eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (3): 587-602 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2015
HAMBATAN PROGRAM MERANG REDD PILOT PROJECT DI HUTAN RAWA GAMBUT MERANG KEPAYANG SUMATERA SELATAN 2008-2011 Janter1 Abstrak According the mandate of the United Nations Conference of Parties 13 (UNCOP13) in Bali, climate change through REDD mechanism. German and Indonesian government agreed to work together to reduce global warming to prepare for the implementation of REDD in Indonesia. Therefore, both countries agreed on a project Merang REDD Pilot Project (MRPP), in Merang Kepayang Peat Swamp Forest, South Sumatra in the period 20082011. This programs by rehabilitate degraded forest, community development through the establishment KMPH, and protection of the remaining forests Merang Kepayang Peat Swamp. This research provided by explanation and elaboration about barriers of REDD implementation between German and Indonesian Government using descriptive research methods, which describe activities or events based on facts and evidence. The data presented in primary and secondary data obtained through the GTZ-MRPP and review of the literature, by collecting data from books, newspapers, journals / MRPP and internet reports related to problems studied. The results of this research is obstacle the implementation of REDD Preparation of cooperation Germany and the Government of Indonesia, the internal and external obstacles related to a lack of public understanding, lack of media information support, weather conditions, and the unavailability of human resources to run the KPHP organization Kata Kunci: REDD, GTZ, Merang REDD Pilot Project (MRPP) Pendahuluan Dalam beberapa dekade, isu pemanasan global atau naiknya emisi gas rumah kaca (GRK) akibat degradasi dan deforestasi hutan menjadi isu yang sangat penting dalam beberapa pembahasan di tingkat nasional maupun internasional. Karena dampaknya dapat mengancam masyarakat internasional, seperti perubahan suhu global, peningkatan kadar dan kosentrasi karbondioksida diatmosfer bumi. Berdasarkan laporan International Panel on Climate Change (IPCC), dampak perubahan iklim tidak hanya dalam konteks lingkungan semata, tetapi juga berkembang dalam aspek lainnya. 1
Mahasiswa Hubungan Internasional, NIM: 0902045087, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman Samarinda, Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 587 - 602
Adanya dampak buruk bagi kesehatan, ekonomi dan pembangunan global akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca memicu perhatian masyarakat global. Berbagai upaya dilakukan untuk memitigasi pemanasan global salah satunya melalui prosedur United Nation (UN) dimana banyak negara lantas mencari jalan keluar untuk mengatasi malasah global ini. (Murdiyarso Daniel, 2003:23). Negara maju dan berkembang kemudian menyepakati sebuah konvensi tentang perubahan iklim United Nations for Climate Change Convention (UNFCCC). Pada tahun 2007 diadakan pertemuan antara para anggota dalam United Nation Conference of Parties ke 13 (UNCOP13) di Bali. Dari pertemuan itu disepakati sebuah mekanisme baru dalam memitigasi pemanasan global disektor kehutanan yang dikenal dengan Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD). Indonesia mengupayakan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan kemampuan nasional atau sebesar 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2020.(http://forclime.org/merang/Tehnik%20Pendugaan%20Cadangan%20Kar bon%20Hutan). Adanya komitmen yang kuat dari pemerintah Indonesia sangat mendukung pelaksanaan REDD. Saat ini pelaksanaan REDD telah hadir dibeberapa provinsi di Indonesia seperti provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Papua, Riau dan Jawa Timur. Pelaksanaan REDD di Indonesia tidak lepas dari faktor areal hutan yang cukup luas. Indonesia termasuk negara dengan luas hutan terbesar di dunia setelah Brazil dan Republik Demokrasi Congo, yang melingkupi sekitar 71% (133,57 juta hektar) dari seluruh area lahan di Indonesia (187,9 juta hektar). (http://www.forclime.org/index.php/in/latar-belakang/hutan). Cakupan hutan yang luas ini tidak dibarengi dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang bijak akibatnya terjadi laju deforestasi dan degradasi dalam skala besar. Dari luas tutupan hutan Indonesia pada tahun 2000 adalah 103,33 juta ha luas tutupan hutan ini pada tahun 2009 berkurang menjadi 88,17 juta ha atau telah mengalami deforestasi seluas 15,15 juta ha. (http://fwi.or.id/wpcontent/uploads/2013/02/PHKI_2000-2009_FWI_low-res.pdf). Dengan