GRAND DESIGN
Peningkatan Kapasitas Hakim
Komisi Yudisial Republik Indonesia Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim © 2013
GRAND DESIGN
Peningkatan Kapasitas Hakim
Tim Penyusun Pengarah Anggota Komisi Yudisial
Penanggung Jawab Danang Wijayanto
Ketua Heru Purnomo
Penyelaras Akhir Dodi Widodo
Wakil Hamka Kapopang
Sekretariat Adli Ardianto Eva Dewi Indah Dwi Permatasari Nur Aini Fatmawati
Sekretaris Lina Maryani Penyunting M. Muslih Aris Purnomo
Layout & Desain Sampul Fajar Dewo Sukmono
Alamat Redaksi: Komisi Yudisial Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat PO.BOX 2685 Telp: (021) 390 5876 Fax: (021) 390 6215
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari Penerbit
website: www.pkh.komisiyudisial. go.id
Georgia 11, xiv + 128 hlm, 15 x 21 Cm Cetakan Pertama, September 2013 ISBN: 978-602-14350-2-1
Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2013 Tentang Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim
PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan upaya peningkatan kapasitas hakim yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial, diperlukan Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Komisi Yudisial tentang Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim; Mengingat : 1. Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958); 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4415) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5250);
MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM Pasal 1 Menetapkan Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim sebagaimana terlampir dalam Peraturan Komisi Yudisial ini. Pasal 2 Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 menjadi acuan bagi Komisi Yudisial dalam melakukan upaya peningkatan kapasitas hakim. Pasal 3 Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim dapat diubah sesuai dengan kebutuhan dimasa mendatang, yang penetapannya dilakukan dengan Peraturan Komisi Yudisial. Pasal 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Komisi Yudisial ini, diatur oleh Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial. Pasal 5 Peraturan Komisi Yudisial ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Komisi Yudisial ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Februari 2013 KETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA, ttd EMAN SUPARMAN Diundangkan di Jakarta pada Tanggal 8 Maret 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 383
xi
Daftar Isi Tim Penyusun
iv
Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2013 Tentang Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim Daftar Isi
v xi
Lampiran Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim Bab I - Pendahuluan
3
A. Latar Belakang
3
B. Dasar Hukum
7
C. Tujuan
8
D. Ruang Lingkup
8
E. Pengertian
8
Bab II - Kerangka Konseptual
11
A. Kerangka Umum
11
B. Kerangka Operasional
15
Bab III - Arah Kebijakan dan Strategi
23
A. Visi dan Misi Komisi Yudisial
23
B. Tujuan Komisi Yudisial
25
C. Sasaran Peningkatan Kapasitas Hakim
26
D. Arah Kebijakan Peningkatan Kapasitas Hakim
26
E. Strategi Peningkatan Kapasitas Hakim
26
Bab IV - Pendekatan dan Metode
29
A. Pendekatan
29
B. Metode Pelaksanaan
32
C. Metode Evaluasi
34
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
DAFTAR ISI
xii
Bab V - Rencana Aksi
37
A. Tahun 1 (2012)
37
B. Tahun 2 (2013)
38
C. Tahun 3 (2014)
39
D. Tahun 4 (2015)
39
E. Tahun 5 (2016)
40
Bab VI - Penutup
41
Panduan Penyelenggaraan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Hakim Bab I - Pendahuluan
45
A. Latar Belakang
45
B. Maksud dan Tujuan
51
C. Sasaran
52
D. Manfaat
52
E. Ruang Lingkup
53
F. Dasar Hukum
53
G. Pengertian-Pengertian
55
Bab II - Perencanaan Pelatihan
59
A. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan
59
B. Jenis Pelatihan
61
C. Metode Pelatihan
66
D. Kurikulum Pelatihan
69
Bab III - Penyelengaraan Pelatihan
85
A. Persiapan
85
B. Pelaksanaan
90
C. Pelaporan
92
Bab IV - Standard Mutu
95
95
A. Standard Isi GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
DAFTAR ISI
xiii
B. Standard Proses
104
C. Standard Produk/Output
115
D. Standard Dampak/Outcome
116
Bab V - Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
117
A. Monitoring
117
B. Evaluasi
121
C. Pelaporan
126
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
