Final Report Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang Kab. Muba Sumatera Selatan

Biodiversity and Climate Change Project (BIOCLIME)

Final Report Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang Kab. Muba Sumatera Selatan (Design of participatory water management on degraded peatland) Rujito A.S, Iskhaq Iskandar, Sabaruddin, Robiyanto, H.S, M. Sidiq dan Berthold Haasler

Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang | i

Kata Pengantar Penyusunan Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang dilaksanakan sesuai Kontrak dengan Project SFF-Land and Forest Fire Processing No: 11.3507.8-022.00 antara GIZ Indonesia dengan Tim Ahli dari Universitas Sriwijaya bulan September 2016. Kegiatan ini mencakup penyusunan rancangan implementasi model tata kelola air di KHG Merang Kepayang pada lahan gambut bekas kebakaran di Sungai Nuaran Hutan Desa Kepayang. Dalam pelaksanaannya model tata air ini dibuat dengan pendekatan pelibatan masyarakat sebagai subyek dalam proses pemelihraan canal blocking untuk kegiatan budidaya. Selain model canal blocking, kegiatan ini juga mendesain konsep tata kelola untuk KHG Merang Kepayang; dan mengidentifikasi basis data dan letak data untuk system akses data. Kami menyampaikan terima kasih kepada GIZ BIOCLIME yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk melakukan kegiatan ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada para pihak yang telah membantu pelaksanaan studi ini antara lain KPHP Lalan Mendis, LPHD Kepayang, PT. GAL, TRGD Sumsel, Forum DAS, HaKI, dan OPD terkait lainnya yang telah memberikan masukan berharga pada tahapan Focus Group Discusion (FGD) di Hotel Santika Palembang pada tanggal 30 November 2016, dan pada ekspose di dalam forum TRGD Sumsel pada tanggal 1 Desember 2016 di Ruang Pertemuan Bappeda Sumatera Selatan. Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan sehingga masukan para pihak yang terkait sangat diharapkan. Besar harapan kami laporan ini dapat diterapkan untuk kegiatan restorasi gambut sesuai yang diharapkan. Pendapat, pandangan dan rekomendasi yang disampaikan pada laporan ini adalah pendapat, pandangan dan rekomendasi dari penulis dan tidak mencerminkan pendapat resmi dari BMUB dan/atau GIZ. Palembang, Maret 2017 Tim Penyusun

Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 Design of Participatory Water Management Concept and Implementation for the Area of Merang–Kepayang in Musi Banyuasin District South Sumatera

Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang | ii

Executive Summary Peatlands are unique but vulnerable wetland ecosystems. They are unique because they are multifaceted and have distinct characteristics from mineral soils. Unfortunately, peatlands continuously experience both ecological and more importantly anthtopogenic pressures, such as land conversion, canalization which drains the peat, and land occupation. Peatland in South Sumatra Province covers about 1.26 million ha or about 15.46 % total area of this province. The peatland in South Sumatra Province is mainly distributed across 3 districts, ie. Musi Banyuasin District (±250,000 ha, Banyuasin District (±200,000 ha), Muara Enim (±45,000 ha), and Ogan Komering Ilir District (±500,000 ha). The uses of peatland for agricultural purposes in South Sumatra challenge several important issues, one of which is peat fires. Due to the complexity of the underlying causes of fires, the solution should be comprehensive and multifaceted, taking into account not only the eco-hydrological uniqueness of the peat but also the socio-culture of local people. KHG Merang-Kepayang is the largest and remnant peatland hydrological unit in South Sumatra Province. It covers around 150,000 ha, stretching from 1°45’-2°03’ S to 103°51’–104°17’ E. This area is administratively located in Muara Merang Village and Kepayang Village of Musi Banyuasin District. In spite of the important roles of this area as a home for various endemic flora and fauna, it is continuously degrading as a result of fires, logging (legal and illegal), canalization, and land conversion. Current report presents recent condition of both peatland and hydrological condition at KHG Merang Kepayang as a reference to design a canal block and hydrological management. The Peat along the Nuaran River was characterized by differences in peat depth ranging from 75 to 330 cm and by differences in horizontal and vertical humification levels ranging from fibric to sapric. Unfortunately, driven by severe dry condition in 2015 this region went into flame. The fires not only burnt peat at the surface but also smouldered under the surface. The surface fires were indicated by the charcoal abundance at peat surface and by the root outcrops. While the smouldering combustion was indicated by the charcoal abundance at the depth of >150 cm. Restoration action has actually been conducted by replanting the area with local tre species, for example jack fruit (Artocarpus heterophyllus), areca nut (Areca catechu), breadfruit (Artocarpus altilis) at the edge of Hutan Desa Pal 14. Nevertheless, these efforts were not supported by rewetting the area. In stead of directly planting, the revegation action at the KHG Merang Kepayang should implement 2 steps as follow: (1) Zoning the KHG Merang-Kepayang into 2 distinct main zones, i.e. Productive Zone and Coservation Zone. The zoning should refer to the ecological characteristics of the landscape, degradation level, and the extent of rewetting effect as a result of canal blocking; and (2) Tree species and crop selection for both zones. The selection should refer to the suitability and adaptability of the tree and crop. In addition, it is also important to grasp the aspiration of local people. Based on the results above, it is recommended as follow: (1) It very crucial to establish official boundary of the Hutan Desa Kepayang. (2) Three canal blocks are built at the Nuaran River because this river is natural boundary between the KHG Merang-Kepayang and the Hutan Desa Kepayang. In addition, it will give the local people opportunities to productively manage some parts of the area.


Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang | iii

(3) The first canal block is located at the upper part of the the Nuaran River (02° 0′ 46.186″ LS, 104° 15′ 15.229″ BT). The second canal is at the middle of the Nuaran River (02° 1′ 6.241″ LS, 104° 15′ 2.919″ BT). The third canal is at the lower part of the Nuaran River (02° 1′ 31.694″ LS, 104° 14′ 31.865″ BT). Building the canal at different altitude will enable to control water level more effectively. (4) The canal block at the the upper part of the the Nuaran River is a permanent canal; while the other two should allow small boats (perahu) of local community to pass through. (5) The construction of the canal block should be carried out in collaboration with the local community. It will give the following benefits: (a) Strengthening active participation of local community, and (b) Building a sense of belonging among local community, which then will enhance effort to maintain the canal block as their important asset. Prior to canal block construction, it is also important to carry out the following activies (a) Socializing the plan among local people and other relevant stakeholders, and (b) Developing the cooperation scheme with local community and other stakeholders. (6) In order to help out future maintenance, the canal block construction must use locally available materials, such as peat and gelam (Meialeuca leucadendra L.) poles. (7) After canal block construction, it is very crucial to carry out a landscape planning and zoning. Zoning the KHG Merang-Kepayang into 2 distinct main zones, i.e. Productive Zone and Coservation Zone, should refer to the following factors: (a) Ecological characteristics of the landscape, (b) Degradation level, and (c) Extent of rewetting effect as a result of canal blocking. (8) The productive zones are used for agricultural purposes, either seasonal crops, such as paddy or perennial crops including tree species or combination of the two. On the other hand the conservation zones are planted with tree species only. Prior to planting, it is very important to select suitable seasonal crops and perennial crops. The selection must refer to the following factors: (a) Suitability of crops to the land suitability class (peat humification level, nutrient availability, water level), (b) Adaptability of crops, and (c) It is also important to grasp the aspiration of local community. (9) In particular, it is also recommended to develop paddy fields (sawah) in between of the middle canal block and the lower canal block.


Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang | iv

Ringkasan Eksekutif Lahan gambut merupakan ekosistem lahan basah yang kompleks dan berbeda dengan ekosistem tanah mineral. Patut disayangkan bahwa lahan gambut terus menghadapi tekanan ekologis antropogenik terus menerus dalam bentuk konversi lahan, drainase dalam bentuk kanalisasi, dan pemanfaatan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya. Provinsi Sumatera Selatan menempati urutan kedua di Sumatera dalam kepemilikan gambut, yaitu sebesar ±1,26 juta ha atau ±15,46 % dari total luas wilayahnya. Lahan gambut ini tersebar di Kabupaten Musi Banyuasin (±250.000 ha), Kabupaten Banyuasin (±200.000 ha), Kabupaten Muara Enim (±45.000 ha), dan Kabupaten Ogan Komering Ilir (±500.000 ha). Salah satu bentuk tekanan di lahan gambut di Sumatera Selatan adalah kebakaran lahan yang terjadi setiap tahun. Akar persoalan kebakaran lahan gambut adalah berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup dan bersifat multi dimensi. Oleh karena itu, penting untuk merumuskan strategi yang juga bersifat komprehensif dan multi dimensi untuk menyelamatkan masa depan lahan gambut di Sumatera Selatan, yaitu dengan memperhitungkan eko-hidrologi dan juga sosial budaya masyarakat. Merang-Kepayang merupakan satu Kawasan Hidrologi Gambut (KHG) terbesar yang tersisa di Sumatera Selatan, dengan luas sekitar 150.000 ha. Kawasan ini secara administratif terletak di Desa Muara Merang dan Desa Kepayang, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, yang membentang dari 1°45’-2°03’ LS dan 103°51’–104°17’ BT. Secara ekologi KHG Merang-Kepayang merupakan ekosistem yang penting karena merupakan rumah bagi berbagai flora dan fauna endemik. Namun patut disayangkan bahwa kemurahan dan fungsi ekologis KHG Merang-Kepayang telah mengalami degradasi secara drastis. Penyebab utamanya adalah kebakaran, penebangan (legal maupun ilegal), kanalisasi, dan konversi untuk perkebunan atau hutan tanaman industri. Laporan memberikan data terkini terkait karakteristik lahan gambut dan karakteristik muka air pada beberapa lokasi di KHG Merang Kepayang sebagai dasar perencanaan tata kelola hidrologi dan percontohan canal blocking. Kedalaman gambut sepanjang Sungai Nuaran bervariasi mulai 75 sampai 330 cm dengan tingkat kematangan bervariasi baik secara horizontal maupun secara vertical. KHG Merang-Kepayang telah mengalami kebakaran serius pada tahun 2015 yang terjadi tidak hanya di permukaan tetapi juga di bawah permukaan. Adanya jejak kebakaran (burning scars) berupa arang di permukaan gambut dan adanya singkapan akar (roots outcrop) merupakan indikator kuat kawasan ini telah terbakar. Selain itu, ditemukannya arang pada lapisan bawah gambut (kedalaman >150 cm) menunjukkan bahwa kawasan ini juga telah mengalami kebakaran bawah permukaan (underground smouldering). Upaya penanaman kembali dengan berbagai jenis tanaman tahunan, seperti nangka, pinang, sukun, dan petai telah dilakukan di Batas Hutan Desa Pal 14. Namun upaya ini belum diiringi dengan tindakan pembasahan kembali (rewetting). Karena perencanaan tatakelola hidrologi KHG Merang-Kepayang tidak hanya bertumpu pada karakteristik ekologis kawasan tetapi perlu dan harus juga mempertimbangkan aspek sosial dan peran masyarakat, maka 2 langkah utama yang perlu dilakukan adalah: (1) Zonasi kawasan restorasi KHG Merang Kepayang menjadi 2 zona utama, yaitu Zona Produktif dan Zona Konservasi. Zonasi dilakukan berdasarkan karakteristik ekologi kawasan, tingkat kerusakan/degradasi, dan dampak pembasahan karena ada sekat kanal; dan (2) Pemilihan jenis tanaman untuk kedua zona di atas. Tanaman semusim untuk zona produktif dan jenis tanaman pohon untuk zona konservasi. Jenis tanaman dipilih berdasarkan kesesuaian dan kemampuan adaptasi pada kondisi berair, dan juga aspirasi masyarakat.


Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang | v

Untuk itu disusun rekomendasi sebagai berikut: (1) Perlu dilakukan tata batas Hutan Desa Kepayang. (2) Sebanyak 3 canal block direncanakan di Sungai Nuaran yang merupakan anak Sungai Kepayang dan merupakan batas alami antara KHG Merang-Kepayang dan Hutan Desa Kepayang. Hampir di sepanjang sungai ini terdapat lahan hutan milik Desa Kepayang yang dapat dikelola oleh warga desa untuk usahatani. (3) Lokasi canal blocking direncanakan di 3 (tiga) titik yang tersebar di Sungai Nuaran, yaitu 1 unit di hulu Sungai Nuaran (02° 0′ 46.186″ LS, 104° 15′ 15.229″ BT), 1 unit di bagian tengah (02° 1′ 6.241″ LS, 104° 15′ 2.919″ BT), dan 1 unit lagi di dekat muara Sungai Nuaran (02° 1′ 31.694″ LS, 104° 14′ 31.865″ BT). Diharapkan dengan membuat bendungan secara bertingkat dengan jarak yang tidak begitu jauh, pengendalian muka air menjadi lebih efektif. (4) Canal block di daerah hulu merupakan bendungan permanen, sedangkan canal block di bagian tengah dan di muara sungai Nuaran merupakan bendungan yang masih memungkinkan dilalui oleh perahu penduduk. (5) Pembuatan canal block perlu dan harus melibatkan masyarakat setempat. Langkah ini penting Karena (a) Merupakan bagian dari upaya membangun partisipasi aktif masyarakat, dan (b) Menumbuhkan rasa memiliki di tengah masyarakat sehingga lebih lanjut menumbuhkan upaya untuk memeliharanya sebagai aset desa. Sebelum pelaksanaan pembangunan canal block, penting dilakukan langkah berikut: (a) Sosialisasi rencana kepada masyarakat local dan para pihak terkait, dan (b) Merencanakan dan mengembangkan pola/skema kerjasama antara masyarakat local dan para pihak terkait. (6) Material yang digunakan dalam pembangunan canal block adalah material yang tersedia di sekitar lokasi, seperti gambut itu sendiri dan kayu gelam (Meialeuca leucadendra L.). Langkah ini penting untuk mempermudah pemeliharaan di kemudian hari. (7) Pasca pembangunan canal block, penting dilakukan perencanaan dan zonasi berbasis lansekap (kawasan). Zonasi kawasan restorasi KHG Merang Kepayang menjadi 2 zona utama, yaitu Zona Produktif dan Zona Konservasi, dilakukan dengan memperhatikan faktor berikut: (a) Karakteristik ekologi kawasan, (b) Tingkat kerusakan/degradasi, dan (c) Dampak pembasahan karena ada sekat kanal. (8) Zona produktif diperuntukan untuk budidaya tanaman semusim, tanaman tahunan, dan/atau kombinasi keduanya. Namun zona konservasi diperuntukan hanya untuk tanaman kehutanan. Zonasi harus juga diikuti dengan langkah seleksi jenis tanaman dengan mengacu kepada faktor berikut: (a) Kesesuaian tanaman dengan kelas kesesuaian lahan (tingkat kematangan gambut, ketersediaan unsur hara, tinggi muka air tanah), (b) Adaptabilitas tanaman, dan (c) Penting juga untuk menyerap aspirasi masyarakat. (9) Di bagian tengah direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai areal produktif untuk budidaya padi.


Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang | vi

Singkatan/Akronim

BIOCLIME BRG CBFM GAL HHBK KK KPHL KPHP KTH TRGD

Biodiversity and Climate Change Project Proyek Biodiversitas dan Perubahan Iklim Badan Restorasi Gambut Community Based Forest Management Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Global Alam Lestari Non-Timber Forest Products Hasil Hutan Bukan Kayu Househould Kepala Keluarga Protection Forest Management Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Production Forest Management Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Forest Farmer Group Kelompok Tani Hutan Tim Restorasi Gambut Daerah


Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang | vii

Daftar Isi Kata Pengantar .................................................................................................................................................................. i Executive Summary ........................................................................................................................................................ ii Ringkasan Eksekutif .....................................................................................................................................................iv Singkatan/Akronim ........................................................................................................................................................vi Daftar Isi ........................................................................................................................................................................... vii Daftar Tabel.................................................................................................................................................................... viii Daftar Gambar .................................................................................................................................................................ix 1. PENDAHULUAN ........................................................................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................................................................................. 1 1.2. Tujuan ..................................................................................................................................................................... 6 2. METODOLOGI ................................................................................................................................................................ 7 2.1. Kerangka Pendekatan.................................................................................................................................... 7 2.2. Pengumpulan Data .......................................................................................................................................... 8 2.3. Pengamatan Lapangan ................................................................................................................................. 9 2.4. Analisis dan Penyusunan Desain Tata Kelola ................................................................................. 9 3. HASIL PENGAMATAN LAPANGAN ................................................................................................................... 10 3.1. Kondisi Umum KHG Merang Kepayang ............................................................................................. 10 3.2. Pemotretan Areal Petak Percontohan dengan Drone............................................................... 11 3.3. Penelusuran (Tracking) Jaringan Sungai ........................................................................................ 11 3.4. Pengamatan Karakteristik Gambut Pasca Terbakar 2015..................................................... 13 4. DESAIN TATA KELOLA AIR DI KHG MERANG KEPAYANG.................................................................. 17 4.1. Desain Implementasi Tata Kelola Air dengan Canal Blocking ........................................... 17 4.2. Referensi Desain Canal Blocking ........................................................................................................ 18 4.3. Pelaksanaan Canal Blocking.................................................................................................................. 21 4.4. Desain Konsep Tata Kelola Air di KHG Merang Kepayang .................................................... 21 5. BASIS DATA HIDROLOGI GAMBUT ................................................................................................................. 23 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................................................................................ 24 6.1. Kesimpulan....................................................................................................................................................... 24 6.2. Rekomendasi Teknis.................................................................................................................................... 24 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................................................... 26


Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang | viii

Daftar Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel

1 Sebaran hotspot dari tahun 2003 sampai 2015 di Provinsi Sumatera Selatan.... 5 2 Karakteristik gambut di KHG Merang Kepayang-Hutan Desa Kepayang .................. 14 3 Profil Sungai Nuaran .............................................................................................................................. 15 4 Database hidrologi gambut Sumatera Selatan dan lokasi penyimpanan data... 23


Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang | ix

Daftar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar

1 Peta Sebaran Lahan Gambut Sumatera Selatan dan lokasi kegiatan............. 2 2 Sebaran spasial kebakaran lahan Sumatera Selatan tahun 2015 .............................. 3 3 Sebaran hotspot 2015 Sumatera Selatan (Terra Aqua MODIS NASA, 2015). .... 4 4 Konsep pendekatan eko-hidrologi (UNESCO 2016)............................................................. 7 5 Bagan alir pelaksanaan kegiatan ................................................................................................. 8 6 Bagan alir pengumpulan data ........................................................................................................ 8 7 Kawasan Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) Merang Kepayang ................................ 10 8 Jejak kebakaran di KHG Merang-Kepayang ................................................................. 12 9 Hasil pemotretan drone Sungai Nuaran Hutan Desa Kepayang ....................... 13 10 Usulan letak model canal blocking bersama masyarakat ....................................... 17 11 Desain tata kelola air model canal blocking bersama masyarakat .................. 18 12 Referensi model canal blocking dari BRG ......................................................................... 19 13 Model jalur peluncur di sisi canal blocking untuk lalu lintas perahu ............. 19 14 Desain teknis canal blocking tutup total........................................................................... 20 15 Desain teknis canal blocking dengan spill way............................................................. 21 16 Desain Konsep Model tata kelola KHG partisipatif berbasis masyarakat. ..... 22


Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang | 1

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut merupakan ekosistem lahan basah yang unik namun rentan. Dikatakan unik karena lahan gambut mempunyai karakteristik yang kompleks sehingga berbeda dengan tipe ekosistem lainnya. Keunikan ini terbentuk karena lahan gambut memiliki karakteristik tata eko-hidrologi sendiri karena mampu menyerap dan menahan air yang tinggi (Minayeva dan Sirin, 2012) sehingga secara ekologis lahan gambut dapat menyediakan jasa ekologis dalam bentuk cadangan air tawar (Runkle dan Kutzbach, 2014); Menyimpan cadangan karbon (C) teresterial dalam jumlah besar dan untuk jangka waktu yang lama (Runkle dan Kutzbach, 2014; Frolking dkk., 2011; Yu dkk., 2011). Kondisi ini tercipta karena pada kondisi alami, lahan gambut selalu atau hampir selalu dalam kondisi tergenang sehingga memperlambat proses dekomposisi gambutnya; Merupakan habitat berbagai jenis flora dan fauna (Minayeva dan Sirin, 2012) sehingga lahan gambut sering disebut ”Island Ecosystem” karena berfungsi sebagai garda terakhir untuk berbagai spesies flora dan fauna yang terancam punah (Runkle dan Kutzbach, 2014); Lahan gambut juga mampu menyediakan kebutuhan sandang maupun pangan bagi masyarakat (Kimmel dan Mander, 2010; Runkle dan Kutzbach, 2014); dan sisi terluar lahan gambut merupakan zona transisi ekologis antara lahan gambut dengan lahan mineral (Howie and Tromp-van Meerveld, 2011). Noor dkk. (2014) menyebutkan bahwa karakterisitik spesifik dari tanah gambut yang membedakan dengan tanah mineral umumnya, antara lain: (1) mudah mengalami kering tak balik (irreversible drying), (2) mudah ambles (subsidence), (3) rendahnya daya dukung (bearing capacity) lahan terhadap tekanan, (4) rendahnya kandungan hara kimia dan kesuburannya (nutrient), dan (5) terbatasnya jumlah mikroorganisme. Di sisi lain, keunikan lahan gambut tersebut juga menempatkan lahan gambut sebagai ekosistem yang rentan. Konversi lahan, drainase dalam bentuk kanalisasi, dan pemanfaatan yang tidak sesuai dengan daya dukung dapat menyebabkan degradasi fungsi ekologis lahan gambut. Karena kesatuan hidrologi alami merupakan faktor pengendali neraca C yang sangat krusial di lahan gambut, maka kanalisasi akan menyebabkan gambut yang semula berada dalam kondisi reduktif akan terpapar dan berada dalam kondisi oksidatif sehingga mengubah fungsi gambut dari penyimpan C menjadi emiter C (Gomeiro dkk., 2010; Maljanen dkk., 2004; Pitkänen dkk., 2013; Biancalani dkk., 2014). Kondisi seperti ini akan menjadi lebih buruk jika kanalisasi tidak terencana dengan baik, misalnya tidak memperhatikan kondisi eko-hidrologi kawasan sehingga terjadi drainase air berlebihan dan menyebabkan kekeringan. Oleh karena itu, penurunan muka air tanah akibat kanalisasi dapat dipastikan akan memicu emisi C dan nitrus oksida (N2O), serta meningkatkan resiko terjadinya kebakaran terutama selama musim kemarau. Ritung et al. (2011) menyebutkan bahwa luas lahan gambut di Indonesia adalah 14.905.574 ha, yang terdiri dari di Pulau Sumatera 6.436.649 ha, Kalimantan 4.778.004 ha, dan Papua 3,69 juta ha. Di Pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Selatan menempati urutan kedua setelah Provinsi Riau dalam hal luasan kepemilikan gambut, yaitu sebesar ±1,26 juta ha atau ±15,46 % dari total luas wilayah Provinsi Sumatera Selatan (Wahyunto dkk., 2006). Kawasan gambut ini tersebar di Kabupaten Musi Banyuasin (±250.000 ha), Kabupaten Banyuasin



(±200.000 ha), Kabupaten Muara Enim (±45.000 ha), dan Kabupaten Ogan Komering Ilir (±500.000 ha) (Gambar 1).

