BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian 1. Gambaran Alumni Prodi KPI Program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam merupakan salah satu program studi yang ada di STAIN Palangka Raya, dengan visi yaitu terwujudnya pengkajian dan pengembangan ilmu-ilmu komunikasi dan penyiaran Islam
yang
berparadigma
Islam
dalam
mewujudkan
kemaslahatan. Standar kompetensi kelulusan dari prodi ini di antaranya: memahami wawasan keilmuan dakwah dan komunikasi, memiliki sikap profesional bidang dakwah dan komunikasi yang responsif, kreatif dan inovatif, dan memiliki keterampilan dalam bidang dakwah, mampu memanfaatkan media komunikasi serta terampil dalam mengatasi masalah dakwah dan umat.1 Prodi KPI telah melahirkan sarjana ilmu dakwah sejak angkatan 1999 sampai 2007. Adapun data alumni prodi KPI sejak tahun 1999 sampai tahun 2007, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Mahasiswa Prodi KPI Jurusan Dakwah STAIN Palangka Raya No. 1. 2.
Nama Sudarmanto M. Al-Ghifari
1
Angkatan
Status
1999 1999
Alumni Alumni
Buku Mutu (Standar Kompetensi) Lulusan STAIN Palangka Raya, Pusat Peningkatan Mutu Pendidikan (PPMP) STAIN Palangka Raya, 2010.
40
41
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46.
Aliyani Arifin Asril Astiawati Hanil Ma’ruf Irwan Jemie Jorjani Marwiyah Musthofa Kamal Noor Hidayah Nur Zaitun Rahmat Fauzi Rimbawati Rubi Kuswanto Sarwanto Sueb Susilawati Wahid Waluyo Utomo Zuliah Husnul Khatimah Masnimah M. Anshar Nasikhin Abdul Karim Muhammad Yusuf Syarif Hadiani Taupik Hidayat Asep Eka Dwi Sunandar Daud S Kasmiah Muttaqin Nor Hidayah Muhammad Muttaqin Dedi Irawan Fietriyannur Abdul Kadir Karisabara Mujtahidin Tasripudin Latip Sumardi Abdul Majid
1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2002 2002 2002 2002 2002 2004 2004 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2006
Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni
42
47. 48. 49. 50. 51. 52. 53.
Fahrurraji Ahmad Nuril Anwar Atikah Pribadi Ahmad Ridowi Gustimah Sahidul Muslipin
2006 2006 2006 2006 2007 2007
Syarifuddin Wahyu Utomo Hermandian
54. 55.
Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni Alumni
-
Sumber Data: MIKWA STAIN Palangka Raya 2. Gambaran Jurnalis di Palangka Raya Secara yuridis, Undang-Undang Pokok Pers No. 40/1999, siapa pun bisa menerbitkan dan megelola pers. Siapa pun bisa menjadi jurnalis dan masuk dalam organisasi pers mana pun. Sekarang ini, di Indonesia sudah banyak bermunculan media pers, begitu juga di wilayah Kalimantan Tengah. Berdasarkan data penerbitan pers nasional 2009 yang disusun TIM Dewan Pers, jumlah media pers di Kalimantan Tengah sebanyak 18 media. Mengenai pers tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2 Jumlah Media Pers Kalimantan Tengah N
Jenis Surat
o.
Kabar
1.
Surat Kabar
Nama Surat Kabar
1. Borneo News
Harian
Alamat
Jl. Pangeran Antasari No. 43 Pangkalan Bun
2. Dayak Pos
Jl. RA. Kartini No. 17 Palangka Raya
3. Kalteng Pos
Jl. Tjilik Riwut KM 3 Palangka Raya
4. Palangka Pos
Jl.
RTA.
Milono
Bundaran Burung
KM
5,5
43
5. Radar Sampit
Jl. Mulyono No. 5 Sampit
6. Tabengan
Jl. Imam Bonjol No.13 Palangka Raya
2.
Surat Kabar Mingguan
1. Baramedia Kalteng
Jl. Meranti Gg. Perintis II No. 13 A Muara Teweh
2. Bidik Kalteng
Jl. Rajawali Induk Palangka Raya
3. Detak
Jl. S. Parman 41 Palangka Raya
4. Forum Hukum
Jl. H.M.Thamrin No. 2
5. Katingan Post
Jl. Cilik Riwut Km 1 Kasongan, Katingan
6. Potret Kalteng
Jl. Cut Nyak Dien No. 13 Lt 2 Palangka Raya
7. Realitas
Jl. A. Yani KM 2,5 Banjarmasin
8. Sinar Kalteng
Jl. G. Obos VI No. 22 Palangka Raya
9. Spirit Barito
Jl. A. Yani KM 1 No. 7 Tamiang Layang
10. Suara Kahayan
Jl. Pananjung Tarung RT 13 Pulang Pisau
3.
Surat Kabar Bulanan
1. Fokus Kalimantan 2. Banama
Jl. Pinus Iindah No. 2 Palangka Raya Jl. Maluku No. 12 Kuala Kapuas
Sumber Data: Penerbitan Pers Nasional 2009 Adapun pendataan jurnalis yang dilakukan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Kalimantan Tengah September 2013, tentang data jurnalis yang ada di Palangka Raya berjumlah 185 orang. Mengenai data jurnalis, dapat dilihat dalam tabel berikut:
44
Tabel 4.3 Jumlah Jurnalis di Palangka Raya No. 1.
Nama Media Harian Barito Pos
Jumlah
No.
1
27.
Nama Media Tabengan
Jumlah
Potret
6
Kalteng 2.
SKH Palangka Pos
14
28.
RCTI
2
3.
Majalah Cermin
1
29.
SK Buser
2
7.
SKU Dayak Pos
10
30.
Borneo TV
3
8.
Harian Tabengan
14
31.
ANTV
2
9.
Palangka Ekpres
3
32.
SCTV
2
10.
Media Kalimantan
1
33.
Metro TV
1
11.
SKH Kalteng Pos
23
34.
Trans TV
1
12.
Tabloid Ngantor
3
35.
Trans 7
1
13.
B. Pos
1
36.
Radio RCA
1
14.
Kalteng Pos
11
37.
Radio Bravo
1
15.
Isen Mulang
1
38.
Radar Sampit
1
16.
LPP RRI
14
39.
Majalah Amanah
1
17.
Harian Dayak Pos
3
40.
LPP TVRI Kalteng
15
18.
Palangka Pos
2
41.
Cameramen ANTV
1
19.
Tabloid DeTAK
4
42.
SKU Gerak Kalteng
2
20.
TVRI Kalteng
18
43.
TV One
1
21.
Kompas TV
1
44.
Tabloid
Gema
1
Kalteng 22.
SKM Suara Kalteng
3
45.
RRI P. Raya
2
23.
LKBM Antara
4
46.
Harian Kalteng Pos
5
24.
Suara Kateng
1
47.
LPP TVRI Palangka
1
Raya 25.
Buletin Isen Mulang
7
48.
Harian Mega Post
1
26.
Majalah DeTAK
1
49.
Tabloid KPK
2
Sumber Data: Dokumentasi Anggota PWI cabang Kalimantan Tengah
45
B. Hasil Penelitian dan Analisis Data 1.
Profesi Jurnalis Sebagian orang menilai profesi sebagai jurnalis memiliki prestise yang tinggi. Profesi jurnalis dianggap publik memiliki kedudukan yang berbeda dengan profesi lainnya. Terlepas dari aspek kesejahteraan, bekerja sebagai jurnalis memiliki citra yang relatif lebih tinggi dibandingkan profesi lainnya. Hal ini dikarenakan profesi jurnalis dianggap profesi yang di dalamnya memadukan kekuatan pengetahuan
dan
keterampilan.
Jurnalis
dianggap
memiliki
pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan yang bukan jurnalis. Tidak hanya dianggap serba tahu, jurnalis juga dianggap mampu menuliskan setiap informasi yang dimilikinya sehingga menjadi berita. Profesi jurnalis tergolong disegani oleh publik, karena jurnalis dianggap kritis dan tajam dalam bertanya, mampu mengungkapkan informasi secara rinci, piawai dalam meliput berita dan mampu mempengaruhi orang lain melalui tulisannya. 2 Setiap orang tentunya mempunyai pandangan berbeda-beda terhadap profesi jurnalis. Berdasarkan hasil wawancara dengan para alumni, maka dapat diketahui persepsi alumni prodi KPI jurusan Dakwah STAIN Palangka Raya terhadap profesi jurnalis. Menurut M. Anshar yaitu:
2
Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan..., h. 37-38
46
“Profesi jurnalis menurut saya adalah pekerjaan yang menantang tentunya, yang tidak terikat oleh waktu. Kerja yang ada aturan jelas, jadi lebih santailah.”3 Dari wawancara di atas, dapat di ketahui pandangan M. Anshar bahwa profesi jurnalis adalah pekerjaan yang menantang untuk dilakukan, pekerjaan yang memiliki keahlian khusus, memiliki aturan-aturan yang jelas dan memiliki pola kerja yang tidak mengenal waktu, mereka harus siap meliput kapanpun ada peristiwa penting terjadi. Hal tersebut membuat waktu istirahat mereka berkurang, terlebih lagi mereka harus memenuhi tenggat waktu (deadline) pengumpulan berita yang diberikan perusahaan. Dalam wawancara lain yang peneliti lakukan dengan Sumardi Baharani juga mengatakan: “Kalau pandangan saya terhadap profesi jurnalis, saya selaku orang dakwah, tentu sangat bagus, sesuai dengan jurusan yang kita tempuh selama ini, yaitu Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jurnalis salah satu pekerjaan yang sangat bagus sesuai dengan mata kuliah yang pernah kita pelajari, berpotensi untuk pengembangan dakwah kedepannya.”4 Dari hasil wawancara tersebut, diketahui Sumardi Baharani berpandangan kalau profesi jurnalis merupakan profesi yang sangat bagus, profesi yang memerlukan skill, minat dan wawasan yang luas. Apalagi jurnalis merupakan bagian dari mata kuliah yang pernah dipelajari selama kuliah dan hanya ada di KPI. Mata Kuliah jurnalistik tersebut tentunya dapat memberi gambaran mengenai pekerjaan di 3
Wawancara dengan M. Anshar, tanggal 10 Juli 2013, pukul 09.00 WIB.
4
Wawancara dengan Sumardi Baharani, tanggal 15 Juli 2013, pukul 15.10 WIB.
47
bidang pers, sehingga dengan adanya mata kuliah jurnalistik, mahasiswa memiliki pamahaman dan kemampuan dasar untuk menjadi seorang jurnalis. Senada dengan hal tersebut, Fahrurraji juga mengatakan: “Padangan saya terhadap profesi jurnalis adalah sangat baik sekali. Karena kita sebagai alumni jurusan Dakwah tentunya sangat berguna dan sangat atau bisa melakukan program apa saja yang akan kita laksanakan di humas kota Palangka Raya.”5 Dapat diketahui juga pandangan Fahrurraji terhadap profesi jurnalis bahwa profesi jurnalis sangat baik. Jurnalis merupakan profesi yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita. Bekerja sebagai humas, tentu berhubungan dengan ilmu jurnalistik, seperti mengolah data di web, blog dan menerbitkan majalah. Jadi, ilmu tentang jurnalistik yang pernah dipelajari selama kuliah, tentunya ilmu tersebut sangat berguna dalam membantu pekerjaannya di kantor Wali Kota Palangka Raya sebagai humas. Zuliah Rahmwati juga mengatakan hal yang sama, bahwa: “Kalau saya selaku alumni Dakwah, berpendapat bahwa profesi junnalis adalah pekerjaan yang bagus. Sangat mendukung sekali dengan profesi jurnalis tersebut.”6 Berdasarkan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa Zuliah Rahmawati juga mengatakan profesi jurnalis adalah profesi yang sangat bagus, profesi yang tentunya dapat memberikan informasi
5
Wawancara dengan Fahrurraji, tanggal 15 Juli 2013, pukul 13.00 WIB.
6
Wawancara dengan Zuliah Rahmawati, tanggal 16 September 2013, pukul 12.13
WIB.
