V.
5.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Pra Estimasi
5.1.1. Uji Kestasioneran Data Langkah awal yang perlu dilakukan dalam data time series adalah uji stasioner, untuk melihat ada atau tidaknya unit root dalam variabel. Apabila data yang digunakan mengandung akar unit maka akan sulit untuk mengestimasi suatu model dengan menggunakan data tersebut karena tren data tersebut cenderung berfluktuasi tidak disekitar nilai rata-ratanya. Maka dapat disimpulkan bahwa data yang stasioner akan cenderung untuk mendekati nilai rata-ratanya dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya (Gujarati, 2003). Pengujian kestasioneran data perlu dilakukan karena data yang tidak stasioner tidak dapat dimasukkan ke dalam model VAR biasa melainkan harus dimasukan kedalam model VECM (Vektor Error Correction Model). Untuk melihat ada tidaknya unit root yang terkandung di antara variabel mengindikasikan hubungan antar variabel dalam persamaan menjadi valid serta tidak menghasilkan spurious regression (Firdaus, 2011). Kriteria uji dalam ADF ini membandingkan antara nilai statistik dengan nilai kritikal dalam tabel Dickey Fuller. Data bersifat stasioner apabila nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai Mc Kinnon Critical Value, sedangkan data bersifat non-stasioner apabila nilai ADF statistik lebih besar dari nilai Mc Kinnon Critical Value. Hipotesis yang diuji adalah: H0 : δ = 0 (data tidak stasioner atau mengandung unit root) H1 : δ < 0 (data stasioner atau tidak mengandung unit root)
73
Dalam uji ADF, tolak H0 menunjukkan bahwa data tidak mengandung unit root yang berarti data stasioner dan sebaliknya. Pemeriksaan kestasioneran data time series pada setiap variabel dalam tingkat level, first difference, second difference dengan mengunakan uji ADF. Pengujian ini menggunakan perangkat lunak Eviews 6. Hasil uji ini dapat dilihat dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1. Uji Akar Unit Variables ADF Value LN_GDP LN_JII LN_KS LN_NPS SBI SBIS LN_M2 LN_XR
-2.104 -1.690 -0.917 -3.201* -2.106 -2.055 -1.213 -1.736
Level Mc Kinnon Critical Value 5% 10% -2.915 -2.595 -2.913 -2.594 -2.912 -2.594 -2.912* -2.594* -2.912 -2.594 -2.912 -2.594 -2.912 -2.594 -2.912 -2.594
First Difference ADF Mc Kinnon Value Critical Value 5% 10% -4.108* -2.915* -2.595* -5.520* -2.913* -2.594* -5.972* -2.912* -2.594* -8.479* -2.912* -2.594* -11.541* -2.912* -2.594* -3.513* -2.912* -2.594* -7.446* -2.912* -2.594* -7.038* -2.912* -2.594*
Sumber: Lampiran 1, data diolah. Catatan: Data yang diberi tanda asterik (*) menunjukkan hasil uji yang stasioner pada taraf significant 1%, 5%, 10%
Uji stasioneritas pada data level berdasarkan hasil dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa data GDP, JII, KS, SBI, SBIS, M2, dan XR tidak stasioner pada level karena nilai ADF pada variabel-variabel tersebut lebih besar dari nilai kritis Mc Kinnon untuk tingkat kritis 1%, 5% dan 10%. Kondisi variabel yang tidak stasioner maka perlu dilanjutkan pada uji akar unit pada first difference. Konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada tingkat level atau derajat nol atau I(0) maka akan dilakukan uji derajat integrasi. Data didiferensiasikan pada uji ini dalam derajat tertentu sampai semua data menjadi stasioner pada derajat yang sama. Uji stasioneritas pada data first difference menunjukkan bahwa semua data sudah stasioner. Oleh karena itu, dapat
74
disimpulkan berdasarkan uji ADF tersebut menunjukkan kondisi tolak H0 pada first difference, sehingga seluruh variabel tidak mengandung unit root.
5.1.2. Uji Stabilitas Vector Auto Regression Hasil estimasi sistem persamaan VAR yang telah terbentuk perlu diuji stabilitasnya melalui VAR stability condition check yang berupa roots of characteristic polynomial terhadap seluruh variabel yang digunakan dikalikan jumlah lag dari masing-masing VAR sebelum masuk pada tahapan analisis yang lebih jauh lagi. Persamaan VAR dikategorikan stabil jika modulus dari seluruh roots of characteristic polynomial lebih kecil dari 1.
