RESTORASI HUTAN RAWA GAMBUT UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI BERKELANJUTAN: SEBUAH TILIKAN DI SUMATERA SELATAN Mamat Rahmat Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Palembang
ABSTRAK Konversi HRG pada mulanya dimaksudkan untuk mendapatkan manfaat ekonomi berupa peningkatan produk domestik regional bruto (PDRB) sektor pertanian. Namun, upaya tersebut juga telah menyebabkan hilangnya manfaat jasa-jasa lingkungan HRG. Paper ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai nilai ekonomi manfaat jasa lingkungan yang hilang sebagai akibat konversi dan degradasi HRG Sumsel dan dampaknya terhadap pembangunan berkelanjutan serta menimbang potensi restorasi sebagai upaya menuju arah pembangunan ekonomi berkelanjutan. Telaahan subjek ini dilakukan dalam kerangka ilmu ekologi ekonomi dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan yang dilandasi oleh teori pendapatan lestari. Hasil penilikan terhadap masalah tersebut menghasilkan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa kerugian manfaat ekonomi yang hilang akibat konversi dan degradasi HRG Sumsel ditaksir senilai Rp. 55,806 trilyun per tahun. Kerugian akibat hilangnya manfaat jasa lingkungan HRG Sumsel lima kali lebih besar dibandingkan dengan PDRB konvensional sektor pertanian. Sehinga, tingkat pendapatan yang sesungguhnya (tingkat pendapatan lestari) sektor pertanian bernilai negatif (sekitar - Rp. 45 trilyun). Mengingat kondisi tersebut, maka upaya restorasi HRG berpotensi untuk meminimalkan kehilangan manfaat lingkungan sehingga dapat membantu mengarahkan pembangunan ekonomi Sumsel menuju pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Kata kunci: hutan rawa gambut, jasa lingkungan, PDRB, pembangunan berkelanjutan, valuasi
169
I. PENDAHULUAN HRG (HRG) merupakan salah satu aset bagi pembangunan ekonomi, selain modal fisik dan sumber daya manusia. HRG dikenal sebagai sumber kayu, ikan, madu, rotan hasil hutan bukan kayu lainnya. Hal yang tidak dapat dikesampingkan adalah peran HRG sebagai penyedia jasa-jasa lingkungan, seperti fungsi hidrologi. HRG berperan selayaknya spons yang mampu menyerap air pada saat volumenya berlimpah dan mengalirkannya pada saat berkurang. Karena fungsinya tersebut, di beberapa daerah HRG juga menjadi sangat vital peranannya dalam menjaga kelancaran transportasi perairan, khususnya di sungai. Tidak kalah pentingnya adalah fungsi HRG sebagai penyimpan karbon. Di antara berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari HRG, perannya sebagai penghasil kayu dan hasil hutan bukan kayu telah disertakan dalam penaksiran kinerja pembangunan ekonomi baik pada tingkat nasional (Produk Domestik Bruto, PDB) maupun regional (Produk Domestik Regional Bruto, PDRB). Dalam indikator perekonomian tersebut, nilai manfaat hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu terekam di dalam nilai kontribusi sub sektor kehutanan. Adapun nilai manfaat lingkungan belum dimasukan ke dalam indikator perekonomian tersebut, sehingga seakan-akan manfaat jasa lingkungan HRG tidak bernilai bagi masyarakat dan perekonomian. Hal ini pula yang kemudian disinyalir menjadi penyebab maraknya konversi HRG menjadi areal penggunaan lain seperti perkebunan, hutan tanaman industri, dan areal pertanian lainnya. Dampak dari keluputan dalam memandang manfaat HRG tersebut dapat dilihat dari fakta yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Luas lahan gambut di wilayah ini mengalami degradasi dan penyusutan ketebalan di beberapa daerah. Seperti dilaporkan Wahyunto et al. (2005), bahwa dalam periode 1990 - 2002, lahan gambut yang termasuk dalam kategori ketebalan sedang dan dalam mengalami penyusutan sedangkan lahan gambut dangkal meningkat serta lahan gambut sangat dangkal yang pada periode 1990 tidak ditemukan, pada tahun 2002 jumlahnya mencapai 10% dari total lahan gambut di Sumsel. Degradasi lahan gambut tersebut diduga merupakan dampak dari konversi HRG menjadi areal non hutan, pembuatan kanal-kanal dalam kegiatan logging dan bencana kebakaran. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan konversi dan pemanfaatan HRG untuk budidaya pertanian, perkebunan dan kehutanan memberikan 170
