PROLOGUE:
"Tidak akan kubiarkan lagi,orang lain merasakan penderitaan yang kita rasakan saat ini..." Sumpah itu terucap dari mulut seorang bocah laki laki, sambil memeluk bocah laki laki lain yang lebih muda darinya. Api semakin membesar, melahap puing puing rumah mereka,tanpa menyisakan apapun selain bara dan asap tebal yang menebarkan bau kematian. "Kakak...apa ayah dan ibu bisa pergi kesurga?" tanya anak laki laki yang lebih kecil, sang kakak menatap kobaran api tanpa bergeming, air mata mengalir dipipinya namun dengan sorot mata dingin seakan tak merasakan apapun, ia menyeka air matanya lalu berpaling menatap wajah si adik. "Tidak,Tasuku..." jawabnya tegas "Tidak akan ada surga, sampai semua kengerian ini berakhir..."
Bab 01 :
TASUKU.
Tasuku.
"Apa kau bodoh? kita bisa saja mendapat hadiah nobel kalau begitu!" kenapa aku begitu suka melihat si cantik ini marah marah? "Tenang saja,sayang…, sabar saja dulu, kita tidak akan jadi bodoh dengan berhati hati dan-heikita tidak mungkin mengujicoba serum itu pada manusia biasa tanpa tahu efek sampingnya,kan?" Daina mengangguk lesu "Iya,Tasuku benar..., eh,tapi kalau berhasil? apa yang akan kau lakukan? pasti tidak akan salah, ini firasatku!" katanya antusias "Tasuku jenius kan, jadi tidak mungkin salah! Dan lagi,mungkin kau akan mendapat banyak sekali uang." Ia berceloteh dengan wajah lucu, aku jadi semakin ingin tertawa melihatnya. "Tidak penting jadi uang atau tidak, yang paling penting itu, kita bisa mencegah penularan virusnya dengan sempurna, kalau aku bisa menemukan obat yang bisa menetralkan infeksi 100%..." baru saja hendak kujelaskan, Daina sudah mencubit pipiku dengan gemas "Iyaaa! tahu! susah,ya,ngomong sama seorang jenius! tiap hari dikasih ceramah akbar…" "Habis kalau Boss tidak dikasih tahu, mana paham...?" Kucium bibirnya dengan lembut,lihat saja,akan kubalas berkali kali lipat. Daina meronta ronta,berusaha melepaskan diri dariku,tapi agak ogah juga. "Iih,Tasukuuuuu..." katanya terengah engah kehabisan nafas, "Kalau percobaanmu berhasil, kau bisa membebaskan seluruh dunia dari pengaruh virus itu, membebaskan anak anak yang dikarantina... Orang tua juga... Kakek nenek juga... Semua oraaang" ia bicara dengan logat kekanak kanakan seperti biasanya. ‘Mengalihkan pembicaraan!’cetusku kesal di dalam hati, agak sebal juga tidak dihiraukan begini, sambil merenggangkan pelukanku, kutatap mesra wajah kekasihku.
"Bahkan seluruh dunia..., Supaya tidak ada lagi penderitaan karena kehilangan orang orang yang mereka sayangi..." bisa kulihat Daina tersenyum lembut saat mendengar jawabanku, "Tuhan besertamu, Tasuku, Dia yang maha kuasa akan mendengar mimpimu,kau akan mewujudkannya" Ya,dan kau juga hadiah terindah yang pernah diberikan tuhan padaku, Batinku dalam hati, "Tapi tetap saja,kita harus menunggu kak Ari datang membawa sampel penting dalam beberapa hari lagi, mudah mudahan tidak ada masalah." Daina mengangguk mengiyakan, Kuciumi kening kekasihku, Sesuatu yang menyenangkan berkumpul didadaku, Seakan semua kenangan buruk yang selama ini selalu hadir dimimpiku hilang bersamanya.
Ini adalah tahun 2099, masa dimana seluruh Negara Dibenua Asia berkumpul membentuk suatu Negara baru,Negara Asia. Beberapa benua lain juga melakukan hal ini dan ini bukannya tanpa sebab. Alasannya adalah,saat ini dunia sedang berperang. Tapi bukannya berperang antar negara seperti selama ini, mereka berperang melawan kepunahan manusia. Kejadiannya berawal ditahun 2003, Lebih dari 80 tahun lalu, Saat konflik antar negara yang mengacu pada system energi nuklir sedang berlangsung dibeberapa tempat diseluruh belahan dunia. Digunakanlah senjata virus yang memungkinkan makhluk hidup memiliki kekuatan diatas manusia normal, tidak bisa mati, dan tidak merasakan sakit, namun virus yang awalnya hanya disuntikkan dalam tubuh para prajurit militer terpilih itu memiliki kelemahan, yaitu mutasi genetik yang terjadi pada setiap orang dengan DNA yang tidak memiliki kecocokan dengan virus tersebut, Seperti Vampir dan Zombie... Karena itulah proyek Biological Weapon-senjata biologis-itu selalu dimusnahkan usai pertempuran, hingga pada suatu hari, Seorang Undead-sebutan untuk orang yang terinfeksi- bernama Stast the origin berhasil lari, Dan terjadi dampak mengerikan yang tak pernah diduga sebelumnya, Virus itu menular. Seluruh dunia terinfeksi.
Saat ini hampir separuh planet ini jatuh dibawah jajahan para Undead, seperti Benua Afrika dan sekitarnya. Dan tidak menutup kemungkinan Benua lain juga. Dalam 50 tahun terakhir, mereka yang terinfeksi, wanita, pria, anak anak, maupun orang tua dikarantina oleh pemerintah. dan mereka yang tampak berbahaya akan dimusnahkan secepatnya. Yang lebih mengerikan lagi, virus ini belum ada obatnya.