demikian, laju deforestasi Indonesia pada kurun waktu ini adalah sebesar 1,51 juta ha pertahun. Hampir di seluruh provinsi di Indonesia terjadi deforestasi. Dua pulau utama yang mengalami tingkat deforestasi hutan yang cukup tinggi yaitu Kalimantan sebesar 0,55 juta ha per tahun dan Sumatera sebesar 0,37 juta ha per tahun. Untuk itu dilakukan intervensi melalui program persiapan REDD dalam proyek Merang REDD Pilot Project (MRPP) sebagai langkah awal implementasi REDD di Indonesia. Proyek tersebut didukung oleh Nature Conservation and Nuclear Safety (BMU) melalui bantuan hibah sebesar 2.059,240 Euro yang dibagi kedalam MRPP I: 1.433.454 Euro dan MRPP II: 625.786 Euro kepada Deutsche Gesellschaft fur Technishe Zusammenarbeith (GTZ) atau (Lembaga Kerjasama Teknis Jerman–Indonesia) dalam melakukan 588
Hambatan Merang Redd Pilot Project Merang Kepayang Sumsel (Janter)
konservasi Hutan Rawa Gambut Merang-Kepayang terhitung dari November 2008–Desember 2011). Area proyek mencakup 24.000 ha di Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA) provinsi Sumatera Selatan. Area tersebut termasuk dalam unit Pengelolaan Hutan Lalan (Kesatuan Pemangku Hutan: KPH) yang mencakup 265.953 ha. (http://www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/BAngelsen0102.pdf). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik yang dimana menjelaskan dan menganalisa apa saja yang menjadi hambatan implementasi program Persiapan REDD melalui Proyek Merang REDD pilot Project (MRPP), dalam upaya menangani deforestasi dan degradasi hutan yang terjadi di Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang, Sumatera Selatan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui kombinasi antara riset kepustakaan (library research) dan pengamatan tidak langsung melalui telaah pustaka dari berbagai literatur yang ada seperti buku, laporan MRPP, internet, koran a(tau jurnal yang berhubungan dengan subjek penelitian. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan primer yaitu data yang diperoleh dari buku, internet, majalah, artikel, surat kabar dan dari pihak/instansi yang berkaitan dengan subjek penelitian. Penulis menggunakan teknik kualitatif. Kerangka Dasar Teori Konsep Implementasi Program Menurut Pressman dan Wildavsky implementasi adalah sebuah proses interaksi antara penentuan tujuan dan tindakan untuk mencapai suatu tujuan. (Wayne Parsons, 2011:446). Implementasi program atau kebijakan merupakan salah satu tahap yang penting dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Implementasi dipandang luas yang mempunyai makna pelaksanaan undangundang, dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan kebijakan atau program. Donald S Van Mater dan Carl E. Va mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai suatu tindakan, baik yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun individu (atau kelompok) swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan sebelumnya. (Joko Widodo, 2006:87). James E. Anderson mendefinisikan kebijakan sebagai prilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkain aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pembicaraan tentang kebijakan memang tidak lepas dari kaitan kepentingan antara kelompok, baik tingkat pemerintahan maupun masyarakat secara umum. (Dwiyanto Indiahono, 2009:17).
589
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 587 - 602
Proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah disusun dan dana telah siap dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran. terdapat empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi yakni: a. Komunikasi, yaitu menunjuk bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). b. Sumber Daya, yaitu menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. c. Disposisi, yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada implementor kebijakan/program. Karakter yang penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen dan demokratis akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam program/kebijakan. d. Struktur Birokrasi, menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam implementasi program/kebijakan yang mencakup dua hal penting yaitu mekanisme implementasi program dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Keempat faktor diatas memiliki keterkaitan dan bersinergi satu dengan yang lainnya dalam mencapai tujuan dan sasaran program/kebijakan. Model dari George C. Edwar III dapat digambarkan sebagai berikut:
Komunikasi Sumber Daya Implementasi Disposisi Struktur Birokrasi Gambar I.1. Model Implementasi Edward III Membahas tentang implementasi program, penting untuk mengetahui model atau teknik yang digunakan agar implementasi tersebut bisa berjalan, salah satunya adalah model “top-down” yang dikemukan oleh Donal Van Meter dan Carl Van Horn. Model ini merupakan pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat, disini partisipan lebih berbentuk mobilisasi. (Rian Nugroho D, 2006:90-92). Implementasi program dengan model ini menurut Pressman dan Wildavsky menjadikan seseorang melakukan apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem. Dalam hal ini akan menjelaskan bagaimana para aktor yang terlibat dalam implementasi program 590
Hambatan Merang Redd Pilot Project Merang Kepayang Sumsel (Janter)
persiapan REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) dalam proyek MRPP saling berhubungan untuk mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga implementasi program persiapan REDD mampu menjadi pembelajaran dan informasi pelaksanaan REDD dimasa depan. Hasil Penelitian Kondisi Kerusakan Hutan Rawa Gambut Merang-Kepayang Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang merupakan hutan gambut yang masih tersisa di Indonesia. Kemampuannya dalam menyimpan karbon dialam, berkontribusi dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah naiknya CO2 secara langsung ke atmosfir. Fungsinya dalam mencegah pemanasan global terancam akibat degradasi dan deforestasi. Dari sebaran luas hutan pada tahun 1975 berda pada kisaran 3 juta ha turun derastis pada tahun 1982 yang hanya tersisa 860.00 ha. Kemudian pada tahun 2004-2006 Kawasan yang merupakan Hutan Produksi mencakup 225.000 ha, hanya 47.000 ha hutan yang masih dalam kondisi baik dan sebanyak 99.000 ha sudah rusak parah. Sisanya adalah kawasan rawa terbuka atau semak belukar dengan vegetasi rendah.(https://www.google.com/url?q=http://forclime.org/merang/02_STE_FI NAL)Kerusakan disebabkan oleh aktivitas illegal logging, pembuatan parit/kanal sehingga menurunnya volume air serta kurangnya pengawasan ditingkat bawah/tapak sehingga areal hutan menjadi kawasan open access. Proyek Merang REDD Pilot Project (MRPP) Di Hutan Rawa Gambut Merang-Kepayang, Sumatera Selatan Dari keseluruhan areal hutan yang masih tersisa, HRGMK merupakan bagian dari hutan rawa gambut terakhir yang masih tersisa di Sumatera Selatan. Melihat hal tersebut pemerintah Jerman dan Indonesia mengupayakan langkahlangkah konservasi HRGMK melalui kerangka REDD. Kemudian pada tahun 2008 disepakati sebuah proyek kerjasama yang dikenal dengan Merang REDD Pilot Project (MRPP). Merang REDD Pilot Project merupakan tahapan persiapan implementasi REDD+ pasca tahun 2012. Dalam kerjasama tersebut proses pendanaannya didukung oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup Jerman (BMU), melalui Departemen Kehutanan Republik Indonesia dan dikelola oleh GTZ, mendapatkan areal pilot proyek untuk pengembangan mekanisme REDD di areal Merang‐Kepayang Kawasan Hutan Produksi Lalan Kabupaten Musi Banyu Asin Sumatera Selatan. Penggunaan areal tersebut, secara hukum didasarkan atas rekomendasi Bupati Kabupaten Musi Banyu Asin No. 522/2235/Kehut/2008 Tangal 21 Oktober 2008 seluas 24.092 Ha. (http://forclime.org/merang/18-TA-FINAL). Pengelolaan areal oleh MRPP ditekankan untuk persiapan areal tersebut dalam skema perdagangan karbon pasca tahun 2012, yang tentunya pengelolaan selanjutnya akan berada di bawah payung KPHP Lalan. Dalam jangka pendek 591
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 587 - 602
selama periode project tahun 2008 – 2011, MRPP berupaya untuk mendorong perbaikan kondisi areal, dimana salah satu hasil yang ingin dicapai adalah “Struktur Pengelolaan Hutan (KPHP) untuk Hutan Rawa Gambut Merang dikembangkan dan dibentuk, serta dilaksanakannya rehabilitasi hutan kritis pada sebagian areal prioritas”. Salah satu kegiatan untuk mencapai hasil tersebut adalah pengembangan persemaian desa dan pelaksanaan rehabilitasi hutan rawa gambut MRPP berbasis masyarakat. Secara umum rencana pengelolaan areal hutan rawa gambut MRPP dengan tujuan proyek selama tiga tahun pertama untuk “Mendukung upaya perlindungan dan rehabilitasi hutan rawa gambut yang tersisa dan habitatnya di Sumatera Selatan melalui sistem pengelolaan KPHP dan persiapan untuk mekanisme REDD” dan tujuan umum adalah “memberikan kontribusi dalam pengelolaan sumber daya, perlindungan keanekaragaman hayati dan rehabilitasi hutan rawa gambut kritis di Sumatera Selatan secara berkelanjutan”. Areal MRPP berada di dalam Kawasan Hutan Produksi Lalan yang seluruhnya berada di