Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB
HASIL PENELITIAN DAN PENGKAJIAN Karakterisasi dan pewilyahan komoditas pertanian di NTB Karakterisasi Zona Agroekologi (ZAE) skala 1:250.000 Pulau Lombok dan Sumbawa Penelitian ZAE di Pulau Lombok dan Sumbawa menghasilkan: (a) peta zona agroekologi pulau Lombok dan pulau Sumbawa skala 1:250.000. (b) zona agro-ekologi di Pulau Lombok dapat dibedakan menjadi 5 (lima) zona dan 10 sub-zona. Tiap zona atau sub-zona mencerminkan potensi serta pengelolaan yang berbeda. Penelitian karakterisasi ZAE di Pulau Sumbawa menghasilkan peta ZAE pulau Sumbawa skala 1: 250.000. Unit peta atau satuan peta yang disajikan menunjukkan penyebaran dan luasan menurut zonasi, didasarkan pada kategori tinggi atau lebih umum mengenai suhu, kelembaban, fisiografi dan tanah. Berdasarkan pada kategori tersebut ZAE di Pulau Sumbawa dibedakan menjadi 6 (enam) zona dan atau 10 (sepuluh) sub zona pada tiap zona atau sub zona mencerminkan potensi serta pengelolaan yang berbeda. Untuk menilai bentuk intervensi dan arahan pengembangan komoditas wilayah setempat diambil contoh kasus di Kecamatan Sape, Kabupaten Bima. Bentuk intervensi yang perlu dilakukan di daerah kasus adalah (1) tindakan rehabilitasi lahan dan reboisasi yang berupa perubahan penggunaan lahan melalui tindakan penanaman kembali pada daerah ladang perpindah dan sawah ke fungsi hutan (2) perubahan/perbaikan lahan kedalam sistem usahatani perkebunan dengan komoditas jambu mete, mangga, kelapa, pisang dan asam (3) perubahan penggunaan lahan dan perbaikan lahan koservasi melalui introduksi tanaman keras dalam pola pertanaman lorong atau wanatani; (4) tindakan intensifikasi pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan dengan perbaikan teknologi, pemilihan dan penyediaan benih varietas unggul, pemasaran dan peningkatan penyuluhan.
Karakterisasi Zona Agroekologi (ZAE) Bagian Timur Kabupaten Sumbawa Skala 1 : 50.000. Kesimpulan penelitian yang didapatkan adalah: kondisi iklim daerah Kabupaten Sumbawa bagian barat termasuk kering dengan curah hujan kurang, yang menjadi kendala bagi usaha pertanian. Untuk mengatasinya, yaitu perlu diterapkan pola tanam sesuai dengan sebaran iklim tersebut, pembuatan embungembung untuk memanen air hujan di musim penghujan dan digunakan pada musim kemarau. Status kesuburan tanah di daerah penelitian termasuk tinggi dan sedang, sehingga pemupukan P dan K diberikan sekedar untuk pemeliharaan, sedangkan pada daerah yang status P dan K-nya rendah dan sangat rendah pemupukan P dan K diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman yang diusahakan. Pemupukan N untuk semua status diberikan sama, sedang pupuk organik sesuai dengan kandungan organik dalam tanah. Semakin kecil C organiknya semakin banyak pupuk organik yang diberikan. Letak Kabupaten Sumbawa bagian barat sangat strategis di Nusa Tenggara Barat, karena tersedianya fasilitas
Satu Dasawarsa BPTP NTB
31
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB pelabuhan penyeberangan, sehingga mobilitas hasil pertanian dan bahan yang diperlukan untuk usaha pertanian sangat lancar.
Penelitian Zona Agroekologi skala 1:50.000 di Kabupaten Lombok Barat Hasil interpretasi data biofisik lingkungan, kabupaten Lombok Barat dibedakan menjadi 5 zona agro ekologi (ZAE) utama, yaitu Zona I, II, III, IV, dan VI. Ke 5 zona tersebut menurunkan 32 subzona, yaitu: Iax, Iay, Iay.r, Ib1x, Ib1y, Ib2y, Ib3y, IIax, IIaxr, IIay, IIayi, IIayr, IIb1y, IIIaxi, IIIay, IIIb1x, IIIb1y, IIIb2y, IVax1.i, IVax1.2, IVax2, IVax.p, IVay2, IVay2.e, IVay2.p, IVb3y, VI, VIi, X1, X2, X3, dan X4. Luas penyebaran zona I yaitu 62162.3 atau 35.2%, zona II 34467.1 atau 19,5%, zona III 14684.1 ha atau 8,3%, zona IV 56548.6 ha atau 32,1% dan zona VI seluas 1229.7 ha atau 0,7%. Arahan penggunaan lahan untuk zona I adalah untuk kehutanan, zona II adalah untuk perkebunan, zona III untuk budidaya tanaman tahunan dan semusim dengan sistem tanaman lorong, zona IV adalah untuk pengembangan tanaman pangan, dan zona IV adalah untuk penggaraman dan pertambakan.
Penelitian ZAE di Teluk Cempi Kab. Dompu Skala 1 : 50.000. Dari areal di sekitar Teluk Cempi seluas 52.329 ha dihasilkan untuk pengembangan padi sawah yang dapat dirotasikan dengan kacang hijau dan jagung seluas 881 ha dan padi sawah dirotasikan dengan kedelai, kacang hijau, kacang tanah, dan jagung seluas 2.265 ha. Untuk tanaman palawija (kedelai, kacang hijau, jagung) seluas 1.063 ha. Untuk tanaman palawija dengan tanaman tahunan (kedelai, kacang hijau, kacang tanah, jagung, kelapa, manggis) seluas 5.000 ha. Untuk tanaman palawija dengan tanaman tahunan secara alley cropping (kedelai, kacang hijau, kacang tanah, jagung, manggis, durian) seluas 5.000 ha. Untuk tanaman palawija dengan tanaman tahunan (kedelai, kacang hijau, kacang tanah, jagung, manggis, durian) seluas 4.598 ha. Untuk tambak intensif seluas 3.307 ha. Untuk hutan konservasi dan tambak seluas 392 ha. Untuk agroforestry seluas 9.656 ha Untuk sistem hutan konservasi dan hutan tanaman industri seluas 1.864 ha. Dan untuk sistem hutan konservasi dan kawasan wisata seluas 280 ha. Untuk sistem hutan konservasi seluas 22.160 ha.
Pewilayahan Komoditas Pertanian skala 1:50.000 di Kabupaten Lombok Tengah Hasil penelitian sebagai berikut: (1) Secara geografis Kabupaten Lombok Tengah terletak antara 116°05’-116°24’ BT dan 8°24’-8°57’ LS. Tergolong dalam 3 pola curah hujan, yaitu pola IIA, IIC dan IIIA dengan curah hujan tertinggi <2500mm/th. Suhu tahunan rata-rata antara 27,6oC-28,1oC dengan fluktuasi harian <5oC. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson tergolong type C dan D yang terletak pada zona C3 dan D4 yang dicirikan dengan bulan basah 3-6 bulan dan bulan kering 4-6 bulan. Aksesibilitas cukup lancar, karena didukung oleh tersedianya sarana dan prasarana perhubungan baik darat, laut maupun udara. (2) Sektor pertanian masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar (70,04%). Karena itu pembangunan pertanian harus tetap menjadi prioritas pembangunan wilayah, yang didukung pembangunan sektor lainnya. Pembangunan sektor pertanian masih dapat ditingkatkan melalui upaya intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi
Satu Dasawarsa BPTP NTB
32
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB dan rehabilitasi, serta melalui pengembangan industri dan jasa pendukungnya baik industri hulu untuk penyediaan sarana input maupun industri hilir yang mengolah hasil-hasil pertanian, termasuk di dalamnya layanan jasa dan perdagangan. (3) Landform Kabupaten Lombok Tengah dikelompokkan dalam enam grup, yaitu grup Aluvial (A), Fluvo-Marin (B), Marin (M), Volkan (V), Tektonik/Struktural (T) dan Karst (K) yang menghasilkan 22 unit satuan lahan. Terdapat 13 sebaran bentuk wilayah dan lereng (relief), sebagian besar tergolong datar sampai berombak yang tersebar di bagian tengah, meliputi wilayah Kecamatan Praya, Praya Barat, Praya Tengah, Praya Timur, wilayah Bagian Utara Kecamatan Pujut, Janapria dan Jonggat. Sedangkan wilayah bergunung dan berbukit terdapat di bagian utara (kaki Gunung Rinjani), meliputi wilayah Kecamatan Batukliang, Batukliang Utara, Kopang, dan sebagian wilayah Kecamatan Pringgarata, serta di bagian selatan dengan kondisi berbukit dan kering, meliputi wilayah Kecamatan Pujut, Praya Barat dan Praya Barat Daya. (4) Penggunaan lahan sebagian besar terdiri atas lahan sawah (43,48%), hutan negara (15.40%), tegal/kebun (12.87%), perkebunan (3.67%), hutan rakyat (2.84%) dan penggunaan lainnya (pekarangan dan bangunan, ladang/huma, tanah penggembalaan/ padang rumput, tambak dan kolam/empang. Dijumpai beberapa tipe penggunaan lahan (TPL) yang spesifik, lahan sawah ditanami 2 kali setahun seluas 24.066 ha dan yang ditanami 1 kali setahun seluas 28.471 ha. Sawah tadah hujan umumnya ditanami padi sekali setahun, dan pada MK I ditanami palawija/sayuran/ tembakau. Lahan kering/tegalan umumnya ditanami 1 kali setahun yaitu padi gogo/jagung. Lahan perkebunan ditanami tanaman tahunan campuran. (5) Hasil analisis contoh tanah dan observasi lapangan menunjukkan bahwa tanah-tanah di Kabupaten Lombok Tengah diklasifikasikan kedalam lima ordo, yaitu Entisols, Andisols, Inceptisols, Alfisols, dan Vertisols. Ke lima ordo tersebut menurunkan 11 grup dan 20 subgrup. Reaksi tanah umumnya netral, kandungan C organik dan N rendah, KTK tanah rendah, dan kejenuhan basa tinggi, dengan tingkat kesuburan sedang sampai tinggi. (6) Hasil evaluasi kesesuaian lahan dan kelayakan ekonomi komoditas pertanian, maka komoditas pertanian unggulan Kabupaten Lombok Tengah adalah : padi sawah, padi gogo, kacang tanah, jagung dan kedele (tanaman pangan); semangka, mangga, durian dan rambutan (tanaman buah-buahan) serta kapas dan tembakau (tanaman perkebunan).
Pewilayahan Komoditas Pertanian skala 1:50.000 di Kabupaten Bima Hasil penelitian menunjukkan: (1) Secara geografis Kabupaten Bima terletak antara 117o40’ Bujur Timur dan 70o30’ Lintang Selatan. Tergolong wilayah dengan curah hujan rendah yaitu kurang dari 2500 mm/tahun memiliki 2 pola curah hujan, yaitu IA dan IIA. Type hujan D4 dan E4 yang dicirikan oleh bulan basah kurang dari 3 bulan dan bulan kering lebih dari 6 bulan. Curah hujan tertinggi terjadi di Woha yaitu rata-rata 2.036 mm/th dan yang terendah terjadi di Donggo dengan rata-rata 336 mm/th dan Sape dengan 488 mm/th. Jumlah bulan kering (curah hujan <60 mm) selama 5-6 bulan terjadi pada bulan April s/d September untuk daerah Monta, Wawo, Belo, Woha dan Sanggar, sedangkan jumlah bulan kering (curah hujan <60 mm) selama 9 bulan terjadi di Wera, Sape dan Donggo; (2) Sektor pertanian masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar (79,75%), disusul bangunan (7,55%), jasa kemasyarakatan (4,53%), industri pengolahan (4,00%),
Satu Dasawarsa BPTP NTB
33
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB perdagangan, hotel dan restoran (3,73%), dan lain-lain (0,44%). Karena itu pembangunan pertanian harus tetap menjadi prioritas pembangunan wilayah, yang didukung pembangunan sektor lainnya. Pembangunan sektor pertanian masih dapat ditingkatkan melalui upaya intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi, serta melalui pengembangan industri hulu dan hilir yang mendukung pembangunan pertanian; (3) Berdasarkan hasil interpretasi Citra Foto Udara dan Landsat TM, landform Kabupaten Bima dikelompokkan dalam 5 grup fisiografi utama yaitu : Aluvial (A), Fluvio-Marin (B), Marin (M) Karst (K), Volkanik (V), dan grup Aneka Bentuk (X) yang menghasilkan 28 satuan unit lahan. Hasil interpretasi dan pengamatan bentuk wilayah menunjukkan bahwa kabupaten Bima didominasi oleh wilayah berbukit dengan lereng 15-45%, sekitar 50% dari luas wilayah dan bergunung dengan lereng > 45%, sekitar 19% dari luas wilayah, sisanya adalah wilayah datar, berombak, bergelombang, dan berbukit kecil, yang berlereng agak curam sampai curam, sekitar 0,12%; (4) Pola tanam di wilayah kabupaten Bima dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: (a) untuk tanaman semusim, yaitu padi-padi-palawija, padi-palawija-padi atau padikomoditas lain (palawija, yaitu : kacang tanah, kedelai, jagung, kacang hijau), komoditas selain palawija (sayuran, cabe merah, cabe rawit, tembakau), dan (b) untuk tanaman tahunan seperti tanaman industri (kelapa, jambu mete, kopi), tanaman hortikultura (mangga, serikaya/garoso, sawo, pisang) yang masing-masing dinilai sebagai tanaman tunggal walaupun kenyataan di lapangan umumnya diusahakan sebagai kebun campuran; (5) Berdasarkan penggunaan lahan, 41,77% dari luas wilayah masih merupakan hutan, 33,98% berupa semak belukar dan sejenisnya, 10,79% kebun/tegal, sedangkan sawah hanya 7,29% dan penggunaan lainnya (pekarangan dan bangunan, ladang/huma, tanah penggembalaan/ padang rumput, tambak dan kolam/empang; (6) Berdasarkan hasil analisis contoh tanah dan observasi lapangan, tanah-tanah di Kabupaten Bima diklasifikasikan kedalam lima ordo, yaitu Entisols, Andisols, Inceptisols, Molisols, dan Vertisols. Ke lima ordo tersebut menurunkan 11 grup dan 20 subgrup. Reaksi tanah umumnya netral, kandungan C organik dan N rendah, KTK tanah rendah, dan kejenuhan basa tinggi, dengan tingkat kesuburan sedang sampai tinggi dan (7) Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan dan kelayakan ekonomi komoditas pertanian, maka komoditas pertanian unggulan Kabupaten Bima adalah : kacang tanah, padi sawah, padi gogo, jagung dan kedele (tanaman pangan); bawang merah, semangka, sawo, mangga, srikaya, dan pisang (tanaman hortikultura) serta kemiri, jambu mete, kelapa (tanaman perkebunan).
Satu Dasawarsa BPTP NTB
34
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB
Uji Multilokasi Varietas/Galur Harapan Varites/Galur Harapan Padi Gogo Rancah Pengujian dilaksanakan di desa Kawo, Lombok Tengah bertujuan untuk mendapatkan varietas/galur harapan yang memiliki sifat-sifat unggul dan mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan tumbuh (ekosistem) lahan tadah hujan. Vanietas yang diuji adalah IR-66, Atomita4, Maros, Cilosari, Cirata, sedangkan galur yang diuji adalah S3574 IH 8, TB 47 H-MR-11, S33855E-16-3-2 dan B9071F-TB7. Setiap vanietas/galur ditanam di atas petak pengujian ukuran 10 m x 10 m dengan tiga ulangan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Hasil pengujian menunjukkan bahwa terjadi serangan virus tungro dengan intensitas tinggi sehingga tidak dapat membenikan hasil yang cukup baik. Vanietas IR-66, Maros dan galur S3574 IH 8, cukup tahan terhadap serangan virus tungro.
Galur Harapan Kedelai Di desa Akar-Akar, Bayan, Lombok Barat produksi galur MSC9069 adalah 1,71 ton/ha, galur MSC9052 : 1,66 ton/ha, galur MSC8606 1,89 ton/ha, Wilis: 1,83 ton/ha dan Krakatau: 1,65 ton/ha. Beberapa galur ini menunjukkan kesesuaian yang sangat baik karena hasilnya lebih tinggi dari rataan NTB yaitu 0,97 ton/ha dan galur ini menyamai hasil varietas Wilis yang telah lama beradaptasi di NTB. Di BBI Uthan, Sumbawa produksi yang ditampilkan masing-masing galur/varietas lebih rendah dibanding di Lombok Barat. Produksi/daya basil galur MSC9069-c-3-2: 0,93 ton/ha, galur MSC9052-1-4-2: 0,97 ton/ha, galur MSC 8606-5M: 0,9l7 ton/ha, Wilis 0,94 ton/ha dan Krakatau 0,97 ton/ha. Produktivitas ini menyamai rata-rata NTB karena terjadinya cekaman temperatur panas dan hama penyakit. Galur harapan MSC 9101 -D-1 memberikan hasil lebih besar secara nyata pada taraf P 5% uji BNT dibanding varietas pembanding (Dieng dan Wilis yaitu 1,814 t/ha). Pada semua galur harapan yang diuji tinggi tanaman yang merupakan indikator pertumbuhan vegetatif tidak mencerminkan potensi hasil polong suatu galur. Galur-galur yang diuji memberikan respon yang berbeda-beda terhadap ketahanan serangan hama dan penyakit yang dominan menyerang di lapangan. Hama yang dominan menyerang adalah hama pemakan daun dan penghisap polong, sedangkan penyakit yang dominan menyerang adalah penyakit karat daun dan virus mosaik. Galur yang prosentase serangan terendah terhadap hama pemakan daun adalah MSC 9101-D-2 dengan prosentase serangan 5,43% dan yang terendah terhadap serangan penghisap polong adalah galur MSC 9110-D-2 yaitu 2,14%. Terdapat 4 galur yang prosentase serangannya terendah terhadap penyakit karat daun yaitu MSC 9069-C-3-2, MSC 9021-C-10-2, MSC 9101-D-1, MSC 9101-D-2 yang masing-masing prosentase serangannya sebesar 10%. Galur yang terendah prosentase serangannya terhadap penyakit virus mosaik adalah galur MSC8609-5-6 dengan prosentase serangan sebesar 9,50 %.
