HALAMAN JUDUL
TESIS – PM 147501
PERBAIKAN KUALITAS WIRE ROD STEEL DI PT. KRAKATAU STEEL (PERSERO) TBK. CILEGON DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SIX SIGMA ADITYA RAHADIAN FACHRUR 9114 201 404 DOSEN PEMBIMBING Putu Dana Karningsih, ST, M.Eng.Sc, Ph.D
PROGRAM MAGISTER MAGISTER MANAJEMEN TEKNOLOGI MANAJEMEN INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
HALAMAN JUDUL
TESIS – PM 147501
QUALITY IMPROVEMENT OF WIRE ROD STEEL IN PT. KRAKATAU STEEL (PERSERO) TBK. CILEGON USING SIX SIGMA APPROACH ADITYA RAHADIAN FACHRUR 9114 201 404 SUPERVISOR Putu Dana Karningsih, ST, M.Eng.Sc, Ph.D
PROGRAM MAGISTER MAGISTER MANAJEMEN TEKNOLOGI MANAJEMEN INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
PERBAIKAN KUALITAS WIRE ROD STEEL DI PT. KRAKATAU STEEL (PERSERO) TBK. CILEGON DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SIX SIGMA Nama mahasiswa : Aditya Rahadian Fachrur NRP : 9114201404 Dosen pembimbing: Putu Dana Karningsih, ST, M.Eng.Sc, Ph.D
ABSTRAK Salah satu industri manufaktur di Indonesia yang bergerak dibidang produksi baja adalah PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. yang beralamat di JL. Industri No 1, Cilegon, Banten. PT. Krakatau Steel (persero) Tbk merupakan perusahaan baja terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai macam jenis baja mentah dan jadi dengan salah satu produk perusahaan yaitu wire rod steel. Wire rod steel adalah jenis baja batang kawat yang dibuat dari baja billet (balok). Masalah yang sering terjadi di PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. khususnya untuk produk wire rod steel adalah banyaknya defect pada produk bajanya yang terlihat dari nilai prosentase non conforming product (NCP) yang selalu berada diatas batas yang telah ditetapkan. Produk defect ini adalah produk yang cacat dan sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Pada bulan Januari hingga Agustus 2013 kerugian yang ditimbulkan akibat adanya defect sebesar 654,07 ton mencapai 2,61 Miliar Rupiah. Besarnya jumlah defect yang ada mengindikasikan proses yang out of control. Untuk menghindari potensi kerugian yang besar akibat defect, maka PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. harus melakukan perbaikan proses secara berkelanjutan, salah satu caranya adalah dengan menerapkan pendekatan six sigma. Berdasarkan analisa six sigma didapatkan hasil bahwa DPMO dari proses produksi wire rod steel PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. sebesar 899,978 ton sedangkan level sigma-nya berada pada 4,621σ. Defect wire rod steel juga masih belum terkendali berdasarkan hasil peta kendali p. defect yang paling sering terjadi adalah defect laps dengan jumlah 288,512 ton, kusut sebesar 193,224 ton dan scrappy sebesar 192,498 ton. Penyebab terjadinya defect tersebut pun beragam yaitu faktor manusia, mesin, material dan lingkungan kerja. Pemeringkatan penyebab terjadinya defect dilakukan dengan menggunakan borda count methods dan penyebab-penyebab tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa poin utama diantaranya kerusakan atau keausan mesin, ketidaktersediaan sparepart, kesalahan setting, operator kurang kompeten, jalur roll kotor dan lingkungan yang bising dan panas. Rekomendasi perbaikan yang diberikan dilakukan secara menyeluruh baik rekomendasi untuk manajerial maupun operasional sehingga perbaikan yang dilakukan dapat lebih mudah diaplikasikan dan terstruktur. Kata Kunci: Six sigma, DMAIC, SIPOC, Peta Kendali p, Diagram Pareto, Diagram Ishikawa, Borda Count Methods.
v
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
vi
QUALITY IMPROVEMENT OF WIRE ROD STEEL IN PT. KRAKATAU STEEL (PERSERO) TBK. CILEGON USING SIX SIGMA APPROACH By : Aditya Rahadian Fachrur Student Identity Number : 9114201404 Supervisor : Putu Dana Karningsih, ST, M.Eng.Sc, Ph.D
ABSTRACT PT. Krakatau Steel (persero) Tbk is the biggest steel manufacturer industry in Indonesia, which is located in Cilegon. Products of PT. Krakatau Steel are semifinished steel and finished steel such as wire rod steel. Wire rod steel is made of billet steel. The main problem of PT. Krakatau steel is high number of defects which is shown by out of target of non conforming product (NCP) percentage that leads to loss of sales and additional cost. Wire rod steel is the one and only product that always has higher NCP percentage than the acceptable limit. Product that has defects that is categorized as NCP means that the product can not be reworked or repaired. Based on company data, from January to August 2013, there were as many as 654,07 tons of defect that cause financial losses around 2,61 billion Rupiah.To reduce defect as well as to minimize financial losses in wire rod steel production, PT. Krakatau Steel needs to improve its product quality. One of approach for quality improvement is six sigma. Six sigma analysis is conducted by using the six sigma DMAIC process and statistical tools including descriptive statistics, SIPOC diagrams, Pareto charts, control charts, ishikawa diagram that are expected to increase and improve the quality of steel wire rod products of PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. Cilegon. Based on six sigma analysis shows that DPMO of wire rod steel production at PT. Krakatau steel is 899.978 tons, while the sigma level is at 4,621σ. Defect of wire rod steel is still out of control based on the p-chart. The most common defect is a defect laps with the amount of 288.512 tons, 193.224 tons of tangled and scrappy amounted to 192.498 tons. The causes of the defect are human, machines, materials and environment. The ranking for cause of defects is established by Borda Count Methods and causes can be grouped into several main groups, they are: damage or wear and tear of machinery, spare parts availability, fault settings, operator less competent, dirty roll path and noisy and heat environments. Recommendations for improvement are given from two prespectives including for managerial and operational. Keywords: Six sigma, DMAIC, SIPOC, p-chart, Pareto diagram, Ishikawa diagram, Borda Count Methods.
vii
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
viii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim. Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, tidak lupa shalawat serta salam akan selalu tercurahkan bagi Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis dengan judul:
Perbaikan Kualitas Wire Rod Steel Di PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. Cilegon Dengan Menggunakan Pendekatan Six sigma
Selesainya penelitian ini tidak terlepas dari peran serta dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ibu Putu Dana Karningsih, ST, M.Eng.Sc, Ph.D selaku dosen pembimbing tesis.
2.
Bapak Prof. Ir. Moses L. Singgih, M.Sc, M.Reg.Sc, Ph.D, IPU dan Bapak Dr. Indung Sudarso, ST, MT. selaku dosen penguji.
3.
Bapak Prof. Dr. Ir. Udisubakti Ciptomulyono. M.eng. Sc., selaku ketua program studi MMT ITS.
4.
Seluruh Dosen MMT ITS yang telah memberikan banyak ilmu, serta segenap karyawan MMT ITS.
5.
Ibu, Bapak, serta Adik yang selalu memberikan dukungan, nasihat dan kasih sayang yang tidak akan pernah bisa digantikan dengan apa pun.
6.
Pihak PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. Cilegon, khususnya Bapak Singgih Fajardi, Bapak Iriyanto, Bapak Ruli Irmansyah dan Bapak Suyatmo yang telah berkenan membantu dalam proses penyelesaian dan pengumpulan data di Divisi Wire Rod Mill untuk penyelesaian Tesis ini.
7.
Rekan-rekan Manajemen Industri MMT ITS angkatan semester genap 2014. Khususnya Ragil Sudaryanto dan Satria Khalif Isnain. We did it boys.
ix
8.
Ayu Sri Lestari, jika dunia adalah cinta maka kita adalah satu. Aku cinta kamu.
9.
Rangga Arya Wardana & Keluarga, Andi Fazza Rinaldi & Keluarga, Aditya Pratama Putra Y. & Keluarga, Anissa Dewi Amiyati & Keluarga, Anisa Kusuma Wardani, Angga Pradana Wilman, M. Rommy Apriatna, Meity Karina Sari, dan Dwiyan Oktavianto. Meski tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya dan kita telah memilih untuk mencintai hidup yang tidak sempurna ini. Long Live The Alliance.
Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan bagi pembaca. Penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Surabaya, Januari 2017 Penulis
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii ABSTRAK ..............................................................................................................v ABSTRACT ......................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................................xv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1
Latar Belakang ........................................................................................1
1.2
Rumusan Masalah ...................................................................................7
1.3
Tujuan Penelitian ....................................................................................7
1.4
Manfaat Penelitian ..................................................................................8
1.5
Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................8
1.5.1
Asumsi ...............................................................................................8
1.5.2
Batasan Penelitian ............................................................................8
1.6
Sistematika Penulisan .............................................................................8
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ................................................................................11 2.1
Manajemen Kualitas .............................................................................11
2.2
Six sigma .................................................................................................13
2.3
Proses Define, Measure Aanalyze, Improve, Control (DMAIC) .........15
2.4
Statistika Deskriptif ..............................................................................16
2.5
Diagram Supplier, Input, Process, Output, Customer (SIPOC) ..........16
2.6
Peta Kendali ...........................................................................................17
2.6.1
Peta Kendali Atribut ......................................................................18
2.6.2
Peta Kendali p.................................................................................18
2.7
Analisis Pareto .......................................................................................19 xi
2.8
Root Cause Analysis .............................................................................. 20
2.8.1 2.9
Diagram Ishikawa ......................................................................... 20
Borda Count Methods ............................................................................ 21
2.10 Wire rod steel.......................................................................................... 22 2.10.1
Standar Kualitas Appearance Wire Rod Steel ............................. 22
2.11 Posisi Penelitian..................................................................................... 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 25 3.1
Studi Lapangan ..................................................................................... 25
3.2
Studi Literatur ...................................................................................... 25
3.3
Identifikasi Permasalahan ................................................................... 25
3.4
Pengumpulan Data ............................................................................... 27
3.5
Pengolahan Data ................................................................................... 27
3.6
Analisis dan Pembahasan ..................................................................... 28
3.7
Penarikan Kesimpulan Dan saran ...................................................... 28
BAB 4 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ................................ 29 4.1
Profil PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. ........................................... 29
4.2
Profil Divisi Wire Rod Mill PT. Krakatau Steel ................................ 30
4.2.1
Stuktur Organisasi Divisi Wire Rod Mill .................................... 30
4.2.2
Jenis Defect Wire Rod Steel PT. Krakatau Steel ......................... 31
4.3
Data Produksi dan Defect..................................................................... 33
4.3.1
Data Produksi ................................................................................ 33
4.3.2
Data Defect ..................................................................................... 34
4.4
Define ..................................................................................................... 35
4.4.1 4.5
Diagram SIPOC ............................................................................. 35
Measure .................................................................................................. 43
4.5.1
Defect per Million Opportunity (DPMO) dan Level sigma .......... 43
xii
4.6
Analyze ....................................................................................................44
4.6.1
Peta Kendali ....................................................................................44
4.6.2
Analisis Pareto ................................................................................47
4.6.3
Root Cause Analysis.......................................................................47
BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN .........................................................55 5.1
Analisa Peringkat Penyebab Defect .....................................................55
5.1.1
Laps ..................................................................................................55
5.1.2
Kusut ...............................................................................................56
5.1.3
Scrappy ............................................................................................57
5.2
Sistem Manajemen Kualitas Terpadu PT. Krakatau Steel ...............58
5.2.1
Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin (5R) .....................................58
5.2.2
Incremental Improvement...............................................................61
5.3
Usulan dan Rekomendasi Tindakan Perbaikan .................................63
5.4
Prioritas Rekomendasi Tindakan Perbaikan .....................................71
5.4.1
Prioritas Rekomendasi Perbaikan Defect Laps ...........................71
5.4.2
Prioritas Rekomendasi Perbaikan Defect Kusut.........................71
5.4.3
Prioritas Rekomendasi Perbaikan Defect Scrappy ......................72
5.4.4
Hasil Prioritas Rekomendasi Perbaikan ......................................72
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................75 6.1
Kesimpulan ............................................................................................75
6.2
Saran .......................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................77 LAMPIRAN ..........................................................................................................81
xiii
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
xiv
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Proyeksi Konsumsi Baja Nasional ......................................................... 1 Tabel 1.2 Kapasitas dan Jumlah Produksi Baja PT. Krakatau Steel ...................... 3 Tabel 1.3 Pebandingan Rata-Rata Prosentase Non Conforming Product .............. 6 Tabel 2.1 Konversi Level Sigma Kedalam DPMO dan Kategori Perusahaan ...... 14 Tabel 2.2 Contoh Borda Count Methods (BCM) ................................................. 21 Tabel 2.3 Posisi Penelitian ................................................................................... 24 Tabel 4.1 Jenis Defect Wire Rod Steel PT. Krakatau Steel .................................. 31 Tabel 4.2 Jumlah Produksi Wire Rod Steel Di PT. Krakatau Steel ...................... 33 Tabel 4.3 Jumlah Defect Wire Rod Steel Di PT. Krakatau Steel .......................... 34 Tabel 4.4 Defect Pada Pengamatan Diluar Batas Kendali ................................... 45 Tabel 5.1 Peringkat Penyebab Defect Laps .......................................................... 55 Tabel 5.2 Peringkat Penyebab Defect Kusut ........................................................ 56 Tabel 5.3 Peringkat Penyebab Defect Scrappy..................................................... 57 Tabel 5.4 Program 5R .......................................................................................... 59 Tabel 5.5 Rekomendasi Perbaikan ....................................................................... 64 Tabel 5.6 Prioritas Rekomendasi Perbaikan Defect Laps .................................... 71 Tabel 5.7 Prioritas Rekomendasi Perbaikan Defect Kusut ................................... 72 Tabel 5.8 Prioritas Rekomendasi Perbaikan Defect Scrappy ............................... 72
xv
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
xvi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Perbandingan Pemenuhan Konsumsi Baja Nasional ......................... 2 Gambar 1.2 Perbandingan Prosentase NCP dengan Batas yang Ditetapkan......... 4 Gambar 2.1 Contoh Diagram SIPOC .................................................................. 17 Gambar 2.2 Contoh Diagram Pareto ................................................................... 20 Gambar 2.3 Diagram Ishikawa ............................................................................ 21 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ................................................................... 26 Gambar 4.1 Struktur Organisasi Divisi Wire Rod Mill ....................................... 30 Gambar 4.2 Diagram SIPOC ............................................................................... 35 Gambar 4.3 Proses Produksi Wire Rod Steel PT. Krakatau Steel ....................... 36 Gambar 4.4 Receipt of Billet ............................................................................... 37 Gambar 4.5 Billet Weighing ................................................................................ 37 Gambar 4.6 Charging into Furnace .................................................................... 37 Gambar 4.7 Reheating Furnace .......................................................................... 38 Gambar 4.8 Extraction from Furnace ................................................................. 38 Gambar 4.9 Proses Hot Rolling ........................................................................... 39 Gambar 4.10 Water Cooling at Finishing Stand ................................................. 39 Gambar 4.11 Proses Coiling Di Laying Head ..................................................... 40 Gambar 4.12 Air Cooling .................................................................................... 40 Gambar 4.13 Trimming & Inspection .................................................................. 40 Gambar 4.14 Compacting and Bundling ............................................................. 41 Gambar 4.15 Coil Weighing ................................................................................ 41 Gambar 4.16 Final Labelling .............................................................................. 41 Gambar 4.17 Proses Store at Warehouse ............................................................ 42 Gambar 4.18 Shipment ........................................................................................ 42 Gambar 4.19 Peta Kendali ................................................................................... 45 Gambar 4.20 Diagram Pareto Defect Wire Rod Steel PT. Krakatau Steel .......... 47 Gambar 4.21 Diagram Ishikawa Penyebab Terjadinya Laps .............................. 48 Gambar 4.22 Diagram Ishikawa Penyebab Terjadinya Kusut ............................ 50 Gambar 4.23 Diagram Ishikawa Penyebab Terjadinya Scrappy ......................... 52
xvii
Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan
xviii
BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup penelitian.
1.1
Latar Belakang Perkembangan zaman menuju era teknologi informasi yang sedang terjadi
mengharuskan industri terlibat dalam pasar global. Asia Tenggara sebagai salah satu pintu perdagangan dunia telah mencanangkan program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Adanya pasar bebas di kawasan Asia Tenggara mengharuskan industri bersaing lebih ketat agar dapat menjaga kelangsungan bisnisnya. Berdasarkan hal itu maka manajemen kualitas menjadi salah satu kunci utama keberhasilan dalam keberlangsungan industri. Industri baja di Indonesia memiliki potensi yang besar. Hal ini didasarkan dari data konsumsi baja per kapita Indonesia yang saat ini masih sangat rendah, jika dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN. Terlepas dari rendahnya konsumsi baja nasional dibandingkan negara-negara lain di ASEAN, jumlah konsumsi baja nasional terus meningkat. Proyeksi kebutuhan baja nasional dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Proyeksi Konsumsi Baja Nasional Tahun 2016 2017 2018 2019 2020 Konsumsi Baja Nasional 17.595 18.651 19.770 20.956 22.213 (Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2014)
Pemenuhan kebutuhan baja dalam negeri yang berasal dari perusahaanperusahaan perusahaan dalam negeri juga sangat rendah, hal itu dikarenakan konsumen-konsumen produk baja lebih memilih menggunakan baja impor. Pebandingan pemenuhan kebutuhan baja nasional yang dipasok oleh perusahaan dalam negeri dan impor dapat dilihat pada Gambar 1.1.