Sumber: Lampiran 2, data diolah
Gambar 5.1. Uji Stabilitas VAR
75
Dari Gambar 5.1 menunjukkan bahwa charcterstic polynomial yang ditandai dengan titik berwarna biru, mengindikasikan seluruh variabel yang digunakan dalam model VAR ini sudah stabil. Kondisi ini akan menunjukkan bahwa hasil uji IRF dan FEVD menunjukkan hasil yang valid. terhadap VECM setelah sistem persamaan VAR stabil. Jumlah variabel yang digunakan dalam model penelitian sebanyak 8 variabel dengan lag sebanyak 2, maka jumlah root yang diuji sebanyak 8 (8*2=16). Sistem VAR yang digunakan dapat disimpulkan adalah bersifat stabil berdasarkan hasil uji stabilitas VAR. Hal tersebut dapat dibuktikan dari 16 root yang diuji memiliki modulus dari seluruh
roots of
characteristic polynomial dengan kisaran 0.080759- 0.986749.
5.1.3. Pengujian Lag Optimal Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Penggunaan lag optimal dengan tujuan permasalahan terkait autokorelasi tidak muncul kembali. Jumlah lag yang optimal dalam penelitian ini didasarkan pada nilai Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Information Criterion yang terkecil atau minimum. Hasil penetapan lag optimal model penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Uji Optimum Lag Lag 0 1 2
AIC -1.725987 -15.61034 -20.13865
SC -1.434011 -12.98255 -15.17506*
Sumber: Lampiran 3, data diolah.
Dalam penentuan lag optimal perlu pula diperhatikan adanya trade off. Jika lag yang dipergunakan semakin panjang, maka semakin banyak pula parameter yang harus diestimasi dan semakin sedikit derajat kebebasannya
76
(degrees of freedom). Lag yang terlalu banyak akan menyedot derajat bebas. Berdasarkan perhitungan nilai SC untuk masing-masing lag mengindikasikan bahwa nilai SC yang terkecil pada uji optimum lag ini yaitu -15.17506 terdapat pada lag dua. Karenanya pada analisis VAR akan digunakan lag dua sebagai lag optimumnya.
5.2.
Uji Kointegrasi Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang
tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi ini dikemukakan oleh Engle dan Granger pada tahun 1987 sebagai fenomena kombinasi linear daru dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menjadi stasioner. Kombinasi linear ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang di antara variabel (Firdaus, 2011). Keberadaan variabel yang tidak stasioner meningkatkan potensi adanya hubungan kointegrasi antara variabel. Variabel yang tidak stasioner memenuhi syarat untuk proses kointegrasi, yaitu semua variabel yang stasioner pada derajat yang sama yaitu derajat I(2). Suatu kondisi dinamakan kointegrasi apabila terdapat kombinasi linear antara variabel non-stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama (Enders, 2004). Informasi jangka panjang diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu rank kointegrasi untuk mengetahui berapa sistem persamaan yang dapat menerangkan dari keseluruhan sistem yang ada. Kriteria pengujian kointegrasi pada penelitian ini didasarkan pada trace-statistics. Apabila nilai trace-statistics
77
lebih besar daripada nilai kritis 5 persen maka hipotesis alternatif yang menyatakan jumlah rank kointegrasi dapat diterima. Model GDP yang merupakan efek dari responsivitas aktivitas pasar modal syariah dan kebijakan moneter berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan delapan persamaan yang terkointegrasi. Tabel 5.3. Hasil Uji Kointegrasi Hypothesized Eigenvalue No. of CE(s)
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * 0.744913 159.5297 0.0000 255.6233 At most 1 * 0.553770 125.6154 0.0000 177.7527 At most 2 * 0.493476 95.75366 0.0000 131.7582 At most 3 * 0.410809 69.81889 0.0003 92.98775 At most 4 * 0.311624 47.85613 0.0011 62.83443 At most 5 * 0.245970 29.79707 0.0014 41.54947 At most 6 * 0.222438 15.49471 0.0012 25.45708 At most 7 * 0.177185 3.841466 0.0009 11.11636 Sumber : Lampiran 4, data diolah. Catatan : Cetak tebal menunjukkan bahwa trace statistics > 5 % critical value dan terjadi kointegrasi Restriksi umum (general restriction atau just identifying restriction) dapat dibuat berdasarkan metode Johansen setelah rank kointegrasi diketahui, yaitu dengan membuat matriks identitas berukuran jumlah rank kointegrasi yang terdapat pada model GDP yang merupakan efek dari dinamika interaksi pasar modal syariah dan kebijakan moneter. Restriksi umum pada model VAR dan VECM secara lebih lengkap dapat dilihat dalam lampiran uji kointegrasi.
