HAM di Indonesia: Antara Universalitas dan Lokalitas

HAM di Indonesia: Antara Universalitas dan Lokalitas

n-imon Bose

. l'erv York: r oi Social

Oleh: ImasWaryati

'orkPrachce:

rc

(ed.5),

)n.

cn :o Sociol

i

luIc. Miilan.

ABSTRAK Masalah I-IAM (Hak fuasi Manusia) di Indonesia sering menjadi isu intemasional, dikarenakan selalu ada tarik ulur antara universalitas dan lokalitas. Selain ifu pula, FIAM memiliki dimersi universal, yaitu berlaku umum di mana-rrnna dengan standar nilai tertenfu. Namun di pihak lain ketika universalitas HAM dilaksanakan, ia akan dihadapkan kepada nilai-nilai lokalitas. Kata kunci: HAM, universalitas, lokalitas.

Pendahuluan

HAM di setiap jejak bumi ini, akan

Isu global dewasa ini, selain masalah demokratisasi dan lingkungan hidup, adalah masalah HAM (Hak Asasi Manusia) yang sering menjadi persoalan krusial bahkan sering melahirkan situasi kritis. Berbagai persoalan HAM, apakah dalam persepsi maupun dalam pelaksanaannya acapkali mengundang perdebatan yang tidak pernah habis-

memunculkan kemajemukan wujudnya. Semua tergantung kepada sistem nilai budaya, politik, agama atau sistern kehidupan lainnya, dimana HAM tersebut dilaksanakan. Oleh karenanya, secara tegas harus dinyatakan bahwa, HAM selalu ada

dalam tarik ulur antara univensalitas dan lokalitas. Di satu sisi, HAM harus diakui memiliki dimensi universal, berlaku umum

nderungan yang bersifat "Perdebatan"

di mana-mana dengan standar nilai tertentu. Namun di pihak lain ketika universalitas I-IAM dilaksanakan, ia akan

karena memang dalam masalah HAM, terdapat sudut pandang yang berbeda'reda. Terganfung dari mana melihat dan kepentingan apa yang mendasari :ersepsinya tersebut. Selain itu, HAM sebagai bagian inheren dan perikehidupan manusia, tentu dipengaruhi pula oleh pelbagai sistern nilai yang melingkupinya. Dengan kata lain pelaksanaan

dihadapkan kepada nitai-nilai lokaiitas. Artinya, kendatipun L{{Y bersifat universal, tetap membutuhkan proses adaptasi denga n lrnl;u:,qa n yang beragama. Kondisi il:la: ; arg luga terjadi d! persada Indcne.:a :.rcinta. Sehingga wajar pula jd
habisnya.

Hal demikian senantiasa menjadi ke ce

HUMANITAS

I

96

menggunakan kaca mata luar (barat) fakton ini pula yang banyak menyudutkan posisi Indonesia di mata intemasional. Sebagai contoh, bisa disebut masalah Timor Timur,

kendatipun upaya tersebut masih bensifat lokal, partiai dan sporadikal (Beny Harman K, 1988).

Irian Jaya, Buruh atau kebebasan

Universal Declaratior: Of Human Rights, lebih merupakan puncak monumental dari sebuah proses panjang pembentukan, pengaturan dan konsiderasi nyata dan pentingnya HAM bagi masa depan umat manusia itu sendiri. Dan sejak zaman Yunani Kuno, misalnya Plato (428-348 SM)

mengekpresikan hak-hak warga negara lainnya.

Fenelusuran Akar FIAM Menelusuri sejarah HAM bisa dilakukan sangat jauh ke belakang, hingga ke zaman Yunani Kuno. Pendek kata, sejarah FIAM memang sangat panjang, sejalan dengan panjangnya peradaban manusia ifu sendiri. Beda yang safu dengan

yang lainnya boleh jadi terletak pada korrsep gagasan dan pengejawantahannya.

Sementara itu nilai-nilai filosofi HAM-nya, relatif tidak tidak mengalami perubahan aiau bahkan sama sekali tiCak mengalami perubahan yang berarti.

Karena itu, banYak kalangan menilai bahwa HAM sebagai gagasan,

97 I HI'TANITAS

:lrE:

Jadi, yang dituangkan dalam

telah rnemaklumkan kePada warga polisnya, bahwa kesejahteraan bersama baru tercapai kalau setiap warganya melaksanakan hak dan kewajibannya

i6E

i.€,.m.ms .cs,cfo-m

!*{: nar

rerfolerfi

:*s-;ah

-firdarE

:iB'l

€mmsu :ettre jaJ

ls,e:l,rir,

Lebih lanjut Harman juga

::embe ;:,];.in :-€ rafrc

menguatkan pemyataan tersebut bahwa,

lerr:,am

masing-masing.