Galur Harapan Kacang Tanah Produksi dari galur yang diuji berkisar antara 1,81- 2,91 t/ha. Produksi tertinggi dicapai galur harapan SH 79. 93 E-3-3 (2,91 t/ha) dan terdapat 6 galur harapan yang berpotensi tinggi dengan basil rata-rata lebih dan 2 t/ha (Mahesa. K/SHM 2-88-B-7, SH 80132 D-23-3, LM/ICGV 87165-88-B-22, GH 508 dan G/C/LG-88-B-486). Galur yang
Satu Dasawarsa BPTP NTB
35
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB mempunyai persentase serangan terendah terhadap penyakit karat adalah LM/ICGV 8602188-13 (3,64%) dan K/SHM 2-88-13-7 dengan persentase serangan 3.88% sedangkan serangan terendah terhadap penyakit bercak daun adajah SH 79.93 E-3-3 (6,10%.) Varietas Kelinci sebagai pembanding ternyata cukup tahan terhadap kedua penyakit tersebut, yaitu dengan persentase serangan 3,10% terhadap serangan penyakit karat dan 3,20% terhadap serangan penyakit bercak daun.
Galur Harapan Kacang Hijau Produksi tertinggi dicapai oleh galur MLG 256 dengan produksi 2,23 t/ha, kemudian galur EVO 947 sebanyak 2,17 t/ha dan galur SP 8304 – D – 9 hanya mencapai 2,06 t/ha. Hasil pengujian mendapatkan galur MLG1001 memberikan produksi tertinggi, yaitu 1,27 t/ha, yang diikuti galur PSJ-S-31, MLG 526, PSJ-1-90-KP-7 dan varietas Kenari.
Galur Harapan Kacang Tanah Uji Multilokasi Galur-galur Harapan Kacang Tanah telah dilaksanakan di kebun percobaan IPPTP Mataram pada bulan Juni s/d September 2000, bertujuan untuk mendapatkan 3 - 5 galur kacang tanah yang hasilnya 15 - 20% lebih tinggi dari varietas Mahesa, Lokal Patuk, Lokal Tuban dan Lokal Lombok. Dalam kegiatan ini diuji 11 galur dan varietas kacang tanah, yaitu : 6 / P1 259747 - 92 - B – 28; Lokal Lombok; K / PI 298115 90 - B – 16; K / PI 3905951 / K - 90 - B – 54; Lokal Gunung Kidul (Lokal Patuk); ICGV 88252 / LM - 92 - B – 4; ICGV 86031; Lokal Tuban; ICGV 87055; K / SHM 2 - 88 - B – 7; Mahesa. Hasil pengujian menunjukkan, bahwa produksi kacang tanah varietas lokal tertinggi dicapai varietas Mahesa (1,910 t/ha), disusul varietas Lombok (1,562 t/ha), varietas Gunung Kidul (1,350 t/ha) dan Varietas Tuban (1,130 t/ha). Sementara produksi tertinggi galur harapan dicapai galur ICGV 87055 (2,700 t/ha), disusul galur ICGV 88252/LM-92-B-4 (2,150 t/ha), K/SHM2-88-B-7 (1,350 t/ha), K/P1-298115-90-B-16 (1,287 t/ha), K/P1 3905951/K-90-B-54 (1,200 t/ha) dan yang terendah galur ICGV 86031(1,150 t/ha).
Galur Harapan Padi Sawah Umur Genjah Tahan Tungro Penggunaan varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi produksi padi yang secara signifikan mampu meningkatkan produktivitas. Dari sejumlah komponen teknologi, penggunaan varietas paling cepat diadopsi petani karena mudah dan murah. Mudah karena mengganti varietas tidak memerlukan teknologi khusus, murah karena mengganti varietas tidak memerlukan tambahan biaya. Selain untuk meningkatkan produktivitas, penggunaan varietas unggul juga diharapkan mampu mengatasi persoalan yang timbul akibat cekaman biotik diantaranya hama dan penyakit maupun cekaman abiotik berupa kekeringan yang cukup penting pengaruhnya dalam menurunkan produktivitas padi dewasa ini. Pengujian ini bertujuan untuk memperoleh galur harapan calon varietas berumur sedang, dengan keunggulan agronomis yang mantap, berdaya hasil tinggi dan beradaptasi baik pada lingkungan spesifik sentra produksi padi di NTB. Dari 13 galur yang diuji, 12 galur (kecuali S 11) memberi hasil sama dengan varietas pembanding Widas (8,36 t/ha) dan 3 galur yaitu S 6, S 7 dan S 9 menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding IR 64. Ditinjau dari umur tanaman, 12 galur menunjukkan umur sama dengan Widas (110 hari), sisanya berumur lebih panjang dengan kisaran 114 hari sampai 121 hari. S 11 merupakan galur berumur paling panjang yaitu 136 hari.
Varietas/Galur Harapan Padi Hibrida di Lahan Sawah Irigasi Nusa Tenggara Barat memiliki lahan sawah irigasi seluas 207.852 ha. Pola tanam yang dominan adalah padi – padi – palawija. Produktivitas padi selama kurun waktu 5 tahun terakhir ini cenderung mengalami penurunan sekitar 16,25 kg/ha. Upaya
Satu Dasawarsa BPTP NTB
36
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB perbaikan dan peningkatan produktivitas perlu dilakukan, salah satunya adalah penggunaan varietas yang berdaya hasil tinggi seperti padi hibrida. Di China, produktivitas padi hibrida dapat mencapai 15 t/ha. Oleh karena itu Pemda NTB akan mengembangkan padi hibrida dalam skala luas. Tujuan dari pengkajian ini adalah : 1) untuk mendapatkan varietas padi hibrida yang berdaya hasil tinggi pada Musim Kemarau, yang berpeluang untuk dikembangkan di NTB, 2) mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam pengembangan padi hibrida. Percobaan lapang akan dilaksanakan di lahan persawahan milik petani (sebagai kooperator) di Lombok Barat pada MK. 2002. Lokasi pengkajian seluas kurang lebih 2 ha, termasuk lokasi untuk superimposed. Metoda yang digunakan adalah bersifat eksperimen dengan pendekatan On Farm Research (OFR). Jenis padi hibrida yang akan dikaji pada MK 2002 merupakan jenis padi hibrida hasil seleksi terbaik yang dimiliki oleh Balai Penelitian Padi (Balitpa) Sukamandi yaitu IR 62829 A / BR 827.35, IR 58025 A / IR 53942, IR 58025 A / BR 827.35, IR 58025/IR 15324, dan IR 58025 A/IR 10198, sedangkan varietas unggul nasional sebagai pembanding adalah IR-64. Setiap jenis dan varietas padi akan diuji dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan jumlah petani (7 kooperator) sebagai ulangan. Hasil pengkajian padi hibrida yang telah dilakukan MH.2000/2001 terhadap tiga jenis padi hibrida (IR 62829 A / BR 827.35, IR 58025 A / IR 53942, dan IR 58025 A / BR 827.35), menunjukkan bahwa produktivitas padi Hibrida yang diuji lebih rendah dari produktivitas varietas unggul nasional yang dikaji. Rata-rata produktivitas padi hibrida mencapai 5,0 t/ha, sedang padi varietas nasional mencapai 6,2 t/ha. Pada pengkajian ini juga dilakukan pengujian superimposed pemupukan, dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial, diulang sebanyak 3 kali.
Galur Harapan Kacang Panjang Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur harapan BPH 960805 memberikan hasil yang tinggi diantara semua galur yakni 10,72 t/ha polong muda (basah), jumlah polong/rumpun 22,50; panjang polong 59,23 cm dan mempunyai biji 16,00/polong. BPH 90802, BPH 900801, BPH 900804 dan BPH 900803 member hasil masing-masing 9,56; 9,36; 8,95 dan 8,94 t/ha polong muda. Serangan hama agrotis 9,00% pada BPH 900803 dan virus mencapai 19,00% (BPH 900806) dan terendah 4,25% (varietas lokal). Varietas lokal yang urnumnya ditanami petani rnenghasilkan jumlah polong yang tinggi dan tahan terhadap virus. Terdapat beda nyata pada panjang buah segar (cm) diameter buah (mm) dan daya hasil/ produksi ton/ha pada dua lokasi. Di Sedau menunjukkan bahwa produksi buah segar galur LV265: 4,3 ton/ha, galur LV2486: 3,85 ton/ha dan galur LV2316: 3,72 ton/ha. Ketiganya tidak menunjukkan beda nyata. Produksi tertinggi adalah jenis Super: 10,99 ton/ha, varietas lokal Masbagik daya hasilnya 1,69 ton/ha s/d 2,67 ton/ha. Sedangkan varietas lokal Blitar: 2,92 ton/ha s/d 6,67 ton/ha. Panjang huah galur LV265: 42,23 cm, berbeda dengan galur LV2316: 59,89 cm, tetapi sama panjang kait dengan galur LV2486: 49,87 cm. Ketiga galur ini menunjukkan perbedaan dengan varietas lokal Masbagik yang panjangnya antara 32,39 cm s/d 37,10 cm. Galur LV2316 temyata sama dengan jenis Super yang terpanjang 65,67 cm. Varietas lokal Blitar panjang buahnya mencapai 38,56 cm s/d 59,74 cm. Di Lokasi BBI Uthan, Sumbawa produksi buah segar antar galur LV265 6,60 ton/ha; galur LV2486: 4,17 ton/ha, galur LV2316: 5,53 ton/ha. Ketiga galur menunjukkan perbedaan. Varietas lokal Masbagik menunjukkan daya hasil antara 1,98 ton/ha s/d 4,18 ton/ha, vanietas Super 7,39 ton/ha, sedangkan varietas lokal Blitar menunjukkan daya hasil 3,97 ton/ha s/d 6,53 1am ton/ha. Varietas Usus Hijau menunjukkan produksi tertinggi: 8,48 ton/ha. Pada panjang buah segar galur LV265: 45,43 cm, galur LV2486: 44,90 cm dan galur LV2316: 72,20 cm. Panjang buah segar galur LV2316 adalah yang terpanjang hampir sama dengan jenis Super: 64,33 cm. Sedangkan varietas lokal Masbagik panjang buah segar antara 25,67 cm s/d 33,30 cm. Pada jenis Usus Hijau mencapai 62,37 cm.
Satu Dasawarsa BPTP NTB
37
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB Galur Harapan Bawang Merah Hasil penelitian menunjukan bahwa galur harapan BPH 960203 memperoleh hasil yang paling tinggi diantara galur yang lain yakni 10,77 t/ha, kemudian galur BPH 960205, BPH 960204 dengan produksi masing-masing 1,53 t/ha, 1,29 t/ha dan yang paling rendah adalah galur BPH 960206 dengan produksi 0,68 t/ha. Rendahya produksi yang dicapai karena adanya serangan hama utama pemakan daun (Spodoptera exigua Hubn) yang mencapai 82,30%.
Galur Harapan Cabe Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur. harapan BPH 900613 memberikan hasil yang tinggi di antara galur yang diuji yakni 11,98 t/ha, panjang buah 10,76 cm diameter pangkal buah 1,16 cm diameter tengah buah 1,01 cm, jumlah buah 78,30/pohon dan berat 4,74 gr/buah. Kemudian menyusul galur BPH 9006 BPH 900602, BPH 900603 dan terendah untuk galur BPH 900608 dengan hasil masing-masing 11,78; 11,64; 10,29 dan 9,05 t/ha buah basah. Serangan hama tertinggi yakni agrotis 28,87%, aphis 15,00%, lalat buah 14,48% dan virus keriting 9,12% menyerang varietas lokal. Penyakit layu mencapai 17,62% menyerang galur BPH 900615.
Varietas Unggul Bawang Putih Pada Dataran Tinggi Penelitian dilakukan di Sembalun pada musim penghujan (Nopember 1998 s/d akhir Maret 1999), menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan, ukuran petak 6 x 2,5 m. Varietas yang diuji yaitu Siam, Sangga, Ciwidey Hitam, Ciwidey Kuning, Lokal Bima, Tawangmangu (Bagong) dan Lunibu Hijau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh pertanaman terserang oleh penyakit bercak ungu yang disebabkan jamur A. porri. Hasil panen tertinggi tercapai pada varietas Siam 2,63 t/ha disusul Sangga 2,22 t/ha danTawangmangu 2,04 t/ha.
Varietas Unggul Wortel Wortel (Dacus carota L.) merupakan tanaman sayuran umbi yang sangat populer untuk bahan sayuran atau bahan minuman sebagai penambah vitamin A. Wortel cukup banyak mengandung gizi terutama vitamin A yang disebabkan oleh tingginya kadar karoten, yaitu senyawa kimia pembentuk vitamin A atau provitamin A yang ditandai dengan warna umbi kuning kemerahan. Pertumbuhan tanaman wortel sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suhu, kisaran suhu akan mempengaruhi warna dan bentuk yang dihasilkan. Bila suhu pada saat pertumbuhan terlalu rendah maka umbi yang dihasilkan memanjang dan berwarna kuning muda, hal ini berarti kandungan vitamin A rendah. Desa Sernbalun memiliki ketinggian tempat 1150 - 1200 m di atas permukaan laut (dpl) dengan kondisi suhu 17°C – 26°C, curah hujan 2000 - 3000 mm/tahun, kelembaban 91% dan pH 5,5 - 7. Kondisi iklim ini dimanfaatkan oleh petani untuk menanam komoditas hortikuitura, diantaranya wortel, namun ragam varietas yang dibudidayakan masih terbatas. Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas yang cocok untuk daerah Sembalun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan sedangkan varietas yang diuji terdiri dari 8 varietas wortel yaitu Punten, Sembalun, Cipanas, Cisarua, Belgia, Warriar, Tasan dan Sinkuroda. Dari hasil pengamatan visual secara menyeluruh menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman wortel cukup bagus namun tidak menunjukkan perbedaan dalam uji statistika. Sedangkan untuk pengamatan hasil panen terjadi perbedaan yang sangat nyata, dengan varietas Cipanas (26,08 ton) memiliki potensi produksi yang tertinggi kemudian diikuti oleh varietas Sembalun (24,40 ton) dan Cisarua (21,59 ton).
Satu Dasawarsa BPTP NTB
38
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB Varietas Unggul Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari daerah tropis Amerika Selatan dan berkembang menjadi tanaman produksi tinggi di daerah iklim sedang khususnya Eropa, kemudian dari Eropa berkembang ke daerah tropis diantaranya Indonesia. Di Indonesia tanaman kentang umumnya dibudidayakan di dataran tinggi antara 500 - 3000 m di atas permukaan laut (dpl) dan terbaik pada ketinggian 1300 dpl dengan curah hujan antara 200 - 300 mm/bulan atau rata-rata 1000 mm selama pertumbuhannya. Di NTB yang memiliki kondisi iklim seperti itu adalah Desa Sembalun, Kecamatan Aikmal, Kabupaten Lombok Timur. Kondisi iklim di wilayah ini adalah tinggi tempat 1150 - 1200 m dpl, suhu berkisar l7°C - 26°C, curah hujan 2000 - 3000 mm/tahun dan kelembaban 91%. Dengan kondisi seperti ini petani telah memanfaatkan dengan membudidayakan tanarnan kentang, namun masih terbatas pada varietas tertentu yaitu Granola dengan kualitas bibit yang sangat rendah. Penggunaan pupuk pada budidaya kentang mutlak diperlukan terutama N, P dan K dan kebutuhan N, P dan K pada tanaman kentang berkisar antara 100 - 150 kg N/ha, 100 150 kg P2O5/ha dan 150 kg/ha K2O yang berasal dari pupuk tunggal Urea, TSP dan KCl atau pupuk majemuk yang setara dianggap cukup memenuhi untuk pertumbuhan tanaman kentang. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mendapatkan varietas kentang alternatif yang cocok untuk daerah Sembalun dan dosis pupuk yang tepat untuk pertumbuhan dan hasil kentang. Pengujian ini menggunakan RAK dengan split plot design yang diulang 3 kali sebagai petak utama adalah macam varietas kentang yaitu J-13, J-14 dan Granola sedangkan sebagai anak petak adalah dosis N yaitu 80 kg N/ha, 100 kg N/ha, 120 kg N/ha, 140 kg N/ha dan 160 kg N/ha. Dan basil analisa statistik pada parameter pertumbuhan vegetatif, generatif dan intensitas serangan tidak terjadi interaksi antara varietas yang diuji dengan dosis pupuk yang diberikan. Untuk parameter pertumbuhan generatif bobot umbi pertanaman, bobot umbi per petak dan prediksi hasil per hektar terjadi perbedaan, dengan J-14 memiliki kemampuan produksi tertinggi (11,9 ton) diikuti Granola (10,110 dan J-13 (6,722 ton) sedang dosis pupuk 160 kg N/ha menghasilkan produksi tertinggi bila dibandingkan dengan dosis yang lain.