KHG Merang Kepayang

Gambar 1 Peta Sebaran Lahan Gambut Sumatera Selatan dan lokasi kegiatan Kawasan gambut mempunyai fungsi lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan semua mahluk hidup. Sebagian lahan gambut di Provinsi Sumatera masih berupa tutupan hutan dan menjadi habitat bagi berbagai spesies fauna dan tanaman langka. Lebih penting lagi, lahan gambut menyimpan karbon (C) dalam jumlah besar. Gambut juga mempunyai daya menahan air yang tinggi sehingga berfungsi sebagai penyangga hidrologi areal sekelilingnya. Oleh karena itu, konversi lahan gambut akan mengganggu semua fungsi ekosistem lahan gambut tersebut. Untuk menunjang pembangunan berkelanjutan maka pengembangan pertanian pada lahan rawa gambut memiliki 9 isu penting dalam pengelolaan lahan gambut, yaitu (1) Kebakaran dan polusi lintas batas, (2) Sosekbud, (3) Eksploitasi berlebihan lahan gambut dan sumberdaya yang ada di dalamnya (bioregion), (4) Drainase, (5) Kehilangan biodiversitas, (6) Emisi Karbon, (7) Introduksi hama dan penyakit, (8) Kesenjangan pengetahuan terkait manajemen lahan gambut, dan (9) Aturan dan kebijakan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pemanfaatan lahan gambut sampai saat ini diselimuti pro dan kontra antara berbagai pihak. Penyeimbangan konservasi dan kebutuhan pembangunan merupakan langkah yang diperlukan untuk menjamin keberlanjutan baik dari sisi ekologi maupun ekonomi sehingga kehandalan sosial bagi masyarakat dapat tercipta dan berlanjut. Meskipun kajian keberadaan gambut telah banyak dilakukan, namun dinamika dan eskalasi akhir-akhir ini perlu diimbangi dengan kemutakhiran informasi data agar lahan gambut tetap memberikan manfaat baik secara ekologi Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 Design of Participatory Water Management Concept and Implementation for the Area of Merang–Kepayang in Musi Banyuasin District South Sumatera


dan ekonomi, maupun secara sosio-kultur. untuk dilakukan karena dua alasan berikut:

Pemutakhiran ini semakin mendesak

1. Dalam sepuluh tahun terakhir, kesadaran masyarakat akan arti penting lahan gambut mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya perhatian dunia terhadap isu perubahan iklim, dan 2. Menyadari bahwa baik kualitas dan kuantitas lahan gambut di Sumatera Selatan terus mengalami penurunan. Salah satu bentuk tekanan ekologis yang terjadi di lahan gambut adalah kebakaran lahan yang terjadi setiap tahun. Sebagai ilustrasi adalah sebaran titik api, seperti disajikan pada Gambar 1.2. Oleh karena itu, perlu ada langkah strategis untuk melakukan revitalisasi lahan gambut. Langkah strategis ini dapat direncanakan dengan baik jika tersedia data terkait karakteristik ekologis lahan gambut dan data sosio-ekonomi-kultur masyarakatnya. Namun patut disayangkan bahwa kebakaran lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan merupakan fenomena yang terjadi setiap tahun. Data selama 13 tahun terakhir selama periode tahun 2003 sampai 2015 (Tabel 1) menunjukkan telah terjadi kebakaran setiap tahun di Provinsi Sumatera Selatan, dimana pada tahun 2015 adalah peristiwa kebakaran hutan dan lahan bersifat masif. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kebakaran lahan di Sumatera Selatan pada tahun 2015 saja mencakup total areal seluas 736.587 ha. Sekitar 58% (±426.863 ha) merupakan lahan gambut (Gambar 2). Prevalensi kebakaran gambut ini meningkat di musim kemarau, yaitu pada bulan Juli hingga Nopember (Gambar 3).

Gambar 2 Sebaran spasial kebakaran lahan Sumatera Selatan tahun 2015



Gambar 3 Sebaran hotspot 2015 Sumatera Selatan (Terra Aqua MODIS NASA, 2015). Kebakaran lahan gambut tersebut telah menimbulkan banyak kerugian, baik bagi negara maupun bagi masyarakat. Pada tingkat mikro atau individu dan masyarakat, kebakaran dapat menyebabkan penyakit pernafasan. Sementara itu, dalam konteks makro, kebakaran lahan gambut dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK) ke atmosfir, pencemaran lingkungan, dan gangguan lalu lintas. Secara umum dampak kebakaran lahan gambut terhadap lingkungan sangat luas, antara lain kerusakan ekologi, penurunan keanekaragaman sumber daya hayati dan ekosistemnya, serta penurunan kualitas udara. Dampak kebakaran lahan gambut juga dapat dilihat dari berbagai aspek, baik fisik maupun non fisik, langsung maupun tidak langsung pada berbagai bidang maupun sektor, serta dari skala local hingga global. Jika ditelusuri secara cermat dan mendalam, maka dapat diketahui bahwa akar persoalan kebakaran lahan gambut adalah berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Eksploitasi lingkungan dengan tidak memikirkan daya dukung yang dimiliki menyebabkan terabaikannya keberlanjutan lingkungan. Fenomena ini seharusnya lebih menyadarkan kita untuk mengoreksi pola pikir dan tindakan sosio-ekologis selama ini dengan tetap memperhatikan masa depan sosio-ekologis lahan gambut melalui tindakan di tingkat afektif, kognitif, psikomotorik maupun tindakan yang bersifat teoritis dan praktis. Langkah ini penting karena persoalanpersoalan lingkungan yang muncul merupakan produk interaksi manusia dengan alam/lingkungan.



Tabel 1 Sebaran hotspot dari tahun 2003 sampai 2015 di Provinsi Sumatera Selatan No

Kab/Kota

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Banyuasin Lahat Lubuk Linggau Muara Enim Musi Banyuasin Musi Rawas OKU OKUS OKUT Ogan Ilir OKI Pagar Alam Palembang Prabumulih Empat Lawang PALI Muratara TOTAL

2003 267 104 17 330 483 380 107 99 59 87 387 1 3 10 2.334

2004 722 206 14 289 1.078 452 186 240 135 178 2.100 0 6 13 5.619

2005 140 179 6 298 275 312 148 94 48 105 185 2 2 28 1.822

2006 1.624 478 17 1.196 1.731 1.614 526 316 425 435 8.362 6 17 16 16.763

2007

2008

227 328 27 569 476 561 208 243 120 204 523 1 5 30 3.522

126 150 10 432 326 423 115 62 39 102 377 3 5 28 2.198

Sumber: Satelit Terra Aqua MODIS NASA. * = Data sampai Nopember 2015


2009 372 216 22 534 648 803 187 193 126 215 2.827 4 8 46 6.201

2010 40 56 10 150 139 136 26 33 19 54 103 3 4 25 798

2011 646 184 4 932 1.166 581 214 243 115 267 2.452 6 11 21 6.842

2012 799 208 0 936 1.320 1.105 278 245 154 267 2.761 0 4 0 8.077

2013 57 104 18 252 339 413 81 64 21 74 238 1 0 25 1.662

2014 436 127 7 494 617 317 215 183 57 153 4.229 12 6 25 79 115 162 7.234

2015* 1.404 230 18 809 4.669 647 356 289 254 197 13.256 5 11 20 112 192 553 23.022


Menangani persoalan kebakaran lahan gambut bukanlah sesuatu yang mudah. Hal ini disebabkan karena kebakaran lahan gambut berkaitan dengan banyak dimensi yang meliputi ekonomi, politik, sindikat kejahatan, dan tidak jarang di antaranya melibatkan para birokrat, pengusaha bahkan aparat keamanan. Oleh karena itu, penting untuk merumuskan strategi yang bersifat komprehensif demi menyelamatkan masa depan lingkungan. Untuk itu, perlu dilakukan kaji tindak yang mendalam untuk menjawab dan mencari tindakan konkrit dalam pencegahan kebakaran lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan. Konversi lahan gambut menjadi lahan pertanian dan perkebunan diawali dengan kanalisasi untuk drainase. Langkah ini secara langsung akan mempengaruhi fungsi hidrologi kawasan sehingga gambut menjadi kering terutama di musim kemarau dan sebaliknya meningkatkan resiko terjadinya banjir di musim hujan. Kanalisasi lahan gambut juga dapat menyebabkan kehilangan C baik dalam bentuk CO2 maupun C terlarut bersama aliran air, kehilangan keanekaragaman hayati, kehilangan cadangan air tawar, dan meningkatkan resiko kebakaran (Joosten, 2014; Moore dkk., 2013). Kebakaran lahan gambut yang masif di tahun 2015 menyebabkan Indonesia secara umum dan Provinsi Sumatera Selatan khususnya menghadapi tekanan yang semakin berat dari dunia internasional. Namun, pada saat yang sama, kondisi ini juga menciptakan peluang baru untuk menjelajah solusi dan peluang kerjasama baik nasional maupun internasional. Penerbitan Peraturan Presiden No. 1/2016 tentang Badan Restorasi Gambut dimaksudkan untuk mempercepat upaya pemulihan kawasan dan pengembalian fungsi hidrologis gambut akibat kebakaran hutan dan lahan secara khusus, sistematis, terarah, terpadu dan menyeluruh. Oleh karena itu, perencanaan restorasi juga harus memperhitungkan kompleksitas ekosistem gambut sehingga pendekatan yang dilakukan harus bersifat holistik. Berdasarkan fakta diatas, salah satu yang penting untuk dilakukan adalah mendesain konsep dan implementasi tata kelola air secara partisipatif (bersama para pihak terkait dan masyarakat) di suatu kawasan Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) yang terdegradasi akibat terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut. Sebagai studi kasus dari kegiatan ini adalah KHG Merang Kepayang di sekitar kawasan Hutan Desa Kepayang Kab. Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.

1.2. Tujuan Tujuan utama kegiatan ini adalah: 1. Menyediakan basis data terkait kondisi terkini hidrologi termasuk peta sebaran estimasi tinggi muka air di KHG Merang-Kepayang, 2. Merancang tata kelola air termasuk desain struktur canal block di KHG Merang-Kepayang, dan 3. Kaji terap canal blocking melalui petak contoh tingkat tapak di kawasan gambut terdegradasi.



2. METODOLOGI 2.1. Kerangka Pendekatan Lahan gambut merupakan kesatuan ekosistem yang secara alami diatur oleh interaksi antara tumbuhan, siklus bio-geokimia tanah, dan hidrologi sehingga menjadikan lahan gambut sebagai satu kesatuan sistem eko-hidrologi. Oleh karena itu, secara vertikal, ketebalan gambut merupakan variable eko-hidrologis yang penting karena berkaitan dengan ketergenangan, redoks potensial, dan cadangan C. Faktor yang juga tidak kalah penting adalah heterogenitas horizontal yang memainkan peran penting dalam pergerakan atau aliran air, perpindahan unsur hara dan energi. Eko-hidrologi adalah pendekatan lintas disiplin yang bertujuan untuk mengatasi persoalan lingkungan, seperti perbaikan kerusakan ekosistem dan percepatan pemulihan biodiversitas. Konsep ini merupakan implementasi pemahaman hubungan proses hidrologis dan proses biologis suatu kawasan (Gambar 4).

Gambar 4 Konsep pendekatan eko-hidrologi (UNESCO 2016) Salah satu masalah mendasar yang dihadapi dalam penyelesaian berbagai persoalan di lahan gambut adalah data yang tersedia tidak bisa mengimbangi dinamika yang terjadi. Kegiatan ini ditargetkan untuk dapat memberikan data terkini terkait karakteristik lahan gambut dan karakteristik muka air pada beberapa lokasi di KHG Merang Kepayang sebagai dasar perencanaan tata kelola hidrologi dan percontohan canal blocking. Secara garis besar ada 5 langkah utama dalam kegiatan perencanaan partisipatif tatakelola eko-hidrologi di KHG Merang-Kepayang ini, yaitu: 1. Koleksi data terkait KHG Merang-Kepayang dari berbagai sumber, 2. Perencanaan tatakelola hidrologi gambut di KHG Merang-Kepayang,



3. Perencanaan uji terap tingkat tapak percontohan canal blocking dan titik pantau muka air tanah, 4. Mempersiapkan ekspose dengan pihak pemerintah terkait tatakelola air secara partisipatif sebagai upaya rehabilitasi gambut terdegradasi dan mencegah kebakaran lahan di masa yang akan datang, dan 5. Pelaporan.