Aristoteles sering

kali

rnembenikan

.,"imtrLm

wejangan kepada para pengikutnya bahwa

*r-:a,rim.

negara yang baik adalah yang sering memperhatikan kePentingan dan kesejahteraan masyarakat banyak. Kata

t{,{::nl:)a *rif,BJE-

kunci yang disodorkan oleh Plato rnaupun Anistoteles bertumpu kepada kepentingan dan kesejahteraan rnsyarakat banyak' Dan memang, dua hal ifulah yang senantiasa diperdebatkan dalam diskusi i-lAM dewasa mi" Artinya, setiap pengingkaran terhadap kesejahteraan dan kepentingan masyarakat banyak, dianggap sebagai pelanggaran terhadap HAM. Dalam masyanakat Jawa Kuno dikenal istilah "Hak Pepe" yaitu hak wanga desa unfukmemprotes Raja dengan jalan menjemur din di halaman Istana. Hak pribadi tersebut adalah hak yang diakui dan hak-hak asasi serta martabat manusia demi terciptanya keadilan dan dihormati oleh para penguasa kala itu. Hal yang masih berkaitan dengan perdamaian di dunia. Upaya pemikiran, untuk perjuangan HAM adalah yang terjadi di sejarah akar konseptualisasi, dan mengakui dan menegakkan eksistensi hak daratan Inggris, yakni lahirnya Piagam asasi manusia jauh sebelumnya telah Agung (Magna Charta, 1215), Yang munanl di tengah-tengah masyarakat umat menjadi simbul Perlawanan kaum bangsawan lnggris untuk mendapatkan rnanu-cia. baik di Barat maupun di Timur,

paradigma dan kerangka konsephlal tidak iahir sama dengan Universal Declaration Of Human Rights 1.0 Desember 1948, dari perspektif sejarah, barang kali lebih tepat deklarasi HAM yang ditandatangani oleh Majelis Umum PBB itu dihayati sebagai pengakuan yuridis forrnal dan titik kulminasi peduangan sebagian besar umat manusia di seantero dunia, khususnYa Yang tengabung dalam Organisasi Penserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk senantisa menyadari, menghormati dan menegaltkan

:,E!!r..-n&l

r.{S:

h-;'

:r€::liie 1:s3-IIll :re,eiroa'

:tE,g30a :6-*7),

xf,erl-ErE

I:ilIi$lii: -d * ::&

an:rya

:rE*r: a:A

:Eril1aFft .j::fLil :

ri-.:

I

-]-.r-*l;li llE'- -:r ,,

:asiE m

:"elan l 1:-;saF

:Ira n, .aJ{

':ensifat l--larman

:, ialam :. 3ights, ::rial dari ;:,tukan, - a-a dan ;an umat ... Zaman :-3-8 SM)

a

'.varga . ':ersama r. a;ganya :r: o annya

1a:, juga u'i bahwa, ::,'C e :.--

nikan

a bahwa

g sering r li-L dan l:-,

ai.

Kata ;i: IIldllPUfI ::pentingan ,a:-.--ak. Dan , senantiasa :,,

-l'idewasa a:'. :arhadap

nasyarakat ianggaran ::,aiat Jawa ' e ;aitu hak F,a;a dengan l lstana. Hak C:akui dan r kala ihr. a:ta:r dengan r,r,E tedadi di :;'a Piagam :e

.2i5), yang rnan kaum nendapatkan

hak-haknya kembali setelah dicampakkan oleh ketakaburan sistem kekuasaan Raja

budaya (Miriam Budihardjo).

John. Dengan Negara Charta itulah,

sejarahnya yang panjang hingga hari ini,

kekuasaan mja-raja lnggns menjadi tidak absolut lagi, yang kemudian dikenal dengan

mernbuktikan bahwa persoalan HAM sesungguhnya telah berada pada posisi

Dalam

yang mensejagat (global). Sehingga setiap bangsa berkepentingan mempertimbangkan nilai-nilai universalitasnya tersebut, tanpa harus meniadakan nilai-nilai kekhasan dirinya.

Monarkhi Konstitusional.

perkembangan selanjutnya di lnggris, telah

disyahkan oleh parlemennya sebuah undang-undang hak (Bill Of Rights), tahun 1689, yang menjamin gerakan-gerakan emansipatorik untuk rirelawan kekuasaan raja yang berkuasa.

