6
adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi berlangsung, arang, AZT2, dan AZT2.5 juga dianalisis menggunakan spektrometer SEM-EDX.
HASIL DAN PEMBAHASAN Arang Arang aktif yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kulit biji kepuh yang diperoleh dari Purwodadi, Jawa Tengah. Pembuatan arang pada penelitian ini dilakukan dengan sistem retort (tungku pengarangan listrik) dengan sumber panas berasal dari tenaga listrik dan ditambah dari dinding yang terbuat dari pelat besi. Dengan cara demikian, proses karbonisasi berjalan dengan sangat cepat dan merata sehingga diperoleh hasil dan rendemen lebih tinggi serta seragam, yaitu berkisar 25– 30% (Hartoyo & Pari 1993). Rendemen arang yang diperoleh sebesar 37.55% (Lampiran 5). Arang kulit biji kepuh yang diperoleh dari hasil karbonisasi memiliki penampakan fisik berwarna hitam cukup pekat dan ukuran yang relatif sama dengan kulit biji kepuh sebagai bahan bakunya.
Rendemen terendah terdapat pada AZT2.5, sedangkan rendemen tertinggi terdapat pada AZ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan pengaktif dan pemberian uap air serta lamanya pemanasan pada proses aktivasi berpengaruh terhadap rendemen arang aktif (Gambar 3). Pada umumnya bahan pengaktif dapat menurunkan rendemen arang aktif yang diaktivasi oleh bahan pengaktif bila dibandingkan dengan arang aktif tanpa menggunakan bahan pengaktif. Hal tersebut karena dalam proses pengarangan, luas permukaan arang aktif akan menjadi lebih luas akibat ter dan hidrokarbon yang dapat mengurangi luas permukaan karbon tersebut telah dibersihkan oleh bahan pengaktif (Sudrajat 1985). Peningkatan waktu aktivasi uap air juga cenderung menurunkan rendemen arang aktif. Peningkatan waktu aktivasi akan menyebabkan reaksi dalam tungku aktivasi semakin cepat dan mengakibatkan degradasi arang meningkat (Paris et al. 2005). Selain itu, semakin lama waktu aktivasi uap air, kemungkinan terjadinya reaksi antara arang dan zat pengoksidasi/pengaktif membentuk CO, CO2, dan H2 juga semakin meningkat sehingga arang aktif yang terbentuk berkurang (Suryani 2009).
Arang Aktif Proses pengaktifan arang pada penelitian ini menggunakan tungku aktivasi (Lampiran 4) yang terbuat dari baja nirkarat dengan ukuran panjang 1.0 m dan diameter 5.0 cm yang dililit dengan elemen (kawat nikelin) sebagai pemanas dan dilengkapi dua buah termokopel untuk mengontrol suhu aktivasi serta dilengkapi dengan ketel yang juga terbuat dari baja nirkarat sebagai penghasil uap bahan pengaktif dan pendingin yang terbuat dari kaca (Pari 2004). Arang aktif yang dihasilkan secara umum memiliki penampakan fisik berwarna hitam mengilap dan ukuran yang relatif sedikit lebih kecil dibandingkan dengan arangnya. Hal ini disebabkan adanya pengaruh suhu dan lamanya pemanasan saat proses aktivasi. Pencirian Arang Aktif Rendemen Penetapan rendemen arang aktif bertujuan mengetahui jumlah arang aktif yang dihasilkan dari proses karbonisasi dan aktivasi. Rendemen yang dihasilkan berkisar antara 28.85% dan 99.12% (Lampiran 5).
Gambar 3 Rendemen arang aktif kulit biji kepuh Keterangan: AT1 = AA dilewatkan uap air selama 1 jam AT1Z = AA dilewatkan uap air selama 1 jam + diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam AZT1 = AA diimpregnasi ZnCl2 5% selama 24 jam + dilewatkan uap air selama 1 jam AT2 = AA dilewatkan uap air selama 2 jam AZT2 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + dilewatkan uap air selama 2 jam AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl2 5% selama 24 jam + dilewatkan uap air selama 2.5 jam AZ = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam.
7
Kadar Air Penetapan kadar air bertujuan mengetahui sifat higroskopis arang aktif. Perhitungan didasarkan pada bobot kering oven arang aktif. Kadar air arang aktif yang diperoleh berkisar antara 2.75% dan 11.93% (Gambar 4). Nilai ini telah memenuhi SNI (1995), yaitu kurang dari 15% (Lampiran 6). Kadar air terendah terdapat pada AZT2.5, sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada AZT1. Arang aktif bersifat higroskopis sehingga mudah menyerap uap air dari udara. Hal ini dikarenakan strukturnya terdiri atas 6 atom C yang membentuk kisi heksagonal yang memungkinkan uap air terperangkap di dalamnya (Pari 1996). Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin singkat waktu aktivasi maka kadar air semakin meningkat. Kadar air yang terkandung di dalam arang aktif dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara, lama proses pendinginan, penggilingan, dan pengayakan. Semakin lama proses pendinginan, penggilingan, dan pengayakan dapat meningkatkan kadar air dalam arang aktif. Kadar air yang tinggi dapat mengurangi daya adsorpsi (Pari 1996).