"Bayangkan,Tasuku,kalau kau tidak berbuat dosa,tidak pernah berbuat salah, tidak menyakiti siapapun, tapi semuanya akan selesai dalam sebuah luka atau goresan sekecil apapun, tidak berhak memilih jalan hidupmu selanjutnya, kecuali kematian,bahkan meski bisa menghindar dan tetap hiduppun, kau akan kau akan selalu berharap kematian menjemputmu. Tidak ada yang menyenangkan, kurasa, jika hidup dengan cara mengambil kehidupan orang lain" Daina memeluk punggungku. Orangtua Daina sendiri juga telah tiada, meninggal karena virus tersebut dan invasi para Undead, Dia tinggal bersamaku dan kakakku, Ari. Sedikit sekali negara yang aman dari jangkauan Undead seperti tempat kami bermukim sekarang, Membuat kami berkali kali harus hidup berpindah karena invasi dadakan. "Aku takut..."lirihnya pelan. Aku berbalik,"Tidak apa,semua akan segera berakhir, aku janji," Sesaat kami saling berpandangan, Daina berpaling menatap jendela yang menampakkan pemandangan dimana gerimis mulai turun. Lalu kutarik tubuhnya ke sofa, menubruk tubuhku sendiri, aku menjadi gila sesaat melihatnya begitu bahagia dan raga kamipun menyatu.
+++
ARI. Perjalanan Ari dalam usaha memburu sampel darah VAMPIR Undead, Stast the origin, Tertanggal 20 agustus 2099, Afhganistan.
Bukannya aku membenci tugas ini,
aku suka semua tugas yang dihibahkan padaku, tapi apa yang kucari sangat sangat menyebalkan hingga aku bertekad jika aku menemukannya, aku akan mengurungnya dulu dalam botol atau membiarkannya menari pada roda dalam kandang seperti tikus putih. Stast the origin, Undead yang membuatku bersemangat menjalankan tugas ini, konon sangat sulit ditangkap. Kenapa desas desus seperti itu beredar diantara Paladin, rasanya sekarang aku bisa mengerti. Seperti biasa aku ditemani Ryo, Partner setiaku, Kami banyak bertemu kota kota mati, bahkan segerombolan undead yang segera kuhabisi, tapi bukan itu yang kami cari sekarang. Sasaran Paladin adalah Stast the origin, sang original Undead sejenis vampir-istilah yang digunakan bagi mereka yang DNA nya cocok dengan virus-pemimpin pasukan Zombie dan Ghoul yang masih hidup hingga sekarang. Tercipta dari tentara militer yang digunakan sebagai proyek senjata biologis. kudengar semua bahan percobaan dimusnahkan, entah bagaimana caranya ia lolos dan menebar malapetaka ini,yang jelas, dari panjangnya usianya,eksistensinya yang tidak wajar-tidak bertambah tua- dan kemampuan bertahan hidupnya,jelas dia bukan manusia lagi. "Sial sekali! apa sudah tidak ada orang disekitar sini?!" Ryo memaki, memacu mobil lebih cepat. "Kenapa marah?!" sambarku tak kalah kesal, "Bukankah kalau tidak ada siapapun justru semakin baik?! merepotkan kalau harus bertarung sambil melindungi seseorang." Ryo mencibir mendengar khotbahku, dalam soal satu ini kuakui kemiripanku dengan Tasuku. Aku tersentak ketika Ryo melempar kotak rokok kosong kearahku. "Bagaimana dengan ini?! stok menipis,nih!" aku hanya tersenyum kecil,kurogoh saku jaketku,meraih kotak rokok yang ada disana dan menyerahkannya pada Ryo -diambil tanpa sungkan"Daripada tidak ada..." "Ar, apa kau pernah berpikir untuk menikah saja? sudah 28 tahun,kan?" kata Ryo sambil menyulut rokoknya. Pertanyaan yang terdengar lucu bagiku. "Memangnya apa yang kau pikirkan?" "Jadi benar,yaa" "Apanya?"
"Kau suka pacar adikmu..." Aku seperti tersedak sebutir telur mendengarnya, sejak kapan Ryo yang telmi... "Kata siapa itu?!" Ryo memandangku penuh kemenangan. "Kita sudah bersahabat sejak lama, kau pikir apa yang dapat kau sembunyikan dariku?! harusnya laki laki seusiamu wajar kalau gonta ganti pacar, tapi kau malah jadi bujang lapuk begini, padahal tampang oke, menyedihkan..." "Bicara seenaknya! kau sendiri tidak lebih laku dariku,kan? ada waktu mengkritik orang lain, koreksi diri sendiri yang telat mikir itu dulu." protesku "Bah!" Ryo meludah "Bukankah 'wanita dimana mana sama saja. Tapi kalau mencintai pacar adik sendiri namanya terjebak,kan? Haha," "Caramu tertawa menyebalkan sekali" Tukasku. Aku ikut menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya,"Tidak ada yang namanya terjebak, aku akan menyerahkan apa saja, apapun asal Tasuku bahagia,saat ini dia prioritasku yang utama" "Khas-mu, ya, tapi belum tentu Tasuku senang kalau tahu." "Makanya, jaga mulutmu itu, Brengsek yang selalu berada disekitarku." Umpatku kesal, Ryo terbahak melihat mukaku yang tertekuk sedemikian rupa, lalu untuk beberapa saat kami tidak berbicara satu sama lain dan memilih bekerja dalam diam, "Ngomong ngomong masih seberapa jauh lagi,sih?"setelah beberapa lama suara Ryo memecah keheningan. "Entahlah,tapi menurut informasi Mikia, Disinilah terakhir kali Stast dan pengikutnya terlihat pasti mereka mengincar kota yang memiliki banyak penduduk sebagai sumber makanan mereka," VROOOOMMMM!! Ryo menginjak pedal gas dengan kecepatan tinggi ketika satu dua Ghoul menghadang didepan kami, menabrak tubuh makhluk menjijikkan itu sampai pecah, cairan merah kekuningan berbau busuk merembes diantara kaca mobil, Ryo menyalakan wiper karena darah undead itu belepotan menghalangi jarak pandangnya. "Sampah dunia." Aku memaki. "Yeah" sahut Ryo setuju.