Undang-undang hak yang disahkan

di lnggris tersebut ternyata

Dengan merujuk pada akar

HAM Universalitas dan Lokalitas

Menurut Beny Harman K, pemyataan sedunia tentang hak-hak asasi

memberikan inspirasi di Perancis dan di AS

manusia The Universal Declaration of

untuk menyatakan hal yang sama. Di Perancis, tahun 1789, dicetuskan Declaration Des Droits de I'home et du

Human Rights yang disahkan oieh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa itu terdiri dari 30 pasal dan sangat sarat dengan ketenfuan mengenai hak-hak asasi manusia, secara teoritik, hak-hak yang terdapat dalam deklarasi tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga bagian. Bagian pertama menyangkut hak-hak politik dan yuridis" Bagian kedua menyangkr.rt hak-h.:k atas martabat dan integritas manusia, dan bagian ketiga menyangkut hak-hak sosial, ekonomi dan hak-hak budaya. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa masalah FIAM merupakan masalah yang ufuh dantidakterkotak-kotzik ke dalam batasan yang sempit. lni mengandung arti bahwa, FIAM harus diproyelsikan ke dalam setiap perikehidupan manusia dengan segala dimensinya. Jadi pelalsanaan FIAIvI di Indonesia pun, tidak boleh sebagian-

Citoyen, sebuah deklamsi yang bermakna egalite, fratemite dan liberte. Sementana, di AS disahkan pula Bill of rights, yang

xemudian menjadi bagian utama dari undang-undang dasar AS pada tahun 1791. Pada perkembangan berikutnya, di abad permulaan ke 20, Franklin D. Roosevelt,

inenumuskan "The Four Freedoms" yakni Freedoms of Speach, Freedom of Religion, Freedom of Fear dan Freedom from want. Untuk memberikan argumentasi :erhadap pendapatnya itu, Roosevelt :nenyatakan bahwa unfuk me mbahagiakan nanusia tidak cukup dengan memberikan

:engakuan hak-hak politik terhadap :irinya. Hak-hak politik dan yuridik, seperti .:ak atas kebebasan, hak menyatakan :endapat, hak unfuk ikut dalam pemilihan jmum dan equality before the law tidak akan berarti apa-apa seandainya iabufuhan manusia yang paling mendasar basic needs) sepertisandang, pangan, dan

rapan tidak dapat dipenuhi. Menurut rnggapan ini hak manusia harus juga :-rencakup bidang ekonomi, sosial dan

sebagian (parsial). Paling tidak, pelaksanaannya harus me mpe ni mbangkan basis filosofi HAM _l'ang ber-.ifat universal.

Harus diakui bah'.,"a ilAlt memang

memiliki nilai g'ang rnendunia. Kendarrpun iemikian, ketika FIAM dilaksanakan Ci indonesia, tenfunya mesti me nghimu.:."an s isie m nilai kemasyarakatan HUMANITAS

I

98

HAM di Indonesia, memang ada yang langsung berhubungan negara-negara

yang ada. Artinya, secam impllsit jangan sampai konsepsi HAM yang dewasa ini lebih banyak berasal dari negara-negara bamt malah menghancurkan tatanan nilal yang sudah ada di Indonesia. Sebab, sebagus apapun konsepsi HAM yang datang dan luar (barat) tentu mesti dilihat dari perspektif kelndonesiaan.

tertenfu yang memiliki kepentingan berbeda dengan Indonesia. Sebagai misal, berkalikali pemerintah Indonesia protes terhadap pers negara tertenfu, mulai dan masalah TimorjTimur yang memang belum funtas di PBB, hingga perilaku pers asing itu sendiri

Sungguhpun begihrtidak boleh pula

persoalan-

diartikan bahwa Indonesia menolak HAM yang bersifat universal seperti yang sering ditudingkan oleh pers-pers asing atau negara-negara yang tidak menyukai kemajuan bangsa Indonesia. Sebab persoalannya justru terletak pada proses berlangsungnya pelaksanaan HAM itu sendiri, dengan visi, persepsi, dan kepentingan Indonesia untuk menjaga keufuhan negerinya. Secam begitu, wajar saja kalau persepsi dan kepentingan

Indonesia pur, menuntut untuk diperhatikan dalam konteks HAM pada masyanakat dunia. Memang harus diakui secara jujur

pula bahwa, pelanggaran HAM di Indonesia masih sering mencuat

ke

di dalam memberitakan

persoalan dalam negeri Indonesia.

Terjadinya "perbenturan" antara pemerintah Indonesia dengan beberapa pers asing dari negara-negara tertentu dalam soal HAM, merupakan bukti bahwa, hingga hari ini membangun persepsi yang sama tentang HAM yang bersifat univesal bukan persoalan yang gampang dan sekaligus jadi. Jika persepsi saja masih belum dicapai kata sepakat dan terus bemda pada proses dialektis, maka terlebih lagi ketika konsep HAM tersebut dioperasionalkan pada negara masing-

masing niscaya banyak terdapat pemaknaan dan penafsiran (penilaian) yang panjang serta beragam.