Gambar 5 Bagan alir pelaksanaan kegiatan

2.2. Pengumpulan Data Dua jenis data yang dikumpulkan dalam kajian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer utama adalah pengambilan data citra menggunakan drone. Selain itu, data primer diperoleh melalui kegiatan di lapangan. Data sekunder adalah data tentang KHG Merang-Kepayang yang merupakan hasil studi sebelumnya. Sumber data meliputi Bappeda, Dinas Kehutanan), BIOCLIME, BRG, TRG Sumsel, LSM, dan sumber-sumber lainnya.

RAD-GRK

document Project Report

Data Sekunder: 1. Hotspot dan kebakaran lahan di Sumsel 2015, 2. Kondisi KHG MerangKepayang, dan 3. Kegiatan dan hasil kegiatan di KHG MerangKepayang.

Integrasi

Data Primer: 1. Pemotretan dengan drone 2. Jaringan sungai, 3. Jaringan kanal, 4. Ketebalan gambut, 5. Tataguna lahan.

Analisis

Gambar 6 Bagan alir pengumpulan data Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project 2017 Design of Participatory Water Management Concept and Implementation for the Area of Merang–Kepayang in Musi Banyuasin District South Sumatera

Ground Check FGD


2.3. Pengamatan Lapangan Kegiatan survey lapangan dilakukan untuk: 1. Pemotretan area yang akan dijadikan demontrasi plot canal blocking dengan menggunakan drone. Pemotretan dengan drone bekerjasama dengan mitra PT. Global Alam Lestari (GAL). 2. Mengidentifikasi kondisi terkini KHG Merang-Kepayang pasca terbakar tahun 2015, meliputi kondisi jaringan sungai, kanal, dan vegetasi, serta 3. Mengumpulkan aspirasi masyarakat sehubungan dengan upaya rehabilitasi kawasan kritis di KHG Merang-Kepayang.

2.4. Analisis dan Penyusunan Desain Tata Kelola Sebagai upaya untuk mengatasi persoalan yang terjadi sekaligus memberikan alternatif penghidupan bagi masyarakat di sekitar kawasan ini. Jasa lingkungan yang masih tersisa adalah masih adanya gambut yang tidak terbakar sebagai potensi pengembangan kegiatan pertanian dan kehutanan serta masih tersedianya air di sungai sebagai sumber air untuk pemulihan lahan dan kegiatan lain untuk memulihkan sumber pendapatan masyarakat. Upaya terbaik dalam mengatasi kondisi hutan desa Kepayang yang telah mengalami degradasi sangat parah adalah memulihkan kondisi lahan gambut sebagai suatu ekosistem gambut dengan kegiatan pembasahan kembali (Rewetting), penghijauan (Revegetasi) dan peningkatan kemampuan lahan dengan melibatkan masyarakat lokal (Revitalisasi). Berdasarkan hal tersebut maka akan dibuat petak percontohan model tata air gambut yang mengkombinasikan upaya perlindungan gambut dan pemberdayaan masyarakat pada kawasan produktif. Masyarakat merupakan aktor utama dalam proses ini dan juga bertindak sebagai safe guarding kawasan. Untuk penyusunan desain tata kelola air terdiri dari 3 kegiatan utama, dimana ketiga langkah tersebut dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara langsung, yaitu melalui Focus Group Discussion (FGD) di lapangan, yaitu: 1. Zonasi daerah kritis. Zonasi dilakukan berdasarkan analisis hasil pengamatan di lapangan yang dikombinasikan dengan kejadian kebakaran tahun 2015. Untuk melengkapi data lapangan dan hasil pemotretan drone, maka dilakukan juga pengeboran ketebalan gambut. Kombinasi data kebakaran dan ketebalan gambut digunakan untuk menilai tingkat kritis kerusakan lahan di lapangan yang kemudian dituangkan ke dalam zonasi areal. Secara umum akan ada 2 zona, yaitu (i) zona konservasi, dan (2) zona produktif. Hasil zonasi digunakan sebagai dasar untuk menetapkan daerah prioritas untuk langkah rehabilitasi. Daerah prioritas ini diutamakan untuk daerah yang diperkirakan akan memberikan dampak rehabilitasi maksimum bagi KHG Merang-Kepayang, 2. Penentuan lokasi dan jumlah canal blocking. Hasil zonasi dan penetapan daerah prioritas digunakan sebagai dasar untuk penetapan titik pantau muka air tanah dan penentuan lokasi dan jumlah canal blocking, dan 3. Penentuan jenis vegetasi. Setelah zonasi ditetapkan, maka pada masingmasing zona akan ditetapkan jenis vegetasi dan jenis tanaman yang akan digunakan dalam rehabilitasi KHG Merang-Kepayang.



3. HASIL PENGAMATAN LAPANGAN 3.1. Kondisi Umum KHG Merang Kepayang Merang-Kepayang merupakan satu Kawasan Hidrologi Gambut (KHG) terbesar yang tersisa di Sumatera Selatan, dengan luas sekitar 150.000 ha. Kawasan ini secara administratif terletak di Desa Muara Merang dan Desa Kepayang, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, yang membentang dari 1°45’-2°03’ LS dan 103°51’–104°17’ BT (Gambar 2.1). Kawasan ini terletak pada ketinggian berkisar antara 2 sampai 10 m dari permukaan laut (DPL), dengan

tingkat lereng ±<3%. Gambar 7 Kawasan Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) Merang Kepayang Kawasan KHG Merang-Kepayang dibelah oleh Sungai Lalan yang merupakan sungai utama yang berada di kawasan ini. Beberapa anak sungai yang berfungsi sebagai feeder adalah Sungai Buring, Sungai Tembesu Daro, Sungai Cangka, dan Sungai Nuaran. Saat ini KHG ini bukan merupakan kawasan tertutup lagi karena banyak ditemui kanal buatan yang digunakan untuk drainase dan transportasi. Lebih dari 50% dari total luas kawasan ini (±75.000 ha) merupakan rawa gambut dengan ketebalan berkisar antara 10 sampai 450 cm. Tanah mineral hanya ditemukan di bagian utara Desa Muara Merang dan bagian barat Desa Kepayang yang saat ini merupakan Hutan Desa Kepayang. Secara ekologi KHG Merang-Kepayang merupakan ekosistem yang penting. Hasil pengamatan sebelumnya menunjukkan bahwa di kawasan ini ditemukan 178 jenis pohon. Beberapa jenis pohon tersebut termasuk dalam jenis yang dilindungi, seperti Pulai Rawa (Alstonia pneumatophora), Jelutung Rawa (Dyera costulata) dan Mengris (Kompassia malacensis). Beberapa jenis mamalia besar yang ditemukan di



kawasan ini adalah Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Tapir (Tapirus

indicus), dan Owa (Hybates aglis).

Selanjutnya, hasil identifikasi oleh Iqbal dan Setijono (2011) menunjukkan adanya 156 jenis burung dari 46 famili. Ada 4 jenis burung yang tergolong dalam jenis yang terancam punah dan 25 jenis mendekati terancam punah, 39 jenis dilindungi Pemerintah Republik Indonesia, dan 27 jenis masuk dalam konvensi perdagangan internasional (CITES). Sebagian burung yang ditemukan merupakan jenis burung penetap, dan sebagian lagi merupakan merupakan migran. Selain sebagai rumah burung, KHG Merang-Kepayang juga merupakan habitat ikan rawa. Hasil pengamatan Iqbal (2011) di kawasan ini mencatat ada 57 jenis ikan dari 24 famili. Oleh karena itu, fungsi ekologis kawasan ini sangat penting karena merupakan habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna yang khas daerah gambut. Selain itu fungsi ekonomis kawasan ini juga sangat penting bagi masyarakat karena sebagian besar masyarakat Desa Kepayang merupakan kelompok masayarakat yang memanfaatkan jasa hutan, seperti damar, rotan, dan ikan. Namun patut disayangkan bahwa kemurahan dan fungsi ekologis KHG Merang-Kepayang telah mengalami degradasi secara drastis. Penyebab utama degradasi tersebut meliputi kebakaran, penebangan (legal maupun ilegal), kanalisasi, dan konversi untuk perkebunan atau hutan tanaman industri dalam bentuk monokultur. Meskipun menurut catatan sejarah bahwa kebakaran di kawasan ini telah terjadi sejak tahun 1960an, namun fenomena ini semakin serius akhir-akhir ini. Gambar 8 menunjukkan jejak kebakaran gambut di KHG Merang-Kepayang dari tahun 2001 sampai 2016. Dalam periode tersebut sangat jelas terlihat bahwa KHG Merang-Kepayang bebas dari kebakaran hanya pada 3 periode, yaitu tahun 2001, 2005, dan 2013. Pada tahun-tahun lain fenomena kebakaran tetap terjadi baik di dalam maupun di sekitar kawasan. Selama 16 tahun (2001 sampai 2016), kebakaran yang paling masif terjadi pada tahun 2015.

3.2. Pemotretan Areal Petak Percontohan dengan Drone Selain pengamatan dan penelusuran jaringan sungai di lapangan, kegiatan ini juga melakukan pemotretan areal yang menjadi pusat pengamatan dengan menggunakan drone. Pemotretan tersebut mencakup wilayah Hutan Desa Kepayang, dengan merekam jaringan Sungai Nuaran mulai dari Pemukiman Nuaran sampai ke muara Sungai Kepayang (Gambar 9). Pemotretan ini dilakukan untuk melengkapi rencana pembuatan petak percontohan tata air gambut di sekitar areal Hutan Desa Kepayang.

3.3. Penelusuran (Tracking) Jaringan Sungai Pengamatan dilakukan dengan melakukan penelusuran (tracking) di sepanjang Sungai Kepayang dan Sungai Nuaran sampai pada areal Hutan Desa Kepayang. Secara umum, hasil penelusuran jaringan sungai di Hutan Desa, berturut-turut sebagai berikut: Sungai Nuaran bermuara ke Sungai Kepayang; Sungai Kepayang bermuara ke Sungai Lalan; Sungai Lalan bermuara ke Sungai Banyuasin; dan Sungai Banyuasin bermuara ke Selat Bangka. Pola tracking dengan 14 titik pengamatan disajikan pada Lampiran 1.