Gambar 4 Kadar air arang dan berbagai jenis arang kulit biji kepuh.
tersebut telah memenuhi SNI (1995), yaitu kurang dari 25% (Lampiran 6), kecuali AZ. Kadar zat terbang terendah terdapat pada AZT1 sedangkan kadar zat terbang tertinggi terdapat pada arang kulit biji kepuh (tanpa aktivasi). Tingginya kadar zat terbang arang kulit biji kepuh (tanpa aktivasi) disebabkan tidak adanya proses pemanasan sehingga masih banyak terdapat zat atau senyawa yang belum menguap.
Gambar 5 Kadar zat terbang arang dan berbagai jenis arang kulit biji kepuh. Kadar Abu Penetapan kadar abu bertujuan menentukan kandungan oksida logam dalam arang aktif. Abu merupakan komponen anorganik yang terdiri atas kalsium, kalium, magnesium, dan logam-logam lain dalam jumlah kecil (Sastrodimedjo & Simarmata 1978). Kadar abu yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 1.80% dan 9.68% (Gambar 6). Kadar terendah terdapat pada AZ sedangkan kadar abu tertinggi terdapat pada AT2. Semua nilai tersebut telah memenuhi SNI (1995), yaitu kurang dari 10% (Lampiran 6).
Selain itu, tingginya kadar air suatu arang aktif disebabkan penggerusan serpihan arang hasil aktivasi dilakukan di udara terbuka sehingga dikhawatirkan molekul-molekul uap air yang terdapat di udara terperangkap oleh pori-pori arang aktif (Hartoyo 1974). Kadar Zat Terbang Penetapan kadar zat terbang bertujuan mengetahui jumlah zat atau senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi dan aktivasi, tetapi menguap pada suhu 950 °C. Kadar zat terbang yang tinggi akan mengurangi daya jerap arang aktif (Suryani 2009). Kadar zat terbang yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 6.01% dan 42.74% (Gambar 5). Hampir semua nilai
Gambar 6 Kadar abu arang dan berbagai jenis arang kulit biji kepuh. Penyebab tingginya kadar abu arang aktif adalah karena terjadi proses oksidasi. Semakin lama proses aktivasi, rendemen arang aktif yang dihasilkan semakin sedikit, sedangkan
8
kandungan bahan anorganik tetap atau makin bertambah akibat terbentuknya oksida logam (Pari 2004). Menurut Sudrajat (1985), kadar abu yang besar dapat mengurangi kemampuan arang aktif untuk mengadsorpsi gas dan larutan karena kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kalium, magnesium, dan kalsium akan menyebar ke dalam kisi-kisi arang aktif sehingga menutupi pori-pori arang aktif. Kadar Karbon Terikat Penetapan kadar karbon terikat bertujuan mengetahui kandungan karbon setelah proses karbonisasi dan aktivasi. Kadar karbon terikat yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 55.19% dan 90.48% (Gambar 7). Kadar karbon terikat terendah terdapat pada arang kulit biji kepuh (tanpa aktivasi) sedangkan kadar karbon terikat tertinggi terdapat pada AZT1. Hampir semua nilai tersebut telah memenuhi SNI (1995), yaitu lebih dari 65% (Lampiran 6), kecuali kadar zat terbang pada arang kulit biji kepuh (tanpa aktivasi).
dihasilkan kurang baik untuk digunakan secara komersial (Prawirakusumo & Utomo 1970). Daya jerap terhadap iodin yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 48.11 mg/g dan 946.96 mg/g (Gambar 8). Daya jerap terhadap iodin terendah terdapat pada AZ sedangkan daya jerap terhadap iodin tertinggi terdapat pada AZT2,5. Arang aktif yang telah memenuhi SNI (1995), yaitu lebih dari 750 mg/g (Lampiran 6) ialah AT2, serta AZT1, AZT2, dan AZT2.5. Gambar 8 juga menunjukkan bahwa peningkatan waktu aktivasi dan penggunaan bahan kimia pengaktif dapat meningkatkan daya jerap terhadap iodin.
Gambar 8 Daya jerap terhadap iodin arang dan berbagai jenis arang kulit biji kepuh.
Gambar 7
Kadar karbon terikat arang dan berbagai jenis arang kulit biji kepuh.