Ghoul,adalah makhluk semacam Chimera (monster buatan) yang dikembangkan semasa perang dahulu, kelinci percobaanya adalah para prajurit tawanan perang yang akan dihukum mati, Ingatan mereka dihapus, dan hanya diberi naluri untuk makan dan menghancurkan, minim kecerdasan. hanya para Vampir yang tahu cara mengendalikan mereka. Sebenarnya sama dengan Zombie, tapi chimera lebih cenderung pada makhluk setengah binatang. "Kudengar Stast yang kita cari ini juga membiakkan chimera." Ryo melanjutkan "Darimana kau tahu?" "Itulah, Informasi basis Militer, dan beberapa di perbatasan Irak, tahu,kan' Paladin hanya diberi sedikit informasi tentang latar belakang targetnya-selalu seperti itu-tapi dengan banyak koneksi." katanya santai. "Apa dia kuat?" ia bertanya lagi "Sudah lama tidak ada lawan kuat sejak si vampir cantik elsida di spanyol." Aku tertawa, "Berdoalah." jalanan yang kami lalui hanya jalan kecil beraspal yang tak terawat, banyak kerusakan disana sini dan mobil mobil celaka yang tumpang tindih ditengah jalan, pemandangan biasa. Saat aku dan Ryo sibuk dengan pikiran kami masing masing,tampak 100 meter didepan kami lambaian tangan seseorang. seorang bocah laki laki kecil. "Bagaimana,nih" Ryo melirik padaku "Hentikan mobilnya" jawabku, Ryo mengangguk dengan wajah malas. "Katanya tadi tidak suka barang tambahan..." keluhnya mengejekku. Ryo menghentikan mobil dan melongokkan kepalanya, "Hei! bocah! Mau apa diam disitu, cepat naik!!" tegurnya. anak laki laki berkebangsaan Irak itu menengadahkan tangannya yang kurus, gemetar dan dalam bahasa Inggris yang tidak lancar mencoba bicara pada kami. "Tuan, tolong minta makanannya..." aku menghela nafas. Dengan bahasa inggris pula kutanyakan padanya: "Kau sendirian? keluargamu dimana?" "Desa didekat sini...tuan, sedang bersembunyi, mereka menunggu bantuan datang"
"Naiklah" ujarku setelah mengamati bahwa bocah itu tidak memiliki luka secuilpun ditubuhnya. aku membuka pintu belakang dan bocah itu dengan cepat naik kemobil kami. "kami hanya punya roti dan beberapa makanan kalengan,itupun kalau kau mau..." tawarku sibocah menerima makanan yang kusodorkan dengan penuh rasa syukur. memang,aku tadi bilang repot,tapi aku juga tidak suka mengistilahkan manusia sebagai 'barang tambahan' "Siapa namamu?" tanyaku bocah itu megap megap menelan roti,cepat cepat mengunyah sebelum menggumamkan kata "Umar" pada akhirnya. kuperhatikan wajahnya yang letih, timbul rasa iba dalam hatiku, ingatanku melayang pada Tasuku,Tasuku dulu juga pernah sekecil ini, walaupun Umar cilik ini tampak kotor dan kepayahan, tapi dia tetap bertahan hidup, berjalan untuk mencari bantuan, perasaanku ngilu membayangakan anak sekecil ini harus harus bertahan hidup seorang diri, diantara para predator mematikan itu. "Apa desamu masih jauh dari sini,hei bocah?" kata Ryo. "Satu mil...kira kira" "Sudah berjalan satu mil tanpa disergap?! Hebat sekali..." ada nada ejekan dalam suaranya, Ryo pasti memikirkan hal yang sama denganku, aku mengisyaratkan untuk diam. "Apa kalian anggota Paladin? kudengar pekerjaannya...memusnahkan mereka yang tidak bisa mati." nada canggung dalam suara Umar berkurang,matanya nanar menatap penampilanku dan Ryo bergantian, tapi ia masih berhati hati. "Bocah sok tahu,kau sedang bicara pada kapten Divisi satu kami," tukas Ryo,Umar terlonjak kaget. "Jadi...anda adalah...Aryanov Gabriel, kapten para Guardian?" aku mengangguk malu, Ryo tampak puas sekali, sedangkan Umar terkagum kagum memandangiku, membuatku salah tingkah. "Paladin adalah organisasi elit yang dibiayai dan didukung penuh oleh pemerintah diseluruh dunia, Guardian adalah sebutan untuk divisi utama mereka yang hanya beranggota 12 orang pilihan,dan yang terkuat... adalah Aryanov Gabriel..." ia mengulang kata kata yang nyaris selalu didiktekan di sekolah dasar itu, aku semakin kikuk. "Senjatanya adalah pedang perak...dibuat khusus untuk memburu dan membasmi undead..."
"Kau salah," Ryo menyela "senjata terbaik kami, adalah tubuh kami sendiri," "Kami sering mendengar cerita tentang kalian,pengetahuan umum yang wajib dihapalkan disekolahku" "Bukan begitu,itu hanya digenerasiku saja," aku tak tahan lagi, "Sebenarnya banyak anggota Paladin yang lebih hebat, kok, misalnya Sir Alexander Boranitchov, ketua kami" "Tahu banyak juga,ya,bocah! dan kisaragi Ryo, tentu." Ryo tak mau kalah, "Kami selalu menunggu kedatangan kalian" kata Umar polos dengan mata berkaca kaca, tak ada nada menyalahkan dari kata katanya, tapi rasa ngilu didadaku semakin menekan, mungkin kedatangan kami amat terlambat, mungkin ada banyak nyawa yang terlambat diselamatkan, Undead dapat dibunuh dengan teknologi umat manusia saat ini, tapi vaksin untuk menyembuhkan orang yang terinfeksi virus yang menimbulkan bencana karena berkembang diluar dugaan tersebut masih belum dapat diciptakan, Tasuku telah berhasil membuat vaksin yang dapat menanggulangi infeksi tahap awal namun hal itu tetap saja belum hasil maksimal, adikku memerlukan data yang lebih akurat lagi, untuk itulah aku disini. "Kelihatannya sebentar lagi kita akan sampai!" Seru Ryo padaku, Umar mengangguk, "Eh,apa kau tahu tentang Stast The origin?" Umar menggeleng menjawab pertanyaan Ryo "Sudah kuduga" aku menatap jalan berbatu yang seakan tiada batas, Kebodohan sekaligus mahakarya terbesar umat manusia adalah virus ini, mereka hanya bisa membuat tanpa tahu akibatnya akan sangat fatal, luar biasa, namun tetap saja fatal. Seandainya membunuh undead sebanyak apapun,tetap saja virusnya akan menyebar dan manusia akan punah pada akhirnya, dengan kemungkinan tersebut, aku dan Tasuku berjuang dijalan kami masing masing, untuk misi yang sama. menciptakan surga dan hari esok yang lebih baik. Aku tidak ingat berapa lama aku tertidur... rasanya persendianku sakit sekali,sampai dimana tadi,ya?
