Juni EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
67
Vol. I, No. 1, Juni 2010, 67 - 80
MANAJEMEN LABA DI SEKITAR PENAWARAN HARGA SAHAM PERDANA ( INITIAL PUBLIC OFFERING / IPO ) PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Handoko A Hastoro Anatias Yuliana Fakultas Ekonomi Universitas Janabadra
ABSTRAK Penelitian ini menguji penerapan manajemen laba yang dilakukan perusahaan terutama pada periode sekitar Initial Public Offering (IPO), dan menguji pengaruh manajemen laba terhadap ukuran perusahaan dan kinerja operasional perusahaan. Sampel yang diteliti berasal dari perusahaan manufaktur yang melakukan IPO pada kurun waktu antara tahun 2000-2008 dengan menggunakan periode pengamatan 1 tahun sebelum dan setelah IPO. Penelitian ini juga menggunakan variabel ukuran perusahaan yang dilihat dari total asset dan variabel kinerja perusahaan menggunakan rasio OA (Return On Asset). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan manajemen laba sangatlah penting terutama pada periode sebelum IPO. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan sedangkan kinerja operasional terbukti berpengaruh. Keywords : Initial Public Offering (IPO), Discretionary Accruals, SIZE, Return On Asset
PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Penelitian
Ekspansi merupakan tindakan aktif yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperluas dan memperbesar cakupan usaha yang telah ada, akan tetapi untuk melakukan ekspansi perusahaan harus siap menghadapi konsekuensi pemenuhan kebutuhan dana yang tidak sedikit. Pemenuhan kebutuhan dana tersebut dapat berasal dalam (internal), seperti penggunaan laba ditahan atau dari luar (eksternal) perusahaan, seperti hutang dari kreditur (Riyanto, 2008). Penggunaan laba ditahan tidak mewajibkan perusahaan untuk membayar bunga, dana dapat digunakan setiap saat sesuai kebutuhannya, akan tetapi dana yang tersedia terbatas (Andriyanti, 2007). Pendanaan yang berasal dari hutang kepada kreditur lebih bersifat fleksibel, dapat
diperoleh dari berbagai sumber dan jumlah dana yang tersedia jumlahnya tak terbatas. Konsekuensinya apabila perusahaan tidak mampu membayar hutang dengan bunga pada tempo tertentu, maka kreditur dapat memaksa perusahaan untuk menjual asset yang dijadikan jaminannya (Andriyanti, 2007) . Alternatif lain yang lebih baik dari pendanaan berasal dari luar perusahaan (eksternal) adalah dengan penawaran perdana ke publik (Initial Public Offering atau IPO). Keuntungan dari IPO adalah memberikan kemudahaan untuk meningkatkan modal di masa mendatang karena ketersediaan dana yang tidak terbatas dan perusahaan tidak dibebankan bunga. Tingkat keuntungan suatu perusahaan merupakan salah satu faktor penting bagi inves-
68
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
tor yang dipertimbangkan untuk melakukan keputusan investasi. Kondisi seperti inilah yang sering membuat manajer termotivasi untuk mengelola laba dengan melakukan manajemen laba disekitar IPO. Manajemen laba (earnings management) adalah tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan dan atau nilai pasar perusahaan (Scott, 1997). Telaah terhadap manajemen laba disekitar IPO penting untuk diteliti karena investor tidak dapat mendeteksi apakah laba yang dilaporkan di sekitar IPO merupakan laba sesungguhnya atau laba rekayasa perusahaan. Kesalahan dalam mendeteksi laba dapat menyebabkan kegagalan dalam mengalokasi dana dari perusahaan yang benar-benar prospektif. Beberapa penelitian tentang manajemen laba di sekitar IPO telah banyak dilakukan. Gumanti (2001), Gumanti (1996) : manajemen laba pada perusahaan yang go public di BEJ menunjukkan bahwa terjadi manajemen laba 1 tahun setelah IPO. Setiawati (2002) menggunakan proksi discretionary accruals, terjadinya manajemen laba pada periode sebelum IPO. Carter et al (1998) dalam Praditya (2008), menyatakan ukuran perusahaan menentukan jumlah investor yang tertarik untuk berinvestasi. Praktik manajemen laba yang terjadi di sekitar IPO juga berdampak pada kinerja perusahaan. Saiful (2002), bahwa kinerja operasi setelah IPO lebih rendah daripada sebelum IPO dan menemukan bukti bahwa return saham 1 tahun setelah IPO lebih rendah dengan periode pengamatan. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Setiawati (2002), Saiful (2002), dan Praditya (2008). Perbedaan dari penelitian sebelumnya adalah pada periode dan sampel penelitian yang digunakan. Penelitian ini menggunakan periode pengamatan 1 tahun sebelum IPO dan 1 tahun setelah IPO. Periode
Juni
penelitian adalah pada tahun 2000 sampai dengan 2008 yang terbatas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini juga menggunakan variabel ukuran perusahaan yang dilihat dari total asset dan variabel kinerja perusahan menggunakan rasio ROA (Return On Asset). 2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang dikemukakan sebagai berikut : 1. Apakah tingkat manajemen laba sebelum IPO lebih tinggi daripada setelah IPO. 2. Apakah tingkat manajemen laba pada perusahaan kecil lebih tinggi daripada perusahaan besar. 3. Apakah kinerja perusahaan sebelum IPO lebih rendah daripada setelah IPO. 3. 1.