Daya Jerap terhadap Iodin Kemampuan arang aktif menjerap larutan iodin dipakai sebagai parameter kualitas arang aktif bagi tujuan penggunaan. Daya adsorpsi arang aktif terhadap iodin memiliki korelasi dengan luas permukaan arang aktif. Semakin besar angka iodin, semakin besar kemampuan arang aktif dalam mengadsorpsi adsorbat atau zat terlarut (Subadra et al. 2005). Menurut Pari (2004), besarnya daya jerap arang aktif terhadap iodin berhubungan dengan banyaknya pola struktur mikropori yang terbentuk, yang hanya mampu dimasuki oleh molekul dengan diameter kurang dari 10 Å. Daya jerap terhadap iodin yang rendah disebabkan oleh adanya kotoran yang menyumbat pori-pori arang aktif sehingga kurang luas dan terbuka. Arang aktif yang
Daya Jerap terhadap Benzena Daya jerap terhadap benzena menggambarkan secara umum kemampuan arang aktif menjerap gas. Daya jerap terhadap benzena yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 2.40% dan 23.67% (Gambar 9). Daya jerap terhadap benzena terendah terdapat pada AT1Z sedangkan daya jerap terhadap benzena tertinggi terdapat AT2 (Lampiran 6). Tidak ada syarat mutu yang ditetapkan oleh SNI (1995), untuk arang aktif bentuk serbuk. Besarnya nilai daya jerap terhadap benzena menunjukan kemampuan arang aktif untuk menjerap senyawa yang bersifat nonpolar, artinya pori-pori pada permukaan arang aktif sedikit mengandung senyawa nonkarbon sehingga gas atau uap yang dapat dijerap menjadi lebih banyak. Sebaliknya, rendahnya daya jerap terhadap benzena diduga disebabkan oleh masih adanya senyawa yang bersifat polar seperti fenol, aldehida, dan karboksilat dari hasil karbonisasi yang tidak sempurna pada permukaan arang aktif (Pari 1996).
9
arang aktif serbuk berdasarkan SNI (1995) serta tingginya rendemen, terpilih arang aktif terbaik ialah arang yang diimpregnasi dalam larutan ZnCl2 5% kemudian diaktivasi dengan uap air selama 1 jam (AZT1). AZT1 ini diuji lebih lanjut untuk digunakan sebagai pengadsorpsi sulfur dalam solar. Analisis SEM Gambar 9 Daya jerap terhadap benzena arang dan berbagai jenis arang kulit biji kepuh. Daya Jerap terhadap Biru Metilena Selain daya jerap terhadap iodin, daya jerap arang aktif terhadap larutan biru metilena akan menentukan kualitas arang aktif. Daya jerap terhadap biru metilena bertujuan melihat kemampuan karbon aktif untuk menjerap molekul dengan ukuran sedang dan besar. Besarnya ukuran pori dari karbon aktif yang dapat dimasuki oleh biru metilena adalah 15–25 Å. Hal ini sekaligus menandakan adanya mikropori (Pari 1995).
Analisis permukaan arang aktif dilakukan pada arang aktif terbaik, yaitu AZT1 dan dilakukan juga terhadap arang dan AT1 sebagai pembanding. Gambar 11a menunjukkan bahwa pori-pori pada permukaan arang kulit biji kepuh yang belum diaktivasi masih banyak mengandung pengotor dan ukurannya kecil (pori belum begitu terbuka) dengan diameter pori sekitar 1.7391–8.6975 µm. Ukuran pori pada AT1 (Gambar 11b) dengan diameter sekitar 3.4783–10.4348 µm, lebih besar dibandingkan ukuran pori arang tetapi lebih kecil dibandingkan ukuran pori AZT1, yaitu dengan diameter pori sekitar 4.3478– 11.3043 µm. Gambar 11c menunjukkan ukuran pori AZT1 paling besar dibandingkan dengan arang dan AT1. Terlihat juga pori yang terbentuk lebih dalam dan banyak.
(a) Gambar 10 Daya jerap terhadap biru metilena arang dan berbagai jenis arang kulit biji kepuh. Daya jerap terhadap biru metilena yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 7.92 mg/g dan 115.11 mg/g (Gambar 10). Daya jerap terhadap biru metilena terendah terdapat pada AZ sedangkan daya jerap terhadap iodin tertinggi terdapat pada AZT2.5. Semua nilai tersebut belum memenuhi SNI (1995), yaitu lebih dari 120 mg/g (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa arang aktif yang dibuat belum banyak memiliki jumlah mesopori dan makropori untuk mengadsorpsi biru metilena.
