60
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Uji Stasioneritas Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini akan didasarkan pada langkah-
langkah yang telah dijelaskan sebelumnya pada Bab III. Langkah pertama merupakan langkah yang penting sebelum mengolah data lebih lanjut. Data time series yang digunakan mengandung kemungkinan memiliki akar unit yang menyebabkan data menjadi tidak stasioner pada level. Data yang memiliki akar unit, mungkin saja hasil regresinya kelihatan bagus ternyata hasil tersebut menjadi tidak valid dan tidak mampu menggambarkan keadaan sesungguhnya yang terjadi. Dalam penelitian ini akan digunakan uji stasioneritas Augmented Dickey Fuller (ADF). Apabila hasil dari pengujian ini menunjukkan nilai mutlak t-ADF lebih besar dari nilai mutlak MacKinnon critical values-nya maka data telah stasioner pada taraf nyata sebesar lima persen atau satu persen. Dapat juga dilihat pada nilai probabilitasnya. Apabila nilai probabilitasnya kurang dari taraf satu persen, lima persen, dan sepuluh persen maka data tersebut stasioner pada taraf tersebut. Berdasarkan hasil uji yang diperoleh, hanya ada satu data yang stasioner pada level, yaitu data Ln SBIS. Lima data lainnya tidak stasioner pada level sehingga perlu pengujian stasioneritas pada first difference-nya. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat dalam tabel 5.1 dan 5.2 berikut. Dari tabel 5.2 dapat terlihat bahwa Uji ADF pada level First Difference yang dilakukan menunjukkan semua data telah stasioner pada taraf nyata lima persen.
61
Setelah semua data dinyatakan stasioner
maka data dapat diproses ketahapan
selanjutnya. Tabel 5.1. Rangkuman Hasil Uji Stasioner Pada Data Level Variabel Ln Sukuk Ln PDB
ADF Statistic
MacKinnon Critical Value 1% 5% 10 %
P-value Keterangan*
0.153060
-3.555023
-2.915522
-2.595565
0.9670
0.253341
-3.577723
-2.925169
-2.600658
0.9732
-1.569005
-3.555023
-2.915522
-2.595565
0.4915
-0.011105
-3.555023
-2.915522
-2.595565
0.9532
Ln IHK Ln M2 Ln PT -0.389633 -3.560019 -2.917650 -2.596689 0.9032 Ln SBIS -3.391339 -3.555023 -2.915522 -2.595565 0.0155 Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan nilai pengujian berdasarkan persen
Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Stasioner taraf nyata 5
Tabel 5.2. Rangkuman Hasil Uji Stasioner Pada Data First Difference Variabel
ADF Statistic Ln Sukuk -8.019771 Ln PDB -8.587465 Ln IHK -7.646825 Ln M2 -8.406952 Ln PT -3.774054 Catatan : tanda asterik persen
5.2.
MacKinnon Critical Value P-value Keterangan* 1% 5% 10 % -3.557472 -2.916566 -2.596116 0.0000 Stasioner -3.577723 -2.925169 -2.600658 0.0000 Stasioner -3.557472 -2.916566 -2.596116 0.0000 Stasioner -3.557472 -2.916566 -2.596116 0.0000 Stasioner -3.562669 -2.918778 -2.597285 0.0056 Stasioner (*) menunjukkan nilai pengujian berdasarkan taraf nyata 5
Uji Lag Optimum Langkah selanjutnya dalam melakukan estimasi terhadap model ini yaitu
menentukan panjang lag optimum. Kandidat selang yang akan dicari dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia, yaitu criteria Likehood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaike Infformation Criterion (AIC), Shwarz
62
Information Criterion (SC), dan Hannan-Quin Criterion (HQ). Apabila kriteria informasi merujuk pada sebuah kandidat selang, maka lag tersebut yang akan dipilih untuk melanjutkan estimasi pada tahanapan berikutnya. Hasil Uji lag optimum pada kelima model akan ditunjukkan pada beberapa tabel di bawah ini. Tabel 5.3. Hasil Uji Lag Optimum untuk Model Sukuk Lag LR FPE AIC SC 0 NA 1.29e-14 -14.95537 -14.73023 1 630.8633 4.24e-20 -27.58994 -26.01394 2 199.0757 1.09e-21 -31.30983 -28.38296 3 93.86085* 2.92e-22 -32.76948 -28.49176* 4 48.00876 2.68e-22* -33.16297* -27.53438 Catatan : tanda asterik (*) menunjukkan kandidat selang yang dipilih
HQ -14.86906 -26.98574 -30.18774 -31.12950* -31.00510
Berdasarkan tabel 5.3, model sukuk lag optimumnya berada pada lag tiga. Setelah pengujian lag telah mendapatkan hasil maka dilakukan langkah selanjutnya, yaitu uji stabilitas model VAR. 5.3.