Oleh karena itu,

untuk

permukaan. Secara umum pelangganan HAM di Indonesia masih berkisar pada hak-hak rakyat atas sumber daya politik; kebemdaan hak-hak ekonomi mkyat dalam proses dan pencapaian pembangunan; kesejahtenaan kaum buruh, kaum nelayan miskin, masa depan para petani,

melaksanakan dan mengaktualisasikan FIAM secara utuh dan tidak memunculkan berbagai konflik, perlu dilakukan beberapa langkah. Pertama, harus diakui secara jemih bahwa filosofi HAM memiliki nilainilai universal, namun tidak boleh mengabaikan infrastruktur nilai-nilai lokal

pengangguran dan kaum miskin di perkotaan, hak-hak perempuan dalam

yang ada pada sefiap negam. l-angkah yang dilakukan adalah mensosialisasikan secara

memanfaatkan setiap eksistersinya; dan tenfu kesulitan yangsenantiasa melilit nasib guru SD yang bemda di daerah terpencil.

Seperti disinggung

di

muka

persoalan HAM di Indonesi-a sering memasuki isu internasional, karena memanE rnasalah HAM telah menjadi isu global- Di samping ifu , persoalan-persoalan

99 I HT'TArITAS

terus menerus nilai-nilai HAM agar menje mbatani perbedaan-perbedaan lokalihs dengan universalitas. Dalam kaitan ini pula penting dipertimbangkan adanya pendidikan HAM kepada masyarakat, baik

meialui pendidikan formal maupun informal.

Ked disosialisar menjadi internasion terciptakan

melibatkan al*ualisasi

&

IdetertbaAnr

kiteria form

rnengakorrn dilakul{an la!

kepada

sia

pelanggarar trangkah ini

dukungan rnemadai u

j

"{khirnya.

I

seyogyangra d

pada berba rrnsyamkat d hukan serrnt harus sudal

kebutuhan h-r

Kesimpulrr Bagair

hahwa

masa persoalan 1nn

I ada yang ara -negara

Kedua, konsepsi HAM harus disosialisasikan secara terarah, agar

;an berbeda L.al. berkali-

menjadi kebutuhan masYarakat internasional. Di dalamnya mesti

lerhadap .an masalah r"rm tuntas di lg :tr-r sendiri

terciptakan mekanisme sosialisasi yang melibatkan berbagai visi, persepsi,

:es

persoalanesia.

lra:" antara ln beberaPa ara tertentu Lukibahwa, rcrsepsi Yang

sifat univesal rmpang dan ;r saja masih at dan terus maka terlebih rl'1 tersebut qara masingrk terdaPat .r. penilaian)

Keterlibatannya tidak dibatasi ole h kriteriakriteria formal saja. Namun harus mampu mengakomodasi siapa saja. Ketiga, mesti dilakukan langkah tegas terbentuk sanksi

kepada siapapun yang melakukan pelanggaran HAM. Untuk menunjang langkah ini, tentunya membutuhkan dukungan perangkap hukum, yang memadai untuk keperluan tersebut. Akhirnya, keempat, masalah HAM seyogyanya didukung oleh langkah kultural

pada berbagai bangsa dan bahkan masyarakat dunia. Sehingga masalah FIAM

bukan semata-mata masalah hukum, tapi

harus sudah menjadi tindakan dan kebufuhan budaya.

Kesimpulan

I

rru.

aktualisasi dan kepentingan yang rnajemuk.

untuk

Bagairnanapun juga hanus diakui

alisasikan

cahwa masalah HAM telah menjadi

rnemunculkan ukan beberaPa d:akui secara

persoalan yang krusial, tidak saja dataran

l

r,,lu

nasional, tapi juga pada kaitan internasional. Pada konteks tersebut tidak bisa tidak, upaya dan penanganan HAM makin membufuhkan tangan-tangan yang arif dan berorientasi jauh ke depan dalam pengelolaannya. Paling tidak sasaran jangka pendeknya adalah rnenjembatani kesenjangan persepsi antara nilai-nilai universalitas dan nilai-nilai lokalitas dalam

pelaksanaan masalah yang berkaitan dengan HAM.

Daftar Pustaka A,ron, Raymond, Kebebasan dan Martobat

Manusia, YOl, Jakarta, 1993. Niriarn Budiardjo, Demokrosi di lndonesia; Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Gramedia, Jakarta, 7994. Paul S. Baut dan Beny Herman K, Kompilasi Deklarasi Hak Asasi Manusia, YLBHI, Jakarta, 1988. "Undang-undang Tentang Pengadilan Hak fuasi Manusia 2000 dan UndangJundang HAM 1999", Citra Umbara. Bandung,2001

:remiliki nilait:dak boleh n:iai-nilai lokal

l

,-angkah Yang

.Lsasikan secara

a: I{AM

agar an- perbedaan as Dalamkaitan an3kan adanYa nas;'arakat, baik ,rmal mauPun

TIUMANITAS IIOO