5.3.
Hasil Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas di
antara variabel-variabel yang ada di dalam model. Hipotesis awal atau H0 diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas, sedangkan hipotesis alternatifnya atau H1 adalah adanya hubungan kausalitas. Penerimaan atau penolakan H0 dilakukan
78
dengan membandingkan nilai probabilitas dengan nilai kritis yang digunakan. H0 ditolak apabila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritis yang telah ditentukan, sehingga terdapat hubungan kausalitas pada variabel-variabel yang diuji. Hasil dari pengujian kausalitas di dalam model dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Uji Kausalitas Granger untuk Model Penelitian. Peubah Tak Bebas Peubah Bebas Probability KS GDP 0.0674 JII 0.0319 NPS 0.0027 SBI 0.0066 XR 0.0001 M2 GDP 0.0297 SBIS GDP 2 x 10-6 JII 0.0305 KS 0.0465 NPS 0.0356 M2 0.0972 SBI 6 x 10-6 XR 0.0054 JII KS 0.0688 NPS 0.0003 SBI 0.0011 SBIS 0.0294 XR 1 x 10-6 SBI JII 0.0020 KS 0.0080 NPS 0.0012 XR 0.0003 XR NPS 0.0320 SBI 0.0015 SBIS 0.0487 Sumber: Lampiran 5, data diolah Berdasarkan Tabel 5.4 diperoleh hasil bahwa variabel-variabel tersebut signifikan pada taraf nyata 10 persen. Variabel moneter seperti M2, dan SBIS memiliki pengaruh terhadap GDP. Sedangkan variabel pasar modal syariah yang
79
memiliki pengaruh terhadap GDP adalah kapitalisasi saham. Selain adanya pengaruh yang muncul dari variabel moneter dan pasar modal syariah terhadap GDP, data di atas juga menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara variabel moneter dan pasar modal syariah. SBIS akan berpengaruh nyata terhadap JII, kapitalisasi saham, dan nilai perdagangan saham syariah. SBI juga memiliki pengaruh terhadap JII, kapitalisasi saham, dan nilai perdagangan saham syariah. Perubahan yang terjadi pada nilai tukar (Exchange Rate) akan memengaruhi nilai perdagangan saham syariah. Variabel-variabel yang memiliki hubungan kausalitas dua arah antara lain: KS
JII
SBI
XR
KS
SBI
SBIS
JII
Sumber: Lampiran 5, data diolah
5.4.
Hasil Penelitian
5.4.1. Hasil Estimasi Pengaruh Adanya Aktivitas Moneter dan Pasar Modal Syariah terhadap GDP di Indonesia Hasil uji kointegrasi sebelumnya terdapat delapan persamaan yang terkointegrasi. Model VECM GDP Indonesia menunjukkan bahwa persamaan yang terkointegrasi mempunyai dugaan parameter error correction -0.012973 yang secara statistik signifikan sehingga dugaan parameter error correction dapat digunakan untuk mengoreksi persamaan jangka pendek menuju jangka panjang. Tabel 5.5 berikut ini merupakan hasil estimasi VECM pada model GDP dengan adanya aktivitas moneter dan pasar modal syariah di Indonesia. Variabel dependen pada estimasi di dalam model tersebut adalah GDP Indonesia dengan menggunakan cointegration equation pertama, sedangkan variabel independennya
80
adalah JII, kapitalisasi saham pada JII, nilai perdagangan saham syariah, SBI, SBIS, pertumbuhan uang (M2), dan nilai tukar Rupiah terhadap USD Amerika Serikat. Tabel 5.5 Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek Variabel Koefisien D(GDP(-1)) 0.989784 D(SBIS(-1)) 0.001247 Jangka Panjang Variabel Koefisien JII(-1) 0.560732 NPS(-1) 0.134414 M2(-1) -0.060901 SBI -0.078189 SBIS 0.199949 XR(-1) 0.845828
T-Statistik 2.11474 75.4348 T-Statistik 4.93644 3.97230 -3.15893 -7.25361 14.8438 3.30742
Sumber : Lampiran 6, data diolah