Varietas Sayuran Hasil penelitian bawang merah menunjukkan varietas Philipina memberikan hasil tertinggi yakni 15,42 t/ha dan menyusul Bauji 13,18 t/ha, Ampenan 12,01 t/ha, Sumenep SKL13 12,04 t/ha dan Bima 10,80 t/ha serta mempunyai umbi masing-masing: 8,82; 7,57; 7,80; 5,45 dan 7,12 umbi/rumpun. Varietas Philipina dan Bima sangat disenangi petani, varietas Bauji dan Bima bisa berbunga pada lahan kering. Pengkajian perbaikan teknologi budidaya bawang merah melibatkan petani kooperator 4 orang yang dilaksanakan pada lahan petani dibawah bimbingan peneliti dan penyuluh dilapangan dengan luasan rata-rata masing-masing 12 are/petani. Menggunakan varietas Philipina, jarak tanam 20 x 15 cm, dipupuk dengan 200 kg urea, 250 kg ZA, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl. Hasil kajian menunjukkan bahwa produksi yang dicapai bervariasi dari 7.714 kg- 12.762 atau rata-rata sebanyak 9.786 kg/ha umbi kering, diperoleh keuntungan bersih rata-rata sebanyak Rp 21.966.750/ha dengan B/C ratio 2,67 dan RKMB sebesar 21,38. Sedangkan petani non koperator dari 3.000 kg- 8.080 kg dengan rata-rata 6.382,5 kg/ha. Keuntungan yang diperoleh sebagian petani menderita kerugian sehingga diperoleh keuntungan rata-rata sebesar Rp 9.873.125/ha dengan B/C ratio 1,63. Hasil kajian cabai merah menunjukkan bahwa Hot Chili memberikan hasil tertinggi diantara varietas/galur yang dicoba yakni 2.417 kg/ha, menyusul BPH2000614 sebanyak 1.439 kg, 854 kg BPH 2000613, 805 kg TM999 dan terendah TM 888 sebanyak 309 kg/ha. Serangan lalat buah 3,25% - 90,50%. Pengkajian perbaikan teknologi budidaya cabai merah melibatkan 3 orang petani koperator dengan luasan masing-masing 4 are. Menggunakan varietas TM999 dengan jarak tanam 60
Satu Dasawarsa BPTP NTB
39
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB x 50 cm. Hasil kajian menunjukkan bahwa petani koperator memperoleh produksi sebanyak 374 kg dengan B/C ratio 0,35 dan RKMB sebesar 0,19, sedangkan petani non koperator sebesar 132 kg/ha dengan B/C ratio 0,17 dan menderita kerugian. Rendahnya hasil yang dicapai karena persentase serangan hama lalat buah (Bactocera dorsalis Hendel) diatas 95% dan tanaman menderita kekurangan air menyebabkan layu, bunga banyak yang gugur dan stagnasi akibat kerusakan dari pompa sumur dalam sehingga tanaman tidak bisa diairi.
Pengkajian Adaptasi Teknologi Spesifik Lokasi di NTB Penelitian Adaptif Cara Tanam Padi Sebar Langsung Hasil penelitian menunjukkan produksi gabah kering ponen (GKP) perlakuan sebar langsung dalam larikan, mencapai 6,2 ton/ha, sebar langsung (hambur), 4,9 ton/ha, tandur jajar (transplanting) 5,6 ton/ha dan non tandur jajar (transplanting/kontrol) produksinya 4,4 ton/ha. Kenaikan hasil terhadap tanam biasa (non tandur jajar) adalah sebar langsung dalam larikan 40,90%, sebar langsung (hambur) 11,36% dan tandur jajar 27%. Berdasarkan hasil analisa ekonomi, cara tanam benih langsung dalam larikan dapat menghemat biaya produksi sebesar Rp. 143.300,- dan meningkatkan keuntungan petani sebesar Rp 893.500. Hasil penelitian pada perlakuan pupuk 187,5 kg Urea Tablet/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCI 50 kg/ha, mencapai 6,16 ton/ha; perlakuan pupuk 231 kg Urea Tablet/ha, 100 kg SP-36/ha dan 50 kg KCl/ha, produksinya 7,06 ton/ha; penggunaan pupuk 300 kg Urea Prill/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 50 kg/ha, produksinya 7,732 ton/ha dan penggunaan 200 kg Urea Prill/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 50 kg/ha, produksinya 6 ton/ha. Dengan demikian penggunaan pupuk Urea Prill sebanyak 300 kg/ha, berpengaruh sangat nyata (P<5 %) terhadap poduksi padi sawah pada sistem tanam benih langsung (Tabela) dalam larikan dan diperoleh hasil tertinggi sebanyak 7,732 ton gkp/ha. Hasil penelitian pengendalian gulma dengan penggunaan Ronstar 250 EC yang disemprotkan 3 hari sebelum tebar benih atau penggunaan Agroxone4 pada umur 3 mst, memberikan hasil yang sebanding dengan penyiangan tangan 2 kali. Produksi gabah kering panen tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Produksi (a) penyiangan dengan tangan 2 kali pada umur 3 dan 6 minggu setelah tanam, produksinya 6 ton/ha, (b) penyiangan dengan herbisida Ronstar 250 EC, sebanyak 2,5 liter/ha, 6,4 ton/ha, (c) penyiangan dengan herbisida Agroxone-4, takaran 1,5 liter/ha, 6,026 ton dan (d) penyiangan dengan herbisida Ronstar 250 EC dan menggunakan tangan satu kali pada umur 6 mst produksinya, 6,88 ton/ha. Biaya produksi penyiangan dengan herbisida sebesar Rp.17.000,- - Rp.25.000,-/ha, dengan tangan 2 kali sebesar Rp.191.000,-/ha. Produksi yang dicapai dari berbagai takaran benih adalah (a) takaran 40 kg 4,24 ton/ha, (b) takaran 45 kg = 5,68 ton/ha, (c) takaran 50 kg = 6,43 ton/ha, (d) takaran 55 kg 6 ton/ha dan (e) takaran 60 kg = 6,52 ton/ha. Dan analisa sidik ragam terdapat beda nyata antar perlakuan dan takaran benih yang dianjurkan adalah 55 kg/ha.
Pengkajian Waktu Tanam Kedelai di Lahan Kering Beriklim Kering Hasil tertinggi di Bayan mencapai 1,75 ton/ha diperoleh pada penanaman pada minggu I Desember 1996, sedangkan hasil tertinggi di Uthan sebesar 1,31 ton diperoleh dari penanaman minggu III Desember 1996 dan minggu I Januari 1997. Saat penanaman
Satu Dasawarsa BPTP NTB
40
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB yang paling tepat di Bayan adalah minggu I Desember dan di Uthan minggu III Desember. Penanaman pada kedua waktu tanam tersebut selain memberikan hasil kedelai tertinggi juga panen kedelai yang jatuh pada akhir Maret dan pertengahan April memungkinkan untuk penanaman palawija umur pendek seperti kacang hijau dan wijen setelah kedelai. Hal ini dapat dilakukan karena kelembaban tanah yang cukup dapat menjamin keberhasilan tanaman palawija tersebut. Selain itu di Bayan terjadi serangan hama penghisap polong dengan intensitas serangan di atas 50% apabila penanaman melewati bulan Desember.
Uji Adaptasi Budidaya Tanaman Pangan Mendukung Perluasan Areal Tanam Tujuan pengkajian adalah : (1) mendapatkan paket teknologi budidaya padi sawah dan palawija pada sawah bukaan baru, (2) mendapatkan komoditas yang sesuai dengan kondisi setempat dan mempunyai nilai hasil tinggi pada pola tanam padi – padi – palawija atau padi - palawija - palawija, (3) mendapatkan alternatif pola tanam setahun yang sesuai. Pada MH. 1999/2000 (tahun pertama), telah dilaksanakan uji adaptasi teknologi budidaya padi sawah dan beberapa penelitian superimpossed sebagai kegiatan pendukung. Pada TA. 2000 (tahun ke dua) pengkajian dilaksanakan dalam dua musim, yaitu MK. I dan MK. II. Hasil pengkajian tahun kedua : rata-rata hasil padi yang diperoleh pada MK. I adalah 4,79 t/ha, dengan kisaran hasil antara 3,56 – 6,15 t/ha; rata-rata hasil kedelai (varietas Wilis) 1,6 t/ha biji kering dengan kisaran hasil 1,1 – 2,1 t/ha; kacang tanah (varietas Kelinci) 2,08 t/ha biji kering; penambahan pupuk kandang sebanyak 20 t/ha mampu memberikan hasil 6,18 t/ha (varietas Way Apo Buru) dan 6,11 t/ha (varietas lokal Dara Malang), jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa menggunakan pupuk kandang yaitu 2,31 t/ha (varietas Way Apo Buru) dan 2,01 t/ha (varietas lokal Dara Malang). Hasil pengamatan potensi hasil beberapa varietas/galur padi unggul baru yang ditanam pada MK. I, menunjukkan varietas Cilosari 6,09 t/ha, Way Apo Buru 6,61 t/ha, Towuti 7,35 t/ha dan Galur GHD (176) mampu memberikan hasil 7,07 t/ha.
Uji Adaptasi Varietas Unggul Padi Gogorancah di Sentra Produksi Gogorancah Penggunaan varietas unggul merupakan upaya peningkatan produktivitas padi yang mudah dan rnurah. Mudah karena petani hanya mengganti varietas tanpa perubahan teknologi lainnya. Murah karena penggunaan varietas unggul tidak rnenambah biaya produksi. Dalarn 15 tahun terakhir IR-64 masih mendominasi areal pertanaman padi di NTB karena IR-64 berdaya basil tinggi, rasa nasi enak dan kualitas beras baik. Belakangan ternyata IR-64 peka terhadap sejumlah hama dan penyakit penting seperti hama wereng coklat, penyakit tungro dan blast. Upaya untuk mendapatkan pengganti IR-64 yang lebih unggul nampak akan berhasil dengan dilepasnya sejumlah varietas unggul baru dengan sifat yang sama dengan IR-64 tetapi tahan terhadap hama dan penyakit penting. Varietasvarietas unggul baru tersebut sebelurn disebar luaskan kepada petani perlu diuji kemampuan adaptasi dan daya hasilnya pada ekosistem tertentu, dengan demikian akan diketahui varietas yang benar-benar sesuai secara teknis dan diterima petani secara meluas. Dalam penelitian adaptasi ini diuji 7 varietas dan 3 galur siap lepas yang merupakan varietas/galur padi sawah dan padi gogo. Varietas/galur tersebut terdiri da Widas, Towuti, Way Apo Buru, Dodokan, S 3382 dan IR 34357 (padi sawah) Limboto, Gajah Mungkur, Jati Luhur dan S 3574 (padi gogo). Dari hasil penelitian, varietas Widas merupakan kultivar yang memberikan hasil tertinggi dan dapat diharapkan mengganti IR-64 karena selain hasil tinggi juga toleran terhadap hama wereng coklat dan rasa nasi enak (kadar amilosel 23%). Dodokan, Limboto dan IR 34357 dapat dijadikan alternatif karena walaupun hasilnya lebih rendah, ketiga kultivar ini cukup toleran kekeringan dan hama wereng coklat serta berumur pendek (90 - 110 hari).
Satu Dasawarsa BPTP NTB
41
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB Uji Adaptasi Efisiensi Penggunaan Pupuk N dan P Pada Tanaman Padi Di Pulau Sumbawa Hasil kajian menunjukkan status hara N untuk wilayah pengambilan contoh tanah di kabupaten Dompu sebagian besar (69,23%) berstatus rendah, sisanya 30,77% berstatus edang, semuanya di kecamatan Dompu. Di kabupaten Bima ditemukan lahan sawah dengan status hara N sangat rendah (17,39%), rendah (34,78%) dan sedang 47,83%. Untuk status hara P di Dompu ditemukan dengan status hara P sedang 30,76%, sisanya 69,24%, berstatus P tinggi. Di Bima, berstatus hara P sedang 78,26%, tinggi 13,05% dan sangat tinggi 8,69%. Untuk status hara K kondisi tanah di dua kabupaten cukup menggembirakan, di Dompu 53,38% berstatus tinggi dan 46,15% berstatus sangat tinggi. Di Bima terdapat kecendrungan yang sama 65,22% berstatus tinggi dan 34,78% berstatus sangat tinggi. Dari uji residu P terungkap bahwa tidak terdapat perbedaan hasil yang nyata antara petak yang tidak dipupuk P, ini berarti residu P musim sebelumnya cukup untuk memenuhi kebutuhan P musim berikutnya. Pada pengujian efisiensi pupuk P di Bima terdapat kecendrungan yang sama, dimana pupuk P tidak berpengaruh terhadap hasil padi, sebab pemberian pupuk P tidak meningkatkan hasil secara nyata. Dari uji efisiensi N di Dompu diperoleh kenyataan bahwa efisiensi agronomi tertinggi pada pemupukan N diperoleh pada penggunaan BWD 4 dengan nilai efisiensi 24,74, artinya tiap penggunaan 1 kg pupuk menghasilkan 24,74 kg gabah. Hasil padi yang diperoleh dengan BWD 4, yaitu 5,38 t/ha, tidak berbeda nyata dengan penggunaan BWD 5, penggunaan 115 kg/ha N 3 kali aplikasi (rekomendasi), 115 kg/ha N 2 kali aplikasi dan 92 kg/ha N + 5 t/ha pupuk kandang dengan efisiensi berturutturut 17,47; 13,51; 8,20 dan 18,08. Dari pengkajian efisiensi ini disimpulkan bahwa pwnggunaan pupuk P baik di Sumbawa maupun Bima cukup dilakukan sekali dalam 2 musim tanam padi (musim kemarau I) sebanyak 50 kg SP-36/ha untuk mempertahankan status hara P. Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada pemupukan N, dianjurkan untuk menggunakan BWD skala 4.
Verifikasi Penerapan Rekomendasi Pupuk P Pada Tanaman Padi Sawah Pengkajian dilakukan di P. Lombok meliputi 3 (tiga) kabupaten (Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur), dan masing-masing kabupaten diambil 2 (dua) kecamatan (Narmada, Kediri, Jonggat, Praya, Aikmel dan Sukamulia). Jumlah responden seluruhnya 66 orang petani dan wawancara langsung dengan petani dan penyuluh pertanian lapangan. Hasil survey pengkajian menunjukkan sebagai berikut : (1) Sebagian besar (75%) PPL belum mengetahui/mengenai rekomendasi pemupukan P yang dikeluarkan oleh Kanwil Deptan NTB dengan SK NO. 206/LB.220/IV/1999, tanggal 12 April 1999. (2) Walaupun penyuluh telah menganjurkan rekomendasi pemupukan P berdasarkan buku kuning namun petani masih menggunakan pupuk dengan takaran yang menyimpang dari rekomendasi yang dianjurkan (50-75 kg SP-36/hektar). (3) Petani yang tidak menggunakan pupuk P dan menggunakan pupuk P dibawah rekomendasi adalah mereka yang tidak mampu membeli. (4) Penurunan penyaluran pupuk-pupuk P (SP-36) di NTB MT. 1999/2000 dibandingkan MT. 98/99 bukan disebabkan karena penerapan rekomendasi teknologi pemupukan terbaru tetapi diduga akibat digunakannya pupuk alternatif sebagai sumber P. (5) Penurunan takaran pupuk P berakibat pada penurunan produktivitas. Seluruh petani responden menyatakan bahwa penurunan penggunaan pupuk P dapat menyebabkan penurunan hasil. Penurunan takaran P rata-rata 35% dari takaran yang biasa digunakan menyebabkan penurunan hasil sebesar 9,33%. Hal ini yang mendorong petani untuk menggunakan pupuk P melampaui takaran rekomendasi. Pada lahan-lahan bertekstur ringan (regosol) khusunya di Kecamatan Aikmel, petani cenderung meningkatkan takaran P seiring dengan meningkatnya takaran pupuk N. (6) Sebagian besar petani (50%) menyatakan bahwa hasil panen tertinggi diperoleh dengan pemupukan P lebih dari 75 kg
Satu Dasawarsa BPTP NTB
42
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB SP-36/hektar (di atas rekomendasi yang tertinggi 75 kg SP-36/hektar. Oleh sebab itu, verifikasi rekomendasi di lapangan (setiap desa) perlu dilaksanakan. (7) Sumber informasi teknologi pemupukan diperoleh petani secara beragam (78,8%) dari PPL ; 1,5% dari petugas lain; 19,7 % dari sesama petani). (8) Ketersediaan pupuk P (jumlah dan kemudahan memperolehnya) sampai di tingkat desa umumnya tidak menjadi masalah, 56% petani membeli pupuk di KUD, sedangkan sisanya 43,9% membeli di kios saprodi dengan harga berkisar Rp.1.700 - Rp.1.800/kg.