48
kepada masyarakat tentang peristiwa yang terjadi. Walaupun sebenarnya dia bukan berprofesi sebagai jurnalis, tetapi dia sangat mendukung sekali dengan profesi jurnalis tersebut, karena profesi jurnalis merupakan profesi yang memiliki tantangan yang cukup berat dalam meliput suatu berita. Adapun persepsi Musthofa Kamal megenai profesi jurnalis yaitu: “Kalau menurut saya, profesi jurnalis itu sebenarnya bagus. Apa lagi kita sebagai seorang alumni dakwah, profesi ini sangat bagus.”7 M. Al-Gifari juga mengatakan: “Profesi jurnalis sangat bagus karena tujuannya adalah mengungkapkan kebenaranan.”8 Daud juga berpendapat yang sama: “Profesi jurnalis adalah profesi yang bagus, tetapi ada yang sifatnya positif atau negatif. Tergantung yang menjalaninya aja lagi.”9 Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dimengerti bahwa Musthofa, Gifari dan Daud, mereka berpandangan positif terhadap profesi jurnalis. Menurut mereka, profesi jurnalis adalah pekerjaan yang bagus. Profesi jurnalis tersebut menuntut tanggung jawab yang memerlukan kesadaran dari pribadi jurnalis itu sendiri. Seorang
7
Wawancara dengan Musthofa Kamal, tanggal 17 September 2013, pukul 10.57
WIB. 8
Wawancara dengan M. Al-Gifari, tanggal 12 September 2013, pukul 16.55 WIB.
9
Wawancara dengan Daud, tanggal 13 September 2013, pukul 10.12 WIB.
49
jurnalis dituntut bukan hanya menyajikan fakta, melainkan juga kebenaran tentang fakta itu sendiri. Kemudian Achmad Ridowi mengatakan: “Pandangan saya terhadap profesi jurnalis pada umumnya yaitu satu bagian penting. Karena jurnalis memberikan informasi kejadian-kejadian dari segi sosial, ekonomi atau apa ajalah kepada khalayak, yang jelas sangat penting keberadaannya.”10 Berdasarkan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa profesi jurnalis menurut Achmad Ridowi merupakan profesi yang memiliki tugas utama, yaitu dalam mencari, mengumpulkan dan menganalisis fakta dan kejadian yang terjadi di dalam masyarakat. Oleh karena itu, profesi jurnalis merupakan salah satu bagian yang sangat penting keberadaannya bagi masyarakat, karena dapat memberikan informasi, sehingga masyarakat dapat mengetahui peristiwa-peristiwa apa saja yang sedang terjadi melalui berita yang di sajikan oleh para jurnalis. Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Asep Eka Dwi S, menurutnya: “Jurnalis itu adalah sebuah profesi yang menurut saya adalah profesi yang mengacu pada pemikiran, mengantarkan dengan sarana tulisan.”11 Menurut Asep, profesi jurnalis merupakan profesi yang lebih mengarah pada pemikiran-pemikiran dari diri seorang jurnalis, pemikiran tersebut dituangkan melalui tulisan-tulisannya, memiliki 10
Wawancara dengan Achmad Ridowi, tanggal 15 Juli 2013, pukul 08.00 WIB.
11
Wawancara dengan Asep Eka Dwi S, tanggal 17 Juli 2013, pukul 09.25 WIB.
50
kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat. Profesi ini sebagai salah satu alat perjuangan untuk menegakkan keadilan, menyebar luaskan informasi kepada masyarakat. Sehingga masyarakat dapat menikmati hasil tulisannya tersebut. Ahmad Nuril Anwar juga memiliki pandangan tersendiri terhadap profesi jurnalis, yaitu: “Termasuk pekerjaan yang mulia. Apa lagi jurnalis sekarang membutuhkan banyak refrensi, nantinya untuk memberikan satu informasi kepada masyarakat dengan jelas dan benar. Jadi termasuk pekerjaan yang mulia.”12 Dapat di pahami bahwa profesi jurnalis menurut Ahmad Nuril Anwar, termasuk pekerjaan yang mulia untuk dilakoni. Karena pada dasarnya jurnalis memberikan informasi kepada masyarakat dengan jelas dan benar. Profesi jurnalis dikatakan mulia karena profesi ini memiliki tanggung jawab dalam mendidik masyarakat dan juga memberikan informasi kepada masyarakat tentang kenyataankenyataan yang terjadi. Sahidul Muslipin juga mengatakan hal yang sama: “Pandangan saya terhadap profesi jurnalis bisa dikategorikan kepada kedua kesimpulan: pertama, saya melihat profesi jurnalis itu adalah pekerjaan yang sangat mulia, jika dia bisa memegang suatu amanah yang dipercayakan kepadanya sebagai seorang jurnalis. Kedua, saya berpendapat profesi jurnalis juga suatu pekerjaan yang sangat sulit. Karena di satu sisi, jurnalis juga tidak sedikit akan mendapat protes dari orang jika apa yang diberitakan kepada khalayak tidak berimbang.”13
12
Wawancara dengan Ahmad Nuril Anwar, tanggal 16 Juli 2013, pukul 12.30 WIB.
13
Wawancara dengan Sahidul Muslipin, tanggal 28 Juli 2013, pukul 19.22 WIB.
51
Pendapat Sahidul Muslipin mengenai profesi jurnalis tersebut, dapat dipahami bahwasanya profesi jurnalis menurutnya adalah pekerjaan yang mulia bagi yang benar-benar amanah dalam menjalankannya
dengan penuh tanggung jawab, tetap bebas
menggunakan akal sehat dan mendengar bisikan hati nuraninya, sehingga jurnalis bisa menilai apakah informasi yang disampaikan menguntungkan bagi masyarakat. Disamping itu, menurutnya profesi jurnalis juga merupakan profesi yang sulit. Dikatakan sulit karena profesi ini memerlukan keahlian khusus dan penuh dengan resiko ketika meliput peristiwa. Sementara itu Rahmat Fauzi juga mengatakan: “Profesi jurnalis, profesi yang mulia. Karena dengan profesi itu kita bisa menyampaikan sebuah kebenaran yang tidak bersifat individual, tapi kebenaran kolektif.”14 Menurutnya, profesi jurnalis dikatakan profesi yang mulia, memiliki peran penting bagi masyarakat dan pemerintah. Mereka yang berprofesi sebagai jurnalis, mempunyai tugas yang mulia untuk perubahan
sosial.
Dengan
profesi
tersebut
tentunya
dapat
menyampaikan kebenaran suatu berita kepada masyarakat terhadap kritik-kritik sosial. Pendapat
diatas
berbeda
dengan
Atikah
Pribadi,
dia
mengatakan: “Profesi jurnalis menurut saya, profesi yang belum terlalu menjanjikan untuk wilayah Kalimantan Tengah.”15 14
Wawancara dengan Rahmat Fauzi, tanggal 16 September 2013, pukul 11.45 WIB.
52
Berdasarkan wawancara di atas, dapat dipahami pandangan Atikah Pribadi terhadap profesi jurnalis adalah negatif. Rendahnya tingkat kesejahteraan, menjadi beban kerja junalis, sehingga profesi jurnalis menurutnya termasuk profesi yang belum menjanjikan di wilayah Kalimantan Tengah. Begitu juga dangan Nor Hidayah, dia mengatakan: “Pandangan saya terhadap profesi jurnalis berdasarkan pengalaman pribadi saya, menurut saya pekerjaan yang negatif untuk perempuan. Apa lagi waktu dulu, ketika saya masih menjadi jurnalis di bagian hiburan, kalau misalkan ada konser jam 11 malam, saya harus stand by.”16 Menurutnya, dapat dipahami bahwa baginya profesi jurnalis untuk perempuan kurang begitu baik, terlebih lagi jika ditugaskan pada malam hari untuk mencari suatu berita dan harus selalu stand by. Apalagi jika sudah berkeluarga, selain harus bekerja, mereka memiliki kewajiban untuk mengasuh anak. Sistem kerja yang tidak mengenal waktu sering menjadi hambatan bagi para jurnalis perempuan. Ini yang seringkali membuat penilaian terhadap para jurnalis perempuan tidak lebih baik dari rekannya jurnalis laki-laki 2.
Profesionalisme Jurnalis yang baik, harus memiliki sejumlah sifat yang harus ditanam dan dipupuk secara terus menerus, yaitu: minat yang mendalam terhadap manusia dan apa yang terjadi dengan masyarakat, pandai membawa diri dan selalu bersikap ramah tamah terhadap 15
Wawancara dengan Atikah Pribadi, tanggal 28 Juli 2013, pukul 13.00 WIB.
16
Wawancara dengan Nor Hidayah, tanggal 13 September 2013, pukul 11.15 WIB.
53
segala jenis karakter manusia, mampu membangun kepercaayaan orang terhadap dirinya, terampil berbicara dan menulis dalam bahasa Indonesia dan akan lebih baik lagi jika menguasai bahasa asing, teliti dan bertanggung jawab, mampu bekerja lebih cepat, ikhlas, selalu bersikap objektif, memiliki minat yang luas, memiliki daya analisis, bersifat kreatif, teliti dalam mengobservasi dan hobi membaca. Semua sifat dan kemampuan tersebut menjadi syarat ideal seorang jurnalis profesional. Tentu, kesemuanya tidak langsung dimiliki sekaligus. Tetapi berproses seiring dengan kematangannya secara pribadi selaku jurnalis yang ingin lebih profesional. Jurnalis profesional mengacu pada kemampuan (skill) dan pekerjaan. Untuk melihat apakah seseorang profesional atau tidak, maka dapat dilihat dulu kemampuannya (skill). Apakah yang bersangkutan sudah mampu menulis dengan baik, sesuai dengan tata bahasa, apakah mampu membuat sebuah kalimat dengan jelas dan tegas. Selanjutnya dapat dilihat pada tingkat pekerjaanya, bagaimana yang bersangkutan tersebut menjalankan profesinya sehari-hari. Mengenai keprofesionalan jurnalis
tersebut, para alumni
sepakat bahwa jurnalis harus profesional dalam bidangnya. Berikut ini disajikan pandangan mereka terhadap keprofesionalan jurnalis. Menurut M. Anshar, dia mengatakan: “Seorang jurnalis harus profesional dengan profesinya itu. Dia harus profesional dengan apa dia beritakan terhadap berita
54
yang dia sajikan pada saat ditampilkan di koran atau televisi.”17 Berdasarkan wawancara tersebut, dapat di ketahui bahwa menurut M. Anshar, seorang jurnalis memang harus profesional, termasuk dalam menyajikan berita kepada khalayak
baik melalui
media cetak atau elektronik. Jurnalis dituntut untuk profesional semata-mata bukan hanya karena idealisme yang ada pada pada profesi tersebut. Sumardi Baharani juga mengatakan bahwa: “Sebagai seorang jurnalis dia harus profesional.”18 Kemudian Achmad Ridowi juga mengatakan: “Tentu seorang jurnalis harus profesional. Seorang jurnalis harus mempunyai kemampuan pandangan, terutama dari segi ilmu kejurnalisan.”19 Berdasarkan hasil wawancara dengan Sumardi Baharani dan Achmad Ridowi, dapat disimpulkan bahwa seorang jurnalis memang harus profesional dalam dalam menjalankan profesinya. Seorang jurnalis yang profesional tentu mengetahui dan menerapkan kode etik jurnalistik, karena hal tersebut menyangkut kepada cara kerja seorang jurnalis apa bila sedang melakukan pencarian berita. Senada dengan hal tersebut, Fahrurraji juga mengatakan: “Seorang jurnalis itu memang senbenarnya harus profesional di saat kerja atau meliput kegiatan.”20 17
Wawancara dengan M. Anshar, tanggal 10 Juli 2013, pukul 09.00 WIB.
18Wawancara dengan Sumardi Baharani, tanggal 15 Juli 2013, pukul 15.10 WIB. 19Wawancara dengan Achmad Ridowi, tanggal 15 Juli 2013, pukul 08.00 WIB.
55
Dari wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa jurnalis memang harus profesional dalam pekerjaannya. Sebagai jurnalis yang profesional, tidak dapat lepas dari kode etik jurnalis sebagai acuan dalam menjalankan tugasnya. Penerapan kode etik jurnalistik yang konsisten dan penuh komitmen pada akhirya akan menghasilkan jurnalis yang profesional, ini terlihat melalui penyajian berita memiliki kualitas tinggi dan berbobot. Sedangkan menurut Ahmad Nuril Anwar: “Jurnalis memang harus profesional.”21 Asep Eka Dwi S juga berpandangan bahwa: “Jurnalis jelas harus profesional. Karena jurnalis memiliki paradigma yang mempengaruhi masyarakat. Makanya harus profesional.”22 Hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa Ahmad Nuril Anwar dan Asep Eka Dwi S, mereka berdua sepakat kalau jurnalis memang harus profesional dalam dunia jurnalistik. Kompetensi jurnalis menjadi perlu sebagai bekal profesonalisme jurnalis. Standar kompetensi jurnalis diperlukan untuk melindungi kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat. Kemudian Atikah Pribadi juga mengatakan: “Tentu seorang jurnalis harus profesional dalam menjalani profesinya.”23 20
Wawancara dengan Fahrurraji, tanggal 15 Juli 2013, pukul 13.00 WIB.