Dari Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dalam jangka pendek GDP riil Indonesia dipengaruhi oleh output nasional (GDP) itu sendiri. SBIS berpengaruh positif terhadap GDP baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan open market operation, kebijakan moneter syariah melalui SBIS sebagai instrumennya menghasilkan proyek pemerintah yang berdampak pada perbaikan sektor riil. Sehingga pengaruh SBIS terhadap GDP secara signifikan memiliki hubungan yang positif. Peningkatan SBIS juga dapat terjadi akibat besarnya bonus yang diberikan akibat adanya penerapan akad ju’alah yang dapat menarik masyarakat dan berbagai kalangan investor untuk berinvestasi dalam bentuk SBIS. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam menjalankan transmisi moneter Indonesia, kehadiran instrumen moneter syariah dalam bentuk SBIS mampu memberikan pengaruh positif terhadap GDP
81
Indonesia. Sesuai dengan peranannya, SBIS berperan dalam menerapkan kontraksi moneter di Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi VECM, keberadaan pasar modal syariah di Indonesia mampu memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Kondisi ini mengindikasi bahwa pasar modal syariah lebih diminati untuk jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang baik di suatu negara, ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal. Berdasarkan hasil estimasi VECM, pertumbuhan uang dari broad money (M2) memiliki hubungan negatif terhadap GDP. Dalam teori Keynesians yang berpendapat bahwa money supply memengaruhi GDP secara tidak langsung dan tidak pasti, hal ini dikarenakan velocity tidak stabil baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Apabila diasumsikan money supply meningkat dalam operasi pasar terbuka (OPT), tetapi kenaikan likuiditas ini tidak dibelanjakan oleh masyarakat, melainkan disimpan di rumah (hoarding). Kondisi ini mengakibatkan GDP Indonesia akan tidak berubah atau bahkan menurun dari nilai sebelumnya. Peningkatan SBI dapat menurunkan GDP, kondisi ini disebabkan karena suku bunga. Tingkat suku bunga SBI yang merupakan realisasi dari BI rate (suku bunga acuan BI), membuat beban bunga SBI yang ditanggung APBN sangat tinggi. Karena merupakan implementasi BI rate, tingkat suku bunga SBI menjadi lebih tinggi dari suku bunga komersial. Semakin tinggi suku bunga, return yang
82
diterima akan tinggi dan berlaku sebaliknya dimana risiko bisnis yang diterima akan besar pula. Nilai tukar rupiah yang meningkat mengakibatkan permintaan rupiah meningkat. Hal ini mengindikasi terjadinya capital inflow. Melalui capital inflow, status Investment Grade mendukung aliran dana investor yang bisa digunakan untuk proses pembangunan dalam negeri. Globalisasi ekonomi mengakibatkan semakin eratnya interaksi dan hubungan timbal balik antara negara yang tergabung didalamnya. Arus barang, modal maupun jasa akan bergerak dengan bebas antar wilayah negara tanpa mengenal batas. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan pada transaksi keuangan. Arus pergerakan mata uang asing semakin deras antar negara. Penguatan nilai Rupiah ini akan meningkatkan iklim perekonomian yang baik terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
5.4.2. Analisis Respon antara Aktivitas Pasar Modal Syariah dan Aktivitas Moneter Indonesia Analisis IRF akan menjelaskan dampak dari guncangan (shock) pada satu variabel terhadap variabel lain, dimana dalam analisis ini tidak hanya dalam waktu pendek tetapi dapat menganalisis untuk beberapa horizon ke depan (kuartal) sebagai infomasi jangka panjang. Dapat dilihat pada analisis ini respon dinamika setiap variabel apabila ada inovasi (shock) tertentu sebesar satu standar error pada setiap persamaan. Sumbu horisontal merupakan periode dalam kuartal, sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai respon dalam standar deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk persentase. Dinamika interaksi antar variabel akan dipaparkan dalam hasil uji IRF.
