48
IV. 4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Akar Unit (Unit Root Test) Pengujian akar unit merupakan tahap awal sebelum melakukan estimasi
model time series. Pemahaman tentang pengujian akar unit ini mengandung arti bahwa setiap data time series yang akan dianalisis akan menimbulkan spurious dalam hasil analisisnya karena terkadang terdapat variabel yang memiliki unit root. Oleh karena itu, pengujian akar unit dilakukan dengan tujuan mengetahui kestasioneran data time series yang akan dianalisis. Stasioneritas merupakan prasyarat penting dalam model ekonometrika untuk data time series. Data stasioner adalah data yang menunjukkan mean, varians, dan covarians (pada variasi lag) tetap sama pada waktu kapan saja data tersebut digunakan atau dibentuk, hal ini berarti model time series yang stasioner dapat dikatakan lebih stabil. Pengujian akar unit ini dilakukan dengan uji Augmented Dickey-Fuller dengan menggunakan taraf nyata sebesar 1%, 5% atau 10%. Stasioner atau tidaknya data time series dapat dilihat dari nilai probabilitasnya yang kurang dari 1%, 5% atau 10% tergantung dari taraf nyata yang digunakan dalam pengujian akar unit, yang dalam penulisan ini menggunakan taraf nyata sebesar 5%. Jika hasil uji pada tingkat level yang didapat dalam pengujian akar unit ini memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil daripada taraf nyatanya, maka data time series tersebut dapat dikatakan stasioner pada level dan selanjutnya analisis data hanya menggunakan pendekatan VAR. Apabila nilai probabilitasnya lebih besar
49
dibandingkan taraf nyatanya, maka data tersebut dikatakan tidak stasioner pada level dan selanjutnya akan diuji pada tingkat first difference. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut : H0
= Memiliki unit root, tidak stasioner
H1
= Tidak memiliki unit root, stasioner Melihat data Tabel 4.1 dibawah ini, menjelaskan bahwa hasil uji akar unit
dengan metode Augmented Dickey-Fuller pada tingkat level dengan nilai dari probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata sebesar 5%. Maka untuk semua variabel yang dianalisis, hasil uji akar unit akan menolak H0 yaitu, data tidak stasioner pada tingkat level atau memiliki unit root. Tabel 4.1 Hasil Uji Akar Unit No.
Variabel
Level
First Difference
t-statistik
Probabilitas
t-statistik
Probabilitas
1
VET
-2.358328
0.3926
-7.021987
0.0000*
2
NT
-2.348203
0.3972
-5.842472
0.0002*
3
PDB
-2.223097
0.4610
-5.150748
0.0013*
4
SBI
-1.872760
0.6443
-4.365080
0.0085*
5
Inflasi
-3.210170
0.1022
-4.978900
0.0019*
Sumber : diolah Ket : * signifikan pada taraf nyata 5% Selanjutnya tahap pengujian dengan metode Augmented Dickey-Fuller dilakukan pada tingkat first difference. Nilai probabilitas pada tingkat first difference, menunjukkan angka yang signifikan pada taraf nyata sebesar 5%. Maka untuk semua variabel yang dianalisis, hasil uji dapat dikatakan stasioner pada tingkat first difference.
50
4.2.
Uji Optimum Lag Setelah
melakukan
uji
stasioneritas,
langkah
selanjutnya
adalah
menentukan panjang lag optimal. Dalam estimasi model VAR, penentuan lag optimal bermanfaat untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR karena lag dalam variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen. Secara umum, indikator yang digunakan dalam penentuan lag optimal dapat dilihat dari nilai Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), dan Hannan-Quin criterion (HQ). Tabel 4.2 Hasil Uji Optimum Lag Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
-112.6334
NA
0.002296
8.112647
8.348387
8.186478
1
-43.66582
109.3968* 0.000114*
5.080401
6.494845* 5.523388*
2
-22.86502
25.82169
0.000180
5.370001
7.963148
6.182142
3
8.643028
28.24859
0.000188
4.921171*
8.693021
6.102467
Sumber : diolah Ket : * lag optimal Berdasarkan hasil uji optimum lag pada Tabel 4.2 diatas, maka lag yang dipilih adalah lag pertama sebagai lag optimal. Penggunaan lag 1 sebagai lag optimal mengandung arti bahwa semua variabel saling mempengaruhi satu sama lain bukan hanya pada periode yang sama melainkan satu periode sebelumnya.