21
Wawancara dengan Ahmad Nuril Anwar, tanggal 16 Juli 2013, pukul 12.30 WIB.
22
Wawancara dengan Asep Eka Dwi S, tanggal 17 Juli 2013, pukul 09.25 WIB.
56
Menurut Sahidul Muslipin: “Tentu saya sepakat jika seorang jurnalis memang harus profesional.”24 Dari wawancara dengan Atikah Pribadi dan Sahidul Muslipin di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang jurnalis sebenarnya memang harus profesional dalam pekerjaanya. Jurnalis profesional harus memiliki atau mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan jurnalistik. Karena pada dasarnya mereka sebagai jurnalis, dapat mempengaruhi masyarakat. Untuk menjadi jurnalis yang profesional, harus mematuhi, menjunjung tinggi dan mengedepankan kode etik jurnalistik, serta taat pada Undang-Undang Pokok Pers No. 40 tahun 1999 tentang pers maupun aturan hukumnya, juga termasuk norma-norma yang terkait. Kalau jurnalis dalam melakukan kegiatan tidak mentaati kode etik, maka akan menjadi cacat dan karya yang dihasilkannya pun tidak sempurna. Selanjutnya M. Al-Gifari mengatakan: “Apa pun yang dilakukan, kalau profesional, maka akan mendapatkan hasil yang maksimal, termasuk juga jurnalis. Jadi memang harus profesional.”25 Berdasarkan wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut M. Al-Gifari, jurnalis harus benar-benar profesional dalam
23
Wawancara dengan Atikah Pribadi, tanggal 28 Juli 2013, pukul 13.00 WIB
24
Wawancara dengan Sahidul Muslipin, tanggal 28 Juli 2013, pukul 19.22 WIB.
25
Wawancara dengan M. Al-Gifari, tanggal 12 September 2013, pukul 16.55 WIB.
57
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai jurnalis. Tidak hanya untuk jurnalis saja yang harus profesional, tetapi juga untuk semua profesi memang harus profesional dalam bidangnya. Nor Hidayah juga mengatakan hal yang serupa: “Pekerjaan apa pun, apakah dia seorang jurnalis atau pedagang harus profesional. Apa yang dikerjakan sesuai dengan kode etik.”26 Wawancara tersebut dapat dipahami bahwa jurnalis jelas harus profesional. Jurnalis profesional melakukan transfer informasi yang benar, edukasi yang mencerahkan juga memiliki cakrawala luas. Dengan begitu, ia akan menemukan kebenaran, walaupun berada di tempat yang tidak disukainya. Dari kecerdasan dan kegigihannya bekerja, jurnalis profesional arif melihat kebenaran pada realitas kehidupan. Mengenai
apakah
jurnalis
harus
profesional,
Daud
mengatakan: “Seorang jurnalis harus profesional.”27 Demikian juga dengan Zuliah Rahmawati, dia mengatakan hal yang sama: “Tentunya jurnalis harus profesional.”28 Musthofa Kamal mengatakan juga mengatakan bahwa:
26
Wawancara dengan Nor Hidayah, tanggal 13 September 2013, pukul 11.15 WIB.
27
Wawancara dengan Daud, tanggal 13 September 2013, pukul 10.12 WIB.
28
Wawancara dengan Zuliah Rahmawati, tanggal 16 September 2013, pukul 12.13
WIB.
58
“Seorang jurnalis alangkah lebih baiknya profesional.”29 Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
Daud,
Zuliah
Rahmawati, Musthofa Kamal, mereka sama-sama mengatakan bahwa seorang jurnalis memang harus profesional dalam pekerjaannya. Jurnalis yang profesional, tentunya akan mematuhi kode etik jurnalistik dan memahami pentingnya kode etik sebagai acuan dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang jurnalis. Sedangkan menurut Rahmat Fauzi: “Seorang jurnalis harus profesional. Karena jurnalis adalah profesi yang sangat menentukan . Media massa adalah pilar ke4 dari reformasi yang ada di Indonesia ini. Jadi jurnalis adalah orang-orang yang harus profesional.”30 Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui bahwasanya Rahmat Fauzi setuju jika profesi jurnalis harus profesional. Tidak hanya jurnalis saja yang harus profesional, tetapi juga untuk semua profesi hendaknya benar-benar profesional dalam bidangnya masing-masing. Jurnalis profesional adalah jurnalis yang memiliki keterampilan untuk melakukan reportase dan mengolah karya-karya jurnalistik sesuai dengan nilai yang berlaku, memiliki hati nurani serta memegang teguh kode etik jurnalistik yang diatur oleh organisasi profesi yang diikutinya.
29
Wawancara dengan Musthofa Kamal, tanggal 17 September 2013, pukul 10.57
WIB. 30
Wawancara dengan Rahmat Fuzi, tanggal 16 September 2013, pukul 11.45 WIB.
59
3.
Pendidikan Jurnalis dan aktivitas jurnalistik sangat dibutuhkan
dan
penting bagi masyarakat. Karena itu, untuk bekerja dan menekuni profesi jurnalis tidak cukup hanya mengandalkan keinginan dan semangat. Menjadi jurnalis merupakan suatu proses yang panjang. Bekal pendidikan sangat diperlukan bagi jurnalis. Bekal kesiapan dan keberanian mental juga diperlukan dalam menekuni profesi sebagai jurnalis. Intinya untuk menjadi jurnalis diperlukan kemampuan praktik dan teoritik yang mumpuni.31 Tidak semua jurnalis memiliki latar belakang pendidikan yang terkait dengan ilmu jurnalistik. Seperti yang kita tahu bahwa untuk menjadi seorang jurnalis, bisa berlatar belakang dari manapun. Ada jurnalis yang tidak berpendidikan ilmu jurnalistik. Ada juga yang memiliki latar belakang pengalaman jurnalistik pada saat mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Mengenai hal tersebut, berikut pandangan M. Anshar,
terhadap latar belakang pendidikan untuk
menjadi jurnalis: “Kalau menurut saya, jurnalis itu tergantung bakat dan kemauan. Jadi kada mesti dia di tunjang dengan pendidikan atau background yang dia punya. Contohnya saya punya teman, dia lulusan STM saja bisa jadi jurnalis.”32 Berdasarkan wawancara tersebut, menurut M. Anshar, seorang jurnalis itu tidak harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
31
Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan..., h. 38.
32
Wawancara dengan M. Anshar, tanggal 10 Juli 2013, pukul 09.00 WIB.
60
Seseorang bisa saja menjadi jurnalis tanpa latar belakang pendidikan yang harus sesuai dengan ilmu jurnalistik. Semua itu tergantung dari bakat dan kemauan seseorang yang ada dalam dirinya sendiri serta pengalaman yang di dapat ketika ikut pers kampus. Jadi, tidak semua jurnalis memiliki latar belakang pendidikan yang yang terkait dengan ilmu jurnalistik. Ahmad Nuril Anwar juga memilki pandangan tentang latar belakang pendidikan jurnalis, menurutnya: “Tidak juga, yang penting pengalaman dan dia mau mencari sesuatu yang baru.”33 Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa menurut Nuril, untuk menjadi seorang jurnalis tidak harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya, yang penting baginya orang tersebut memiliki atau ada pengalaman di dunia jurnalistik dan memiliki bakat tentunya. Banyak juga yang memiliki latar belakang pendidikan sesuai dengan ilmu jurnalistik, tetapi tidak beprofesi sebagai jurnalis. Kemudian menurut M. Al-Gifari, bahwa: “Jurnalis tidak semestinya harus sesuai dengan basic-nya. Karena banyak orang yang lahir otodidak saja. Tapi alangkah lebih baiknya, dia lahir dari latar belakang yang sesuai.”34 Hasil wawancara tersebut dapat dipahami bahwa seorang jurnalis menurut M. Al-Gifari, lebih bagus jika seorang jurnalis adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan
33
Wawancara dengan Ahmad Nuril Anwar, tanggal 16 Juli 2013, pukul 12.30 WIB.
34
Wawancara dengan M.Al-Gifari, tanggal 12 September 2013, pukul 16.55 WIB.
61
ilmu jurnalistik. Jika memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan dunia jurnalistik, maka akan lebih mudah dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewajibannya sebgai jurnalis, karena sudah memahami atau mengerti mengenai pekerjaan jurnalis. Mengenai hal tersebut, Daud juga berpendapat: “Belum tentu. Tidak harus sesuai dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan jurnalistik.”35 Menurutnya untuk menjadi jurnalis, tidak harus sesuai dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan dunia jurnalistik. Menjadi jurnalis bisa saja dari latar belakang pendidikan yang berbeda. Memang ada saja jurnalis yang memiliki latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan standar pendidikan sebagai jurnalis, tetapi bekerja sebagai jurnalis. Masih mengenai apakah jurnalis harus sesuai dengan latar belakang pendidikaannya, Nor Hidayah mengatakan: “Tidak mesti yang pasti, seorang jurnalis itu latar belakangnya bisa saja dia lulusan sarjana ekonomi, sarjana kehutanan, yang penting dia mengerti tentang bagaimana cara menulis dengan baik, bagaimana caranya bisa melobi orang lain dengan baik, bersopan santun dengan baik.”36 Berdasarkan wawancara dengan Nor Hidayah, dia sependapat dengan beberapa pendapat di atas. Dapat diketahui menurutnya jurnalis tidak harus sesuai dengan latar belakang pendidikan. Untuk menjadi jurnalis atau menggeluti dunia jurnalistik, bisa saja dari
35
Wawancara dengan Daud, tanggal 13 September 2013, pukul 10.12 WIB.
36
Wawancara dengan Nor Hidayah, tanggal 13 September 2013, pukul 11.15 WIB.
62
lulusan mana saja, bisa dari ilmu ekonomi, ilmu kehutanan dan lain sebagainya, asalkan sesuai dengan kaidah yang berlaku, memahami kaidah jurnalistik. Jadi tidak hasus sesuai dengan bidang keilmuan jurnalistik. Selama dia memahami, mengerti dan menjalankan kode etik jurnalistik, undang-undang pers yang diterbitkan oleh Dewan Pers dan benar-benar melaksanakan tugasnya sebagai jurnalis. Zuliah Rahmawati juga memilki pandangan, menurutnya: “Sebenarnya tidak juga. Tidak harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya, yang paling penting adalah harus benar-benar dijiwai dengan menggunakan hati.”37 Demikian juga menurut Zuliah Rahmawati, jelas mengatakan kalau jurnalis itu tidak harus dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan dunia jurnalistik. Seseorang dari latar belakang pendidikan yang berbeda, di luar ilmu jurnalistik, bisa saja menjadi jurnalis, selama dia benar-benar mengerti dengan tugas dan tanggung jawab menjadi jurnalis. Sementara itu, Musthofa Kamal juga mengatakan bahwa: “Menjadi jurnalis itu tidak tentu sesuai dengan latar belakangnya. Itu tergantung kemauan saja.”38 Berdasarkan hasil wawancara tersebut, jelas seorang beprofesi sebagai jurnalis tidak mesti memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan dunia jurnalistik. Semua itu tergantung dari kemauan
37
Wawancara dengan Zuliah Rahmawati, tanggal 16 September 2013, pukul 12.13
WIB. 38
Wawancara dengan Musthofa Kamal, tanggal 1210.57WIB.
17 September 2013, pukul
63
masing-masing individu saja, walaupun dia berlatar pendidikan yang berbeda. Pendapat di atas juga sama dengan pendapat Sumardi Baharani, dia mengatakan: “Memang kalau kita menyesuaikan, ya harus sesuai dengan latar belakangnya. Tapi tidak menutup kemungkinan, siapa pun baik dia jurusan bahasa Inggris dan sebagainya, kalau memang dia mempunyai potensi untuk menjadi seorang jurnalis, tidak menutup kemungkinan.”39 Dari wawancara di atas, Sumardi Baharani berpandangan bahwa menjadi seorang jurnalis harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Karena pada dasarnya jurnalis memang harus pandai merangkai kata dan sebagainya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk menjadi seorang jurnalis, walaupun dia tidak sesuai
dengan
latar
belakang
pedidikan
jurnalistik.