2.
3.
4.
4.
Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi antara lain : Membatasi penelitian praktik manajemen laba dalam bentuk peningkatan laba (income maximation) bukan pada perataan laba (income smoothing). Membandingkan tingkat manajemen laba di sekitar IPO yaitu periode sebelum IPO dan setelah IPO. Menguji tingkat manajemen laba antara perusahaan berukuran kecil dengan berukuran besar. Menguji kinerja perusahaan sebelum IPO dan setelah IPO. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, maka secara terperinci tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan bukti empiris bahwa tingkat manajemen laba sebelum IPO lebih tinggi dibandingkan setelah IPO. 2. Memberikan bukti empiris bahwa tingkat manajemen laba perusahaan kecil lebih
Juni
3.
Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
tinggi dibandingkan dibandingkan dengan perusahaan besar. Memberikan bukti empiris bahwa kinerja perusahaan setelah IPO lebih rendah daripada sebelum IPO.
TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS 1.
2.
69
Karakteristik Pelaporan Laba
Pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi sekarang ini (Chariri dan Ghozali, 2001) adalah perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan dari transaksi-transaksi yang terjadi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut.
Karakteristik laporan keuangan
Menurut PSAK No. 1 (IAI, 2007), laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal. Menurut Baridwan (1992) dalam Praditya (2008), laporan keuangan akan bermanfaat bila memenuhi ketujuh kualitas yaitu relevan, dapat dimengerti, daya uji, netral, tepat waktu, daya banding, dan lengkap. Relevansi suatu informasi harus sesuai penggunaanya, difokuskan pada kebutuhan umum pemakai dan bukan khusus pihak-pihak tertentu. Informasi harus dapat dimengerti oleh pemakainya, dan dinyatakan sesuai dengan batas pengertian para pemakai. Informasi harus dapat diuji kebenarannya oleh para pengukur yang independen dengan menggunakan metode pengukuran yang sama. Informasi laporan keuangan harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, bukan keinginan pihak-pihak tertentu, harus disampaikan sedini mungkin, dan dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dari perusahaan yang sama, maupun dengan laporan keuangan perusahaan lainnya pada periode yang sama Menurut Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (IAI, 2002) pemakai laporan keuangan meliputi investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, dan kreditor lainya, pelanggan, pemerintah, serta lembaga-lembaga, dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi berbeda. (Chariri dkk, 2003:130)
3.
Manajemen Laba (earnings management)
Manajemen laba didefinisikan Schipper (1989) dalam Gumanti (2001). sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Menurut Scott (1997) manajemen laba adalah tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan dan atau nilai pasar perusahaan Menurut Setiawati & Na’im (2000:425), manajemen laba timbul sebagai dampak dari penggunaan akuntansi sebagai salah satu informasi dan alat komunikasi antara pihak internal perusahaan dan pihak eksternal perusahaan, sehingga menimbulkan kebijakan atau judgment dari pihak manajemen suatu perusahaan. Menurut Scott (1997) bentuk-bentuk manajemen laba yang dilakukan oleh manajer antara lain: a) Taking A Bath Dilakukan saat keadaan buruk, tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode berjalan dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode-periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan. b) Income Minimaziton Dilakukan saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian politis, berupa pembebanan pengeluaran iklan, riset dan pengembangan yang cepat dan sebagainya. c) Income Maximation Memaksimalkan laba agar memperoleh bo-
70
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
nus yang lebih besar. Demikian pula dengan perusahaan yang mendekati suatu pelanggaran kontrak hutang jangka panjang, manajer perusahaan tersebut akan cenderung memaksimalkan laba. d) Income Smoothing Manajemen laba yang dilakukan dengan cara menaikkan atau menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak berisiko tinggi. Menurut Scott (1997) motivasi perusahaan melakukan manajemen laba adalah: 1. Bonus Plans Laba sering dijadikan indikator penilaian prestasi manajer perusahaan, dengan cara menetapkan tingkatan laba yang harus dicapai dalam periode tertentu. 2. Initial Public Offering Saat perusahaan go public, manajer berusaha untuk menaikkan laba yang dilaporkan untuk mempengaruhi keputusan investor. 3. Stock Price Effect Manajer melakukan manajemen laba dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mempengaruhi pasar. 4. Political Motivations Manajemen laba dilakukan untuk mengurangi biaya politis dan pengawasan dari pemerintah, misalnya subsidi, dan untuk meminimalkan tuntutan serikat buruh, dilakukan dengan cara menurunkan laba. 5. Taxation Motivations Manajer berusaha menurunkan laba untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayarkan. 6. Pergantian CEO Manajemen laba dilakukan dalam kasus penggantian manajer, manajer lama akan melaporkan laba yang tinggi, sehingga CEO yang baru akan merasa sangat berat untuk mencapai tingkat laba tersebut.