Lampiran Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mengawali penyusunan grand design peningkatan kapasitas hakim ini, ada baiknya kita mengingat kembali ungkapan yang disampaikan Taverne, “... berikan saya seorang hakim yang jujur dan cerdas, maka dengan peraturan perundang-undangan yang buruk sekalipun, saya akan menghasilkan putusan yang adil”. Hakim yang jujur dan cerdas menjadi syarat mutlak untuk menegakkan hukum dan keadilan. Dalam perkembangan kehidupan sosial yang semakin komplek sekarang ini, bisa jadi jujur dan cerdas saja tidak cukup, sehingga pembuat undangundang menegaskan kembali dalam peraturan perundangundangan dibidang kekuasaan kehakiman bahwa hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, bertaqwa dan berakhlak mulia, serta berpengalaman dibidang hukum. Meskipun peraturan perundang-undangan dengan tegas mengatur persyaratan untuk dapat diangkat menjadi hakim seperti diatas, namun dalam menjalankan tugas fungsional (memeriksa, mengadili, dan memutus perkara), ternyata kinerja hakim masih sering menjadi sorotan masyarakat khususnya masyarakat pencari keadilan. Masyarakat pencari keadilan masih sering mendapatkan putusan yang dirasakan tidak adil, seolah-olah hukum dalam bentuk putusan pengadilan tajam kebawah tetapi tumpul keatas. Putusan pengadilan begitu mudah untuk menjatuhkan sanksi kepada masyarakat kecil seperti GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
4
pada kasus “Prita Mulyasari”, kasus “Pencuri Sandal Jepit”, kasus “Pemulung Pemakai Narkoba”, kasus “Mbo Minah”, dan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya. Sebaliknya, putusan pengadilan tidak mampu menghukum berat pelaku tindak pidana korupsi, bandar narkoba, dan aktor utama illegal logging. Asas setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law) terasa semakin menjauh dari putusan hakim, padahal hakim sebelum melaksanakan tugasnya, telah bersumpah senantiasa akan menjalankan jabatan dengan jujur dan tidak membeda-bedakan orang, serta memutus dengan seadil-adilnya. Sementara Gustav Radbruch menyatakan bahwa nilai-nilai dasar dari hukum mengandung nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Mengacu pandangan tersebut, maka putusan pengadilan sebagai hukum harus mengandung nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Secara umum dapat dikatakan bahwa, putusan pengadilan sebagaimana digambarkan dimuka, baru sebatas memenuhi kepastian hukum, tetapi belum memberikan keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat. Berawal dari ketidakpuasan terhadap putusan pengadilan, masyarakat pencari keadilan lebih jauh mempertanyakan integritas hakim yang secara lebih luas diatur dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Masyarakat melaporkan hakim yang diduga melakukan pelanggaran KEPPH kepada Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY). Sepanjang tahun 2011, Bawas MARI menerima sejumlah 3.232 pengaduan, dengan perincian, 2.833 merupakan pengaduan masyarakat, 258 merupakan pengaduan institusi, GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
5
dan 141 masuk melalui pengaduan online. Pengaduan yang layak ditindaklanjuti sebesar 62%, dengan hasil akhir 43 aparatur peradilan telah dikenakan hukuman disiplin berat, diikuti 22 aparat yang dijatuhi hukuman sedang, 62 orang aparatur peradilan yang dikenakan hukuman disiplin ringan, dan 3 orang dari peradilan militer, dengan perincian 2 orang teguran dan 1 orang penahanan ringan. Dari total 130 aparatur peradilan yang dikenakan sanksi, tercatat mayoritas 38% diantaranya adalah hakim, disusul oleh staf pengadilan sebesar 19,6% dan Panitera Pengganti sebesar 11,8%. Sementara pada tahun yang sama KY menerima 3368 laporan masyarakat yang terdiri 1710 langsung ditunjukkan kepada Komisi Yudisial, sedangkan sebanyak 1644 berupa surat tembusan. Dari 1710 laporan sebanyak 740 laporan masyarakat telah dilakukan registrasi karena telah memenuhi persyaratan kelengkapan laporan, dengan hasil akhir sebanyak 16 hakim direkomendasikan untuk diberi sanksi karena dinilai terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Pada tahun 2011, MA dan KY telah menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) sebanyak empat kali dengan hasil menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak hormat kepada 1 orang hakim, sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaaan sendiri kepada 1 orang hakim, sanksi non palu dan dimutasi kepada 1 orang hakim, dan sanksi teguran tertulis kepada 1 orang hakim. Data-data diatas menunjukkan bahwa hakim yang ideal sebagaimana diinginkan pembentuk undangundang dan didambakan masyarakat masih belum dapat diwujudkan sepenuhnya. Kondisi demikian akan memicu GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
6
