaitu : cangkul, sabit, gembor, neraca analitis, gunting, penggaris, alat tulis. Bahan - bahan yang digunakan yaitu : kedelai varietas Wilis, pupuk kandang, Urea dan TSP. Untuk memelihara tanaman dari serangan hama dan penyakit digunakan Furadan 3G, Curacron 500 EC, Arrivo 30 EC dan Amistartop 325. Penelitian ini menggunakan Percobaan Faktorial yang disusun secara Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari dua faktor dengan tiga ulangan, dimana masing - masing faktor sebagai berikut : Faktor I : Pupuk Urea N1 = Urea 0 Kg/Ha N2 = Urea 75 Kg/Ha N3 = Urea 100 Kg/Ha N4 = Urea 250 Kg/Ha
2
Nanik Lutfiyah, Mashuri Dosen Fakultas Pertanian Universitas Darul ’Ulum Jombang
Faktor II : P1 P2 P3 P4
Pupuk TSP = TSP 0 Kg/Ha = TSP 50 Kg/Ha = TSP 75 Kg/Ha = TSP 100 Kg/Ha
pada tiap - tiap tanaman contoh saat 55 hari setelah tanam. 4) Berat biji per tanaman Menimbang berat biji tiap tiap tanaman contoh yang dinyatakan dengan satuan gram. Penimbangan dilakukan saat panen. 5) Berat 100 biji Menimbang 100 biji dari setiap tanaman contoh yang dinyatakan dalam satuan gram. Penimbangan dilakukan saat panen. 6) Berat brangkasan basah Berat brangkasan basah tanaman diperoleh dengan cara menimbang tanaman contoh secara keseluruhan (akar, batang dan daun) yang dilakukan pada akhir pengamatan. 7) Berat brangkasan kering Berat brangkasan kering diperoleh dengan cara menjemur tanaman contoh selama 3 hari berturut – turut kemudian ditimbang. Analisa data dilakukan dengan analisa ragam secara Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor. Uji perbandingan berganda dilakukan dengan melihat beda nyata antara rata – rata perlakuan pada masing - masing faktor dengan metode BNT dengan taraf kepercayaan 5 %.
Penyiapan lahan dilakuakn 2 pekan sebelum tanam dengan mengolah lahan dengan memberikan pupuk kandang dengan dosis 10 ton/Ha yang diberikan secara merata pada setiap petak dengan pengguludan dan dibiarkan selama 1 pekan. Sebelum benih ditanam maka terlebih dahulu benih diinokulasikan dengan tanah bekas penanaman kedelai dengan perbandingan campuran inokulan dengan benih kedelai yaitu 9 kg benih : 1 kg tanah bekas penanaman kedelai. Setiap lubang diberi 3 - 4 biji kedelai dengan kedalaman ± 4 cm dan selanjutnya bekas lubang ditutup dengan tanah yang gembur. Penjarangan tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 8 hari setelah tanam dengan meninggalkan 2 tanaman setiap lubang. Pendangiran/ penggeburan lahan dan pembersihan gulma dilakukan setiap 1 pekan. Pengamatan yang dilakukan meliputi : 1) Tanggi tanaman Diukur mulai dari pangkal batang sampai pucuk tanaman (titik tumbuh) yang dinyatakan dalam satuan centimeter (cm). pengukuran dilakukan pada umur 25 hari setelah tanam, 35 hari setelah tanam, dan 55 hari setelah tanam. 2) Jumlah daun Menghitung jumlah daun pada tiap tanaman contoh pada daun yang telah terbuka. Penghitungan dilakukan pada umur 25 hari setelah tanam, 35 hari setelah tanam, dan 55 hari setelah tanam. 3) Jumlah polong per tanaman Menghitung jumlah polong
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis ragam pada tinggi tanaman diperoleh bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara perlakuan dosis pupuk Urea dengan pupuk TSP. Pada perlakuan dosis pupuk Urea menunjukkan pengaruh yang nyata pada umur 25 HST, 35 HST, 45 HST dan 55 HST. Sedangkan pada perlakuan dosis pupuk TSP berpengaruh nyata pada umur 35 HST, 45 HST dan 55 HST.