83
5.4.2.1.Respon Dinamis Guncangan JII terhadap GDP dan Kebijakan Moneter di Indonesia Berdasarkan estimasi VECM dalam jangka panjang kondisi pasar modal syariah dan monetary policy Indonesia akan berpengaruh signifikan terhadap output nasional. Untuk menindaklanjuti kondisii tersebut, mengingat unsur ketidakpastian dalam dinamika ekonomi modern saat ini butuh gambaran terhadap prediksi kondisi perekonomian selanjutnya. Diasumsikan terjadi guncangan terhadap harga saham syariah. Kondisi ini memunculkan fluktuasi nilai indeks pada JII. Guncangan yang terjadi pada JII akan memengaruhi GDP, M2, SBI, SBIS, dan exchange rate Rupiah terhadap USD. Akibat guncangan tersebut menimbulkan fluktuasi pada GDP. Shock pada JII akan direspon dengan stabil oleh variabel-variabel tersebut pada periode ke-20. Hal ini mengindikasikan bahwa para pelaku pasar modal harus mencari strategi agar tidak terjadi guncangan pada JII. Karena butuh periode yang cukup lama untuk menstabilkan kembali kondisi perekonomian negara. Solusinya adalah adanya kesinergian terhadap supply demand saham syariah agar terjadi keseimbangan pasar yang efektif. Dengan begitu, guncangan terhadap JII dapat dihindari. Berdasarkan Gambar 5.2 adanya dinamika ekonomi pada pasar modal syariah yang dialami oleh JII akan mendapat respon dari variabel-variabel moneter dan juga GDP Indonesia. Respon awal GDP terhadap shock JII adalah meningkat. GDP akan menurun secara signifikan pada periode ke-10 dan mulai stabil pada periode ke-20. Untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, Indonesia membutuhkan investasi dalam jumlah besar terhadap sektor tradeable seperti pertanian, pertambangan, dan industri
84
pengolahan (manufaktur). Perlu penyesuaian untuk menciptakan iklim investasi domestik yang lebih kondusif dan meningkatan daya saing global.
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of GDP to JII
Response of M2 to JII
.012
.10
.008 .05
.004 .000
.00 -.004 -.008
-.05
-.012 -.016
-.10 5
10
15
20
25
30
35
40
45
5
50
10
Response of SBI to JII
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
Response of SBIS to JII
.6
.4 .3
.4
.2 .2 .1 .0 .0 -.2
-.1
-.4
-.2 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
Response of XR to JII .03 .02 .01 .00 -.01 -.02 -.03 5
10
15
20
25
30
35
Sumber: Lampiran 7, data diolah
Gambar 5.2. Respon GDP dan Variabel Moneter terhadap Guncangan JII Respon variabel moneter seperti SBI, SBIS, broad money (M2), exchange rate mengalami peningkatan pada periode awal. Keberadaan investasi pada pasar modal syariah diupayakan untuk berada dalam kondisi yang mampu memperbaiki keadaan sosial ekonomi masyarakat. Berdasarkan penelitian Rahmayanti (2004)
85 dalam Jurnal Eksis (2006) dengan judul “ Analisis Kinerja Portofolio Saham Syariah pada Bursa Efek Jakarta 2001-2002”, membandingkan kinerja saham syariah (JII) dengan saham konvensional (IHSG). Melalui pendekatan Markowitz, sharia screening system menghasilkan portofolio saham yang lebih baik dari saham konvensional. Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa kinerja pasar modal syariah lebih baik dari pada konvensional. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pasar modal syariah dengan indeks JII tidak akan mudah terguncang.
5.4.2.2.Respon Dinamis Guncangan Variabel Moneter di Indonesia Terjadinya krisis ekonomi secara global, membuat terjadinya dinamika variabel moneter Indonesia. Pada subab ini akan menunjukkan respon pasar modal syariah akibat dinamika moneter Indonesia. Kondisi ini menggambarkan dinamika interaksi bursa syariah yang mampu merespon dengan baik guncangan pada variabel moneter. Variabel moneter yang mengalami guncangan antara lain money supply yang ditinjau melalui broad money, nilai tukar Rupiah terhadap USD, SBI, dan SBIS. Berdasarkan penelitian Beik (2011) dalam Jurnal Ekonomi menyimpulkan bahwa JII adalah pasar paling stabil bila dibandingkan dengan pasar lainnya. Dalam jangka pendek, setiap shock atau gangguan eksternal dari pasar saham di AS dan Malaysia secara signifikan akan memengaruhi JII. IHSG memengaruhi JII selama 2 hari. Demikian juga, Kuala Lumpur Composite Index dan Dow Jones Islamic Index Malaysia memengaruhi JII selama 2 hari, sedangkan Dow Jones Index dan Dow Jones Islamic Index AS memberi efek selama 3 hari pada JII.