2001

2002

2005

2006

2009

2013

2010

2014

2003

2007

2011

2015

2004

2008

2012

2016

Gambar 8 Jejak kebakaran di KHG Merang-Kepayang



Gambar 9 Hasil pemotretan drone Sungai Nuaran Hutan Desa Kepayang

3.4. Pengamatan Karakteristik Gambut Pasca Terbakar 2015 Dua aspek penting sebagai dasar perencanaan pengelolaan KHG Merang Kepayang berbasis eko-hidrologi adalah karakteristik ekosistem (gambut dan sungai) dan aspirasi masyarakat di sekitar kawasan ini. Karakteristik gambut di areal KHG Merang Kepayang sampai dengan Hutan Desa Kepayang disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, secara umum hasilnya dapat dinarasikan sebagai berikut. Kedalaman gambut sepanjang Sungai Nuaran bervariasi antara 75 sampai 330 cm cm dan relatif lebih tebal ke arah hulu Sungai Nuaran (B3 sampai B9) dibandingkan dengan ke arah muara Sungai Nuaran (Batasan Hutan Desa Pal 14, B1, dan B2). Tingkat kematangan gambut bervariasi baik secara horizontal (menurut titik pengamatan) maupun secara vertical (menurut kedalaman). Kawasan terbakar pada tahun 2015 yang ditunjukkan oleh 2 jejak kebakaran (burning scars), yaitu adanya singkapan akar (roots outcrop), dan adanya arang di lapisan atas gambut. Jejak-jejak kebakaran (burning scars) berupa arang juga ditemukan pada lapisan bawah, yaitu pada kedalaman 150-210 cm di titik B7, 270-310 di titik B8, dan 210-260 di titik B9. Fakta ini menunjukkan



bahwa di kawasan tersebut telah terjadi kebakaran di bawah permukaan (underground smouldering), namun tiak dapat dipastikan kapan terjadinya. Tataguna lahan di sepanjang daerah pengamatan sangat beragam, yang meliputi perkebunan kelapa sawit, karet, HTI akasia, dan sawah/ladang penduduk. Khusus lahan kering di Desa Talang Nuaran telah ditanami penduduk pendatang dengan karet. Upaya penanaman kembali dengan berbagai jenis tanaman tahunan, seperti nangka, pinang, sukun, dan petai telah dilakukan di Batas Hutan Desa Pal 14. Namun upaya ini belum diiringi dengan tindakan pembasahan kembali (rewetting) dan tatakelola air tingkat tapak. Tabel 2 Karakteristik gambut di KHG Merang Kepayang-Hutan Desa Kepayang Ketebalan Gambut (cm) Batas Hutan 0-10 Desa PAL-14 10-40 40-55 55-65 65-75 >75 B1 0-20 Lokasi

B2

Rencana Sawah

B3

B4

20-70 70-90 >90 0-10 10-30 30-80 80-100 >100 0-20 20-35 35-45 45-50 50-65 65-75 75-105 105-135 135-155 155-170 170-210 210-225 >225 0-120 120-150 150-170 >170 0-25 25-50 50-100

Tingkat Kematangan Terbakar, ada lapisan abu dan arang Saprik Hemik Saprik Fibrik Tanah Aluvial Saprik, sebagian terbakar, ada lapisan abu dan arang Fibrik Saprik Tanah Aluvial Saprik Hemik Fibrik Saprik Tanah Aluvial Terbakar, ada lapisan abu dan arang Fibrik Hemik Fibrik Saprik Fibrik Saprik Hemik Saprik Fibrik Saprik Saprik+Tanah Mineral Tanah Aluvial Saprik Fibrik Fibrik Tanah Aluvial Saprik Fibrik Saprik

Tataguna Lahan Sekarang Terbuka tetapi sdh ditanami tanaman tahunan

Semak belukar pasca terbakar 2015



Semak belukar pasca terbakar 2015 Semak belukar pasca terbakar 2015



Lokasi

B5

B6

B7

B8

B9

Ketebalan Gambut (cm) 100-140 >140 0-20 20-80 80-110 110-140 >140 0-60 60-140 140-190 190-240 >240 0-40 40-120 120-150 150-210 210-220 >220 0-30 30-80 80-270 270-310 310-330 >330 0-30 30-160 160-210 210-260 260-280 >280

Tataguna Lahan Sekarang

Tingkat Kematangan Saprik+Tanah Mineral Tanah Aluvial Saprik Fibrik Saprik Saprik+Tanah Mineral Tanah Aluvial Saprik Fibrik Saprik Saprik+Tanah Mineral Tanah Aluvial Saprik Fibrik Saprik Lapisan gambut terbakar Saprik+Tanah Mineral Tanah Aluvial Saprik Fibrik Saprik Lapisan gambut terbakar Saprik+Tanah Mineral Tanah Aluvial Saprik Fibrik Tanah Aluvial Lapisan gambut terbakar Saprik+Tanah Mineral Tanah Aluvial






Karakteristik ekosistem lain yang penting adalah profil Sungai Nuaran Kedalaman Sungai Nuaran juga bervariasi antara 80 sampai 120 cm (Tabel 3). Informasi karakteristik sungai dan tinggi muka air sungai maksimum adalah informasi dasar yang digunakan untuk merancang tinggi sekat kanal. Sedangkan informasi ketebalan gambut adalah data dasar untuk merancang kedalaman pondasi sekat kanal. Tabel 3 Profil Sungai Nuaran Lokasi

Karakteristik Sungai Kedalaman (cm) Lebar Tepi Tengah Tepi (cm) 1 Sungai 2

B2

480

78

90

50

B3

500

68

70

60

Keterangan

Ketebalan Gambut (cm)

1. Dasar sungai pasir. 2. Tinggi maks +180 cm. 3. Pinggir sungai tegak lurus terhadap dasar sungai 1. Dasar sungai pasir. 2. Tinggi maks +140 cm.


100

170


Lokasi

B4

Karakteristik Sungai Kedalaman (cm) Lebar Tepi Tengah Tepi (cm) 1 Sungai 2

500

55

70

45

Keterangan

Ketebalan Gambut (cm)

3. Pinggir sungai tegak lurus terhadap dasar sungai 1. Dasar sungai pasir. 2. Tinggi maks130 cm. 3. Pinggir sungai tegak lurus terhadap dasar sungai

140

Karena perencanaan tatakelola hidrologi KHG Merang Kepayang tidak hanya bertumpu pada karakteristik ekologis kawasan tetapi perlu dan harus juga mempertimbangkan aspek sosial dan peran masyarakat, maka telah juga dilakukan FGD. Tujuan utama langkah ini adalah untuk menyerap aspirasi masyarakat sehubungan dengan upaya rehabilitasi kawasan kritis di KHG Merang-Kepayang. Beberapa temuan penting selama FGD adalah sebagai berikut: 1. Upaya pembukaan lahan untuk budidaya padi pernah dilakukan masyarakat, namun terkendala serangan hama burung sehingga gagal panen. 2. Keinginan warga untuk membuat tanggul/bendung ada di 3 (tiga) titik yaitu di titik pengamatan antara titik B1 dan titik B2, titik pengamatan Rencana Sawah dan titik B3, dan titik pengamatan B4 dan titik B5. 3. Hasil dari lahan rawa gambut belum dimanfaatkan secara optimal oleh warga terutama adalah potensi perikanan tangkap. 4. Dalam mengelola tanggul/bendung yang ada, disarankan disekitar tanggul/bendung dibuat sawah sebagai pengikat warga untuk ikut serta mengawasi dan memelihara tanggul/bendung yang telah dibangun.



4. DESAIN TATA KELOLA AIR DI KHG MERANG KEPAYANG 4.1. Desain Implementasi Tata Kelola Air dengan Canal Blocking

Gambar 10 Usulan letak model canal blocking bersama masyarakat Sistem tata kelola air yang ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan lapangan adalah pembuatan model canal blocking bersama masyarakat. Lokasinya direncanakan di Sungai Nuaran yang merupakan anak Sungai Kepayang. Sungai ini adalah jaringan alami, namun pada jalur sungai inilah yang dipertimbangkan dapat berpengaruh pada proses pembasahan gambut di saat musim kemarau, dan pada titik-titik inilah kemungkinan kegiatan budidaya, penanaman masih memungkinkan dilakukan bersama masyarakat. Hampir disepanjang sungai ini terdapat lahan hutan milik Desa Kepayang, dimana lahan hutan desa ini dapat dikelola oleh warga desa untuk usahatani. Pengamatan awal yang telah dilakukan diperoleh informasi bahwa kedalaman gambut disepanjang Sungai Nuaran bervariasi antara 75–330 cm. Rancangan untuk canal blocking bersama masyarakat dibuat sebagai berikut. Canal blocking dibangun 3 (tiga) unit yang tersebar masing-masing di bagian hilir di sekitar muara Sungai Nuaran, di bagian tengah pada titik budidaya padi sawah serta di bagian hulu terlatak di pemukiman Talang Nuaran. Pembuatan desainnya mengikuti keinginan masyarakat setempat yang selalu menggunakan sungai sebagai sarana transportasi, yakni dibuat 2 unit bendung yang dapat dilewati oleh perahu dan 1 unit merupakan bendung bersifat permanen. Pemeliharaan bendung dengan mengaktifkan kelompok masyarakat. Sebagai model pemeliharaannya adalah dengan membuatkan sawah untuk lahan kehidupan di area sekitar atau hulu bendung canal blocking.



Gambar 11 Desain tata kelola air model canal blocking bersama masyarakat Desain bendung secara bertingkat dengan jarak yang tidak begitu jauh, dimaksudkan untuk pengendalian muka air menjadi lebih efektif. Jarak lokasi bendung di muara Sungai Nuaran dengan rencana sawah sekitar 1.250 meter dan jarak bendung di rencana sawah dengan Dusun Talang Nuaran sekitar 750 meter. Rencana lokasi calon lahan kehidupan berupa sawah yang diusulkan bersama sebagai hasil diskusi yang dilakukan dengan masyarakat terletak disekitar titik boring B-3 (Gambar 10). Luasnya tergantung dari masyarakat yang mempunyai keinginan untuk berusahatani tanaman pangan terutama padi.

4.2.

Referensi Desain Canal Blocking Desain canal blocking sesuai dengan desain Badan Restorasi Gambut (BRG). Pembuatan canal blocking nya menggunakan material lokal seperti kayu bulat yang relatif banyak terdapat disekitar lokasi. Beberapa contoh yang telah dibuat sebagaimana disajikan pada Gambar 12–15.



Gambar 12 Referensi model canal blocking dari BRG

Gambar 13 Model jalur peluncur di sisi canal blocking untuk lalu lintas perahu



Gambar 14 Desain teknis canal blocking tutup total



Gambar 15 Desain teknis canal blocking dengan spill way

4.3. Pelaksanaan Canal Blocking Pembangunan model canal blocking bersama masyarakat yang telah didesain ditunda pelaksanaannya. Keputusan ini diambil karena melihat kejadian pengrusakan canal blocking milik PT. GAL yang dirusak oleh pelaku-pelaku illegal logging. Selama aktivitas illegal logging masih terus beroperasi di KHG Merang Kepayang, maka peluang untuk perusakan terhadap bangunan canal blocking masih sangat besar. Berdasarkan hal tersebut perlu edukasi publik tentang tatakelola gambut secara komprehensif, dan kerjasama lokal, nasional, dan regional dalam pemberantasan jaringan operasional illegal logging.

4.4. Desain Konsep Tata Kelola Air di KHG Merang Kepayang Pola pendekatan rehabilitasi KHG Merang-Kepayang mengacu pada program 3R dari Badan Restorasi Gambut (BRG) Indonesia, yaitu pembasahan kembali (rewetting), penanaman kembali (revegetation), dan revitalisasi sumber-sumber penghidupan masyarakat (revitalization of local livelihood). Pola pendekatan partisipatif dalam upaya memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya peran air bagi KHG Merang-Kepayang dan pentingnya upaya mengembalikan air ke kawasan tersebut. Tujuan utama langkah pembasahan kembali adalah untuk pemulihan fungsi hidrologis KHG Merang Kepayang. Upaya ini hanya bisa direalisasi melalui pembangunan sekat kanal (canal blocking). Selanjutnya, kehilangan vegetasi sebagai tegakan hutan akibat kebakaran telah menghilangkan sebagian atau keseluruhan fungsi hutan sebagai penghasil jasa lingkungan. Oleh karena itu, langkah pemulihan fungsi hidrologis KHG Merang Kepayang selanjutnya harus diikuti upaya penanaman kembali.



Pola penanaman kembali ini dapat dilakukan melalui implementasi sistem paludikultur dengan mengkombinasikan tanaman pertanian dan kehutanan, baik dengan sistem monokultur maupun polikultur. Keutamaan sistem ini adalah terletak pada kemampuannya kondisi gambut tetap basah, mengurangi kebakaran lahan dan emisi karbon. Untuk itu, perlu 2 langkah utama sebagai berikut: 1. Zonasi kawasan restorasi KHG Merang Kepayang menjadi 2 zona utama, yaitu Zona Produktif dan Zona Konservasi. Zonasi dilakukan berdasarkan karakteristik ekologi kawasan, tingkat kerusakan/degradasi, dan dampak pembasahan karena ada sekat kanal. 2. Pemilihan jenis tanaman untuk kedua zona di atas. Tanaman semusim untuk zona produktif dan jenis tanaman pohon untuk zona konservasi. Jenis tanaman dipilih berdasarkan kesesuian dan kemampuan adaptasi pada kondisi berair, dan juga aspirasi masyarakat.