3
Nanik Lutfiyah, Mashuri Dosen Fakultas Pertanian Universitas Darul ’Ulum Jombang
Tabel 1. Rata - rata tinggi tanaman (cm) akibat pengaruh interaksi antara perlakuan dosis urea dan dosis TSP. Perlak uan
dan pupuk fosfat (TSP) Perla Jumlah Daun pada umur HST kuan 25 35 45 55 Dosis Urea 98,86 N1 31,75 42,94 a 53,05 b a 98,03 N2 31,67 43,64 b 53,67 b a 101,47 N3 31,89 44,94 c 54,83 c b 97,55 N4 32,28 42,36 a 52,03 a a BNT tn 0,76 0,99 1,62 5% Dosis pupuk TSP 98,23 P1 32,08 42,79 52,69 a 98,73 P2 31,89 43,19 52,85 ab 99,98 P3 31,71 42,94 53,14 b 100,02 P4 31,64 42,84 53,35 b BNT tn tn tn 1,41 5%
Tinggi tanaman (cm) pada umur HST 25
35
45
55
Dosis Urea N1
58,58 ab
68,01a
80,31 a
85,54a
N2
57,64 a
68,43ab
80,89 ab
86,40ab
N3
59,75 b
69,91bc
82,38 b
87,13b
N4
60,17 bc
70,17c
83,83 c
87,47bc
BN T 5%
0,86
1,65
1,11
1,29
Dosis pupuk TSP P1
49,74
65,54 a
78,38 a
82,43 a
P2
49,57
65,97 ab
79,94 b
83,09 b
P3
50,01
66,31 b
83,87 c
84,37 c
P4
50,10
67,97 c
84,92 d
85,88 d
BN T 5%
tn
0,65
1,21
1,06
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5 %
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5 %
Dari tabel 2 terlihat bahwa kombinasi perlakuan dosis urea 100 Kg/ha (N3) dan dosis TSP 100 Kg/ha (P4) memberikan nilai tertinggi pada parameter jumlah daun. Dari analisis ragam pada jumlah polong menunjukan bahwa terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan dosis urea dengan dosis TSP pada semua kombinasi dalam parameter jumlah polong per tanamanan. Hal ini bisa dilihat pada tabel 3.
Berdasarkan data pada tebel 1, menunjukkan bahwa pada perlakuaan dosis urea 250 Kg/Ha (N4) dan dosis TSP 100 Kg/Ha (P4) diperoleh yang terbaik pada parameter tinggi tanaman. Dari analisis ragam pada jumlah daun menunjukkan bahwa tidak terjadi interkasi yang nyata antara perlakuan dosis pupuk Urea dengan dosis pupuk TSP terhadap parameter jumlah daun pada semua umur pengamatan. Pada perlakuan dosis pupuk Urea menunjukkan pengaruh yang nyata pada umur 25 HST dan 35 HST dan sangat nyata pada umur 45 HST dan 55 HST. Sedangkan pada perlakuan dosis pupuk TSP berpengaruh nyata pada umur 55 HST.