Karena
menurutnya ada juga seorang jurnalis yang demikian, dia tidak mempunyai latar belakang pendidikan jurnalis, tetapi dia berprofesi sebagai jurnalis. Mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan ilmu jurnalistik, tetapi bekerja sebagai jurnalis, bisa jadi karena mereka mengerti dengan kaidah-kaidah jurnalistik dan sesuai dengan minat mereka. Achmad Ridowi juga mengatakan hal serupa, menurutnya: “Kalau merujuk pada profesionalisme, ya harus sesuai dengan basic-nya. Kalau dari segi keprofesionalisme ya harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya, karena berkaitan dengan meliput sampai akhir pengetikan. Tapi kalau cuma untuk 39
Wawancara dengan Sumardi Baharani, tanggal 15 Juli 2013, pukul 15.10 WIB.
64
sekedar menyampaikan berita, istilahnya mengerahkan bakatbakatnya, tidak harus sesuai dengan latar belakang pendidikan.”40 Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dipahami bahwa di Indonesia sekarang ini kebanyakan jurnalis itu hanya sebagai identitas saja bagi mereka, tanpa memiliki kemampuan yang berkaitan dengan dunia jurnalistik. Oleh karena itu, jurnalis harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Hal ini berkaitan erat dengan bagaimana dia meliput suatu berita sampai akhir pengetikkannya. Tapi bisa juga seorang
jurnalis
tidak
harus
sesuai
dengan
latar
belakang
pendidikannya, jika itu hanya untuk menyalurkan bakat-bakat atau potensi yang ada dalam dirinya. Mengenai hal tersebut, Sahidul Muslpin bependapat: “Secara formal profesi jurnalis memang harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Tapi kalau saya melihat lebih jauh, berapa banyak orang yang duduk di jalur formal sebagai jurnalis, namun mereka tidak melaksanakan atau berprofesi sebagai jurnalis. Tapi juga kita lihat dikalangan jurnalis itu sendiri, mereka bertolak belakang dengan pendidikan tersebut. Mereka mampu untuk berkiprah dibidang jurnalis tersebut.”41 Penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa sebagia dari jurnalis, ada yang tidak memiliki atau sesuai dengan latar belakang pendidikan di bidang jurnalsitik. Mereka bisa saja menjadi jurnalis karena hobi mereka dalam dunia jurnalistik. Akan tetapi sebenarnya kalau secara formal untuk menjadi jurnalis, memang harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Namun pada kenyataannya mereka yang 40
Wawancara dengan Achmad Ridowi, tanggal 15 Juli 2013, pukul 08.00 WIB.
41
Wawancara dengan Sahidul Muslipin, tanggal 28 Juli 2013, pukul 19.22 WIB.
65
jelas berlatar belakang pendidikan jurnalis, banyak yang tidak berprofesi sebagai jurnalis profesional karena tidak memiliki minat dan bisa saja karena rendahnya tingkat kesejahteraan untuk menjadi jurnalis belum begitu menjanjikan, terlebih mengenai resiko ancaman keselamatan yang tinggi. Sedangkan Fahrurraji berpandangan: “Untuk menjadi seorang jurnalis itu, sebenarnya ada yang mengatakan bahwasanya sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Dengan latar belakang pendidikan yang sesuai alangkah lebih bagus.”42 Menurut Fahrurraji, dengan latar belakang pendidikan yang sesuai, tentunya akan lebih baik lagi bagi seorang jurnalis tersebut. Karena dia pernah belajar mengenai ilmu jurnalistik, sehingga memahami unsur dan teknik penulisan serta atura-aturan yang jelas, apa yang dibutuhkan dalam bidang jurnalistik. Walau pun ada yang mengatakan tidak harus sesuai. Pendapat lain juga di kemukan oleh Asep Eka Dwi S, menurutnya: “Seharusnya seorang jurnalis memang harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Karena ada dasar-dasarnya yang memang sudah di ajari. Walaupun kenyataannya di dalam dunia jurnalis itu semuanya bisa mempunyai atau sesuai pendidikan latar belakang jurnalis.’43 Berdasarkan wawancara di atas dengan Asep Eka Dwi S mengenai latar belakang pendidikan jurnalis, dia mengatakan bahwa
42
Wawancara dengan Fahrurraji, tanggal 15 Juli 2013, pukul 13.00 WIB.
43
Wawancara dengan Asep Eka Dwi S, tanggal 17 Juli 2013, pukul 09.25 WIB.
66
untuk menjadi seorang jurnalis profesional memang harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Meskipun pada kenyataannya dalam dunia jurnalistik, ada saja jurnalis yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan jurnalistik. Dengan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan ilmu jurnalistik, akan sangat membantu dalam dunia kerja jurnalistik, karena pada dasarnya sudah diajarkan secara jelas tentang tugas jurnalis, tata cara penulisan berita dan lain sebagainya. Atikah Pribadi juga mempunyai pandangan terhadap latar belakang pendidikan seorang jurnalis. Dia mengatakan: “Menurut saya seorang jurnalis memang harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya.”44 Rahmat Fauzi juga mengatakan: “Orang yang menjadi jurnalis adalah orang yang memiliki wawasan luas. Memang dia harus mempunyai sfesifikasi ilmu sesuai dengan bidang liputan, karena betul-betul manggali secara detail tentang informasi atau berita yang akan disajikan kepada publik.”45 Berdasarkan wawancara dengan Atikah Pribadi dan juga Rahmat Fauzi, dapat diketahui bahwa mereka berpandangan seorang jurnalis hendaknya memang harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Karena seorang jurnalis adalah seorang yang benarbenar memiliki kemampuan praktik dan teoritik yang memadai. Jadi hendaknya sesuai dengan basic-nya. Profesi jurnalis membutuhkan
44
Wawancara dengan Atkah Pribadi, tanggal 28 Juli 2013, pukul 13.00 WIB.
45
Wawancara dengan Rahmat Fauzi, tanggal 16 September 2013, pukul 11.45 WIB.
67
latar belakang pribadi yang kuat, sehingga nantinya kinerja yang dihasilhan memuaskan. Oleh karena itu untuk menjadi jurnalis memang seharusnya berlatar belakang pendidikan yang sesuai dengan standar pendidikan sebagai jurnalis. 4. Tugas Jurnalis Untuk lebih mengarhkan para jurnalis dalam melaksanakan tugas, khususnya para jurnalis pemula, biasanya dibekali dengan teknik pencaraian, pengumpulan, penulisan dan pelaporan berita dengan 5W–1H. Sebuah berita dianggap memenuhi kelengkapan jika memenuhi kriteria ini.46 Di dalam hubungan dengan penyajian harus senantiasa diingat bahwa kedudukan jurnalis itu bukan semata sebagai pencari berita. Seorang jurnalis adalah subjek hukum yang harus sadar terhadap tanggung jawabnya untuk menentramkan masyarakat.47 Terkait dengan tugas jurnalis, subyek penelitian memiliki pandangan yang berbeda-beda, Salah satunya M. Anshar, mengatakan: “Jurnalis tentunya mempunyai tugas menyajikan berita sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan.”48 Sumardi Baharani juga menjelaskan: Tugas seorang jurnalis sebenarnya menyampaikan sebuah berita kepada publik dan berita itu akurat, sesuai dengan fakta yang ada. Seorang jurnalis yang profesional harus berani 46
Samsul Wahidin, Dimensi Etika dan Hukum Profesionalisme Pers, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, Cet. 1, November, h. 91. 47
Samsul Wahidin, Dimensi Etika..., h. 99.
48
Wawancara dengan M. Anshar, tanggal 10 Juli 2013, pukul 09.00 WIB.
68
mengungkapkan fakta itu sendiri. Jangan misalkan ada seorang pengusaha, perusahaan yang curang, karena dia diberi uang bensin, uang rokok dan sebagainya, dia tidak berani mengungkapkan itu. Kalau memang dia profesional, dia tidak melakukan seperti itu.49 Tugas jurnalis menurut M. Anshar dan Sumardi Baharani tentunya
mempunyai
tugas
menyajikan
berita-berita
kepada
masyarakat, meyampaikan berita yang terjadi di lapangan, tanpa rekayasa. Berita yang disampaikan sesuai dengan fakta yang terjadi, bukan berita bohong yang hanya dikarang-karang. Mereka sebagai jurnalis tidak boleh menyalah gunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan yang tidak berdasar. Secara umum kejadian yang yang dianggap mempunyai nilai berita adalah yang mengandung unsur bahwa berita itu penting, kejadian yang terjadi tersebut kemungkinan mempengaruhi kehidupan orang banyak. Menurut Ahmad Nuril Anwar: “Selain mebuat berita, tugas jurnalis banyak juga sih, ya di antaranya membuat berita. Kemudian mungkin dia mencoba untuk mengungkapkan kebenaran yang memang pada dasarnya berita itu bohong.’50 Berdasarkan wawancara di atas, dapat diketahui bahwa jurnalis adalah membuat berita, mengungkapakan sebuah kebenaran yang pada dasarnya berita itu adalah bohong. Tuntutatan menjadi jurnalis tidak hanya mencari berita lalu menyampaikannya kepada publik. Jurnalis harus menyampaikan informasi dengan benar dan terbuka
49
Wawancara dengan Sumardi Baharani, tanggal 15 Juli 2013, pukul 15.10 WIB.
50
Wawancara dengan Ahmad Nuril Anwar, tanggal 16 Juli 2013, pukul 12.30 WIB.
69
kepada publik, tidak boleh meyampaikan berita bohong. Mereka sebagai jurnalis tentu dituntut mampu untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai jurnalis, mempunyai tugas yang mulia untuk perubahan sosial serta mampu mempengaruhi sikap masyarakat terhadap apa yang dia sajikan. Sementara itu, menurut M. Al-Gifari, tugas jurnalis yaitu: “Memberikan berita yang benar, yang sesuai dengan fakta di masyarakat. Berita itu tentunya tidak membuat resah di masyarakat.”51 Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwasanya tugas atau tanggung jawab jurnalis adalah mengabdikan diri pada kesejahteraan umum dengan memberi informasi kepada masyarakat terhadap suatu masalah yang terjadi. Berita yang disampaikan adalah berita yang benar, bukan reakayasa. Untuk itu diperlukan uji kompetensi jurnalis sebagai acuan sistem evaluasi kinerja jurnalis dan menghindarkan penyalahgunaan profesi jurnalis. Nor Hidayah juga mengatakan hal yang sama, menurutnya: “Tugas seorang jurnalis, mencari berita. Berita terbaru, apakah itu di jalanan atau dimana saja, yang penting ada berita.”52 Kemudian Rahmat Fauzi juga mengatakan: “Tugas seorang jurnalis tentunya untuk media massa adalah menyampaikan kebenaran, berita terkini, terhangat, aktual kepada publik terhadap informasi-informasi.”53
51
Wawancara dengan M. Al-Gifari, tanggal 12 September 2013, pukul 16.55 WIB.
52
Wawancara dengan Nor Hidayah, tanggal 13 September 2013, pukul 11.15 WIB
. 53
Wawancara dengan Rahmat Fauzi, tanggal 16 September 2013, pukul 11.45 WIB.
70
Berdasarkan hasil wawancara dengan Nor Hidayah dan Rahmat Fauzi, dapat dipahami bahwa tugas seorang jurnalis pada dasarnya adalah mengungkapakan kebenaran terhadap sebuah berita yang sedang terjadi, harus mampu menggali, mencari, menganalisis segala fakta dan berita. Berita tersebut kemudian disebarluaskan kepada masyarakat. Sementara itu, menurut Zuliah Rahmawati: “Tugas jurnalis tentunya memberikan informasi kepada khalayak, khususnya informasi-informasi yang benar, kritikkritik yang sifatnya membangun, dasarnya harus menggunakan bahasa-bahasa yang santun.”54 Berdasarkan hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa jurnalis tugasnya mengungkapkan kebenaran. Apa yang dilihatnya sebagai fakta, seharusnya itu juga yang ditulis dan dijadikan sebagai bahan informasi. Dia harus memelihara kepercayaan pembaca dengan meyakinkan kepada mereka bahwa berita yang ditulisnya adalah benar, akurat, berimbang dan bebas dari bias, tidak memihak salah satu ras, suku, golongan atau pun partai politik tertntu. Pendapat lain juga dikemukan oleh Achmad Ridowi, yaitu: “Tugas dari seorang jurnalis itu adalah mencatat kejadian sehari-hari, melaporkan dan mempublikaiskan baik dari media cetak, media elektronik atau apalah. Intinya semua media.”55 Menurut Achmad Ridowi, jurnalis memiliki tugas mencatat kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar,
54
Wawancara dengan Zuliah RahmawatSi, tanggal 16 Septenber 2013, pukul 12.13
WIB. 55
Wawancara dengan Achmad Ridowi, tanggal 15 Juli 2013, pukul 08.00 WIB.