ah,ya... aku datang ke desa Umar,sekilas itu tempat yang bijak untuk bersembunyi, dengan tembok beton tinggi yang dibangun mengelilingi desa, tapi bagaimana mereka menghalau undead yang bisa terbang seperti Chimera? sungguh suatu misteri bagiku, mereka menyambut kami,dan... apa yang terjadi selanjutnya? Ryo berusaha menghubungi markas untuk mengevakuasi,lalu... Kupaksakan mataku yang seperti direkatkan selotip super kuat untuk bangun, untuk terbuka, akhirnya aku berhasil duduk. "Bangun juga,kau!" Ryo duduk mencangkung dihadapanku. "Kukira pura-pura seperti rencana kita semula,ternyata kau terjebak betulan, dasar Kapten payah tak tahu malu" Aku nyengir walau mataku berkunang kunang, "Biar...,kau kan' tahu aku tidak pandai berakting." Kudapati kami berada diruangan berdinding batu terisolasi, dengan teralis besi,tempat itu tampaknya sebuah penjara bawah tanah yang lembab dan remang remang, penerangan satu satunya adalah lampu kecil kekuningan sekitar 10 meter dilorong bagian luar, cahaya temaram melewati jeruji besi tempat kami ditahan. “Gas yang mengandung obat bius, aku sih sudah tahu bakal begini,tapi karena sepertinya mereka tidak berniat membunuh kita,jadi aku memutusan tetap konsisten pada skenario awal kita, pura pura terjebak" Ryo mengacungkan jari telunjuk. Sejak awal kami sudah tahu,mustahil didaerah mati seperti ini,ada seorang bocah yang bertahan, para undead tidak menyerangnya, tidak akan, dan itu karena mereka diperintah oleh seseorang, siapakah yang memiliki kuasa atas para undead, jawabannya tentu saja,Stast the origin! …Siapa lagi kalau bukan raja terror itu... "Orang orang desa itu ternak" Umar menghampiriku dan Ryo,terisak. "Mereka dikurung dalam tembok untuk menjadi makanan para undead pada akhirnya, itu menurut si vampir, dan...dia akan membebaskan kami jika kami memancing Aryanov Gabriel datang hidup hidup." "Maafkan saya,tuan...keluarga saya juga ada disana..." "Bukan salahmu,malah kami sangat terbantu," kataku menghiburnya. "Ya,kalau tidak begini,mana bisa melaksanakan misi dan bertemu Stast?" lanjut Ryo, aku membenarkan, bahkan cara seekstrim apapun demi untuk bisa menyelesaikan misi akan ditempuh, jika kami tewas dalam bertugas,berarti hanya sampai disitu kemampuan kami, semua anggota Paladin tahu resikonya, bahwa mereka bisa mati kapan saja.
Tapi kenapa aku? kenapa Stast menginginkanku hidup hidup? "Mereka mengurungmu disini dan tidak menepati janji,ya?" "Iya...vampir itu melanggar janjinya,dan kami semua dikurung kembali dipenjara bawah tanah ini..." Aku terhenyak,siapa yang mau percaya pada undead? Kecuali mungkin anak kecil ini… Sedangkan Undead saja hanya percaya pada kaum mereka sendiri... "Kami akan mengalahkan Stast,membebaskan keluarga dan teman temanmu, itu saja yang harus kau tahu." aku menepuk pundak Umar, membesarkan hatinya. "lagipula, kau tidak mengatakan yang mana Aryanov Gabriel, kan? makanya kami berdua masih berkumpul disini." Umar mengangguk angguk, "Tapi bagaimana caranya kalian lolos? kalian tidak punya senjata apa apa lagi..." Ryo bangkit berdiri,mematahkan gigi sampingnya sendiri dalam satu sentakan keras. "caramu menjijikkan sekali,Ryo" aku membuang muka, Ryo cuek saja tanpa menjawabku, "Senjata kami telah dicampur dalam tulang dan dialirkan bersama darah kami,lihat baik baik,bocah!" ujarnya bangga pada Umar. Dalam gigi yang dipatahkannya sendiri,Ryo menarik keluar seuntai benang halus, "Makanya tidak ada yang naksir kau sampai sekarang" komentarku Ryo melotot, "Diam dan lihat saja," Mustahil mengalahkan Ryo dalam segala hal, sebenarnya akulah yang merasa beruntung berpartner dengannya. Ryo menggesek gesekkan benang tipis itu pada teralis besi, terdengar bunyi 'klik' dan salah satu anak teralis itu terlepas, Ryo mengulanginya lagi ditempat lain,hingga tercipta jalan keluar yang cukup untuk dilewati manusia dewasa. "Ayo" ajakku pada Umar "Kalau tinggal disini kau bisa jadi camilan mereka" Umar menatap takjub dan tak mampu bersuara,tapi ia menyambut uluran tanganku. "Keluarga dan teman teman saya masih ada disini..." katanya padaku. "Kalau begitu,kau dan Ryo membebaskan tawanan dari sini, lakukan secepat mungkin dan berhati hati!" Zombie berwajah buruk dengan pakaian sipir penjara berlumuran darah bergerak maju kearah kami, menyeret kakinya dengan susah payah. tubuhnya telah membusuk dan tampak lapar. Umar meringsek ketakutan memepet pada dinding batu, "Takut,nak? mereka lambat," Sambil tersenyum tidak peduli Ryo berlari kearah mayat hidup itu, Zombie itu mencoba menyerangnya, tapi Ryo berkelit cepat sekali dan mematahkan leher simayat hidup diikuti suara 'krak' pelan.