Tabel 3. Rata – rata jumlah polong per tanaman pada perlakuan dosis urea dan pupuk fosfat (TSP)
Tabel 2. Rata - rata jumlah daun pada berbagai umur pengamatan pada perlakuan dosis urea 4
Nanik Lutfiyah, Mashuri Dosen Fakultas Pertanian Universitas Darul ’Ulum Jombang
(TSP)
Jumlah Polong per Tanaman N1P1 42,67 a N1P2 66,00 ef N1P3 63,17 de N1P4 63,33 de N2P1 70,86 fg N2P2 61,00 cde N2P3 58,50 cd N2P4 71,33 fg N3P1 66,17 ef N3P2 61,83 e N3P3 75,67 g N3P4 64,00 de N4P1 66,83 e N4P2 56,50 bc N4P3 50,00 b N4P4 51,17 bc BNT 5% 6,56 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5 % Perlakuan
Berat Biji per Tanaman (gram) N1P1 12,51 a N1P2 15,13 ef N1P3 14,98 e N1P4 14,13 cd N2P1 13,96 c N2P2 14,66 de N2P3 15,81 g N2P4 15,80 g N3P1 13,01 ab N3P2 13,68 c N3P3 15,96 g N3P4 15,61 fg N4P1 13,48 b N4P2 15,01 e N4P3 14,90 e N4P4 14,80 e BNT 5% 0,58 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5 % Perlakuan
Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa adanya interaksi yang sangat nyata pada perlakuan kombinasi N3P3 (urea 100 kg/Ha dan TSP 75 kg/Ha) yang memberikan nilai terbaik dari beberapa kombinasi yang ada. Kemudian disusul dengan kombinasi perlakuan N2P4 (Urea 75 kg/Ha dan TSP 100 kg/Ha) yang memberikan nilai signifikan pada parameter jumlah polong per tanaman.
Dari tabel tersebut dapat di ketahui bahwa pada perlakuan kombinasi perlakuan N2P3, N2P4 dan N3P3 memberikan nilai tertinggi dalam parameter berat biji per tanaman (gram) dari bebarapa perlakuan kombinasi yang lain. Dari analisis ragam pada berat 100 biji menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara berbagai kombinasi perlakuan urea dan TSP pada parameter berat 100 biji. Hal tersebut dalpat dilihat pada tabel 5.
Dari analisis ragam pada berat biji per tanaman menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara berbagai kombinasi perlakuan pada parameter berat biji per tanaman yang ditampilkan pada tabel 4.
Tabel 4. Rata – rata berat biji per tanaman pada perlakuan dosis urea dan pupuk fosfat
Tabel 5. Rata – rata berat 100 biji pada perlakuan dosis urea 5
Nanik Lutfiyah, Mashuri Dosen Fakultas Pertanian Universitas Darul ’Ulum Jombang
dan pupuk fosfat (TSP) Perlakuan
Berat Brangkasan Basah Tanaman N1P1 66,57 a N1P2 67,88 b N1P3 67,98 bc N1P4 68,20 bc N2P1 68,40 bc N2P2 69,15 bc N2P3 70,65 d N2P4 71,25 de N3P1 71,35 de N3P2 71,56 de N3P3 77,54 i N3P4 76,32 hi N4P1 75,46 g N4P2 75,89 hi N4P3 76,42 hi N4P4 76,74 hi BNT 5% 1,30 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5 % Perlakuan
Berat 100 biji
N1P1 11,02 a N1P2 11,90 cd N1P3 12,10 def N1P4 12,20 efg N2P1 11,80 c N2P2 12,01 cde N2P3 12,25 efgh N2P4 12,13 def N3P1 11,23 ab N3P2 11,80 c N3P3 12,46 h N3P4 12,43 gh N4P1 11,36 b N4P2 12,28 fg N4P3 12,20 efg N4P4 12,15 ef BNT 5% 0,24 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5 %
Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa terjadi interaksi yang nyata antara semua kombinasi perlakuan dan terjadi terjadi interaksi yang sangat nyata pada perlakuan kombinasi N3P3 dalam parameter berat brangkasan basah tanaman. Dari analisis ragam pada berat brangkakas kering menunjukan bahwa terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan dosis urea dengan dosis TSP pada semua kombinasi dalam parameter berat brangkasan kering. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 7.