Kajian Efisiensi Penggunaan Pupuk Menggunakan Bagan Warna Daun (LCC). Kajian efisiensi pemupukan N pada tanaman jagung di lahan sawah irigasi di Kec. Narmada, Lombok Barat, pada MK.II.2000, menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi dicapai pada pemupukan dengan dosis 46 kg/ha (3 kali aplikasi) pada nilai LCC 4, yaitu 3,64 t/ha. Kajian efisiensi pemupukan N pada tanaman padi sawah irigasi di desa Rade, Bima pada MK.2000, menunjukkan bahwa dari 9 perlakuan yang diuji, penggunaan LCC 4/32 (titik kritis 4, takaran 32 kg N/ha bila hasil pengukuran menunjukkan angka rata-rata < 4) memberikan hasil gabah tertinggi, yaitu 5,03 t/ha. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan LCC 3/32, 115 kg N/ha 2 kali aplikasi dan 115 kg N/ha 3 kali aplikasi. Efisiensi pemupukan N tertinggi 50,33 diperoleh dari LCC 3/14 diikuti oleh LCC 3/23 (48,64). Walaupun penggunaan LCC 4/32 memberikan hasil gabah tertinggi tetapi efisiensi penggunaan N paling rendah (23,35). Dengan mempertimbangkan tingkat hasil gabah dan efisiensi penggunaan pupuk N, maka penggunaan LCC 3/23 layak untuk dianjurkan. Hasil pengkajian pengelolaan Nitrogen pada tanaman Jagung didapatkan hasil bahwa penggunaan pupuk N dengan alat pandu BWD pada skala 5 @ 23 kg/aplikasi, secara agronomis dan ekonomis layak untuk dikembangkan dan dapat dipertimbangkan sebagai acuan komponen teknologi pemupukan nitrogen (N) pada tanaman jagung hibrida.
Pengelolaan Tanaman Terpadu Budidaya Padi Sawah Pengkajian dilaksanakan di Desa Jenggala Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Barat pada MK I 2001 dan di Desa Rade Kabupaten Bima pada MK II 2001. Pengkajian dimulai dengan melaksanakan PRA dan kemudian diikuti dengan perumusan paket teknologi serta penerapannya di lapangan. Pengkajian ini terdiri dari dua kegiatan utama yaitu demonstrasi dan superimposed. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa teknologi PTT memberikan keuntungan rata-rata Rp 1.754.599, sedangkan teknologi petani sebesar Rp 1.144.283,-. Hasil riel pada teknologi PTT sekitar 5,92 t/ha; sedangkan teknologi petani rata-rata 5,21 t/ha. Penerapan teknologi dengan pendekatan PTT dapat meningkatkan produksi dan memiliki prospek untuk menekan biaya usahatani padi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan bersih petani di NTB.
Kajian Peningkatan Produktivitas Lahan Kering Berbasis Jagung Melalui Penerapan Teknologi Spesifik Lokasi Pengkajian ini dilaksanakan pada Farming System Zone (FSZ) lahan kering dengan kondisi lahan petani yang marginal. Lokasi kegiatan di desa Sambelia Kecamatan Sambelia Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan dalam pengkajian ini adalah : (1) Perbaikan Teknologi budidaya jagung dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT); (2) Peningkatan produktivitas lahan kering dengan pengaturan pola tanam tumpang sisip dan tumpang gilir. Pengkajian bertujuan : (a) menguji teknologi budidaya jagung dengan pendekatan PTT yang layak secara teknis dan ekonomis dilahan kering; (b) mengadaptasikan teknologi budidaya cabai, kacang hijau dan kacang tunggak pada pola tanam tumpang sisip dan tumpang gilir; (c) mengidentifikasi dan menganalisa kendala dan masalah dalam penerapan teknologi anjuran dan persepsi petani terhadap kinerja teknologi yang diterapkan. Hasil pengkajian menunjukkan produktivitas jagung varietas Lamuru (berdasarkan hasil ubinan)
Satu Dasawarsa BPTP NTB
43
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB mencapai 5,45 t pipilan kering/ha, dengan pendapatan bersih petani mencapai Rp. 1,28 juta /ha (B/C ratio 1,72). Secara ekonomis dapat menguntungkan dibandingkan teknologi petani dengan MBCR, 2.87. Peningkatan pendapatan petani selain dari jagung juga dari tanaman kacang hijau, kacang tunggak dan sebagian kecil dari tanaman cabai karena masih diusahakan pada skala kecil.
Uji Adaptasi Teknologi Budidaya Kentang Pada Dataran Tinggi di Sembalun Hasil pengkajian menyatakan bahwa daerah Sembalun berpotensi untuk usahatani kentang karena memiliki sumberdaya alam yaitu iklim dan tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kentang secara baik. Paket teknologi yang dintroduksikan menghasilkan 33,205 t/ha dengan pendapatan bersih sebesar Rp. 29.420.520,- dan B/C Ratio sebesar 2,56. Sedangkau pada paket teknologi petani basil yang diperoleh sebesar 20,833 t/ha dengan pendapatan bersih sebesar Rp. 7.054.630,- dan B/C Ratio sebesar 1,33. Sedangkan hasil superimpose tentang pengkajian komponen teknologi didapatkan bahwa (a) dosis pupuk N, P sangat berpengaruh terhadap hasil dan penampilan (klas umbi) tanaman kentang, dosis 120 kg/ha N + 175 kg/ha P205 + 150 kg/ha K20 tanpa jerami memberikan hasil tertinggi yaitu 31,74 t/ha; (b) jarak tanam sangat berpengaruh terhadap produksi total per hektar dan penampilan umbi. Terdapat kecenderungan semakin rapat jarak tanam maka persentase umbi berukuran kecil (klas C) semakin besar, jarak tanam yang dapat menghsilkan tertinggi adalah 90 x 30 cm yaitu sebesar 37,14 t/ha dan (c) terdapat 3 klon unggulan yang memberikan harapan terhadap rendahnya persentase penyakit yang biasa menyerang tanaman kentang (penyakit busuk daun dan layu bakteri), yaitu klon J-12, J-18 dan J-21. Sedangkan klon yang memberikan harapan terhadap produksi yang tinggi adalah klon J-14 yang rata-rata berproduksi sebesar 39,83 t/ha dan berbeda nyata terhadap varietas pembanding Granola (23,12 t/ha) dan Atlantic (18,41 t/ha).
Uji Adaptasi Varietas dan Perbaikan Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Hasil penelitian bawang merah menunjukkan varietas Philipina memberikan hasil tertinggi yakni 15,42 t/ha dan menyusul Bauji 13,18 t/ha, Ampenan 12,01 t/ha, Sumenep SKL13 12,04 t/ha dan Bima 10,80 t/ha serta mempunyai umbi masing-masing: 8,82; 7,57; 7,80; 5,45 dan 7,12 umbi/rumpun. Varietas Philipina dan Bima sangat disenangi petani, varietas Bauji dan Bima bisa berbunga pada lahan kering. Pengkajian perbaikan teknologi budidaya bawang merah melibatkan petani kooperator 4 orang yang dilaksanakan pada lahan petani dibawah bimbingan peneliti dan penyuluh dilapangan dengan luasan rata-rata masing-masing 12 are/petani. Menggunakan varietas Philipina, jarak tanam 20 x 15 cm, dipupuk dengan 200 kg urea, 250 kg ZA, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl. Hasil kajian menunjukkan bahwa produksi yang dicapai bervariasi dari 7.714 kg- 12.762 atau rata-rata sebanyak 9.786 kg/ha umbi kering, diperoleh keuntungan bersih rata-rata sebanyak Rp 21.966.750/ha dengan B/C ratio 2,67 dan RKMB sebesar 21,38. Sedangkan petani non koperator dari 3.000 kg- 8.080 kg dengan rata-rata 6.382,5 kg/ha. Keuntungan yang diperoleh sebagian petani menderita kerugian sehingga diperoleh keuntungan rata-rata sebesar Rp 9.873.125/ha dengan B/C ratio 1,63. Hasil kajian cabai merah menunjukkan bahwa Hot Chili memberikan hasil tertinggi diantara varietas/galur yang dicoba yakni 2.417 kg/ha, menyusul BPH2000614 sebanyak 1.439 kg, 854 kg BPH 2000613, 805 kg TM999 dan terendah TM 888 sebanyak 309 kg/ha. Serangan lalat buah 3,25% - 90,50%.
Satu Dasawarsa BPTP NTB
44
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB Pengkajian perbaikan teknologi budidaya cabai merah melibatkan 3 orang petani koperator dengan luasan masing-masing 4 are. Menggunakan varietas TM999 dengan jarak tanam 60 x 50 cm. Hasil kajian menunjukkan bahwa petani koperator memperoleh produksi sebanyak 374 kg dengan B/C ratio 0,35 dan RKMB sebesar 0,19, sedangkan petani non koperator sebesar 132 kg/ha dengan B/C ratio 0,17 dan menderita kerugian. Rendahnya hasil yang dicapai karena persentase serangan hama lalat buah (Bactocera dorsalis Hendel) diatas 95% dan tanaman menderita kekurangan air menyebabkan layu, bunga banyak yang gugur dan stagnasi akibat kerusakan dari pompa sumur dalam sehingga tanaman tidak bisa diairi.
Kajian Teknologi Budidaya Melon (Cucumis melo L) Kajian teknologi budidaya Melon (Cucumis melo L) telah dilaksanakan di kebun percobaan IPPTP Mataram, bertujuan mendapatkan paket teknologi budidaya melon yang efisien. Paket teknologi yang dikaji adalah penggunaan mulsa plastik hitam perak (paket A) dan penggunaan mulsa jerami (paket B). Hasil kajian diperoleh bahwa pemberian mulsa plastik hitam perak tidak berbeda nyata dengan pemberian mulsa jerami terhadap bobot buah/tanaman pada taraf 5% yaitu 2,136 kg dibanding 1,790 kg/tanaman.
Pengelolaan Tanaman Terpadu Cabai Merah di Sembalun Lombok Timur. Pengkajian ini bertujuan mengem-bangkan sistem dan usaha agribisnis cabai merah yang didukung adanya kelembagaan tani yang kuat dan sistem informasi yang efektif dan efisien. Sedangkan tujuan antara (tahun 2003) adalah mengadaptasikan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) cabai merah guna memperoleh alternatif takaran penggunaan pupuk yang efisien. Pengkajian dilakukan dengan pendekatan ”With and Without” yaitu membandingkan antara teknologi petani dengan teknologi PTT cabai merah. Teknologi petani adalah : 3600 kg/ha SP36, 200 kg/ha KCl dan 60 – 80 kg/ha KNO3. Sedangkan teknologi PTT terdiri atas 2 macam yaitu pemupukan dengan pupuk tunggal dan pemupukan dengan pupuk majemuk secara tugal. Dosis pupuk tunggal yang dianjurkan 5 ton/ha pupuk kompos (ditabur) + 200 kg/ha SP36 (ditugal) sebagai pupuk dasar, kemudian pada 3,6 dan 9 minggu setelah bibit tumbuh diberikan pupuk sebanyak 150 kg/ha Urea, 300 kg/ha ZA dan 150 kg/ha KCl (secara tugal) yang diberikan masing-masing 1/3 bagian setiap tahap. Pada perlakuan pemupukan dengan pupuk majemuk, dosis yang diberikan 5 ton/ha kompos (ditabur) + 150 kg/ha NPK (ditugal) sebagai pupuk dasar yang diaplikasikan 7 – 10 hari sebelum tanam bibit. Pemupukan susulan dilakukan secara kocor pada umur bibit tanam 21 hari setelah tanam dengan larutan 25 kg/ha pupuk NPK setiap 5 – 7 hari sebanyak 8 – 12 kali. Data yang diambil meliputi : jumlah buah/tanaman, berat buah/tanaman, berat buah rusak/tanaman, tinggi tanaman. Data hasil pengamatan ditabulasi dan dianalisis dengan Analisis Statistik Sederhana dan Analisis Biaya dan Pendapatan. Hasil pengkajian menunjukkan produktivitas cabai dengan penggunaan pupuk tunggal mencapai 16.752 kg/ha, sedangkan dengan pupuk majemuk hanya mencapai 11.326 kg/ha. Secara ekonomi teknologi PTT cabai merah mampu menekan biaya produksi dari Rp.1.426,- per pohon menjadi Rp.669,-/pohon, atau pendapatan meningkat sebesar >50%. Secara sosial respon petani terhadap teknologi PTT cukup baik, hal ini dapat dilihat dari jumlah petani yang bersedia mengikuti teknologi ini pada musim tanam berikutnya.
Uji Adaptasi Usaha Pembibitan Itik Pemberian pakan pola petani (konsentrat 16%, dedak 82% dan mineral 2%) selama 7 bulan produksi memberikan produksi sebesar 9.334 butir terdiri dari nisbah kelamin 1 : 8 sebesar 4.515 butir dan nisbah kelamin 1 : 10 sebesar 4.819 butir. Produksi telur pada pakan alternatif (konsentrat 5%, kepala ikan 8%, dedak 70%, ampas tahu 15% dan jagung 2%), untuk waktu yang sama sebesar 8.749 butir terdiri dari nisbah kelamin 1 : 8 sebesar
Satu Dasawarsa BPTP NTB
45
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB 4.675 butir dan nisbah kelamin 1 : 10 sebesar 4.819 butir. Hasil analisa variansi menunjukkan tidak terdapat perbedaan produksi secara nyata (P>0.05) baik akibat perubahan pakan maupun akibat peningkatan nisbah kelamin. Belum terjadi interaksi di antara ke dua perlakuan. Fertilitas dari induk dengan nisbah kelainin 1 : 8 pada pakan pola petani sebesar 92% dan pakan alternatif 80% dan nisbah kelamin 1 : 10 yang diberi pakan pola petani sebesar 87% dan pakan alternatif sebesar 70%. Hasil analisa variansi menunjukkan tidak terdapat perbedaan secara nyata (P>0.05) pada setiap perlakuan maupun di antara ke dua perlakuan. Pakan alternatif dan nisbah kelamin 1 : 10 memberikan hasil yang sama baiknya. Perubahan komposisi pakan dapat menekan biaya pakan sampai 34,76% dan menurunkan produksi sebesar 6,27%. Perubahan pakan dan peningkatan nisbah kelamin sampai 1 : 10 dapat menekan biaya produksi.
Uji Produktivitas Beberapa Hijauan Pakan Ternak Kering
di Lahan Kering Beriklim
Pengujian dilakukan di Kebun Percobaan IPPTP Sandubaya pada bulan September 1998 s/d April 1999 bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis hijauan pakan ternak yang tahan kening, tahan pemangkasan, kemampuan regrowth tinggi dan berproduksi tinggi. Lahan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu untuk pengujian rumput, legum herba dan legurn pohon. Jenis rumput yang diuji Andropogon gayanus, Setaria sphacelata, Brachiaria decumbens. Legum herba yang diuji yaitu Clitoria ternatea, Centrosema scotii dan Sentrosema pascuorum. Jenis legum pohon yang diuji adalali Glicidia sepium. Hasil pengujian menunjukkan bahwa jenis rumput A. gayanus dan S. sphacelata beradaptasi cukup baik pada daerah beriklim kering, sedangkan B. decumbens tidak dapat tumbuh. Jenis legum herba yang cukup baik pertumbuhannya adalah C. pascuarium, C. scotii dan C. ternatea, sedangkan jenis legum pohon yang cukup baik pertumbuhannya ada Glicidia sepium. Produksi hijuan tertinggi pada pemangkasan pertama.