1
Perusahaan Dalam Negeri
54%
46%
2009
45%
Impor
39%
2010
2011
66%
64%
61%
55%
36%
2012
34%
2013
Gambar 1.1 Perbandingan Pemenuhan Konsumsi Baja Nasional (Indonesia Iron &
Steel Industries Association, 2015) Berdasarkan Gambar 1.1 terlihat bahwa setiap tahunnya pemenuhan kebutuhan baja nasional yang dipasok oleh perusahaan dalam negeri semakin menurun. Hal tersebut mengakibatkan penjualan industri baja Indonesia semakin menurun yang disebabkan rendahnya angka konsumsi baja yang dipasok oleh perusahaan dalam negeri. Rendahnya angka konsumsi baja tersebut dan adanya peraturan menteri perdagangan No 28 Tahun 2014 tentang ketentuan impor baja paduan, menjadikan industri baja memiliki peluang yang sangat besar untuk dapat tumbuh dan berkembang di Indonesia. Salah satu industri manufaktur di Indonesia yang bergerak dibidang produksi baja adalah PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. yang beralamat di JL. Industri No 1, Cilegon, Banten merupakan perusahaan baja terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai macam jenis baja mentah. PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk. Cilegon merupakan industri baja terintegrasi yang pertama dan terbesar di Indonesia. PT Krakatau Steel yang berlokasi di Cilegon, Banten, memiliki visi menjadi perusahaan baja terpadu dengan keunggulan kompetitif untuk tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan menjadi perusahaan terkemuka di dunia (PT. Krakatau Steel, 2012). PT. Krakatau Steel saat ini memiliki tiga jenis produk baja jadi yaitu baja lembaran panas (Hot Rolled Coil-HRC), baja lembaran dingin (Cold Rolled CoilCRC) dan baja batang kawat (Wire Rod-WR). Ketiga jenis produk tersebut diproduksi pada pabrik atau production plant yang berbeda yaitu Hot Strip Mill
2
(HSM), Cold Rolling Mill (CRM) dan Wire Rod Mill (WRM) dengan kapasitas dan jumlah produksi per tahun dari masing-masing pabrik dari tahun 2011 hingga 2015 dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Kapasitas dan Jumlah Produksi Baja PT. Krakatau Steel
Kapasitas Jumlah Produksi (ton) per tahun 2011 2012 2013 2014 2015 (ton) HSM 2.400.000 1.760.851 1.835.968 1.821.025 1.870.070 1.468.329 CRM 850.000 414.157 535.724 567.629 518.171 559.450 WRM 300.000 238.443 231.385 220.269 183.788 134.595 (PT. Krakatau Steel, 2015a) Pabrik
Jumlah produksi dan penjualan baja PT. Krakatau Steel setiap tahunnya mengalami penurunan. Berdasarkan laporan tahunan pada tahun 2011 jumlah pemasukan dari penjualan produk baja sebesar US $ 1.848.623, dan terus menurun tiap tahunnya hingga pada tahun 2015 menjadi US $ 1.053.134. Hal tersebut dikarenakan oleh turunnya harga baja dunia, kurang memadainya kapasitas produksi yang dimiliki, serta adanya production losses seperti cobble, cut up, scale dan banyaknya defect dari produk yang dihasilkan sehingga diharuskan untuk melakukan rework pada produk-produk defect tersebut. Defect merupakan faktor utama penyebab production losses, selain itu defect jauh lebih mudah untuk diatasi dengan menekan jumlah defect menjadi lebih kecil, dibandingkan faktor production losses yang lain. Dengan kondisi bisnis yang sedang menurun, PT Krakatau Steel harus dapat mengambil kesempatan ini untuk memperbaiki dan membuat proses menjadi lebih efisien. Produk wire rod steel yang memiliki defect dikategorikan sebagai nonconforming product (NCP). Non conforming product adalah produk yang tidak memenuhi salah satu spesifikasi yang telah ditetapkan (Montgomery, 2009a). Defect yang dikategorikan sebagai NCP di PT. Krakatau Steel yaitu defect appearance. Defect appearance berlaku untuk semua kategori produk wire rod steel, Prosentase NCP dihitung dengan membagi jumlah berat (Ton) defect dengan jumlah berat produk yang dihasilkan. (Divisi Wire Rod Mill, 2010). Pencapaian nilai prosentase NCP PT. Krakatau Steel masih berada dibawah pesaingnya seperti NIPPON Steel Company dari Jepang dan POSCO Steel
3
Company dari Korea yang dapat menekan prosentase produk defectnya hingga 0,5% (Zuhri, 2016). Adapun pencapaian prosentase NCP produk baja PT. Krakatau Steel tahun 2009 hingga 2015 dapat dilihat pada Gambar 1.2. Hot Rolled Coil
3.00 2.00 1.00 0.00
2.34
2009
2.63
2010
3.38
2.20
2011
2012
%NCP
8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
5.85
7.78
1.36
2013
0.88
0.79
2014
2015
Batas NCP
Cold Rolled Coil 4.24
4.07
4.79
4.05 1.66
2009
2010
2011
2012
%NCP
2013
2014
2015
Batas NCP
Wire Rod 1.50 1.00 0.50 0.00
0.99
1.00
2009
2010
1.27
1.13
0.94
0.90
1.04
2011
2012
2013
2014
2015
%NCP
Batas NCP
Gambar 1.2 Perbandingan Prosentase NCP dengan Batas yang Ditetapkan (PT. Krakatau Steel, 2015b)
Gambar 1.2 menunjukkan bahwa prosentase NCP produk wire rod steel selalu berada diatas batas yang ditentukan dibandingkan kedua produk yang lainnya, untuk itu fokus perbaikan terhadap kualitas produk akan dilakukan pada produk wire rod steel. Selain itu, Gambar 1.2 juga menjelaskan adanya penurunan batas prosentase NCP dari semua produk PT. Krakatau Steel pada tahun 2013, hal tersebut dikarenakan produk HRC dan CRC pada tahun 2011 dan 2012 sudah memenuhi target, namun penurunan batas prosentase NCP yang terjadi pada produk Wire Rod dikarenakan dalam beberapa bulan produksi pada tahun 2011 dan 2012 NCP wire rod pernah memenuhi target dan merupakan permintaan serta perhatian
4
khusus dari direksi PT. Krakatau Steel sehingga penurunan batas NCP-nya tidak sebesar produk HRC dan CRC. Wire rod steel adalah jenis baja batang kawat yang dibuat dari baja billet (balok). Wire rod steel biasanya dikelompokkan berdasarkan kandungan karbonnya, yaitu low/medium carbon, electrode dan high carbon. Selain itu wire rod steel juga dikategorikan berdasarkan grade dan diameternya. Penggunaan produk wire rod steel adalah untuk keperluan sehari-hari seperti kawat, paku, wire mesh, dan sebagai bahan baku untuk welded fabrication (kisi-kisi jendela atau pintu, pagar, dan jeruji (Divisi Wire Rod Mill, 2010). Beberapa jenis defect yang ada pada produk wire rod steel adalah over fill, under fill, cross roll, roll mark, laps, scratch, dan lain-lain. Berdasarkan penelitian Fachrur (2013), tentang analisis pengendalian kualitas produk wire rod steel dengan pendekatan multivariat, didapatkan hasil bahwa proses produksi wire rod steel masih out of control. Sedangkan, menurut Sumadiono (2014) jenis defect yang paling dominan adalah jenis defect kusut. Produk defect ini adalah produk yang cacat dan sudah tidak dapat diperbaiki lagi sehingga tidak dapat dijual dalam kategori kualitas utama. Jumlah defect produk wire rod steel berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Junaidi dan Suryadamawan (2014), diketahui bahwa total kerugian akibat defect pada produk wire rod steel pada bulan Januari hingga Agustus 2013 mencapai 654,07 ton, jika jumlah NCP tersebut dikonversikan kedalam nilai uang setara dengan 2,61 Miliar Rupiah (Divisi Wire Rod Mill, 2013). Selain permasalahan prosentase NCP untuk wire rod steel yang selalu diatas target yang ditetapkan. Dalam setahun terakhir terjadi perubahan pemasok bahan baku untuk proses produksi wire rod steel. Bahan baku wire rod steel selama ini dipasok oleh Divisi Billet Steel Plant (BSP) PT. Krakatau Steel, namun pada bulan September 2015 Divisi BSP PT. Krakatau Steel berhenti beroperasi dikarenakan biaya produksi baja billet lebih tinggi dibandingkan harga billet impor, sehingga PT. Krakatau Steel lebih memilih untuk menggunakan billet impor dan hingga kini bahan baku pembuatan wire rod steel di PT. Krakatau Steel menggunakan billet impor dari Rusia dan Tiongkok. Perbedaan pasokan bahan baku tersebut membuat rata-rata nilai NCP pada tahun 2016 meningkat. Perbandingan antara rata-rata nilai 5
NCP produk wire rod steel sebelum dan sesudah menggunakan bahan baku impor dapat dilihat pada Tabel 1.3 Tabel 1.3 Pebandingan Rata-Rata Prosentase Non Conforming Product
Bahan Baku Dari Divisi BSP Bahan Baku Impor Januari-Agustus 2015 Januari-Agustus 2016 Rata-rata NCP (%) Jumlah Produksi Rata-rata NCP (%) Jumlah Produksi 1,01% 85.150 Ton 1,22% 95.299 Ton (PT. Krakatau Steel, 2016) Besarnya kerugian yang disebabkan oleh defect yang terjadi akibat belum terkendalinya proses produksi produk wire rod steel, mengharuskan PT. Krakatau Steel melakukan perbaikan kualitas prosesnya. Beberapa metode perbaikan kualitas diantaranya statistical quality control (SQC), total quality control (TQC), total quality management (TQM) dan six sigma. Metode SQC adalah sebuah metode pengendalian kualitas yang berfokus untuk memonitor output dari sebuah proses, alat yang digunakan dalam SQC pada umumnya adalah peta kendali, acceptance sampling dan statistical procces control (SPC) yang berfungsi untuk memonitor proses produksinya (Juran, 1995). Metode SQC pada tahun-tahun berikutnya berkembang menjadi TQC yang merupakan penerapan prinsip-prinsip manajemen kualitas pada proses bisnis dari mulai tahap desain hingga pengiriman barang ke konsumen akhir. TQC mencakup berbagai teknik terkait dengan manajemen kualitas seperti Kaizen, Kaikaku, Kakushin, 5S, dan Genbashugi yang menjelaskan berbagai cara untuk meningkatkan produktivitas organisasi (Feigenbaum, 1956). Metode TQC kemudian berkembang menjadi menjadi metode TQM. TQM adalah sistem manajemen yang terus berkembang yang terdiri dari nilai-nilai, metodologi dan alat-alat SQC, yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kepuasan pelanggan eksternal dan internal dengan mengurangi jumlah sumber daya (Klefsjo, Wiklund, & Edgeman, 2001). Six sigma dapat diartikan sebagai bentuk upaya berkelanjutan untuk menekan keragaman dan mencegah terjadinya defect dari sebuah proses dengan menggunakan alat-alat statistik dan teknik untuk mengurangi defect (Creveling, Hambleton, & McCarthy, 2006). Perbedaan mendasar dari metodemetode pengendalian dan perbaikan kualitas yang telah dijelaskan adalah, pada metode SQC fokus utama lebih kepada pengendalian proses dan kualitas,
6
sedangkan TQC dan TQM lebih berfokus kepada perbaikan kualitas untuk kepuasan pelanggan dengan berbasis pada partisipasi aktif seluruh elemen organisasi dan metode six sigma fokus utamanya adalah mengurangi jumlah defect hingga menuju zero defect dengan cara mengurangi variabilitas dari proses secara berkesinambungan (Andersson, Eriksson, & Torstensson, 2006). Berdasarkan permasalahan utama PT. Krakatau Steel yang telah dipaparkan, maka pendekatan six sigma lebih tepat untuk digunakan pada penelitian ini karena permasalahan utama yang dihadapi adalah persoalan tingginya jumlah defect yang harus dikurangi. Selain itu, metode six sigma juga selaras dengan upaya perubahan strategi PT. Krakatau Steel yang menekankan continuous improvement dalam efisiensi proses bisnis secara keseluruhan yang telah dimulai sejak tahun 2007. Six sigma menitik beratkan kepada pengendalian dan peningkatan kualitas secara terus-menerus menuju zero defect, sehingga didapatkan manfaat lainnya seperti peningkatan produktivitas, memperpendek siklus produksi, pengurangan biaya dan lain-lain, sehingga upaya efisiensi proses bisnis di PT. Krakatau Steel dapat berjalan dengan baik.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang
dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya yang tepat untuk mengurangi defect produk wire rod steel di PT. Krakatau Steel (persero) Tbk.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka dapat dirumuskan
beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui karakteristik defect pada produk wire rod steel di PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. 2. Melakukan analisis six sigma pada proses produksi wire rod steel di PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. 3. Mengetahui penyebab terjadinya defect pada produk wire rod steel milik PT. Krakatau Steel (persero) Tbk.
7
4. Memberikan rekomendasi perbaikan proses untuk PT. Krakatau Steel (persero) Tbk.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari dilakukannya penelitian ini adalah dapat
mengurangi defect proses produksi wire rod steel agar upaya efisiensi yang diharapkan oleh PT. Krakatau Steel dapat tercapai.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
1.5.1 Asumsi Penelitian ini mengasumsikan bahwa tidak ada perubahan proses yang terjadi selama bulan Januari hingga Desember 2016 di PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. Cilegon.
1.5.2 Batasan Penelitian Penggunaan langkah-langkah DMAIC pada penelitian ini dibatasi hanya sampai pada tahap Analyze saja atau dengan kata lain penelitian ini hanya dilakukan hingga memberikan saran dan rekomendasi perbaikan tanpa mengaplikasikan serta mengontrol proses pelaksanaan saran dan rekomendasi perbaikan yang diberikan.
1.6
Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan penelitian tesis ini dapat diringkas kedalam
beberapa bagian yaitu: BAB 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup penelitian. BAB 2 Kajian Pustaka Bab 2 Kajuan Pustaka, merupakan Bab yang menjelaskan teori-teori tentang metode analisis yang digunakan pada penelitian ini. Teroi-teori tersebut didapatkan dari berbagai sumber referensi yang dijadikan acuan dalam penelitian ini.
8
BAB 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian, berisi tentang langkah-langkah sistematis pelaksanaan penelitian tesis yang mencakup tata cara identifikasi masalah, pengumpulan data, studi literatur, pengolahan data, analisis dan pembahasan, penarikan kesimpulan dan saran. BAB 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data, berisi tentang langkah-langkah pengumpulan data yaitu data profil perusahaan, profil divisi, data produksi dan data defect produk wire rod steel milik PT. Krakatau Steel. Pengolahan data yang dilakukan pada bab ini meliputi tahapan define, measure, dan analyze. BAB 5 Analisa dan Pembahasan Bab 5 Analisa dan pembahasan, bab ini menjelaskan tentang analisa dari hasil pengolahan data yang dilakukan pada bab 4. Analisayang dilakukan pada bab ini merupakan analisa peringkat penyebab terjadinya defect pada produk wire rod steel untuk selanjutnya dilakukan pembahasan mengenai rekomendasi perbaikan dari penyebab tersebut. BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Bab 6 Kesimpulan dan Saran, bab ini berisi kesimpulan dari hasil pengumpulan dan pengolahan data serta analisa dan pembahasan yang akan dijadikan sebagai dasar penarikan kesimpulan dan berisi tentang saran-saran untuk penelitian lanjutan yang akan dilakukan.
9
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
10
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini didasarkan kepada teori-teori yang telah dipublikasikan sebelumnya, pada bab ini akan dijelaskan teori-teori tentang metode analisis yang digunakan pada penelitian ini. Teroi-teori tersebut didapatkan dari berbagai sumber referensi yang dijadikan acuan dalam penelitian ini.
2.1
Manajemen Kualitas Kualitas berdasarkan sudut pandang tradisional adalah kondisi dimana
produk atau jasa yang dihasilkan memenuhi persyarataan atau permintaan dari penggunanya (Montgomery, 2009a). Kualitas juga dapat diartikan sebagai tingkat keseragaman dan keandalan yang dapat diprediksi, dengan biaya rendah dan cocok untuk pasar (Gitlow, Oppenheim, & Oppenheim, 1995). Kualitas dari sebuah produk dapat dinyatakan dengan berbagai cara, menrut Garvin (1987), ada delapan dimensi dalam kualitas yaitu: 1. Performa Dimensi performa adalah dimensi yang digunakan untuk mengetahui seberapa baik produk dalam melakukan fungsi utamanya. 2. Keandalan Tingkat laju kegagalan suatu produk diukur dalam dimensi keandalan. 3. Durability Dimensi durability merupakan dimensi yang mengukur seberapa lama produk mampu berfungsi dengan baik. 4. Serviceablity Dimensi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemudahan produk untuk dapat diperbaiki jika mengalami kerusakan. 5. Aesthetics Dimensi aesthetic berkenaan dengan visual appeal, yaitu seberapa baik bentuk produk terlihat sebagai salah satu faktor visual yang menarik.
11
6. Fitur Dimensi ini menyangkut tentang fungsi-fungsi selain fungsi utama yang dapat dijalakan oleh suatu produk. 7. Perceived Quality Dimensi ini terkait dengan persepsi konsumen, dimana persepsi konsumen akan menentukan seberapa baik reputasi dari produsen dan produk tersebut. 8. Kesesuaian Standar Seberapa jauh produk dibuat sesuai dengan spesifikasi yang dimaksud oleh desainer produk.
Manajemen kualitas merupakan kerangka utama dalam dunia perindustrian untuk dapat mengelola produk dengan baik, sehingga untuk mencapai kualitas, maka lebih baik jika sebuah organisasi memulai dengan menetapkan visi bagi organisasinya, bersama dengan kebijakan dan tujuan organisasi. Mengonversi tujuan atau visi tersebut untuk menghasilkan sebuah kualitas yang baik dapat dilakukan melalui proses manajerial atau sebuah urutan kegiatan yang menghasilkan kualitas yang diharapkan. Mengelola kualitas dengan ekstensif dilakukan melalui tiga proses manajerial yang lebih dikenal sebagai “Juran Trilogy” berikut (Juran & Godfrey, Juran's Quality Handbook, 1999): 1. Perencanaan Kualitas (Quality Planning) Perencanaan
kualitas
merupakan
proses
terstruktur
untuk
mengembangkan produk-produk (baik barang dan jasa) yang memastikan bahwa kebutuhan pelanggan terpenuhi oleh hasil akhir dari sebuah produk. 2. Pengendalian Kualitas (Quality Control) Pengendalian kualitas merupakan suatu proses manajerial untuk melakukan operasi sehingga dapat memberikan stabilitas untuk mencegah perubahan yang merugikan dan untuk "mempertahankan status quo."
12
3. Peningkatan Kualitas (Quality Improvenent) Peningkatan kualitas diartikan sebagai sebuah pembentukan perubahan secara terorganisir untuk mendapatkan hasil yang menguntungkan atau pencapaian tingkat kinerja yang belum pernah terjadi sebelumnya.
