Heart 119 Hal
itu seperti ia kembali ke masa lalu dan mengulang lagi semuanya. Ia bisa melihat dirinya dan orang itu. Dirinya yang terduduk tanpa melihat ke orang itu, mengucapkan kata-kata yang sebenarnya tidak pernah dimaksudkannya. Tapi ia sama sekali tidak mempunyai pilihan lain. Ia harus menyelamatkan orang itu. Menyelamatkan masa depan orang itu. “Aku tidak menyukaimu lagi.” ....bodoh “Aku sebenarnya menyukaimu.” ....bodoh lagi.”
sama
sekali
tidak
pernah
“Dan aku harap, kita tidak akan pernah bertemu
Ia harap ia bisa melihat wajah orang itu untuk terakhir kalinya. Tapi ia bersyukur bahwa ia tidak melihatnya, karena apabila ia melihatnya mungkin ia akan menyesal sama sekali dan akan berubah pikiran lagi. “Maaf..” Namun kata itu sama sekali tidak pernah didengar oleh orang itu. “..soo. Myungsoo!” Myungsoo membuka kedua matanya dan menoleh tanpa ekspresi ke arah orang yang memanggilnya barusan. “Ei, kau harusnya tahu kalau tidur di kantor itu dilarang,” kata Dongwoo sambil menggerak-gerakkan tangannya di depan wajah Myungsoo seolah-olah ia masih belum membuka kedua matanya.
“Apa yang terjadi? Ada kasus baru?” kata Myungsoo sambil menepis tangan Dongwoo. “Bukan, tapi partner barumu akan datang hari ini.” “Partner?” Dongwoo.
Myungsoo
membeo
perkataan
“Partner. Kau tahu kalau Howon dipindah tugaskan ke Busan, jadi kau akan diberi partner baru.” “Kenapa aku tidak bisa bekerja sendiri saja?” tuntut Myungsoo. Dongwoo mengangkat kedua bahunya, “Keputusan Sunggyu, jangan tanya aku.” Myungsoo merutuk pelan, “Kau tahu siapa yang menjadi partnerku?” “Entahlah..” kata Dongwoo sambil menggaruk pelan dagunya dengan pulpen yang dipegangnya tanpa sadar, “Tapi yang aku tahu, dia pemula di lapangan, namun otaknya encer. Dia lulusan kedua terbaik pada tahun ini. Dan dia langsung direkrut untuk bertugas.” Myungsoo mengangguk-anggukkan kepalanya pelan sementara Dongwoo terus berceloteh dengan riang. “Kau tahu, mungkin Sunggyu sengaja memasangkanmu dengannya. Kim Myungsoo, lulusan terbaik KMA dua tahun yang lalu, berprestasi dan memiliki performa yang terbaik. Bayangkan apa jadinya lulusan terbaik dan lulusan kedua terbaik menjadi satu tim? Aku rasa pekerjaanku dan yang lainnya akan menjadi lebih ringan..” Sementara Dongwoo masih berbicara dan Myungsoo hanya mendengarkan bagian awal lalu tidak menaruh perhatian lagi, atasan Myungsoo dan Dongwoo di
2
departmen kasus pembunuhan tersebut, Kim Sunggyu, masuk ke dalam ruangan. “Kim Myungsoo,” panggil Sunggyu yang membuat Myungsoo mengangkat kepalanya dan Dongwoo menghentikan perkataannya. “Karena Howon sudah pindah ke Busan, maka aku memberimu partner baru. Baik-baiklah dengannya..” Dan dari pintu masuk yang berada di belakang Sunggyu, sebuah sosok kurus jangkung masuk ke dalam kantor tersebut sambil setengah tersandung langkah kakinya sendiri. Myungsoo akan langsung berpikiran kalau partner barunya akan menjadi masalah baginya akan kekikukkannya itu, tapi hal lain sudah mengisi pikirannya. Bahwa orang yang baru masuk tersebut sudah menjadi masalah baginya hanya dengan keberadaannya. Lee..”