4.
Juni
Initial Public Offering (IPO) dan Manajemen Laba.
Menurut Fabozzi (1999) dalam Saptadji (2008), IPO bermanfaat antara lain untuk (1) memberikan competitive advantage untuk pengembangan usaha, (2) peningkatan kemampuan going concern, (3) meningkatkan citra perusahaan dan nilai perusahaan. Initial Public offerings (IPO) atau penawaran saham perdana merupakan proses penjualan saham suatu perusahaan kepada masyarakat umum untuk pertama kalinya (Jogiyanto, 2007). Pasar perdana menurut keputusan Menteri keuangan RI No. 859/KMK.01/1987 adalah penawaran surat berharga untuk pertama kali kepada pemodal selama masa tertentu sebelum surat berharga tersebut dicatatkan di bursa. Menurut panduan go public (2002), pengertian penawaran umum perdana (IPO) adalah penawaran efek dengan menggunakan media masa atau ditawarkan kepada lebih dari 100 pihak atau telah dijual kepada 50 pihak. Setiawati (2002) melakukan penelitian terhadap sampel 24 perusahaan yang melakukan IPO dari tahun 1995 sampai dengan 2001 dengan menggunakan proksi discretionary accruals pada 1 tahun sebelum IPO dan 1 tahun setelah IPO, dan hasilnya membuktikan ditemukannya manajemen laba pada kedua periode tersebut. Saiful (2004) melakukan penelitian, terbukti bahwa kinerja operasi setelah IPO lebih rendah daripada sebelum IPO dan menemukan bukti bahwa return saham 1 tahun setelah IPO lebih rendah dengan periode pengamatan dari tahun 1988 sampai dengan 1993. Praditya (2008). Melakukan penelitian dengan data tahun 2000-2005, membuktikan terjadinya manajemen laba periode 1 tahun sebelum IPO dan 1 tahun sesudah IPO, dan bahwa kinerja operasi setelah IPO lebih rendah dibandingkan dengan sebelum IPO. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis penelitian ini adalah:
Juni
Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
H1: Tingkat manajemen laba sebelum IPO lebih besar daripada setelah IPO. 5.
Ukuran perusahaan, IPO dan manajemen laba.
Ukuran perusahaan merupakan proksi volatilitas operasional dan inventory controlability yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya perusahaan menunjukkan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan (Mukhlasin, 2002). Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya perusahaan, ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata–rata total penjualan dan rata–rata total aktiva. Ukuran perusahaan merupakan salah satu pertimbangan oleh investor dalam mengambil keputusan investasi. Menurut Carter et al (1998) dalam Praditya (2008), perusahaan besar lebih dikenal masyarakat sehingga investor akan lebih mudah mendapatkan informasi yang diperlukan dan dapat lebih mudah menganalisa tentang prospek perusahaan daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar akan lebih berani mengeluarkan saham baru, memiliki akses yang lebih besar untuk mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber, memiliki probabilitas lebih besar memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri dibanding perusahaan yang kecil. Pada sisi lain, perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian, karena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadap perubahan yang mendadak. Menurut Kim dan Liu (2003) perusahaan besar memiliki sistem pengendalian intern yang lebih canggih, auditor yang kompeten, dan reputasi yang baik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan yang mampu menghasilkan laba yang besar biasanya perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik dan berskala besar, pangsa pasar yang besar, akan tetapi karena perusahaan besar lebih dikenal masyarakat dan pemerintah sehingga peluang
71
untuk dapat melakukan manajemen laba atau kecenderungan melakukan manajemen laba menjadi terbatas, berbeda dengan perusahaan kecil, yang kurang menjadi perhatian masyarakat, maka memiliki peluang lebih besar untuk melakukan manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesisnya adalah : H2: Terdapat perbedaan tingkat manajemen laba pada perusahaan besar dan perusahaan kecil pada periode sekitar IPO. 6.
Kinerja perusahaan, IPO dan manajemen laba.
Kinerja operasi perusahaan merupakan kemampuan kegiatan operasional perusahaan dalam mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan. Alat analisa kinerja perusahaan adalah laporan keuangan. Menurut Halim dan Mamduh (1997) ada beberapa alat analisis ( rasio) yang biasa digunakan yaitu (1) rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan seberapa besar perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancarnya, (2) rasio solvabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang, (3) rasio profitabilitas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih, (4) rasio aktivitas adalah rasio yang menunjukkan beberapa asset perusahaan pada aktivitas tertentu. Menurut Saiful (2002) perusahaan yang melakukan manajemen laba menjelang IPO akan menggeser pendapatan masa depan menjadi pendapatan sekarang dengan tujuan untuk menaikkan laba pada saat IPO, akibatnya kinerja perusahaan setelah IPO terlihat lebih rendah dibandingkan sebelum IPO Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesisnya adalah : H3: Kinerja perusahan setelah IPO lebih rendah dibandingkan dengan sebelum IPO.