2.2
Six sigma Six sigma merupakan sebuah alat manajemen yang digunakan untuk
menggantikan posisi Total Quality Management (TQM). Fokus utama six sigma adalah pengendalian kualitas dengan membahas lebih dalam tentang system produksi secara keseluruhan. Six sigma memiliki tujuan untuk mengurangi defect, mempercepat pembuatan sebuah produk dan menekan biaya (John, Radebaugh, & Sullivan, 2009) Sekilas six sigma terlihat sangat mirip dengan pendekatan manajemen kualitas yang telah ada sebelumnya. Namun, organisasi terkemuka dengan rekam jejak kualitas yang baik telah mengadopsi six sigma dan mengklaim bahwa six sigma telah mengubah organisasi mereka menjadi lebih baik. Six sigma adalah struktur paralel-meso (sebuah ciptaan tambahan yang beroperasi di luar organisasi, tidak mengubah secara langsung dan sebuah cara operasi yang lazim dari sebuah organisasi) yang terorganisir untuk mengurangi keragaman dalam proses organisasional dengan menggunakan ahli perbaikan, metode terstruktur dan metrik kinerja dengan maksud untuk mencapai tujuan strategis (Schroeder, Linderman, Liedtke, & Choo, 2008). Selama betahun-tahun banyak peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang program six sigma dan mengidentifikasi keputsan utama dari proses six sigma (Chakravorty, 2009). Six sigma pertama kali dipopulerkan oleh Motorolla menggunakan konsep distribusi normal dengan memperbolehkan pergesaran rata-rata sebesar 1,5σ dari nilai target. Konsep ini berbeda dengan konsep distribusi normal yang tidak memperbolehkan adanya toleransi pergeseran rata-rata. Konsep tersebut didapatkan dari penelitian Motorolla yang mendapati bahwa sebaik apapun proses tidak akan berada tetap pada satu titik target tertentu tetapi proses tersebut akan memiliki pergeseran yang diperkirakan sebesar ±1,5σ, sehingga dapat dikatakan bahwa jika 13
proses six sigma akan diterapkan dalam jangka panjang dan berjalan dengan baik maka pergeseran rata-rata sebesar 1,5σ merupakan sebuah hal yang dapat dimaklumi (Pande, Neuman, & Cavanagh, 2002). Six sigma juga dapat diartikan sebagai bentuk upaya berkelanjutan untuk menekan keragaman dan mencegah terjadinya defect dari sebuah proses dengan menggunakan alat-alat statistik dan teknik untuk mengurangi defect sampai didapatkan bahwa tidak terdapat lebih dari tiga atau empat defect per million opportunity (DPMO) untuk mencapai kepuasan pelanggan secara menyeluruh (Creveling, Hambleton, & McCarthy, 2006). Adapun konversi nilai tingkat pencapaian (level) sigma kedalam DPMO dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Konversi Level Sigma Kedalam DPMO dan Kategori Perusahaan Kategori Level sigma () DPMO 691,462 Non Competitive 1 308,538 Non Competitive 2 66,807 Company Average 3 6,210 Company Average 4 233 World Class 5 3,4 World Class 6 (Gaspersz, 2002) Berdasarkan Tabel 2.1 dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi level sigma maka DPMO akan semakin kecil. Adapun cara untuk menghitung level sigma dan DPMO dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
DPO =
Jumlah defect yang diinspeksi Jumlah produk yang diproduksi x DO DPMO = DPO x 1.000.000
(2.2)
1.000.000 DPO level = z 1,5 1.000.000
(2.3)
dengan: DPO = Defect per Opportunities DO
= Defect Opportunities
DPMO = Defect per Million Opportunities z
(2.1)
= nilai Z
14
2.3
Proses Define, Measure Aanalyze, Improve, Control (DMAIC) Menurut
Montgomery
(2009b),
DMAIC
adalah
suatu
prosedur
penyelesaian masalah secara sistematis yang digunakan secara luas dalam pengendalian kualitas. Proses DMAIC sering dikaitkan dengan metode six sigma dan hampir semua implementasi six sigma menggunakan proses DMAIC. Proses DMAIC terbagi menjadi beberapa tahap yaitu:
1.
Tahap Define Tujuan dari tahap define adalah untuk mengidentifikasi peluang proyek atau
proses dan memverifikasi atau memvalidasi bahwa proyek atau proses tersebut telah dapat merepresentatifkan potensi yang dapat menghasilkan terobosan perbaikan. 2.
Tahap Measure Tujuan dari tahap measure ini adalah untuk mengevaluasi dan memahami
kondisi proses atau proyek yang sedang dilaksanakan pada saat ini dan mengumpulkan semua informasi yang ada untuk selanjutnya dapat dilakukan analisis. 3.
Tahap Analyze Tujuan dari tahap analyze adalah untuk menganalisis data dari tahap
Measure dan mulai untuk mencari hubungan sebab akibat dalam proses serta untuk memahami sumber-sumber terjadinya keragaman serta mengintepretasikan hasilhasil yang didapatkan. 4.
Tahap Improve Tujuan dari tahap improve ini adalah untuk menghasilkan sebuah pemikiran
kreatif tentang perubahan spesifik yang dapat dibuat untuk proses atau proyek dan hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk mendapatkan dampak perbaikan yang diharapkan dalam performa proses atau proyek. 5.
Tahap Control Tujuan tahap control adalah untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang
tersisa dari proses atau proyek dan memastikan bahwa hasil tahap Improve dilaksanakan serta memastikan perbaikan tersebut dapat berdampak pada organisasi. 15
2.4
Statistika Deskriptif Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan
pengumpulan, pengolahan dan penyajian suatu kumpulan data sehingga dapat memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif dibagi menjadi kedalam dua jenis yaitu ukuran pemusatan data dan ukuran penyebaran data. Statistik ukuran pemusatan data adalah rata-rata, median dan modus, sedangkan statistik ukuran penyebaran data adalah keragaman, simpangan baku, kuartil dan range (Walpole, 1982).
2.5
Diagram Supplier, Input, Process, Output, Customer (SIPOC) Diagram SIPOC merupakan salah satu bentuk dari pemetaan proses untuk
mengidentifikasikan siapa pemasoknya, apa yang menjadi input-nya, bagaimana prosesnya, apa yang menjadi output-nya dan siapa penggunanya (Pande, Neuman, & Cavanagh, 2002). Diagram SIPOC memberikan gambaran sederhana dari sebuah proses dan sangat berguna untuk memahami serta memvisualisasikan elemen-elemen dasar dari sebuah proses, diagram SIPOC juga merupakan salah satu metode pemetaan proses tingkat tinggi. Diagram SIPOC bertujuan untuk menjelaskan hal-hal berikut (Montgomery, 2009b): 1.
Supplier (Pemasok) Pemasok adalah siapa saja yang menyediakan informasi, bahan baku, atau
hal-hal lain yang akan dikerjakan dalam proses. 2.
Input Input adalah informasi dan atau bahan baku yang digunakan dalam proses,
3.
Process (Proses) Process adalah kumpulan dari langkah-langkah atau tahapan yang secara
actual dibutuhkan dalam melakukan suatu pekerjaan. 4.
Output Output adalah hasil dari proses (produk) berupa barang, jasa, atau informasi
yang akan disampaikan kepada konsumen.
16
5.
Customer (Konsumen) Customer adalah pihak-pihak yang akan menggunakan output atau produk,
baik dari eksternal organisasi untuk digunakan atau dari internal organisasi yang kemudian akan mengolahnya menjadi produk lain.
Customer
Output
Process
Input
Supplier
Contoh diagram SIPOC dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Contoh Diagram SIPOC 2.6
Peta Kendali Salah satu metodologi dalam Six Sigma adalah pengendalian proses yang
merupakan sebuah fungsi pada proses produksi yang bertujuan mencari deviasi dan mendeteksi pergeseran proses secara proaktif. Teknik yang paling terkenal adalah pengendalian proses secara statistik / statistical process control dimana peta kendali merupakan salah satu metode utamanya ((Raisinghani, 2005).. Peta kendali merupakan sebuah tampilan grafik yang membandingkan karakteristik kualitas yang diukur atau dihitung berdasarkan sampel terhadap nomor sampel atau waktu. Peta kendali terdiri dari garis tengah yang merupakan representasi dari nilai ratarata karakteristik kualitas yang berada dalam batas kendali atas dan batas kendali bawah. Batas kendali tersebut berfungsi sebagai batas plot dari karakteristik kualitas dapat dikatakan terkendali, yaitu jika proses atau plot dari karakteristik kualitas tersebut berada di dalam kedua batas tersebut, namun jika plot dari karakteristik kualitas tersebut berada diluar batas kendali maka proses dikatakan belum terkendali sehingga identifikasi penyebab tidak terkendalinya proses tersebut perlu dianalisa lebih lanjut dan perbaikan batas kendali perlu dilakukan (Montgomery, 2009a).
17
2.6.1 Peta Kendali Atribut Peta kendali atribut adalah peta kendali yang digunakan ketika data karakteristik kualitas bukan merupakan hasil pengukuran seperti volume dan atau dimensi, namun karakteristik kualitasnya dapat dikategorikan kedalam kategori cacat atau tidak cacat. Ada berbagai macam jenis peta kendali atribut salah satunya adalah peta kendali p (Montgomery, 2009a).
2.6.2 Peta Kendali p Peta kendali p adalah salah satu metode pengendalian kualitas statistik yang menggambarkan variabilitas proses melalui proporsi kecacatan yang dapat didefinisikan sebagai rasio dari jumlah produk cacat dengan jumlah produk yang ada. Suatu proses produksi yang memiliki peluang terjadinya kecacatan adalah sebesar p dan peluang terjadinya cacat pada setiap produk adalah independen, maka proses tersebut merupakan variabel acak dari proses Bernoulli dengan parameter p, jika sebuah sampel acak sejumlah n dari produk diambil dan jika D adalah jumlah produk cacat, maka D akan berdistribusi binomial dengan patameter n dan p dengan persamaan matematis sebagai berikut:
P D x nx p x (1 p) x ; x 0,1,..., n
(2.4)
Proses yang proporsi kecacatannya tidak diketahui dan memiliki ukuran sampel yang berdeda pada tiap sampelnya, maka proporsi kecacatannya harus diestimasikan berdasarkan data observasi. Proporsi kecacatan dengan jumlah kecacatan Di dengan jumlah unit diinspeksi pada pengamatan ke-i adalah ni, dimana pengamatan dilakukan pada setiap hari pada seluruh yang unit diproduksi, maka dapat diformulasikan menjadi persamaan berikut: pˆ
Di ; i 1, 2,.., m ni
dengan: pˆ
= proposi kecacatan
Di
= jumlah produk cacat pada pengamatan ke-i
ni
= jumlah unit diinspeksi pada pengamatan ke-i
m
= jumlah sampel
18
(2.5)
Rata-rata dari dugaan proporsi kecacatan ( p ) dan standar deviasi dari proposi kecacatan ( ˆ p ) pada persamaan (2.5) adalah: m
p
D
i
i 1 m
n i 1
ˆ pˆ
(2.6) i
p (1 p ) ni
(2.7)
Berdasarkan persamaan (2.6) dan (2.7) tentang rata-rata dan standar deviasi proporsi kecacatan maka batas-batas kendali dari peta kendali p yang digunakan adalah sebagai berikut (Montgomery, 2009): BKA p 3ˆ pˆ
(2.8)
GT p
(2.9)
BKB p 3ˆ pˆ
(2.10)
dengan: BKA = batas kendali atas GT
= garis tengah
BKB = batas kendali bawah
2.7
Analisis Pareto Analisis Pareto adalah pareto adalah proses pemeringkatan peluang untuk
menentukan yang mana dari sekian banyak peluang potensial harus dikejar terlebih dahulu. Hal ini juga dikenal sebagai memisahkan beberapa hal penting dari banyak hal sepele. Analisis Pareto digunakan dalam berbagai tahapan peningkatan kualitas untuk mengetahui langkah selanjutnya yang harus dilakukan (Pyzdek, 2003). Prinsip dari analisis pareto adalah 80:20, yaitu 80% akibat yang ada, bersumber dari 20% sebab yang ada (Juran & Godfrey, Juran's Quality Handbook, 1999). Analisis Pareto dilakukan dalam bentuk diagram yang disebut diagram Pareto. Diagram Pareto adalah grafik yang menunjukkan urutan masalah yang terjadi berdasarkan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditampilkan disisi paling kiri dari grafik dan yang paling sedikit berada di sisi paling 19
kanan dari grafik (Besterfield, 2001). Contoh diagram Pareto dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Contoh Diagram Pareto
2.8
Root Cause Analysis Root cause analysis merupakan sebuah alat analisa yang digunakan untuk
mencari akar permasalahan dari suatu permasalahan yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Salah satu metode dari root cause analysis adalah diagram Ishikawa (Spencer, 2015).
2.8.1 Diagram Ishikawa Diagram Ishikawa adalah sebuah diagram yang menunjukkan hubungan sebab dan akibat yang bertujuan mencari dan menganalisis penyebab terjadinya masalah atau defect. Penyebab terjadinya masalah dapat dikategorikan menajadi beberapa faktor yaitu material, man, methods, machine, measurement dan environment atau yang dapat disingkat menjadi 5M+1E. Berdasarkan faktor-faktor tersebut sebab-sebab yang mempengaruhi masalah akan dijelaskan (Montgomery, 2009a). Adapun bentuk dari diagram ishikawa dapat dilihat pada Gambar 2.3.
20
Gambar 2.3 Diagram Ishikawa 2.9
Borda Count Methods Borda count methods (BCM) digunakan secara matematis untuk
memeringkatkan setiap alternatif pilihan dari permasalahan yang ada (Nash, Zhang, & Strawderman, 2011). Perangkingan borda count methods ditentukan berdasarkan preferensi dari responden atau pemilih. Sejumlah k alternatif pilihan diperingkatkan berdasar preferensi dimana peringkat pertama ajan mendapatkan nilai atau skor sebesar k, peringkat kedua sebesar k-1, peringkat ketiga sebesar k-2 dan seterusnya hingga peringkat terakhir mendapat nilai k-(k-1). Berdasarkan nilai tersebut kemudian alternatif pilihan yang ada dapat diperingkatkan berdasarkan skor tertinggi yang didapatkan oleh setiap alternatif pilihan, alternatif pilihan dengan nilai tertinggi akan menjadi peringkat pertama (Singh & Sharan, 2015). Borda count methods dapat digunakan untuk menentukan prioritas penyelesaian masalah dari penyebab-penyebab terjadinya defect. Adapun contoh dari borda count methods dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Contoh Borda Count Methods (BCM) Responden Penyebab A B C I 1 2 1 II 3 4 2 III 2 1 3 IV 4 3 4 Maka dengan menggunakan Tabel 2.2 akan didapatkan nilai untuk masingmasing penyebab sebagai berikut: Skor Penyebab I = 4+3+4 = 11 Skor Penyebab II = 2+1+3 = 6
21
Skor Penyebab III = 3+4+2 = 9 Skor Penyebab IV = 1+2+1 = 4 Menggunakan hasil penghitungan skor tersebut maka dapat penyebab terjadinya defect diperingkatkan menjadi peneybab I, penyebab III, penyebab II, penyebab IV.
2.10
Wire rod steel Wire rod steel merupakan barang setangah jadi yang selanjutnya akan
diproses menjadi produk akhir. Bahan baku wire rod steel adalah baja billet (balok), berdasrkan hal tersebut maka wire rod steel digolongkan kedalam kategori produk baja batangan. Wire rod steel dikelompokkan menurut kandungan karbonnya, yaitu karbon rendah, sedang dan tinggi.
2.10.1 Standar Kualitas Appearance Wire Rod Steel Produk wire rod steel harus bebas dari defect appearance yang dapat mempengaruhi penggunaan pada proses lanjut maupun penggunaan akhir. Jenisjenis defect appearance yang digunakan oleh PT. Krakatau Steel adalah:
1.
Kusut Kondisi coil wire rod steel yang tersimpul tidak beraturan
2.
Scrappy Adanya gupilan-gupilan pada permukaan wire rod steel pada beberapa bagian
3.
Under fill Kondisi wire rod steel yang cenderung cekung kedalam karena ukuran yang terlalu kecil
4.
Over fill Wire rod steel memiliki tonjolan dibagian tengah lingkaran (samping) karena ukuran yg terlalu besar
5.
Coil potong tengah Coil wire rod steel terpotong ditengah-tengah gulungan
22
6.
Coil banyak potongan Coil wire rod steel putus-putus sehingga menyababkan coil terbagi menjadi beberapa gulungan
7.
Laps Adanya gupilan pada permukaan yang berupa garis berpola pada sepanjang coil wire rod steel.
8.
Tidak Senter Wire rod steel tidak bulat atau berbentuk oval.
9.
Cross Roll Sambungan wire rod steel pada tengah lingkarannya tidak rata atau miring.
10.
Roll mark Adanya gupilan yang dalam pada permukaan akibat dari proses rolling.
11.
Scratch Adanya goresan pada permukaan wire rod steel.
12.
Creep speed Gulungan coil miring karena coil sempat menumpuk saat proses produksi.
13.
Other defect Jenis-jenis defect lainnya.
Defect appearance diperiksa melalui dua cara yaitu dengan pengamatan visual dan pengukuran menggunakan micrometer.
2.11
Posisi Penelitian Penelitian tentang six sigma yang pernah dilakukan sebelumnya menjadi
referensi penting untuk dapat menjadi dasar pemikiran dari pelaksanaan penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat menjadi sebuah pengembangan dari penelitianpenelitian tentang six sigma yang telah terlebih dahulu dilakukan. Penelitianpenelitian tentang six sigma yang pernah dilakukan sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.
23
Peneliti (Tahun) Widhy Wahyani Abdul Chobir Denny Dwi Rahmanto (2010) Tantri Windarti (2012)
Haryang Sumaretanegara (2014)
Aditya Rahadian Fachrur (2016)
Tabel 2.3 Posisi Penelitian Judul Penelitian Penerapan Metode Six sigma Dengan Konsep DMAIC Sebagai Alat Pengendali Kualitas Pengendalian Kualitas Produk Dengan Metode Six sigma Dalam Upaya Mencapai Zero Defect Perbaikan Kualitas Sigaret Pada Proses Produksi Sigaret Kretek Tangan Di PT WMS Dengan Menggunakan Pendekatan Six sigma Perbaikan Kualitas Wire rod steel Di PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. Cilegon Dengan Menggunakan Pendekatan Six sigma
24
Metode 1. Analisis Pareto 2. Kapabilitas Proses 3. Diagram Ishikawa 1. Diagram Pareto 2. Peta Kendali p 3. Diagram Ishikawa 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5.
Brainstorming Diagram Ishikawa Diagram Pareto Peta Kendali c FMEA Diagram SIPOC Peta Kendali Diagram Pareto Diagram Ishikawa Borda Count Methods
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini
dilakukan dengan tahapan-tahapan sistematis
agar
mendapatkan hasil optimal dan terstruktur, tahapan-tahapan tersebut dirangkum kedalam sebuah metodologi penelitian. Metodologi penelitian ini akan membahas mengenai
langkah-langkah atau tahapan-tahapan
yang dilakukan
dalam
melaksanakan penelitian ini seperti pada diagram alir pada Gambar 3.1.
3.1
Studi Lapangan Studi lapangan dilakukan untuk dapat mengamati secara langsung kondisi
umum perusahaan terutama terkait proses produksi wire rod steel. Studi lapangan juga dilakukan dengan tujuan agar mendapatkan pemahaman deskripsi proses produksi di perusahaan terutama dalam hal pengendalian kualitas sehingga informasi dan kondisi di perusahaan dapat dimengerti dengan lebih mendalam.
3.2
Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan sebuah alat analisis dalam
menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi perusahaan. Studi literatur dilakukan dengan cara merumuskan teori-teori berdasarkan publikasi ilmiah yang sudah ada sebelumnya. Hasilnya didapatkan sebuah metode untuk penyelesaian masalah dengan menggunakan analisis six sigma.
3.3
Identifikasi Permasalahan Proses identifikasi permasalahan dilakukan di PT. Krakatau Steel (persero)
Tbk. Cilegon dengan melakukan brainstorming bersama tim quality control dari Divisi Wire Rod Mill (WRM) untuk mengetahui permasalahan yang ada pada proses produksi wire rod steel. Setelah melakukan brainstorming dan berdasarkan hasil studi lapangan, maka dapat diketahui bahwa tingkat kecacatan yang terjadi masih sangat tinggi, sehingga perlu adanya analisa mendalam untuk dapat menyelesaikan atau mengurangi permasalahan tersebut.