manfaat ekonomi, antara lain dalam bentuk penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan produksi sektor pertianian. Manfaat tersebut terekam di dalam PDRB. Akan tetapi, di samping manfaat ekonomi yang dapat diraih tersebut, pada sisi lain telah mengorbankan manfaat-manfaat lingkungan atau dikenal sebagai eksternalitas negatif. Sayangnya, publik tidak mengetahui nilai eksternalitas tersebut, karena kehilangan manfaat tersebut tidak dicatat dalam PDRB. Berkaitan dengan permasalahan tersebut terdapat tiga pertanyaan yang diajukan, yaitu: 1. Berapakah nilai ekonomi manfaat jasa lingkungan yang hilang sebagai akibat degradasi HRG Sumsel. 2. Bagaimanakah dampak perubahan kondisi HRG terhadap keberlanjutan pembangunan ekonomi Sumsel, khususnya terhadap sector pertanian. 3. Bagaimanakah potensi peranan restorasi ekosistem dalam menuju pembangunan ekonomi Sumsel yang berkelanjutan. Ketiga pertanyaan tersebut menjadi titik tolak olah pikir untuk memberikan gambaran dampak kehilangan manfaat jasa lingkungan akibat degradasi HRG Sumsel yang sekaligus merupakan landasan berpikir terhadap perlunya restorasi HRG guna mencapai pembangunan ekonomi sumsel yang berkelanjutan.
II. KERANGKA PIKIR DAN POLA PENDEKATAN Keterkaitan antara HRG dengan pembangunan berkelanjutan dalam permasalahan sebagaimana dijelaskan di muka dikupas dalam kerangka ilmu ekologi ekonomi (ecological economics). Dalam kaidah ilmu ini, sistem ekonomi merupakan bagian (sub sistem) dari sistem lingkungan (Common & Stagl, 2005). Sebagai salah satu tipe ekosistem, HRG dapat dipandang sebagai salah satu sistem yang menopang keberlangsungan sub sistem ekonomi. HRG merupakan sumber input untuk proses produksi dan sekaligus sebagai penetralisir limbah yang dihasilkan dari proses produksi dan konsumsi, serta sebagai penyedia jasa-jasa lingkungan. Karena merupakan satu kesatuan, semakin berkembangnya sub sistem ekonomi maka akan semakin menguras sediaan sumber daya yang tersedia pada ekosistem HRG serta mengurangi kapasitas HRG dalam menetralisir limbah dan menyediakan jasa-jasa lingkungan lainnya. Pada 171
gilirannya, penyusutan HRG dapat mengancam keberlanjutan semua proses yang terjadi pada sub sistem ekonomi. Hal inilah yang dinamakan pembangunan ekonomi tidak berkelanjutan. Dengan demikian pembangunan ekonomi berkelanjutan (sustainable economic development) sebagaimana dikemukakan WCED (1987) adalah pembangunan ekonomi dan social yang mampu menyediakan kebutuhan generasi saat ini maupun generasi yang akan datang. Untuk keperluan kajian ini terkait dengan pemanfaatan HRG, definisi pembangunan ekonomi berkelanjutan tersebut ditafsirkan ke dalam ranah yang lebih khusus, dimana pembangunan ekonomi yang berkelanjutan adalah pembangunan ekonomi yang mampu menjaga ketersedian HRG untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan yang akan datang. Secara umum, terdapat dua jenis sumber daya yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu barang dan jasa. HRG merupakan sistem lingkungan yang mampu menyediakan kedua jenis kebutuhan manusia tersebut. Peranan HRG dalam menghasilkan beragam jenis barang seperti kayu, hasil hutan non kayu, ikan dan lain-lain tercatat di dalam indikator perekonomian konvensional (PDRB), sedangkan nilai manfaat jasa lingkungannya yang antara lain sebagai penetralisir limbah, penyerap karbon dioksida, dan pengatur sistem hidrologi, belum terekam dalam PDRB. Perhatian terhadap berbagai jenis barang yang dihasilkan HRG namun tidak diikuti dengan kepedulian terhadap manfaat jasa lingkungan dikhawatirkan akan semakin meningkatkan eksploitasi HRG yang pada akhrnya dapat menimbulkan kebangkrutan pembangunan ekonomi. Bertitik tolak dari landasan teori di muka serta didukung oleh teori pendapatan lestari (sustainable income) yang dikemukakan oleh Hicks (1946) maka kajian ini dilakukan untuk menilik perubahan sediann HRG di Sumsel, serta potensi upaya restorasi sebagai upaya reinvestasi untuk memelihara kapasitas HRG dalam mencapai pembangunan ekonomi lestari. Pendapatan dan pembangunan ekonomi lestari keduanya memiliki keterkaitan, karena pendapatan adalah indikator yang digunakan untuk menilai kinerja pembangunan ekonomi. Adapun yang dimaksud dengan pendapatan lestari adalah jumlah penerimaan yang dapat digunakan untuk kegiatan konsumsi sedemikian sehingga tidak mengurangi kekayaan (potensi pendapatan di masa yang akan datang).