Uji Stabilitas VAR Panjang selang optimal telah diperoleh dari pengujian sebelumnya. Setelah
itu, panjang selang optimal yang dipilih perlu diuji, apakah selang tersebut merupakan panjang selang maksimum VAR yang stabil. Stabilitas model VAR dapat dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil (stasioner) jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle (Lutkepohl, 1991). Nilai modulus untuk model sukuk berkisar antara 0.492261 - 0.999496. Berdasarkan hasil tersebut menyatakan nilai modulus yang diperoleh tidak ada yang melebihi satu, sehingga dapat disimpulkan bahwa model VAR stabil pada panjang
63
selangnya masing-masing sehingga bisa dilakukan uji FEDV pada model ini yang menghasilkan output yang valid. Untuk lebih jelasnya, hasil pengujian stabilitas model VAR dapat dilihat pada Lampiran 3. 5.4.
Uji Kausalitas Granger Setelah didapatkan lag yang optimum dalam pengujian model dan model yang
stabil maka selanjutnya dilakukan pengujian kausalitas granger. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh sukuk terhadap indiktor makroekonomi dan sebaliknya. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pada taraf nyata sebesar lima persen, penerbitan sukuk berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran terbuka. Penerbitan sukuk dipengaruhi oleh jumlah uang beredar. Hal ini dikarenakan korporasi dan negara yang menerbitkan sukuk bertujuan memperoleh dana dari masyarakat untuk melakukan perluasan usaha dan pembangunan infrastruktur yang pada akhirnya membuka lapangan pekerjaan baru yang dapat menyerap tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penerbitan sukuk juga dapat dipengaruhi oleh jumlah uang beredar karena penerbitan sukuk oleh negara dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen dalam operasi pasar terbuka yang dapat menarik peredaran uang di masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa sukuk memang merupakan instrumen moneter yang diperuntukkan ke pembangunan sektor ril. 5.5.
Uji Kointegrasi Johansen Pengujian kointegrasi penting untuk dilakukan untuk melihat hubungan
jangka panjang variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meskipun jika
64
dilihat secara individu tidak stasioner, namun secara kombinasi linear menjadi stasioner. Salah satu syarat agar tercapai keseimbangan jangka panjang yaitu nilai galat keseimbangan harus berfluktuasi sekitar nol. Dikarenakan data yang diperoleh tidak semua stasioner pada level, maka akan dilakukan estimasi dengan menggunakan model VECM, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian kointegrasi terlebih dahulu. Hubungan kointegrasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari nilai trace statistic. Terdapat hubungan kointegrasi apabila nilai trace statistic lebih besar dari nilai critical value 5 persen. Hasil uji kointegrasi Johansen dapat dilihat pada tabel 5.4 di bawah ini. Tabel 5.4. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen
Hipotesa None * At most 1 * At most 2 * At most 3 At most 4
Trace statistic 154.4522 82.46204 48.60636 19.64638 8.486034
5 persen critical value 95.75366 69.81889 47.85613 29.79707 15.49471
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pada model sukuk terdapat minimal satu rank kointegrasi pada taraf nyata 5 persen, yang berarti terdapat minimal satu persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan masingmasing model tersebut. Hal ini berarti terdapat hubungan jangka panjang antara penerbitaan sukuk dengan indikator makroekonomi Indonesia, dalam hal ini pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam PDB, inflasi yang tercermin dalam IHK, jumlah uang beredar luas, pengangguran ekonomi, dan bonus SBIS yang hasilnya
65
akan diperjelas pada estimasi VECM dan uji Forecast Error Decomposition Variance. 5.6.