25
Mulai
Studi Lapangan 1. Kondisi perusahaan 2. Proses produksi 3. Proses quality control (inspeksi)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Studi Literatur Konsep six sigma Statistika deskriptif Diagram SIPOC Peta kendali Diagram Pareto Diagram Ishikawa Borda Count Methods
Identifikasi Permasalahan
Pengumpulan Data Define Mengidentifikasi proses dan atau produk yang akan dievaluasi dengan diagram SIPOC
Pengolahan Data Measure 1. Menghitung DPMO dan level sigma Analyze 1. Peta Kendali 2. Diagram Pareto 3. Diagram Ishikawa Analisis dan Pembahasan Penentuan peringkat penyebab Borda Count Methods & Rekomendasi Penarikan Kesimpulan dan Saran
Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
26
3.4
Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan jenis data
sekunder dari Divisi Wire Rod Mill PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. Data yang digunakan adalah data hasil inspeksi proses produksi produk wire rod steel pada bulan Januari sampai September 2016 yang dilakukan oleh divisi quality control wire rod steel melalui dokumentasi pusat data PT. Krakatau Steel. Tahap define dilakukan pada langkah pengumpulan data yang bertujuan untuk mengidentifikasi proses dan atau produk yang akan dievaluasi untuk ditingkatkan kualitasnya dengan menggunakan diagram SIPOC. Proses produksi yang akan dievaluasi adalah proses produksi wire rod steel di PT. Krakatau Steel pada bulan Januari hingga September 2016. Data hasil inspeksi merupakan data atribut yaitu data defect appearance yang diinspeksi pada setiap produk wire rod steel yang dihasilkan dalam satuan Ton. Data atribut yang digunakan adalah jumlah defect per bulan per jenis defect seperti pada sub bab 2.10.1 tentang standar kualitas wire rod steel PT. Krakatau Steel, jenis defect wire rod steel yang lain tidak digunakan karena pengategorian jenis defect didasarkan pada pengategorian jenis defect oleh PT. Krakatau Steel serta data jumlah produksi per bulan untuk produk wire rod steel.
3.5
Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode six sigma.
Sebelum melakukan analisis six sigma dilakukan analisis statistika deskriptif terlebih dahulu untuk mengetahui karakteristik defect yang terjadi. Analisis six sigma dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan define, measure, dan analyze. Pengolahan data ini bertujuan untuk menghitung DPMO serta menghitung dan menentukan level sigma proses produksi PT. Krakatau Steel dengan menggunakan persamaan (2.2) dan (2.3) untuk mengetahui peluang terjadinya defect dalam satu juta kesempatan atau defect yang mungkin terjadi dari satu juta produk yang dihasilkan. Proses tersebut merupakan tahapan measure. Setelah diketahui penyebabnya maka dilakukan tahap Analyze dengan menggunakan beberapa alatalat pengendalian kualitas untuk mengetrahui penyebab-penyebab terjadinya defect pada produk wire rod steel milik PT, Krakatau Steel. Adapun beberapa alat-alat pengendalian kualitas yang digunakna adalah: 27
a. Analisis pengendalian kualitas dengan menggunakan peta kendali p untuk mengetahui proses in control atau out of control. b. Menentukan defect utama dari produk wire rod steel dengan diagram Pareto c. Mengidentifikasikan akar permasalahan yang terjadi menggunakan diagram ishikawa.
3.6
Analisis dan Pembahasan Analisis dan pembahasan dilakukan setelah proses pengolahan data selesai
dilakukan, pada tahap ini peneliti akan melakukan analisis, menjelaskan dan mengintepretasikan hasil dari pengolahan data yang telah dilakukan. Analisis dan pembahasan yang dilakukan dilakukan setelah mendapatkan hasil analisis, sehingga dapat dirumuskan suatu usulan perbaikan baik dari sisi proses maupun manajemen produksi yang ada berdasarkan hasil dari metode borda count methods untuk menentukan peringkat penyebab terjadinya defect mulai dari yang paling sering terjadi hingga yang paling jarang terjadi untuk kemudian dicari langkah perbaikan dari penyebab-penyebab defect yang paling utama. Pembahasan akan menghasilkan suatu rumusan perbaikan yang akan dijadikan sebagai rekomendasi kepada pihak PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. Cilegon khususnya Divisi WRM.
3.7
Penarikan Kesimpulan Dan saran Proses penarikan kesimpulan dilakukan setelah semua analisis telah selesai
dilakukan untuk mengetahui hasil akhir dari analisis yang dilakukan. Setelah melakukan penarikan kesimpulan maka, rekomendasi-rekomendasi juga diberikan sesuai dengan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan. Selain itu saransaran untuk penelitian selanjutnya juga diberikan.
28
BAB 4 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi tentang langkah-langkah pengumpulan data yaitu data profil perusahaan, profil divisi, data produksi dan data defect produk wire rod steel milik PT. Krakatau Steel. Pengolahan data yang dilakukan pada Bab ini meliputi tahapan define, measure, dan analyze dengan menggunakan metode-metode yang digunakan.
4.1
Profil PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. PT. Krakatau Steel dicanangkan pertama kali sebagai Proyek Besi baja
Trikora oleh Presiden Soekarno pada tahun 1970 hingga kini telah berkembang menjadi produsen baja terbesar di Indonesia. PT. Krakatau Steel mampu menunjukkan perkembangan yang pesat dan dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun, PT. Krakatau Steel menambah berbagai fasilitas produksi seperti Pabrik Besi Spons, Pabrik Billet Baja, Pabrik Baja Batang Kawat, serta fasilitas infrastruktur berupa pusat pembangkit listrik, pusat penjernihan air, pelabuhan dan sistem telekomunikasi melalui anak perusahaan. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. menjadi perusahaan baja terpadu di Indonesia dengan fasilitas infrastruktur yang lengkap. Saat ini, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. memiliki kapasitas produksi baja sebesar 3.150.000 juta Ton pertahun, memproduksi baja lembaran panas, baja lembaran dingin, dan baja batang kawat dan melalui anak usaha, PT. Krakatau Steel juga memproduksi jenis produk baja untuk industri-industri khusus, antara lain pipa spiral, pipa ERW, baja tulangan, dan baja profil melalui anak perusahaan. Selain memasarkan produk-produknya untuk konsumen domestik. PT. Kraktau Steel juga memasarkannya ke luar negeri (ekspor). Sistem manajemen kualitas PT. Krakatau Steel menggunakan konsep Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin (5R) dan Incremental Improvement yang didalamnya mencakup metode Plan, Do, Check, Action (PDCA).
29
4.2
Profil Divisi Wire Rod Mill PT. Krakatau Steel Pabrik Wire Rod awalnya bernama Wire Rod & Strip Mill (WRSM) karena
pabrik ini didesain untuk memproduksi dua jenis produk yaitu wire rod steel dan baja strip (lembaran), namun seiring berkembangnya teknologi maka PT. Krakatau steel memutuskan untuk memisahkan produksi wire rod dengan baja strip hingga akhirnya menjadi Pabrik Wire Rod Mill (WRM). Pabrik ini mulai beroperasi sejak tahun 1979 dengan kapasitas produksi 220.000 Ton per tahun. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi wire rod tersebut adalah baja billet. Pabrik WRM mengalami modernisasi pada tahun 1996-1999 dengan menambah teknologiteknologi baru dalam produksinya sehingga kapasitas produksinya meningkat menjadi 300.000 Ton per tahun.
4.2.1 Stuktur Organisasi Divisi Wire Rod Mill Divisi Wire Rod Mill dalam menjalankan operasinya menggunakan struktur organisasi untuk memudahkan pembagian tugas pelaksanaan. Struktur organisasi Divisi Wire Rod Mill dapat dilihat pada Gambar 4.1. Kepala Divisi
QC, PHP, TI & Teknologi
Group Engineer
Superintendent Perawatan Mek&Aux
Superintendent Produksi
Sekretaris
Superintendent Perawatan AEI
Superintendent Perc. Peng. Perwt
Spv. Perawatan Mekanik
Spv. Bengkel Roll
Spv. Automation
Spv Adm. Teknik
Spv. Operasional Mekanik
Spv. Operasi Produksi
Spv. Elektronik
Spv. Preventive MT
Spv. Perawatan Aux
Spv. Furnace
Spv. Instrument
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Divisi Wire Rod Mill 30
4.2.2
Jenis Defect Wire Rod Steel PT. Krakatau Steel Jenis-jenis defect wire rod steel yang diperiksa oleh bagian quality control
Divisi WRM dikategorikan menjadi 13 jenis defect. Produk yang memiliki defect dikategorikan sebagai NCP oleh PT. Krakatau Steel. Produk-produk yang termasuk kategori NCP tentunya menjadi sebuah kerugian tersendiri bagi PT. Krakatau Steel, karena produk-produk tersebut tidak dapat dijual dengan harga sesuai harga baja kualitas baik. Adapun jenis-jenis defect wire rod steel yang diperiksa oleh bagian quality control Divisi WRM dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Jenis Defect Wire Rod Steel PT. Krakatau Steel Jenis Defect Jenis Inspeksi Gambar
Laps
Visual
Visual Over Fill
Pengukuran dengan mikrometer
Kusut
Visual
Visual Under Fill
Pengukuran dengan mikrometer
31
Tabel 4.1 Jenis Defect Wire Rod Steel PT. Krakatau Steel (lanjutan) Jenis Defect Jenis Inspeksi Gambar
Coil Potong Tengah
Visual
Visual Tidak Senter
Pengukuran dengan mikrometer
Scrappy
Visual
Visual Cross Roll
Pengukuran dengan mikrometer
Scratch
Visual
Roll Mark
Visual
32
Tabel 4.1 Jenis Defect Wire Rod Steel PT. Krakatau Steel (lanjutan) Jenis Defect Jenis Inspeksi Gambar
Coil Banyak Potong
Visual
Creep Speed
Visual
-
Other Defect
Visual
-
4.3
Data Produksi dan Defect Data total jumlah produksi dan defect serta jenis-jenis defect yang
dikumpulkan merupakan data sekunder dari laporan produksi wire rod steel di PT. Krakatau Steel mulai dari bulan Januari hingga September 2016.
4.3.1
Data Produksi Pengolahan data yang akan dilakukan memmerlukan beberapa data salah
satunya adalah data jumlah produksi wire rod steel per bulan mulai bulan Januari hingga September 2016 dalam satuan Ton dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Jumlah Produksi Wire Rod Steel Di PT. Krakatau Steel Bulan Jumlah Produksi (Ton) Januari 20.352,460 Februari 12.173,168 Maret 15.559,627 April 21.071,957 Mei 15.100,110 Juni Tidak Produksi Juli TIdak Produksi Agustus 11.369,873 September 9.731,805 Sumber: Laporan harian Divisi Wire Rod Mill PT. Krakatau Steel Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah produksi terbesar yang dicapai oleh divisi Wire Rod Mill pada Tahun 2016 terjadi pada bulan April dengan jumlah produk yang dihasilkan sebanyak 21.071,957 Ton, sedangkan yang paling sedikit 33
terjadi pada bulan September dengan jumlah produksi hanya 9.731,805 Ton. Divisi Wire Rod Mill tidak melakukan produksi pada bulan Juni dan Juli dikarenakan harga baja dunia sedang menurun sehingga jika dilakukan produksi maka akan terjadi kerugian karena biaya pokok produksi lebih tinggi daripada harga jualnya. Berdasarkan Tabel 4.2 juga dapat diketahui rata-rata produksi perbulan dari Divisi Wire Rod Mill yaitu sebesar 10.535,9 Ton per bulan atau jika hanya dihitung berdasarkan jumlah bulan produksi sebesar 15.051,286 Ton. Total jumlah produksi yang telah dicapai oleh Divisi Wire Rod Mill hingga september 2016 adalah sebesar 105.359 Ton, jumlah tersebut masih sangat jauh dari kapasitas produksi Divisi Wire Rod Mill yaitu sebesar 300.000 Ton per tahun.
4.3.2 Data Defect Selain data produksi, dalam penelitian ini juga diperlukan data defect dari produk wire rod steel untuk melakukan analisa lebih lanjut mengenai penyebab terjadinya defect itu sendiri. Jenis-jenis dan jumlah defect dalam satuan Ton yang ada pada produk wire rod steel milik PT. Krakatau Steel dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Jumlah Defect Wire Rod Steel Di PT. Krakatau Steel Jenis Defect Jumlah Defect (Ton) Laps 288,512 Over Fill 191,265 Kusut 193,224 Under Fill 181,803 Coil Potong Tengah 45,917 Tidak Senter 24,901 Scrappy 192,498 Cross Roll 29,989 Scratch 4,670 Roll Mark 12,892 Coil Banyak Potong 6,473 Creep Speed 15,511 Other Defect 45,015 Sumber: Laporan bulanan Divisi Wire Rod Mill PT. Krakatau Steel Jenis-jenis defect tersebut merupakan jenis-jenis defect yang dikategorikan oleh Divisi Wire Rod Mill PT. Krakatau Steel. Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui
34
bahwa defect yang paling sering muncul adalah defect laps dengan total mencapai 288,512 Ton, defect yang paling sering terjadi setelah defect laps secara berturutturut adalah defect kusut dan scrappy dengan jumlah masing-masing sebesar 193,224 Ton dan 192,498 Ton, sedangkan untuk data defect perbulan dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.4
Define Tahapan awal dari pendekatan six sigma adalah tahap define yang bertujuan
untuk mendefiniskan dan menjelaskan program atau produk yang akan ditingkatkan kualitasnya secara kontinu. Tahap define pada penelitian ini menggunakan Diagram SIPOC.
4.4.1
Diagram SIPOC Diagram SIPOC adalah sebuah diagram yang digunakan untuk memetakan
proses mulai dari supplier hingga konsumen. Penelitian ini menggunakan diagram SIPOC untuk memetakan supplier, input, prosccess, output dan customer produk wire rod steel milik PT. Krakatau Steel sebagai informasi awal tentang produk wire rod steel milik PT. Krakatau Steel. Adapun Diagram SIPOC produk wire rod steel PT. Krakatu Steel dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut.
Charging into Furnace
Wire Rod Steel
Reheating furnace Extraction from furnace
Hot rolling Water cooling Coiling Air cooling Trimming & inspection Compacting & bundling Coil weighing Marking Store at Warehouse Shipment
Gambar 4.2 Diagram SIPOC
35
Perusahaan Paku
Customer
Billet weighing
Output
Receipt of Billet
Process
Baja Billet
Input
Supplier
Perusahaan Baja Tiongkok
Perusahaan Payung
Perusahaan Wire Mesh Perusahaan jari-jari sepeda atau motor Perusahaan peer springbed
Berdasarkan Diagram SIPOC pada Gambar 4.3 maka beberapa hal terkait produksi wire rod steel dapat diidentifikasi dengan lebih baik diantaranya:
1.
Supplier Pemasok bahan baku untuk produksi wire rod steel di PT. Krakatau steel
adalah perusahaan-perusahaan atau produsen baja dari Tiongkok, atau dengan kata lain PT. Krakatau Steel menggunakan baja impor sebagai bahan bakunya. 2.
Input Input dari produksi wire rod steel adalah bahan baku wire rod steel itu
sendiri yaitu baja billet. Baja billet yang digunakan oleh Divisi WRM memiliki ukuran 150×150mm dengan panjang 9m. 3.
Proccess Proses produksi wire rod steel di PT. Krakatau Steel dapat dilihat pada
Gambar 4.3. Billet
Receipt of Billet
S-1
Receipt of Billet
Cooling
QNC-1
Billet Weighing
O-1
Charging into Furnace
O-2
Reheating Furnace
O-3
Extraction from Furnace
O-4
Hot Rolling
O-5
Water Cooling
Weighing & Charging
Reheating
Inspection
O-7
Air Cooling
QL-1
Trimming & Inspection
O-8
Compacting & Bundling
Packaging Rolling
QNC-2 Coil Weighing
O-9
Marking
S-2
Store at Warehouse
T-1
Shipment
Cooling
Storage & Shipment Coiling
O-6
Coiling
Gambar 4.3 Proses Produksi Wire Rod Steel PT. Krakatau Steel
36
Adapun penjelasan dari Gambar 4.3 tentang proses produksi wire rod steel di PT. Krakatau Steel adalah sebagai berikut: a.
Receipt of Billet Tahapan penerimaan billet dari gudang logistik untuk diproses menjadi wire
rod steel.
Gambar 4.4 Receipt of Billet b.
Billet weighing Setelah billet diterima dari gudang logistik selanjutnya billet tersebut
ditimbang untuk memastikan bahan baku billet telah sesuai dengan program produksi wire rod steel yang akan dihasilkan.
Gambar 4.5 Billet Weighing c.
Charging into Furnace Tahap ini merupakan tahap operasi awal dari produksi wire rod steel yaitu
menyiapkan billet pada furnace untuk dilakukan proses produksi.
Gambar 4.6 Charging into Furnace 37
d.
Reheating furnace Pada tahap ini billet akan dipanaskan hingga mencapai suhu yang
diinginkan agar dapat dibentuk dan direduksi diameternya sesuai dengan program produksi yang diharapkan.
Gambar 4.7 Reheating Furnace e.
Extraction from Furnace Setelah billet dipanaskan dan mencapai suhu yang diinginkan maka billet-
billet tersebut akan dikeluarkan dari furnace menuju proses rolling.
Gambar 4.8 Extraction from Furnace f.
Hot rolling Proses hot rolling adalah proses thermo-mechanical treatment (tmt) kelas 1
pada temperatur tinggi. Tmt kelas 1 berarti billet telah mengalami deformasi plastik dan juga mengalami transformasi bentuk.
38
Gambar 4.9 Proses Hot Rolling g.
Water Cooling Dilakukan menggunakan water box untuk menurunkan temperatur baja
sehingga diperoleh temperatur yang diinginkan. Pada box pertama, water cooling mengatur besar butir austenit dimana hal ini merupakan tahap awal dan langkah pembentukan struktur mikro akhir. Selain itu, dengan pendinginan cepat melewati range kritis, pembentukan scale dapat dibatasi.
Gambar 4.10 Water Cooling at Finishing Stand h.
Coiling Pada proses ini baja yang keluar akan dibentuk menjadi beberapa coil
dengan menggunakan laying head untuk merubah baja dari bentuk linier manjadi bentuk sirkular dan menempatkannva diatas stelmor conveyor. Semakin tinggi kecepatan laying head semakin kecil diameter ring dan demikian sebaliknya.
39
Gambar 4.11 Proses Coiling Di Laying Head i.
Air cooling baja-baja hasil pembakaran diturunkan temperaturnya dengan udara pada
stelmor conveyor. Fungsi utama dari stelmor conveyor adalah mengontrol laju pendinginan yang seragam untuk mendapatkan mikrostruktur dan pada akhirnya sifat mekanis yang diinginkan dapat tercapai.
Gambar 4.12 Air Cooling j.
Trimming & Inspection Inspeksi dilakukan terhadap coil yang berupa wire rod steel. Beberapa jenis
pemeriksaan yang dilakukan diantaranya pemeriksaan tampilan untuk mengetahui adanya cacat-cacat permukaan, pemeriksaan tolenransi & kebulatan.
Gambar 4.13 Trimming & Inspection
40
k.
Compacting and bundling Produk-produk akan dibawa menuju compactor untuk dipadatkan dan
diikat. Selanjutnya setiap coil diberi label awal yang menunjukkan identitas coil tersebut.