86
JII akan membuktikan respon terbaiknya terhadap guncangan pada variabel moneter yang ditunjukkan pada Gambar 5.3.
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of JII to GDP
Response of JII to M2
.08
.08
.04
.04
.00
.00
-.04
-.04
-.08
-.08 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
10
2
Response of JII to SBI
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of JII to SBIS
.08
.08
.04
.04
.00
.00
-.04
-.04
-.08
-.08 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Response of JII to XR .08
.04
.00
-.04
-.08 1
2
3
4
5
6
7
Sumber: Lampiran 8, data diolah
Gambar 5.3. Respon JII terhadap Guncangan GDP dan Variabel Moneter Berdasarkan Gambar 5.3 merupakan hasil analisis Impulse Response Function yang melibatkan variabel-variabel moneter dan GDP sebagai impuls yang terkena shock akibat pengaruh ekonomi global akan direspon baik oleh JII. Dapat kita lihat bahwa adanya shock pada GDP yang dipengaruhi beragam faktor ekonomi makro maupun mikro, JII mampu merespon dengan stabil dalam kurun
87
waktu 5 bulan. Adanya shock pada pertumbuhan uang yang dicerminkan melalui broad money (M2), akan direspon baik oleh JII dalam waktu 5 bulan. Kestabilan JII pada bulan ke-6 akan terjadi sebagai respon dari shock SBIS dan SBI. Karena, sejak SBIS dengan akad ju’alah dikeluarkan pada tahun 2008, pergerakan SBI dan SBIS tidak jauh berbeda seperti gambar di bawah ini. Sebelum tahun 2008, SBIS adalah SWBI (Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia) yang memiliki akad wadi’ah. Akad wadi’ah merupakan akad titipan dimana salah satu pihak menitipkan sesuatu kepada pihak lain dengan tujuan untuk dijaga. Dengan kata lain, akad ini merupakan akad tabarru’ (tolong-menolong) yang bersifat sosial dan dianjurkan Islam. Sedangkan akad ju’alah adalah suatu akad dimana pihak pertama ber-iltizaam (bertanggung jawab) dalam bentuk janji memberikan upah secara sukarela terhadap orang yang berjasa dalam menjalankan aktivitas SBIS. Adanya prediksi yang diukur selama 10 periode ke depan telah menunjukkan bahwa guncangan variabel moneter akibat krisis global akan direspon baik oleh JII sebagai instrumen pasar modal syariah. Sehingga informasi ini dapat memberikan rekomendasi kepada calon investor yaitu masyarakat untuk meningkatkan ketertarikannya dalam melakukan transaksi investasi yang halal. Berbeda dengan respon pasar modal konvensional yang diukur melalui IHSG dimana variabel tersebut merupakan kumpulan indeks saham konvensional dan syariah. Namun proporsi saham konvensional dalam indeks tersebut sangat besar bila dibandingkan dengan saham syariahnya.
Pada Gambar 5.4 akan
menunjukkan kebenaran bahwa pasar modal syariah lebih baik bila dibandingkan dengan pasar modal konvensional. Karena analisis tersebut mengindikasikan pasar
88
modal syariah memiliki resilience yang lebih baik dalam menghadapi krisis finansial.
Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of IHSG to GDP
Response of IHSG to JII
300
300
200
200
100
100
0
0
-100
-100
-200
-200
-300
-300
-400
-400 5
10
15
20
25
30
35
40
45
5
50
Response of IHSG to SBI
10
15
20
25
30
35
40
45
50
45
50
45
50
Response of IHSG to SBIS
300
300
200
200
100
100
0
0
-100
-100
-200
-200
-300
-300
-400
-400 5
10
15
20
25
30
35
40
45
5
50
Response of IHSG to XR
10
15
20
25
30
35
40
Response of IHSG to M2
300
300
200
200
100
100
0
0
-100
-100
-200
-200
-300
-300
-400
-400 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
Sumber: Lampiran 9, data diolah
Gambar 5.4. Impulse Response Fonction of IHSG
10
15
20
25
30
35
40
89
Gambar 5.4 menjelaskan bahwa butuh waktu yang lama lebih dari 20 periode untuk menjaga kestabilan akibat guncangan variabel moneter. Pasar modal telah menjadi alternative investasi yang menjanjikan dan memiliki prospek baik. Namun, investor perlu berhati-hati untuk menjaga aset yang dimilikinya. Kondisi ini sangat membenarkan bahwa JII merupakan pasar saham paling stabil. Hal ini harus dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dalam perdagangan pasar modal syariah. Hal ini dapat dilakukan jika para pembuat kebijakan beserta seluruh pelaku yang berkepentingan membuat usaha bisnis yang lebih serius dan terencana.
5.4.3. Analisis Kontribusi Keragaman Variabel terhadap JII dan GDP Struktur dinamis antar variabel dalam VAR dapat dilihat melalui analisis
Forecasting Error of Variance Decomposition (FEVD), dimana pola dari FEVD ini mengindikasikan sifat dari kausalitas multivariat di antara variabel-variabel dalam model VAR. Pengurutan variabel dalam analisis FEVD ini didasarkan pada faktorisasi Cholesky. Fluktuasi setiap variabel akibat terjadinya suatu guncangan (shock) dapat dilakukan dengan menganalisis peranan setiap guncangan dalam menjelaskan fluktuasi variabel-variabel makroekonomi melalui analisis FEVD atau disebut juga sebagai analisis dekomposisi varians. Analisis dekomposisi varian JII model VAR melalui simulasi FEVD. Model ini akan menganalisis kontribusi variabelvaariabel yang akan memengaruhi fluktuasi nilai pada JII. Simulasi pada model dalam Gambar 5.5 sebagai berikut.
90
Variance Decomposition of JII 100 90 80
XR
70
SBIS
60
SBI
50
M2
40
NPS KS
30
JII
20
GDP
10 0 1
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sumber: Lampiran 10, data diolah
Gambar. 5.5. Variance Decomposition of JII Peramalan dekomposisi varian pada Gambar 5.5 memberikan informasi bahwa yang memiliki kontribusi besar terhadap JII adalah kapitalisasi saham dan SBI. Kapitalisasi saham merupakan jumlah seluruh saham yang tercatat maupun yang telah diperdagangkan di pasar modal syariah. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap pemberlakuan harga saham yang menjadi dasar perhitungan indeks. Sehingga besar kecilnya JII merupakan bentuk kontribusi dari kapitalisasi saham syariah tersebut. Dalam hasil uji Kausalitas Granger, menunjukkan adanya hubungan antara SBI dengan JII. Keberadaan SBI sebenarnya berfungsi sebagai stabilisator perekonomian, yaitu untuk menyeimbangkan permintaan (demand) dan penawaran (supply) melalui penyesuaian jumlah uang beredar. Pelelangan SBI yang dilakukan pemerintah adalah untuk menarik jumlah uang yang beredar di masyarakat. Keberadaan SBI dan pasar modal syariah menjadi alternatif
91
penyimapanan dana masyarakat. Oleh karena itu, SBI memiliki peran besar dalam perkembangan pasar modal syariah yang ditinjau dari nilai JII. Tabel 5.6. Variance Decomposition of JII Periode
GDP
JII
KS
NPS
M2
SBI
SBIS
XR
1
1.274971
98.72503
0
0
0
0
0
0
5
2.614454
65.37667
6.33629
0.350976
3.070148
14.22988
0.813843
7.207746
10
3.281656
36.80927
25.47297
2.288061
4.272078
20.16728
3.187348
4.52134
15
2.790975
33.68247
29.79489
3.053455
3.541806
18.21284
4.080684
4.842884
20
2.910622
35.06746
28.81919
3.236473
3.311155
17.12756
4.309096
5.218451
25
3.775027
34.71509
28.43742
3.245971
3.230905
17.1718
4.301308
5.122475
30
4.571759
33.94493
28.39691