172
III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Degradasi HUTAN RAWA GAMBUT (HRG): Penyebab dan Dampaknya Nilai produksi sektor pertanian di Provinsi Sumsel menunjukkan peningkatan sejak tahun 2000 hingga 2007. Sub sektor perkebunan dan tanaman bahan makanan (hortikultura) merupakan kontributor utama output sector pertanian. Walaupun peningkatan outputnya tidak secemerlang sub sector perkebunan, sub sector kehutanan juga menunjukkan tren menaik dalam periode tersebut (Gambar 1).
6.000.000 5.000.000 4.000.000 3.000.000 2.000.000 1.000.000 -
Perkebunan
2000 2002 2004 2006
PDRB Provinsi Sumsel (juta rupiah)
Prestasi sub sektor perkebunan tidak terlepas dari ekstensifikasi lahan perkebunan yang telah dilakukan pada periode sebelumnya. Lahan dan HRG merupakan salah satu sasaran dari program ekstensifikasi tersebut.
Tanaman Bahan Makanan Peternakan
Tahun Sumber: Diolah dari data BPS Prov. Sumsel (2008) Gambar 1. Perkembangan PDRB Sektor Pertanian
Proses ekstensifikasi areal perkebunan dan pertanian, kegiatan logging yang dilakukan pada era HPH, pembangunan hutan tanaman dan bencana kebakaran diindikasikan telah berkolaborasi baik dalam menimbulkan degradasi HRG Sumsel. Hasilnya dapat terlihat dari fakta yang dikemukakan oleh Wahyunto et al. (2005) bahwa selama periode 1990 - 2002, ketebalan lahan gambut Sumsel telah mengalami penyusutan sehingga luas pada masing-masing kategori ketebalannya mengalami perubahan cukup drastis (Gambar 2). Luas lahan gambut dalam dan sedang mengalami penyusutan, sedangkan lahan gambut dangkal dan sangat dangkal justru mendapati peningkatan. Adapun, kriteria ketebalan gambut pada kategori gambut dalam, sedang, dangkal
173
dan sangat dangkal adalah berturut-turut 2 – 4 m, 1 – 2 m, 0,5 – 1 m, dan 0,5 m (Wahyunto et al., 2005). 1.363.556 982.023
Luas (ha)
1.500.000 1.000.000 500.000
313.324 159.036 - 66.201
-
53.90529.279
Sangat Dangkal Sedang Dalam dangkal
1990 2002
Ketebalan gambut Sumber: Diolah dari Wahyunto et al. (2005) Gambar 2.