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
72 METODA PENELITIAN 1. Data dan Sampel
Data keuangan dalam penelitian ini berupa laporan keuangan yang diambil dari www.idx.co.id dan menggunakan Indonesia Capital Market Directory (ICMD) sebagai data pelengkap. Penelitian ini merupakan penelitian studi peristiwa (event study) karena menguji ada atau tidaknya manajemen laba di sekitar IPO dengan menggunakan Uji T. Sampel diambil dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa Efek Indonesia (BEI) yang dipilih dengan metode purposive sampling. Kriteria pengambilan sampelnya adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan dikelompokkan ke dalam jenis industry manufaktur sesuai dengan Indonesian Capital Market. 2. Perusahaan yang sahamnya aktif diperdagangkan, mempunyai prospektus laporan keuangan lengkap minimal 1 tahun sebelum IPO dan tetap terdaftar minimal 1 tahun setelah IPO berturut-turut selama periode 2000 sampai dengan 2008 untuk membandingkan adanya manajemen laba 1 tahun sebelum IPO dan 1 tahun setelah IPO. 3. Terdapat kelengkapan data yang diperlukan antara lain laba bersih, penjualan, aliran kas dari aktivitas operasi, dan total asset. 2.
Variabel Penelitian
Manajemen Laba Pendekatan yang digunakan adalah total accruals untuk mendeteksi apakah terjadi manajemen laba atau tidak. Pendekatan ini sejalan dengan model yang dikembangkan oleh Jones. Healy dan Angelo (dalam Gumanti, 2001) berpendapat bahwa total accrual terjadi dari discretionary accruals dan non discretionary accruals, dimana total accruals di dalam discretionary accruals cenderung tidak mudah terobsesi sedangkan non discretionary cenderung stabil sepanjang waktu. Oleh karena itu, pengujian ada
Juni
tidaknya manajemen laba dalam penelitian ini lebih ditekankan pada perilaku discretionary accruals dan total accruals. Langkah-langkah dalam menghitung nilai discretionary accruals adalah sebagai berikut : 1. Menghitung nilai Total Accruals (TAC) masing-masing perusahaan sampel. TACit = NIit – CFOit / Ait-1 dimana : TACit = Total accruals perusahaan i pada periode t NIit
= Net income perusahaan i pada tahun t
CFOit = Cash flow from operating activities perusahaan i pada tahun t Ait
2.
= Total asset perusahaan i pada tahun t
–1
Menghitung nilai Non Discretionary Accruals ( NDA ) NDAt = α1(1/Ait-1) + α2(“REVit / Ait-1) + α α3(ATit / Ait-1) + ξit....... Dimana : NDAt = Non Discretionary Accruals pada tahun t “REVit = Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan tahun t – 1 ATit
= Aktiva tetap perusahaan i pada tahun ke t
Ait-1
= Total asset perusahaan i pada tahun t – 1
α1, α2, α3 = Parameter spesifik perusahaan îit
= Sampel error
Estimasi dari parameter spesifik perusahaan (α1, α2, α3 ) diperoleh melalui model analisis regresi OLS (Ordinary Least Square) sebagai berikut: TACit/Ait-1= α α1(1/Ait-1) + α2(“REVit / Ait1) + α3(PPEit / Ait-1) + ξt..... Dimana : TACit = Total accruals perusahaan i pada tahun t Ait-1
= Total asset perusahaan i pada tahun t – 1
îit
= Sampel eror
PPEit = Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t
Juni 3.
Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
Menghitung nilai Discretionary Accruals (DAC) Total accruals terdiri dari discretionary accruals dan non dicretionary accruals, maka untuk menghitung nilai discretionary accruals masing-masing perusahaan sampel dapat dirumuskan sebagai berikut: DACit = TAit - NDAit Dimana: DACit = Discretionary accruals perusahaan i pada tahun t TAit
= Total accruals perusahaan i pada periode t
NDAit = Non dicretionary accruals perusahaan i pada periode t
Dari rumus di atas maka untuk menghitung nilai proksi discretionary accruals adalah sebagai berikut: α1 (1/Ait-1)+α DAit = TAit/Ait – {α α2 (“REVit/ α3 (PPFEit / Ait-1) Ait1)+α Dimana : DAit
= Discretionary accruals
TAit
= Total accruals
73
dibandingkan dengan perusahaan besar. DAit = a + b sizeit + e Dimana : DAit = Discretionary Accruals a
= Konstanta
e
= error
Kinerja Operasi Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui apakah kinerja perusahaan setelah IPO dibandingkan sebelum IPO menurun, dengan cara membandingkan perubahan ROA sebelum dan setelah IPO, kemudian dilakukan pengujian hubungan ROA dengan discretionary accruals untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel tersebut memprediksi kinerja perusahaan sebelum dan setelah IPO. Peningkatan profitabilitas perusahaan sebanding dengan peningkatan ROA, yaitu apabila ROA meningkat maka profitabilitas perusahaan juga meningkat. Pengujian ini dilakukan untuk menghitung variabel ROA masing-masing perusahaan sampel dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : ROAit = Net incomeit / Total Asetit
“REVit = Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan tahun t -1 PPFEit = Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t Ait-1
= Total asset peruahaan i pada tahun t - 1
α1, α2, α3
= Parameter spesifik perusahaan
Dimana : ROAit
= Return On Asset perusahaan i pada periode t
Net incomeit = Total laba bersih perusahaan i pada periode t
Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan dalam penelitian ini menggunakan total asset yang diukur dengan menggunakan Logaritma Naturan Asset (LN_TA), mengelompokkan total asset perusahan kurang dari 100 milyar kedalam perusahaan kecil dan total asset lebih dari atau sama dengan 100 milyar kedalam perusahaan besar. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan kecil
Total Asetit = Total asset perusahaan i pada periode t
Pengujian Hipotesis 1. Uji beda hipotesis ke 1 Hipotesis pertama (H1) menyatakan bahwa tingkat manajemen laba sebelum IPO lebih tinggi dibandingkan setelah IPO. Variabel yang digunakan adalah discretionary accruals (DA) sebagai proksi manajamen laba. Apabila rata-rata perubahan DA sebelum IPO lebih besar daripada
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
74
setelah IPO, maka terbukti bahwa tingkat manajemen laba sebelum IPO lebih besar daripada setelah IPO. Uji hipotesis ke 1 menggunakan uji statistik one sample t-test dengan taraf signifikansi 0,05. 2.
Uji beda hipotesis ke 2
Hipotesis kedua (H2) menyatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat manajemen laba pada perusahaan besar dan perusahaan kecil pada periode sekitar IPO. Variabel yang digunakan adalah SIZE (sebagai indikator besaran perusahaan). Penelitian ini menggunakan uji statistik one sampel t-test pada masing-masing periode dengan level signifikansi 0,05. 3.
Uji beda hipotesis ke 3
Hipotesis ketiga (H3) menyatakan bahwa kinerja perusahaan setelah IPO lebih rendah dibandingkan dengan sebelum IPO. Berkaitan dengan penelitian ini variabel yang digunakan adalah ROA. Apabila rata-rata perubahan ROA sebelum IPO lebih besar daripada setelah IPO, maka terbukti bahwa kinerja perusahaan setelah IPO lebih rendah daripada sebelum IPO. Penelitian ini menggunakan uji statistik paired sample t-test dengan level signifikansi 0,05.
Juni
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Statistik Deskriptif
Sampel perusahaan yang yang diteliti adalah perusahaan yang masuk dalam kelompok industri manufaktur dan melakukan IPO dari tahun 2000 sampai dengan 2008 (lihat tabel 4.1). dari 35 perusahaan yang melakukan IPO tahun 2000 2008, terdapat 32 perusahaan yang memenuhi kriteria untuk diuji. Pada Tabel 4.2, Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah discretionary accruals (DA) dengan total asset, penjualan, dan laba bersih sebagai variabel untuk mendukung terjadinya gejala manajemen laba. Berdasarkan analisis statistik deskriptif terjadi peningkatan kinerja perusahaan yang terlihat pada kenaikan nilai rata-rata total asset terjadi peningkatan laba bersih periode sebelum IPO menuju periode saat IPO (lihat Tabel 4.3), namun penurunan beruntun pada periode saat IPO maupun setelah IPO justru terlihat pada variabel laba bersih (lihat Tabel.4.4). Hasil Statistik deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata (mean) total asset cenderung mengalamipeningkatan yaitu Rp388.000.000.000 sebelum IPO menjadi Rp475.000.000.000 pada saat IPO dan kembali meningkat pada periode setelah IPO menjadi Rp 481.000.000.000 (lihat
Tabel 4.1 Daftar sampel penelitian perusahaan manufaktur yang melakukan IPO (tahun ) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total perusahaan IPO tahun 2000-2008 Dikurangi : Perusahaan yang melakukan IPO namun tidak menyajikan data keuangan secara lengkap Jumlah sampel akhir
Jumlah perusahaan 6 10 4 0 2 1 0 9 3 35
3
32
Juni
75
Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
Tabel.4.2). Peningkatan ini disebabkan karena pada saat IPO, perusahaan mendapatkan tambahan modal dari investor.