Hasil Estimasi VECM Sukuk dan Indikator Makroekonomi Indonesia VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini
dilakukan karena adanya data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM mampu melihat hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendek. Model VECM yang dipilih merupakan model terbaik berdasarkan kriteria goodness of fit yang harus dimiliki model. Hasil estimasi model secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Model ini diharapakan lebih mampu menggambarkan keadaan yang sebenarnya dibandingkan dengan menggunakan model VAR in difference. Sims (1980) dan Doan (1992) menentang penggunaan variable difference, walaupun jika variabel tersebut memiliki unit root (tidak stasioner pada level). Kedua pakar ini berargumen bahwa differencing akan membuang informasi berharga yang terkait dengan pergerakan searah data. VAR in difference digunakan bagi data yang tidak stasioner pada level dan tidak terkointegrasi. Dalam penelitian ini hampir semua data tidak stasioner pada level, namun semua data memiliki hubungan kointegrasi, sehingga digunakan model VECM. Tabel 5.5 merupakan hasil estimsi VECM penerbitan sukuk dan indikator makroekonomi Indonesia yang memperlihatkan hubungan antar variable pada jangka panjang. Dapat dilihat bahwa pada pada jangka pendek tidak ada satu pun variabel yang signifikan terhadap sukuk. Hal ini terjadi karena suatu variable bereaksi
66
terhadap variable lainnya membutuhkan waktu (lag) dan pada umumnya reaksi suatu variabel terhadap variable lainnya terjadi dalam jangka panjang. Pada penerbitan sukuk terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek menuju jangka panjang yang ditunjukkan dengan kesalahan kointegrasi yang signifikan dan bernilai negative (CointEq1 : -0.031376). Hasil estimasi VECM pada jangka pendek lebih jelasnya bisa dilihat di lampiran 7. Tabel 5.5. Hasil Estimasi Model VECM Penerbitan Sukuk Variable T-Statistic Koefisien LNPDB(-1) 9.07089 1.088* LNM2(-1) -2.97913 0.242* LNIHK(-1) 4.88420 -0.091* LNPT(-1) 4.98985 -0.772* LNSBIS(-1) 5.13682 -0.045* Catatan : Tanda asterisk (*) menunjukkan koefisien signifikan pada taraf nyata 5 persen Berdasarkan tabel 5.5 di atas, pada jangka panjang hampir semua variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Hubungan variabel inflasi, tingkat pengangguran, dan bonus SBIS bepengaruh signifikan secara negatif terhadap penerbitan sukuk. Variabel jumlah uang beredar dan pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh signifikan secara positif terhadap penerbitan sukuk. Hal ini dikarenakan ketika perusahaan dan pemerintah menerbitkan sukuk akan disesuaikan dengan kondisi makroekonomi yang ada di Indonesia. Variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerbitan sukuk, yakni ketika terjadi peningkatan sebesar satu persen pada pertumbuhan ekonomi maka akan menaikkan penerbitan sukuk sebesar 1.088 persen.