Perubahan luas gambut pada berbagai ketebalan pada tahun 1990 - 2000
Fakta lainnya, yang dikemukakan oleh Miettinen & Liew (2010) menunjukkan bahwa lahan gambut yang kondisinya ditutupi oleh vegetasi hutan alam luasnya hanya sekitar 26,1% dari luas lahan gambut Sumsel, sedangkan sisanya berupa semak belukar yang didominasi oleh pakis, areal pertanian, hutan tanaman serta perkebunan kelapa sawit dan lainlain. Dari jumlah 26,1% luas penutupan hutan tersebut hanya sekitar 6 ribu hektar atau 0,4% yang masih berupa HRG primer, sedangkan sebagian besarnya (16,4%) telah beralih menjadi hutan sekunder atau vegetasi semak belukar dengan ketinggian lebih dari 2 m. Adapun sisanya telah berubah menjadi HRG terdegradasi dengan criteria ringan hingga berat (Tabel 1). Tabel 1. Luas lahan gambut Sumsel berdasarkan jenis penutupan lahan Jenis Penutupan Lahan Badan air Air musiman HRG primer Jenis Penutupan Lahan HRG terdegradasi ringan HRG terdegradasi sedang HRG terdegradasi berat Hutan skunder/semak tinggi Pakis-pakisan/semak pendek
174
Luas (1.000) 13 13 6 Luas (1.000) 17 97 11 221 483
% 1,0 1,0 0,4 % 1,3 7,2 0,8 16,4 35,8
Areal pertanian/perkebunan skala kecil Hutan tanaman dan perkebunan kelapa sawit Pemukiman/areal industry Areal terbuka/areal bekas terbakar Total areal dipetakan % Luas gambut yang dapat ditafsirkan Jumlah total lahan gambut Sumsel menurut Wahyunto, et al. (2005)
199 251 4 35 1.349
14,8 18,6 0,3 2,6 100,0 90,9
1.484
Sumber: Miettinen & Liew (2010) Keterangan: HRG (HRG)
B. Nilai Ekonomi Manfaat Jasa Lingkungan HRG Menurut Millenium Ecosystem Assessment (2005) sebagaimana dikutip oleh Bullock et al. (2012), manfaat jasa lingkungan HRG dapat digolongkan ke dalam empat kategori, yaitu menyediakan (provisioning), mengatur (regulating), mendukung (supporting), jasa budaya. Dalam kaitannya dengan keempat manfaat HRG tersebut, berikut ini contoh untuk masing-masing kategori: 1. Menyediakan: HRG berperan dalam menyediakan lahan untuk gambut untuk kegiatan budidaya pertanian, perkebunan, kehutanan dan bahkan sebagai sumber bahan bakar 2. Mengatur: HRG bermanfaat dalam mengatur sistem hidrologi dan penyerapan CO2 3. Mendukung: HRG berperan dalam mendukung kehidupan dengan menyediakan habitat bagi aneka ragam satwa dan menjaga sumber daya genetik 4. Nilai budaya: HRG juga memeiliki nilai budaya bagi masyarakat tertentu Dari keempat criteria manfaat HRG tersebut, kriteria pertama dapat terlihat nilai manfaatnya dalam indikator perekonomian konvensional seperti telah diutarakan di muka. Dalam hal ini yaitu tampak dari nilai kontribusinya terhadap PDRB. Adapun, tiga criteria lainnya menyangkut jasa-jasa lingkungan belum terrekam dalam indikator tersebut. Mengingat kondisi HRG Sumsel sebagian besar mengalami degradasi maka tentunya nilai manfaat jasa lingkungannya juga berkurang. Berdasarkan data yang dikemukakan Miettinen & Liew (2010) dapat dketahui bahwa 346 ribu ha HRG Sumsel telah terdegradasi dari
175
mulai tingkat ringan sampai berat. Deskripsi masing-masing tingkat degradasi tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Deskripsi penutupan lahan yang tergolong ke dalam HRG asli dan terdegradasi Tipe penutupan lahan
Deskripsi
HRG primer
HRG yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda intervenesi manusia HRG dengan sedikit tanda-tanda intervensi manusia, ditunjukkan dengan adanya jalan-jalan kecil yang tidak terlalu jelas melintasi area tetapi tidak ada tandatanda pembukaan tajuk hutan HRG dengan tanda-tanda yang jelas yang mengindikasikan kegiatan logging yang sistematis, hal ini ditunjukkan dengan adanya bentuk jalan-jalan logging atau kanal dan atau bekas pembukaan tajuk hutan HRG yang menyisakan sedikit penutupan hutan
HRG terdegradasi ringan
HRG terdegradasi sedang
HRG terdegradasi berat Hutan skunder/semak Lahan yang ditutupi semak belukar atau hutan sekuntinggi der dengan ketinggian vegetasi rata-rata di atas 2 m Sumber: Miettinen & Liew (2010)
Berdasarkan deskripsi pada Tabel 2, maka tipe penutupan lahan yang diindikasikan mengalami degradasi manfaat jasa lingkungan HRG yang tergolong berat adalah pada tipe HRG terdegradasi berat dan hutan sekunder. Selain itu kehilangan manfaat lingkungan HRG juga diindikasikan terjadi akibat penyusutan (deplesi) HRG yaitu konversi HRG menjadi areal pertanian, perkebunan, pemukiman dan areal industri serta kebakaran yang mengakibatkan HRG berubah menjadi areal terbuka dan semak belukar/vegetasi pakis. Dengan demikian maka total deplesi dan degradasi HRG seluas 1,204 juta ha, dengan perincian tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3.