Kecamatan Bayung Lencir Kabupatan Musi Banyu Asin. Areal MRPP terletak di 2 (dua) desa, yaitu Desa Muara Merang dan Desa Kepayang dan sebagian besar (sekitar 90%) berada di wilayah Desa Muara Merang. Secara geografis areal MRPP terletak antara 104,04 – 104,11 BT dan 1,95 – 2,09 LS. Sedangkan, luas areal MRPP Merang‐Kepayang sesuai dengan rekomendasi Bupati Musi Banyuasin Nomor 522/2235/Kehut/2008 Tangal 21 Oktober 2008 tanggal adalah seluas 24.092 ha. Areal MRPP sebagian besar berbatasan dengan areal pengelolaan hutan produksi lainnya terutama dengan areal ijin pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI). Batas Areal MRPP sebagian besar berbatasan dengan HTI PT Rimba Hutani Mas (RHM) di sebelah Barat dan Utara, Perkebunan Kelapa Sawit PT Indofood di sebelah selatan dan HTI PT Paramita Mulia Langgeng di sebelah Timur. Hambatan Internal 1. Kurangnya Pengetahuan dan Keterampilan Anggota KMPH Terkait Pengelolaan Usaha Tani Ternak Masalah utama pengembangan KMPH MRPP melalui beberapa program yang telah diinisiasi oleh MRPP, Pemerintah dan LSM yang terkait adalah kemampuan dan pemahaman masyarakat (anggota KMPH) yang masih relatif rendah menjalankan program. Banyak anggota yang belum memahami secara benar teknik budidaya ternak. Pada saat tim MRPP, BPTP bersama yayasan Kesmada melakukan kunjungan rutin pada bulan Maret sampai dengan September 2011 selama 20 hari kerja, ditemui kendala dalam proses pemeliharaan diantaranya: a. KMPH Tembesu dan KMPH Medang Kuning Di Dusun Bina Desa, Desa Merang (Budidaya Ayam Buras)
592
Hambatan Merang Redd Pilot Project Merang Kepayang Sumsel (Janter)
Dalam proses pemeliharaan para peternak masih mengunakan pola ekstraksing yaitu dengan memanfaatkan sumber pakan dari alam dimana ternak dibiarkan bebas sehingga ternak sangat rentan terhadap penyakit. jumlah kematian ternak (ayam buras) pada peternakan KMPH mencapai 75%. b. KMPH Tembesu Di Dusun Bina Desa, Desa Merang (Budidaya Kambing) Dari tinjauan dilapangan bantuan 12 ekor kambing (10 ekor betina, 2 ekor jantan) yang diberikan oleh MRPP semua mengalami kematian. Penyebab kematian karena kambing yang dipelihara tidak dirawat sebagaimana mestinya. Anggota KMPH hanya memberikan pakan/rumput seadanya sehingga ternak kekurangan pakan. 2. Anggota KMPH kesulitan memasarkan Hasil Budidaya Tani Ternak Tidak tersedianya fasilitas yang memadai untuk memasarkan hasil budidaya ternak cukup menyulitkan kelompok untuk mengembangkan usaha mereka. Kondisi ini dialami KMPH di Desa Kepayang yaitu KMPH Petaling, KMPH Pulai Gading, KMPH Durian Payo dan KMPH Mawar Putih. Masyarakat biasanya memasarkan produk tani hanya pada pasar lokal yang hadir seminggu sekali. Sementara kebutuhan acara pernikahan, hajatan masih sangat kurang, demikian juga serapan dari karyawan perkebunan sawit. Karena belum ada kepastian pasar (masih kesulitan dalam pemasaran) maka sistem penjualannya secara eceran dengan harga jual Rp.25.000,- per kg berat hidup. Akan tetapi dengan system ini perlu waktu lama sehingga para peternak harus mengeluarkan biaya lebih untuk pembelian pakan. Sementara itu beberapa anggota yang berinisiatif untuk menjual pada saat kalangan (pasaran) desa dalam bentuk ayam potong dengan harga jual Rp. 24.000,-per kg., sedangkan penjualan dipasar harganya lebih rendah namun waktunya cepat sehingga tidak perlu menambah modal pakan. 3. Minimnya Sarana Penyebarluasan Informasi Proyek MRPP Perubahan iklim sangat bergantung pada peran dan kontribusi semua pihak baik pemerintah, swasta, dan masyarakat itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut proyek MRPP tidak hanya bertujuan mengenalkan kepada seluruh lapisan masyarakat mengenai REDD, MRPP dan perubahan iklim tetapi juga memiliki peran yang lebih besar yaitu menarik investor baik pada tingkat nasional maupun internasional untuk berpartisipasi dan bekerjasama dalam perdagangan karbon di Sumatera Selatan. Upaya penyebarluasan informasi mengenai pengalaman dan pembelajaran proyek telah dilakukan sejak awal proyek yaitu melalui sworkshop dan beberapa produk hasil pengalaman proyek MRPP.
593
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 587 - 602