67
Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan akan menyebabkan penerbitan sukuk mengalami peningkatan pula karena kondisi makroekonomi Indonesia yang baik. Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi selaku emiten akan melihat dan menyesuaikan jumlah sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat maka kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia meningkat sehingga kondisi ini dapat merangsang para emiten untuk menerbitkan sukuk sesuai tujuannya masing-masing. Variabel jumlah uang beredar berpengaruh positif secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi kenaikan satu persen pada jumlah uang beredar maka penerbitan sukuk akan bertambah sebanyak 0.242 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika terjadi peningkatan pada jumlah uang beredar maka penerbitan sukuk akan mengalami kenaikan karena selain sebagai sumber dana untuk menutupi defisit anggaran pemerintah dan sebagai dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur, penerbitan sukuk juga dapat digunakan sebagai salah satu instrument dalam operasi pasar terbuka. Operasi pasar terbuka ini salah satu cara untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar. Variabel pengangguran terbuka pun berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi kenaikan satu persen pada tingkat pengangguran maka penerbitan sukuk akan berkurang sebanyak 0.772 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika pengangguran terbuka mengalami kenaikan maka penerbitan sukuk akan mengalami
68
penurunan karena kondisi makroekonomi dalam negeri sedang tidak baik. Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi selalu emiten akan melihat dan menyesuaikan jumlah sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika terjadi peningkatan angka pengangguran maka masyarakat mengalami penurunan standar hidup dan daya beli. Hal ini mengakibatkan kondisi pasar keuangan domestik akan memburuk. Begitu pula yang terjadi pada variable IHK yang mencerminkan inflasi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap penerbitan sukuk. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi kenaikan satu persen pada inflasi maka penerbitan sukuk akan berkurang sebanyak 0.091 persen. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa ketika inflasi mengalami kenaikan maka penerbitan sukuk akan mengalami penurunan karena kondisi makroekonomi dalam negeri sedang tidak baik. Ketika terjadi peningkatan harga-harga barang dan jasa (inflasi) maka daya beli masyarakat berkurang yang pada akhirnya kondisi pasar keuangan domestikpun akan memburuk. Selanjutnya variebel yang berpengaruh signifikan secara negatif terhadap penerbitan sukuk yaitu bonus SBIS. Nilai koefisiennya dapat diintrepetasikan bahwa ketika terjadi kenaikan satu persen pada jumlah uang beredar maka penerbitan sukuk akan berkurang sebanyak 0.054 persen. Hal ini terjadi karena ketika terjadi penurunan bonus SBIS maka para emiten korporasi maupun pemerintah mamanfaatkan hal ini
akan
untuk menerbitkan obligasi syariah. Hal ini dikarenakan
dengan turunnya bonus SBIS maka dana yang dikeluarkan untuk membayar return
69
obligasi syariah akan lebih rendah sehingga obligasi syariah yang diterbitkan menjadi bertambah. 5.7.
Impuls Response Function (IRF) VAR merupakan suatu metode yang akan menentukan sendiri struktur
dinamisnya dari suatu model. Setelah dilakukan uji VAR, maka diperlukan adanya metode yang dapat mencirikan struktur dinamis VAR secara jelas. Impuls Response Function (IRF) digunakan untuk mengidentifikasi suatu kejutan pada satu variabel endogen sehingga dapat menentukan bagaimana suatu perubahan yang tidak diharapkan dalam variable mempengaruhi variabel lain. Impuls Response Function (IRF) digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan atau inovasi dari variabel independen sebesar satu standar deviasi. Hasil IRF terhadap seluruh variabel makroekonomi dapat dilihat pada lampiran 7. Berikut adalah gambaran simulasi response seluruh variable makroekonomi yang dikibatkan oleh guncangan pada penerbitan sukuk. Berdasarkan analisis gambar 5.1 di bawah ini, ketika terjadi guncangan pada sukuk dalam hal ini korporasi dan pemerintah tidak lagi menerbitkan sukuk maka akan memengaruhi seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Hal ini dikarenakan ketika korporasi dan negara tidak menerbitkan sukuk maka pada awalnya PDB akan mengalami penurunan sampai delapan bulan kedepan. Hal ini dikarenakan tidak adanya sumber dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan memperluas usaha korporasi yang dapat meningkatkan produktivitas kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia termasuk korporasi. Pada akhirnya
70
aktivitas perekonomian berkurang yang berarti pula berkurangnya pendapatan nasional. Setelah mengalami penurunan selama 8 bulan, PDB meningkat kembali ke posisi semula karena sudah mampu menyesuaikan diri. Namun pada bulan ke-13 kembali turun dan kembali naik begitu seterusnya sampai pada akhirnya akan stabil di bulan ke 35.
Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of LNSBIS to LNSUKUK
Response of LNPT to LNSUKUK
.05
.0012
.04
.0008
.03 .0004 .02 .0000 .01 5
10
15
20
25
30
35
40
45
5
50
Response of LNPDB to LNSUKUK
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of LNM2 to LNSUKUK
-.0004
.008
-.0008 .007
-.0012 -.0016
.006
-.0020 .005
-.0024 -.0028
.004
-.0032 -.0036
.003 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Response of LNIHK to LNSUKUK -.010 -.012 -.014 -.016 -.018 -.020 -.022 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Gambar 5.1 Respon PDB, M2, IHK, PT, dan SBIS Ketika Terjadi Guncangan pada Penerbitan Sukuk (Periode Bulanan)
71
Hal yang sama terjadi pada jumlah keempat variabel makroekonomi lainnya, yaitu jumlah uang beredar, inflasi, pengangguran terbuka, dan bonus SBIS. Mereka mengalami fluktuatif sampai akhirnya akan stabil pada selang periode 20 sampai 35 bulan. Ketika terjadi guncangan sukuk dari segi permintaan yang berarti masyarakat tidak membeli sukuk dan pada akhirnya para emiten menyesuaikan jumlah emisi sukuk yang diterbitkan terhadap permintaannya, maka pada periode awal jumlah uang beredar akan mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah dan korporasi tidak diserap oleh masyarakat sehingga jumlah uang yang beredar tidak mampu diserap oleh masyarakat yang berarti terjadi peningkatan jumlah uang beredar di pasar. Pada akhirnya hal ini akan berdampak terhadap peningkatan inflasi. Hal ini juga akan berdampak pada peningkatan pengangguran karena tidak tersedianya dana untuk membuka lapangan kerja yang dapat menyerap tingkat pengangguran ketika penerbitan sukuk dihentikan Namun ketika terjadi guncangan pada variable makroekonomi di Indonesia, penerbitan sukuk tidak terlalu mengalami fluktuasi (tahan terhadap goncangan) dan mampu kembali stabil relatif lebih cepat di periode antara 10 sampai 20 bulan. Hal ini dapat dilihat di lampiran 7 untuk lebih jelasnya. Hasil IRF ini menunjukkan bahwa penerbitan sukuk sangat direkomendasikan untuk dilakukan oleh pemerintah dan korporassi karena tahan terhadap goncangan kondisi makroekonomi. Pemerintah juga harus menjaga stabilitas penerbitan sukuk karena dapat mengguncang stabilitas seluruh variabel makroekonomi yang diamati, yaitu pertumbuhan ekonomi, pengangguran terbuka, inflasi, dan jumlah uang beredar.
72
5.8.
Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)
FEDV merupakan metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan suatu variable yang ditunjukkan oleh perubahan error variance yang dipengaruhi oleh variabel lainnya sehingga bisa dilihat dampak penerbitan sukuk terhadap masing-masing variabel makroekonomi tersebut. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR. Dalam metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan masing-masing variable mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang. Melalui FEDV dapat diketahui secara pasti faktor -faktor yang mempengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu (Firdaus, 2011). 1.
Hasil Analisis FEDV Penerbitan Sukuk Indonesia Tabel 5.6. Hasil FEDV LnSukuk
Periode (Bulan) LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK 1 100 0 0 0 0 0 5 53.44732 0.939638 2.518906 1.920559 1.738227 39.43535 10 51.01347 2.595355 1.429027 0.95931 3.38666 40.61618 15 50.25724 2.927119 0.968588 0.610487 3.175505 42.06106 20 49.73214 3.196593 0.891625 0.464708 3.235204 42.47973 25 49.46536 3.346961 0.809889 0.369291 3.200209 42.80829 30 49.25627 3.445914 0.771933 0.31249 3.204183 43.00921 35 49.12885 3.518196 0.742657 0.271489 3.19805 43.14076 40 49.02513 3.569263 0.721175 0.241648 3.195984 43.2468 45 48.95011 3.610071 0.705453 0.218798 3.194224 43.32134 50 48.88874 3.64143 0.692327 0.200613 3.19243 43.38446
Berdasarkan hasil FEDV terhadap variabel penerbitan sukuk pda tabel 5.6 di atas diprediksikan pada waktu yang akan datang penerbitan sukuk dipengaruhi oleh seluruh variabel makroekonomi yang diamati, yaitu petumbuhan ekonomi, jumlah
73
uang beredar, pengangguran terbuka, inflasi, dan bonus SBIS. Pada periode pertama, penerbitan sukuk hanya dipengaruhi oleh dirinya sendiri. Seiring berjalannya waktu, variabel makroekonomi yang diamati mulai memberikan pengaruhnya terhadap penerbitan sukuk di Indonesia. penerbitan sukuk paling dipengaruhi oleh tingkat inflasi dengan porsi pengaruh antara 39-43 persen. Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi dalam menerbitkan sukuk akan sangat melihat kondisi perekonomian domestik. Ketika terjadi kenaikan harga barang dan jasa (inflasi) tentu hal ini akan mengganggu stabilitas pasar keuangan domestik yang pada akhirnya akan memengaruhi keputusan pemerintah dan korporasi dalam menerbitkan sukuk. 2.