Luas deplesi dan degradasi HRG yang diindikasikan berdampak terhadap berkurangnya nilai manfaat jasa lingkungan
Tipe penutupan lahan HRG terdegradasi berat Hutan skunder/semak tinggi Pakis-pakisan/semak pendek Areal pertanian/perkebunan skala kecil Hutan tanaman dan perkebunan kelapa sawit 176
Luas (1.000 ha) 11 221 483 199 251
Pemukiman/areal industry Areal terbuka/areal bekas terbakar Jumlah
4 35 1.204
Sumber: Diolah dari Miettinen & LIew (2010)
Nilai manfaat jasa lingkungan yang hilang akibat penyusutan dan degradasi HRG tersebut dihitung adalah sekitar 55,806 trilyun per tahun. Nilai tersebut diperoleh dengan mengalikan Jumlah luas HRG yang dikonversi dan terdegradasi sebagaimana disajikan pada Tabel 3 dengan nilai manfaat jasa lingkungan HRG per ha per tahun. Nilai manfaat jasa lingkungan ini menggunakan pendekatan nilai manfaat lahan basah pada tingkat global yang dikemukakan oleh Zedler&Kercher (2005). Nilai tersebut digunakan sebagai pendekatan (proxy) karena nilai manfaat lingkungan HRG yang merupakan publikasi dari hasil kajian di wilayah Sumsel tidak ditemukan. Adapun perhitungan nilai manfaat HRG yang hilang tersebut ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4.
Perhitungan nilai manfaat jasa lingkungan yang hilang akibat terjadinya deplesi dan degradasi HRG
Luas deplesi dan degradasi HRG (ha) 1.204.000
Nilai ekonomi manfaat lingkungan HRG (Rp/ha/tahun)*) 46.350.500 (US$ 4.879 x Rp 9.500/US$)
Total nilai manfaat jasa lingkungan yang hilang (Rp/tahun) 55.806.002.000.000
Sumber: Diolah dari data sekunder Keterangan: *) Nilai pendekatan (proxy) yang diperoleh dari Zedler & Kercher (2005) US$ (United Stated Dollar): Dolar Amerika Serikat
C. Pendapatan (PDRB) Lestari Sektor Pertanian Dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, nilai manfaat lingkungan yang hilang akibat deplesi dan degradasi HRG tersebut merupakan faktor yang dapat mengurangi pendapatan. Hasil dari pengurangannya diperoleh tingkat pendapatan (PDRB) lestari. Estimasi pendapatan lestari pada kajian ini hanya diimplementasikan pada sektor pertanian, dengan pertimbangan bahwa deplesi dan degradasi HRG Sumsel memiliki keterkaitan dengan proses ekstensifikasi pada pembangunan sektor pertanian (mencakup sub sector pertanian tanaman pangan, perkebunan dan hutan tanaman). Selain itu, penghitungannya 177
hanya dilakukan terhadap pendapatan tahun 2005 - 2007 mengingat data deplesi dan degradasi HRG yang tersedia dari Miettinen & Liew (2010) adalah hasil penafsiran citra SPOT hasil liputan tahun 2005, 2006 dan 2007. Dengan demikian kondisi tersebut diasumsikan menggambarkan kondisi deplesi dan degradasi HRG Sumsel pada ketiga tahun tersebut. Pendapatan lestari sector pertanian pada penelitian ini menunjukkan hasil yang bernilai negatif (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan regional yang disumbangkan oleh sektor pertanian adalah bukan pendapatan yang lestari dan di dalamnya terkandung nilai kerugian publik (masyarakat secara keseluruhan) akibat hilangnya manfaat jasa lingkungan HRG. Hasil estimasi ini juga membuktikan bahwa nilai manfaat lingkungan yang hilang akibat deplesi dan degradasi HRG lima kali lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh dari hasil sektor pertanian. Tabel 5. Perhitungan PDRB lestari sektor pertanian Uraian 2005 2006 PDRB konvensional (juta Rp) 9.805.678 10.437.334 Manfaat jasa lingkungan 55.806.002 55.806.002 yang hilang (juta Rp) PDRB lestari (juta Rp) - 46.000.324 - 45.368.668
2007 11.113.699 55.806.002 - 44.692.303
Sumber: Diolah dari data sekunder
D. Restorasi HRG: Upaya Reinvestasi Sumber Daya dan Jasa Lingkungan Restorasi HRG adalah keputusan paling rasional yang dapat dilakukan untuk mengembalikan manfaat jasa lingkungan HRG. Mengingat nilai manfaat jasa lingkungan HRG jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai manfaat yang diperoleh dari hasil mengonversi HRG menjadi areal penggunaan lain. Kegiatan restorasi HRG yang paling utama adalah kegiatan pembendungan kanal-kanal dengan maksud untuk meningkatkan tingkat permukaan air tanah. Cara demikian dipandang efektif untuk mencegah oksidasi gambut sehingga pelepasan emisis karbon dapat dihindari. Selain itu, pembendungan kanal dapat menjaga agar tanah gambut senantiasa basah sehingga dapat mencegah terjadinya kebakaran yang juga dapat melepaskan emisi karbon dalam jumlah yang lebih besar (Suryadiputra et al., 2005; Jaenicke et al., 2010).