"Dasar tukang pamer" komentarku, Kalau zombie, mudah saja menghadapinya, kuncinya adalah: HARUS BERGERAK LEBIH CEPAT DARI MEREKA, hanya itu. Kapanpun selalu menyenang seperti ini, diantara serpihan para undead. Aku merasakan dingin dibagian punggungku,saat seorang zombie wanita berdiri agak membungkuk dibelakangku,agaknya 'ia' mencoba menggigit leherku tapi tanganku lebih cepat. Kutarik sejumput rambutnya yang panjang tepat di ubun ubunnya, Astaga...baunya benar benar busuk sampai aku merasa akan muntah karenanya. Dengan gerakan memutar dan mengerahkan sedikit tenaga,aku menarik kepala si zombie sampai putus putus,sembari melompat mundur menghindari percikan darahnya. “Lihat,kan? Hanya kapten kami yang mampu bertempur sebaik itu!" kata Ryo enteng,aku tidak sempat menanggapinya karena menutupi Umar dibelakangku. sekitar sepuluh sampai lima belas mayat hidup bergerak terseok seok menuju tempat kami berada. "Apapun yang terjadi,tetaplah dibelakangku dan Ryo!" teriakku pada Umar. Anak itu menahan rasa ngeri yang terpampang jelas diwajahnya, tapi karena dia ingin hidup kurasa ia akan menuruti nasehatku... Umar bersembunyi dibelakang aku dan Ryo yang saling memunggungi. Inilah kuda kuda paling sederhana anggota Paladin jika harus bertempur sambil melindungi sesuatu-atau seseorang-meskipun bagi orang biasa hal ini bisa disebut 'Terjepit' tapi bagi kami saat ini keadaan kami bisa dibilang menguntungan karena yang kami lindungi hanya seorang bocah laki laki bertubuh kecil. keadaan bisa saja jadi jauh lebih buruk dan menyulitkan kalau saja yang sedang kami lindungi adalah orang dewasa. Atau beberapa orang dewasa. Tapi bertarung menggunakan tangan kosong melawan undead tetap saja merupakan keadaan yang amat menyedihkan. Aku dan Ryo mati matian menggunakan seluruh anggota tubuh kami untuk bertahan sekaligus menyerang, tangan Umar gemetar mencengkeram baju bagian belakangku,tapi ia tidak menangis atau berteriak teriak, merunduk disaat yang tepat dan tidak melakukan gerakan yang mempersulit kami. Beberapa menit kemudian, jeritan kengerian bercampur potongan tubuh manusia yang membusuk beterbangan keberbagai arah. Ryo sedang menarik putus tangan penuh belatung bagiannya dengan bersemangat, ketika tiga zombie kelaparan menerjangku, aku berhasil menghadang dua zombie sekaligus dan membenamkan telapak tanganku diantara usus mayat yang rapuh itu. Kugerakkan tanganku kesamping merobek perutnya hingga terpisah dari tubuh bagian bawah, mayat itu menjerit lalu darah menyembur tak terelakkan ke wajahku.
Tapi,seekor lagi menerjang pertahananku... "Makhluk biadab! Aku ada disini!" Umar keluar dari celah tubuhku dan berlari kebelakang si mayat. mungkin karena harum darah bocah itu membuatnya ragu, makhluk tanpa kecerdasan itu berpaling,memperlihatkan tampang tolol kebingungan dan pada saat yang bersamaan tendangan ku mengakhiri riwayatnya. Sambil mematahkan tulang zombie terakhir, Mayat yang tadi badannya telah kupisahkan menjadi dua bagian masih bergerak gerak berusaha menggapai kami,kusentakkan kaki ku menginjak kepalanya hingga hancur. "Bodoh!" Ryo mencengkeram bahu Umar "Apa kau paham yang kau lakukan barusan?! Ari bilang apa padamu?! Tetaplah dibelakang kami!" tegasnya. "Kau nyaris jadi hidangan pembuka mereka!" Umar hampir menangis melihat Ryo jadi begitu marah. "Tidak" aku melerai,melepaskan cengkraman Ryo pada bahu Umar "Yang dia lakukan tadi adalah usaha melindungi dirinya sendiri,dan melindungi hidup orang yang melindunginya, bahkan tindakan paling gila sekalipun layak dilakukan jika dalam kondisi terjepit." Ryo terdiam mendengar kata kataku. "Setelah membebaskan semua tawanan,aku akan menggeledah tempat ini,senjata kita pasti tersembunyi disuatu tempat disini," kata Ryo pada akhirnya "Aku mengandalkanmu." sahutku Ryo tersenyum hambar membenturkan tinjunya didadaku. "Jangan mati,kapten" aku berpaling pada Umar. "Umar,kau tidak boleh lagi melakukan hal yang beresiko seperti tadi! Mungkin akan ada lebih banyak undead nantinya, jenis lain yang lebih cepat,kuat,dan mematikan," "Tapi bagaimana kalau kalian sampai gagal? bagaimana kalau kalian sampai kalah...?" "Tak ada yang perlu dicemaskan kalau kau bersamaku, atau Ryo," Jawabku tegas "Kami tak' kan kalah,dan kami tidak pernah kalah!"