Hasil Analisis FEDV Makroekonomi Indonesia Berdasarkan hasil FEDV terhadap variabel makroekonomi yaitu pertumbuhan
ekonomi, jumlah uang beredar, inflasi, dan pengangguran terbuka maka didapatkan hasil bahwa keempat variable makroekonomi tersebut dipengaruhi oleh penerbitan sukuk walau pengaruhnya masih kecil. Pengaruh penerbitan sukuk terbesar terdapat pada jumlah uang beredar. Dari tabel 5.7 di bawah ditunjukkan bahwa pada awal periode pertumbuhan ekonomi hanya dipengaruhi oleh semua variabel kecuali inflasi dan jumlah uang beredar. Seiring berjalannya waktu, penerbitan sukuk semakin mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia walau pengaruhnya di bawah sepuluh persen. Hal ini berarti penerbitan sukuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini dikarenakan sukuk merupakan instrumen investasi halal dengan underlying asset sehingga memiliki risiko yang lebih rendah pada akhirnya diminati oleh
74
masyarakat. Sukuk juga digunakan pemerintah dan korporasi sebagai diversifikasi sumber pendanaan yang diperuntukkan dalam pembangunan infrastruktur dan ekspansi usaha. Tabel 5.7. Hasil FEDV Ln PDB
Periode (Bulan) LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK 1 1.99504 20.63837 12.56362 64.80297 0 0 5 1.271213 9.525426 33.95923 38.78944 11.56381 4.890886 10 7.234616 14.80327 30.28379 33.89612 9.373487 4.408715 15 6.854482 15.62716 30.33562 34.93401 8.544773 3.703955 20 8.144033 17.26016 29.84761 33.94463 7.628846 3.174722 25 8.493098 18.05737 29.51854 33.94594 7.176308 2.808742 30 8.887105 18.71784 29.36869 33.70999 6.780558 2.535814 35 9.182653 19.23829 29.16143 33.60139 6.494378 2.321859 40 9.387908 19.61708 29.06058 33.50717 6.269622 2.157645 45 9.58119 19.94965 28.94124 33.42273 6.083628 2.021555 50 9.721186 20.20649 28.86329 33.36329 5.934329 1.911407
Dari tabel 5.8 di bawah ini ditunjukkan bahwa pada awal periode pengangguran terbuka hanya dipengaruhi oleh pengangguran itu sendiri, penerbitan sukuk, dan bonus SBIS. Seiring berjalannya waktu, penerbitan sukuk semakin memengaruhi pengangguran terbuka walau pengaruhnya di bawah 10 persen. Hal ini berarti penerbitan sukuk berdampak pada tingkat pengangguran suatu negara. Hal ini dikarenakan sukuk merupakan instrumen diversifikasi sumber pendanaan yang diperuntukkan dalam pembangunan infrastruktur dan ekspansi usaha. Pembangunan infrastruktur memerlukan tenaga kerja yang banyak. Perluasan usaha bertujuan untuk meningkatkan output dan produktivitas sehingga memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Kedua hal ini juga dapat menyerap angka pengangguran.