51
4.3.
Uji Stabilitas VAR Tahap selanjutnya dalam estimasi data time series adalah uji stabilitas
VAR. Pengujian stabilitas VAR ini berguna untuk validitasi dalam Impulse Response Function (IRF) dan juga Variance Decompotition (FEVD). Pengujian yang dilakukan adalah VAR Stability Condition Check berupa roots of characteristic polynominal terhadap seluruh variabel yang akan dianalisis. Dengan melihat dari nilai modulus yang lebih kecil dari 1 untuk seluruh rootsnya, maka data dianggap stabil. Tabel 4.3 Hasil Uji Stabilitas VAR Root
Modulus
0.811344 - 0.060975i
0.813632
0.811344 + 0.060975i
0.813632
0.467093 - 0.323830i
0.568368
0.467093 + 0.323830i
0.568368
0.424159
0.424159
Sumber : Diolah Hasil uji pada Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa persamaan VAR memiliki nilai modulus yang kurang dari satu pada lag 1. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa model VAR yang dibentuk sudah stabil pada lag optimumnya yaitu lag 1. 4.4.
Uji Granger Causality Dalam tahap uji Granger Causality dapat menjelaskan beberapa hubungan
kausalitas antar variabel yang diambil. Yang dimaksud dengan uji Granger
52
Causality adalah menerangkan tentang hubungan sebab akibat, yaitu perubahan variabel yang lebih berpengaruh terhadap variabel yang lain. Tabel 4.4 Hasil Uji Kausalitas Granger Probabilitas does not Granger Cause
Variabel Pemrediksi
NT
NT
VET
PDB
SBI
INFLASI
0.0324*
0.0646
0.7712
0.6869
0.1210
0.4896
0.3231
0.1774
0.3838
VET
0.8952
PDB
0.1248
0.2463
SBI
0.6189
0.5274
0.3031
INFLASI
0.8506
0.7989
0.3142
0.0042* 0.6550
Sumber : Diolah Ket : * signifikan pada α = 5% Dari Tabel 4.4 diatas menjelaskan beberapa hubungan sebab akibat dari beberapa variabel dengan melihat dari nilai probabilitasnya yang kurang dari taraf nyata atau signifikan pada α = 5%. Dengan melihat Tabel 4.4 diatas, juga menjelaskan adanya hubungan kausalitas granger hanya terjadi pada beberapa variabel saja, seperti adanya hubungan kausalitas Granger pada variabel nilai tukar
dengan volume ekspor, dan juga hubungan kausalitas Granger pada
variabel suku bunga (SBI) dengan inflasi. Dalam uji kausalitas Granger, implikasi dari Tabel 4.4 diatas yang terjadi antara variabel nilai tukar dengan volume ekspor tekstil mengindikasikan bahwa terdapat hubungan satu arah antar variabel tersebut dengan melihat dari nilai probabilitasnya yang kurang dari taraf nyata sebesar 5% (0,0324). Hubungan satu arah yang dimaksud mengimplikasikan bahwa perubahan yang terjadi dalam variabel nilai tukar mempengaruhi volume ekspor tekstil Indonesia, dan tidak sebaliknya.
53
Begitu juga yang terjadi antara variabel suku bunga (SBI) dengan inflasi (0,0042), mengindikasikan bahwa hanya ada hubungan satu arah antara SBI dengan inflasi. Dengan kata lain perubahan yang terjadi dalam variabel SBI akan berpengaruh terhadap tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia. 4.5.