Revitalisasi Pengelolaan Lahan Gambut berbasis Kearifan Masyarakat Lokal

Sumberdaya alam Lahan Gambut Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan lahan gambut Partisipasi Pemrintah/ lembaga donor/ penelitian/ dll

Lahan gambut terbakar dan terdegradasi Survai kemampuan Lahan: Potensi dan Kemanpuan Lahan Gambut

Lahan Gambut Dalam

Lahan Gambut Dangkal

Bimbingan Konsep Paludikultur Kearifan Lokal Masyarakat Desa Kepayang

Pengelolaan lahan partisipatif

Vegetasi Hutan (Monokultur /polikultur)

Tanaman Pertanian (Monokultur /polikultur)

Jasa lingkungan meningkat: lahan terkelola dengan baik, emisi karbon menurun, dan pendapatan masyarakat meningkat, serta jasa lainnya

Gambar 16 Desain Konsep Model tata kelola KHG partisipatif berbasis masyarakat.



5. BASIS DATA HIDROLOGI GAMBUT Desain database hidrologi gambut pada kegiatan ini dimulai dari tahapan pengumpulan data di lapangan (data primer) dan kajian pustaka dan arsip data yang tersedia dari berbagai walidata. Instansi atau lembaga terkait yang ada di Sumatera SElatan (data sekunder). Pada tahap ini, sifat database yang dimaksud hanya bersifat pengumpulan data dan penyimpanan data pada satu atau lebih lembaga pengelolaa data, yang penggunaannya dapat bersifat internal dari lembaga pengelola data, digunakan untuk publikasi, dan dapat dipertukarkan (berbagai-pakai data). Dari kegiatan kajian ini setidaknya tersusun database dan tempat penyimpanan datanya sebagai berikut: Tabel 4 No 1

Database hidrologi gambut Sumatera Selatan dan lokasi penyimpanan data Fitur/Tema Data Tutupan lahan

Deskripsi Data

Letak Data

• Menampilkan tutupan lahan di wilayah KHG Merang Kepayang yang masuk sebagai prioritas restorasi gambut • Data citra resolusi sedangtinggi KHG Merang Kepayang • Data drone Hutan Desa Kepayang KHG Merang Kepayang

• Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel • Pusat Data dan Informasi Daerah Rawa dan Pesisir Sumatera Selatan • TRGD Sumsel • HaKI

2

Rencana Restorasi

• Menampilkan rencana pembangunan model canal blocking bersama masyarakat di Hutan Desa Kepayang • Data lokasi pembangunan model restorasi • Data pelaku restorasi

• Pusat Data dan Informasi Daerah Rawa dan Pesisir Sumatera Selatan • TRGD Sumsel • PPLH Universitas Sriwijaya • HaKI

3

Monitoring KHG Merang Kepayang

• Data perubahan tutupan lahan • Data ketebalan/kedalaman gambut (kubah gambut) • Data sebaran kegiatan restorasi gambut • Data jenis kegiatan di KHG

• Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel • Pusat Data dan Informasi Daerah Rawa dan Pesisir Sumatera Selatan • TRGD Sumsel • HaKI



6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan Dari kegiatan ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Basis data tentang kondisi terkini KHG Merang Kepayang termasuk peta sebaran estimasi tinggi muka air di KHG Merang-Kepayang tersedia dari hasil pengumpulan data di lapangan (data primer) dan dari kajian pustaka (data sekunder, arsip data). Letak datanya dapat diakses pada beberapa lembaga berikut: (1) Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan; (2) Pusat Data dan Informasi Daerah Rawa dan Pesisir Sumatera Selatan; (3) Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Sumatera Selatan; (4) Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Sriwijaya; dan (5) Lembaga LSM Hutan Kita Institut (HaKI). 2. Desain tata kelola air KGH Merang Kepayang dibuat dalam bentuk model canal blocking bersama masyarakat. Pembangunan penyekatan kanal untuk antisipasi kebakaran dengan pembasahan gambut dipadukan dengan program pemberdayaan masyarakat, dimana sekat kanal bertujuan untuk menahan lepas/keluarnya air dari lahan gambut sehingga gambut tetap berada dalam kondisi basah, sedangkan pelibatan masyarakat adalah untuk upaya pemeliharaannya. Penyekatan kanal dibuat dengan pendekatan bertingkat dari hulu ke hilir dengan sistem block permanen dan sistem block semi permanen (untuk lalu lintas perahu masyarakat). 3. Desain konsep tata kelola hidrologi KHG Merang Kepayang dibangun berdasarkan konteks di lapangan, yakni dengan menggabungkan konsep revitalisasi pengelolaan lahan gambut berbasis kearifan masyarakat lokal dan jasa lingkungan untuk mencapai kondisi dimana lahan terkelola dengan baik, emisi karbon menurun, dan pendapatan masyarakat meningkat, serta meningkatnya jasa lainnya. 4. Kaji terap model canal blocking melalui petak contoh tingkat tapak di kawasan gambut terdegradasi di Sungai Nuaran Hutan Desa Kepayang telah disusun, namun pembangunan modelnya tertunda pelaksanaannya dikarenakan faktor aktivitas illegal logging.

6.2. Rekomendasi Teknis Proses penyusunan desain canal blocking ini melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dimana telah dilakukan beberapa kali focus group discussion (FGD) dengan para pihak. Berdasarkan hasil FGD tersebut kemudian disusun rekomendasi agar implementasi canal blocking di lapangan dapat berjalan dengan efektif. Rekomendasi ini mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan tata batas Hutan Desa Kepayang. 2. Model canal blocking yang efektif adalah 3 canal block di Sungai Nuaran yang merupakan anak Sungai Kepayang dan merupakan batas alami antara KHG Merang-Kepayang dan Hutan Desa Kepayang, direkomendasikan untuk dikelola bersama masyarakat karena hampir di sepanjang sungai ini terdapat lahan hutan milik Desa Kepayang yang dapat dikelola oleh warga desa untuk usahatani.



3. Lokasi canal blocking direncanakan di 3 (tiga) titik yang tersebar di Sungai Nuaran, yaitu 1 unit di hulu Sungai Nuaran (02° 0′ 46.186″ LS, 104° 15′ 15.229″ BT), 1 unit di bagian tengah (02° 1′ 6.241″ LS, 104° 15′ 2.919″ BT), dan 1 unit lagi di dekat muara Sungai Nuaran (02° 1′ 31.694″ LS, 104° 14′ 31.865″ BT). Diharapkan dengan membuat bendungan secara bertingkat dengan jarak yang tidak begitu jauh, pengendalian muka air menjadi lebih efektif. 4. Berdasarkan desain teknisnya, Canal blocking di daerah hulu merupakan bendungan permanen, sedangkan canal block di bagian tengah dan di muara sungai Nuaran merupakan bendungan yang masih memungkinkan dilalui oleh perahu penduduk. 5. Pembuatan canal blocking perlu dan harus melibatkan masyarakat setempat. Langkah ini penting karena (1) merupakan bagian dari upaya membangun partisipasi aktif masyarakat, dan (2) menumbuhkan rasa memiliki di tengah masyarakat sehingga lebih lanjut menumbuhkan upaya untuk memeliharanya sebagai aset desa. 6. Sebelum pelaksanaan pembangunan canal blocking, penting dilakukan langkah berikut (1) sosialisasi rencana kepada masyarakat local dan para pihak terkait, dan (2) merencanakan dan mengembangkan pola/skema kerjasama antara masyarakat local dan para pihak terkait. 7. Material yang digunakan dalam pembangunan canal block adalah material yang tersedia di sekitar lokasi, seperti gambut itu sendiri dan kayu gelam (Meialeuca leucadendra L.). Langkah ini penting untuk mempermudah pemeliharaan di kemudian hari. 8. Pasca pembangunan canal block, penting dilakukan perencanaan dan zonasi berbasis lansekap (kawasan). Zonasi kawasan restorasi KHG Merang Kepayang menjadi 2 zona utama, yaitu Zona Produktif dan Zona Konservasi, dilakukan dengan memperhatikan faktor berikut (1) karakteristik ekologi kawasan, (2) tingkat kerusakan/degradasi, dan (3) dampak pembasahan karena ada sekat kanal. 9. Zona produktif diperuntukan untuk budidaya tanaman semusim, tanaman tahunan, dan/atau kombinasi keduanya. Namun zona konservasi diperuntukan hanya untuk tanaman kehutanan. Zonasi harus juga diikuti dengan langkah seleksi jenis tanaman dengan mengacu kepada faktor berikut (1) kesesuaian tanaman dengan kelas kesesuaian lahan (tingkat kematangan gambut, ketersediaan unsur hara, tinggi muka air tanah), (2) adaptabilitas tanaman, dan (3) penting juga untuk menyerap aspirasi masyarakat. 10. Di bagian tengah direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai areal produktif untuk budidaya padi. Jarak lokasi bendung di muara Sungai Nuaran dengan rencana sawah sekitar 1.250 meter dan jarak bendung di rencana sawah dengan Dusun Talang Nuaran sekitar 750 meter.



DAFTAR PUSTAKA Anshari, G.Z., M. Afifudin, M. Nuriman, E. Gusmayanti, L. Arianie, R. Susana, R. W. Nusantara, J. Sugardjito, and A. Rafiastanto. 2010. Drainage and land use impacts on changes in selected peat properties and peat degradation in West Kalimantan Province, Indonesia. Biogeosciences (7): 3403–3419. Biancalani, R., M. Salvatore, and F. N. 2014. Tubiello Contribution of drained organic soils to GHG emissions. In Towards climate-responsible peatlands management, eds. Riccardo Biancalani and Armine Avagyan. 2014. FAO-UN, Rome, pp. 12-14. Frolking, S., J. Talbot, M.C. Jones, C.C. Treat, J.B. Kauffman, E.S. Tuittila, N, Roulet. 2011. Peatlands in the Earth’s 21st century climate system. Environmental Reviews 19: 371–396. Gomeiro, T., Paoletti, M.G., and Pimente, D. 2010. Biofuels: efficiency, ethics and limits to human appropriation of ecosystem services. J. Agric Environ. Ethic 23:403–434. Hooijer, A., Page, S., Canadell, J.G., Silvius, M., Kwadijk J., Wösten, H., and Jauhiainen, J. 2010. Current and future CO2 emissions from drained peatlands in Southeast Asia. Biogeosciences 7:1505–1514. Howie, S.A. and I. Tromp-van Meerveld. 2011. The essential role of the lagg in raised bog function and restoration: A review. Wetlands 31 (3): 613–622. Joosten, H. 2014. Rewetting of drained peatlands. In Towards climate-responsible peatlands management, eds. Riccardo Biancalani and Armine Avagyan. 2014. FAO-UN, Rome, pp. 38-40. Kimmel, K. & Mander, Ü. 2010. Ecosystem services of peatlands: Implications for restoration. Physical Geography 34: 491–514. Maljanen, M., Komulainen, V.M., Hytönen, J., Martikainen, P.J., and Laine, J. 2004. Carbon dioxde, nitous oxide and methane dynamics in boreal organic agricultural soils with different soil management. Soil Biol. Biochem. 36:1808–1808. Minayeva, T.Y. and A.A. Sirin. 2012. Peatland biodiversity and climate change. Biol. Bull. Rev. 2: 164–175. Moore, S., Evans, C.D., Page, S.E., Garnett, M.H., Jones, T.G., Freeman, C., Hooijer, A., Wiltshire, A.J., Limin, S.H., Gauci, V. 2013. Deep instability of deforested tropical peatlands revealed by fluvial organic carbon fluxes. Nature 493: 660–663. Nicholas Kettridge, Xavier Comas, Andrew Binley, Lee Slater, Maria Strack, Dan Thompson, Harry Jol, and Andrew Baird. 2008. Ecohydrologically important subsurface structures in peatlands revealed by ground-penetrating radar and complex conductivity surveys. J. of Geophysic. Res. 113:1-15. Noor, M., Masganti, F. Agus. 2014. Pembentukan dan Karakteristik Gambut Tropika Indonesia. Dalam F. Agus, M. Anda, A. Jamil (Eds.). Lahan Gambut Indonesia. Pembentukan, Karakteristik, dan Potensi mendukung Ketahanan Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. IAARD Press, Jakarta. Pitkänen, A., Turunen, J., Tahvanainen, T., and Simola, H. 2013. Carbon storage in a partially forestry-drained boreal mire determined through peat column inventories. Boreal Enviro. Res. 18:223–234.