75
Tabel 5.8. Hasil FEDV LnPT Periode (Bulan) LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK 1 0.9604 1.809624 97.22998 0 0 0 10 3.047618 4.861352 74.66919 11.11991 1.022299 5.27963 15 4.233739 5.987098 68.13226 14.26395 0.441999 6.940947 20 4.874902 6.480372 65.60768 14.78981 0.287915 7.959327 25 5.098509 6.683004 64.48788 15.138 0.213378 8.379232 30 5.256141 6.814726 63.81906 15.3095 0.171831 8.628747 35 5.348885 6.894124 63.38827 15.4274 0.145051 8.796273 40 5.416365 6.951934 63.08899 15.50925 0.12632 8.907135 45 5.465466 6.993515 62.86749 15.56797 0.112669 8.992893 50 5.502904 7.025657 62.69894 15.61434 0.102132 9.056033
Berdasarkan tabel 5.9 pada masa yang akan datang penerbitan sukuk berpengaruh terhadap inflasi. Pengaruh penerbitan sukuk ini terhadap inflasi menunjukkan tren yang menurun. Variabel yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap inflasi justru variabel SBI sebagai instrumen yang paling utama dalam operasi pasar terbuka guna mengendalikan jumlah uang beredar yang pada akhirnya berpengaruh pada kenaikan atau penurunan inflasi. Tabel 5.9. Hasil FEDV LnIHK Periode (Bulan) LNSUKUK LNSBIS LNPT LNPDB LNM2 LNIHK 1 10.93822 1.121842 1.446926 5.869115 0.442185 80.18171 10 6.014656 2.735415 5.259047 8.228232 0.275354 77.4873 15 5.930898 3.006964 4.725316 7.545221 0.267867 78.52373 20 5.653564 2.950121 4.756539 7.401189 0.223515 79.01507 25 5.573898 3.018511 4.568007 7.131851 0.21426 79.49347 30 5.493516 3.020669 4.536533 7.03571 0.196026 79.71755 35 5.441009 3.040446 4.466912 6.919156 0.18836 79.94412 40 5.402053 3.048443 4.4343 6.852947 0.179725 80.08253 45 5.369444 3.056854 4.400534 6.791073 0.174192 80.2079 50 5.344926 3.063235 4.376153 6.745298 0.169222 80.30117
76
Berdasarkan tabel 5.10 di bawah ini, di masa yang akan datang penerbitan sukuk berpengaruh terhadap jumlah uang beredar dengan porsi di bawah 30 persen. Pengaruh ini merupakan pengaruh yang terbesar di antara variabel makroekonomi lainnya. Pada awal periode pengaruh penerbitan sukuk hanya mencapai angka 4 persen namun mulai periode ke-5 porsi penerbitan sukuk terhadap jumlah uang beredar sebanyak 26 persen. Hal ini dikarenakan sukuk merupakan instrumen surat berharga yang menjadi salah satu bagian dari jumlah uang beredar di masyarakat. Penerbitan sukuk juga dapat digunakan digunakan oleh pemerintah dalam operasi pasar terbuka guna mengendalikan jumlah uang beredar pada masyarakat. Tabel 5.10. Hasil FEDV LnM2 Period 1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
5.9.