Uji Adaptasi Usaha Pembesaran Itik Jantan Dengan Perbaikan Pakan Pengkajian dilaksanakan di desa Dasan Tereng, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Penelitian dimulai pada bulan Juli 1999 s/d Maret 2000. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara jenis itik dan periode pemeliharaan. Jenis itik yang dipelihara berpengaruh sangat nyata (P
Uji Adaptasi Pemeliharaan Kambing Peranakan Ettawah Mendukung SPAKU Kambing Uji Adaptasi ini dilaksanakan di Desa Sepayung Kabupaten Sumbawa. Hasil evaluasi sebelumnya rnenunjukkan bahwa selama 2 tahun pelaksanaan program SPAKU (Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan) kambing perkembangannya lambat. Hal ini dapat dilihat dari: persentase induk yang labih 51,55%, tipe kelahiran tunggal 97,6% dan angka kematian anak prasapih cukup tinggi 46%. Hal ini disebabkan karena kondisi induk yang kurang baik akibat kesalahan dalam menejemen pemberian pakan. Tujuan penelitian adalah untuk memperbaiki sistem pemeliharaan kambing Peranakan Ettawah (PE) sehingga produktivitasnya meningkat. Penelitian menggunakan 50 ekor induk kambing PE dengan perbaikan teknologi flushing dan perbaikan pakan diakhir kebuntingan serta perbaikan kualitas pejantan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa ada perbaikan performan induk
Satu Dasawarsa BPTP NTB
46
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB maupun anak yang dihasilkan. Angka kebuntingan mencapai 87,5% tipe kelahiran kembar dua 50% dengan berat lahir rata-rata 1,8 kg/ekor, sedangkan sebelumnya rata-rata berat lahir 1,25 kg/ekor. Perbaikan pakan flushing sebelum induk dikawinkan menyebabkan pertambahan bobot badan pada perlakuan P2 (campuran jagung giling dan dedak padi + hijauan) dan P4 (pelet komersial + hijauan) masing-masing 3330 gr/ekor dan 3420 gr/ekor berbeda nyata (P< 0,05) dibandingkan P0 (diberikan hijauan saja), P1 (dedak padi + hijauan) dan P3 (jagung giling + hijauan) yaitu masing-masing 1680, 2140 dan 2460 gr/ekor, dan diantaranya tidak berbeda nyata (P > 0,05). Jumlah konsumsi pakan selama 56 hari pada pakan P0 121,40 kg/ekor lebih kecil dibandingkan P4 yaitu 142,80 kg/ekor (P>0,05), sedangkan dengan P1; P2; dan P3 masing-masing 148,50; 149,40 dan 149,10 kg/ekor (P<0,05). Hijauan yang diberikan pada keempat perlakuan sama terdiri dari daun gamal, lamtoro, rumput lapangan dan jerami kacang-kacangan. Jumlah induk yang positip bunting untuk P0; P1; P2; P3 dan P4 berturut-turut : 40%; 70%; 80%; 60% dan 50%. Rataan jumlah anak yang dilahirkan berturut-turut : 1,25 ekor; 1,70 ekor; 1,50 ekor; 1,70 ekor dan 1,40 ekor, dengan tipe kelahiran tunggal dan kembar dua masing-masing : 75 dan 25%; 28,57 dan 71,43%; 50 dan 50%; 33,33 dan 66,67%; 60 dan 40%. Rataan bobot lahir berturut-turut : 1,63 kg/ekor; 1,88 kg/ekor; 1,93 kg/ekor, 1,95 kg/ekor dan 1,95 kg/ekor dengan lama kebuntingan antara 147 – 160 hari. Timbulnya gejala berahi setelah melahirkan masing-masing 56; 55; 54; 54 dan 47 hari setelah melahirkan untuk perlakuan P0; P1; P2; P3 dan P4. Pertambahan bobot badan anak sampai umur 10 minggu berturutturut : 7,05; 6,54; 6,05; 5,88 dan 7,51 kg/ekor untuk P0; P1; P2; P3 dan P4. Angka kematian anak pra sapih dapat ditekan dari 46% mencapai 17,39% secara keseluruhan. Dari data di atas maka dapat disimpulkan bahwa perbaikan pakan “flushing” pada induk sebelum dikawinkan akan memperbaiki bobot badan induk, memberikan perbaikan tingkat kebuntingan dan jumlah anak sekelahiran, sedangkan perbaikan pakan induk diakhir kebuntingan akan memperbaiki bobot lahir anak dan menekan angka kematian anak pra sapih.
Kajian Penggunaan Vermikompos Untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Pupuk Anorganik Pada Rumput Raja Dalam Menunjang Integrasi Ternak Pada Sawah Irigasi Untuk mengetahui respons penggunaan vermikompos terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan segar (pemotongan pertama) pada rumput raja (King Grass) telah dilakukan pengkajian mulai bulan Juni hingga Desember 2001 pada lahan sawah irigasi milik Kelompoktani ternak “Gerak Maju” Dusun Pidendang Desa Sepakek Kecamatan Pringgarata Kabupaten Lombok Tengah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa penggunaan vermikompos, finekompos dan kombinasinya dengan pupuk anorganik berpengaruh nyata (P<0,01) tehadap tinggi tanaman dan produksi hijauan segar, tetapi tidak berbeda terhadap jumlah anakan. Penggunaan vermikompos atau finekompos 10 tan/ha mempunyai respons yang sama dengan penggunaan pupuk anorganik dengan dosis 50 kg KCl, 50 kg SP36 dan 50 kg Urea per hektar terhadap produksi hijauan segar rumput raja pada pemotongan pertama umur 50 hari. Dengan demikian penggunaan vermikompos atau finekompos dapat mensumbstitusi penggunaan pupuk anorganik. Untuk mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi dan jumlah anakan) dan meningkatkan produksi hijauan segar rumput raja pada pemotongan pertama umur 50 hari dapat dilakukan dengan menggunakan vermikompos atau finekompos dengan dosis 10 ton/ha yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik dengan dosis 50 kg KCl, 50 kg SP36 dan 50 kg Urea per hektar dengan rataan produksi hijauan segar menggunakan vermikompos 9,87 ton/ha dan 11,96 ton/ha menggunakan finekompos.
Satu Dasawarsa BPTP NTB
47
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB Kajian Fenotipe Produksi Ayam Kampung, Ayam Arab dan Hasil Persilangannya Tujuh puluh lima ekor ayam dari bangsa ayam kampung, ayam Arab dan persilangannya telah digunakan dalam penelitian untuk mengkaji fenotipe produksi ketiga bangsa ayam tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk menghasikan ayam potong komersial dengan rasa ayam Kampung yang produksinya tinggi. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menghasilkan bibit lokal ayam potong komersial yang berproduksi tinggi. Masing-masing bangsa ayam ditempatkan pada kandang kelompok, selanjutnya diberi erlakuan yang samna berupa kondisi kandang , jenis pakan dan cara pemberiannya. Perlakuan beruypa perbedaan bangsa ayam yakni KxK, KxA dan AxA (K=ayam kampung, A=ayam Arab). Variabel yang diukur adalah bobot tetas, tingkat pertambahan bobot badan, bobot badan umur tiga bulan, konsumsi pakan, konversi pakan, daya hidup anak ayam dan rendemen karkas serta kualitas daging. Penelitian menggunakan Rancangan Percobaan dengan pola Rancangan Acak Kelompok. Data yang dapat dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil. Dari hasil analisis didapatkan bahwa KxK, KxA dan AxA berturut-turut mempunyai rataan per ekor untuk bobot tetas 22 , 31 dan 33 ; tingkat pertumbuhan badan per minggu dari menetas hingga umur 13 minggu 57 ,, 76 dan 71 g/minggu dengan pertumbuhan relatif tercepat pada semua bangsa terjadi pada umur dua minggu; bobot badan umur tiga bulan 761, 1025 dan 954 g, konsumsi pakan pada umur tiga minggu 105 , 94b, dan 99 g/minggu dan umur 13 minggu 569, 517 dan 374 g/minggu, konversi pakan umur 3-13 minggu 5.4, 3.6 dan 3.4 , daya hidup umur 0-13 minggu 72.0; 81.8 , 77.5 %, rendemen karkas 67.4a; 68.6a dan 67.6a % keempukan 1901a, 2072b dan 1921a kg/cm2, kadar air 75a dan 76 % (superskrip yang tidak sama berarti berbeda nyata).
Pengkajian Budidaya Rumput Laut di NTB Pengkajian di laksanakan di Teluk Serewe Desa Pemongkong dan Teluk Ekas Desa Batunampar, Kabupaten Lombok Timur selama 2 tahun, yaitu 1997 – 1998. Hasil kajian menunjukkan : (a) Ukuran rakit bervariasi tergantung keadaan material, kondisi perairan, besarnya sampan yang dipergunakan untuk mengangkut rakit. Untuk lokasi Teluk Ekas (Dusun Batunampar) ukuran rakit yang dianjurkan adalah 5 m x 5 m atau 5 m x 10 m. Sedangkan di Teluk Serewe, ukuran rakit disarankan 10m x 10m; (b) Waktu tanam di Teluk Ekas dan Teluk Serewe adalah bulan April s/d September. Penanaman diluar waktu tersebut pertumbuhan rumput laut kurang optimal dan umumnya terjadi serangan penyakit ice-ice atau gangguan dari pertumbuhan lumut yang berlebihan, sebagai akibat terjadinya perubahan iklim dan kondisi perairan; (c) Pada penanaman periode Agustus-September rata-rata produksi rumput laut, Eucheuma spinosum pada rakit satu tingkat (permukaan) adalah 101,13 kg dengan produktivitas 8,09 kg/m2 dan laju pertumbuhan hariannya 4,89%. Penanaman pada rakit dua (permukaan dan kedalam 30 cm) rata-rata produksi mencapai 151,65 kg dengan produktivitas 6,07 kg basah/m2 dan laju pertumbuhan harian mencapai 3,2%. Penanaman pada rakit 2 susun (permukaan dan kedalaman 60 cm) rata-rata produksi mencapai 139,75 kg dengan produktivitas 5,59 kg basah/m2 dan laju pertumbuhan harian kedalaman 60 cm mencapai 2,89%. Penanaman pada rakit tiga susun (permukaan, kedalaman 30 cm dan 60 cm) rata-rata produksi mencapai 191,75 kg dengan produktivitas 5,11 kg basah/m2 dan laju
Satu Dasawarsa BPTP NTB
48
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB pertumbuhan harian kedalaman 60 cm mencapai 1,54%; (b) pada penanaman periode September-Oktober rata-rata produksi rumput laut, Eucheuma spinosum pada rakit satu susun (permukaan) 49,25 kg dengan produktivitas 3,94 kg basah/m2 dan laju pertumbuhan hariannya 2,9%. Penanaman pada rakit dua susun (permukaan dan kedalaman 30 cm) rata-rata produksi mencapai 92,75 kg dengan produktivitas 3,71 kg basah/m2 dan laju pertumbuhan harian pada kedalaman 30 cm mencapai 1,46%. Penanaman pada rakit dua susun (permukaan dan kedalaman 60 cm) rata-rata produksi mencapai 78,38 kg dengan produktivitas 3,71kg basah/m2 dan laju pertumbuhan harian pada kedalaman 60 cm 0,91 %. Penananian pada rakit tiga susun (permukaan, keda;aman 30 cm dan 60 cm) rata-rata produksi mencapal I 14 kg dengan produktivitas 3,05 kg basal/m dan laju pertumbuhan harlan pada kedalaman 60 cm mencapai 0,67%; (c) pada penanaman periode Nopember – Desember rata-rata produksi rumput laut, E. spinosum pada rakit satu susun (permukaan) 44,25 kg dengan produktivitas 3,54 kg basah/m2 dan laju pertumbuhan hariannya mencapai 2,97%. Penanaman pada rakit dua susun (permukaan dan kedalaman 30 cm) rata-rata produksi mencapai 65,00 kg dengan produktivitas 2,61 kg basah/m2 dan laju pertumbuhan harian kedalaman 30 cm mencapal 0,57%. Penanaman pada rakit dua susun (permukaan dan kedalaman 60 cm) rata-rata produksi mencapal 63,25 kg dengan produktivitas 2,35 kg basah/m dan laju pertumbuhan harian pada kedalaman 60 cm mencapai 0,36%. Penanaman pada rakit tiga susun (permukaan dan kedalaman 30 cm dan 60 cm rata-rata produksi mencapai 80,13 kg dengan produktivitas 2,14 kg basah/m2 dan laju pertumbuhan harian pada kedalaman 60 cm 0,34 %; (d) terdapat variasi produksi, produktivitas dan laju pertumbuhan harian rumput laut, E. spinosum yang sangat nyata dalam tiga periode tanam. Budidaya rumput laut dengan rakit perlakuan A, B dan C pada periode Agustus – September 1996 masih memberikan keuntungan. Budidaya rumput laut pada peride berikutnya dengan semua perlakuan rakit tidak menguntungkan; (e) metode budidaya rumput laut dengan rakit 2 susun punya peluang untuk dikembangkan pada masa mendatang; (f) terdapat hambatan sosial dalam pengembangan rakit 2,5 m x 5 m untuk budidaya rumput laut di dusun Serewe. Hasil pengkajian waktu tanam menunjukkan variasi produksi dan produktivitas yang cukup nyata pada bulan-bulan tertentu. Produktivitas tertinggi pada penanaman bulan Mei, Juni dan Juli sebesar (7,05 7,68 dan 7,15 kg/m2), sedangkan produktivitas terendah terjadi pada penanaman bulan September dan Oktober (5,23 dan 5,33 kg/m2). Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat variasi produksi, produktivitas dan laju pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii yang sangat nyata pada ukuran rakit yang berbeda selama 4 periode tanam. Di samping itu berdasarkan hasil analisis ekonomi semua perlakuan selama 4 periode tanam memberikan keuntungan. Keuntungan tertinggi diperoleh pada perlakuan C, disusul kemudian dengan perlakuan B dan perlakuan D, yang terendah ditunjukkan oleh perlakuan A dengan ukuran l0 m x l0 m. Sistem long line produktivitasnya selama 4 periode penanaman rnenunjukkan produktivitas yang cukup tinggi, yakni: 7,24; 8,21; 8,205 dan 7,68 kg/m2. Penggunaan rakit 5 m x 5 m dan 5 m x 10 m cocok digunakan dan dikembangkan di teluk Ekas dusun Batunampar mengingat produktivitasnya yang tinggi dan cocok dengan ukuran sampan yang dimiliki nelayan di daerah tersebut. Walaupun Metode long line mempunyai potensi untuk dikembangkan, namun diperlukan kajian-kajian mengenai jarak antar pelampung yang ideal untuk rnengapungkan tali ris serta penentuan lokasi yang tidak mengganggu arus keluar masuk perahu nelayan.
Uji Adaptasi Pemeliharaan Ikan Mas Strain Rajadanu di Pulau Lombok Hasil pengujian di kolam menunjukkan bahwa: (a) tidak ada interaksi antara jenis ikan dengan pakan terhadap survival rate (SR) dan produksi: SR Rajadanu 69% , Majalaya 53,7%; (b) jenis pakan berpengaruh secara nyata terhadap produksi ikan (produksi ikan dengan pakan komersial mencapai 4,9 t/ha, pakan lokal 1,4 t/ha). Sedangkan hasil
Satu Dasawarsa BPTP NTB
49
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB pengujian di sawah (minapadi) dengan berbagai cara tanam padi menunjukkan: (a) tidak terdapat interaksi antara jenis ikan dengan cara tanam padi terhadap SR dan produksi, (b) jenis ikan sangat berpengaruh terhadap SR (SR Rajadanu 73% , Majalaya 42%), (c) jenis ikan sangat berpengaruh terhadap produksi (Rajadanu 187 kgTha Maja 96 kg (d) cara tanam tidak berpengaruh terhadap SR tetapi berpengaruh terhadap produksi ikan (produksi ikan tertinggi pada cara tanam jajar legowo 2 baris dan 4 baris, yang terendah pada tandur jajar biasa), (e) cara tanam padi mempengaruhi produksi padi (produksi padi pada jajar legowo 2 baris dan 4 baris lebih tinggi 12% dibanding tandur jajar biasa).
Kajian Pembesaran Ikan Ekonomis Dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Teluk Ekas Lombok Timur Hasil kajian pembesaran kerapu bebek (Cromileptis altivelis) menunjukkan kerapu bebek yang diberi pakan ikan rucah memberikan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup yang cukup baik dibandingkan pellet. Penggunaan benih ukuran 50 g (U1) dengan pakan ikan rucah dan pelet memberikan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik (SR 69,44% > 62,78%. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh benih ukuran 5 gram (U2) masingmasing sebesar 29,35% dan 25,30%. Secara ekonomis usaha pembesaran kerapu bebek dalam KJA memberikan keuntungan sebesar Rp. Rp. 20.039.645,- per unit KJA (6 buah kurungan ukuran (2 x 2 x 3) m, dengan R/C ratio sebesar 1,82. dalam jangka waktu pemeliharaan selama 17 bulan. Teknologi pembesaran kerapu telah diadopsi secara luas oleh masyarakat di NTB. Hasil kajian pembesaran Lobster (Panulirus spp) memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan harian (LPH) dan tingkat kelangsungan hidup (survival rate = SR) lobster yang dipelihara dalam KJA cukup baik dengan nilai LPH 0,73% dan SR 73,33%. Hasil analisis biaya dan pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata usaha pembesaran lobster dalam KJA adalah Rp.4.120.281,-/tahun. Penggunaan shelter dari rumput laut memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa shelter. Masa pemeliharaan lobster sampai mencapai ukuran konsumsi berkisar antara 5-6 bulan. Teknologi pembesaran lobster dalam KJA telah diadopsi secara luas oleh masyarakat nelayan di NTB.