178
Penilaian terhadap pengaruh pembendungan kanal-kanal pada lahan gambut terdegradasi di areal eks Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar, Kalimantan Tengah yang dilakukan oleh Jaenicke et al. (2011) mengindikasikan bahwa uapaya tersebut telah berhasil meningkatkan kadar air gambut di sekitar bendungan (DAM). Mereka telah berhasil mendeteksi perubahan relatif kelembaban tanah gambut dengan menggunakan teknologi citra satelit radar. Evaluasi dampak pembendungan kanal-kanal pada lahan gambut juga telah dilakukan oleh Xiaohong et al. (2012) di lahan gambut yang terdegradasi di wilayah Zioge, China. Hasil evaluasi tersebut mengungkapkan bahwa restorasi lahan gambut telah berhasil meningkatkan tinggi permukaan air tanah. Hal demikian ternyata juga berdampak terhadap peningkatan kelimpahan vegetasi perairan serta kenaikan kandungan bahan organik, kelembaban, dan kadar N, P, K tanah. Fakta-fakta keberhasilan restorasi lahan gambut yang tersaji di muka, menjadi teladan bagi upaya restorasi HRG Sumsel untuk mengembalikan fungsi HRG dalam menyediakan jasa-jasa lingkungan. Upaya restorasi tentu tidak dengan cepat mengembalikan fungsi-fungsi lingkungan dimaksud ke kondisi awal. Namun demikian, upaya ini diharapkan dapat meningkatkan sediaan sumber daya dan jasa lingkungan sehingga dapat memandu laju pembangunan ekonomi ke arah yang berkelanjutan.
IV. KESIMPULAN Deplesi dan degradasi hutan terbukti telah mengakibatkan lenyapnya manfaat jasa lingkungan HRG Sumsel. Nilai ekonomi manfaat lingkungan yang hilang tersebut ditaksir mencapai 55,806 trilyun per tahun atau lima kali dari PDRB sektor pertanian. Fakta tersebut menunjukkan bahwa nilai pendapatan (PDRB) dari sector pertanian belum mampu menggantikan dampak negatif dari kegiatan konversi dan degradasi HRG. Karena nilai manfaat ekonomi jasa lingkungan yang hilang lebih besar dibandingkan dengan PDRB konvensional sektor pertanian maka
179
PDRB lestarinya bernilai negatif atau pembangunan yang tidak berkelanjutan.