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tabel IV.1 Bentuk Penyebarluasan Informasi Nama kegiatan Lokakarya Pemetaan Desa dan Garis Batas, MRPP and Eris Akhyar, Palembang Lokakarya Penggunaan Lahan Dan Survei Ekonomi, MRPP and Eris Akhyar, Palembang Lokakarya Keanekaragaman hayati dan Perubahan Iklim Di Gottingen University + DAAD Lokakarya Konsultasi Masyarakat Mengenai Peraturan REDD, MoF, Jakarta Lokakarya Konsultasi Masyarakat untuk R-Plan, FORDA MoF Dan Dishut Prov. Sumsel, Palembang Lokakarya Pembentukan Percepatan Aturan KPH Oleh MoF Di Palembang Lokakarya Konsultasi Pembentukan KPHP Lalan, MRPP Dan Dishut Muba, Sekayu Lokakarya CI Di Novotel Bogor Studi Pengelolaan Dan Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut, MRPP, Pusat Dan Kalimantan Selatan Lokakarya Penyelesaian Kelembagaan KPHP Model, Dirjen Baplan MoF, Jakarta
Tanggal 8 January 2009 19 February 2009 11-15 March 2009 25 March 2009 6 April 2009 7 May 2009 18 May 2009 27-28 June 2009 24-30 July 2009 1 Agustus 2009
Sumber: Data Diolah, Summary of Result And Achievements MRPP, October 2011 Dari kegiatan tersebut informasi REDD, MRPP dan perubahan iklim disampaikan dan disebarluaskan. Berbagai produk Lesson Learned yang telah diproduksi dari awal proyek seperti buku, brosur, majalah dan hasil dokumentasi lainnya telah disebar agar menambah wawasan dan pemahaman secara khusus mengenai proyek MRPP dan secara umum mengenai REDD. Publikasi informasi juga dilakukan oleh MRPP dan pemerintah melalui situs http://forclime.org/merang/hutan-gambut-merang.html dan www.merangredd.org. Permasalahan yang ditemui oleh pihak MRPP adalah informasi yang disebarluaskan melalui serangkaian kegiatan dan sarana informasi yang tersedia tidak secara signifikan membawa isu REDD dan proyek MRPP sampai kepada masyarakat luas. Contoh situs http://forclime.org/merang/hutan-gambutmerang.html pada tahun 2009 jumlah rata-rata pengunjung hanya mencapai 30an dengan tingkat pengunjung perhari 1 (satu) orang. Minimnya sarana informasi tidak mampu membawa isu REDD khususnya proyek MRPP sehingga cukup menghambat informasi sampai ke masyarakat luas. Dan sampai pada awal tahun 2011 MRPP belum mampu menjaring investor untuk bekerjasama dalam perdagangan karbon. 4. Terjadi Banjir Di Lokasi Persemaian/Penanaman Bibit Pohon. Pada areal tempat penanaman didalam hutan terjadi banjir diareal tersebut. Banjir yang mengenangi sebagian areal pembesaran bibit cukup menggangu proses pertumbuhan bibit. Ada cukup banyak bibit pohon yang rusak bahkan mati karena rendaman air. Proses penanaman dan pemupukanpun mengalami hambatan karena banjir yang mengenangi areal cukup tinggi, areal tanaman di KM 4 Sungai Tembesu Daro, juga mengalami banjir dengan tinggi maksimal 50 cm sehingga tanaman hampir seluruhnya tergenang. Mengingat kondisi banjir tersebut maka kegiatan pemeliharaan tanaman berupa 594
Hambatan Merang Redd Pilot Project Merang Kepayang Sumsel (Janter)
pemupukan tidak bisa dilakukan, dan hanya dilakukan pemantauan prosentase hidup tanaman dengan mengambil sample sebanyak 10 jalur tanaman. Luas Tanaman Jarak Tanam Tanggal Tanam Jenis Tanggal Pemantauan Jalur Pengamatan Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur 7 Jalur 8 Jalur 9 Jalur 10 Jumlah
Tabel 4.2 Data Hasil Pemantauan Tanaman 0,75 Ha (300 Batang) 5 X 5 Meter 30 Desember 2009 Jelutung 24 Februari 2010 Hidup Mati Jumlah 20 2 22 21 0 21 11 0 11 11 10 21 14 8 22 17 5 22 18 2 20 19 3 22 20 2 22 21 1 22 172 33 205
Keterangan Terendam Air Terendam Air Terendam Air Terendam Air Terendam Air Terendam Air Terendam Air Terendam Air
Hambatan Eksternal Sumber :MRPP April 2010. Hambatan Eksternal 1. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) KPHP Lalan Masih Terbatas KPHP Model lalan yang telah dibentuk dan disetujui oleh pemerintah pusat oleh Menteri Kehutanan, melalui SK.789/Menhut/-II/2009/Tgl 7 Desember 2009 menetapkan KPHP Model Lalan seluas 265.953 ha dan telah secara resmi dideklarasikan di Bali, belum sepenuhnya didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadahi. Sebagai pelaksana tugas pengelolaan hutan ditingkat bawah (Tapak) Pemerintah Kabupaten dalam hal ini Dinas Kehutanan Musi Banyuasin dan KMPH MRPP (masyarakat) belum sepenuhnya memahami tupoksi dan implementasi KPH. Selain itu Dinas Kehutanan yang mebawahi KPHP lalan belum memiliki pengalaman pengelolaan hutan pada tingkat bawah (tapak). Hal tersebut terkait erat karena sistem pengelolaan hutan di Indonesia hanya sebatas administratif dan perijinan belum secara keseluruhan sampai pada pengelolaan ditingkat tapak. Belum cukupnya pemahaman yang jelas terhadap tujuan, manfaat, dan dampak dari keberadaan lembaga KPHP ini baik secara teknis, ekonomis, maupun politis. Sosialisasi yang diberikan Pemerintah Pusat masih sangat terbatas dalam memberikan pemahaman agar diperoleh kesamaan pandangan dan tindak lanjut baik di tingkat pelaksana maupun tingkat pengambil dan penentu kebijakan. (Http://forclime.org/merang/76-stefinal).