LNSUKUK 4.238884 25.94036 21.78175 24.45792 24.40165 24.86718 25.07395 25.22523 25.36601 25.45235 25.53928
LNSBIS 0.38445 2.372321 1.299151 1.015863 0.83093 0.730216 0.649005 0.596564 0.552472 0.519893 0.492423
LNPT 6.893495 8.524277 16.91574 15.95301 16.91466 16.96555 17.14946 17.2571 17.32905 17.40092 17.447
LNPDB 1.099903 6.107232 12.12488 11.14023 11.75478 11.61301 11.70505 11.70577 11.72432 11.73788 11.74555
LNM2 87.38327 53.5949 44.00536 44.24642 43.22969 43.21938 42.98098 42.89751 42.8058 42.74 42.68779
LNIHK 0 3.460912 3.873111 3.186547 2.868292 2.604655 2.441559 2.317825 2.222346 2.148955 2.087951
Pembahasan Keseluruhan
Berdasarkan hasil pembahasan secara keseluruhan menunjukkan bahwa pada jangka pendek penerbitan sukuk tidak dipengaruhi oleh seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Pada jangka panjang penerbitan sukuk di Indonesia
77
dipengaruhi oleh indikator makroekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar, pengangguran terbuka, inflasi, dan bonus SBIS. Hal ini dikarenakan ketika perusahaan dan pemerintah menerbitkan sukuk akan disesuaikan dengan kondisi makroekonomi yang ada di Indonesia. Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat maka penerbitan sukuk juga akan mengalami peningkatan karena kondisi makro ekonomi domestik dalam keadaan baik. Ketika tingkat pengangguran terbuka dan inflasi mengalami kenaikan maka penerbitan
sukuk
akan
mengalami
penurunan
yang
diakibatkan
kondisi
makroekonomi domestik dalam keadaan tidak baik. Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi selaku emiten akan melihat dan menyesuaikan jumlah sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika terjadi peningkatan angka pengangguran maka masyarakat mengalami penurunan standar hidup dan daya beli. Hal ini mengakibatkan kondisi pasar keuangan domestik akan memburuk. Ketika terjadi peningkatan harga-harga barang dan jasa (inflasi) maka daya beli masyarakat berkurang yang pada akhirnya kondisi pasar keuangan domestikpun akan memburuk. Ketika terjadi peningkatan pada jumlah uang beredar di masyarakat, pemerintah akan menerbitan sukuk sebagai salah satu instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka. Ketika terjadi penurunan bonus SBIS maka para emiten, baik korporasi maupun pemerintah akan mamanfaatkan hal ini untuk menerbitkan obligasi syariah. Hal ini dikarenakan dengan turunnya bonus SBIS maka dana yang dikeluarkan untuk membayar return obligasi syariah akan lebih rendah sehingga obligasi syariah yang diterbitkan menjadi bertambah.
78
Berdasarkan hasil Uji FEDV dan Uji Kausalitas Granger, pada masa yang akan datang penerbitan sukuk juga memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran dengan porsi kontribusi masing-masing sepuluh persen dan lima persen. Hal ini dikarenakan
sukuk merupakan instrumen investasi
yang
diperuntukkan ke pembangunan infrastruktur dan sektor ril sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Penerbitan sukuk tidak memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi karena sukuk merupakan surat berharga yang tidak dijadikan instumen pada operasi pasar tebuka oleh pemerintah untuk menarik peredaran uang yang ada di masyarakat. Namun penerbitan sukuk tetap berpotensi untuk memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi jika pemerintah menjadikan sukuk sebagai surat berharga yang dijadikan sebagai instrumen pada operasi pasar terbuka. Hasil FEDV ini juga menunjukkan butuh waktu yang cukup panjang bagi suatu variabel mikro yang baru tumbuh selama sepuluh tahun untuk dapat memengaruhi variable makro. Ketika penerbitan sukuk mengalami guncangan yaitu pemerintah dan korporasi tidak lagi menerbitkan sukuk maka maka pengaruh yang berfluktuatif dirasakan seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Semua indikator makroekonomi tersebut membutuhkan waktu yang agak lama untuk kembali stabil. Berbanding terbalik dengan hal tersebut, ketika terjadi guncangan pada kondisi makroekonomi di Indonesia, penerbitan sukuk relatif lebih cepat stabil dan tahan terhadap goncangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 7. Pada akhirnya kebijakan yang harus diambil pemerintah tentang penerbitan sukuk adalah pemerintah harus menjaga stabilitas kondisi makroekonomi Indonesia,
79
khususnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran terbuka karena kedua variabel inilah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap penerbitan sukuk. Hal ini dikarenakan penerbitan sukuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi jumlah tingkat pengangguran sehingga pemerintah juga harus memperbanyak nilai emisi sukuk dan menjaga stabilitasnya. Pemerintah juga sebaiknya menjadikan sukuk sebagai instrumen pada operasi pasar terbuka guna mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi inflasi. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil FEDV justru variabel jumlah uang beredarlah yang merasakan dampak paling besar akibat penerbitan sukuk.