dapat dikatakan
sebagai
Beberapa fakta hasil evaluasi restorasi lahan gambut di beberapa lokasi baik di dalam maupun di luar negeri menunjukkan bahwa restorasi mampu memperbaiki kondisi lahan gambut dan sehingga memiliki potensi untuk mengembalikan jasa-jasa lingkungan HRG. Kecenderungan demikian diharapkan dapat mengarahkan gerak pembangunan sektor pertanian menuju jalur yang lestari. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan (BPS Prov. Sumsel). 2008. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007. BPS Provinsi Sumatera Selatan. Palembang. Bullock, C.H., M.J. Collier, F. Convery. 2012. Peatlands, Their Economic Value and Priorities for Their Future Management – The Example of Ireland. Land Use Policy, 29 (2012): 921 – 928. Common, M. & S. Stagl. 2005. Ecological Economics: An Introduction. Cambridge University Press. Cambridge, UK. Hicks, J.R. 1946. Value and Capital: An Inquirry into Some Fundamental Principles of Economic Theory. Second Edition. Oxford University Press. Oxford, UK. Jaenicke, J., S. Englhart, F. Siegert. 2011. Monitoring the effect of restoration measures in Indonesian peatlands by radar satellite imagery. Journal of Environmental Management, 92 (2011): 630 – 638. Jaenicke, J., J.H.M. Wösten, A. Budiman, F.Siegert. 2010. Planning hydrological restoration of peatlands in Indonesia to mitigate carbon dioxide emissions. Mitig. Adapt. Strateg. Glob. Change DOI: 10.1007/s11027-010-9214-5 Suryadiputra, I.N.N., Dohong, A., Waspodo, R.S.B., Muslihat, L., Lubis, I.R., Hasudungan, F., Wibisono, I.T.C., 2005. AGuide to Blocking of Canals and Ditches in Conjunction with the Community. Wetlands International eIndonesia Programme, Bogor. Wahyunto, S. Ritung, Suparto dan H. Subagjo. 2005. Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan 2004. 180
Wetlands International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. World Commission on Environment and Development (WCED). 1987. Our Common Future. World Commission on Environment and Development. http://www.un-documents.net/wced-ocf.htm (diakses pada tanggal 22 Oktober 2010). Xiaohong, Z., L. Hongyua, C. Baker, S. Graham. 2012. Restoration approaches used for degraded peatlands in Ruoergai (Zoige), Tibetan Plateau, China, for sustainable land management. Ecological Engineering, 38 (2012): 86 – 92. Zedler, J.B. & S. Kercher. 2005. Wetland Resources: Status, Trends, Ecosystem Services, and Restorability. Annual Review of Environment and Resources, 2005 (30): 39 – 74.
181
ISBN: 978 – 602 – 1681 – 00 – 9
PROSIDING WORKSHOP ITTO Project RED-SPD 009/09 Rev. 2 (F) STAKEHOLDER CONSULTATION THE APPLICATION OF METHOD AND TECHNOLOGIES TO ENHANCE THE RESTORATION OF PSF ECOSYSTEM Palembang, 25 April 2013
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi
Prosiding Workshop Stakeholder Consultation the Application of Method and Technologies to Enhance the Restoration of PSF Ecosystem Hak Cipta@P3KR 2013 Publikasi ini diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi dengan biaya atas kerjasama Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Palembang dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) melalui ITTO Project REDSPD 009/09 Rev. 2 (F) ISBN: 978-602-1681-00-9 Tim Penyunting: Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi (Penanggung Jawab) Ir. Didik Purwito, M.Sc. (Koordinator) Ir. Tajudin Edi Komar, M.Sc. (Penyunting) Ir. Atok Subiakto, M.App.Sc. (Penyunting) Drs. Kuntadi, M.Agr. (Penyunting) Drs. Haryono (Sekretariat) Sufyan Suri, SP. (Sekretariat) Foto Sampul: Hendra Priatna, ST (BPK Palembang) Diterbitkan oleh: Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (P3KR) Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Indonesia Telp. : +62 (0251) 8633234 Fax. : +62 (0251) 8638111 Email :
[email protected] Website : http://www.puskonser.or.id
KATA PENGANTAR Teknologi rehabilitasi dan restorasi lahan dan hutan rawa gambut (HRG) telah dikembangkan dan dikenalkan oleh berbagai institusi untuk pemulihan ekosistemnya yang telah terdegradasi. Berbagai teknologi tersebut dikembangkan berdasarkan tingkat kerusakan dan penyebab utama kerusakan. Penyebab utama kerusakan hutan rawa gambut adalah kebakaran hutan, penebangan ilegal dan alih fungsi (konversi) ke penggunaan lainnya. Penebangan ilegal dan konversi hutan rawa gambut kebanyakan disertai dengan pembuatan saluran air baik untuk sarana pengangkutan kayu maupun untuk menurunkan level air. Dalam rangka perbaikan ekosistem HRG, level air perlu dijaga sesuai dengan kondisi alaminya. Level air yang telah turun sebagai akibat konversi HRG dan penebangan liar perlu dinaikkan. Rehabilitasi dan restorasi HRG terdegradasi selain bertujuan untuk pemulihan ekosistem juga bertujuan untuk menurunkan emisi dan meningkatkan serapan karbon. Beberapa institusi termasuk LSM telah melakukan berbagai percobaan untuk memperbaiki ekosistem melalui penanaman kembali, perbaikan penutupan lahan secara alami dengan penyekatan saluran air, dan penyekatan saluran/kanal disertai dengan penanaman. Teknologi rehabilitasi dan restorasi HRG yang dikenalkan telah direview dalam salah satu kegiatan dari proyek ITTO. Bidang ilmu lain yang relevan dalam restorasi dan rehabiltasi HRG juga diulas dan dibahas dalam diskusi parapihak yang kemudian dikemas dalam prosiding ini. Seluruh makalah dalam prosiding ini, baik yang dipresentasi (makalah utama) maupun makalah penunjang telah disunting oleh Tim Penyunting pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Untuk itu, kepada semua pihak yang telah membantu hingga prosiding ini dapat diterbitkan, diucapkan terimakasih.