71
juga melaporkan peristiwa tersebut melalui media massa. Setiap berita yang disajikan kepada publik tidak hanya harus akurat dan objektif, tetapi juga dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu juga berita yang disajikan harus jelas, menarik, namun tetap berpedoman terhadap kaidah-kaidah jurnalistik. Fahrurraji juga bependapat, bahwa: “Tugas dari seorang jurnalis itu sebenarnya banyak kegiatannya seperti dia meliput kegiatan, mewawancarai, membikin release berita. Sehingga terbitlah suatu berita, umpamanya seperti majalah atau koran.”56 Dari wawancara tersebut, menurut Fahrurraji bahwa tugas dari seorang jurnalis adalah meliput suatu kegiatan, mewawancarai nara sumber dan lain sebagainya. Mereka harus siap meliput kapanpun ada peristiwa penting terjadi. Sebagai sebuah perofesi, perlu adanya tanggung jawab sosial yang berkaitan dengan idealisme. Selanjutnya, Musthofa Kamal mengatakan bahwa: “Tugas seorang jurnalis di antarnya misalnya meliput berita, mengumpulkan data-data yang aktual.”57 Kemudian Asep Eka Dwi S juga menjelaskan: “Jurnalis bertugas mencari sebuah berita, kemudian mentransformasikan melalui tulisan yang bisa dinikmati masyarakat. Sehingga dengan profesi jurnalis tersebut bisa mempengaruhi opini masyarakat terhadap sebuah objek berita.”58
56
Wawancara dengan Fahrurraji, tanggal 15 Juli 2013, pukul 13.00 WIB.
57
Wawancara dengan Musthofa Kamal, tanggal 17 September 2013, pukul 10.57
WIB. 58
Wawancara dengan Asep Eka Dwi S, tanggal 17 Juli 2013, pukul 09.25 WIB.
72
Di sisi lain, Musthofa Kamal dan Asep Eka Dwi S menjelaskan bahwa jurnalis memiliki tugas yaitu meliput suatu berita, berusaha meyampaikan kejadian yang sebenarnya terjadi, kemudian kejadian-kejadian tersebut dituangkan dalam tulisan-tulisan yang bisa dibaca oleh masyarakat. Sehingga dengan tulisan-tulisan mereka tersebut, mereka bisa mempengaruhi opini masyarakat terhadap apa yang mereka beritakan. Mereka harus menyadari bahwa sajiannya berpengaruh besar terhadap perubahan perilaku, pola pikir dan wawasan mayarakat Ada pun tugas seorang jurnalis menurut Atika Pribadi, dia mengatakan: “Tugas seorang jurnalis adalah mencari, membuat sebuah informasi yang bermanfaat bagi khlayak dan juga bisa menampung aspirasi-aspirasi seseorang melalui tulisan.”59 Dari penyataan tersebut, dapat diketahui bahwa tugas jurnalis menurut Atikah Pribadi adalah mencari suatu berita, mengolah berita tersebut menjadi sebuah informasi yang tentunya dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Selain itu juga mereka dapat menampung aspirasi-aspirasi dari masyarakat melalui tulisan. Dan juga jurnalis juga tentunya harus menghormati hak-hak orang yang terlibat dalam berita yang ditulisnya serta dapat mempertanggungjawabkan kepada publik bahwa berita itu akurat.
59
Wawancara dengan Atikah Pribadi, tanggal 28 Juli 2013, pukul 13.00 WIB.
73
Selanjutnya Sahidul Muslipin, juga berpendapat; “Tugas dari seorang jurnalis menurut saya dia harus mencari dan memberikan informasi kepada khalayak secara transparan.”60 Sahidul Muslipin juga mengatakan bahwa tugas seorang jurnalis menurutnya mereka harus mencari suatu berita dan berita tersebut disampaikan kepada publik secara terbuka, baik bersifat politik dan sebagainya. Karena itu adalah hak publik untuk mengetahui hal tersebut. Jurnalis memang harus mengungkapakan apa yang sebenarnya terjadi, sehingga masyarakat juga dapat mengetahui peristiwa tersebut. Daud menjelaskan, bahwa tugas seorang jurnalis, yaitu: “Jurnalis adalah membantu masyarakat terutama mengembangkan bangsa, karena bangsa itu perlu pertumbuhan. Jadi tugasnya banyak.”61 Berdasarkan wawancara tersebut, dapat dipahami bahwa tugas jurnalis sebenarnya banyak, mencari berita, meliput berita, mengolah berita dan lain sebagainya. Mereka sebenarnya berposisi sebagai agent of change yang dapat membantu memecahkan berbagai permasalahan yang muncul. Mereka juga dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan kode etik jurnalistik serta norma hukum yang berlaku. 5. Peran Jurnalis Dalam dunia yang kini telah memasuki era informasi, maka peran profesi jurnalis dalam masyarakat sangatlah penting. Sama 60
Wawancara dengan Sahidul Muslipin, tanggal 28 Juli, pukul 19.22 WIB.
61
Wawancara dengan Daud, tanggal 13 September 2013, pukul 10.12 WIB.
74
pentingnya dengan peran yang dapat dimainkan oleh para ilmuan, cendekiawan dan para ulama. Peranannya dalam mencari, memburu, menggali dan mengolah informasi lalu menyebarkannya kepada publik, merupakan salah satu pilar sistem pendidikan massal, pertahanan budaya dan pemberdayaan masyarakat melalui teknologi informasi. 62 Para jurnalis mempunyai peran dan tugas, beberapa peran para jurnalis yang penting antara lain mendidik masyarakat, mencari dan menggali informasi atau pengetahuan serta menyebarkan informasi yang benar dan bermanfaat, melakukan seleksi, filterisasi dan check and recheck terhadap berbagai informasi, menyampaikan dan membela kebenaran, mengungkap fakta dengan adil dan membela kepentingan kaum lemah.63 Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sesuai hasil wawancara dengan masing-masing alumni di bawah ini. Menurut M. Anshar: “Menurut saya ada beberapa jurnalis yang bagus, cuma ada juga jurnalis yang menurut saya dengan majalah atau surat kabar harian tertentu yang hanya mengangkat dari golongannya sendiri dan mencari kesalahan orang lain. Peran jurnalis tentunya sangat penting.”64 Hasil wawancara tersebut, M. Anshar mengatakah bahwa peran jurnalis menurutnya sangat penting. Walaupun ada sebagian
62
Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik Islami; Panduan Praktis bagi Para Aktivis, Jakarta: Harakah, 2002, Cet ke-1, h. 63. 63
Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik Islami..., h. 75.
64
Wawancara dengan M. Anshar, tanggal 10 Juli 2013, pukul 09.00 WIB.
75
jurnalis yang memang benar-benar bagus dalam memberikan informasi kepada khalayak, baik melalui majalah ataupun surat kabar harian. Informasi yang disajikannya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Tetapi ada juga jurnalis yang dalam memberikan informasi hanya mengangkat dari golongan-golongannya saja, memihak pada salah satu ras, suku, golongan ataupu partai politik tertentu. Padahal sudah jelas bahwa jurnalis dalam memberikan informasi kepada masyarakat harus seimbang, beritanya harus sesuai dengan fakta bukan rekayasa. Pendapat
Fahrurraji
mengenai
peran
jurnalis
dalam
memberikan informasi kepada khalayak, dia mengatakan: “Persepsi saya mengenai peran jurnalis itu sangat baik dan sangat bagus. Karena jurnalis itu menyampaikan berita kepada masyarakat, sehingga orang-orang melihat apa yang ada disituasi atau keadaan itu, walaupun orang tidak dengan secara langsung melihat. Artinya bisa melihat lewat media, yaitu majalah dan sebagainya.”65 Dapat dipahami bahwa peran jurnalis sangat baik dalam memberikan informasi kepada masyarakat melalui media. Dengan peran jurnalis tersebut, masyarakat dapat mengetahui berbagai informasi, walaupun mereka tidak secara langsung melihat apa yang sedang terjadi pada situasi tersebut. Jadi, jurnalis mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat, walaupun sebenarnya mereka memiliki resiko dalam meliput berita.
65
Wawancara dengan Fahrurraji, tanggal 15 Juli 2013, pukul 13.00 WIB.
76
Sedangkan menurut M. Al-Gifari: “Peranannya begitu besar. Karena dengan tulisan itu sendiri kadang-kadang informasi itu tidak terbaca hari ini, bisa terbaca minggu depan, bahkan bulan depan. Jadi peranannya begitu sangat bagus untuk masyarakat.”66 Berdasarkan
hasil
wawancara
di
atas,
M.
Al-Gifari
menjelaskan bahwa peranan jurnalis sangat bagus dalam memberikan informasi kepada masyarakat luas. Mereka memiliki peran yang begitu besar terhadap masyarakat dalam memberikan informasi, tentu memiliki peran yang sangat penting, selain menyampaikan informasi mereka juga dapat mempengaruhi masyarakat. Adapun Menurut Nor Hidayah: “Peran jurnalis bagus, mereka tentu mencari data-data yang akurat. Sehingga berita-berita yang diliput itu benar-benar adanya.”67 Zuliah Rahmawati, juga mengatakan: “Perannya bagus ya, informasi-informasi yang diberikan sudah valid.”68 Dari hasil wawancara tersebut, menurut Nor Hidayah dan juga Zuliah Rahmawati, mereka berpendapat bahwa seorang jurnalis memiliki peranan yang bagus dalam memberi informasi kepada khalayak. Informasi yang disajikan oleh jurnalis benar-benar akurat, datanya valid. 66
Wawancara dengan M. Al-Gifari, tanggal 12 September 2013, pukul 16.55 WIB.
67
Wawancara dengan Nor Hidayah, tanggal 13 September 2013, pukul 11.15 WIB.
68
Wawancara dengan Zuliah Rahmawati, tanggal 16 September 2013, pukul 12.13
WIB.
77
Menurut Musthofa Kamal, dia mengatakan bahwa: “Peran jurnalis untuk menyampaikan kepada masyarakat sangat bagus, karena dengan adanya jurnalis ini, maka segala informasi yang kita sampaikan akan diketahui masyarakat.”69 Dari wawancara tersebut Musthofa Kamal berpendapat yang sama dengan beberapa alumni di atas, bahwa para jurnalis dalam memberikan informasi kepada khalayak sangat bagus. Melalui jurnalis,
masyarakat
dapat
mengetahui
informasi
yang
disampaikannya. Sedangkan Sumardi Baharani, berpendapat: “Peran jurnalis dalam memberikan informasi kepada khalayak sangat penting, sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Artinya ketika ada sebuah peristiwa, kebakaran dan lain sebagainya, masyarakat bahkan sangat membutuhkan mereka untuk mendapat informasi itu melalui media cetak, media elektronik, koran.”70 Pendapat di atas menjelaskan bahwa dengan adanya jurnalis, publik dapat mengetahui peristiwa atau kejadian yang ada, yang sedang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari baik melalui media cetak ataupun media elektronik. Oleh karena itu jurnalis tentu memiliki peran yang sangat penting sekali dalam memberikan informasi kepada khalayak. Sedangkan menurut Atikah Pribadi: “Menurut saya mengenai peran jurnalis dalam memberikan informasi kepada masyarakat sangat penting, sangat
69
Wawancara dengan Musthofa Kamal, tanggal 17 September 2013, pukul 10.57
WIB. 70
Wawancara dengan Sumardi Baharani, tanggal 15 Juli 2013, pukul 15.10 WIB.