Uji Kointegrasi Tahap uji kointegrasi yang dilakukan berguna untuk mengetahui adanya
hubungan keseimbangan jangka panjang dengan mengetahui apakah terdapat kesamaan pergerakan dan stabilitas variabel-variabel yang diuji. Metode pengujian kointegrasi pada penulisan ini didasarkan pada metode Johansen’s Cointegration Test. Tabel 4.5 Hasil Uji Kointegrasi Hypothesizes
0.05 Critical
Eigenvalue
Trace Statistic
None
0.570940
59.46037
60.06141
0.0561
At most 1
0.413055
34.07565
40.17493
0.1795
At most 2
0.335923
18.09094
24.27596
0.2465
At most 3
0.165634
5.810233
12.32090
0.4595
At most 4
0.012513
0.377743
4.129906
0.6020
No. of CE(s)
Value
Prob *
Data : Diolah Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5%. Analisis ekonometrika dengan melihat dari Tabel 4.5 diatas tidak mengindikasikan adanya nilai probabilitas yang kurang dari taraf nyata sebesar 5% atau tidak ada data yang signifikan pada taraf nyata sebesar 5%. Hasil dari uji kointegrasi dalam tabel diatas mengandung arti bahwa dengan tidak adanya nilai probabilitas yang signifikan pada taraf nyata sebesar 5%, maka kelima variabel
54
yang digunakan dalam penulisan ini tidak memiliki stabilitas atau keseimbangan jangka panjang. Tidak
terkointegrasinya
data
yang
diolah
pada
penulisan
ini
menggambarkan bahwa variabel-variabel yang diambil berupa volume ekspor tekstil, nilai tukar, PDB, SBI, dan juga Inflasi hanya mengindikasikan adanya hubungan keseimbangan jangka pendek saja. Dengan kata lain, implikasi ekonomi antara variabel satu dengan variabel lainnya hanya mempengaruhi satu sama lain untuk keseimbangan jangka pendek, tidak mempengaruhi dalam keseimbangan jangka panjang atau dalam waktu yang lama. Implikasi hubungan jangka panjang dalam pandangan ekonomi tersebut lebih mengacu kepada pergerakan nilai tukar itu sendiri. Pada realita sesungguhnya, pergerakan yang terjadi dalam variabel nilai tukar secara mingguan bahkan harian menyebabkan seseorang tidak dapat memprediksi seberapa besar perubahan yang akan terjadi pada variabel-variabel lainnya untuk jangka panjang. Tidak adanya kointegrasi dalam pengujian tersebut maka model dari VECM dan forecasting tidak dapat dilakukan karena pada saat pengujian kointegrasi di lag 1 tidak menunjukkan adanya kointegrasi antar variabel pada lag optimalnya tersebut yaitu lag 1. Dengan kata lain, model persamaan VAR yang dianalisis bukan merupakan model VAR VECM, melainkan sistem persamaan VAR First Difference.
55
4.6
Model VAR Dari beberapa hasil uji yang dilakukan sebelumnya, variabel-variabel yang
tidak stasioner pada level namun tidak terkointegrasi pada tahap uji kointegrasi menerangkan bahwa persamaan model VAR pada penelitian ini merupakan model estimasi VAR First Difference. Tabel 4.6 diatas menjelaskan hasil dari estimasi VAR First Difference, dimana sudah diterangkan sebelumnya bahwa keunggulan estimasi VAR salah satunya adalah metode Ordinary Least Square (OLS) biasa dapat diaplikasikan pada tiap-tiap persamaan secara terpisah. Penggunaan t-tabel pada penelitian ini adalah sebesar 1.96. Penjelasan tentang penggunaan t-tabel sebesar 1.96 pada penelitian kali ini dikarenakan jumlah observasi data yang lebih dari tiga puluh (30) observasi dengan melihat dari nilai probabilitas sebesar 5%. Jika jumlah observasi kurang dari tiga puluh (30) observasi dengan nilai probabilitas yang sama, maka t-tabel akan disesuaikan dengan jumlah observasinya. Dengan melihat nilai t-hitung atau t-statistik dalam tabel diatas yang memiliki nilai lebih besar dari 1.96, maka dapat dikatakan signifikan untuk estimasi VAR First Difference. Disamping itu, penjelasan terhadap hasil t-statistik diatas adalah berdasarkan pembagian dari koefisien yang didapat dari hasil perhitungan metode OLS dengan standar errornya.