"Bagaimana anda bisa tahu?" tanya Umar aku tersenyum padanya. "Tentu saja karena aku percaya pada partnerku! dan dia akan jadi partnermu sementara ini, jadi hapuslah air matamu! kau tidak boleh mati sekarang." Umar tertegun mendengar kata kataku "Ya..." jawabnya sambil menyeka air matanya,berusaha untuk tegar. "Hoi! Apa khotbahnya sudah selesai?! Apa kami boleh pergi?!" Ryo menunggu, Umar berbalik mengikutinya. Aku melihat mereka sampai lenyap dari pandangan. sepertinya ada satu hal lagi kemiripan yang ada padaku dari Tasuku, kemampuan menyemangati orang. Aku menghembuskan nafas lega karena sudah tak' ada lagi mayat hidup disekitarku, tapi dibagian lain bangunan ini? Mungkin saja banyak! Akupun pergi kearah berlawanan penjara yang diapit lorong panjang yang sempit ini,kususuri lorong perlahan lahan, penerangan yang kurang membuatku berhati hati melangkah. Aku juga melewati sel yang penuh terisi mereka yang terinfeksi, telah berubah menjadi undead,dan berusaha meraihku. "Pergilah ke neraka" gumamku Ada tangga diujung lorong menuju keatas dengan pintu tertutup dibagian atasnya... kelihatannya aku menemukan jalan keluar. kutendang pintu yang melesak bersama suara keras. Aku tiba disebuah koridor panjang yang dindingnya terbuat dari batu batu besar, dari berbagai ornamen khas militer yang kutemukan disana sini, "Penjara sipil" aku telah dapat menduganya. Samar samar terdengar bunyi... Ya,sebuah orgel...,aku menajamkan telinga yakin sudah menemukan apa yang kucari. Depan...kiri...kanan...atas... Kalau begitu darimana asal suaranya?! Benar benar gelap, hanya ada cahaya bulan dari jendela yang berjejer tanpa ditutup, tapi aku melihat sebuah belokan didepanku. Koridor ini lebarnya tidak sampai sepuluh meter, mungkin akan ada serangan setelah ini... Medan yang sempit bisa jadi menghabiskan tenaga ekstra jika harus bertarung sendirian. Aku telah mencapai belokan,perlahan mengintip dari balik dinding. ada dua...zombie yang berdiri sempoyongan, mereka membelakangiku... Tapi aku meragukan hanya ada segitu. rasanya mustahil berjalan maju tanpa mereka merasakan kehadiranku, lalu kucoba mengkalkulasi kemungkinan mereka menyadari bahwa aku ada disini.
Zombie,seperti umumnya undead lain,meski gerakannya lambat dan bodoh, mereka mengejar mangsanya dengan bau. Sayangnya,mereka hanya memiliki sedikit kecerdasan yang membuat mereka tidak punya gerakan reflek yang cukup baik. Aku bergerak tanpa suara, memuntir leher keduanya sekaligus. hanya jika urat syarafnya diputuskan,gerakan mereka aka terhenti, tapi membunuh vampir tidak semudah membunuh zombie biasa, harus memotong tubuh mereka di lebih dari satu bagian agar mereka tidak bisa beregenerasi dengan cepat. Itulah perbedaan jenis Vampir dengan Undead biasa. "Aaaaarrrgghhh!" Jeritan nyaring seseorang memecah kesunyian,ada orang hidup kah? Aku berlari tak peduli menyongsong maut, jeritan memekakkan itu berakhir dalam sebuah ruangan... Bunyi orgel semakin nyaring seakan menyumbat telingaku, mengumandangkan lagu yang kejam, hentikan! Batinku menjerit. Perlahan kubuka pintu ruangan itu... Hanya ada dapur, kosong, sisa sisa makanan berhamburan, juga baskom cucian yang penuh tak terurus, air masih menetes netes dari keran berkarat yang hanya setengah tertutup. 'Crakk-crak-crak-crakk.' Aku menyapukan mata keseluruh ruangan, dan terlihat olehku rak rak besar berisi piring yang berada diujung ruangan, yang menutupi sesuatu dibaliknya, bisa kulihat siluet makhluk itu,bergerak pelan menikmati entah apa yang tak dapat kubayangkan. 'Crakk-crakk-clakkk...' hanya itu yang terdengar,bunyi seseorang yang makan dengan rakus...
Tenggorokanku tercekat, 'clakk-crakk-clakk-clakk-clakk....' darahku mendidih seketika, kuraih pisau pemotong daging besar dipojok jagal, Braaaaakkk! Menyingkirkan apa yang mengalangi pandanganku, justru aku merasa mual karenanya... Makhluk itu,penampilannya nyaris sama seperti mumi, tapi yang paling membuat bulu kudukku meremang, adalah tinggi badannya yang hampir tiga meter diatasku! tubuhnya kurus, sangat kurus dengan batok kepala yang membengkak dan otaknya yang besar, perutnya juga membuncit melebihi ukuran badannya sendiri.
Undead itu mengangkat wajahnya, menyeringai senang, dimulutnya berceceran darah segar, membuatku tak sengaja melihat apa yang didekapnya, Mayat perempuan. "Tolong... Ibu..." kusadari ada gadis kecil terseok didinding,memegangi bagian lehernya yang berdarah. wanita itu tadi melindungi anaknya...dan mereka... oleh undead itu... Aku berteriak kalap, terbayang banyak sekali kenangan buruk dikepalaku! Aku menerjang si undead membabi buta. Makhluk itu menjatuhkan makanannya bermaksud menghadapiku terang terangan. Saat cakarnya nyaris mengenaiku aku mengelak ringan, menjatuhkan pisau jagal ditanganku dan merunduk mengincar bagian dagu, makhluk itu tinggi, namun cuma kakinya saja yang panjang, itulah kelemahannya (dan keuntunganku). Aku tidak peduli...! Aku tidak peduli...! Matilah! Matilah! cuma itu yang ada dalam kepalaku, Kewarasanku seakan menghilang. Ia' tersapu mundur saat tinjuku membuat tulang rahangnya retak-pasti bergeser beberapa sentimakhluk itu menyambar pergelangan tanganku-jenis cepat tapi tolol-hanya dengan satu tanganku yang bebas, kutusukkan telunjuk dan jari tengahku kerongga matanya, ia melengking kesakitan melepasanku. Undead tersebut tak dapat melihat lagi,ia menyerang asal asalan dan saat ia lengah,aku meraih pisau jagalku,membelah tubuhnya tepat ditengah hingga tercerai berai. Sambil menetralkan nafasku yang memburu, kudekati gadis cilik yang menangis itu. "Kau tidak apa apa?" tanyaku padanya. ia membelakangiku,masih menangis. "Aku tidak mau...mati..." isaknya pelan. aku memandang darah yang mengucur deras dari luka dilehernya. menghitung berapa detik yang berlalu. Gadis kecil itu bergerak hendak menerkamku. Sudah bermutasi! Pikirku, sekarang apa lagi? Maka dengan pisau jagal ditanganku, aku memenggal kepala zombie baru yang malang itu, "Padahal,kau pasti akan lebih bahagia jika mati sebagai manusia..." harapku. Aku yang sekarang,masih belum cukup.aku harus jadi lebih kuat lagi, agar bisa menyelamatkan semuanya,bahkan hanya seorang gadis kecil saja tidak bisa kutolong,benar benar...kuat apanya? Aku marah pada diriku sendiri.