78
dibutuhkan. Tanpa informasi.”71
adanya
Berdasarkan wawancara
jurnalis,
tidak
akan
ada
di atas, Atikah Pribadi juga
sependapat dengan Sumardi Baharani bahwa tanpa adanya jurnalis, masyarakat tidak akan tahu informasi. Jadi peranan mereka sangat penting bagi masyarakat, karena masyarakat membutuhkan mereka untuk mengetahui informasi. Kemudian Sahidul Muslipin, berpandangan bahwa: “Peran jurnalis sangat penting. Kita tahu bahwasanya masyarakat mengetahui sesuatu yang terjadi, merupakan sebuah hasil dari jurnalis itu sendiri.”72 Dapat dipahami bahwa jurnalis memiliki peran yang sangat penting bagi publik.
Dengan adanya jurnalis, tentu publik dapat
mengetahui segala informasi, sesuatu yang terjadi dimana saja dan kapan saja, itu merupakan hasil dari para jurnalis. Rahmat Fauzi, menjelaskan: “Jurnalis itu posisinya harus benar-benar netral, tidak ada persepsi pribadi, kepentingan-kepentingan pribadi, dia harus betul-betul menyampaikan informasi kepada publik. Jadi perannanya sangat penting, terlebih dalam perkembangan kemajuan zaman dalam pembangunan.”73 Menurut Rahmat Fauzi, peran jurnalis sangat penting, terlebih dalam perkembangan dalam pembangunan. Karena melalui jurnalis
71
Wawancara dengan Atikah Pribadi, tanggal 28 Juli 2013, pukul 13.00 WIB.
72
Wawancara dengan Sahidul Muslipin, tanggal 28 Juli 2013, pukul 19.22 WIB.
73
Wawancara dengan Rahmat Fauzi, tanggal 16 September 2013, pukul 11.45 WIB.
79
bisa menyampaikan kritik-kritik yang konstruktif untuk program pembangunan. Selanjutnya, Achmad Ridowi menjelaskan: “Kalau secara umum untuk lokal, jarang, masih kurang profesional. Karena hampir disetiap yang dilaporkan itu sifatnya, isnya copy paste. Bisa kita lihat di surat kabar. Tapi kalu untuk yang diluar, cukup bagus. Sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat.”74 Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa peran yang diluar lokal, cukup bagus peranannya dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Untuk jurnalis lokal dalam memberikan informasi kepada khalayak masih kurang, kebanyakan berita-berita yang dilaporkan oleh jurnalis tersebut isinya hanya copy paste, seperti bagian headline, isi dan bagian akhirnya. Selanjutnya menurut Ahmad Nuril Anwar, peran jurnalis: “Profesi jurnalis saat ini bisa dikatakan baik, bisa juga dikatakan buruk. Terlebih lagi jurnalis itu sendiri harus bisa memposisikan dan menginformasikan kepada khalayak, bahwa berita yang dia tulis atau berita yang dia layangkan ke media dalah berita yang benar.”75 Pendapat Nuril dapat dipahami bahwa peran jurnalis dalam memberikan informasi kepada khalayak bisa dikatakan baik, bisa juga buruk. Tergantung dari masyarakat sendiri yang menilai, dilihat dari sisi mana. Jurnalis dalam menulis berita yang ditulis, harus berita yang benar, bukan berita bohong. Akan disayangkan sekali jika ada jurnalis yang bersikap demikian. 74
Wawancara dengan Achmad Ridowi, tanggal 15 Juli 2013, pukul 08.00 WIB.
75
Wawancara dengan Ahmad Nuril Anwar, tanggal 16 Juli 2013, pukul 12.30 WIB.
80
Kemudian Asep Eka Dwi S, juga mengatakan bahwa: “Peran jurnalis sangat berpengaruh, karena jurnalis harus objektif. Sehingga ketika berita itu disampaikan kepada masyarakat, memang sebuah berita yang sesuai dengan kenyataan, bukan sebuah opini dari jurnalis itu sendiri.”76 Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat di ketahui bahwa jurnalis dalam memberikan informasi kepada khalayak, jurnalis harus objektif terhadap apa yang dia beritakan, sesuai dengan fakta, bukan opini dari dirinya sendiri. Jadi peran jurnalis memang sangat berpengaruh. Selain itu juga menurut Daud, dia mengatakan: “Jurnalis dalam memberikan informasi kepada khalayak sangat bermanfaat, memberikan pengetahuan kepada masyarakat. Masyarakat bisa cerdas, tahu apa yang terjadi di lingkungannya melalui peran jurnalis tersebut dalam menyapaikan informasi kepada masyarakat.”77 Dari wawancara tersebut, Daud mengatakan bahwa jurnalis dalam memberikan informasi, perannya sangat bermanfaat. Melalui perannya tersbut, jurnalis dapat memberikan sebuah informasi kepada masyarakat, mendidik dan mencerdaskan masyarakat. 6. Kesejahteraan Jurnalis Perkembangan suatu industri pers, selalu tergantung kepada perkembangan
sosial,
ekonomi,
dan
politik
lingkungannya.
Sebaliknya, perkembangan pers, tentu saja, juga mempengaruhi perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di lingkungan pers itu. 76
Wawancara dengan Asep Eka Dwi S, tanggal 17 Juli 2013, pukul 09.25 WIB.
77
Wawancara dengan Daud, tanggal 13 September 2013, pukul 10.12 WIB.
81
Saling ketergantungan ini, bukan saja terhadap jenis dan isi berita pers, tetapi menyangkut pula tingkat kesejahteraan wartawannya. Di negara-negara yang tingkat ekonominya sudah bagus dan kebutuhan terhadap informasi tinggi, maka tingkat kesejahteraan wartawannya juga relatif sudah baik, dilengkapi berbagai penunjangnya seperti asuransi, bonus dan sebagainya. Sebaliknya, di negara berkembang, termasuk di Indonesia, yang ekonominya belum maju dan belum terlalu stabil, dengan masyarakat yang masih bertumpu pada perjuangan memenuhi kebutuhan primer, tingkat kesejahteraan wartawannya juga berada pada posisi yang masih serba kekurangan. Dibandingkan dengan tingkat penghasilan profesi lain, profesi wartawan Indonesia dari segi finansial sampai saat ini belum memperlihatkan sebagai profesi yang dapat memberikan kemapanan. Selain penghasilan yang relatif masih rendah, bekerja sebagai wartawan
juga
rawan
menghadapi
ketidakpastian
status
kekaryawanannya.78 Wartawan yang berkualitas dan profesional akan diterima oleh pasar secara baik, sehingga memberikan tingkat kesejahteraan yang baik pula. Sebaliknya wartawan yang tidak profesional atau kurang laku hanya akan diberi tingkat kesejahteraan yang sesuai dengan tingkat kemampuannya. Maka para wartawan akan berlomba-lomba
78
Wina Armada Sukardi, Menakar Kesejahteraan Wartawan, Dewan Pers, 2009, h.
82
menjadi wartawan yang professional. Mengenai hal tersebut, berikut hasil wawancara yang penulis lakukan dengan M. Anshar: “Oh iya, kesejahteraan hidupnya akan tergantung terhadap apa yang dia sajikan, berita yang disajikannya. Profesi jurnalis menjanjikan juga, karena terkadang setiap orang jurnalis di luar gaji, mungkin juga mereka dikasih orang biasanya, kalau mengadakan acara kegiatan-kegiatan di luar kantor, mungkin dari setiap berita yang mereka liput, mungkin dia dikash orang juga.”79 Menurut M. Anshar, bahwa kesejahteraan jurnalis itu berpengaruh terhadap cara kerjanya. Tergantung dari berita yang dia sajikan kepada khalayak. Dan profesi jurnalis termasuk profesi yang menjanjikan secara ekonomi. Seorang jurnalis terkadang ketika meliput suatu berita dalam sebuah kegiatan-kegiatan atau acara di luar kantor, pasti mereka ada juga mendapat bayaran di luar gaji mereka. Oleh karena itu, profesi jurnalis merupakan profesi yang menjanjikan. Dan menurut Sumardi Baharani, dia juga menjelaskan: “Kalau masalah kesejahteraan itu sudah masing-masing. Memang seorang jurnalis itu kalau kita melihat pekerjaannya, memang berat. Hampir 24 jam waktu yang dia gunakan untuk melakukan itu. Tapi kadang-kadang memang dari instansiinstansi, pemerintah sudah ada dana untuk seorang jurnalis itu. Karena mereka mengertilah bagaimana seorang jurnalis itu sendiri. Memang setiap pekerjaan akan menjanjikan secara ekonomi untuk seseorang. Cuma kalau jurnalis betul-betul menjalankan profesinya, maka cukuplah untuk keseharian dia untuk menafkahkan keluarganya.”80 Berdasarkan wawancara dengan dengan Sumardi Baharani, menurutnya bahwa kesejahteraan jurnalis juga memang cukup
79
Wawancara dengan M. Anshar, tanggal 10 Juli 2013, pukul 09.0 WIB.
80
Wawancara dengan Sumardi Baharani, tanggal 15 Juli 2013, pukul 15.10 WIB.
83
berpengaruh terhadap cara kerjanya. Apa lagi termasuk pekerjaaan yang cukup berat, jam kerjanya 24 jam. Sehingga harus siap ditugaskan kapan saja. Dan menurut Sumardi, secara ekonomi semua profesi menjanjikan bagi seseorang. Profesi jurnalis merupakan profesi yang menjanjikan secara ekonomi, apalagi jika dia benar-benar menjalankan profesinya. Sehingga penghasilan yang diperoleh, cukup baginya untuk menafkahi keluarganya dalam kesehariannya. Senada dengan pernyataan di atas, Achmad Ridowi juga menjawab: “Sebenarnya kesejahteraan itu tergantung. Secara umum untuk upah kerja mereka ya kurang dari cukuplah, karena profesi jurnalis itu ada tingkatannya. Kalau profesi jurnalis dibilang menjanjikan secara ekonomi atau tidak, itu sebenarnya di lihat dari kemampuan seseorang jurnalis itu sendiri. Bagaimana dia melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai jurnalis.”81 Menurut Achmad Ridowi bahwa kesejahteraan jurnalis itu berpengaruh terhadap cara kerjanya. Tergantung dari cara kerja mereka. Profesi jurnalis dikatakan menjanjikan secara ekonomi jika dilihat dari kemampuan dari dirinya sendiri, cara dia melaksanakan tugas-tugas pokonya dan fungsinya sebagai jurnalis. Berbeda denga Fahrurraji, dia berpendapat bahwa: “Untuk kesejahteraan jurnalis, sebenarnya itu tidaklah berpengaruh. Tergantung jurnalisnya. Kalau tidak mengganggu aktivitas dia itu biasa-biasa saja.”82
81
Wawancara dengan Achmad Ridowi, tanggal 15 Juli 2013, pukul 08.00 WIB.
82
Wawancara dengan Fahrurraji, tanggal 15 Juli 2013, pukul 13.00 WIB.
84
Hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa untuk kesejahteraan jurnalis tidak terlalu berpengaruh terhadap cara kesejahteraannya, tergantung dari masing-masing jurnalis. Selain itu juga menurutnya profesi jurnalis sebenarnya profesi yang dapat membantu untuk memenuhi kebutuhannya dalam kehidupan seharihari. Sehingga bisa dikatakan cukup menjanjikan. Ahmad Nuril Anwar pun memiliki pandangan, menurutnya: “Bisa jadi kesejahteraan jurnalis berpengaruh terhadap cara kerjanya. Dan bisa jadi profesi jurnalis merupakan profesi yang menjanjikan secara ekonomi.”83 Ahmad Nuril Anwar mengatakan bahwa untuk kesejahteraan jurnalis kemungkinan bisa saja berpengaruh terhadap cara kerjanya dan bisa jadi profesi jurnalis tersebut merupakan profesi yang menjanjikan secara ekonomi. Adapun menurut Asep Eka Dwi S, berpandangan bahwa: “Bisa saja berpengaruh terhadap cara kerjanya. Misalkan seperti kora Kompas, itu kan tidak boleh menerima amplop dan sebagainya. Karena kesejahteraan jurnalis dalam artian gajih, sudah di atas rata-rata. Kalau secara ekonomi, profesi jurnalis belum begitu menjanjikan. Artinya secara jangka pendek, belum menjanjikan. Tapi kalau jangka panjang, mungkin menjanjikan. Karena sebenarnya seorang jurnalis itu adalah bagaimana untuk mencari link, mencari hubungan itu dengan stakeholder dengan yang ada di sebuah kota, dalam hal ini adalah kota Palangka Raya. Itu sangat menjanjikan dari segi jangka panjang.”84 Berdasarkan hasil wawancara di atas, menjelaskan bahwa kesejahteraan jurnalis tentu berpengaruh terhadap cara kerjanya. 83
Wawancara dengan Ahmad Nuril Anwar, tanggal 16 Juli 2013, pukul 12.30 WIB.