Dari tabel diatas dapat di ketahui bahwa terjadi interaksi yang nyata antara semua kombinasi perlakuan dan terjadi terjadi interaksi yang sangat nyata pada perlakuan kombinasi N3P3. Dari analisis ragam pada berat brangkakas basah menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan pada beberapa kombinasi dalam parameter berat brangkasan basah tanaman yang dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 7. Rata – rata berat brangkasan kering pada perlakuan dosis urea dan pupuk fosfat (TSP) Tabel 6. Rata – rata berat brangkasan basah pada perlakuan dosis urea dan pupuk fosfat (TSP)
Perlakuan N1P1
6
Berat Brangkasa Kering 56,52 a
Nanik Lutfiyah, Mashuri Dosen Fakultas Pertanian Universitas Darul ’Ulum Jombang
N1P2 57,80 b N1P3 57,88 bc N1P4 58,00 bc N2P1 58,12 bc N2P2 59,25 bc N2P3 60,75 d N2P4 61,35 de N3P1 61,45 de N3P2 61,76 de N3P3 67,64 i N3P4 66,42 hi N4P1 65,36 g N4P2 65,75 hi N4P3 66,52 hi N4P4 66,84 hi BNT 5% 1,19 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5 %
ditampilkan oleh tanaman kekurangan unsur nitrogen (N) yaitu pertumbuhannya tersendat - sendat, daun menjadi hijau muda terutama pada daun yang sudah tua lalu berubah menjadi kuning. Selanjutnya terjadi pengeringan mulai dari bawah menjalar ke bagian atas. Jaringan jaringan pada tanaman mati, selanjutnya mengering, lantas merangas. Sedangkan gejala yang ditampilkan oleh tanaman karena kekurangan fosfor yaitu ; warna daun seluruhnya berubah menjadi kelewat tua dan sering nampak mengkilap kemerahan. Pada tepi daun, cabang dan batang terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi kuning. Pada perlakuan dosis urea nampak bahwa nilai yang ditunjukkan pada berbagai pengamatan memperlihatkan adanya interaksi nyata pada perlakuan dosis urea 100 kg/Ha (N3) dan dosis urea 250 kg/Ha yang menunjukkan nilai yang terus naik. Sedangakan perlakuan dosis TSP kurang begitu signifikan, hal ini diperlihatkan bahwa pada umur pengamatan 25 HST tidak terjadi interaksi antar dosis TSP, dan terjadi interaksi yang nyata pada umur 35 HST, 45 HST dan 55 HST. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan tanaman kedelai akan unsur TSP tidak begitu mendesak. Berdasarkan hasil yang ditampilkan pada data menunjukkan bahwa terjadi interaksi dalam dosis urea pada umur pengamatan 35 HST, 45 HST dan 55 HST pada parameter jumlah daun. Sedangakan pada pada umur pengamatan 25 tidak terjadi interaksi. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan tanaman kedelai akan Urea mulai dibutuhkan pada saat tanaman memulai pertumbuhan cepat, khususnya pada umur tanaman 35 HST dan akan menurun lagi pada saat memulai fase pembungaan (generatif). Kebutuhan tanaman kedelai akan unsur nitrogen baru ada interaksi pada umur pengamatan 35 HST dimungkinkan karena tanaman kedelai pada saat
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa terjadi interaksi yang nyata antara semua kombinasi perlakuan dan terjadi terjadi interaksi yang sangat nyata pada perlakuan kombinasi N3P3. Pertumbuhan vegetatif suatu tanaman adalah peningkatan ukuran tanaman yang bersifat tetap dan tidak bisa kembali (irritabilita). Peningkatan ukuran tersebut sebagai akibat pembelahan dan pembesaran sel yang dilakukan secara terus menerus (Harjadi,1989). Adapun parameter pertumbuhan tanaman dalam percobaan ini meliputi tinggi tanaman, berat brangkasan basah dan berat brangkasan kering tanaman. Berdasarkan hasil analisi ragam menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan dosis urea dengan dosis TSP, hal ini menunjukkan bahwa peranan urea dan TSP sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Menurut Lingga (1995), bahwa untuk mengetahui tanaman kekurangan unsur hara tertentu kita dapat melihat gejala - gejala yang ditampilkan oleh tanaman tersebut. Salah satu gejala yang 7