(b)
Pemilihan Arang Aktif Terbaik
(c)
Berdasarkan pencirian arang aktif serbuk dengan parameter daya jerap iodin dan kesesuaian dengan persyaratan baku mutu
Gambar 11 Topografi arang (a), AT1 (b), dan AZT1 (c) dengan pembesaran 1000x.
10
Diameter pori arang maupun arang aktif yang terbentuk tidak seragam. Dalam partikel arang aktif terdapat distribusi ukuran pori yang menyebabkan kemampuan penjerapan terhadap beberapa molekul atau ion bergantung pada diameter molekul tersebut (Yuliusman dan Rahman 2009). Hasil SEM pada penelitian ini sejalan dengan hasil uji daya jerap terhadap iodin dan biru metilena. Arang aktif kulit biji kepuh memiliki mikropori, dan bukan meso atau makropori. Hal ini juga menunjukkan penjerapan biru metilena yang cukup kecil jika dibandingkan dengan hasil penjerapan terhadap iodin karena molekul biru metilena lebih besar daripada ukuran molekul dari iodin sehingga hanya sedikit molekul biru metilena yang dapat terjerap oleh arang aktif kulit biji kepuh.
menjerap sulfur sebesar 0.02% (b/b). Kadar sulfur yang terjerap oleh AT1 lebih besar dibandingkan arang. Hal ini menunjukkan bahwa aktivasi dengan uap air berpengaruh terhadap meningkatnya penjerapan sulfur dalam solar oleh AT1. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa semakin bertambahnya bobot AT1 dan semakin lama waktu adsorpsi maka sulfur yang terjerap dalam AT1 semakin meningkat (Lampiran 7).
Adsorpsi Sulfur dalam Solar Penggunaan arang aktif sebagai adsorben untuk menurunkan kandungan sulfur dalam solar dilakukan dengan cara aktivasi dan impregnasi. Aktivasi secara fisik menggunakan uap air bertujuan meningkatkan daya adsorpsi arang aktif. Hal ini dikarenakan permukaan arang aktif telah terbebas dari deposit hidrokarbon sehingga permukaan arang aktif lebih luas dan pori-pori arang aktif terbuka (Syarief 1997). Impregnasi dilakukan dengan cara perendaman arang aktif dalam larutan ZnCl2 5%. Perendaman arang aktif dalam larutan Zn2+ ini dimaksudkan agar arang aktif selektif mengadsorpsi senyawa sulfur dalam solar (Wang et al. 2006). Penentuan kadar sulfur pada percobaan ini dengan menggunakan SEM-EDX. SEM-EDX merupakan salah satu teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia yang terdapat pada permukaan sampel. Berdasarkan pencirian arang aktif maka adsorpsi dilakukan oleh arang aktif terbaik yaitu AZT1 dan dilakukan juga oleh arang, AT1, AZT2, dan AZT2.5 sebagai pembanding. Uji pendahuluan dilakukan oleh arang untuk mengidentifikasi unsur Zn yang terkandung dalam permukaan arang dengan menggunakan EDX. Hasil EDX menunjukkan bahwa arang kulit biji kepuh mengandung unsur Zn sebesar 0.14% (b/b) dan mampu menjerap sulfur sebesar 0.01% (b/b) dengan bobot arang sebesar 0.501 g dan waktu adsorpsi selama 3 jam (Lampiran 7). AT1 juga digunakan pada adsorpsi sulfur dalam solar untuk mengetahui pengaruh aktivasi fisik terhadap adsorpsi sulfur. Berdasarkan Gambar 12, AT1 dengan bobot sebesar 0.500 g dan waktu adsorpsi selama 3 jam mampu
Gambar 12
Pengaruh bobot dan waktu adsorpsi terhadap [S yang terjerap] (–) dan [Zn yang terjerap] (–) oleh arang ( ) dan AT1 ( ).
AZT1 digunakan pada adsorpsi sulfur dalam solar dengan tujuan mengetahui pengaruh aktivasi fisik dan impregnasi Zn terhadap adsorpsi sulfur. Berdasarkan Gambar 13, AZT1 dengan bobot sebesar 0.505 g dan waktu adsorpsi selama 3 jam mampu menjerap sulfur sebesar 0.07% (b/b). Hal ini menunjukkan bahwa selain aktivasi dengan uap air yang berpengaruh terhadap meningkatnya penjerapan sulfur dalam solar, impregnasi Zn dalam AZT1 juga menunjukkan kadar sulfur yang terjerap oleh AZT1 meningkat secara signifikan (Lampiran 7). Menurut Song et al. (2003), kation dapat tukar seperti Zn2+ efektif untuk adsorpsi sulfur.
Gambar 13
Pengaruh bobot dan waktu adsorpsi terhadap [S yang terjerap] (–) dan [Zn yang terjerap] (–) oleh arang ( ) dan AZT2.5 ( O ).