84
Wawancara dengan Asep Eka Dwi S, tanggal 17 Juli 2013, pukul 09.25 WIB.
85
Profesi jurnalis secara ekonomi belum menjanjikan dalam jangka pendek. Akan tetapi menurutnya profesi jrunalis tersebut akan nmenjanjikan secara ekonomi dalam waktu jangka panjang. Atikah Pribadi juga mengatakan bahwa: “Pasti, kesejahteraan jurnalis berpengaruh dalam kerjanya. Dan kalau dia pandai dalam mebuat karya tulis, pasti akan menjanjikan.”85 Berdasarkaan wawancara tersebut, diketahui menurut Atikah Pribadi bahwa kesejahteraan jurnalis pasti berpengaruh terhadap cara kerjanya dan profesi mereka sebagai seorang jurnalis pasti menjanjankan secara ekonomi, jika mereka benar-benar cerdas, pandai dalam mengolah sebuah informasi. Sementara itu, menurut Sahidul Muslipin menjelaskan: “Boleh dikatakan iya, bahwa kesejahteraan profesi jurnalis berpengaruh terhadap cara kerjanya. Profesi jurnalis tidak menjanjikan secara ekonomi. Karena terkadang mereka sebagai jurnalis rela mendapat cacian dari orang lain.”86 Dari hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa kesejahteraan jurnalis sendiri bisa saja berpengaruh terhadap cara kerjanya. Dan profesi jurnalis, kesejahteraan ekonominya tidak hanya diukur dari segi financial-nya saja. M. Al-Gifari juga menjelaskan bahwa: “Sangat berpengaruh, karena Allah sudah mengatakan: ”Kadang-kadang kefakiran itu membawa kepada kekafiran”. Kalau ekonominya bagus, dia membuat berita tidak berharap
85
Wawancara dengan Atikah Pribadi, tanggal 28 Juli 2013, pukul 13.00 WIB.
86
Wawancara dengan Sahidul Muslipin, tanggal 28 Juli 2013, pukul 19.22 WIB.
86
imbalan, dan lain sebagainya. Insya Allah profesi jurnalis akan menjanjikan kalau dilakukan secara profesional.”87 Menurut M. Al-Gifari, kesejahterann jurnalis berpengaruh terhadap cara kerjanya. Kesejahteraan menurutnya jangan menjadi alasan atau alat bahawa jurnalis boleh malak atau meminta uang. Profesi jurnalis menjanjikan secara ekonomi jika dilakukan secara profesional. Mengenai kesejahteraan jurnalis, Daud juga menjelaskan: “Kesejateraan jurnalis berpengaruh tehadap cara kerjanya. Karena seorang jurnalis yang baik itu adalah jurnalis yang aktif. Sebenarnya profesi jurnalis menjanjikan secara ekonomi, kaarena zaman kita ini zaman globalisasi, teknologi.”88 Dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa kesejahteraan jurnalis tentu berpengaruh terhadap cara kerjanya dan profesi jurnalis merupakan profesi yang menjanjikan juga secara ekonomi. Seorang jurnalis yang tergoda dengan menerima suap disebabkan oleh upah yang rendah dari perusahaan media. Nor Hidayah juga sependapat bahwasanya: “Tentu saja berpengaruh, apa pun pekerjaannya, entah itu jurnalis atau pun seorang pengajar, tentu apa yang dia lakukan tergantung dengan income-nya. Profesi jurnalis tidak menjanjikan secara ekonomi, terutama bagi perempuan.”89 Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui pandangan Nor Hidayah terhadap kesejahteraan jurnalis. Menurutnya
87
Wawancara dengan M. Al-Gifari, tanggal 12 September 2013, pukul 16.55 WIB.
88
Wawancara dengan Daud, tanggal 13September 2013, pukul 10.12 WIB.
89
Wawancara dengan Nor Hidayah, tanggal 13 September 2013, pukul 11.15 WIB.
87
kesejahteraan jurnalis berpengaruh dengan cara kerjanya dan profesi jurnalis tidak menjanjikan secara ekonomi untuk perempuan. Karena jurnalis harus selalu siap sedia, kapan pun dibutuhkan. Jika perempuan selalu siap sedia, mungkin akan terlantar keluarga. Demikian juga Musthofa Kamal, dia mengatakan: “Ya, sangat berpengaruh dalam kesejahteraan jurnalis. Di mana jurnalis itu sendiri bisa di katakan mempunyai lowongan kerja yang sangat banyak. Profesi jurnalis menjanjikan apa bila seorang jurnalis itu mampu berkarya.”90 Dapat
dipahami
bahwa
kesejahteraan
jurnalis
tentu
berpengaruh terhadap cara kerjanya, tergantung bagaimana seorang jurnalis mencari dan mendapatkan informasi yang
bisa dijadikan
bahan dalam informasi. Profesi jurnalis juga menjanjikan secara ekonomi, jika mereka bisa mencari atau mendapat peluang-peluang dan memberikan informasi yang lebih baik dan akurat kepada masyarakat. Dan itu nantinya yang akan mendapatkan ekonomi yang sangat besar. Dalam hal ini Rafmat Fauzi memiliki pandangan yang berbeda, menurutnya: “Kalau jurnalis yang profesional, Insya Allah tidak akan berpengaruh. Tetapi realita yang ada, kesejahteraan itu berpengaruh dengan cara kerjanya. Sebenarnya semua profesi menjanjikan. Saya pikir cukup menjanjikan.”91
90
Wawancara dengan Musthofa Kamal, tanggal 17 September 2013, pukul 10.57
WIB. 91
Wancara dengan Rahmat Fauzi, tanggal 16 September 2013, pukul 11.45 WIB.
88
Berdasarkan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa kalau kesejahteraan jurnalis kurang, cara kerjanya juga kurang profesional. Kalau jurnalisnya profesional, bisa saja kesejahteraannya tidak akan berpengaruh terhadap cara kerjanya. Dan profesi jurnalis juga merupakan profesi yang menjanjikan secara ekonomi. Selanjutnya menurut Zuliah Rahmawati mengatakan: “Tidak berpengaruh. Kalau saya berpendapat selama ini apa pun yang di jalani dengan ikhlas, Insya Allah menjanjikan.”92 Menurutnya selama dia menyebarkan informasi yang benar, adil, sesuai fakta yang terjadi di lapangan, kesejahteraannya tidak berpengaruh terhadap cara kerjanya dan profesi sebagai seorang jurnalis tentunya juga akan menjanjikan secara ekonomi. Terkait dengan alasan mengapa tidak tertarik untuk menjadi jurnalis yang profesional dan saran bagi prodi KPI, para alumni memiliki alasan yang berbeda-beda. Sebagaimana penelitian yang peneliti lakukan dalam wawancara dengan para alumni, menurut M. Anshar: “Alasan tidak tertarik menjadi jurnalis karena nggak ada bakatnya mungkin. Saran saya, kalau memang ingin menjadi jurnalis, jadilah jurnalis yang profesionalisme, akuntable dan setiap berita yang di buat dapat dipertanggung jawabkan terhadap khalayak ramai.”93 Berdasarkan wawancara di atas, jelas dapat diketahui bahwa alasan tidak tertarik untuk menjadi jurnalis karena tidak memiliki 92
Wancara dengan Zuliah Rahmawati, tanggal 16 September 2013, pukul 12.13
WIB. 93
Wawancara dengan M. Anshar, tanggal 10 Juli 2013, pikul 09.00 WIB.
89
bakat untuk terjun dalam dunia jurnalistik. M. Anshar juga menyarakan
kepada
prodi
KPI
jurusan
Dakwah
dalam
pengembangannya untuk mendorong mahasiswa menggeluti dunia jurnalistik yaitu harus benar-benar serius jika memang ingin menjadi jurnalis yang profesional, akuntable dan dapat dipertanggung jawabkan kepada khalayak, apa yang dia tulis, apa yang dia beritakan melalui media cetak atau pun media elektronik Menurut Sumardi Baharani, dia menjelaskan: “Sebenarnya saya tertarik, pengen saja menjadi jurnalis. Cuma untuk kesempatan dan peluang kesitu ya untuk sekarang masih belum ada. Karena dulu pernah belajar bagaimana cara membuat berita, bagaimana membuat siaran di radio, televisi dan sebagainya. Insya Allah mungkin kedepannya kalau memang ada pekerjaan itu, ya bisa saja. Saran saya kepada mahasiswa kepada mahasiswa, kalau memang setelah kita lulus atau belum lulus kuliah, kalau bisa belajar dari sekarang, bagaimana cara membuat berita. Saya menghimbau kapada kawan-kawan, adik-adik KPI ya kalau bisa sekarang kita belajar untuk itu dan itu sangat-sangat mulia profesi kita sebagai jurnalis.”94 Melalui wawancara tersebut dapat diketahui alasan Sumardi Baharani sebenarnya dia tertarik saja untuk menjadi jurnalis, terlebih lagi karena dulu waktu kuliah pernah belajar tentang jurnalistik. Akan tetapi untuk kesempatan menjadi jurnalis masih belum ada. Kemungkinan Sumardi Baharani bisa saja menjadi jurnalis, jika memang ada peluang dan kesempatan menjadi jurnalis. Sumardi Baharani juga menyarankan kepada mahasiswa prodi KPI, jika memang ingin terjun dalam dunia jurnalistik, harus benar-benar 94
Wawancara dengan Sumardi Baharani, tanggal 15 Juli 2013, pukul 15.10 WIB.
90
belajar mulai dari sekarang, bagaimana cara membuat berita dan lain sebagainya. Sehingga nantinya kalau sudah selesai kuliah, bisa mengaplikasikan langsung apa yang telah dipelajari dan di dapat selama kuliah. Megenai alasan dan saran, Achmad Ridowi menjawab: “Saya bukan tidak tertarik, cuma jurnalis itu kan di samping ada bakat dari seseorang itu sendiri, juga ada pengaruh dari luar. Artinya dari pendidikan juga. Seorang jurnalis itu kan harus pandai berbicara, pandai menulis, pandai menggunakan bahasa. Saran saya lebih mengarah kepada pihak STAIN khususnya prodi KPI banyak-banyak melakukan hubungan atau kerja sama dengan media-media dan yang perlu saya tekankan dari dulu adalah mahasiswa ikut langsung terjun meliput berita bersama jurnalis yang lain. Di tambah dosen harus benar-benar berkompeten, karena dosen sangat penting. Buku-buku di perpustakaan sebagai penunjang harus banyak. Seing melakukan studi banding, tidak harus mesti ke Jawa, tapi bisa ke media cetak Ya bisa aja sekali-kali kek Jawa dan melakukan kerja sama dengan kampus di luar Kalimantan, yang sifatnya kaitannya dengan jurnalis.”95 Berdasarkan wawancara di atas, diketahui bahwa Achmad Ridowi sebenarnya bukan tidak tertarik untuk menjadi jurnalis profesional. Hanya saja untuk menjadi jurnalis tersebut harus disertai dengan bakat dari diri seseorang itu sendiri dan pendidikan yang sesuai. Karena pada dasarnya seorang jurnalis dia harus cerdas, pandai, baik itu pandai dalam berbicara, menulis, menggunakan bahasa dan lain sebagainya. Achmad Ridowi menyarankan agar prodi KPI melakukan hubungan kerja sama dangan media-media yang ada di Palangka Raya dan juga mahasiswa seharusnya ikut terjun langsung 95
Wawancara dengan Achmad Ridowi, tanggal 15 Juli 2013, pukul 08.00 WIB.