Kepala Pusat,
Ir. Adi Susmianto, M.Sc NIP. 195712211982031002
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................
i
DAFTAR ISI ..................................................................................
iii
Sambutan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan ........
vii
Hasil Rumusan dan Rekomendasi .....................................................
xi
MAKALAH UTAMA 1.
2.
3.
4.
Konservasi dan Rehabilitasi Lahan Gambut untuk Penurunan Emisi Carbon: Aplikasi untuk Provinsi Sumatera Selatan Fahmudin Agus ..........................................................................
1
Review Teknologi Rehabilitasi dan Restorasi Hutan Rawa Gambut di Indonesia Adi Kunarso dan Bastoni ...........................................................
19
Pengalaman dan Pembelajaran Rehabilitasi dan Restorasi Lahan Gambut di Indonesia Iwan Tri Cahyo Wibisono ...........................................................
39
Pendekatan Edafologi dalam Rehabilitasi dan Restorasi Hutan dan Lahan Rawa Gambut Terdegradasi Bastoni ......................................................................................
51
MAKALAH PENUNJANG 5.
6.
7.
Pendekatan Penghidupan Pedesaan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut Bondan Winarno .......................................................................
69
Upaya Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut melalui Pengembangan Peran dan Partisipasi Masyarakat Sri Lestari ...................................................................................
81
Pengukuran Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Hutan Gambut Sekunder Bekas Terbakar (Studi Kasus di Desa Kedaton, Kecamatan Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan) Dody Prakosa ............................................................................
95 iii
8.
Pengalaman Yayasan BOS dalam Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Gambut di Kawasan Mawas Kalimantan Tengan Baba S. Barkah ...........................................................................
107
Potensi Kerusakan dan Upaya Rehabilitasi Kawasan Rawa Gambut di Wilayah Kerja BPDAS Musi, Sumatera Selatan Agus Kurniawan, Eni Rulianti dan Yunita Dwi Hastuti ................
119
10. Budidaya Jabon sebagai Alternatif Rehabilitasi dan Pemanfaatan Lahan Rawa di Sumatera Selatan Hengki Siahaan dan Agus Sumadi ..............................................
129
11. Penyerapan Karbon pada Hutan Tanaman Acacia crasicarpa di Lahan Gambut Terdegradasi PT. SBA WI Agus Sumadi, Mamat Rahmat dan Teten Rahman S. ................
137
12. Pertumbuhan Acacia crasicarpa pada Lahan Rawa Gambut Bekas Terbakar (Studi Kasus di HTI PT. SBA Wood Industry) Agus Sumadi dan Sri Lestari .......................................................
147
13. Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Rawa Gambut dengan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar Agus Kurniawan .........................................................................
153
14. Kondisi dan Sisa Cadangan karbon di Atas Permukaan Tanah pada Hutan Gambut Sekunder Bekas Kebakaran Berulang Dody Prakosa .............................................................................
161
15. Restorasi Hutan Rawa Gambut untuk Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan: Sebuah Tilikan di Sumatera Selatan Mamat Rahmat ..........................................................................
173
16. Pembibitan Gelam (Melaleuca leucadendron) untuk Mendukung Restorasi dan Rehabilitasi Lahan Rawa Gambut Bersulfat Masam Bastoni .......................................................................................
185
9.
iv
LAMPIRAN Agenda Workshop ..........................................................................
199
Daftar Peserta Workshop ................................................................
201
Notulensi Workshop .......................................................................
207
Susunan Panitia Workshop .............................................................
221
v