Mean Median Std Deviation minimum maximum
Tabel.4.2 Statistik Deskriptif Total Asset sebelum IPO saat IPO 388000 475000 107.000 218000 1091000 17130000 9499 9511 6191670 90000000
Variabel penjualan menunjukkan peningkatan pada saat IPO dibandingkan dengan sebelum IPO yang terlihat pada rata-rata (mean) Rp211.000.000.000 menjadi Rp1.890.000.000.000 dan meningkat lagi pada periode setelah IPO menjadi Rp3.830.000.000.000 (lihat Tabel.4.3). Peningkatan ini disebabkan karena perusahaan yang go public akan memperbaiki kinerja perusahaannya. Kinerja perusahaan terlihat pada variabel penjualan karena tambahan modal dari investor mengakibatkan perusahaan mampu melakukan ekspansi.
setelah IPO 481000 198000 769500 7547 3415546
Analisis deskriptif pada laba bersih menunjukkan peningkatan pada rata-rata (mean) dari sebelum IPO yaitu Rp29.672.000.000 menjadi Rp120.053.000.000, namun mengalami penurunan pada periode setelah IPO menjadi Rp14.356.000.000 (lihat Tabel.4.4). Penurunan laba perusahaan ini tidak sebanding dengan peningkatan penjualan yang terjadi. Dari analisis diatas dimungkinkan karena perusahaan ingin mendapatkan reaksi pasar yang positif sehingga berpengaruh terhadap keberhasilan IPO. Penurunan beruntun pada periode saat IPO
Mean Median Std Deviation minimum maximum
Tabel.4.3 Statistik Deskriptif Penjualan sebelum IPO saat IPO 211000 1890000 80095.00 193000 360300 8419000 2192 2303 1517153 47930937
setelah IPO 3830000 155000 515700 1749 2161376
Mean Median Std Deviation minimum maximum
Tabel.4.4 Statistik Deskriptif Laba Bersih sebelum IPO saat IPO 29672 120053 5698.00 8763.00 53.088.567 457.403.523 -14170 -84628 192210 2522201
setelah IPO 14356 2748.50 46.801.105 -59826 192801
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
76
maupun setelah IPO pada variabel laba bersih tidak sebanding dengan terjadinya peningkatan penjualan pada tiap periodenya. Hal ini dimungkinkan bahwa terdapat indikasi terjadinya manajemen laba pada perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Juni
periode (t+1). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama dapat didukung. Tabel.4.6 Hasil pengujian tingkat manajemen laba sebelum dan setelah IPO DA (-1)
2. Uji Statistik
DA (+1)
Pengukuran Manajemen Laba Berdasarkan hasil analisis one sampel t-test diketahui bahwa nilai rata-rata discretionary accruals periode sebelum IPO atau DA (-1) bernilai positif dan signifikan yaitu 0,6331 dengan nilai siginifikansi 0,039 < 0,05 atau terbukti kuat melakukan manajemen laba (lihat Tabel.4.5). Akan tetapi, discretionary accruals periode setelah IPO atau DA (+1) yang bernilai negatif yaitu -3,3573 dan tidak signifikan menunjukkan bahwa pada periode tersebut terbukti lemah dalam terjadinya manajemen laba. Tabel.4.5 Hasil pengujian manajemen laba N = 32
DA (-1)
DA (+1)
Mean standard Error Median Standard deviasi sig. (2-tailed) T Lower Upper Maximum Minimum
0,6331 0,29409 0,8684 1,66362 0,039 2,153 0.0333 1,2329 -7,97 2,45
-3,3573 1,98373 0,8503 11,2217 0,101 -1,692 -7,4032 0,6885 -42,5 1,12
2,768
125,926
Variance
Keterangan : signifikan pada level 5%
Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa tingkat manajemen laba sebelum IPO (t-1) lebih tinggi daripada setelah IPO (t+1) diperkuat dengan nilai asymp. sig (1-tailed) sebesar 0,029 yang lebih kecil dari á = 0,05 (lihat tabel.4.6). Hal tersebut menunjukkan bahwa accrual pada periode (t-1) lebih tinggi dibandingkan dengan
t
1,96
sig. (2-tailed)
0,059
Hubungan antara manajemen laba dengan ukuran perusahaan Pengujian pada hipotesis kedua menggunakan one sample t-test pada tiap periodenya yang bertujuan untuk membandingkan tingkat manajemen laba perusahaan besar dengan perusahaan kecil. Nilai rata-rata (mean) pada periode sebelum IPO (t-1) menunjukkan bahwa tingkat manajemen laba perusahaan kecil lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan besar didukung dengan nilai signifikansi 0,249 > 0,05 (lihat tabel.4.7). Tabel.4.7 periode sebelum IPO (t-1) SIZE besar
SIZE kecil
N mean std eror mean std deviasi
16 0,9817 0,1314 24,01608
16 0,2845 0,56923 2,2769
sig (2-tailed)
0,249
Hasil pengujian pada saat IPO (t) menunjukkan hal yang sama dengan periode sebelum IPO (lihat tabel.4.8). Nilai rata-rata (mean) perusahaan kecil lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan besar dengan nilai signifikansi 0,614 > 0,05.