Gambar 4.14 Compacting and Bundling l.
Coil weighing Setelah dipadatkan, diikat, dan diberi label selanjutnya coil tersebut
ditimbang untuk mengetahui berat coil pada tahap akhir.
Gambar 4.15 Coil Weighing m.
Marking Setelah selesai ditimbang maka coil tersebut diberi label akhir sebagai
identitas coil yang lebih detail.
Gambar 4.16 Final Labelling 41
n.
Store at warehouse Setelah semua proses dilakukan maka selanjutnya produk akan disimpan di
gudang penyimpanan sementara.
Gambar 4.17 Proses Store at Warehouse o.
Shipment Produk-produk yang telah disimpan digudang merupakan produk-produk
yang telah siap dipasarkan yang selanjutnyakan dikirm kepada konsumen.
Gambar 4.18 Shipment Berdasarkan proses tersebut, maka akan dihasilkan sebuah output proses berupa produk.
4.
Output Output dari proses produksi adalah wire rod steel. Wire rod steel yang
dihasilkan pun bervariasi baik dari ukurannya maupun dari kandungan carbonnya. Umumnya wire rod steel milik PT. Krakatau Steel memiliki diameter 5,5 mm hingga 20 mm dan jenisnya dapat dikategorikan berdasar kandungna karbonnya.
42
5.
Customer Customer dari hasil proses produksi wire rod steel di PT. Krakatau Steel
adalah perusahaan-perusahaan yang memproduksi produk seperti: a. Payung b. Wire Mesh c. Paku d. Jari-jari sepeda motor e. Peer spring bed f. Dan lain-lain
4.5
Measure Setelah melakukan tahap define maka selanjutnya dilakukan tahap measure
yang bertujuan untuk mengukur kemampuan proses yang ada pada saat ini. Pengukuran yang dilakukan pada tahap measure akan dijadikan sebagai landasan atau tolak ukur perbaikan proses yang akan dilakukan.
4.5.1
Defect per Million Opportunity (DPMO) dan Level sigma Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menghitung DPMO dari proses
produksi wire rod steel PT. Krakatau Steel untuk mengetahui level sigma dari proses produksi. Berdasarkan Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 diketahui bahwa total produksi wire rod steel di PT. Krakatau steel mencapai 105.359 Ton dan total defect produk wire rod steel di PT. Krakatau Steel sebesar 1.232,670 Ton, dengan menggunakan informasi tersebut maka dapat dihitung DPMO dan level sigma-nya sebagai berikut: Defect per Opportunity
Jumlah Defect ; DO CTQ 13 Jumlah Produksi DO
Defect per Opportunity
1.232, 670 0.000899978 105.359 13
DPMO DPO 1.000.000 DPMO 0.000899978 1.000.000 899,978
1.000.000 899,978 Level z 1,5 1.000.000
43
Level z 0,999 1,5 4, 621 Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa DPMO dari produk wire rod steel milik PT. Krakatau steel adalah sebesar 899,978 artinya dari setiap 1.000.000 ton wire rod steel yang di produksi maka ada 899,978 ton yang mengalami defect. Level sigma 4,621σ menunjukkan bahwa proses produksi wire rod steel di Divisi WRM berada pada kelas company average, namun untuk mencapai efisiensi proses yang diharapkan oleh PT. Krakatau Steel level sigma tersebut harus terus ditingkatkan hingga mencapai 5σ atau 6σ sehingga mencapai level terbaik dari suatu perusahaan.
4.6
Analyze Setelah dilakukan tahap define dan measure selanjutnya dilakukan tahap
analyze yang bertujuan untuk menganalisis dan memverifikasi penyebab-penyebab yang mempengaruhi kualitas dari produk wire rod steel di PT. Krakatau steel
4.6.1 Peta Kendali Peta kendali, yang merupakan salah teknik dalam Six sigma untuk pengendalian proses, dipergunakan untuk menunjukkan variabilitas dari proses, sehingga nantinya dapat diketahui apakah variabilitas dari proses dalam keadaan terkendali (in control) atau tidak terkendali (out of control). Jika variabilitas dari proses masih belum terkendali maka selanjutnya dilakukan langkah-langkah untuk mengurangi varibilitas tersebut dengan mencari penyebab proses masih out of control sehingga variabilitasnya dapat dikurangi atau diperkecil. Pengamatan dilakukan per hari pada semua unit yang di produksi, jumlah pengamatan merupakan total jumlah berat coil yang diproduksi dalam satu hari dengan satuan ton. Defect dihitung berdasarkan jumlah berat coil yang mengalami defect per hari dalam satuan ton. Data yang digunakan untuk melakukan analisa peta kendali dapat dilihat pada Lampiran 2. Adapun hasil peta kendali dapat dilihat pada Gambar 4.19.
44
Gambar 4.19 Peta Kendali Berdasarkan Gambar 4.19 diketahui bahwa proses belum terkendali karena masih ada pengamatan yang berada diluar batas kendali yaitu pada pengamatan 6, 12, 13, 14, 15, 25, 28, 30, 31, 37, 43, 45, 48, 49, 51, 64, 75, 77, 82, 85, 88, 91, 99, 101, 106, 111, 116, 122, 124, 125, 126, 127, 129, 131, 134, 140 akibat adanya beberapa defect. Garis tengah berada diatas batas NCP yang ditetapkan oleh PT Krakatau Steel, artinya bahwa rata-rata NCP melebihi batas yang telah ditentukan oleh PT. Krakatau Steel yaitu sebesar 0,8%. Defect pada pengamatan di luar batas kendali yang mengakibatkan proses menjadi out of control dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Defect Pada Pengamatan Diluar Batas Kendali Pengamatan Tanggal Defect 6 06 Januari 2016 12 12 Januari 2016 Laps 13 13 Januari 2016 Laps, Over fill, Under fill 14 14 Januari 2016 Laps, Over fill, Kusut 15 15 Januari 2016 25 25 Januari 2016 Laps, Over fill, Kusut, Under fill 28 28 Januari 2016 Over fill, Under fill 30 30 Januari 2016 Over fill, Kusut 31 31 Januari 2016 Laps, Other Defect Over fill, Under fill, Scrappy, Creep 37 06 Februari 2016 speed 43 12 Februari 2016 45 14 Februari 2016 Over fill, Under fill, Scrappy 48 17 Februari 2016 -
45
Tabel 4.4 Defect Pada Pengamatan Diluar Batas Kendali (Lanjutan) Pengamatan Tanggal Defect 49 07 Maret 2016 Over fill, Under fill, Scrappy, Roll 51 09 Maret 2016 mark 64 25 Maret 2016 Kusut, Under fill 75 05 April 2016 77 07 April 2016 82 12 April 2016 Laps, Kusut, Cross roll Laps, Kusut, Under fill, Coil potong 85 15 April 2016 tengah 88 18 April 2016 Laps, Over fill Laps, Kusut, Underfill, Coil potong 91 21 April 2016 tengah, Tidak senter, Scrappy, 99 29 April 2016 101 15 Mei 2016 Laps, Over fill, Kusut, Under fill 106 20 Mei 2016 Laps, Kusut, Tidak senter 111 25 Mei 2016 116 15 Agustus 2016 Laps, Over fill, Under fill, Other 122 21 Agustus 2016 Defect 124 23 Agustus 2016 Laps, Under fill, Scrappy 125 24 Agustus 2016 Laps, Scrappy 126 25 Agustus 2016 Over fill, Scrappy 127 26 Agustus 2016 Laps, Scrappy, Cross roll 129 28 Agustus 2016 Kusut, Scrappy 131 30 Agustus 2016 134 02 September 2016 140 08 September 2016 Scrappy Berdasarkan Tabel 4.4 Diketahui bahwa ada beberapa defect yang terjadi saat pengamatan berada diluar batas kendali yang menyebabkan proses menjadi belum terkendali. Defect-Defect tersebut diantaranya laps, over fill, under fill, kusut, scrappy, tidak senter, roll mark, cross roll, creep speed, coil potong tengah dan other defect, sehingga perlu dicari tahu defect utama penyebab belum terkendalinya proses. Selanjutnya untuk mengetahui
defect
yang akan
diprioritaskan untuk dianalisa lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan diagram Pareto untuk kemudian dicari akar penyebabnya serta diberikan rekomendasi untuk perbaikan.
46
4.6.2
Analisis Pareto Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan peta kendali diketahui
bahwa ada beberapa adanya beberapa defect seperti laps, over fill, kusut, under fill, scrappy dan lain-lain yang menyebabkan proses belum terkendali, sehingga untuk memprioritaskan defect penyebab belum terkendalinya proses dari periode pertama hingga periode ketiga (Januari sampai September 2016) untuk dianalisa lebih lanjut dilakukan analisis pareto. Analisis Pareto dilakukan menggunakan diagram Pareto seperti pada Gambar 4.20. Data yang digunakam umtuk melakukan analisis Pareto dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 4.20 Diagram Pareto Defect Wire Rod Steel PT. Krakatau Steel Berdasar pada Gambar 4.20 maka dengan menggunakan diagram pareto dapat diketahui tiga jenis defect yang paling sering terjadi dari seluruh defect yang ada pada produk wire rod steel milik PT. Krakatau Steel pada bulan Januari hingga September 2016 adalah defect laps dengan prosentase sebesar 23%, Kusut dengan prosentase sebesar 16% dan juga Scrappy dengan prosentase sebesar 16%. Sehingga defect-defect tersebut harus diberi perhatian khusus untuk segera ditangani agar jumlahnya dapat ditekan pada proses produksi dimasa mendatang.
4.6.3
Root Cause Analysis Setelah diketahui tiga defect utama dari produk wire rod steel PT. Krakatau
Steel yaitu laps, kusut, dan scrappy maka perlu dicari penyebab-penyebab terjadinya defect tersebut untuk dapat mencegah atau mengurangi defect tersebut
47
terjadi pada proses selanjutnya. Diagram Ishikawa digunakan dalam mencari penyebab terjadinya defect-defect tersebut. Diagram Ishikawa dirumuskan berdasarkan hasil diskusi dengan chief enginner long product dari Divisi WRM setelah mengetahui tiga jenis defect terbesar.
1.
Laps Defect laps merupakan salah satu defect menyebabkan kondisi out of
control pada peta kendali. Selain itu, defect laps merupakan defect terbesar yang terjadi pada proses produksi wire rod steel pada bulan Januari hingga September 2016 dengan jumlah sebesar 288,512 Ton. Penyebab-penyebab terjadinya defect laps dapat dilihat pada diagram ishikawa seperti yang ada pada Gambar 4.21. Tidak teliti
Manusia Kesalahan setting
Tidak melakukan adjistment bar
Salah mendesain pass Kurang kompeten Kurang memahami dampas kesalahan desain pass
Laps
Kerusakan guide Panas Posisi roll miring Imporper lubrication Bising
Roll aus
Lingkungan
Mesin
Gambar 4.21 Diagram Ishikawa Penyebab Terjadinya Laps Gambar 4.21 menunjukkan penyebab-penyebab terjadinya defect laps disebabkan oleh 3 hal utama yaitu manusia, mesin, dan lingkungan. Penjelasan mengenai 3 faktor utama penyebab terjadinya laps adalah:
a.
Manusia Faktor manusia merupakan salah satu penyebab utama terjadinya defect
laps. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh oprator produksi seperti:
Kesalahan setting, yaitu kesalahan pada setting guide dan roll terjadi karena sulitnya mendeteksi settingan roll karena pengecekan settingan hanya dilakukan secara visual dan operator sering kali tidak teliti
48
Salah mendesain pass karena operator kurang memahami dampak dari kesalahan dalam setting desain assembly pass sehingga sering diabaikan oleh operator.
Operator kurang kompeten karena proses transfer knowledge tidak berjalan baik akibat jarak antara karyawan baru dengan karyawan senior sangatlah jauh bahkan pada kenyataannya karyawan baru direkrut mendekati masa pensiun karyawan senior sehingga proses transfer knowledge sangat sulit untuk dijalankan mengingat sedikitnya waktu yang tersedia bagi karyawan baru untuk dapat belajar pada karyawan senior.
Pada saat proses rolling operator sering kali tidak melakukan adjustment bar untuk mengetahui apakah ukuran dari billet sudah sesuai dengan program produksi yang dijalankan sehingga menyebabkan dimensi billet masih terlalu besar untuk masuk ke guide yang akhirnya menimbulkan laps.
b.
Mesin Faktor mesin juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya defect laps.
Kerusakan guide yang disebabkan tidak berjalannya fungsi lubrikasi akibat kebocoran pada selang penyalur lubrikan akibat kurangnya perawatan.
Posisi roll miring karena keausan roll yang disebabkan kualitas sparepart roll yang tidak baik sehingga aus sebelum waktunya sedangkan sparepart pengganti tidak tersedia. Selain itu roll miring juga dapat disebabkan karena adanya benturan-benturan yang seharusnya tidak terjadi karena ukuran billet masih terlalu besar.
c.
Lingkungan Faktor lingkungan yang bising dan panas dapat mempengaruhi kinerja
operator produksi sehingga operator mudah lelah dan tidak fokus.
49
2.
Kusut Selain defect laps, defect kusut juga menjadi salah satu defect yang
menyebabkan kondisi out of control pada peta kendali. Defect kusut juga merupakan salah satu dari tiga jenis defect pada produk wire rod steel PT. Krakatau Steel dengan jumlah terbesar kedua dalam bulan Januari hingga September 2016 dengan jumlah 193,224 Ton. Adapun penyebab-penyebab terjadinya defect kusut dapat dilihat pada Gambar 4.22. Mesin
Ada celah Di SMC
Kerusakan laying head Rantai SMC Putus Coil menumouk di SMC
Sparepart Iris aus
Coil menyangkut di SMC
Kurang perawatan
Pintu/Shaft iris tidak berfungsi
Arm mandrel tidak lurus Kusut di Coil car
Kusut Panas Operator melakukan repairment yang tidak boleh dilakukan Bising Kelalaian penyediaan sparepart
Lingkungan
Manusia
Gambar 4.22 Diagram Ishikawa Penyebab Terjadinya Kusut Berdasarkan Gambar 4.22 penyebab-penyabab dari defect kusut adalah:
a.
Manusia Beberapa penyebab terjadinya defect kusut yang disebabkan oleh faktor
manusia adalah:
Repairment yang seharusnya tidak dilakukan. Saat terjadi kerusakan distelmor conveyor seharusnya sparepart tersebut harus langsung diganti, namun karena sparepart pengganti tidak tesedia maka operator melakukan tindakan repairment tidak boleh dilakukan.
b.
Mesin Selain faktor manusia faktor mesin juga menjadi salah satu penyebab utama
terjadinya defect kusut. Beberapa penyebab defect kusut yang disebabkan oleh mesin adalah:
50
Kerusakan laying head, adanya putaran ring yang tidak stabil pada laying head menyebabkan coil kusut hal tersebut disebabkan oleh ausnya ring pada laying head akibat kurangnya perawatan.
Coil menyangkut di stelmor conveyor (SMC) karena adanya celah pada stelmor conveyor yang terbuka sehingga terkadang coil menyangkut di lubang tersebut.
Coil menumpuk di stelmor conveyor karena adanya rantai yang putus akibat kurang perawatan.
Pintu atau shaft iris tidak bekerja dengan baik karena terjadi keausan pada sparepart iris sehingga terkadang pintu atau shaft iris tidak dapat terbuka atau tidak dapat tertutup akibat kurangnya perawatan.
Arm mandrel tidak lurus karena ada permasalahan pada lubrikasi arm mandrel bisa disebabkan oleh kurangnya lubrikasi atau cairan pelumas yang sudah kotor namun belum diganti.
Kusut di coil car terjadi karena kesalahan dari proses sebelumnya yang menyebabkan lengan coil car patah, sehingga pada proses selanjutnya menyebabkan defect kusut.
c.
Lingkungan Faktor lingkungan yang bising dan panas dapat mempengaruhi kinerja
operator produksi sehingga operator mudah lelah dan tidak fokus.
3.
Scrappy Defect Scrappy adalah salah satu defect menyebabkan kondisi out of control
pada peta kendali. Selain itu, defect ini merupakan merupakan defect terbesar ketiga yang ada pada produk wire rod steel milik PT. Krakatau Steel pada bulan januari hingga September 2016 dengan jumlah 192,498 Ton. Adapun penyebab-penyebab terjadinya defect scrappy dapat dilihat pada diagram ishikawa seperti pada Gambar 4.23 berikut.
51
Material
Manusia Tidak melakukan adjustment bar
Billet defect
Salah mendesain pass Kurang paham dampak Kesalahan desain pass
Kerusakan guide Improper lubrication
Panas Jalur roll kotor
Bising
Scrappy
Posisi roll miring Kurang perawatan
Ada sisa scale billet
Lingkungan
Roll aus
Tekanan water box kurang
Mesin
Gambar 4.23 Diagram Ishikawa Penyebab Terjadinya Scrappy Berdasakan diagram ishikawa pada Gambar 4.23 penyebab-penyebab terjadinya scrappy adalah sebagai berikut:
a.
Manusia
Salah mendesain pass karena operator kurang memahami dampak dari hal tersebut sehingga sering diabaikan oleh operator.
Operator sering kali tidak melakukan adjustment bar untuk mengetahui pakah ukuran dari billet sudah sesuai dengan program produksi yang dijalankan sehingga menyebabkan dimensi billet masih terlalu besar untuk masuk ke guide.
b.
Material
Adanya defect pada bahan baku billet yang digunakan menjadi salah satu penyebab terjadinya defect scrappy adanya diefect billet tersebut sulit dideteksi tanpa melakukan pengujian laboratorium lebih lanjut karena posisi defect berada dalam batang billet tersebut.
c.
Mesin
Kerusakan guide yang disebabkan tidak berjalannya fungsi lubrikasi akibat kebocoran pada selang penyalur lubrikan.
Jalur roll kotor akibat adanya sisa-sisa scale dari billet yang jatuh ke jalur roll
52
Kurangnya tekanan water box yang menyebaban pembersihan scale pada billet kurang sempurna sehingga menyebabkan scale pada billet tersebut masih menempel saat proses rolling
Jalur roll macet yang disebabkan oleh lubrikasi yang tidak baik akibatnya bar billet mengalami gesekan yang menimbulkan goresan.
d.
Lingkungan Faktor lingkungan yang bising dan panas dapat mempengaruhi kinerja
operator produksi sehingga operator mudah lelah dan tidak fokus.
53
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
54
BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai perangkingan penyebab terjadinya defect dengan menggunakan Borda count methods dan juga akan dibahas mengenai rekomendasi perbaikan yang data diberikan pada PT. Krakatau Steel khususnya untuk Divisi Wire Rod Mill.
5.1
Analisa Peringkat Penyebab Defect Borda count methods dilakukan untuk mengetahui peringkat penyebab
terjadinya defect yang paling sering terjadi untuk selanjutnya diberi skor untuk masing masing peringkat dimana peringkat 1 mendapatkan skor 8 untuk defect laps dan skor 9 untuk defect kusut dan scrappy, hingga peringkat terakhir mendapatkan skor 1. Perangkingan dilakukan oleh teknisi quality control divisi WRM, engineer production WRM dan chief engineer long product sebagai representasi Divisi WRM dengan menggunakan kuesioner pada Lampiran 4.