Ritung, S., Wahyunto, K. Nugroho, Sukarman, Hikmatullah, Suparto, C. Tafakresnanto. 2011. Peta Lahan Gambut Indonesia Skala 1:250.000 (Indonesian peatland map at the scale 1:250,000). Indonesian Center for Agricultural Land Resources Research and Development, Bogor, Indonesia. Runkle, B.R.K. and L. Kutzbach, 2014. Peat characterization. In Towards climateresponsible peatlands management, eds. Riccardo Biancalani and Armine Avagyan. 2014. FAO-UN, Rome, pp. 5-11. UNESO. 2006. Demonstration projects: Integrative science to solve Issues surrounding water, environment and people. Division of Water Sciences and Division of Ecological and Earth Sciences. 13 p. Wahyunto, Suparto, Bambang H., H. Bhekti. 2006. Sebaran Lahan Gambut, Luas dan Cadangan Karbon Bawah Permukaan di Papua. Wetlands International - Indonesia Programme. Wösten, J.H.M., Ritzema, H.P., Chong, T.K.F. and Liong, T.Y. (2003) Potentials for peatland development. In: Chew, Dr. D. and Sim Ah Hua (Ed.). Integrated Peatland

Management for sustainable development. A Compilation of Seminar Papers.

Sarawak Development Institute, Sarawak, Malaysia, pp: 233-242. Yu, Z., D.W.Beilman, S. Frolking, G.M. MacDonald, N.T. Roulet, P. Camill, and D.J. Charman, D.J. 2011. Peatlands and their role in the global carbon cycle. Transactions American Geophysical Union 92 (12): 97–98.


DESIGN OF PARTICIPATORY WATER MANAGEMENT CONCEPT AND IMPLEMENTATION FOR THE AREA MERANG-KEPAYANG IN MUSI BANYUASIN DISTRICT SOUTH SUMATERA B-7

B-9

B-5

B-8 B-6 B-4 SAWAH SAI

B-3 B-1

B-2 BATAS HUTAN DESA

10 9

PENGAMATAN GAMBUT JALUR ORIENTASI

8 Stasiun Pengamatan Boring

7 6

4

5

3

0

2

1

2

3

4 km

1

Palembang, Desember 2016

FAKTA 2016 Kondisi lahan sepanjang Sungai Kepayang umumnya tergenang karena merupakan lahan gambut. Kebakaran hutan tahun lalu, sebagian besar lahan yang ada ikut terbakar.

Sungai Kepayang

Kondisi Lahan Umumnya Tergenang

Bekas Terbakar Lama, Tahun 2015

Bekas Terbakar Baru, Tahun 2016

TEMUAN DI LAPANGAN • Kegiatan di Hutan Desa di hilir Sungai Nuaran yang bermuara ke Sungai Kepayang bermuara ke Sungai Lalan bermuara ke Sungai Banyuasin bermuara ke Selat Bangka. • Hutan Desa milik Desa Kepayang, Kecamatan Banyung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. • Termasuk Kesatuan Hidrologi (KHG) Merang-Kepayang.

Gambut

• Bentang lahannya didominasi oleh hutan rawa gambut dengan sedikit tanah aluvial yang terletak dipinggir sungai. • Ketinggian lokasi tidak lebih dari 10 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan dominan 3 %.

TEMUAN DI LAPANGAN Pada hari Jumat malam, 2 September 2016 di rumah Bapak Fahmi diadakan pertemuan dengan masyarakat Desa Kepayang berdiskusi tentang : a. Kegiatan yang dilakukan masyarakat terutama menyangkut dengan kegiatan usahatani. b. Kondisi masyarakat dahulu, saat ini dan rencana untuk masa yang akan datang. c. Penciptaan lapangan kerja di desa yang sangat tergantung dari keberadaan perusahaan kelapa sawit. d. Keberadaan serta permasalahan dari Hutan Desa. e. Kondisi sarana dan prasarana jaringan sungai/pengairan yang ada. f. Dan lain sebagainya.

TEMUAN DI LAPANGAN Beberapa koordinat (format UTM) yang tercatat selama perjalanan pengamatan ke Hutan Desa Kepayang adalah: No

14 15 13 12 11 10 9

8

JALUR ORIENTASI Stasiun Pengamatan

7 6

4

5

3

0

2 1

1

2

3

4 km

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Keterangan Desa Kepayang Muara Sungai Kepayang Jembatan Sp. Gas – Kepayang PT GAL Pintu Air PT WLS Tanggul Penahan Banjir Camp Sawit PT MHP PAL-9 PAL-12 Kayu Ilegal Logging PAL-12 Batas Hutan Desa PAL-14 Bor Contoh Gambut-1 Muara Sungai Nuaran Talang Sei Nuaran Rencana Sawah Sainur/Bor Gambut-2

X 413294 412680 413195 414189 414844 415246 415230 415852 416040 415423 415706 415703 415673 417075 416694

Y 9762154 9762618 9763953 9765350 9766039 9768408 9769339 9770598 9772525 9773297 9775235 9775245 9776072 9777532 9776880

TEMUAN DI LAPANGAN Kondisi vegetasi sepanjang Sungai Kepayang bervariasi: 1. Sawit (swasta dan rakyat), 2. HTI akasia.

Vegetasi yang masih hutan.

Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat

Perkebunan Kelapa Sawit PT MHP

Perkebunan Karet Rakyat

Hutan Tanaman Industri PT Sinarmas

TEMUAN DI LAPANGAN Terdapat juga tanggul pengaman dari banjir milik perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berfungsi untuk mencegah luapan air sungai Kepayang menggenangi lahan usahanya.

TEMUAN DI LAPANGAN Perusahaan HTI membuat saluran serta dengan pintu airn yang berfungsi searah. Pintu merupakan pintu ayun yang menghadap keluar sehingga pintu hanya akan membuka jika muka air di luar lahan lebih rendah dari di dalam lahan. Pintu hanya akan mengalirkan air keluar lahan.

TEMUAN DI LAPANGAN Di tepian sungai Kepayang juga ditemui Camp dari Perkebunan PT MHP dan milik PT GAL

Camp Milik Perkebunan Kelapa Sawit PT MHP

Camp Milik Perkebunan Karet PT GAL

TEMUAN DI LAPANGAN Sepanjang Sungai Nuaran/Hutan Desa : • Kondisi lahan relatif basah dan bergambut. • Pada batas lahan hutan desa sudah diolah warga Kepayang dengan menanami tanaman keras seperti pinang, nangka, sukun dan petai. • Sudah dihuni oleh pendatang, bukan orang dari Kepayang. • Para pendatang sudah menanami lahan yang tinggi/tidak tergenang (talang) dengan tanaman karet. Tanaman karet yang ada ini sudah siap sadap. • Para pendatang yang menanami lahan yang tinggi tanpa sepengetahuan orang Kepayang karena warga Kepayang sangat mengikuti aturan, dimana menurut warga pemerintah masih belum memberi ijin untuk mengelola lahan hutan desa dan mereka menunggu diijinkan mengelolanya. • Ada warga yang ingin membuat sawah untuk memenuhi kebutuhan pangan. Menurut mereka pernah ditanam padi dan memberikan hasil yang menjanjikan.

Papan Peringatan

Patok Batas Hutan Desa

Sumur Sumber Air

TEMUAN DI LAPANGAN

Papan Nama Kepemilikan, Potensi Konflik

Tanaman yang ada di Hutan Desa

Sungai Nuaran

Desa Talang Nuaran

Penggilingan Padi Yang Sudah Rusak Desa Talang Nuaran Dikeliling Kebun Karet

TEMUAN DI LAPANGAN Beberapa catatan dan pemetaan penting selama perjalanan dari Desa Kepayang sampai dengan Dusun Talang Nuaran : 1. Desa Kepayang dapat dikembangkan usaha pertanian, perikanan tangkap beserta pengolahannya dan peternakan, terutama ternak besar. 2. Usaha pertanian diantaranya kebun kopi, kebun jahe serta kebun nanas. 3. Usaha perikanan dengan memanfaatkan kekayaan alam secara bijak, menangkap ikan gabus, baung dan lele yang dapat diolah menjadi ikan asin atau ikan asap. 4. Usaha ternak besar seperti sapi pernah ada dan berhasil walaupun belum banyak. 5. Potensi lahan yang ada dapat dikembangkan menjadi sumber pakan ternak. 6. Kejadian kebakaran hutan/lahan pada tahun 2015 terjadi selama sekitar 2 bulan, jarak pandang yang terbatas 40 – 50 meter walau selama musibah tidak ada korban. 7. Desa Kepayang memiliki hutan desa. Permasalahannya sudah ada penduduk dari desa lain yang mendahului mengelola sebagian lahan, Surat Keputusan Pengelolaan baru diperoleh dan belum ada tata batas yang jelas.

TEMUAN DI LAPANGAN 8. Tata ruang desa pernah dibuat oleh Staf Project Bio-clime (P Budi, dkk) berupa hasil pemetaan partisipatif bersama masyarakat Desa Kepayang tahun 2015. 9. Luas lahan pekarangan di Desa Kepayang sekitar 5 ha yang kondisinya belum dikelola dengan baik. 10.Potensi pengembangan sumberdaya di Desa Kepayang hanya ada Sekolah Dasar dan PAUD serta Pasar lokal. 11.Mengatasi keperluan air bersih telah dibangun embung. 12.Di sekeliling Desa Kepayang telah ditanami kelapa sawit oleh perkebunan besar. Banyak warga Desa Kepayang yang bekerja sebagai buruh harian lepas pada perusahaan kelapa sawit ini. 13.Muara Sungai Kepayang, kedalaman sungai sekitar 4 meter, tetapi pada musim kemarau hanya sedalam 1 meter. Daerah ini masih dipengaruhi pasang dan surut air laut. Fluktuasinya sekitar 50 cm antara pasang dan surut.

TEMUAN DI LAPANGAN 14. Pengamatan penggunaan lahan di sepanjang perjalanan ke arah hulu menyusuri Sungai Kepayang mendapati : a. Semak belukar yang pada beberapa tempat terlihat bekas terbakar akibat kebakaran beberapa waktu yang lalu. b. Perkebunan Rakyat dengan komoditi karet dan kelapa sawit. c. Beberapa perkebunan besar dengan komoditi kelapa sawit dan HTI. d. Lahan kehidupan, yang baru direncanakan, ada perjanjian dengan kelompok tani yang mengelolanya. Tanaman yang akan diusahakan diantaranya padi, kelapa, bambu, pinang, sukun, aren, kopi robusta dan buah-buahan. e. Beberapa saluran/sungai buatan yang digunakan untuk mengeringkan lahan yang dipakai oleh perusahaan besar untuk menanam karet, kelapa sawit dan perkebunan tanaman industri, dimana saluran ini beberapa ada juga yang dilengkapi dengan pintu air untuk mengatur muka air tanah. Dari kondisi saluran serta pintu yang ada, diperlukan : - Revisi pintu air, - Operasi dan Pemeliharaan pintu, - Jenis pintu terutama di sungai utama, - Informasi fluktuasi muka air.