Nanik Lutfiyah, Mashuri Dosen Fakultas Pertanian Universitas Darul ’Ulum Jombang
pertumbuhan awal (saat perkecambahan) lahan masih tersedia unsur nitrogen sehingga tanaman masih dapat menyerap unsur nitrogen yang tersedia pada lahan, juga karena saat pertumbuhan awal tanaman belum terlalu banyak membutuhkan unsur nitrogen yang relatif banyak. Sedangkan pada perlakuan dosis TSP tidak terjadi interaksi pada umur pengamatan 25 HST, 35 HST dan 45 HST dan baru terjadi interaksi pada umur pengamatan 55 HST. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan tanaman kedelai terhadap TSP tidak terlalu besar pada fase vegetatif dan sangat dibutuhkan pada fese generatif dibandingkan dengan Urea. Menurut Sitompul (1995), bahwa perbedaan penampilan pada awal pertumbuhan akan menjadi modal potensial untuk menghasilkan perbedaan pertumbuhan kemudian. Tanaman yang mempunyai daun lebih luas dan banyak pada awal akan lebih cepat tumbuh karena kemampuan tanaman dalam menghasilkan fotosintat yang lebih tinggi daripada tanaman dengan luas daun dan jumlah daun yang sedikit. Pertumbuhan awal yang berbeda akan bertambah berbeda seiring dengan perkembangan tanaman dan waktu. Sehingga produksi fotosintat yang lebih besar memungkinkan menghasilkan berat brangkasan basah yang makin besar pula. Berdasarkan hasil yang ditampilkan menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata antar kombinasi perlakuan dosis Urea dengan dosis TSP, dimana kombinasi perlakuan N3P3 (Urea 100 kg/Ha dan TSP 75 kg/Ha) yang rata rata memberikan nilai tertinggi pada berat Brangkasan Basah. Menurut Sitompul (1995), bahwa perbedaan penampilan pada awal pertumbuhan akan menjadi modal potensial untuk menghasilkan perbedaan pertumbuhan kemudian. Tanaman yang mempunyai daun lebih luas pada awal pertumbuhan akan lebih cepat tumbuh
karena kemampuan menghasilkan fotosintat yang lebih tinggi daripada tanaman dengan luas daun yang lebih rendah dan sedikit. Pertumbuhan awal yang berbeda akan bertambah berbeda seiring dengan perkembangan tanaman dan waktu. Sehingga produksi fotosintat yang lebih besar memungkinkan menghasilkan berat brangkasan basah yang makin besar pula. Kemampuan menghasilkan fotosintat juga tergantung dari unsur hara yang diserap dan kemampuan tanaman menyerap unsur hara tersebut untuk di "masak" oleh tanaman dalam proses fotosintesa. Berdasarkan data hasil yang ditampilkan menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata antar kombinasi perlakuan dosis Urea dengan dosis TSP, dimana kombinasi perlakuan N3P3 (Urea 100 kg/Ha dan TSP 75 kg/Ha) yang rata rata memberikan nilai tertinggi pada berat brangkasan kering. Pertumbuhan suatu tanaman banyak dipengaruhi oleh aktifitas organ tubuh tanaman itu sendiri dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh aktifitas daun sebagai pelaksana penguraiaan unsur - unsur hara yang terangkut oleh akar menjadi cadangan makanan yang berguna untuk pertumbuhannya (Dwijoseputro, 1995). Laju satuan daun dapat dipandang sebagai suatu ukuran efisien dari tiap tiap satuan luas daun melakukan fotosintesis untuk menambah berat kering tanaman. Menurut Harjadi (1989), fase generatif pada pembentukan dan perkembangan kuncup bunga, bunga, buah dan biji atau proses pembesaran dan pendewasaan struktur fiologis tanaman. Adapun dalam penelitian ini yang dimasukkan dalam parameter poduksi adalah jumlah polong pertanaman, berat biji per tanaman berat 100 biji. Berdasarkan hasil yang 8