91
dengan jurnalis ke lapangan untuk meliput berita. Selain itu, kalau bisa dosen di tambah lagi, karena dosen sangat penting. Buku-buku sebagai penunjang juga harus ditambah, diperbanyak yang berkaitan dengan prodi KPI serta sering mealakukan studi banding ke media percetakan dan kerja sama dengan kampus lain. Fahrurraji juga mengatakan: “Saya sebenarnya tertarik, sesuai dengan talenta di humas dan suatu kebiasan itu dilengkapi dengan sarana yang ada di humas seperti kamera photo, handycam. Untuk mahasiswa jurusan Dakwah harus terus belajar dan menggali potensi yang ada, jangan takut untuk mencoba.”96 Dari hasil wawancara tersebut, dapat dipahami bahwa pekerjaan yang dilakukan Fahrurraji di kantor sebagai humas, salah satu pekerjaan yang dapat dikatakan pekerjaan jurnalis, karena dilengkapi dengan sarana yang ada seperti photo, handycam. Walaupun sebenarnya memang bukan berprofesi sebagi jurnalis. Mahasiswa prodi KPI jurusan Dakwah hendaknya jangan takut untuk mencoba sesuatu yang baru, terutama dalam dunia jurnalis. Mahasiswa harus terus belajar dan terus menggali potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Achmad Nuril Anwar juga menjelaskan bahwa: “Alasan saya tidak tertarik menjadi jurnalis karena seperti halnya dalam al-Qur’an dikatakan: Barang siapa yang menolong agama Allah, niscaya Allah pun akan menolong dia. Jadi intinya saya berdakwah di mana saja, apa pun profesi saya saat ini, yang penting niatnya adalah dakwah agar masyarakat khususnya muslim baik non muslim bisa melakukan 96
Wawancara dengan Fahrurraji, tanggal 15 Juli 2013, pukul 13.00 WIB.
92
perekonomian secara syar’iah Islam. Saran saya yang penting dia mau belajar dan terus mau menggali potensi yang ada di dirinya dan jangan takut untuk melakukan sesuatu hal-hal yang baru baginya.”97 Berdasarka hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui alasannya bahwa apa pun pekerjaannya, intinya sama yaitu berdakwah. Berdakwah tidak harus menjadi jurnalis, sesuai dengan alQur’an yang artinya barang siapa menolong agama Allah, niscaya Allah pun akan menolong dia. Dalam hal ini, Nuril berdakwah melalui pekerjaannya yaitu agar kita bisa melakukan perekonomian secara Islam.
Jurnalis
berdakwah melalui tulisan,
sedangkan
Nuril
berdakwah melalui profesinya sebagai pegawai bank. Selanjutnya Asep Eka Dwi S juga mengatakan alasannya dan sarannya, yaitu: “Kalau saya sebenarnya sangat tertarik untuk menjadi seorang jurnalis dan secara fakta memang saya tidak bekerja sebagai jurnalis. Tapi sebenarnya di kantor, saya mengolah data di DPRD ini. Kemudian data-data tersebut di masukkan diweb, blog, itu juga merupakan sebuah ilmu jurnalis juga. Saran saya untuk KPI, kalau menurut saya pribadi, mahasiswanya harus menguasai Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) kampus. Karena di situ tempat untuk latihan bagi mahasiswa KPI itu sendiri dalam mengenbangkan jiwa jurnalis.”98 Dari wawancara di atas, maka dapat dipahami bahwa Asep Eka Dwi S sebenarnya tertarik saja untuk menjadi jurnalis yang profesional. Walapun sebenarnya dia bekerja bukan sebagai jurnalis, tetapi dia di kantornya mengolah data, kemudian data tersebut di
97
Wawancara dengan Ahmad Nuril Anwar, tanggal 16 Juli 2013, pukul 12.30 WIB
98
Wawancara dengan Asep Eka Dwi S, tanggal 17 Juli 2013, pukul 09.25 WIB
93
upload ke web, ke blog, secara tidak langsung pekerjaannya tersebut termasuk pekerjaan jurnalis. Asep juga menyarakan agar mahasiswa prodi KPI untuk aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), benarbenar menguasai LPM tersebut. Karena di LPM itulah sebagai tempat bagi mahasiswa prodi KPI untuk latihan dan mengembangkan bakatnya untuk menjadi jurnalis. Kemudian Atikah Pribadi juga mengatakan bahwa: “Alasan saya tidak tertarik karena keterbatasan kemampuan dari segi pengalaman dan pendidikan. Saran saya perbanyak praktek di lapangan, seperti menulis, dan lain sebagainya, sambil diawasi oleh pelatih-pelatih yang profesional.”99 Dapat diketahui alasan mengapa Atikah Pribadi tidak tertarik menjadi jurnalis profesional, karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki baik dari segi pengalamannya dan juga pendidikan. Atikah menyarakan agar mahasiswa prodi KPI banyak melakukan praktekpraktek secara langsung di lapangan, terjun sebagai jurnalis dan diawasi oleh pelatih yang profesional dalam bidang jurnalistik. Sahidul Muslipin juga mengatakan bahwa: “Alasannya mungkin belum berfikiran untuk kesitu dan belum dapat kesempatan juga memang merasa masih belum memiliki kemampuan untuk berkiprah di bidang jurnalis itu sendiri. Saya takut kalau tidak bisa memegang amanah amanah itu. Namun saya akui bahwa profesi jurnalis itu sangat mulia. Saran saya untuk mahasiswa KPI khususnya yang ada di lembaga STAIN Palangka Raya, kalau bisa untuk bidang jurnalistik dan sebagainya bisa ditambah SKS atau kurikulum yang baru yang lebih menjurus kepada prodi KPI itu sendiri. Karena saya lihat saat ini, baik praktikum atau yang terkait dengan SKS itu kurang. Maka tidak salah output dari KPI kita 99
Wawancara dengan Atikah Pribadi, tanggal 28 Juli 2013, pukul 13.00 WIB
94
cenderung memilih untuk tidak berprofesi sebagai jurnalis. Karena memang kita akui kemampuan untuk menjadi jurnalis itu sangat berat.”100 Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui alasan Sahidul Muslipin bahwa dia belum memiliki kemampuan untuk terjun dalam dunia jurnalis dan belum memiliki kesempatan menjadi jrunalis. Menurutnya menjadi jurnalis, harus bisa memegang amanah tersebut. Akan tetapi, baginya jurnalis merupakan profesi yang sangat mulia. Saran Sahidul agar mata kuliah yang berkaitan dengan prodi KPI yang menjurus pada jurnalis ditambah SKS-nya, kurikulum yang baru juga di tambah. Selama ini kuliah yang berkaitan dengan prodi masih kurang, terlebih lagi yang mengarah pada jurnalistik. Begitupun dengan praktikum I atau praktikum II, sangat kurang. Tidak salah jika banyak alumni prodi KPI yang cenderung tidak menggeluti dunia jurnalistik. Ada pun menurut M. Al-Gifari, “Bukannya tidak tertarik, kebetulan tidak ada kesempatan untuk menulis. Tidak semua orang yang bisa retorika bisa menulis dan sebaliknya. Suatu saat, mungkin ada waktu. Tentunya ada 3 kesuksesan dalam hidup ini: Man jadda wa jadda. Man shobaro zafiiro. Man saaro 'alaa darbi washola.101 Dapat disimpulkan bahwa M. Al-Gifari belum memiliki kesempatan untuk menjadi jurnalis yang profesional, suatu saat kalau ada kesempatan untuk menulis, maka dia kan mencobanya. Karena menurutnya berdakwah atau menyampaikan informasi melalui tulisan, 100
Wawancara dengan Sahidul Muslipin, tanggal 28 Juli 2013, pukul 19.22 WIB.
101
Wawancara dengan M. Al-Gifari, tanggal 12 September 2013, pukul 16.55 WIB.
95
manfaatnya lebih lama dari pada mendengarkan orang yang ceramah. Karena pada dasarnya informasi yang disampaikan melalui tulisan dapat bertahan lama, bisa saja sewaktu-waktu dibaca lagi. Menurutnya jika ingin sukses, ada tiga keberhasilan yaitu siapa yang bersungguhsungguh akan berhasil, barang siapa bersabar pasti beruntung, berjalan diatas jalan-Nya maka akan sampai tujuan. Siapa yang menginginkan sesuatu maka dia harus bersungguh-sunguh untuk mendapatkannya dengan usaha keras, kerja cerdas dan doa, insya Allah dia akan mendapatkannya. Maka yang diperlukan adalah kemauan untuk bisa mewujudkan sesuatu, yang nantinya akan melahirkan usaha yang keras dan Insya Allah dia akan mendapatkan hasil dari usahanya. Selain itu menurut Nor Hidayah mengatakan: “Buat apa kita memberikan lebih banyak waktu untuk orang lain, sedangkan keluarga tidak terurusi. Saran saya tentunya ada pelatihan-pelatihan.”102 Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui alasan mengapa tidak tertarik untuk menjadi seorang jurnalis profesional karena menurutnya gajinya kurang, tidak menjanjikan. Apa lagi sebagai perempuan yang sudah berumah tangga, dengan berprofesi sebagai jurnalis tentunya akan lebih banyak tersita waktu untuk bekerja sebagai jurnalis, selalu siap sedia, sehingga keluarga tidak terurus. Nor Hidayah menyarakan agar prodi KPI selalu mengadakan pelatihan-
102
Wawancara dengan Nor Hidayah, tanggal 13 September 2013, pukul 11.15 WIB.
96
pelatihan yang berkaitan dengan jurnalistik, magang di media massa dan sebagainya yang lebih mengarah pada jurnalistik. Kemudian juga menurut Rahmat Fauzi mengatakan bahwa: “Saya seorang jurnalis, walaupun sekarang di Kementerian Agama, saya juga masih menggeluti dibidang jurnalistik. Saya termasuk salah satu pengelola website di Kementerian Agama. Saran saya terus mencoba untuk menjadi seorang menjadi jurnalis, terus gali wawasan.”103 Berdasarkan hasil wawancara tersebut, menjelaskan bahwa Rahmat Fauzi walapun sekarang bekerja di Kementerian Agama, dia masih
menggeluti
dunia
jurnalistik,
mengelola
majalah
di
Kementerian Agama. Seorang jurnalis biasanya wawasannya luas, selain dia bisa menyampaikan ide-idenya melalui tulisan, dia juga sering membaca. Sarannya kepada mahasiswa prodi KPI agar terus mencoba dan berani malakukan hal yang baru, terus menggali wawasan pengetahuan tentang kode etik jurnalistik dan lain sebagainya. Selanjutnya Zuliah Rahmawati mengatakan: “Kebetulan waktu pertama kalinya saya diangkat menjadi PNS itu, saya belum menyelesaikan S1 saya, jadi karena waktu saja. Walaupun sekarang saya tidak berprofesi sebagai jurnalis, tetapi saya masih sering menulis di surat kabar, di majalah dinding tempat saya bekerja...”104 Dari wawancara di atas, dapat diketahui bahwa walaupun secara tidak langsung profesinya bukan sebagai jurnalis, tetapi dia
103
Wawancara dengan Rahmat Fauzi, tanggal 16 September 2013, pukul 11.45 WIB.
104
WIB.
Wawancara dengan Zuliah Rahmawati, tanggal 16 September 2013, pukul 12.13
97
masih sering menulis ditempatnya bekerja, menulis berita dan majalah dinding, memberikan informasi-informasi yang sifatnya jurnalis juga. Dia mengaharapakan agar semua mahasiswa prodi KPI agar benarbenar belajar dalam menunut ilmu, terus belajar untuk mencoba. Selanjutnya Musthofa Kamal mengatakan: “Sebenarnya saya tertarik saja, cuma karena berbagai macam hal yang dihadapi seperti sekarang ini, jadi untuk mengarah ke profesi jurnalis itu kemungkinan sementara belum. Tapi tetap selalu dukung profesi jurnalis. Saran saya untuk masalah jurnalis ini terhadap perkembangan jurusan Dakwah, sebagai mahasiswa harus bisa membaca situasi masyarakat dan terus mengkaji bidang jurnalistik.”105 Menurutnya, sebenarnya tertarik saja untuk menggeluti dunia jurnalistik, akan tetapi mengingat keadaan yang berbeda seperti sekarang, bekerja sebagai pelayanan markas, tidak memungkinkan untuk menjadi jurnalis profesional. Sebenarnya melalui jurnalis tersebut, dapat melakukan terobosan baru mengenai bagaimana jurnalis di bidang dakwah. Ada pun sarannya adalah mahasiswa harus pandai bagaimana membaca situasi yang terjadi masyarakat, bagaimana cara memberikan pandangan kepada masyarakat serta selalu mengkaji lebih dalam lagi tentang ilmu jurnalistik.
105
Wawancara dengan Musthofa Kamal, tanggal 17 September 2013, pukul 10.57
WIB.