Suara orgel terus berputar disekelilingku,membuatku mengingat kenangan yang selalu ingin kulupakan, bunyi mars pemakaman... Atau lagu klasik entah apa... Bunyinya semakin nyaring, kini aku tahu, dimana aku harus menemukannya, hanya dengan mengikuti bunyi itu... lagu yang seperti membimbingku untuk menemukannya... Berlari dan berlari...aku mengikuti suara sayup orgel dan akhirnya tiba disebuah ruangan yang lain. sebuah ruangan besar...meja dan kursi berantakan diujung ruangan besar pertama yang kulihat dibangunan ini..., "Selamat datang...,Aryanov Gabriel..."Aku menoleh pada gema merdu menyenangkan yang berasal dari tengah ruangan, dimana seorang pemuda berambut hitam berpotongan jabrik duduk menyamping diatas kursi, melipat kakinya. Aku tak dapat melihat wajahnya yang tertutup rambut jabrik sehitam malam itu dari bagian samping, tapi aku bisa melihat pijar nyalang kemerahan dari matanya. "Musik yang indah,ya? Musik adalah hal yang paling menyenangkan, menurutku…" Aku tersadar apa yang sedang ia pegang. sebuah orgel antik dengan hiasan yang sangat indah. "Stast the origin" tebakku, Ia terkikik geli,seperti orang tua menertawakan cicitnya. "Ini mainanku yang berharga..." ia memandangi orgelnya. "Stast!" panggilku lebih keras. Vampir itu bergeming, ia menolehkan wajahnya padaku, "Padahal kami selalu menyukai keindahan dan kerapuhan...," Wajah itu wajah paling tampan yang pernah kulihat, benarkah dia telah hidup 80 tahun? dia tampak seperti pemuda yang berusia tak lebih dari sembilan belas tahun bagiku, jika benar demikian,virus itu benar benar keajaiban yang bisa menghentikan waktu bagi mereka yang terpilih, "Apa yang kau inginkan dariku?" ia bertanya dengan sikap angkuh seorang raja. "Aku akan memusnahkanmu" mataku menatap langsung pada mata sang raja teror itu. Stast tersenyum meremehkan."Hanya itu? padahal aku bisa memberimu kekuatan, dan keabadian, juga posisiku..." Aku tidak mengerti apa yang ia bicarakan?
"Darahmu..." kataku akhirnya "dan juga membawa pulang kepalamu adalah misi utama terpenting bagiku!" Wajah Stast yang pucat semakin memucat. Sedetik kemudian ia menguasai diri. Tersenyum menyeramkan dan mengacungkan telunjuknya keatas. Reflek aku menengadah keatas. beberapa meter diatasku, Ratusan Ghoul-manusia kelelawar-menempelkan dirinya dilangit langit ruangan. "Kalau kau tidak mau, terpaksa aku harus memaksamu..." Memaksa apa? apa yang ia bicarakan dari tadi? "Ada permintaan terakhir?" Stast berdiri dan mengangkat tangannya seperti melambai, isyarat bagi para ghoul untuk tidak menyerang terlebih dahulu. "Ya, matilah kau, Undead!" sahutku. Disaat terakhir, kulihat Stast menurunkan tangannya. Ratusan undead bersayap itu mengerubutiku,aku melompat kesana kemari menghindari serangan mereka. "Satu luka kecil saja,habislah aku..." Desakan nuraniku membuncah, aku tidak malu mengakui bahwa saat ini aku merasa takut,karena rasa takutku ini, adalah naluri makhluk hidup yang berjuang demi mempertahankan nyawanya sendiri.
+++
Daina. Seol,korea,12 jam sebelumnya
Sore itu…, Tasuku Sedang mandi ketika aku merapikan bunga bunga untuk dipajang di vas. aku mengganti bunganya setiap hari, aku suka bunga,Tasuku juga suka, aku tidak mengerti kenapa laki laki suka bunga, yang jelas Tasuku berbeda dari laki laki pada umumnya, dia baik hati dan lemah lembut, seperti pangeran dalam buku dongeng... Saat aku sedang terlena oleh bayangannya,orang aslinya memelukku dari belakang, menutupi mataku dengan tangannya, aku terpekik kaget, huh! Ia menutupi mataku dengan tangan "Yang mana? Satu, kucing tetangga, dua, kepiting, tiga, presiden Amerika?" Katanya riang.
"Tasuku!" jawabku jengkel, Tasuku melepaskan tangannya. "Ting-tong! Satu buah bantal!" teriaknya sok heboh "Apa tidak ada cara menyapa yang lebih baik,tuan kucing?" Tasuku tertawa mendengar omelanku. "Jangan dipikirkan, yaa, Daina kan' manis.//" Setelah menjahili, lalu merayu! Kejahilan nomer satuuu! Tasuku sedang menyuap sereal ketika aku bertanya "Apa Tasuku dapat kabar dari kak Ari?" kusodorkan sebotol susu dingin dari kulkas kearahnya, dengan senang hati Tasuku menuang lebih banyak susu kedalam mangkuk serealnya,orang yang makan sereal pagi disore hari, ya, cuma dia... "Si kakak kan' memang biasa menghilang berbulan bulan, pekerjaan Paladin memang mengharuskan begitu, dia pasti kembali membawa sampel darah Stast, kok," Tasuku tersenyum lembut padaku. "Tidak ada yang perlu dicemaskan, Daina..." Tasuku tenang sekali, pikirku, tapi memang tidak ada yang perlu dicemaskan soal kak Ari, sih, Tasuku lagi lagi benar, "Kak Ari kan' kuat,yaa" kataku kemudian, Tasuku tidak henti hentinya memandangiku, wajahku memerah dengan sendirinya. "Daina,ada yang ingin kubicarakan..." "Tasuku! Tadi ada telepon!"