Juni
77
Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
Tabel.4.10 Manajemen laba dan kinerja operasional perusahaan
Tabel.4.8 periode saat IPO (t) N mean std eror mean std deviasi
SIZE besar 22 3,543 5,12025 0,50269
sig (2-tailed)
0,614
SIZE kecil 10 0,9228 0,15896 0,50269
Hasil pengujian yang berbeda ditunjukkan pada periode setelah IPO (lihat tabel.4.9). Nilai rata-rata (mean) pada periode setelah IPO (t+1) menunjukkan bahwa tingkat manajemen laba perusahaan kecil lebih tinggi dibandingkan perusahaan besar dengan nilai signifikansi 0,038 < 0,05.
ROA (-1)
ROA (+1)
Mean Std. Error Mean
0,0827 0,03348
-0,0203 0,01183
Std. Deviation
0,1894
0,6693
Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa kinerja perusahaan setelah IPO lebih rendah dibandingkan sebelum IPO didukung dengan nilai signifikansi 0,006 kurang dari á = 0,05 (lihat tabel.4.11). Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga dapat didukung Tabel.4.11 kinerja perusahaan sebelum dan setelah IPO
Tabel.4.9 periode setelah IPO (t + 1) SIZE besar
SIZE kecil
N mean std eror mean std deviasi
20 -5,9092 3,05921 13,68118
12 0,8958 0,02571 0,8906
sig (2-tailed)
0,038
Secara umum, baik perusahaan berskala besar maupun kecil sama-sama melakukan praktik manajemen laba. Namun demikian, tingkat manajemen laba yang dilakukan berbeda pada tiap periodenya. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua dapat didukung. Hubungan antara manajemen laba dengan kinerja operasi perusahaan Hipotesis ketiga diuji menggunakan uji paired sample t-test. Nilai rata-rata “ROA sebelum IPO bernilai positif menunjukkan bahwa kinerja operasi sebelum IPO mengalami peningkatan, sedangkan nilai “ROA setelah IPO negatif menunjukkan bahwa kinerja perusahaan mengalami penurunan setelah IPO (lihat tabel.4.10).
ROA (-1) , ROA (+1) Std. Deviasi
0,19559
t
2,979
Sig. 2-tailed
0,006
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penerapan manajemen laba yang terjadi di sekitar penawaran saham perdana merupakan sebuah fenomena yang kontroversial di dunia pasar modal. Keterbatasan informasi tentang perusahaan yang akan go public menyebabkan tidak ada dasar yang relevan tentang bagaimana harga penawaran ditetapkan. Sementara itu, literatur yang berkaitan dengan IPO menyarankan bahwa salah satu sumber informasi yang relevan sebagai dasar penetapan harga atau penilaian suatu IPO adalah informasi keuangan yang terdapat dalam prospektus. Asymetri informasi yang terjadi ketika IPO memungkinkan perusahaan melakukan manajemen laba untuk mendapatkan reaksi pasar yang positif.
78
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Hasil pengujian dengan pendekatan total accruals menunjukkan ada bukti yang kuat atas terjadinya manajemen laba, tingkat manajemen laba pada periode sebelum IPO lebih tinggi dibandingkan dengan periode setelah IPO. Dengan kata lain, penerapan manajemen laba bisa dikatakan sebagai tindakan pelaporan keuangan yang penuh dengan rekayasa dan kecurangan. Hasil dari analisis berupa nilai rata-rata discretionary accruals (DA) periode sebelum dan saat IPO bernilai positif atau terjadi manajemen laba.Usaha ini dilakukan karena keberhasilan IPO akan mempengaruhi kinerja perusahaan selanjutnya atau untuk tahun-tahun mendatang, sehingga perusahaan dapat melakukan ekspansi pasar. Nilai rata–rata discretionary accruals (DA) pada periode setelah IPO bernilai negatif atau tidak melakukan manajemen laba karena setelah IPO kondisi perusahaan menjadi lebih baik kinerjanya berkat suntikan dana melalui penjualan saham perdana kepada publik. Tindakan manajemen laba yang dilakukan pada periode sebelum IPO telah memberikan keberhasilan, sehingga informasi yang diterima investor adalah positif, yang mengakibatkan investor tidak ragu-ragu lagi untuk menanamkan modalnya lewat pembelian saham perdana. Hasil pengujian tersebut tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan Gumanti (2001) dan Setiawati (2002). Penelitian ini membuktikan manajemen laba terjadi pada periode sebelum IPO dan saat IPO namun tidak terbukti pada periode setelah IPO. Bukti lain menunjukkan bahwa perbedaan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat manajemen laba yang dilakukan. Tingkat manajemen laba perusahaan kecil tidak lebih tinggi dibandingkan perusahaan besar. Tingkat manajemen laba perusahaan kecil lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan besar ditunjukkan pada periode sebelum IPO (t1) dan saat IPO (t). Perusahaan besar melakukan
Juni