“Perkenalkan, lulusan kedua terbaik KMA tahun ini,
“.. Sungyeol.” Ia tidak ingin mengucapkan nama itu lagi tapi ia sama sekali tidak bisa menahan dirinya. Sunggyu yang berhenti berbicara ketika Myungsoo memotong ucapannya memandang Myungsoo dan Sungyeol bergantian. Sungyeol yang akhirnya mengangkat wajahnya ketika ia mendengar Myungsoo mengucapkan namanya hanya bisa menatap Myungsoo dengan terkejut. Myungsoo balas menatap Sungyeol tanpa berkedip. Hari ini ia baru saja bermimpi kembali ke masa lalu dimana ia dan Sungyeol pernah memiliki satu kisah. Ia pernah mengatakan bahwa ia membenci Sungyeol dan tidak ingin
3
melihatnya lagi. Tetapi hari ini takdir berkata lain dan mempertemukan mereka kembali. “Selamat datang.. Lee Sungyeol..” ** Sungyeol mengakui bahwa ia tidak pernah mengira untuk kembali bertemu Myungsoo. Kim Myungsoo yang pernah berjanji untuk menjaganya di masa lampau tapi malah meninggalkannya. Atau membuat Sungyeol pergi meninggalkan Myungsoo. Dan kali ini dimana ia bertemu lagi dengan Myungsoo, mereka berdua jarang berbicara. Bahkan kemudian Sungyeol menyadari bahwa ia dan Myungsoo tidak pernah bicara selain mengucapkan selamat pagi atau selamat sore ketika mereka bertemu di kantor. Sedikit banyak, Sungyeol merasa senang bahwa ia tidak memiliki interaksi banyak dengan Myungsoo walaupun mereka berdua adalah partner. Tetapi kemudian ia juga menyadari bahwa sudut matanya entah kenapa selalu tersedia untuk Myungsoo. Ia mengawasi bagaimana laki-laki itu bekerja dan meskipun Sungyeol tidak mau mengakuinya, ia mengagumi laki-laki itu. Ia sendiri menyadari bahwa tubuh jangkungnya sebenarnya kelemahannya, ia bisa bergerak cepat tapi terkadang kedua kakinya terlambat mematuhi perintah otaknya dan akhirnya membuatnya hampir kehilangan keseimbangan. Meskipun Sungyeol juga selalu bisa menangkap dirinya sendiri sebelum benar-benar terjatuh tapi hal ini kemudian membuat Sungyeol memikirkannya. Bagaimana kalau terjadi kasus dimana tinggi tubuhnya malah menghalangi rekan kerjanya itu untuk bekerja. Sebencinya Sungyeol kepada Myungsoo, ia tidak bisa memungkiri bahwa ia sama sekali tidak ingin membuat
4
Myungsoo tambah membencinya hanya karena ia merasa canggung dengan tinggi tubuhnya sendiri. “..yeol. Sungyeol..” Sungyeol mengerjapkan kedua matanya dan memundurkan wajahnya seketika saat menemukan wajah Myungsoo tepat berada di depan wajahnya. “A-apa..?” tanyanya tergagap. Myungsoo meluruskan sikap tubuhnya lagi dan kemudian menatap sekeliling yang diikuti oleh Sungyeol yang kemudian menyadari bahwa ruangan tersebut sudah kosong. Cahaya matahari terbenam bahkan sudah memantul di dinding. “O-oh. Waktunya pulang..” “Kau tampak memiliki banyak pikiran, jangan terlalu memikirkan kasus di rumah, istirahatlah yang cukup..” Sungyeol menatap Myungsoo dengan mulut sedikit terbuka, menyadari bahwa baru kali ini Myungsoo berbicara lebih dari dua kata kepadanya. Dan sebelum ia bisa memberikan respon pada laki-laki itu, Myungsoo sudah menaruh tangannya di atas Sungyeol dan menepuk-nepuk kepalanya pelan. “Sampai jumpa besok..” Sungyeol merasa dirinya seolah kembali ke masa enam tahun yang lalu dimana ia hanya seorang anak sekolahan biasa. “Ia hanya berbuat seperti itu hanya karena sekarang ia tidak bisa menghindariku, bukan?” **
5