5.1.1
Laps Berdasarkan faktor-faktor yang ada pada subbab 4.6.3 yaitu hasil root cause
analysis menggunakan diagram Ishikawa pada selanjutnya faktor-faktor dapat dirangkum menjadi beberapa poin ringkas penyebab terjadinya defect laps. Poinpoin tersebut selanjutnya diperingkatkan mulai dari yang paling sering hingga yang paling jarang. Setelah diberikan skor pada masing-masing poin penyebab terjadinya defect laps selanjutnya dianalisa dengan menggunakan borda count methods. Adapun hasil dari perangkingan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Peringkat Penyebab Defect Laps Penyebab
Teknisi QC
Kerusakan guide 8 Adjusment bar tidak sesuai 7 Kesalahan setting guide dan roll 6
Engineer Production 6 8 5
55
Chief Engineer
Total Skor
8 7 6
22 22 17
Tabel 5.1 Peringkat Penyebab Defect Laps (lanjutan) Teknisi Engineer Chief Penyebab QC Production Engineer Salah mendesain pass 3 7 4 Operator kurang kompeten 5 3 5 Posisi roll miring 4 4 3 Lingkungan panas 2 2 2 Lingkungan bising 1 1 1
Total Skor 14 13 11 6 3
Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa total skor penyebab terjadinya defect laps yang terbesar adalah kerusakan guide karena improper lubrication dan adjustment bar tidak sesuai, sehingga kedua penyebab tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu, baru kemudian menyelesaikan penyebab yang lainnya. PT. Krakatau steel sebenarnya sudah memiliki langkah-langkah penanggulangan untuk kedua permasalahan tersebut yaitu mengganti guide dan mengawasi operator yang bertugas, namun tindakan tersebut tidak berjalan dengan baik karena sparepart guide tidak selalu tersedia pada saat penggantian, sedangkan jika ingin melakukan pembelian masih harus melalui divisi logistik sehingga memakan waktu yang cukup lama dan banyak posisi yang masih kosong di divisi WRM.
5.1.2 Kusut Berdasarkan dari penyebab-penyebab pada subbab 4.5.3 selanjutnya dilakukan perangkingan peneyebab-penyebab terjadinya defect kusut untuk mengetahui penyebab mana yang paling sering terjadi dan harus diselesaikan terlebih dahulu. Adapun hasil perangkingan dengan borda count methods yang dilakukan oleh teknisi quality control divisi WRM, Engineer Production WRM dan Chief Engineer Long product dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Peringkat Penyebab Defect Kusut Penyebab Coil menyangkut di SMC Arm mandrel tidak lurus Coil menumpuk di SMC Kerusakan ring laying head
Teknisi QC
Engineer Production
Chief Engineer
Total Skor
8 6 7 9
9 7 8 6
7 9 6 3
24 22 21 18
56
Tabel 5.2 Peringkat Penyebab Defect Kusut (lanjutan) Teknisi Engineer Chief Penyebab QC Production Engineer Keausan pintu atau shaft iris 5 5 8 Kusut di coil car 4 3 5 Repairment yang tidak seharusnya 3 4 4 Lingkungan panas 2 1 2 Lingkungan bising 1 2 1
Total Skor 18 12 11 5 4
Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa penyebab defect kusut yang paling sering terjadi adalah coil menyangkut di stelmor conveyor akibat adanya celah atau lubang dari stelmor conveyor lalu penyebab kedua yang paling sering terjadi adalah arm mandrel tidak lurus akibat kurang perawatan. PT, Krakatau Steel khususnya divisi WRM sebenarnya sudah memiliki jadwal perawtan rutin yang harus dilakukan pada mesin-mesin dan alat produksi yang digunakan, namun karena tidak kontinunya proses produksi di divisi WRM sering kali program perawatan tersebut terbengkalai sehingga mengakibatkan mesin dan alat cepat aus atau mengalami kerusakan.
5.1.3
Scrappy Setelah diketahui penyebab-penyebab terjadinya defect scrappy selanjutnya
dilakukan perangkingan penyebab menggunakan borda count methods untuk mengetahui penyebab yang paling sering terjadi agar dapat dihindari pada produksi dimasa mendatang. Adapun hasil dari peringkat berdasarkan borda count methods dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Peringkat Penyebab Defect Scrappy Penyebab Kerusakan guide Jalur roll kotor Tekanan water box kurang Defect pada billet Jalur roll macet Kesalahan desain pass Adjustment bar tidak sesuai
Teknisi QC
Engineer Production
Chief Engineer
Total Skor
6 8 7 9 3 4 5
6 8 9 5 7 4 3
9 5 3 4 8 7 6
21 21 19 18 18 15 14
57
Tabel 5.3 Peringkat Penyebab Defect Scrappy (lanjutan) Teknisi Engineer Chief Penyebab QC Production Engineer Lingkungan panas 2 2 2 Lingkungan bising 1 1 1
Total Skor 6 3
Berdasarkan pada Tabel 5.3 diketahui bahwa kerusakan guide dan jalur roll yang kotor menjadi penyebab utama terjadinya defect scrappy. Tindakan perbaikan dari PT, Krakatau Steel untuk kedua penyebab tersebut sebenarnya sudah ada yaitu mengganti guide dan mengecek kembali jalur roll setelah selesai produksi, naumn tidak dapat berjalan dengan baik karena keterbatasan sparepart dan sulitnyta melakukan pembersihan jalur roll secara menyeluruh sebab jalur roll memiliki suhu yang tinggi dan banyak jalur roll yang susah dijangkau serta lambatnya proses pengecekan jalur roll karena harus menunggu suhu dingin serta terbatasnya jumlah karyawan.
5.2
Sistem Manajemen Kualitas Terpadu PT. Krakatau Steel Sebagai perusahaan manufaktur baja terbesar di Indonesia, PT. Krakatau
Steel telah menerapkan continuous improvement sejak tahun 2007 dengan tujuan untuk mencapai efisiensi proses bisnis. Penerapan continuous improvement dalam bidang kualitas menjadi salah satu aspek utama perhatian PT. Krakatau Steel. Sistem manajemen kualitas PT. Krakatau Steel dilakukan secara menyeluruh mulai dari level terbawah organisasi hingga top level management dengan menggunakan konsep 5R dan Incremental Improvement yang mencakup metode PDCA (Plan, Do, Check, Action) didalamnya.
5.2.1 Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin (5R) 5R merupakan sebuah filosofi sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari yang memberikan beberpa manfaat, diantaranya: 1.
Meningkatkan disiplin karyawan dalam bekerja, sejalan dengan nilai budaya perusahaan (disiplin, kerjasama, keterbukaan, dan saling menghargai)
2.
Memperbaiki moral serta memotivasi karyawan
58
3.
World Class Benchmarking
4.
Mengenal masalah dan mengetahui ketidaknormalan produk seperti defect dengan lebih cepat.
5.
Memecahkan masalah Logistik dengan penataan sederhana.
6.
Meningkatkan efisiensi kerja dan mengoptimalkan penggunaan teknologi peralatan.
7.
Menciptakan lingkungan kerja yang bersih, dan menyenangkan, serta mencegah kecelakaan kerja.
Definisi 5R yang diterapkan di PT. Krakatau Steel adalah upaya merubah perilaku dan penataan tempat kerja dalam membangun nilai budaya disiplin, kerjasama, keterbukaan, dan saling menghargai melalui proses ringkas, rapi, resik, rawat, rajin yang dilakukan secara terus menerus. Proses perubahan sikap atau perilaku melalui perubahan mendasar dengan menata tempat kerja dan sikap kerja produktif harus diciptakan agar nilai budaya perusahaan dapat tercapai. Penerapan 5R di PT. Krakatau steel memiliki enam tujuan utama yaitu mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi, meningkatkan kualitas produk, mengurangi breakdowns, menjamin keamanan dan mencegah polusi dan menigkatkan moral karyawan. Adapun definisi dari setiap poin 5R, indikator keberhasilan, dan nilai budaya perusahaan yang dapat dicapai mneurut PT. Krakatau Steel dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Program 5R Proses
Ringkas
Definisi
Indikator Keberhasilan
Tidak ada barang yang tidak diperlukan di area kerja
Status pemilik dan fungsi barang jelas Tidak ada barang yang tidak diperlukan ditempat kerja Efektifitas tata letak tempat kerja meningkat Jumlah persediaan barang dan sparepart optimal
59
Nilai Budaya yang Dicapai Disiplin Disiplin Kerjasama Keterbukaan
Tabel 5.4 Program 5R (Lanjutan) Proses
Rapi
Resik
Rawat
Rajin
Definisi
Setiap barang mempunyai tempat dan status yang jelas
Memeriksa, membersihkan dan menghilangkan sumber penyebab kotor
Mempertahankan kondisi optimal area kerja pada standar ringkas, rapi dan resik
Membudayakan ringkas, rapi, resik, rawat dan kebiasaan yang bersifat positif
Indikator Keberhasilan Semua barang ada dan tertata rapi pada tempatnya sehingga dapat mencegah kehilangan barang Kecepatan pencarian barang meningkat Kesalahan proses kerja menurun Penyerahan barang tepat waktu Lantai, peralatan dan barang-barang di tempat kerja terlihat bersih Tempat kerja nyaman, sampah tidak berserakan, tidak ada ceceran minyak atau oli dan bebas asap rokok Semua informasi mudah terbaca dan dimengerti Semua perlengkapan kerja aman dan tidak Bebas dari rasa takut akan melakukan kesalahan dan tidak melemparkan kesalahan pada orang lain Adanya kendali visual Pemeriksaan dan perawatan secara berkala Pelaksanaan 5R dalam bentuk fisik secara optimal Tersedia papan 5R dengan informasi terbaru Pembagian tugas yang jelas Menyelesaikan pekerjaan tepat waktu Mematuhi peraturan perusahaan 60
Nilai Budaya yang Dicapai
Disiplin
Disiplin Disiplin Disiplin dan Kerjasama Kerjasama
Saling Menghargai
Keterbukaan Disiplin
Saling menghargai
Kerjasama dan keterbukaan Disiplin, saling menghargai dan keterbukaan Disiplin dan kerjasama Keterbukaan Kerjasama dan Saling menghargai Disiplin Disiplin
5.2.2
Incremental Improvement Incremental Improvement adalah salah satu bentuk upaya continuous
improvement yang dilakukan oleh PT. Krakatau Steel. PT. Krakatau steel menerapkan improvement yang dilakukan untuk perbaikan peningkatan standar yang dilakukan secara terus menerus oleh tim atau perorangan, serta perbaikan melalui inovasi. Salah satu metode yang digunakan dalam incremental improvement oleh PT. Krakatau Steel adalah PDCA. Siklus PDCA yang diterapkan oleh PT. Krakatau Steel adalah: 1.
2.
3.
4.
Plan -
Identifikasi masalah
-
Pemilihan masalah
-
Menentukan target perbaikan
-
Penjadwalan aktivitas
-
Analisis untuk menentukan akar masalah
Do -
Menyiapkan sumber daya
-
Melaksanakan rencana perbaikan
-
Keterlibatan manajemen dalam proses monitoring
Check -
Mengukur pencapaian hasil perbaikan
-
Membandingkan hasil pencapaian dengan kondisi sebelum perbaikan
Action -
Tindak lanjut perbaikan
-
Sosialisasi hasil perbaikan
-
Monitoring manfaat hasil perbaikan
Melalui siklus PDCA tersebut, PT. Krakatau Steel mengategorikan improvement kedalam beberapa jenis yaitu: 1.
Process Control Process control adalah sebuah tindakan improvement yang dilakukan PT.
Krakatau Steel dengan urutan sebagai berikut: 61
2.
-
Ada standar tertentu dari sebuah proses
-
Melaksanakan proses sesuai standar
-
Meneliti pelaksanaan standar
-
Kembali kepada standar awal yang telah ditentukan
Reactive Improvement Reactive improvement adalah sebuah improvement yang dilakukan PT.
Krakatau Steel setelah mengetahui adanya penyimpangan proses atau adanya keluhan pelanggan untuk membuat standar baru.
3.
Proactive Improvement Proactive improvement adalah tindakan improvement yang dilakukan untuk
mencegah penyimpangan proses sebelum penyimpangan standar proses tersebut terjadi, sehingga dapat dibuat standar baru yang lebih baik.
PT. Krakatau Steel dalam melaksanakan incremental improvement juga menggunakan beberapa alat analisa kualitas. Alat-alat analisa kualitas yang digunakan oleh PT. Krakatau Steel adalah Diagram Ishikawa, Diagram hubungan, Diagram Pareto untuk mencari penyebab dan permasalahan utama. Sedangkan untuk membuat rencana perbaikannya, PT. Krakatau Steel melakukannya dengan metode Why, What, Where, When, Who, How (5W+1H). Metode-metode incremental (continous) improvement tersebut sudah sangat baik dan mencakup hampir seluruh langkah-langkah perbaikan pada umumnya, namun jika melihat kepada persoalan Divisi WRM PT. Krakatau Steel yang dibahas pada penelitian ini, yaitu mengenai tingginya defect yang salah satu penyebabnya adalah tingginya variabilitas proses, belum ada sebuah metode untuk dapat memantau pergerakan atau besarnya variabilitas pada proses secara berkala maupun berkelanjutan dan menentukan batas penyimpangan variabilitas proses, sehingga pada penelitian ini memberikan rekomendasi tambahan metode perbaikan kualitas menggunakan peta kendali, agar continuous improvement yang dilakukan PT. Krakatau Steel dapat berjalan dengan lebih baik dalam memantau variabilitas
62
produk yang dihasilkan khususnya untuk produk wire rod steel yang diproduksi oleh Divisi Wire Rod Mill. Adanya pemantauan terhadap variabilitas diharapkan akan membantu Divisi WRM PT. Krakatau Steel dalam upaya mengurangi jumlah defect, dengan diketahuinya pergeseran atau penyimpangan variabilitas maka PT. Krakatau Steel khususnya Divisi WRM dapat melakukan tindakan perbaikan sesegera mungkin untuk mencegah penyimpangan yang akan dan kembali terjadi, sehingga Divisi WRM PT. Krakatau Steel bisa mencapai level 5σ atau 6σ dan berada pada kategori world class company atau dengan kata lain jumlah defect yang muncul dapat dikurangi yang akan berdampak pada profitabilitas melalui peningkatan penjualan.
5.3
Usulan dan Rekomendasi Tindakan Perbaikan Berdasarkan hasil pada tahap analyze dan borda count methods penyebab
terjadinya ketiga defect terbesar yang ada pada produk wire rod steel PT. Krakatau Steel dapat disederhanakan menjadi beberapa poin utama akar permasalahan dari penyebab-penyebab tersebut. Poin-poin utama akar permasaahan tersebut adalah: 1. Kerusakan/keausan mesin 2. Ketidaktersediaan sparepart 3. Operator kurang kompeten 4. Kesalahan setting 5. Jalur roll kotor 6. Lingkungan kerja yang bising dan panas Poin-poin
tersebut
selanjutnya
dapat
dijadikan dasar perumusan
rekomendasi tindakan perbaikan secara umum untuk mengatasi tingginya NCP wire rod steel PT. Krakatau Steel. Rekomendasi perbaikan yang diberikan diharapkan mampu menekan NCP wire rod steel PT. Krakatau Steel terutama pada tiga jenis defect terbesar yaitu defect laps, kusut dan scrappy. Rekomendasi tindakan perbaikan dirumuskan dalam perspektif yang menyeluruh
mulai
dari
tingkat
manajerial
hingga
operasional
dengan
memperhatikan tindakan perbaikan yang sudah ada atau sudah dilakukan saat ini oleh PT. Krakatau Steel khususnya divisi Wire Rod Mill agar dapat lebih mudah diaplikasikan di kemudian hari. 63
Usulan-usulan
atau
rekomendasi
tindakan
perbaikan
didapatkan
berdasarkan hasil diskusi dengan beberapa pihak diantaranya Chief engineer long product Divisi WRM, teknisi quality control dan manager maintenance service rolling mill. Adapun rekomendasi tindakan perbaikan yang dapat diberikan pada PT, Krakatau Steel khususnya Divisi Wire Rod Mill untuk menekan tiga jenis defect terbesar dapat dilihat pada Tabel 5.5 Tabel 5.5 Rekomendasi Perbaikan Penanganan saat ini Rekomendasi Maintenance harus tetap dijalankan meskipun sedang tidak produksi. Prosedur pengecekan mesin dan produk disederhanakan dengan menggunakan media komunikasi seluler sehingga penanganan kerusakan bisa segera dilakukan. Melakukan maintenance Melibatkan bagian sesuai jadwal yang ada pada Kerusakan/ perawatan dalam Technical Standard For keausan mesin memperbaiki kerusakan. Engineer dan SOP Melakukan pengecekan bersama oleh seluruh bagian termasuk unit penunjang dari Subdit Central Maintenanace & Facilities, jika ditemukan kesalahan langsung dilakukan tindakan perbaikan dan jika tidak bisa, diprogramkan untuk preventive maintenance. Dilakukan secara terjadwal 1 bulan 1 kali. Program direct buying untuk sparepart dibawah Ketidaktersediaan Koordinasi rutin dengan harga tertentu melalui bagian logistik sparepart Prima Koperasi Krakatau Steel (Primkokas) Penyebab
64
Tabel 5.5 Rekomendasi Perbaikan (lanjutan) Penyebab Penanganan saat ini Rekomendasi Menambah item sparepart yang ada Ketidaktersediaan Monitoring pengadaan sparepart kritis didalam kontrak sparepart perjanjian dengan vendor Mempersiapkan program penyediaan sparepart kualitas tinggi dengan memperhitungkan waktu penyediaan Jumlah pegawai yang Pendidikan dan pelatihan direkrut seharusnya sebelum mulai bekerja proporsional dengan pegawai yang pensiun. Program recruitment sebaiknya dilakukan sebelum karyawan senior Program Quality Day pensiun sehingga dapat melakukan transfer knowledge. Pihak Pusdiklat mengadakan pelatihan kompetensi operasional, maintenance dan motivasi secara berkala. Operator kurang Berpartisipasi aktif dalam kompeten forum Gugus Kendali Mutu pada program quality day yang diadakan. Mengadakan on the job training setelah pendidikan dan pelatihan, sehingga tidak langsung bekerja. Mengadakan pelatihan informal tentang operasi, maintenance dan Operator Kurang pengalaman karyawan Kompeten senior untuk menambah kompetensi karyawan baru. Ada proses pendampingan dan mentoring karyawan baru. 65
Tabel 5.5 Rekomendasi Perbaikan (lanjutan) Penyebab Penanganan saat ini Rekomendasi Pengecekan setting Melakukan cross check dilakukan sebelum mulai pekerjaan antar shift Kesalahan Setting produksi oleh bagian sebagai bahan evaluasi produksi untuk proses selanjutnya. Melakukan program pembersihan jalur roll dengan cara pengecekan Membersihkan jalur roll water box secara rutin dengan mengandalkan Jalur roll kotor terutama pada bagian water box. nozzle (lubang air) sehingga pembersihan dapat lebih baik. Memasang sensor tekanan air pada water box sehingga saat tekanan kurang ada peringatan. Sosialisasi program 5R dari manajemen lebih digencarkan dengan memasang poster-poster 5R di masing-masing divisi. Mengadakan perlombaan Lingkungan kerja Program 5R (Rawat, Rapi, 5R antar divisi sehingga yang bising dan Resik, Rajin, Ringkas) setiap divisi terpacu panas untuk melaksanakan 5R. Memberikan piagam penghargaan pada divisi yang melaksanakan program 5R paling baik. Berdasarkan Tabel 5.5 rekomendasi perbaikan dapat diklasifikasikan menjadi rekomendasi perbaikan strategis atau manajerial dengan penjabaran operasional dari rekomendasi perbaikan. Penjelasan mengenai rekomendasi perbaikan adalah sebagai berikut: 1.