56
Hasil uji estimatasi VAR ditunjukkan oleh tabel dibawah ini : Tabel 4.6 Hasil Estimasi VAR First Difference
D(VET(-1))
D(NT(-1))
D(PDB(-1))
D(SBI(-1))
D(INFLASI(-1))
C
R-squared
D(VET)
D(NT)
D(PDB)
D(SBI)
D(INFLASI)
-0.231430
-0.184361
0.041349
0.922643
-2.677837
(0.18714)
(0.11383)
(1.19291)
(2.70078)
(5.78703)
[-1.23669]
[-1.61968]
[0.03466]
[0.34162]
[-0.46273]
0.417014
-0.086158
-6.497278
0.388802
-13.34144
(0.30949)
(0.18825)
(1.97286)
(4.46663)
(9.57074)
[1.34741]
[-0.45768]
[-3.29333]*
[0.08705]
[-1.39398]
0.023840
-0.005605
0.046399
-0.090372
-0.060206
(0.02578)
(0.01568)
(0.16435)
(0.37209)
(0.79728)
[0.92466]
[-0.35741]
[0.28233]
[-0.24288]
[-0.07551]
0.016787
-0.011010
0.130975
0.221620
1.353936
(0.01540)
(0.00936)
(0.09814)
(0.22219)
(0.0.47608)
[1.09041]
[-1.17574]
[1.33462]
[0.99745]
[2.84392]*
-0.001757
-0.001097
-0.052558
-0.027316
-0.181060
(0.00639)
(0.00389)
(0.04073)
(0.09221)
(0.19759)
[-0.27499]
[-.0.28238]
[-1.29043]
[-0.29623]
[-0.91636]
0.020674
0.003657
0.127182
-0.074859
0.271399
(0.01774)
(0.01079)
(0.11308)
(0.25602)
(0.54857)
[1.16544]
[0.33897]
[1.12471]
[-0.29240]
[0.49474]
0.225466
0.195472
0.376234
0.057366
0.279879
Sumber : Diolah Keterangan : Signifikan pada taraf nyata 5%. Berdasarkan dari Tabel 4.6 diatas, hasil estimasi VAR First Difference menunjukkan beberapa hasil yang signifikan. Ditunjukkan dari hasil estimasi VAR diatas dengan variabel nilai tukar (NT) yang signifikan terhadap produk
57
domestik bruto (PDB). Dengan nilai t-statistik sebesar 3.29333 signifikan karena lebih besar dari t-tabelnya yaitu 1.96. Implikasi dari hasil estimasi VAR terhadap hasil yang signifikan ini mengindikasikan bahwa apabila terjadi kenaikan terhadap nilai tukar sebesar 1%, maka akan berpengaruh terhadap penurunan nilai PDB sebesar 6.497278. Tidak hanya itu saja, ternyata hasil yang signifikan juga dapat terlihat dari variabel suku bunga (SBI) terhadap inflasi. Hasil t-statistik sebesar 2.84392 yang lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 1.96 mengindikasikan bahwa kenaikan tingkat suku bunga sebesar 1%, maka akan berpotensi meningkatkan tingkat inflasi sebesar 1.353936. Implikasi dari kenaikan suku bunga terhadap inflasi dari hasil estimasi VAR diatas lebih jelas terlihat dari segi harga. Peningkatan inflasi akibat suku bunga jika dikaitkan dengan volume ekspor tekstil Indonesia akan mengakibatkan
peningkatan
volume
ekspor
tekstil
Indonesia
di
pasar
internasional. Sebaliknya, jika melihat ke pasar domestik, kelangkaan mungkin terjadi akibat derasnya permintaan tekstil di pasar internasional. Hasil uji VAR dalam Tabel 4.6 juga melihat apakah persamaan dari data yang diolah baik atau tidak dilihat dari nilai R-squared yang kurang dari 1. Dengan melihat nilai R-squared dari hasil uji VAR dalam tabel diatas, ternyata semua variabel memiliki hasil yang kurang dari 1. Oleh karena itu, persamaan dalam estimasi VAR dalam hasil uji tersebut sudah cukup baik.