Kami tertawa bersamaan, "Ok, ladies first" Tasuku menyentuh ujung hidungku. "Cuma telepon,kok,dari kantor Tasuku...,katanya, Mr.Robert Clarken ada yang ingin dibicarakan." jawabku dengan muka pura pura cemberut. "Hmm..., apa masalahnya,sih? orang itu agak menyebalkan akhir akhir ini" aku hanya diam memperhatikannya, Tasuku berjalan kearah telepon, lalu terlibat pembicaraan serius yang tak kumengerti. Tak berapa lama kemudian, Tasuku berhenti bicara dan menghela nafas. "Kenapa?" tanyaku ketika melihatnya kembali dengan wajah tak senang. pria yang kucintai tidak menjawabku, ia berlalu menuju lab pribadinya dilantai atas, Lantas mengurung diri disana. Aku sudah terbiasa melihatnya begitu menyibukkan diri disana, mengurus penelitiannya. ingatanku melayang pada kepingan kenangan perjumpaan pertamaku dengannya, berbeda dengan sang kakak yang memerangi undead dengan kekuatan fisiknya, Tasuku mengabdikan diri dalam bidang ilmu pengetahuan dalam usaha mereka menyempurnakan vaksin
yang nantinya akan menghentikan perkembangan virus, Tasuku adalah jenius sejati, dia ber IQ tinggi dan sekarang memimpin penelitian besar yang didanai oleh Robert Clarken milyader kenamaan dunia yang juga pemilik Clarken.Corporation, perusahaan obat dan kimia terkemuka. Sedangkan aku sendiri, berasal dari sebuah desa kecil di Thailand, nama lengkapku Daina Amare,a ku ini benar benar biasa saja, berambut hitam panjang,berkulit putih, mata besar, dan tubuhku pendek, tinggi badanku pas pasan, kak Ari malah sering memanggilku "bulat." (menyebalkan!) karena tubuhku yang mungil, makanya aku terkesan agak montok, ugh...
Setahun setelah meraih gelar Dokter,Tasuku mengadakan penelitian didesaku, kak Ari juga ikut kesana, dan itulah awalnya. terjadi invasi, dan hanya aku yang selamat, waktu itu umurku masih 16 tahun lalu aku dibawa oleh kak Ari kerumahnya untuk tinggal bersama, meski mulutnya pedas, tapi kak Ari memperlakukanku dengan baik seperti adiknya sendiri, dia juga sudah seperti kakak bagiku. Aku tinggal menumpang pada mereka, aku disekolahkan hingga lulus, dan aku membantu Tasuku sebagai asistennya, kami selalu berpindah pindah tempat tinggal, Pekerjaannya menyebabkan kak Ari jarang berada dirumah, lalu,Tasuku lebih banyak mengurung diri dirumah karena penelitiannya, itulah yang menyebabkan kami menjadi dekat, sering berbincang dan membicarakan banyak hal dalam hidup kami, Tasuku yang lembut, baik hati, tampan, dan penuh kasih sayang selalu menjadi sosok yang kukagumi dari dasar hati. Aku menyukainya sejak lama,suka pada caranya bicara, suka pada kepribadiannya, maupun suka pada rambut pirang keperakannya... Tapi aku tidak pernah berani berharap lebih banyak karena...mungkin aku hanya anak anak bagi nya? sudah begitu banyak kebaikan kuterima dari mereka, apa aku serakah mengharapkan lebih?! Lagipula mana mungkin Tasuku suka gadis tidak dewasa sepertiku?! Itulah yang kupikirkan hingga aku tidak berani berpikir macam macam. Aku tergila gila padanya, tapi aku takut ia menjauh dariku, dan kuputuskan diam saja. Tapi,tapi! ternyata cintaku tidak bertepuk sebelah tangan! Ternyata Tasuku juga menyukaiku...,dia bilang mencintaiku dua tahun lalu,dimalam ulang tahunku ke dua puluh, Dia,Tasuku yang itu! Jantungku berdebar debar mengingat sensasi yang kurasakan setiap kali aku berada dalam dekapannya. menikmati setiap bulir kasih sayangnya mengalir diantara urat nadiku.walaupun disaat bersamaan aku dilanda perasaan 'takut kehilangan' yang amat besar sampai terasa sakit.
Aku sudah kehilangan segalanya dan sekarang hanya dia yang kumiliki. Aku berdoa menutup rapat kedua mataku demi terwujudnya impian Tasuku, impian yang tercipta setelah mengalami berbagai macam cobaan dalam kehidupannya. "Sayang!" seru Tasuku menuruni tangga. "Cepat siap siap, kita ditunggu untuk makan malam" "Apa...Tasuku? sekarang?" kataku tergagap. “Jangan khawatir, cuma evaluasi kok, Mr.Clarken yang menyuruhku datang, sebetulnya aku juga sedang malas, karena mungkin akan ada wartawan juga disana dan konferensi pers, mengumumkan kemajuanku pada seluruh dunia." Aku tahu ia bangga,tapi sama sepertiku,Tasuku benci hal hal menyolok apalagi publikasi berlebihan. "Apa aku harus ikut? kan' aku tidak ada hubungannya..." "Jelas harus," Tasuku mencium kening ku,lalu mencium pipiku, "Mana bisa calon nyonya Dr.TsaraniaKova Gabriel ditinggal dirumah?! bikin cemas saja." Calon...nyonya? lalu aku teringat bahwa ada hal yang ingin disampaikan Tasuku sebelumnya, Jangan jangan... Hatiku berbunga bunga memikirkan kemungkinan-nya. To Be Continued….