595
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 587 - 602
Upaya Merang REDD Pilot Project Menanggulangi Hambatan Proyek 1. Upaya Internal a. Penguatan SDM (Sumber Daya Manusia) Menanggapi bahwa setelah dilakukan pendampingan pemahaman sebagian besar anggota KMPH masih relative rendah. MRPP dan pihak terkait mengupayakan komunikasi yang lebih intensif melalui pendampingan dan memonitoring kelompok KMPH MRPP secara berkala setiap bulan dengan waktu yang masih tersisa selama proyek berlangsung. Hal ini dilakukan agar kemampuan pemahaman anggota KMPH terus bertambah sehingga akan meningkatkan sumber daya manusia kelompok. Karena bagaimanapun setiap kebijakan tidak dapat berjalan maksimal tanpa adanya dukungan sumber daya yang memadahi. Penguatan kapasitas anggota KMPH menjadi sangat penting mengingat KMPH sebagai implementor kebijakan program KMPH. Kebijakan program MRPP sangat bergantung pada para implementor. Implementor yang kurang memahami maksud dan tujuan program akan menghambat pelaksanaan program. Selain itu MRPP-GTZ, Pemerintah Provinsi Sumsel, Kabupaten MUBA dan LSM berupaya terus membangun komunikasi yang lebih intensif kepada para anggota KMPH. Perlu adanya komunikasi yang baik dan berkelanjutan antar berbagai pihak yang terlibat agar menghindari adanya distorsi program. Ini menjadi penting karena semakin tinggi tingkat pengetahuan kelompok sasaran atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan program dan kebijakan dalam ranah yang sesungguhnya. MRPP dan pihak terkait tidak hanya berupaya melakukan penguatan daya tanggap annggota KMPH mengenai program dan kebijakan yang harus dijalankan. Lebih dari itu MRPP berupaya meningkatkan kreatifitas kelompok sasaran. Maka Inovasi teknologi pengelolaan agribisnis juga dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPT.P) Sumatera Selatan agar menambah wawasan dan daya inovatif masyarakat. b. Melakukan Kerjasama Dengan Media Televisi Internasional Menindak lanjuti belum maksimalnya penyampaian informasi mengenai REDD, MRPP dan isu penting lainnya terkait perubahan iklim. MRPP bersama pemerintah melihat bahwa diperlukannya penguatan sumber daya berupa sarana dan prasarana untuk menunjang tujuan dan target yang ingin dicapai. Maka diperlukannya sumber daya berupa sarana / alat (media informasi) untuk mengakomodir setiap informasi amupun isu yang berkembang. Pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan proyek MRPP membutuhkan adanya keterlibatan aktor luar untuk menambah sumber daya agar tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
596
Hambatan Merang Redd Pilot Project Merang Kepayang Sumsel (Janter)
MRPP dan pihak yang terlibat menyadari bahwa cukup sulit untuk mebawa berbagai pengalaman dan informasi proyek tanpa adanya infrastruktur yang menunjang. Karena implementasi tidak hanya melibatkan perilakuperilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, tetapi juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, sosial dapat langsung yang atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan akhirnya berdampak pada yang diharapkan (intended) maupun tidak diharapkan (unintended) dari suatu program”. Oleh karena itu pihak MRPP merasa perlu untuk memanfaatkan potensi-potensi sumber daya yang berasal dari luar kelompok yang terlibat untuk menanggulangi hambatan yang ada. Pada Februari 2010 MRPP bekerjasama dengan DWTV, TV Internasional Jerman. (http://forclime.org/merang/MRPP-booklet-3a). DWTV Jerman telah medokumentasikan kegiatan-kegiatan MRPP dan mempublikasikannya secara global. Upaya publikasi yang dilakukan oleh MRPP dan DWTV pada tingkat internasional berdampak positif dimana hasil publikasi tersebut telah membawa informasi, pengalaman dan pengetahuan proyek sampai kepada masyarakat khususnya calon investor jauh sebelum dilakukannya kerjasama.
July 2010 Juny 2010 May 2010
2030 1184 1092
Tabel 4.3 Data Pengunjung Situs MRPP Summary by Month Daily Avg Monthly Totals Page Visit Visit Files Sites KByets Pages s s s 843 319 98 1044 5376701 2564 8319 567 168 36 677 3151302 1089 5061 423 79 28 368 1966016 873 2459
April 2010
506
377
74
22
232
354266
677
2223
11329
15196
March 2010
610
355
77
16
121
346981
497
2409
11020
18917
7
3
2
2
36
1137
56
75
94
197
5
3
2
1
39
1156
54
66
99
179
5
2
1
1
39
903
46
61
79
164
5
3
1
1
39
1358
42
54
103
179
3
1
1
1
33
613
31
32
56
115
4
2
1
1
32
889
39
40
69
145
4
2
1
1
37
1031
43
45
76
148
1120235 3
6011
20844
74971
157447
Month
February 2010 January 2010 December 2009 November 2009 October 2009 September 2009 Augustus 2009 Totals
Hits
Files
Hits
21920 17812 13114
52804 35541 33862
Sumber: Profil Proyek Merang REDD Pilot Project (MRPP) Saving the last peat land forest of Southern Sumatra. Hlm 33. 597
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 587 - 602
Situs MRPP telah diakses oleh pengunjung dari seluruh dunia. Pengunjung tertinggi dari Indonesia dengan 40%, Jerman 23% dan United Kingdom 13 %. Sedangkan dari Ethopia tercatat 2% dari pengunjung. Adapun jumlah hits terhadap situs adalah 157.477 hits seperti terlihat di tabel di bawah. Terlihat dari tabel dibawah, ada kenaikan drastis sejak situs secara resmi di umumkan pada bulan Maret 2010. Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa ada perubahan sebelum dilakukannya kerjasama pada bulan Agustus 2009 s/d Januari 2010 dan setelah dilakukannya kerjasama pada Pebruari 2010 s/d Juli 2010. Adanya sarana publikasi informasi yang kuat sehingga informasi dapat lebih dijangkau oleh masyarakat. Bahkan Pada tingkat internasional selain DWTV, Denmark TV dan Al - Jazeera TV juga turut berpartisipasi dalam publikasi program terkait membangun kesadaran seluruh element masyarakat terhadap isu lingkungan. (MRPP, 2011:41). Perluasan informasi telah membangun citra MRPP pada tingkat nasional dan internasional. Pada tingkat Nasional MRPP berhasil membangun kerjasama strategis dengan para pemangku kepentingan diantarnya Dinas Kehutanan, DKN , Satgas REDD , Bappenas dan UN - REDD Indonesia. Dan pada tingkat internasional MRPP berhasil membangun kepercayaan organisasi internasional seperti Zoological Society of London terkait penukaran informasi dan data. The UNEP Risoe Pusat Energi , Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan ( URC ) yang mendukung United Nations Environment Programme ( UNEP ) adalah salah satu organisasi internasional yang tertarik untuk belajar pada pengalaman MRPP. UNEP dan URC , bekerjasama dengan program UN - REDD , yang bersama-sama melakukan penelitian tentang " Proyek-proyek hutan kecil dan menengah kedalam strategi pengembangan REDD+ nasional dan implementasinya" . Dari beberapa proyek yang dinilai , MRPP dipilih untuk pencapaiannya. c. Melakukan Penyulaman Terkait upaya penanganan bibit pohon yang mati akibat banjir diareal lokasi penanaman maka pihak MRPP melakukan penenaman ulang dengan jenis yang lebih tahan terhadap kondisi cuaca ekstrim (Punak dan Uya‐uya). Penanaman dilakukan pada akhir bulan pebruari 2010 untuk daerah yang tidak mengalami kerusakan parah. Untuk daerah yang mengalami kerusakan parah maka diputuskan untuk menghentikan penanaman bibit pohon hingga musim penghujan berakhir yaitu sekitar akhir April 2010. Bibit pohon diputuskan untuk ditanam ketika ketinggian bibit lebih dari 50cm agar ketika terjadi banjir tidak menutup keseluruhan bibit pohon yang dapat mengakibatkan bibit pohon menjadi busuk dan mati.