Kerusakan mesin
a.
Rekomendasi Manajerial •
Maintenance dilakukan sesuai dengan Technical Standard for Engineer dan SOP.
66
Penanggung jawab: Sub Direktorat Central Maintenance & Facilities. b.
Rekomendasi Operasional •
Maintenance harus tetap dijalankan meskipun sedang tidak produksi. Penanggung jawab: Bagian Perawatan Divisi WRM.
•
Prosedur pengecekan mesin dan produk disederhanakan dengan menggunakan media komunikasi seluler sehingga penanganan kerusakan bisa segera dilakukan. Penanggung jawab: Bagian Quality Control, Produksi dan Perawatan Divisi WRM.
•
Melibatkan bagian perawatan dalam memperbaiki kerusakan. Penanggung jawab: Bagian Perawatan Divisi WRM.
•
Melakukan pengecekan bersama oleh seluruh bagian termasuk unit penunjang sub direktorat Central Maintenance & Facilities, jika ditemukan kesalahan setting maka langsung dilakukan tindakan dan jika tidak bisa dilakukan, maka diprogramkan sebagai preventive maintenance pada pengecekan berikutnya. Program ini dilakukan secara terjadwal dengan waktu pelaksanaan yaitu 1 bulan 1 kali. Penanggung Jawab: Supervisor Divisi WRM
2.
Ketidaktersediaan sparepart
a.
Rekomendasi Manajerial: •
Program direct buying untuk sparepart kritis dibawah harga tertentu melalui Prima Koperasi Krakatau Steel (Primkokas). Penanggung jawab: Divisi Logistik PT. Krakatau Steel
•
Menambah item sparepart yang ada didalam kontrak perjanjian dengan vendor untuk penyediaan sparepart rutin yang digunakan. Penanggung Jawab: Divisi Logistik PT. Krakatau Steel
b.
Rekomendasi Operasional •
Monitoring pengadaan sparepart kritis agar tidak terjadi kekurangan sparepart pada saat maintenance. 67
Penanggung Jawab: Bagian Produksi dan Perawatan Divisi WRM •
Mempersiapkan program penyediaan sparepart kualitas tinggi dengan memperhitungkan waktu penyediaan. Penanggung Jawab: Bagian Produksi Divisi WRM
•
Koordinasi rutin dengan Divisi Logistik Penanggung Jawab: Bagian Produksi Divisi WRM
3.
Kompetensi Operator
a.
Rekomendasi Manajerial: •
Meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan mengenai operasi dan maintenance sebelum dan setelah mulai bekerja. Penanggung Jawab: Human Capital and Learning Centre PT. Krakatau Steel.
•
Program Quality day. Penanggung jawab: Sub Direktorat Central Maintenance & Facilities.
•
Memperbaiki program recruitment agar regenerasi karyawan berjalan baik. Penanggung Jawab: Human Capital and Learning Centre PT. Krakatau Steel.
b.
Rekomendasi Operasional: •
Pihak Pusdiklat mengadakan pelatihan kompetensi operasional, maintenance dan motivasi secara berkala. Penanggung jawab: Human Capital and Learning Centre PT. Krakatau Steel.
•
Mengadakan pelatihan informal tentang operasi, maintenance dan pengalaman karyawan senior untuk menambah kompetensi karyawan baru. Penanggung Jawab: Superintendent Divisi WRM.
•
Ada proses pendampingan dan mentoring karyawan baru. Penanggung Jawab: Supervisor Divisi WRM.
68
•
Berpartisipasi aktif dalam forum Gugus Kendali Mutu (GKM) pada program quality day yang diadakan dengan mengirimkan jumlah GKM sesuai dengan standar yang ditentukan oleh PT. Krakatau Steel yaitu 5% dari Jumlah personel Divisi Penanggung Jawab: Kepala Divisi WRM.
•
Mengadakan on the job training setelah pendidikan dan pelatihan, sehingga tidak langsung bekerja. Penanggung Jawab: Kepala Divisi WRM.
•
Recruitment sebaiknya dilakukan sebelum karyawan senior pensiun sehingga dapat melakukan transfer knowledge. Penanggung jawab: Human Capital and Learning Centre PT. Krakatau Steel.
•
Jumlah pegawai yang direkrut seharusnya proporsional dengan pegawai yang pensiun. Penanggung jawab: Human Capital and Learning Centre PT. Krakatau Steel.
4.
Kesalahan Setting
a.
Rekomendasi Manajerial: •
Memastikan pengecekan setting sudah benar dan dilakukan sebelum mulai produksi dan likakukan langsung oleh bagian produksi. Penanggung jawab: Superintendent Produksi dan Chief Engineer Divisi WRM
b.
Rekomendasi Operasional: •
Melakukan cross check pekerjaan antar shift sebagai bahan evaluasi untuk proses selanjutnya. Penanggung jawab: Team/shift leader
5.
Jalur roll kotor
a.
Rekomendasi Manajerial: •
Memastikan program pembersihan jalur roll berjalan dengan baik. 69
Penanggung jawab: Bagian Perawatan Divisi WRM
b.
Rekomendasi Operasional: •
Melakukan program pembersihan jalur roll dengan cara pengecekan water box secara rutin terutama pada bagian nozzle sehingga pembentukan scale dapat dikurangi dengan lebih baik Penanggung jawab: Bagian Produksi dan Perawatan Divisi WRM
•
Memberikan sensor tekanan air pada water box sehingga saat tekanan kurang ada peringatan Penanggung jawab: Bagian Produksi dan Perawatan Divisi WRM
6.
Lingkungan Kerja yang Bising dan Panas
a.
Rekomendasi Manajerial: •
Menggencarkan sosialisasi program 5R Penanggung jawab: Sub Direktorat Central Maintenance & Facilities
•
Mengadakan perlombaan 5R antar divisi agar setiap divisi terpacu untuk melaksanakan 5R Penanggung jawab: Sub Direktorat Central Maintenance & Facilities
b.
Rekomendasi Operasional: •
Memasang poster-poster mengenai 5R di setiap divisi Penanggung jawab: Semua Kepala Divisi
•
Memberikan piagam penghargaan pada divisi yang melaksanakan program 5R paling baik Penanggung jawab: Sub Direktorat Central Maintenance & Facilities.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa rekomendasirekomendasi tindakan perbaikan yang diberikan dapat dijadikan sebagai sebuah hubungan sinergis antara manajemen dan operasional, sehingga penerapan six sigma di PT. Krakatau Steel dapat berjalan secara menyeluruh dan efisiensi proses bisnis yang diharapkan oleh PT. Krakatau Steel dapat berjalan dengan baik.
70
5.4
Prioritas Rekomendasi Tindakan Perbaikan Setelah merumuskan rekomendasi tindakan perbaikan secara menyeluruh
maka, selanjutnya diperlukan untuk memprioritaskan rekomendasi tindakan perbaikan sesuai dengan hasil analisa pemeringkatan penyebab defect pada subbab 5.1. Prioritas rekomendasi tindakan perbaikan didapatkan berdasarkan usulan rekomendasi tindakan perbaikan yang disesuaikan dengan penyebab terjadinya defect berdasarkan hasil analisa peringkat penyebab defect.
5.4.1
Prioritas Rekomendasi Perbaikan Defect Laps Berdasarkan hasil analisa peringkat penyebab defect laps diketahui bahwa
ada dua penyebab utama terjadinya defect laps, yaitu kerusakan guide dan adjustment bar tidak sesuai. Prioritas perbaikan untuk kedua permasalahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Prioritas Rekomendasi Perbaikan Defect Laps Penyebab Prioritas Rekomendasi Perbaikan Maintenance harus tetap dijalankan meskipun sedang tidak produksi. Program direct buying untuk Kerusakan guide sparepart dibawah harga tertentu melalui Prima Koperasi Krakatau Steel (Primkokas) Mengadakan pelatihan informal tentang operasi, maintenance dan pengalaman karyawan senior untuk menambah kompetensi karyawan Adjustment bar tidak sesuai baru. Ada proses pendampingan dan mentoring karyawan baru. 5.4.2
Prioritas Rekomendasi Perbaikan Defect Kusut Defect kusut adalah defect dengan jumlah terbanyak kedua setelah defect
laps. Penyebab utama defect kusut adalah coil menyagkut di stelmor conveyor. Adapun prioritas rekomendasi perbaikan untuk defect kusut dapat dilihat pada Tabel 5.7.
71
Tabel 5.7 Prioritas Rekomendasi Perbaikan Defect Kusut Penyebab Prioritas Rekomendasi Perbaikan Melakukan pengecekan bersama oleh seluruh bagian termasuk unit penunjang dari Subdit Central Maintenanace & Facilities, jika Coil menyangkut di stelmor ditemukan kesalahan langsung conveyor dilakukan tindakan perbaikan dan jika tidak bisa, diprogramkan untuk preventive maintenance. Dilakukan secara terjadwal 1 bulan 1 kali. 5.4.3 Prioritas Rekomendasi Perbaikan Defect Scrappy Prioritas rekomendasi perbaikan untuk defect scrappy dilakukan berdasarkan hasil analisa peringkat penyebab defect scrappy. Penyebab utama defecet scrappy adalah kerusakan guide dan jalur roll yang kotor. Adapun prioritas rekomendasi perbaikan untuk mengatasi penyebab utama defect scrappy dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Prioritas Rekomendasi Perbaikan Defect Scrappy Penyebab Prioritas Rekomendasi Perbaikan Maintenance harus tetap dijalankan meskipun sedang tidak produksi. Program direct buying untuk Kerusakan guide sparepart dibawah harga tertentu melalui Prima Koperasi Krakatau Steel (Primkokas) Melakukan program pembersihan jalur roll dengan cara pengecekan Jalur roll kotor water box secara rutin terutama pada bagian nozzle (lubang air) sehingga pembersihan dapat lebih baik. 5.4.4 Hasil Prioritas Rekomendasi Perbaikan Berdasarkan hasil prioritas rekomendasi perbaikan pada subbab 5.3 maka rekomendasi perbaikan untuk mengurangi jumlah ketiga defect terbesar pada produk wire rod steel milik PT. Krakatau steel adalah: 1. Melakukan maintenance meskipun sedang tidak produksi 2. Program direct buying untuk sparepart dibawah harga tertentu melalui Prima Koperasi Krakatau Steel (Primkokas) 72
3. Mengadakan pelatihan informal tentang operasi, maintenance dan pengalaman karyawan senior untuk menambah kompetensi karyawan baru. 4. Ada proses pendampingan dan mentoring karyawan baru. 5. Melakukan pengecekan bersama oleh seluruh bagian termasuk unit penunjang dari Subdit Central Maintenanace & Facilities, jika ditemukan kesalahan langsung dilakukan tindakan perbaikan dan jika tidak bisa, diprogramkan untuk preventive maintenance. Dilakukan secara terjadwal 1 bulan 1 kali. 6. Melakukan program pembersihan jalur roll dengan cara pengecekan water box secara rutin terutama pada bagian nozzle (lubang air) sehingga pembersihan dapat lebih baik.
73
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
74
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka pada Bab ini akan dilakukan penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dari penelitian ini dan juga akan dilakukan pemberian saran unutk penelitian selanjutnya.
6.1
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini berdasarkan hasil
pengumpulan dan pengolahan data serta analisis dan pembahasan yang telah dilakukan adalah: 1.
Defect yang paling sering terjadi pada bulan Januari hingga September 2016 adalah defect laps dengan jumlah sebesar 288,512 Ton, defect terbesar kedua dan ketiga adalah dengan defect kusut dan scrappy dengan jumlah masing-masing 193,224 Ton dan 288,512 Ton.
2.
DPMO dari produk wire rod steel milik PT. Krakatau steel adalah sebesar 899,978 artinya dari setiap 1.000.000 Ton wire rod steel yang di produksi maka ada 899,978 Ton yang mengalami defect. Level sigma 4,621σ menunjukkan bahwa proses produksi wire rod steel di Divisi WRM berada pada kelas company average.
3.
Penyebab-penyebab terjadinya defect khususnya defect laps, kusut dan scrappy disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, manusia, mesin, material dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat disederhanakan menjadi beberapa poin penyebab utama terjadinya defect yaitu kerusakan/keausan mesin, ketidaktersediaan sparepart, operator kurang kompeten kesalahan setting, jalur roll kotor, lingkungan kerja yang bising dan panas.
4.
Rekomendasi yang dapat diberikan untuk perbaikan kualitas proses produksi wire rod steel bagi PT. Krakatau Steel khususnya di Divisi Wire Rod Mill adalah melakukan maintenance meskipun sedang tidak produksi, program direct buying untuk sparepart dibawah harga tertentu melalui
75
Primkokas, mengadakan pelatihan informal tentang operasi, maintenance dan pengalaman karyawan senior untuk menambah kompetensi karyawan baru, ada proses pendampingan dan mentoring karyawan baru, melakukan pengecekan bersama oleh seluruh bagian divisi WRM, pengecekan water box secara rutin terutama pada bagian nozzle.
6.2
Saran Setelah memberikan kesimpulan terkait penelitian ini maka beberapa saran
yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah: 1.
Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat melakukan pengujian parameter proses dengan menggunakan desain eksperimen sebagai acuan perbaikan proses pada beberapa rekomendasi yang diberikan pada penelitian ini.
2.
Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan tahapan improve dan control dari proses DMAIC sehingga dapat diketahui peningkatan level sigma setelah rekomendasi perbaikan dilakukan serta dijalankan dengan baik dalam pengawasan yang seharusnya.
76
DAFTAR PUSTAKA
Andersson, R., Eriksson, H., & Torstensson, H. (2006). Similarities and differences between TQM, six sigma and lean. The TQM Magazine, 282-296. Besterfield, D. H. (2001). Total Quality Management. New Jersey: Prentice-Hall. Chakravorty, S. S. (2009). Six Sigma programs: An implementation model. International Journal Production Economics, 119, 1-16. Creveling, C. M., Hambleton, L., & McCarthy, B. (2006). Six Sigma for Marketing Processes: An Overview for Marketing Executives, Leaders, and Managers. New jersey: Pearson Education, Inc. Divisi Wire Rod Mill. (2010). Operasi Pabrik Batang Kawat. Cilegon: PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. Divisi Wire Rod Mill. (2013). Laporan QC. Cilegon: Divisi Wire Rod Mill. Fachrur, A. R. (2013). Pengontrolan Kualitas Produk Wire Rod Steel Di PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. Cilegon. Statistika. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Feigenbaum, A. V. (1956). Total Quality Control. Harvard Business Review, 34(6), 93-101. Garvin, D. A. (1987). Competing in the Eight Dimensions of Quality. Harvard Business Review, 87(6), 101-109. Gaspersz, V. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Sigma. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Gitlow, H., Oppenheim, A., & Oppenheim, R. (1995). Quality Managemenet: Tools and Methods for Improvement (2nd ed.). Illinois: Richard D. Irwin Inc. Indonesia Iron & Steel Industries Association. (2015). Peranan dan Prospek Industri Baja Nasional. Jakarta: IISIA. John, D. D., Radebaugh, L. H., & Sullivan, D. P. (2009). International Business:Environments and Operations. Prentice Hall. Junaidi, M., & Suryadamawan, V. A. (2014). Pengendalian Dan Perbaikan Kualitas Produk Kawat Baja Dengan Metode Aplikasi Six Sigma dan Kaizen Pada Divisi Wire Rod Mill (Studi Kasus: PT. Krakatau Steel Tbk). Seminar
77
Nasional Teknologi Kimia, Industri dan Informasi (hal. 103-113). Surakarta: Universitas Setia Budi. Juran, J. M. (1995). A History of Managing for Quality: The Evolution, Trends, and Future Directions of Managing for Quality. Milwaukee: The American Society for Quality Control. Juran, J. M., & Godfrey, A. B. (1999). Juran's Quality Handbook (5th ed.). New York: McGraw-Hill. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. (2014). Profil Industri Baja. Jakarta: Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. Klefsjo, B., Wiklund, H., & Edgeman, R. (2001). Six sigma seen as a methodology for total quality management. Measuring Business Excellence, 31-35. Montgomery, D. C. (2009). Statistical Quality Control: A Modern Introduction. John Wiley & Sons (Asia) Pte. Ltd. Montgomery, D. C. (2009a). Introduction to Statistical Quality Control (6th ed.). New York: John Wiley & Sons, Inc. Montgomery, D. C. (2009b). Statistical Quality Control: A Modern Introduction. John Wiley & Sons (Asia) Pte. Ltd. Nash, K., Zhang, H., & Strawderman, L. (2011). Empirical Assessment of Decision Making Behavior in Multi-Criteria Scenarios. Industrial Engineering Research Conference. Mississippi. Pande, P. S., Neuman, R. P., & Cavanagh, R. R. (2002). The Sx Sigma Way. New York: McGraw-Hill. PT. Krakatau Steel. (2012). Company Profile. Cilegon, Banten, Indonesia: PT. Krakatau Steel (persero) Tbk. PT. Krakatau Steel. (2015a). Laporan Tahunan. Jakarta: PT. Krakatau Steel. PT. Krakatau Steel. (2015b). Laporan Produksi. Cilegon: PT. Krakatau Steel. PT. Krakatau Steel. (2016). Laporan Produksi. Cilegon: PT. Krakatau Steel. Pyzdek, T. (2003). The Six Sigma Handbook. New York: McGraw-HIll, Inc. Raisinghani, M. S. (2005). Six Sigma: concepts, tools, and applications. Industrial Management & Data Systems, 105(4), 491-505.
78
Schroeder, R. G., Linderman, K., Liedtke, C., & Choo, A. S. (2008). Six Sigma: Definition and underlying theory. Journal of Operations Management, 26, 536-554. Singh, J., & Sharan, A. (2015). Relevance Feedback Based Query Expansion Model Using Borda and Semantic Similarity Approach. Computational Intelligence and Neuroscience. Spencer, K. (2015). Getting the Root Cause. qualitymag.com. Sumadiono. (2014). Pengendalian Kualitas Berdasarkan Peta Kendali P Di Krakatau Steel (Persero). The Asia Pacific Journal of Management, 1, 7293. Sumaretanegara, H. (2014). Perbaikan Kualitas Sigaret Pada Proses Produksi Sigaret Kretek Tangan Di PT. WMS Dengan Menggunakan Pendekatan Six Sigma. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX (hal. A7-1A7-8). Surabaya: Program Studi MMT-ITS. Wahyani, W., Chobir, A., & Rahmanto, D. D. (2010). Penerapan Metode SIX SIGMA Dengan Konsep DMAIC Sebagai Alat Pengendali Kualitas. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XII (hal. A19-1-A1914). Surabaya: Program Studi MMT-ITS. Walpole, R. E. (1982). Pengantar Statistika (3rd ed.). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Windarti, T. (2012). Pengendalian Kualitas Produk Dengan Metode Six Sigma Dalam Upaya Mencapai Zero Defect. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI (hal. A13-1-A13-10). Surabaya: Program Studi MMT-ITS. Zuhri, A. S. (2016). Pengaruh Pemberdayaan Karyawan Produksi Dan Peningkatan Proses Produksi Terhadap Kualitas Produk Dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan PT. Krakatau Steel. Semarang: Universitas Diponegoro.