3.220433
3.200678
17.24014
4.240031
5.185111
35
5.02474
33.53133
28.24632
3.233506
3.242322
17.18028
4.222645
5.318861
40
5.259561
33.32366
28.09346
3.278584
3.302708
17.11063
4.246939
5.38446
45
5.403081
33.19783
27.9866
3.326688
3.345415
17.05912
4.282191
5.399081
50
5.514044
33.11188
27.90716
3.363691
3.370131
17.02309
4.310968
5.39903
Sumber: Lampiran 10, data diolah Tabel 5.6 mendeskripsikan berapa persen kontribusi shock pada masingmasing variabel terhadap JII. Pada periode ke-1 JII memberikan kontribusi sebesar 98.72503 persen kepada JII itu sendiri. Pada periode ke-5 kontribusi JII menurun menjadi 63.37667 persen terhadap JII itu sendiri. Kondisi ini pun terus menurun hingga periode ke-50 dengan kontribusi sebesar 33.11188 persen. Penurunan kontribusi JII terjadi karena masih terdapat variabel-variabel lain yang lebih memengaruhi kondisi JII itu sendiri. Kontribusi besar terhadap nilai JII adalah nilai JII itu sendiri bila dibandingkan dengan variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini. Guncangan GDP memberikan kontribusi sebesar 1,274971 persen pada periode ke-1 kemudian pada periode selanjutnya mengalami peningkatan kontribusi terhadap JII. Kontribusi terbesar guncangan GDP selama 50 periode ke
92
depan adalah 5.514044 persen. Berdasarkan forecast, adanya shock pada M2 akan memberikan kontribusi yang meningkat dari periode awal hingga di periode ke10. Kontribusi M2 terhadap JII cenderung stabil pada periode ke-15 sampai periode ke-50. Kontribusi terbesar SBIS terhadap JII dalam dekomposisi varian JII sebesar 4.310968 persen pada periode ke-50. Keberadaan SBI sebagai pengendali moneter dalam Operasi Pasar Terbuka memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap JII sebesar 20.16728 persen. Dari peramalan tersebut menunjukkan bahwa, kebijakan moneter dapat berdampak pada volatilitas JII. Volatilitas merupakan salah satu faktor penting yang diperhatikan oleh para investor dalam menentukan portofolio investasi dalam pasar modal syariah. Pasar modal Indonesia memiliki peranan penting dalam perekonomian, yaitu sebagai sumber pembiayaan dan juga pengalokasian sumber daya ekonomi secara optimal. Peranan pasar modal yang tinggi menuntut keputusan investasi dan kebijakan pengembangan pasar modal yang tepat. Adanya respon antara variabel moneter terhadap pergerakan indeks harga JII akan memengaruhi output nasional atau GDP. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian ini bahwa aktivitas dari pasar modal dan kebijakan moneter di Indonesia akan memengaruhi GDP . Bentuk peramalan dalam FEVD dari GDP dapat dilihat pada Gambar 5.6. Pengurutan variabel dalam analisis FEVD ini didasarkan pada faktorisasi Cholesky. Pada dekomposisi varian JII, yang dilihat adalah pengaruh guncangan variabel moneter terhadap JII. Gambar 5.6 menunjukkan bahwa keterkaitan dari aktivitas pasar modal syariah dan kebijakan moneter di Indonesia akan memengaruhi GDP yang diramal selama 50 periode ke depan.
93
Variance Decomposition of GDP 100 90 80
XR 70
SBIS
60
SBI
50
M2 NPS
40
KS 30
JII
20
GDP
10 0 1
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Sumber: Lampiran 11, data diolah Gambar. 5.6. Variance Decomposition of GDP Hasil FEVD GDP menunjukkan dari banyaknya variabel pasar modal syariah dan variabel moneter, yang paling memengaruhi adalah nilai perdagangan saham syariah, broad money, dan SBIS. Pasar modal syariah telah memainkan peran yang cukup baik sebagai penggerak roda perekonomian nasional. Hal tersebut dapat ditinjau dari perannya sebagai industri jasa keuangan yang menyelenggarakan fungsi intermediasi, dan sebagai sarana bagi masyarakat dalam melakukan investasi pada berbagai instrumen keuangan. Keseluruhan kegiatan intermediasi dan investasi tersebut telah mendorong dan menumbuhkan berbagai kegiatan ekonomi yang menciptakan lapangan kerja dan nilai tambah ekonomi serta meningkatkan pendapatan masyarakat dan nilai aset lembaga-lembaga keuangan yang berpartisipasi dalam industri keuangan.