598
Hambatan Merang Redd Pilot Project Merang Kepayang Sumsel (Janter)
2. Upaya Eksternal a. Penguatan SDM KPHP lalan Melalui Studi Banding Adanya kendala terkait masih terbatasnya SDM KPHP Lalan menjadi perhatian serius oleh pemerintah, MRPP dan pihak terkait karena tanpa tersedianya SDM sebagai pelaksana KPHP Lalan akan menghambat proses persiapan menuju implementasi REDD+ pada tahun 2012 dan pengelolaan hutan pada tingkat tapak. MRPP menyadari bahwa perlu adanya keterlibatan pihak lain diluar badan-badan administratif yang bertanggung jawab. Pemanfaatan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, sosial yang ada diwujudkan oleh MRPP melalui kerjasama dengan berbagai pihak untuk mengatasi hambatan proyek. Maka Pada tanggal 17-22 Mei 2010 MRPP yang diwakili oleh Tenaga Ahli untuk Pembangunan KPHP dari MRPP GTZ, Mohammad Sidiq, mendampingi para Pemangku kepentingan KPHP Lalan, yang meliputi Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin, KPHP Lalan, Bappeda dan Penanaman Modal Kabupaten Musi Banyuasin, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, perwakilan dari Kepala Desa yang berada di wilayah KPHP Lalan dan beberapa perwakilan lainnya melakukan studi banding ke Perum Perhutani Unit II Jawa Timur (KPH Banyuwangi Utara) dan Bali. Dari studi banding ini telah dipelajari konteks pengelolaan hutan melalui KPH pada prototipe pengelolaan hutan yang dikembangkan di Pulau Jawa (Perum Perhutani) maupun di luar Jawa (UPT KPH). Untuk kasus di luar Jawa, studi banding ini mempelajari pengalaman UPT KPH di Bali khususnya pada aspek penguatan organisasi dan kewenangan UPT KPH. Di tingkat Internasional MRPP sedapat mungkin melibatkan unsur pemerintahan baik Kabupaten, Provinsi dan Pusat. Kepala Dinas Kehutanan MUBA pernah mengikuti orientasi di Jerman dan Konferensi Karbon di Singapura atas kerjasama MRPP dan Forclime. MRPP juga mengirim beberapa perwakilan pemerintah untuk melakukan Study Tour tentang pengelolaan KPH di Jerman. Yang terdiri dari 4 orang dari tingkat pembuat kebijakan pada Kementerian maupun daerah dan 12 orang dari tingkat pelaksana yaitu para Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) atau kandidatnya, pada tanggal 6 Desember 2011. Para perwakilan Pemerintah akan berada di Jerman sampai dengan tanggal 11 Desember 2011. (http://forclime.wordpress.com/2011/12/16/studi-tur-stakeholderspembangunan-kph-ke-jerman/). Study Tour diutamakan pada isu-isu terkait kebijakan dan politik kehutanan yang telah ditempuh oleh Negara Bagian Hessen.