Nanik Lutfiyah, Mashuri Dosen Fakultas Pertanian Universitas Darul ’Ulum Jombang
ditampilkan menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata antar kombinasi perlakuan dosis Urea dengan dosis TSP, dimana kombinasi perlakuan N3P3 (Urea 100 kg/Ha dan TSP 75 kg/Ha) yang rata rata memberikan nilai tertinggi pada jumlah polong per tanaman. Hal ini mengartikan bahwa kebutuhan tanaman akan unsur hara akan optimum ketika kebutuhan hara nitrogen dalam proses fase vegetatif terpenuhi yang selanjutnya berdampak kebutuhan hara phospat pada fase generatif. Sehingga asupan hara yang cukup pada fese vegetatif dan fese generatif akan mempengaruhi jumlah polong pada setiap tanaman. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata antar kombinasi perlakuan dosis Urea dengan dosis TSP, dimana kombinasi perlakuan N2P3 (dosis Urea 75 kg/Ha dan TSP 75 kg/Ha) dan N3P3 (Urea 100 kg/Ha dan TSP 75 kg/Ha) yang rata - rata memberikan nilai tertinggi pada Berat biji per Tanaman. Menurut Sitompul, 1995 bahwa dalam siklus hidup tanaman, perubahan tidak hanya terjadi pada pertumbuhan kuantitatif seperti pertambahan kuantitas sel, biomassa dan luas daun tetapi juga perubahan tingkat perkembangan (fenologi) tanaman. Dalam hal ini hasil biji ditentukan oleh akumulasi fotosintat pada bagian ini. Tetapi akumulasi fotosintat yang diakumulasi pada bagian ini. Tetapi akumulasi fotosintat yang diakumulasikan tanaman tergantung pada masa pengisian biji disamping jumlah sel yang terbentuk dalam biji. Ini menunjukkan bahwa fase pembentukan biji sangat menentukan hasil biji. Berdasarkan hasil yang ditampilkan menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata antar kombinasi perlakuan dosis Urea dengan dosis TSP, dimana kombinasi perlakuan N3P4 (dosis Urea 100 kg/Ha dan TSP 100 kg/Ha) dan N3P3 (Urea 100 kg/Ha dan TSP 75 kg/Ha) yang rata – rata memberikan nilai tertinggi pada berat 100 biji.
Pada saat pengisian polong diperlukan adanya karbohidrat yang merupakan hasil dari proses fotosintesa. Dwijoseputro (1995) menyatakan bahwa karbohidrat sebagai hasil fotosintesa akan disimpan dalam biji kedelai akan meningkatkan berat biji tersebut, yang pada akhirnya meningkatkan produksi. 4. KESIMPULAN Pemupukan 250 kg urea/ hektar dan 100 kg TSP/ hektar memberikan hasil terbaik untuk tinggi tanaman. Pemberian pupuk 100 kg urea/ hektar dan 100 kg TSP/ hektar memberikan hasil terbaik untuk jumlah daun. Kombinasi pupuk 100 kg urea/ hektar dan 75 kg TSP/ hektar memberikan hasil yang baik untuk jumlah polong pertanaman, berat biji pertanaman, berat 100 biji, berat rangkakas basah dan berat brangkakas kering. Daftar Pustaka : Dwidjoseputro, D. 1995. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Jakarta. Harjadi, S. 1986, Pengantar Agronomi, Gramedia. Jakarta. Lingga, Pinus. 1994. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. Sitompul, S. M. 1995. Analisa Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soedyanto, R. R., M. Sianipar, A. Susami, dan Harajanto. 1978. Bercocok Tanam. CV Yasaguna. Jakarta. Sutedjo, M. M. 2010. Pupuk dan Cara Pemupukan. Cetakan ke-9. PT Rineka Cipta, Jakarta. Widodo D,Ir, 1986, Hama dan Penyakit Kedelai, Pustaka Buana, Bandung Yutono. 1985. Inokulasi Rhizobium pada Kedelai. Dalam Somatmadji. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Puslitbangtan. 9