79
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
80
LAMPIRAN Lampiran 1 Data Defect Per Bulan Dalam Ton Bulan Jenis Defect Jan.
Feb.
Mar.
Apr.
Mei.
Agu.
Sep.
Laps
74,873
12,379
49,902
62,142
20,521
68,695
0,000
Over Fill
64,839
35,008
26,312
13,958
22,347
23,178
5,623
Kusut
25,729
14,698
23,800
42,495
51,435
4,396
30,671
Under Fill
58,326
37,648
24,284
36,833
7,706
10,490
6,516
10,175
3,727
2,230
17,592
3,042
4,602
4,549
6,943
0,000
1,608
5,817
10,533
0,000
0,000
Scrappy
9,237
13,817
14,099
12,182
0,000
115,993
27,170
Cross Roll
2,350
9,271
0,000
6,070
9,219
3,079
0,000
Scratch
0,000
0,000
4,670
0,000
0,000
0,000
0,000
Roll Mark
0,000
1,589
11,303
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
3,060
0,000
3,413
0,000
0,000
6,832
8,679
0,000
0,000
0,000
0,000
21,600
7,937
4,688
4,781
0,000
6,009
0,000
274,072
142,906
171,575
204,930
124,803
239,855
74,529
Potong Tengah Tidak Senter
Banyak Potong Creep Speed Other Defect Total
81
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
82
Lampiran 2 Data Peta Kendali (Data Dalam Ton) Tanggal Total Defect Total Produksi Pengamatan Ke 01 Januari 2016 4,229 859,382 1 02 Januari 2016 9,498 901,441 2 03 Januari 2016 4,711 891,89 3 04 Januari 2016 10,094 972,287 4 05 Januari 2016 5,430 714,167 5 06 Januari 2016 0,000 534,291 6 07 Januari 2016 10,259 939,339 7 08 Januari 2016 2,179 191,046 8 09 Januari 2016 7,248 401,952 9 10 Januari 2016 4,786 685,683 10 11 Januari 2016 3,493 341,622 11 12 Januari 2016 7,305 180,056 12 13 Januari 2016 18,452 543,785 13 14 Januari 2016 30,568 627,091 14 15 Januari 2016 0,000 475,035 15 16 Januari 2016 8,557 576,441 16 17 Januari 2016 1,511 1170,401 17 18 Januari 2016 10,276 699,322 18 19 Januari 2016 17,807 1180,453 19 20 Januari 2016 2,352 993,605 20 21 Januari 2016 6,865 706,605 21 22 Januari 2016 9,295 347,162 22 23 Januari 2016 3,223 702,922 23 24 Januari 2016 12,755 1149,06 24 25 Januari 2016 22,461 759,813 25 26 Januari 2016 3,596 411,618 26 27 Januari 2016 1,612 746,931 27 28 Januari 2016 8,774 158,754 28 29 Januari 2016 4,733 290,079 29 30 Januari 2016 14,199 299,09 30 31 Januari 2016 27,804 901,137 31 01 Februari 2016 2,267 382,507 32 02 Februari 2016 18,765 966,783 33 03 Februari 2016 17,853 997,518 34 04 Februari 2016 1,507 604,246 35 05 Februari 2016 3,043 669,543 36 06 Februari 2016 22,030 923,638 37 07 Februari 2016 2,813 1172,789 38 08 Februari 2016 13,427 599,155 39 09 Februari 2016 4,048 429,553 40 83
Tanggal Total Defect Total Produksi Pengamatan Ke 10 Februari 2016 2,444 768,995 41 11 Februari 2016 12,166 658,456 42 12 Februari 2016 0,000 784,163 43 13 Februari 2016 9,650 1078,876 43 14 Februari 2016 17,273 603,244 44 15 Februari 2016 7,683 536,871 45 16 Februari 2016 7,937 739,062 46 17 Februari 2016 0,000 257,769 47 07 Maret 2016 0,000 202,966 48 08 Maret 2016 19,869 1127,470 49 09 Maret 2016 20,890 823,945 50 10 Maret 2016 6,368 702,968 51 11 Maret 2016 1,436 707,940 52 12 Maret 2016 10,626 532,849 53 13 Maret 2016 6,228 503,013 54 14 Maret 2016 0,633 583,174 55 15 Maret 2016 13,320 775,402 56 16 Maret 2016 8,396 322,828 57 17 Maret 2016 14,739 632,211 58 18 Maret 2016 4,134 465,201 59 19 Maret 2016 3,050 1075,480 60 20 Maret 2016 1,531 766,818 61 21 Maret 2016 10,604 375,993 62 25 Maret 2016 9,568 315,662 63 26 Maret 2016 9,625 1035,909 64 27 Maret 2016 8,480 1122,506 65 28 Maret 2016 11,830 669,217 66 29 Maret 2016 1,528 1076,901 67 30 Maret 2016 6,907 821,076 68 31 Maret 2016 1,813 920,098 69 01 April 2016 1,564 706,954 70 02 April 2016 8,179 689,036 71 03 April 2016 8,017 1074,224 72 04 April 2016 8,880 764,243 73 05 April 2016 0,000 437,141 74 06 April 2016 4,798 615,628 75 07 April 2016 0,000 332,148 76 08 April 2016 1,093 498,092 77 09 April 2016 6,228 1135,107 78 10 April 2016 9,511 935,002 79 84
Tanggal Total Defect Total Produksi Pengamatan Ke 11 April 2016 8,641 1199,881 80 12 April 2016 19,393 381,205 81 13 April 2016 1,522 854,768 82 14 April 2016 9,296 543,423 83 15 April 2016 15,622 599,868 84 16 April 2016 10,854 952,501 85 17 April 2016 9,152 1291,080 86 18 April 2016 11,340 310,326 87 19 April 2016 3,714 623,792 88 20 April 2016 7,781 1079,781 89 21 April 2016 16,812 299,569 90 22 April 2016 2,815 672,212 91 23 April 2016 7,642 719,278 92 24 April 2016 10,361 926,536 93 25 April 2016 4,672 986,059 94 26 April 2016 4,414 476,047 95 27 April 2016 6,159 609,398 96 28 April 2016 6,470 907,784 97 29 April 2016 0,000 450,874 98 14 Mei 2016 4,871 1190,428 99 15 Mei 2016 36,407 961,393 100 16 Mei 2016 1,567 1216,286 101 17 Mei 2016 12,355 1074,071 102 18 Mei 2016 7,254 837,315 103 19 Mei 2016 3,230 823,151 104 20 Mei 2016 18,089 549,317 105 21 Mei 2016 3,625 839,688 106 22 Mei 2016 9,879 822,132 107 23 Mei 2016 4,010 842,770 108 24 Mei 2016 1,303 1040,958 109 25 Mei 2016 0,000 884,602 110 26 Mei 2016 6,843 941,341 111 27 Mei 2016 3,051 520,412 112 28 Mei 2016 6,073 1003,700 113 29 Mei 2016 1,533 525,394 114 15 Agustus 2016 0,000 14,410 115 16 Agustus 2016 7,662 386,339 116 17 Agustus 2016 0,609 713,819 117 18 Agustus 2016 10,557 874,248 118
85
Tanggal Total Defect Total Produksi Pengamatan Ke 19 Agustus 2016 9,015 684,162 119 20 Agustus 2016 12,907 922,876 120 21 Agustus 2016 18,914 787,807 121 22 Agustus 2016 9,297 942,182 122 23 Agustus 2016 40,924 905,105 123 24 Agustus 2016 26,216 916,308 124 25 Agustus 2016 44,881 795,231 125 26 Agustus 2016 17,010 608,798 126 27 Agustus 2016 5,570 758,091 127 28 Agustus 2016 27,772 486,345 128 29 Agustus 2016 7,727 641,287 129 30 Agustus 2016 0,000 325,377 130 31 Agustus 2016 0,794 607,488 131 01 September 2016 3,136 553,777 132 02 September 2016 0,000 620,206 133 03 September 2016 5,841 812,285 134 04 September 2016 4,711 716,153 135 05 September 2016 15,846 911,601 136 06 September 2016 6,646 962,595 137 07 September 2016 4,317 969,406 138 08 September 2016 10,180 285,101 139 09 September 2016 7,260 1234,018 140 10 September 2016 9,849 691,377 141 11 September 2016 2,410 992,663 142 12 September 2016 1,257 296,221 143 13 September 2016 3,076 686,402 144
86
Lampiran 3 Data Pareto
Jenis Defect Jumlah Defect (Ton) Laps 288,512 Over Fill 191,265 Kusut 193,224 Under Fill 181,803 Coil Potong Tengah 45,917 Tidak Senter 24,901 Scrappy 192,498 Cross Roll 29,989 Scratch 4,670 Roll Mark 12,892 Coil Banyak Potong 6,473 Creep Speed 15,511 Other Defect 45,015
87
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
88
Lampiran 4 Kuesioner dan Hasil Wawancara Pemeringkatan Penyebab KUESIONER WAWANCARA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA DEFECT PERINGKAT PENYEBAB
TANGGAL
:
LOKASI
:
JENIS DEFECT : LAPS
NAMA
:
JABATAN
:
LAMA BEKERJA :
NO
PENYEBAB
RANK
1
Improper Lubrication (kerusakan guide)
2
Kesalahan desain pass
3
Adjusment bar tidak sesuai
4
Posisi roll miring
5
Transfer Knowledge tidak berjalan dengan baik
6
Kesalahan setting guide dan roll
7
Lingkungan bising
8
Lingkungan panas
1- PALING SERING 8- PALING JARANG
89
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
90
HASIL WAWANCARA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA DEFECT PERINGKAT PENYEBAB
TANGGAL
: 28 NOVEMBER 2016
LOKASI
: DIVISI WRM
JENIS DEFECT : LAPS
NAMA
: SINGGIH FAJARDI
JABATAN
: CHIEF ENGINEER LONG PRODUCT
LAMA BEKERJA : 26 TAHUN
NO
PENYEBAB
RANK
1
Improper Lubrication (kerusakan guide)
1
2
Kesalahan desain pass
5
3
Adjusment bar tidak sesuai
2
4
Posisi roll miring
6
5
Transfer Knowledge tidak berjalan dengan baik
4
6
Kesalahan setting guide dan roll
3
7
Lingkungan bising
8
8
Lingkungan panas
7
1- PALING SERING 8- PALING JARANG
91
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
92
HASIL WAWANCARA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA DEFECT PERINGKAT PENYEBAB
TANGGAL
: 28 NOVEMBER 2016
LOKASI
: DIVISI WRM
JENIS DEFECT : LAPS
NAMA
: SUYATMO
JABATAN
: ENGINEER PRODUCTION
LAMA BEKERJA : 25 TAHUN
NO
PENYEBAB
RANK
1
Improper Lubrication (kerusakan guide)
3
2
Kesalahan desain pass
2
3
Adjusment bar tidak sesuai
1
4
Posisi roll miring
5
5
Transfer Knowledge tidak berjalan dengan baik
6
6
Kesalahan setting guide dan roll
4
7
Lingkungan bising
8
8
Lingkungan panas
7
1- PALING SERING 8- PALING JARANG
93
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
94
HASIL WAWANCARA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA DEFECT PERINGKAT PENYEBAB
TANGGAL
: 28 NOVEMBER 2016
LOKASI
: DIVISI WRM
JENIS DEFECT : LAPS
NAMA
: RULI IRMANSYAH
JABATAN
: TEKNISI QC
LAMA BEKERJA : 9 TAHUN
NO
PENYEBAB
RANK
1
Improper Lubrication (kerusakan guide)
1
2
Kesalahan desain pass
6
3
Adjusment bar tidak sesuai
2
4
Posisi roll miring
5
5
Transfer Knowledge tidak berjalan dengan baik
4
6
Kesalahan setting guide dan roll
3
7
Lingkungan bising
8
8
Lingkungan panas
7
1- PALING SERING 8- PALING JARANG
95
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
96
KUESIONER WAWANCARA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA DEFECT PERINGKAT PENYEBAB
TANGGAL
:
LOKASI
:
JENIS DEFECT : KUSUT
NAMA
:
JABATAN
:
LAMA BEKERJA :
NO
PENYEBAB
RANK
1
Laying head aus
2
Wire rod menyangkut di conveyor
3
Repairment conveyor yang seharusnya tidak boleh dilakukan
4
Coil menumpuk di stelmor conveyor
5
Pintu shaft lubang iris tidak bekerja dengan baik
6
Arm mandrel tidak lurus
7
Kusut karena coil car
8
Lingkungan Bising
9
Lingkungan Panas
1- PALING SERING 9- PALING JARANG
97
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
98
HASIL WAWANCARA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA DEFECT PERINGKAT PENYEBAB
TANGGAL
: 28 NOVEMBER 2016
LOKASI
: DIVISI WRM
JENIS DEFECT : KUSUT
NAMA
: SINGGIH FAJARDI
JABATAN
: CHIEF ENGINEER LONG PRODUCT
LAMA BEKERJA : 26 TAHUN
NO
PENYEBAB
RANK
1
Laying head aus
7
2
Wire rod menyangkut di conveyor
3
3
Repairment conveyor yang seharusnya tidak boleh dilakukan
6
4
Coil menumpuk di stelmor conveyor
4
5
Pintu shaft lubang iris tidak bekerja dengan baik
2
6
Arm mandrel tidak lurus
1
7
Kusut karena coil car
5
8
Lingkungan Bising
9
9
Lingkungan Panas
8
1- PALING SERING 9- PALING JARANG
99
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
100
HASIL WAWANCARA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA DEFECT PERINGKAT PENYEBAB
TANGGAL
: 28 NOVEMBER 2016
LOKASI
: DIVISI WRM
JENIS DEFECT : KUSUT
NAMA
: SUYATMO
JABATAN
: ENGINEER PRODUCTION
LAMA BEKERJA : 25 TAHUN
NO
PENYEBAB
RANK
1
Laying head aus
4
2
Wire rod menyangkut di conveyor
1
3
Repairment conveyor yang seharusnya tidak boleh dilakukan
6
4
Coil menumpuk di stelmor conveyor
2
5
Pintu shaft lubang iris tidak bekerja dengan baik
5
6
Arm mandrel tidak lurus
3
7
Kusut karena coil car
7
8
Lingkungan Bising
8
9
Lingkungan Panas
9
1- PALING SERING 9- PALING JARANG
101
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
102
HASIL WAWANCARA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA DEFECT PERINGKAT PENYEBAB
TANGGAL
: 28 NOVEMBER 2016
LOKASI
: DIVISI WRM
JENIS DEFECT : KUSUT
NAMA
: RULI IRMANSYAH
JABATAN
: TEKNISI QC
LAMA BEKERJA : 9 TAHUN
NO
PENYEBAB
RANK
1
Laying head aus
1
2
Wire rod menyangkut di conveyor
2
3
Repairment conveyor yang seharusnya tidak boleh dilakukan
7
4
Coil menumpuk di stelmor conveyor
3
5
Pintu shaft lubang iris tidak bekerja dengan baik
5
6
Arm mandrel tidak lurus
4
7
Kusut karena coil car
6
8
Lingkungan Bising
9
9
Lingkungan Panas
8
1- PALING SERING 9- PALING JARANG
103
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
104
KUESIONER WAWANCARA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA DEFECT PERINGKAT PENYEBAB
TANGGAL
:
LOKASI
:
JENIS DEFECT : SCRAPPY
NAMA
:
JABATAN
:
LAMA BEKERJA :
NO
PENYEBAB
1
Improper Lubrication (kerusakan guide)
2
Kesalahan desain pass
3
Adjusment bar tidak sesuai
4
Material defect
5
Tekanan water descaler kurang
6
Ada material lain dijalur roll (jalur kotor)
7
Gesekan antara bar dengan guide yg menyebabkan scratch
8
Lingkungan bising
9
Lingkungan panas
1- PALING SERING 9- PALING JARANG
105
RANK
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
106
HASIL WAWANCARA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA DEFECT PERINGKAT PENYEBAB
TANGGAL
: 28 NOVEMBER 2016
LOKASI
: DIVISI WRM
JENIS DEFECT : SCRAPPY
NAMA
: SINGGIH FAJARDI
JABATAN
: CHIEF ENGINEER LONG PRODUCT
LAMA BEKERJA : 26 TAHUN
NO
PENYEBAB
RANK
1
Improper Lubrication (kerusakan guide)
1
2
Kesalahan desain pass
3
3
Adjusment bar tidak sesuai
4
4
Material defect
6
5
Tekanan water descaler kurang
7
6
Ada material lain dijalur roll (jalur kotor)
5
7
Gesekan antara bar dengan guide yg menyebabkan scratch
2
8
Lingkungan bising
9
9
Lingkungan panas
8
1- PALING SERING 9- PALING JARANG
107
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
108
HASIL WAWANCARA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA DEFECT PERINGKAT PENYEBAB
TANGGAL
: 28 NOVEMBER 2016
LOKASI
: DIVISI WRM
JENIS DEFECT : SCRAPPY
NAMA
: SUYATMO
JABATAN
: ENGINEER PRODUCTION
LAMA BEKERJA : 25 TAHUN
NO
PENYEBAB
RANK
1
Improper Lubrication (kerusakan guide)
4
2
Kesalahan desain pass
6
3
Adjusment bar tidak sesuai
7
4
Material defect
5
5
Tekanan water descaler kurang
1
6
Ada material lain dijalur roll (jalur kotor)
2
7
Gesekan antara bar dengan guide yg menyebabkan scratch
3
8
Lingkungan bising
9
9
Lingkungan panas
8
1- PALING SERING 9- PALING JARANG
109
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
110
HASIL WAWANCARA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA DEFECT PERINGKAT PENYEBAB
TANGGAL
: 28 NOVEMBER 2016
LOKASI
: DIVISI WRM
JENIS DEFECT : SCRAPPY
NAMA
: RULI IRMANSYAH
JABATAN
: TEKNISI QC
LAMA BEKERJA : 9 TAHUN
NO
PENYEBAB
RANK
1
Improper Lubrication (kerusakan guide)
4
2
Kesalahan desain pass
6
3
Adjusment bar tidak sesuai
5
4
Material defect
1
5
Tekanan water descaler kurang
3
6
Ada material lain dijalur roll (jalur kotor)
2
7
Gesekan antara bar dengan guide yg menyebabkan scratch
7
8
Lingkungan bising
9
9
Lingkungan panas
8
1- PALING SERING 9- PALING JARANG
111
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
112