599
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 587 - 602
Kesimpulan Proyek Merang REDD Pilot Project (MRPP) merupakan kerjasama antara pemerintah federal Jerman dan Indonesia dalam memitigasi pemanasan global melalui skema REDD di Hutan Rawa Gambut Merang – Kepayang (HRGMK), Sumatera Selatan pada tahun 2008 – 2011. Yang bertujuan melakukan persiapan implementasi REDD+ pada tahun 2012 melalui rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang yang mengalami kerusakan sebesar 24.000 ha. Dalam proses implementasi proyek ditemui berbagai hambatan diantaranya kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota KMPH dalam mengelola dan mengembangkan usaha tani ternak meraka, sulitnya anggota KMPH memasarkan hasil budidaya ternak, minimnya sarana penyebarluasan informasi proyek MRPP sehingga informasi dan pengalaman proyek , terjadi banjir di lokasi persemaian / penanaman bibit pohon., kualitas sumber daya manusia (SDM) KPHP lalan masih terbatas. Maka untuk menjamin bahwa setiap kebijakan/rencana yang telah disusun sejak awal program tetap dapat berjalan, MRPP bersama Pemerintah Daerah MUBA dan seluruh stakeholder yang terlibat mengupayakan perbaikan. Upaya tersebut diwujudkan melalui penguatan Sumber Daya Manusia (SDM), menjalin kerjasama pada tingkat internasional dengan media televisi (TV) Jerman untuk penyebarluasan informasi proyek, penyulaman bibit pohon yang rusak akibat banjir yang terjadi dilahan persemaian, dan study banding untuk penguatan kapasiatas sumber daya manusia kepada Dinas Kehutanan MUBA dan Masyarrakat (KMPH) sebagai operator KPHP lalan. Referensi : Buku: Dwiyanto Indiahono, Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis”, 2009, Yogyakarta, Gava Media, hlm. 17. Joko Widodo, Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik., 2006, Jawa Timur, Bayu Media Publishing, hlm. 87 Murdiyarso Daniel, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim, Jakarta, PT. Kompas Media Nusantar, 2003, hlm. 23. Rian Nugroho D, Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang, 2006, Jakarta, Alex Media Komputindo, hal 90-92. T. May Rudy, Hubungan Internasional Kontemporer & Masalah-Masalah Global, Bandung, PT..Refika Aditama, 2003, hlm. 59 Wayne Parsons, Public Policy: Pengantar Teori dan Praktek dalam Analisis Kebijakan, 2001, Jakarta, Kencana, hlm. 446. 600
Hambatan Merang Redd Pilot Project Merang Kepayang Sumsel (Janter)
Internet/Jurnal: Apriwan, 2012, “Jurnal Hubungan Internasional; Tinjauan Intermestik Dalam Mekanisme Perubahan Iklim Global (REDD. UNFCCC): Persfektif Indonesia”, Vol. 5, No 2, Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, hlm 248. Fasilitasi Penyusunan dan Pengesahan Peraturan Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Tentang Pembentukan Organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (kphp) Kabupaten Musi Banyuasin dan Peraturan Bupati Musi Banyuasin Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Kabupaten Musi Banyuasin, dalam Http://forclime.org/merang/76-ste-final.pdf Hutan , dalam http://www.forclime.org/index.php/in/latar-belakang/hutan , diakses pada 9 Desember 2012 pukul 20:00. Laporan Akhir Dukungan Teknis Pengembangan Alternative Peningkatan Pendapatan Kelompok Masyarakat Peduli Hutan (KMPH) pada Desadesa di Kelompok Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang dan sekitarnya.” http://forclime.org/merang. diakses tanggal 18 Juni 2013 pukul 21.00. Merang REDD Pilot Project (MRPP) Saving the last peatland forest of Southern Sumatra, Profil Proyek Lokasi Proyek: Indonesia / Provinsi Sumatra Selatan / Kab. Musi Banyuasin / Merang , dalam http://forclime.org/merang/mrpp-booklet-3a.pdf , diakses tanggal 18 Juni 2013 pukul 21.00. Merang REDD Pilot Project South Sumatera HRGMK Masa lalu – Masa kini – Masa depan , dalam (https://www.google.com/url?q=http://forclime.org/merang/02_STE_FIN AL.pdf&sa=U&ei=U0fQUI-bLsbTmA X6zoHACg &ved=0CBgQFjAIOB4&client=internal-uds-cse&usg=AFQjCNHD5 hsbfQ9IqGTN 8xeGXapFzj Nh6Q.Pdf. Merang REDD Pilot Project (MRPP), “Summary of Result and Achievements Merang REDD Pilot Project.” . Palembang. 2011. Hlm 41. Panduan Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat di Areal MRPP Kabupaten Musi Banyuasin dalam http://forclime.org/merang/18-TA-FINAL.pdf Potret keadaan Hutan Indonesia Periode tahun 2000-2009, Forest Watch Indonesia (FWI), dalam http://fwi.or.id/wp601
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 3, 2015: 587 - 602
content/uploads/2013/02/PHKI_2000-2009_FWI_low-res.pdf , diakses pada 27 Maret 2013 pukul 21:00. Studi Pendahuluan atas Kebijakan Pengaman (Safeguards) Donor-Donor Bilateral untuk Program REDD di Indonesia , dalam http://www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/BAngelsen0102.pdf. , diakses pada 23 Januari 2013. Studi
Tur Stakeholders Pembangunan KPH Ke Jerman , dalam http://forclime.wordpress.com/2011/12/16/studi-tur-stakeholderspembangunan-kph-ke-jerman/ , diakses tanggal 23 Agustus 2014 pukul 20.00
Tehnik Pendugan Cadangan Karbon Hutan , MERANG REDD PILOT PROJECT – GERMAN INTERNATIONALCOOPERATION , dalam http://forclime.org/merang/Tehnik%20Pendugaan%20Cadangan%20Kar bon%20Hutan.pdf , diakses tanggal 18 Juni 2013 Pukul 21.00
602