Pengkajian Adaptif Usahatani Lahan Kering Dengan Teknik Budidaya Lorong Hasil pengkajian di Wilayah Pantai Utara Lombok Barat menunjukkan hasil jagung yang dicapai oleh petani bervariasi antara 2,17 sampai dengan 4,33 ton/ha. Sedangkan padi gogo pada pola jagung + padi gogo, rata-rata 2,08 ton/ha, kacang hijau yang ditanam secara relay tidak memberikan hasil akibat kekeringan. Sampai dengan akhir musim penghujan kondisi pertumbuhan tanaman tahunan sebagian besar (85%) cukup baik tetapi beberapa tanaman pisang perlu di sulam. Hasil pengkajian di Labangka I, Kecamatan Plampang, Kab. Sumbawa menujukkan budidaya lorong cocok dan sesuai dilaksanakan di Labangka I, Kec. Plampang, Sumbawa. Tanaman yang diintroduksikan juga dapat tumbuh baik. Tanaman jagung yang ditanam dengan sistem budidaya lorong mencapai hasill rata-rata 4.629 kg. Hasil ini lebih tinggi dari pada hasil yang dicapai petani sekelilingnya. Hasil yang dicapai dapat meningkatkan pendapatan usahatani. Hasil pengkajian di Wilayah Khusus Pengembangan Pertanian di Desa Labangka I Kab. Sumbawa menunjukkan hasil kotor jagung monokultur Rp. 3.000.000,- biaya produksi
Rp. 970.500,- jadi pendapatan yang diterirna Rp. 2.029.500,- dengan nilai B/C Ratio 2,09. Hasil kotor jagung tumpangsari padi gogo Rp. 4.217.000,- biaya produksi sebesar Rp. 1.177.250 maka pendapatan yang diterima sebesar Rp. 3.039.750,- dengan nilai B/C Ratio 2,58. Hasil kotor jagung + kacang tanah sebesar Rp. 3.660.000 dengan biaya produksi sebesar Rp. 1.081000,- jadi pendapatan yang diterima sebesar Rp. 2.579000,- nilai B/C
Satu Dasawarsa BPTP NTB
50
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB Ratio yang diperoleh sebesar 2,38. Dari ke tiga pola tanam tersebut pola tanam jagung dan padi gogo mempunyai kemungkinan untuk diintroduksikan sebagai tanaman pengisi lorong pada budidaya alley cropping. Hasil pengkajian menunjukkan tanaman tahunan masih dapat bertahan hidup dan cukup cocok dengan kondisi agroekosistem setempat. Pola tanam tumpangsari jagung dan padi gogo serta padi gogo dengan cabe memberikan pendapatan usahatani tertinggi dan merupakan polatanam yang berpeluang untuk dikembangkan dan diadopsi petani.
Kajian Efisiensi Pemupukan Kalium di Nusa Tenggara Barat Hasil kajian menunjukkan bahwa tanpa pemupukan K, pertumbuhan tanaman dan rata-rata hasil yang dicapai masih tinggi yaitu 6,665 t/ha, tidak berbeda nyata dengan pemberian sampai dengan takaran 60 kg K2O/ha. Untuk meningkatkan efisiensi usahatani padi sawah di NTB tidak perlu ditambahkan pupuk anorganik K, tetapi sisa tanaman dalam bentuk jerami harus dikembalikan ke dalam tanah dalam bentuk mulsa atau kompos. B/C rasio tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa pemberian K yaitu 3,37, sedangkan dengan pemberian 45 kg K atau setara dengan 75kg KCl/ha adalah 3,19.
Kajian Takaran Pemupukan S (Belerang) Pada Sawah Kahat S di Lombok Tengah Hasil pengamatan secara visual pertumbuhan tanaman cukup baik, hasil ini ditunjukkan dengan prosentase tumbuh yang cukup tinggi yakni rata-rata mencapai 99,99% dan populasi panen mencapai 99,95%. Hasil analisa statistik terhadap parameter yang diamati rnenunjukkan bahwa takaran pemberian pupuk S tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat seribu biji, gabah isi, dan produksi, kecuali gabah hampa. Takaran pupuk belerang (S) sesuai dengan anjuran yaitu 150 kg ZA, 132 kg Urea dan 50 kg SP-36 memberikan produksi 7,78 ton/ha gabah kering simpan dengan kadar air 14%.
Uji Adaptasi Efisiensi Penggunaan Pupuk N dan P Pada Tanaman Padi Di Pulau Sumbawa Hasil kajian menunjukkan bahwa status hara N untuk wilayah pengambilan contoh tanah di kabupaten Dompu sebagian besar (69,23%) berstatus rendah, sisanya 30,77% berstatus sedang, semuanya di kecamatan Dompu. Di kabupaten Bima ditemukan lahan sawah dengan status hara N sangat rendah (17,39%), rendah (34,78%) dan sedang 47,83%. Untuk status hara P di Dompu ditemukan dengan status hara P sedang 30,76%, sisanya 69,24%, berstatus P tinggi. Di Bima, berstatus hara P sedang 78,26%, tinggi 13,05% dan sangat tinggi 8,69%. Untuk status hara K kondisi tanah di dua kabupaten cukup menggembirakan, di Dompu 53,38% berstatus tinggi dan 46,15% berstatus sangat tinggi. Di Bima terdapat kecendrungan yang sama 65,22% berstatus tinggi dan 34,78% berstatus sangat tinggi. Dari uji residu P terungkap bahwa tidak terdapat perbedaan hasil yang nyata antara petak yang tidak dipupuk P, ini berarti residu P musim sebelumnya cukup untuk memenuhi kebutuhan P musim berikutnya. Pada pengujian efisiensi pupuk P di Bima terdapat kecendrungan yang sama, dimana pupuk P tidak berpengaruh terhadap hasil padi, sebab pemberian pupuk P tidak meningkatkan hasil secara nyata. Dari uji efisiensi N di Dompu diperoleh kenyataan bahwa efisiensi agronomi tertinggi pada pemupukan N diperoleh pada penggunaan BWD 4 dengan nilai efisiensi 24,74, artinya tiap penggunaan 1 kg pupuk menghasilkan 24,74 kg gabah. Hasil padi yang diperoleh dengan BWD 4, yaitu 5,38 t/ha, tidak berbeda nyata dengan penggunaan BWD 5, penggunaan 115 kg/ha N 3 kali aplikasi (rekomendasi), 115 kg/ha N 2 kali aplikasi dan 92 kg/ha N + 5 t/ha pupuk kandang dengan efisiensi berturut-turut 17,47; 13,51; 8,20 dan 18,08. Dari pengkajian efisiensi ini disimpulkan bahwa pwnggunaan pupuk P baik di Sumbawa maupun Bima cukup dilakukan sekali dalam 2 musim tanam padi (musim kemarau I) sebanyak 50 kg SP-36/ha untuk
Satu Dasawarsa BPTP NTB
51
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB mempertahankan status hara P. Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi pada pemupukan N, dianjurkan untuk menggunakan BWD skala 4.
Kajian Pembuatan Pupuk Organik dan Penggunaannya Sebagai Media Tanam Untuk Tanaman Sayuran Dalam Pot Kajian Pembuatan Pupuk Organik dan penggunaannya sebagai media tanam untuk tanaman sayuran dalam Pot, telah dilaksanakan di desa Presak, Narmada dari bulan Juni s/d Nopember 2000, bertujuan : (a) memanfaatkan limbah kotoran ternak menjadi pupuk organik atau kompos dengan menggunakan bahan pemacu mikroorganisme; (b) mengetahui pengaruh pupuk organik (bahan pemacu mikroorganisme) sebagai media tanam terhadap pertumbuhan beberapa jenis sayuran dalam pot. Dalam kajian ini dipergunakan bahan pemacu mikroorganisme EM-4 dan Stardec, sedangkan jenis sayuran yang diuji adalah terung besar, terung kecil, tomat, cabe rawit dan cabe besar. Hasil kajian menunjukkan : (a) penambahan bahan pemacu miroorganisme membantu mempercepat proses pelapukan bahan organik tetapi tidak menaikkan bahan organik; (b) pupuk organik dengan bahan pemacu mikroorganisme tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan terung besar, tomat dan cabe rawit, tetapi memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan terung kecil.
Pengkajian sistem usahatani di NTB Pengkajian Sistem Usahatani (SUT) Tumpang Gilir (Relay Planting) Antara Jagung dan Kacang Hijau Pada Lahan Kering Petani biasa membiarkan lahan kosong (bero) pada awal musim hujan (Nopember Februari) dan produktivitas kacang hijau dicapai adalah 450 kg/ha. Demikian pula areal tanam jagung pada lahan kering di Kabupaten Sumbawa seluas 11.025 ha dengan rata-rata hasil 1,96 ton / ha., dimana setelah panen jagung lahan dibiarkan bero meski peluang hujan masih ada. Hasil penelitian tumpang gilir (relay planting) antara jagung dan kacang hijau pada MT 1997/1998 di Kabupaten Sumbawa melalui perbaikan cara tanam diperoleh hasil kacang hijau sebesar 0,95 ton/ha dan hasil jagung 3,73 ton/ha sehingga total pendapatan bersih yang diperoleh petani dengan melakukan tanam tumpang gilir sebesar Rp 3.798.922,/ha. Kenyataan ini mengisyaratkan terbukanya peluang cukup besar untuk menanam dan meningkatkan produksi kacang hijau setelah jagung maupun pemanfaatan lahan kosong sebelum tanam kacang hijau dengan menanam jagung.
Pengkajian Sistem Usahatani Berbasis Padi Berwawasan Agribisnis (SUTPA) Hasil pengkajian menunjukkan : (1) Efisiensi biaya tenaga kerja dari 174,61 HOK menjadi 99,73 HOK (tidak termasuk biaya panen dan prosessing hasil); (2) Dengan menerapkan teknologi introduksi dapat meningkatkan pendapatan petani sebesar 47,3%, 49,2%, 72,7% dan 72,5% masing-masing di UHP Kediri, Jonggat I, Jonggat II dan Lape Lopok; (3) Nilai hasil selama setahun yang dicapai di UHP Kediri adalah Rp. 6.099.020,Jonggat I Rp. 4.982.750,- Jonggat II Rp. 6.708.810,- dan Lape Lopok sebesar Rp 6.130.250,-. Hasil ini memberikan peningkatan produktivitas 10 - 40 %; (4) Penghematan tenaga kerja sebesar 42,9 % pada musim hujan 1995/96 dan 31,9 % pada musim kemarau I 1996; (5) Evaluasi super impose menunjukkan takaran pupuk anjuran (200 kg Urea + 50 kg SP-36) maupun penggunaan herbisida 2,4 D, Dimetil Anilne-Metil Metsulfuron dan Kalium-MCPA layak untuk dikembangkan oleh karena dapat mendukung efisiensi usahatani; (6) Kombinasi pola tanam padi – padi – palawija atau padi – palawija – padi ideal karena mencapai IP 300%, peningkatan produktivitas serta pendapatan petani berdasar atas efisiensi dan rasionalisasi faktor produksi serta penerapan teknologi anjuran. Penerapan
Satu Dasawarsa BPTP NTB
52
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB teknologi anjuran di tingkat petani belum sempurna tetapi mempunyai peluang untuk dikembangkan pada masa yang akan datang. Produktivitas padi tabela mencapai 6,75 t/ha GKP dibanding non sutpa 5,67 t/ha, pendapatan hasil usahatani Rp.4.150.696,- naik 48,4% dan petani non sutpa Rp.2.796.250,- dengan B/C rasio 3,2. Teknologi introduksi sutpa layak dikembangkan terutama pada daerah masalah tenaga kerja, rekomendasi pemupukan dapat dijadikan pertimbangan anjuran teknologi intensifikasi. Difusi inovasi sutpa telah terjadi di beberapa lokasi di NIB namun masih perlu dipercepat untuk lebih meningkatkan kesejahteraan petani di lahan irigasi.
Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Berbasis Kedelai Hasil pengkajian menunjukkan usahatani kedelai dengan teknologi anjuran memberikan keuntungan bersih Rp. 616.050,- dibanding teknologi petani hanya Rp. 128.055,- untuk usahatani kedelai di lahan sawah. Pada lahan kering usahatani kedelai dengan menerapkan teknologi anjuran memberikan keuntungan bersih sebesar Rp. 836.480,- dengan rasio keuntungan 3,46. Sedangkan keuntungan pada petani dengan teknoiogi biasa hanya 486.750,-. Keadaan ini memberikan informasi bahwa teknologi anjuran secara ekonomis menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.
Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Jagung Hasil rata-rata yang dicapai petani peserta SUP jagung sebesar 3,75 t/ha, berkisar 2,77 – 4,40 t/ha jauh lebih tinggi dari rata-rata hasil tahun sebelumnya (hanya 2,00 t/ba), (6) pendapatan bersih rata-rata yang diperoleh petani peserta SUP jagung sebesar Rp.784.071,- t/ha. Pengembangan Sistem Usaha Pertanian berbasis jagung dalarn kajian Sistem Usahatani jagung lahan kening di Labangka Sumbawa masih di hadapkan pada beberapa kendala diantaranya: (a) dukungan agro input melalui KUT, yang sangat terbatas serta bertepatan waktu, jumlah dan jenis, (b) Kondisi sumberdaya kelornpoktani dan petani yang masih memerlukan penerimaan intensif, (c) sistem tata niaga berupa harga dan pasar yang masih belum dapat ditetapkan dan hal ini merupakan sampul pertanian agribisnis yang harus ditangani setiap saat musim panen. Produktivitas jagung dalarn kajian SUP dari petani kooperator untuk jagung komposit Bisma mencapai 2,045 ton/ha dibanding petani di luar UHP hanya mencapai 1,553 ton/ha. Produktivitas jagung hibrida di dalam kajian SUP mencapai 1,849 ton/ha dibanding di luar kajian hanya 0,535 ton/ha. Potensi produktivitas masih dapat ditingkatkan, pada komposit bisma dengan pemupukan (super impose) 200 kg Urea/ha, 100 kg ZA, Sulfomag plus 500 kg/ha dan KCl 50 kg atau setidaknya mengurangi Sulfomag menjadi 350 kg/ha dan menambah SP-36 50 kg/ha. dari paket. Untuk hibrida peningkatan produktivitas dapat ditempuh dengan pemupukan 200 kg Urea/ha + 100 kg SP-36/ha atau dengan 500 kg Urea/ha + 50 kg SP-36 dan 180 kg Sulfomag/ha dengan produksi antara 5,51 ton/ha - 5,98 ton/ha. Pendapatan petani diluar UHPdengan komposit Bisma mencapai Rp. 917,214 dengan R/C 2,1 dibanding di luar UHP Rp. 558,647 dengan R/C 1,7. Sedangkan petani yang menanam jenis hibnida didalam UHP pendapatannya Rp. 515.786 dengan R/C petani yang menanam komposit Bisma maupun Hibrida lebih beda dibandingkan petani diluar UHP. Peningkatan intensitas tanam dapat rnencapai 200% dengan kacang hijau sebagai tanaman sisip/relay sekaligus meningkatkan pendapatan petani selama setahun dari Rp. 917.214 menjadi Rp. 2.274.014 dengan demikian teknologi tumpang sisip di lahan kering setelah jagung di Labangka sangat dianjurkan.
Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Ekoregional Lahan Irigasi Model Sistem Usaha Pertanian pada Ekoregional lahan irigasi merupakan model pengembangan agribisnis karena dengan model m diperoleh peningkatan produksi, pendapatan efisiensi bagi petani. Dalam pengembangan model untuk ekoregional lahan irigasi perlu ditunjang dengan penggunaan paket teknologi dan penyempurnaan komponen
Satu Dasawarsa BPTP NTB
53
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB teknologi penggunaan saprodi pupuk yang rasional berdasar analisa tanah, penggunaan alat penanam Atabela dan paket teknologinya. Jenis pola tanam yang paling menguntungkan ada padi - padi - kedelai, dengan angka RKMB 4,871 yang berarti secara ekonomi pola tanam tersebut ditunjang dengan paket teknologi anjuran (tabela + kedelai) mempunyai potensi untuk diintroduksikan. Pendapatan petani setahun dengan model padi tabela, padi tabela, kedelai di UHP Alas, Woja dan Dompu rataan Rp. 3.406.451/ha/tahun sedangkan petani di luar UHP dengan padi tapin – padi, tapin - kedelai adalah Rp. 2.640.147. Peningkatan seluruh pendapatan adalah Rp. 766.304/ha/tahun (29%). Apresiasi teknologi penerapan paket teknolgi tabela dan kedelai dalam setahun masih perlu ditingkatkan dalam rangka upaya peningkatan intensifikasi maupun peningkatan produksi serta pendapatan petani dengan dukungan permodalan, saprodi dan kerjasama kelembagaan pedesaan serta kelembagaan tani yang ada.
Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Padi Sawah Hasil kajian cara tanam memperlihatkan perbedaan hasil dan produktivitas antara tanam tandur jajar dibanding tanam biasa (tidak teratur), yaitu peningkatan produktivitas sebesar 1.066,5 kg/ha. Terjadi peningkatan produktivitas padi untuk petani peserta SUP dibanding Non SUP sebesar 446 kg/ha gabah kering giling (di atas target sebesar 304 kg/ha gabah kering giling).
Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Jagung di Lahan Kering Pengkajian Sistem Usaha Pertanian (SUP) jagung telah di laksanakan pada lahan kering di NTB, seluas 4.605 hektar (3.329 KK) tahun I: 1.139 hektar (1.228 KK) tahun II: 638 ha (373 KK). Pengkajian di laksanakan di Kab. Sumbawa pada 2 kecamatan yaitu Kec. Plampang dan Kec. Empang. Pengkajian SUP jagung bertujuan: (1) menemukan model sistem usaha pertanian berbasis jagung yang sesuai dengan kondisi spesifik lokasi, (2) memperbaiki teknologi budidaya jagung dan meningkatkan efisiensi proses produksi dengan penggunaan saprodi secara rasional serta meningkatkan intensitas tanam secara relay dengan palawija lain, (3) menemukan pola hubungan kemitraan yang saling menguntungkan. Metode yang digunakan adalah metode survei untuk mengumpulkan dan menelaah data bersifat non parametrik meliputi aspek sosial dan ekonomi serta metode eksperimen untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang bersifat parametrik meliputi aspek teknis budidaya jagung. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa: (1) hasil rata-rata yang di capai petani SUP jagung tahun I adalah 3,73 t/ha dan tahun II sebesar 4,15 t/ha dan jauh lebih tinggi dari rata-rata luar SUP 2,45 t/ha dan rata-rata NTB sebelumnya (1,962 t/ha), (2) pendapatan petani SUP jagung mencapai Rp.784.905,- sampai Rp. 961.645,- /ha, (3) peningkatan intensitas tanam lahan kering dapat mencapai 200% dengan relay kacang hijau setelah jagung sehingga pendapatan setahun diperoleh Rp. 2.274.014,-/ha.
Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Kedelai Mendukung Program Kedelai Mandiri Tahun 2001 Kegiatan ini mendukung Gerakan Kedelai Mandiri (Prokema) yang merupakan bagian dari Gerakan Mandiri Padi Kedelai dan Jagung (Gemapalagung) 2001, bertujuan mengetahui apakah model SUP dapat dilaksanakan atau tidak dan mendapatkan saran perbaikannya. Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah irigasi. pada MK-II (bulan Juli s/d Nopember 1999) di Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat. Areal pengkajian berada pada satu hamparan seluas 500,45 ha, melibatkan 17 kelompok tani dan 616 orang petani peserta. Paket teknologi yang dikaji adalah paket teknologi spesifik usahatani di lahan sawah. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa paket teknologi SUP menghasilkan 1,53 t/ha dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp. 371.250,-/ha dan B/C Ratio sebesar 1,19
Satu Dasawarsa BPTP NTB
54
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB sementara dengan paket teknologi petani rata-rata hasil yang dicapai 0,53 t/ha dengan pendapatan minus Rp. 125.000,-/ha dan B/C Ratio 0,86.
Pengkajian Sistim Usahatani Bawang Merah Pada Lahan Kering Bersumur di Bima Bawang merah memegang peranan penting dalam perekonomian rakyat Bima, tujuan pengkajian ini untuk merakit teknologi sistim usaha tani spesifik lokasi dan mengindentifikasi kendala dan masalah yang dihadapi petani pada penerapan teknologi budi daya bawang merah pada lahan kering bersumur. Pengkajian dilaksanakan secara on farm research (OFR) di desa Pai dan Tawali kecamatan Wera kabupaten Bima yang berlangsung pada musim hujan (Maret-Mei 2001) dan musim kemarau (Juli s/d Oktober 2001), melibatkan petani kooperator sebanyak12 orang dibawah bimbingan peneliti, penyuluh dan teknisi dilapangan dengan luasan rata-rata 10 are/petani. Pengkajian pada MH menggunakan varietas Bima, jarak tanam 20 x 15 cm, dipupuk dengan 200 kg urea, 250 kg ZA, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl. Sedangkan pada MK menggunakan varietas Filipina, jarak tanam 20 x15 cm, yang dipupuk dengan urea 100 kg dan kompos 5.000 kg/ha. Hama pemakan daun Spodotera exygua dan Trips tabaci merupakan hama yang dominan pada Mk yang disemprot dengan Decis 5 EC, Arrivo, Decametryn, Tentri dan Bestox 1,0- 2,0 l/Ha/aplikasi dengan tingkat serangan 75-95%. Untuk penyakit busuk umbi Botrytis allii serta penyakit mati pucuk oleh cendawan Phytopthora porri diberikan Dithane M-45. Untuk mengetahui kelayakan penerapan teknologi introduksi dibandingkan dengan teknologi petani disekitarnya (non kooperator) sebanyak 12 orang. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa produksi yang dicapai oleh petani kooperator pada MH. rata-rata 4.145 kg/ha, sedangkan petani non kooperator 2.758 t/ha. Keuntungan bersih petani kooperator sebanyak RP 8.331.400 dengan B/C ratio 1,70 dan RKMB sebesar 11, sedangkan petani non kooperator hanya Rp 1.204.800 dengan.B/c ratio 1,10. Sedangkan produksi yang dicapai petani kooperator pada MK.dengan menggunakan varietas Filipina rata-rata sebanyak 14.772 kg/ha umbi kering, dengan keuntungan bersih RP 21.416.650, B/C ratio 1,96 dan MBCR 4,86. Sedangkan petani non kooperator 4.648 t/ha, mengalami kerugian Rp 2.700.800, B/C ratio 0,84. Berdasarkan Hasil yang dicapai maka teknologi usaha tani bawang merah yang diintroduksikan dapat mengutungkan petani dan dapat dikembangkan pada agroekosistem yang sama (spesik lokasi).
Pengkajian Sistem Usahatani Berbasis Manggis di Desa Batu Mekar Kecamatan Lingsar Hasil pengkajian menunjukkan pada paket teknologi perawatan tanaman fase generatif, paket teknologi penuh (A) dan medium (B) tidak berbeda nyata dengan teknologi petani pada parameter produktivitas tanaman. Ketiga paket teknologi tersebut (A,B dan Petani) pada musim panen tahun 2003 menunjukkan penurunan hasil sebesar 82,75% (paket A), 79,13% (paket B) dan 79,13% (paket Petani). Hal tersebut disebabkan pada musim panen tahun 2003 terjadi fenomena alam pada seluruh pertanaman manggis di P. Lombok yang tidak menguntungkan akibat pasca panen di musim panen tahun 2002 akibat sifat alternan pada pohon manggis. Keadaan ini berbeda pada parameter lainnya yaitu pada pertumbuhan vegetatif tanaman dan tingkat serangan hama dan penyakit. Pada parameter jumlah tunas baru menunjukkan bahwa paket teknologi A dan B berbeda nyata dibanding
Satu Dasawarsa BPTP NTB
55
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB paket teknologi Petani, yaitu masing-masing sebesar 34,8% (paket A), 33,6% (paket B) dan 27% (paket petani). Sedangkan pada pengamatan adanya serangan jamur dan blendok pada batang utama penyaputan bubur California pada batang utama manggis (Paket B) menunjukkan hasil yang cukup signifikan dengan tingkat penurunan sebesar 100% dibandingkan dengan teknologi petani. Pada usaha olahan hasil menunjukkan bahwa dodol nangka mempunyai daya simpan lebih lama dan lebih diminati oleh konsumen dibandingkan dengan dodol manggis.
Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Berbasis Itik Hasil yang diperoleh menunjukkan itik yang dipelihara secara terkurung memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik, yaitu mencapai bobot hadan 1.610 gr/ekor dan yang dipelihana secara digembalakan mencapai bobot badan 1.475 gr/ekor pada umur 20 minggu. Itik yang dipelihara secara terkurung berproduksi lebih awal yaitu pada umur 138 hari, sedangkan pada itik yang digembalakan mulai bertelur pada umur 153 hari. Demikian pula produksi telur pada itik yang dipelihara secara terkurung lebih tinggi daripada produksi itik yang digembalakan. Tingkat kematian pada itik yang dipelihara secara terkurung lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kematian pada itik yang dipelihara secara digembalakan. Analisis keragaman menunjukan bahwa sistern pemeliharaan berpengaruh tidak nyata terhadap produksi telur itik tetapi berpengaruh sangat nyata terhadap pendapatan peternak. Berdasarkan pemeliharaan maka pada sistem terkurung produksi telur itik rata-rata 136 butir per ekor per tahun sedangkan pada sistem gembala rata-rata 106 butir per ekor per tahun. Berdasarkan jumlah pemilikan 100 ekor per peternak. Pendapatan peternak pada sistem terkurung rata-rata Rp. 1.688.900,- per tahun sedangkan pada sistem gembala Rp. 1.215.930,- per tahun dan pendapatan tertinggi dicapai pada jumlah pemilikan 100 ekor per peternak sebesar Rp. 2.427.600,- per tahun. Interaksi itik tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur dan pendapatan peternak. Oleh karena itu disarankan dalam rangka meningkatkan produksi telur itik dan pendapatan peternak dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah pemilikan itik hingga 100 ekor per peternak.
Pengkajian Usaha Pertanian Sapi Potong Hasil pengkajian meliputi: penanaman hijauan menunjukan jumlah tunas terbanyak terdapat pada pertanaman menggunakan stek (86 tunas) sedangkan jumlah anakan per rumpun terbanyak pada penanaman batang utuh (7,60 ± 2,37) sedang tinggi tanaman, panjang daun dan jumlah daun terbaik terdapat pada pertanaman menggunakan anakanl/pols (127,90 ± 17,72cm; 70,90 ± 9, dan 11,70 ± 1.49). Pada pola petani waktu kawin berhubungan tidak langsung dengan musim hujan, tahun 1996 konsentrasi kawin terjadi pada bulan November (49 %), tahun 1997 konsentrasi waktu kawin terjadi pada bulan Desember (64 %). Pemberian suplemen pakan dapat mengatasi kendala alam pada kelompok induk lepas partus yang diberi starbio maupun UMB mengalami birahi kembali kurang ≤ 90 han. Suplementasi sebelum partus dan berlanjut sampai birahi menghasilkan bobot lahir yang tinggi masing masing 14,92 kg untuk starbio dan 14,70 kg untuk UMB, induk mengalami birahi kembali setelah partus 62,25 ± 23,01 hari dan 53,33 ± 14,62 hari. Tingkat adopsi inseminasi buatan sebesar 38,7%, angka per conception (S/C) untuk induk disuplementasi lepas beranak sebesar 1,35 untuk starbio dan 1,24 untuk UMB sedang untuk induk disuplementasi sebelum dan setelah partus sebesar 1,5 untuk starbio dan 1,3 untuk
Satu Dasawarsa BPTP NTB
56
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB UMB. Angka konsepsi untuk kedua perlakuan suplemen 47,37%. Penanaman rumput raja terbaik menggunakan anakan, konsentrasi kawin yang terjadi setiap musin hujan dapat diatasi dengan suplementasi pakan, suplementasi induk bunting memberikan bobot lahir yang tinggi dan suplementasi setelah partus dapat memperpendek waktu birahi kembali. Pemberian tambahan pakan pada akhir kebuntingan dapat rneningkatkan bobot lahir, mempertahankan kondisi tubuh selama menyusui dan mempercepat waktu birahi kembali. Peningkatan bobot lahir hasil persilangan 1,97 kali lebih besar. Induk yang menyusui anak persilangan membutuhkan tambahan pakan yang Iebih banyak untuk dapat mendukung pertumbuhan anak pada masa pra sapih dan mempertahankan aktivitas reproduksi. Pada umur 8 bulan sapi persilangan Brangus mempunyai bobot badan 1,7 kali lebih besar dari sapi Bali. SUP sapi potong untuk pembibitan mengalami kesulitan menjaring mitra mengingat karakteristik kegiatan yang membutuhkan waktu yang relatif panjang.
Pengkajian Pengembangan Sapi Brahman (Brangusisasi) Galur Lombok Secara khusus, penelitian ini bertujuan mempelajari dinamika pupulasi sapi Brahman untuk memperoleh gambaran reproduktivitas kawanan ternak serta viabilitasnya, untuk menduga tampilan reproduksi individual dengan mempelajari siklus estrusnya melalui pemantauan profil hormon progesteron dalam serum, serta mengidentifikasi dan menggolongkan masalah-masalah gangguan reproduksi dan kesuburan sapi-sapi impor Brahman-cross. Survey inventarisasi sapi Brahman-cross di pulau Lombok telah dilakukan dilapangan dengan mewawancarai 24 orang petani-ternak. Hasil survey mendapatkan bahwa, rata-rata responden masih berusia produktif (25-45 tahun) dan mempunyai pengalaman beternak sapi Brahman-cross selama 3-4 tahun. Pola pemeliharaan ternak oleh petani-peternak di kabupaten Lombok Timur relatif sama dengan Kabupaten Lombok Barat, demikian pula dengan ragam, jumlah maupun mutu pakan yang diberikan. Perbedaan yang mencolok hanya pada penggunaan tenaga sapi tersebut untuk mengolah lahan pertanian, yakni kalau di Lombok Timur, tidak seorangpun petani-peternak yang memanfaatkan tenaga ternaknya untuk mengolah lahan pertanian, sebaliknya di Lombok Barat (Kecamatan Gunungsari), semua sapi dewasa yang mereka pelihara diajak bekerja membajak sawah dan mereka mendapatkan upah untuk 2-3 jam kerja sebesar Rp.10.000,-. Dari total 42 ekor sapi yang ditentukan sebagai sampel penelitian di Lombok, 8 ekor (19%) dinayatakan positif bunting, sedangkan 34 ekor (81%) dinyatakan tidak bunting (termasuk 6 ekor diantaranya didiagnosa bunting palsu). Dari 28 ekor sapi (67%) yang didiagnosa tidak bunting, hasil analisis progesteron menginterpretasikan bahwa 9 ekor (21%) dalam status tidak bersiklus (asiklis), 12 ekor (29%) bersiklus normal, 6 ekor (14%) mengalami kematian embrio dan 1 ekor (3%) menunjukkan keadaan persistensi corpus luteum. Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan kelanjutan kebijakan pengembangan sapi Brangus galur Lombok, serta merancang model pengembangan Village
Breeding Centre.
Optimising Crop-Livestock System In West Nusa Tenggara Province (CLS) Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi dalam suatu sistem usahatani terpadu di daerah kering (semi-arid). Lokasi kegiatan dilaksanakan di Desa Sukadamai, Kecamatan Manggelewa, Kabupaten Dompu. Di bidang tanaman pangan telah dilakukan penelitian interaksi varietas padi gogo, pemupukan dan pengelolaan gulma. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa padi varietas Widas yang dipupuk Urea 150 kg/ha dan disiangi 2 kali memberikan hasil tertinggi yaitu 4,2 ton/ha. Pada uji varietas dan galur didapatkan bahwa varietas Widas dan Towuti serta satu galur yang terbaik. Teknologi “alley cropping” di lahan miring dilakukan dengan mengintroduksikan tanaman mangga, turi, hijauan pakan ternak (setaria, lamtoro). Tanaman sela berupa padi, kacang tanah dan jagung. Pertumbuhan setaria yang baik memberikan dampak pengembangannya di lahan
Satu Dasawarsa BPTP NTB
57
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB petani lainnya. Kegiatan penelitian lainnya adalah pengaruh naungan tanaman jambu mete terhadap hijauan pakan ternak. Dari beberapa jenis hijauan pakan ternak (Stylosanthes humilis cv amiga dan verano serta Arachis pintoi) diketahui bahwa Arachis pentoi merupakan hijauan pakan ternak yang tahan naungan dan menghasilkan biomass tertinggi pada kondisi naungan berat. Penelitian monitoring ternak menghasilkan gambaran pertambahan berat badan sapi yang paling rendah terjadi pada bulan Oktober – Nopember. Musim kelahiran sapi banyak terjadi pada bulan Juli – September. Persentase kebuntingan ditentukan oleh ketersediaan pejantan yang diintroduksikan pada bulan Desember 2001. Pada musim kering hampir semua petani menggembalakan ternaknya dan memberikan pakan tambahan berupa daun legume seperti leucaena dan gliricidia. Survai sosek terhadap petani dilakukan untuk mendapatkan data awal kondisi petani (benchmark survey). Secara umum didapatkan bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk di lokasi penelitian adalah petani dan beberapa di antaranya memelihara ternak sapi.
Developing An Integrated Production System Kegiatan penelitian mengenai manajemen produksi sapi bali ini mencakup demonstrasi manajemen produksi, pengembangan media penyuluhan dan penelitian pakan ternak. Demonstrasi dilakukan di dua lokasi yaitu: (1) Desa Kelebuh Kecamatan Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah dengan kontrol di Desa Tandek, dan (2) Desa Boak Kecamatan Sumbawa Besar Kabupaten Sumbawa dengan kontrol di desa Simu. Kegiatan manajemen produksi sapi dilakukan dengan pengaturan perkawinan dan penyapihan yang disesuaikan dengan ketersediaan pakan dan kesibukan petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode perkawinan sapi bali terbaik pada bulan Juni – Desember yang menghasilkan tingkat kebuntingan 80%. Dara yang telah mencapai berat 180 kg pada akhir Desember akan mencapai tingkat kebuntingan 60%. Induk menyusui yang berhasil bunting mencapai 100% dengan tingkat penyapihan mencapai 100%. Anak sapi lahir pada kondisi terdapat kecukupan pakan. Berbagai sumber pakan potensial yang murah antara lain adalah: dedak, bungkil kelapa, jagung, rumput dan limbah pertanian (jerami padi). Kegiatan tambahan penelitian ACIAR adalah Evaluasi Germplasma Legume di Kebun Percobaan Sandubaya, Lombok Timur. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 9 jenis legume, jenis KX2 adalah yang pertumbuhannya terbaik.
Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Ekoregional Lahan Irigasi Hasil kajian menunjukkan : (a) Model Sistem Usaha Pertanian pada Ekoregional lahan irigasi merupakan model pengembangan agribisnis karena dengan model m diperoleh peningkatan produksi, pendapatan efisiensi bagi petani; (b) Dalam pengembangan model untuk ekoregional lahan irigasi perlu ditunjang dengan penggunaan paket teknologi dan penyempurnaan komponen teknologi penggunaan saprodi pupuk yang rasional berdasar analisa tanah, penggunaan alat penanam Atabela dan paket teknologinya; (c) Jenis pola tanam yang paling menguntungkan ada padi - padi - kedelai, dengan angka RKMB 4,871 yang berarti secara ekonomi pola tanam tersebut ditunjang dengan paket teknologi anjuran (tabela + kedelai) mempunyai potensi untuk diintroduksikan; (d) Pendapatan petani setahun dengan model padi tabela, padi tabela, kedelai di UHP Alas, Woja dan Dompu rataan Rp. 3.406.451/ha/tahun sedangkan petani di luar UHP dengan padi tapin – padi, tapin - kedelai adalah Rp. 2.640.147. Peningkatan seluruh pendapatan adalah Rp. 766.304/ha/tahun (29%); (e) Apresiasi teknologi penerapan paket teknolgi tabela dan kedelai dalam setahun masih perlu ditingkatkan dalam rangka upaya peningkatan intensifikasi maupun peningkatan produksi serta pendapatan petani dengan dukungan permodalan, saprodi dan kerjasama kelembagaan pedesaan serta kelembagaan tani yang ada.
Satu Dasawarsa BPTP NTB
58
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB
Penelitian sosial ekonomi pertanian Evaluasi Peran Penyuluh Dalam Transfer Teknologi Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan Hasil kajian menunjukkan bahwa Penyuluh Pertanian (PPS dan PPL) telah melakukan perannya sebagai pembawa informasi, pembimbing petani, motivator, fasilitator, guru, pembantu, administrator program, promotor, pemimpin, konsultan, protektor. Peran menonjol bagi PPS adalah pada administrator program sedangkan PPL adalah pada peran membimbing petani (menyusun rencana kerja) dan Konsultan (pemberian alternatif pemecahan masalah petani). Peran sebagai pembawa informasi dalam tranfer teknologi belum menonjol baik bagi PPS maupun PPL Dalam melaksanakan tugas di lapang PPS melakukan tugas penyuluhan 49,17 % dan sisanya berupa tugas pengaturan dan pelayanan masing-masing 34,17 % dan 16,66 %. Sedangkan PPL melaksanakan tugas penyuluhan 52,44% , pengaturan 33,61 % dan pelayanan 14,15 % dari aktivitas tugas keseluruhan. Untuk masa yang akan datang hendaknya dikembalikan tugas penyuluh pada tugasnya melakukan penyuluhan dengan mengurangi tugas pengaturan dan pelayanan dengan memberikan dukungan kondisi yang cocok oleh institusi yang memanfaatkannya.
Evaluasi Program Pemberdayaan Petani Untuk Mencapai Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani di NTB Hasil evaluasi didapatkan bahwa : 1) jumlah kelompoktani yang mendapatkan bantuan PKP masih sangat kecil (7%). Olehnya perlu dikembangkan, sehingga dapat menyentuh masyarakat petani secara adil dan menyeluruh; 2) program PKP dirasakan lebih baik dibanding sistem KUT, kerena transparan dan tepat sasaran; 3) kelompoktani umumnya sudah mengadakan persiapan pelaksanaan PKP antara lain dalam bentuk sosialisasi, seleksi calon penerima, pembentukan organisasi pelaksana, dan penyusunan RKK; 4) program bantuan melalui PKP sangat dibutuhkan oleh petani sebagai modal dasar pengembangan dan pengelolaan usahatani dalam kelompok. Bimbingan manejer sangat diperlukan terutama dalam hal pemasaran hasil; 5) implementasi program ini yang menggunakan pendekatan usahatani kelompok, dimana satu atau lebih kelompoktani menyerahkan operasional pengelolaan usahataninya kepada seorang manajer. Model ini merupakan pilihan yang baik sebagai embrio untuk terwujudnya sistem coorporate farming; 6) dalam pelaksanaan program PKP didaerah masih ada desakan-desakan dari luar kelompoktani yang mengarah pada suatu keinginan tertentu, sehingga inisiatif kelompok belum dapat berjalan secara maksimal; 7) mengingat sasaran program secara umum adalah tercapainya keberdayaan dan kesejahteraan yang sekaligus memantapkan ketahanan pangan, disarankan program ini dapat dilanjutkan untuk masa mendatang.
Studi Kasus Evaluasi Lombok
Modal Usahatani Dari Kredit Usahatani (KUT) di Pulau
Hasil kajian menunjukkan bahwa fungsi KUT bagi petani merupakan tambahan modal usahatani yang terbatas khususnya untuk pembiayaan/upah tenaga kerja. Seandainya tidak ada KUT para petani sulit memperoleh modal usaha dengan bunga rendah, sulit berusahatani, karena sumber pinjaman kepada rentenir dengan natura dan bunga yang relatif tinggi (> 20%). Hal ini mengakibatkan terjadi penurunan produksi karena input sarana produksi yang terbatas. Petani yang menunggak karena tidak dapat mengembalikan pinjaman. Dengan demikian untuk musim yang akan datang para petani mengharapkan keberlanjutan KUT untuk modal usahataninya terutama untuk penerapan dosis pemupukan. Alasan petani yang tidak memanfaatkan KUT karena sudah merasa cukup modal dan takut akan pengalaman masa lalu (tanggung renteng).
Satu Dasawarsa BPTP NTB
59
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB Juga disebabkan oleh prosedur KUT yang berbelit-belit, sehingga penyalurannya tidak tepat waktu. Keterlambatan ini sering terjadi pada tahap penyusunan RDKK sampai pada kesiapan BRI dan KUD dalam menyalurkan kredit. Prosedur seperti ini perlu diperbaiki terutama menyikapi keinginan petani langsung berhubungan dengan pihak Bank.
Pengkajian Tentang Respon Petani Terhadap Penggunaan Benih Unggul Bersertifikat Hasil kajian di kabupaten Lombok Barat diperoleh data bahwa pemilikan lahan yang kurang dari 0,5 ha adalah 35,2%, 0,5 – 1,0 ha (39,6%) sedangkan yang lebih dari 1 ha 24,7%. Penggunaan benih bersertifikat pada 3 musim tanam yaitu mencapai 48,9%, 2 musim tanam 5,6%, dan yang 1 musim tanam 45,5%. Benih yang digunakan petani dengan cara benih sendiri 18,0%, tukar menukar 3,4% dan membeli 78,6%. Alasan petani tidak membeli benih mendapatkan adalah harga mahal 76,2%, tidak mempunyai uang 7,1% dan sulit mendapatkan 16,7%. Apabila harga mahal maka petani tetap membeli KUT 14,2%. Setiap kali membeli benih digunakan untuk sekali 60,2%, 2-3 kali 23,9%, dan berkali kali 15,9%. Kisaran produktivitas yang dicapai kurang dari 4 ton/ha, 4,8%, 4-5 ton/ha. 11,0% dan lebih dari 5 ton/ha 84,2%. Penyakit yang menyerang 2 musim tanam sebelumnya tungro dan kresek. Di Lombok Tengah pemilikan lahan kurang 0,5 ha 3,0%, 0,5 – 1,0 ha 64,4%, dan lebih dari 1,0 ha 32,6%. Penggunaan benih bersertifikat untuk 3 musim tanam 39%, 2 musim tanam 33,0% dan 1 musim tanam 28,0%. Benih yang digunakan petani 33,0% dan 1 sendiri 34,5%, tukar menukar 27,6% dan memebeli 37,9%. Alasan petani tidak membeli benih adalah harga mahal 60,0% tidak mempunyai uang 29,4%, sulit mendapatkan 10,6%. Jika harga mahal maka petani tetap membeli 18,4%, benih sendiri 49,4%, pinjam uang pihak lain 4,6% dan melalui KUT 27,6%. Setiap kali membeli benih digunakan untuk produktivitas kurang dari 4,0 ton/ha 74%, 4-5 ton/ha 20% dan lebih dari 5,0 ton/ha 6,0%, karena wilayah responden adalah areal gogo rancah di Lombok selatan, hama penyakit yang menyerang 2 musim tanam sebelumnya adalah tungro dan tikus. Di Lombok Timur pemilikan lahan kurang 0,5 ha 37,9%, 0,5 – 1,0 ha 50,6%, dan lebih dari 1,0 ha 11,5%. Penggunaan benih bersertifikat untuk 3 musim tanam 38,9%, 2 musim tanam 34,7% dan 1 musim tanam 26,4%. Benih yang digunakan petani dengan benih sendiri 14,4%, tukar menukar 8,9% dan membeli 76,7%. Alasan petani tidak membeli benih adalah harga mahal 69,0%, tidak mempunyai uang 2,4%, sulit mendapatkan 28,6%. Jikan harga mahal maka petani tetap membeli 41,4%, benih sendiri 39,1%, pinjam uang pihak lain 9,2% dan melalui KUT 10,3%. Setiap kali membeli benih digunakan untuk sekali tanam 39,5%, 2-3 kali 43,0% dan berkali-kali 17,5%. Kisaran produktivitas kurang dari 4,0 ton/ha 34%, 4-5 ton/ha 29% dan lebih dari 5,0 ton/ha 37%, penyakit yang menyerang 2 musimm tanam sebelumnya adalah tungro.
Evaluasi Peranan Petani Swadana Terhadap Kontribusi Produksi Padi di Pulau Lombok Evaluasi Peranan Petani Swadana Terhadap Kontribusi Produksi Padi, telah dilaksanakan di P. Lombok, bertujuan untuk mengetahui kontribusi petani swadana (Non KUT) dalam meningkatkan produktivitas padi, (2) mengetahui sumber-sumber permodalan petani selain KUT dan (3) tingkat penerapan teknologi usahatani padi. Hasil evaluasi menunjukkan : (1) kontribusi petani modal swadana (Non KUT) terhadap produksi padi di P. Lombok sebesar 78,55%, (2) modal usahatani swadana bersumber dari : modal sendiri (12,5%); bank perkreditan bunga harian (25%); modal pemberi sakapan (12,5%); modal tambahan/gotong royong (37,5%) dan pinjaman sesama petani (12,5%). (3) petani masih memerlukan kredit agar terhindar dari rentenir dan (4) tingkat penerapan teknologi petani swadana tidak berbeda nyata dengan petani KUT, karena melaksanakan Insus.
Satu Dasawarsa BPTP NTB
60
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB Evaluasi Adopsi dan Dampak Litkaji IPPTP Mataram Hasil kajian menunjukkan bahwa : Kegiatan litkaji yang menonjol dan memberikan dampak positip baik kepada petani maupaun stakeholder dari tahun 1995 sampai dengan 2000 adalah : Pengkajian SUTPA, (b) Pengkajian Usaha Pertanian (SUP) Jagung, (c) Uji adaptasi pembesaran kerapu dalam keramba jaring apung (KJA) di Lombok Timur, (d) Uji adaptasi pemeliharaan ikan mas strain Rajadanu pada lingkungan kolam dan sawah, (e) Uji adaptasi budidaya tanaman pangan mendukung perluasan areal tanam di Empang Sumbawa. Berbagai kendala dari beberapa litkaji sulit untuk dapat diadopsi dan memberikan dampak positip disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah: Ketersediaan modal di tingkat petani ,Ketersediaan pasar untuk menyerap produksi, Keuntungan yang didapat, Kecocokan teknologi tersebut pada lingkungan petani,Tingkat kesulitan teknologi tersebut.
Evaluasi Dinamika Petani Dalam Partisipasi Pembangunan Pedesaan di Pulau Lombok Hasil pengkajian menunjukkan (1). Model perbanyakan benih yang baik adalah penerapan rakitan teknologi peningkatan produksi secara utuh disertai proses sertifikasi melalui pengawalan secara khusus oleh PPL dan petugas sertifikasi sehingga membangkitkan keinginan untuk menjadi calon penangkar, (2) tersedia benih sumber dalam bentuk / kelas FS dan BS . Tindak lanjut dari hasil perbenihan setingkat SS oleh penangkar perlu dilakukan dengan segala upaya agar benih tersebut menjadi kelas ES dan dapat disebarkan kepada petani. Menurut pola tanam yang ada sampai saat ini diperkirakan telah berlangsung minimal enam kali penanaman padi dan tiga kali palawija. Perkembangan penyediaan benih paska kegiatan ini sampai tahun 2001 perlu dievaluasi dengan tujuan 1). mengetahui perkembangan jalur perbenihan untuk penyediaan benih di tingkat daerah miminmal dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. 2). Sebagai bahan informasi untuk memberikan arahan terhadap kebutuhan benih daerah lain yang membutuhkan. 3). Sebagai umpan balik terhadap pelaksaan paska kegiatan PAATP/ BPTPMataram.
Kajian Akselerasi Diseminasi Hasil Kajian Melalui Programa Penyuluhan Pertanian Kontribusi penyuluh dalam pembangunan pertanian di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) selama ini diberikan dalam bentuk berbagai kegiatan, seperti intensifikasi padi Gora (sejak 1981), swasembada pangan NTB tahun 1983, Pertanaman Padi IP 300 dan Gema Palagung 1998. Paket teknologi Gora, IP 300 dan pengembangan Model SUP padi merupakan beberapa contoh inovasi pertanian yang didiseminasikan oleh penyuluh. Pengalaman ini mengajarkan bahwa penyebaran inovasi akan lebih efisien dan efektif apabila penyuluh mendasarkan strategi dan metodenya pada difusi hasil pengkajian. Memperhatikan kondisi penyuluhan yang kurang menentu saat ini, serta hubungan keeratan antara penyuluh, petani dan pengkaji yang ada, maka perlu upaya mengembangkan metodologi diseminasi dengan cara memasukkan pelaksanaan Litkaji ke dalam programa penyuluhan di tingkat BPP. Litkaji yang dikaitkan dengan programa BPP memungkinkan untuk membagi tanggung jawab secara mengikat antara pengkaji dan penyuluh. Tujuan pengkaijan ini adalah: (1) membandingkan mekanisme pelaksanaan dan keragaan Litkaji yang diintegrasikan dan tidak diintegrasikan dengan programa penyuluhan BPP, (2) untuk memperoleh alternatif model diseminasi hasil Litkaji. Melalui integrasi Litkaji ke programa penyuluhan diharapkan hasil Litkaji lebih cepat diadopsi oleh petani. Pengkajian dilaksanakan secara on farm research (OFR) dengan menggunakan salah satu jenis Litkaji. Untuk membandingkan mekanisme Litkaji digunakan rancangan perbandingan
Satu Dasawarsa BPTP NTB
61
Hasil penelitian dan pengkajian BPTP NTB kelompok statik atau static group comparison design, dilanjutkan dengan uji t atau U ManWhithey. Kegiatan ini akan dilakukan di P. Lombok pada dua FSZ yang berbeda.
Evaluasi Dinamika Petani Dalam Partisipasi Pembangunan Pedesaan di P. Lombok Sistem pembinaan perbenihan di NTB selama ini telah melibatkan banyak pihak yaitu BPSB, BUMN, (PT. Pertani, Sang Hiyang Sri), swasta, petani penangkar, serta pihak lain melalui kegiatan proyek yaitu ( Inpres DT II perbenihan); SPL-OECF (pemberdayaan penangkar) serta kegiatan yang melekat dalam proyek intitusi lainnya. Keberadaan IPPTP melalui Proyek PAATP 1999/2000 dalam kegiatan uji multi lokasi dan perbenihan tanaman pangan adalah memperkuat komponen penyaluran benih dari sistem yang ada. Pengkajian perbanyakan benih tanaman pangan yang telah dilaksanakan meliputi padi sawah di Kecamatan Empang Sumbawa, padi gogo di Kecamatan Kilo/Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu, dan Kecamatan Bolo/Belo Kecamatan Bima, serta Kecamatan Tanah di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima dimulai MK II 1999. Hasil pengkajian menunjukkan (1). Model perbanyakan benih yang baik adalah penerapan rakitan teknologi peningkatan produksi secara utuh disertai proses sertifikasi melalui pengawalan secara khusus oleh PPL dan petugas sertifikasi sehingga membangkitkan keinginan untuk menjadi calon penangkar, (2) tersedia benih sumber dalam bentuk / kelas FS dan BS . Tindak lanjut dari hasil perbenihan setingkat SS oleh penangkar perlu dilakukan dengan segala upaya agar benih tersebut menjadi kelas ES dan dapat disebarkan kepada petani. Menurut pola tanam yang ada sampai saat ini diperkirakan telah berlangsung minimal enam kali penanaman padi dan tiga kali palawija. Perkembangan penyediaan benih paska kegiatan ini sampai tahun 2001 perlu dievaluasi dengan tujuan 1). mengetahui perkembangan jalur perbenihan untuk penyediaan benih di tingkat daerah miminmal dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. 2). Sebagai bahan informasi untuk memberikan arahan terhadap kebutuhan benih daerah lain yang membutuhkan. 3). Sebagai umpan balik terhadap pelaksaan paska kegiatan PAATP/ BPTP NTB.
Satu Dasawarsa BPTP NTB
62