TEMUAN DI LAPANGAN 14. Sepanjang perjalanan ke arah hulu menyusuri Sungai Kepayang mendapati : f. Tidak jauh setelah Pal-0 (muara Sungai Kepayang) ditemui saluran buatan. Saluran ke kiri tidak memiliki pintu, sedangkan yang ke kanan memiliki pintu air. Saluran ini milik perkebunan kelapa sawit PT Sawit Mentari Subur Abadi. g. Tidak jauh setelahnya ditemui jembatan besi yang menghubungkan Desa Kepayang dengan Ibukota Kecamatan Bayung Lincir. h. Pada Pal-4 dikiri Sungai Kepayang ditemui Base Camp PT GAL yang menanam komoditi tanaman karet. i. Pada Pal-5 di sebelah kanan sungai ditemui saluran pembuangan milik perusahaan HTI Wahana Lestari Makmur Sukses (PT WLMS) dengan komoditi akasia. Saluran ini dilengkapi dengan pintu air otomatis dimana pintu ini akan menutup dengan sendirinya jika muka air di Sungai Kepayang lebih tinggi permukaannya dibandingkan dengan muka air di saluran. j. Pada Pal-6 sampai Pal-7 ditemui alang-alang dan semak bekas terbakar. k. Antara Pal-7 sampai Pal-8 banyak ditemui rumput apung.

TEMUAN DI LAPANGAN 14. Sepanjang perjalanan ke arah hulu menyusuri Sungai Kepayang mendapati : l. Pal-8 sampai Pal-9 dikiri sungai ditemui base camp milik PT MHB dengan komoditi kelapa sawit. Di base camp ada pompa air, rumah jaga, rumah walet dan perumahan karyawan. m. Pada Pal-10 dikiri sungai ditemui muara saluran besar tanpa pintu yang mungkin menjadi pembatas lahan HTI PT WLMS. n. Dari Pal-10 sampai Pal-14 yang merupakan batas Hutan Desa ditemui tanaman gelam muda, pondok penangkap ikan, rumput apung dan semak bekas terbakar. Pada saat pengamatan ditemui juga adanya kumpulan kayu yang dibuat menjadi rakit yang sedang dihanyutkan. o. Pal-14 adalah batas hutan desa yang berada di sebelah kiri sungai dan sebagian lahannya telah dibuka dan ditanami dengan tanaman perkebunan seperti nangka. Sebagian besar masih berupa semak atau pohon bekas terbakar.

TEMUAN DI LAPANGAN Beberapa catatan dan pemetaan penting selama perjalanan dari Desa Kepayang sampai dengan Dusun Talang Nuaran : a.

b. c. d. e.

f. g.

Pal-16 merupakan muara Sungai Nuaran. Sungai ini mengalir ditengah hutan desa. Muara ini ditandai dengan papan pengumuman kawasan hutan dan keberadaan fauna harimau. Dusun Talang Nuaran masuk melalui Sungai Nuaran sekitar 2 km dari muara Sungai Nuaran. Lebar Sungai Nuaran sekitar 3 meter, dalam sekitar 1 – 2 meter. Menurut informasi, sungai akan kering jika terjadi kemarau sekitar 2 – 3 bulan. Dusun Talang Nuaran dihuni oleh sekitar 30 KK yang berasal dari Desa Kepayang dan desa lainnya. Mata pencaharian mereka sebagai petani karet serta menjadi nelayan tangkap di sungai dan rawa gambut. Ikan yang ditangkap umumnya ikan gabus yang agar tahan lama diolah menjadi ikan asin dan ikan sale/asap. Di Dusun Talang Nuaran juga ditemui situs sejarah yang merupakan tinggalan dari suku Kubu. Waktu yang diperlukan untuk menempuh perjalanan dari Desa Kepayang sampai ke Dusun Talang Nuaran sekitar 2 jam.

TEMUAN DI LAPANGAN Beberapa catatan dan pemetaan penting selama perjalanan dari Desa Kepayang sampai dengan Dusun Talang Nuaran :

15.Beberapa petani mengajukan usulan untuk mengelola hutan desa agar menghasilkan dengan melakukan : a. Pembuatan sawah baru diantara dusun dengan muara Sungai Nuaran. b. Menanam coklat/cacao. c. Menanam Kopi Robusta.

TEMUAN DI LAPANGAN •

•

•

B-7

Pengamatan gambut dilakukan sepanjang Sungai Suaran, anak Sunyai Kepayang yang mengalir dalam HD. Pengamatan ditekankan sepanjang Sungai Nuaran yang rencananya akan dibuatkan blocking canal, mulai dari muara sampai hulu yang diperkirakan mungkin dibuat blocking canal. Jalur pengamatan gambut yang telah dilaksanakan seperti terlihat pada gambar sketsa berikut. Jalur Sungai Kepayang Jalur Sungai Nuaran

B-9

B-5


B-3 B-1


10 9



7 6

4

5

3

0

2 1

1

2

3

4 km

TEMUAN DI LAPANGAN Kondisi bagian kiri atau sebelah Utara dari titik pengamatan mulai dari B-5 sampai B-9 atau setelah Talang Nuaran jaraknya tidak jauh dari daratan. Diperkirakan bukaan lahan gambut yang ada antara Sungai Nuaran dengan daratan tanah mineral berkisar antara 25 meter sampai dengan seratus meter.

TEMUAN DI LAPANGAN Daratan/lahan mineral yang ada, oleh warga masyarakat digunakan untuk menanam tanaman tahunan terutama karet. Beberapa sudah disadap.

TEMUAN DI LAPANGAN Hasil dari lahan rawa gambut masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh warga terutama disisi perikanan, dimana hasil yang diperoleh dijual dalam bentuk ikan segar atau ikan asin serta ikan salai. Tanaman kehutanan tidak menghasilkan karena semua hancur terserang api pada kebakaran yang terjadi tahun 2015 silam. Pernah ada petani yang berusaha menanam padi di lahan gambut. Secara vegetatif pertumbuhannya bagus, tetapi pada saat akan panen diserang oleh hama burung sehingga gagal panen.

TEMUAN DI LAPANGAN Sempat berdiskusi dengan warga Talang Nuaran tentang kanal yang diinginkan. Jika akan dibuat blocking canal diinginkan penutupan Sungai Nuaran dibeberapa tempat tidak permanen, agar ketek bisa lewat sampai ke Talang. Hasil diskusi diantaranya : 1. Dari muara Sungai Nuaran sampai dusun Talang Nuaran, bangunan dam yang dibuat dapat dilalui oleh ketek. 2. Dari Talang Nuaran ke arah hulu boleh dibuat bangunan dam tertutup. 3. Lebar saluran di dam yang dapat dilalui ketek sebesar 1,5 x lebar ketek..

TEMUAN DI LAPANGAN Sebagai pembanding, Tim melihat blocking canal yang telah dibuat di Parit Nyonya oleh PT Global Alam Lestari/PT GAL.

TEMUAN DI LAPANGAN Hasil pengamatan gambut : • Kedalaman gambut disepanjang Sungai Nuaran bervariasi antara 90 cm sampai dengan 330 cm dibawah permukaan tanah. • Tingkat kematangan pada bagian atas sudah merupakan gambut matang, sedangkan pada bagian bawah bervariasi. • Pada bagian atas tercampur dengan arang sebagai akibat dari kebakaran yang terjadi beberapa tahun yang lalu. • Pada beberapa tempat ditemui pada lapisan dasar arang sebagai akibat kebakaran, tetapi perlu dianalisa waktu dari kebakaran ini. • Relatif ditemui bahwa makin ke arah hulu, kedalaman gambut yang ada bertambah dalamnya. • Secara rinci hasil pengamatan kedalaman gambut adalah sebagai berikut :

0

Arang/Bekas Terbakar

Batas Hutan Desa

10

B-7

B-9

B-5


B-3

Saprik B-1


10 9

40


8 Stasiun Pengamatan

Hemik

Boring

7 6

55 4

Saprik

5

3

65

Fibrik

0

2 1

75 Aluvial

BATAS HUTAN DESA

1

2

3

4 km

0

B1

Saprik Terbakar

20

B-7

B-9

B-5


B-3 B-1


Fibrik

10 9



7 6

70 4 3

Saprik

0

2

90 Aluvial

B-1

5

1

1

2

3

4 km

B2

0 Saprik 10

Hemik

B-7

B-9

B-5

30


B-3 B-1


10 9 Fibrik



7 6

80

4

5

3 Saprik

0

2 100 Aluvial

B-2

1

1

2

3

4 km

0 Abu/Terbakar 20

SAWAH SAI

Fibrik 35 Hemik 45 Fibrik 50 Saprik

B-7

B-9

B-5

65 Fibrik 75


B-3 B-1

B-2

Saprik

BATAS HUTAN DESA

105

10 9

Hemik


135


Saprik

Boring

7 155

6

Fibrik 170

4

5

Saprik + Mineral

3 210 Mineral + Gambut 225 Aluvial

SAWAH SAI

0

2 1

1

2

3

4 km

B3

0

B-7

B-9

B-5


B-3

Saprik B-1


10 9



7 6

120

Fibrik

4 3

150 Fibrik Terbakar 170 Aluvial

B-3

5

0

2 1

1

2

3

4 km

B4

0

Saprik

25

B-7

Fibrik

B-9

B-5


B-3 B-1

50


10 9

Saprik



7 6

100

4 3

Gambut + Mineral

0

2 1

140 Aluvial

B-4

5

1

2

3

4 km

B5

0

Saprik

20

B-7

B-9

B-5


B-3

Fibrik B-1


10 9


80 8

Stasiun Pengamatan Boring

7

Saprik

6

110

4

5

3

Gambut + Mineral 0

2 1

140 Aluvial

B-5

1

2

3

4 km

B6

0

Saprik

60 B-7

B-9

B-5


B-3 B-1


Fibrik

10 9


140 8


7

Saprik

6

190

4

5

3

Gambut + Mineral 0

2

240 Aluvial

B-6

1

1

2

3

4 km

B7

0

Saprik

40

B-7

B-9

B-5


B-3 B-1

Fibrik


10 9

120



Saprik

Boring

7

150

6

4

5

Gambut Terbakar 3

0

2

210 Gambut + Mineral 220 Aluvial

B-7

1

1

2

3

4 km

B8

0 Saprik 30

Fibrik

80 B-7

B-9

B-5


B-3 B-1


10

Saprik

9



7 6

4

5

270 3

Gambut Terbakar 310 Gambut + Mineral 330 Aluvial

B-8

0

2 1

1

2

3

4 km

B9

0 Saprik 30

B-7

B-9

B-5


B-3

Fibrik

B-1


10 9


8

160


7 6

Deposit Aluvial

210 4

Gambut Terbakar

260 Gambut + Mineral 280 Aluvial

B-9

5

3

0

2 1

1

2

3

4 km

Published by Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH Kantor Terdaftar Bonn dan Eshborn, Jerman BIOCLIME Biodiversity and Climate Change Kantor Jakarta: GIZ ICCTF/GE LAMA I Gedung Wisma Bakrie II. 5th Floor Ruang ICCTF Jl. HR. Rasuna Said Kavling B-2 Jakarta Selatan 12920 Telp: +62-21-9796-7614 Fax: +62-21-5794-5739 Kantor Palembang: Jl. Jend. Sudirman No. 2837 KM. 3,5 Palembang Telp: +62-711-353176 Fax: +62-711-353176 Penulis: Rujito A.S, Iskhaq Iskandar, Sabaruddin, Robiyanto, H.S, M. Sidiq dan Berthold Haasler Photo Credits: Bioclime (2016) I www.bioclime.org E [email protected] FB Bioclime

Final Report Desain Konsep dan Implementasi Tata Kelola Air Partisipatif untuk KHG Merang Kepayang Kab. Muba Sumatera Selatan

Recommend Documents