manajemen laba dengan menaikkan laba sesungguhnya sehingga dapat menarik perhatian investor. Hasil pengujian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Defond (1993) dalam Hanum (2009). Tingkat manajemen laba perusahaan kecil lebih tinggi dibandingkan perusahaan besar ditunjukkan pada periode setelah IPO (t+1). Perusahaan kecil akan berusaha untuk menaikkan labanya agar dapat bersaing dengan perusahaan besar. Hasil pengujian pada periode ini konsisten dengan penelitian Kim dan Liu (2003). Rendahnya kinerja perusahaan setelah IPO dibandingkan dengan sebelum IPO terbukti secara significant dari hasil analisis data yang dilakukan. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada periode setelah IPO perusahaan masih kurang efektif dalam pengelolaan investasi. Suntikan dana yang berasal dari investor belum dapat dimaksimalkan oleh perusahaan untuk kinerja operasional perusahaan sehingga efektifitas perusahaan mengalami penurunan. Keterbatasan Penelitian Pertama, sedikitnya sampel perusahaan yang diteliti dalam penelitian ini menyebabkan hasil yang dilaporkan kurang dapat digeneralisasi. Kedua,. Penelitian ini hanya membatasi pada total asset untuk pengklasifikasian. Saran Pertama, penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan sampel yang lebih banyak dan tidak hanya yang terdaftar di BEI. Kedua, Memisahkan jenis industri untuk mendeteksi perusahaan jenis industri mana yang lebih banyak melakukan praktik manajemen laba. Ketiga, perbedaan ukuran perusahaan sebaiknya bisa dibedakan dari tingkat proporsi labanya yaitu dengan membuat kriteria laba pada tingkat tertentu. Keempat, perusahaan sebaiknya digolongkan kedalam perusahaan besar, sedang dan kecil untuk hasil yang lebih teruji
Juni
Handoko A. Hastoro - Anatias Yuliana
79
kebenarannya. Kelima, kinerja perusahaan sebaiknya juga dihitung menggunakan perubahan ROE atau ROI sehingga akan mendukung hasil penelitian ini.
Healy, and K. Palepu. 1993. “The Effeck of Formis Financial Disclosure Strategy on Stock Prices”. Acc Horizon (March):1-11.
DAFTAR PUSTAKA
Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2004.”Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”. Yogyakarta:UPP AMP YKPN.
Andriyanti, Elyana Noor. 2007. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Struktur Aktiva Dan Profitabilitas Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Makanan dan Minuman Yang terdaftar di BEJ”. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Chariri, Anis dan Ghozali. 2001. “Teori Akuntansi”. Semarang:Universitas Diponegoro. Ekawati, Erni. 2006. “Manajemen Laba Pada Penawaran Saham Perdana Di BEJ”.Jurnal Riset Akutansi Dan Keuangan. Ghozali, Imam, 2007. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS”. Cetakan IV. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gumanti, Tatang Ary. 2001. “Earning Management Dalam Penawaran Saham Perdana Di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Riset Akutansi Indonesia Vol.4, No.2 (Mei):165-183. Hanafi, M. Mamduh. 2005. “Analisis laporan Keuangan”. Edisi Ketiga. Yogyakarta:UPP STIE YKPN. Hanum, Sabeela. 2009. “Pengaruh Asimetri Informasi Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Praktik Manajemen Laba”. Surakarta:UMS. http://google.com. Hartono, Jogiyanto. 1999. “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”. Yogyakarta:BPFE UGM.
Indonesia, Ikatan Akuntan, 2004, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta. Kim, Yangseon., Caixing Liu., and S. Ghon Rhee. “The Effect Of Firm Size On Earnings Management”. Hawai:2003. http:// google.com Ma’aruf, Muhammad. 2006. “Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba Pada Perusahaan Go Public di BEJ”. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Naim, Ainun dan Lilis Setiawati. 2000. “Manajemen Laba”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 15 No. 4. Praditya, Putra Galih. 2008. “Manajemen Laba Di Sekitar Penawaran Perdana (IPO) Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI”. Yogyakarta:Universitas Islam Indonesia. Saiful. 2000. “Hubungan Manajemen Laba Dan Kinerja Operasi Dan Retur Saham Di Sekitar IPO”. Jurnal Riset Akutansi Indonesia Vol. 7, No.3 (September):316332. Scott, William R. 1997. “Financial Accounting Theory”. International edition. New Jersey Prentice – Hall Inc. Setiawati, Lilis. 2002. “Manajemen Laba Dan IPO Di BEJ”. SNA 5 (September).
80
EfEktif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Sulistyorini, Nastiti. 2006. “Manajemen Laba Di Sekitar IPO Pada Perusahaan Manufaktur Di BEJ”. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.. Utomo, Riyanto Moelyo., dan Bachruddin. 2005. “Analisis Manajemen Laba Pada Penawaran Perdana Saham Di Bursa Efek Jakarta”. Edisi Khusus On Finance.Sinergi:17-34.
Juni
Widyaningdyah, A.U. 2001. “Analisis FaktorFaktor Yang Berpengaruh Terhadap Earning Management Pada Perusahaan Go Publik Di Indonesia”. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol 3 No. 2.