ketidakpercayaan masyarakat kepada badan peradilan yang dalam jangka panjang dapat membahayakan keutuhan bangsa karena masyarakat cenderung main hakim sendiri. Integritas, pengetahuan hukum, dan independensi hakim harus segera ditingkatkan, jika kita semua masih menginginkan badan peradilan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman dapat menegakkan hukum dan keadilan. MA dan KY harus bahu membahu secara sinergis untuk meningkatkan kapasitas hakim baik dari segi integritas, kemampuan intelektual, maupun kemampuan penerapan hukum dalam memeriksa dan memutus perkara. Sesungguhnya MA telah mengupayakan peningkatan kapasitas hakim secara terus menerus dan berkesinambungan melalui beberapa programnya, antara lain: a) Program Pendidikan Calon Hakim (PPC Terpadu), b) Program Pendidikan Hakim Berkelanjutan (CJE), c) Beasiswa Sekolah, dan d) Diklat Kekhususan atau Sertifikasi Bagi Tenaga Teknis Peradilan. Beberapa program tersebut belum seluruhnya dapat dilaksanakan secara maksimal dan optimal karena berbagai keterbatasan. Untuk meningkatkan kapasitas hakim secara terus menerus dan berkesinambungan, MA menghadapi keterbatasan anggaran dan SDM untuk menjangkau seluruh hakim yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang sangat luas sehingga tidak seluruh hakim mendapatkan pelatihan secara terpusat. KY sebagai lembaga negara yang berada di ranah kekuasaan kehakiman sudah seharusnya dapat berperan aktif dalam meningkatkan kapasitas hakim. Pembuat Undang-Undang memandang penting keterlibatan KY dalam peningkatan kapasitas hakim, sehingga memberikan tugas GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
7
kepada KY untuk meningkatkan kapasitas hakim melalui perubahan undang-undang. Pasal 20 ayat (2) UndangUndang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial menyatakan bahwa “Komisi Yudisial mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan Hakim”. Berlandaskan ketentuan tersebut, KY mempunyai tugas untuk mengupayakan peningkatan kapasitas hakim. Peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan KY diharapkan dapat melengkapi dan mendukung peningkatan kapasitas hakim yang telah dilakukan MA. Peningkatan kapasitas hakim dilakukan dalam rangka mewujudkan hakim yang bersih, jujur, dan profesional. Agar peningkatan kapasitas hakim tersebut dapat berjalan dengan terencana, terarah, terprogram dan terealisasi, maka KY memandang perlu untuk mengawalinya dengan menyusun grand design peningkatan kapasitas hakim. B. Dasar Hukum Kegiatan ini dilandasi oleh beberapa dasar hukum sebagai berikut: 1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. 3. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 75 Tahun 2005 tentang Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial. 4. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung dan Ketua GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
8
5.
Komisi Yudisial Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009; Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Peraturan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 01/P/SJ.KY/1/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial.
C. Tujuan Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim disusun dengan tujuan untuk menyediakan acuan atau pedoman bagi KY dan pihak lain yang terlibat dalam pelaksanaan program peningkatan kapasitas hakim yang akan dilaksanakan secara bertahap, sistematis, terarah, terukur, dan komprehensif demi mencapai visi dan misi KY dalam rangka mewujudkan hakim yang bersih, jujur, dan profesional. D. Ruang Lingkup Ruang lingkup grand design peningkatan kapasitas hakim mencakup: 1. Peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan sejak dini sebelum pengangkatan menjadi hakim. 2. Peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan setelah pengangkatan menjadi hakim. E. Pengertian Pengertian yang digunakan dalam grand design peningkatan kapasitas hakim ini adalah sebagai berikut: 1. Hakim adalah hakim agung dan hakim pada badan peradilan dilingkungan peradilan umum, peradilan GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
2.
3.
4.
5.
6.
9
agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara yang berada di bawah Mahkamah Agung, termasuk hakim ad hoc dan hakim pengadilan pajak. Kapasitas Hakim adalah kemampuan intelektualitas dan moralitas yang harus dimiliki hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan. Peningkatan Kapasitas Hakim untuk selanjutnya disebut PKH adalah kegiatan yang dilakukan KY untuk mengupayakan agar hakim memiliki kemampuan intelektualitas dan moralitas sehingga menjadi hakim yang bersih, jujur, dan profesional. Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim adalah dokumen perencanaan peningkatan kapasitas hakim yang disusun sesuai dengan Rencana Strategis Komisi Yudisial. Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
11
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL A. Kerangka Umum 1. Landasan Filosofis Pengembangan Kapasitas Hakim Hakim adalah figur sentral dalam proses peradilan, senantiasa dituntut untuk membangun kecerdasan intelektual, terutama kecerdasan emosional, kecerdasan moral dan spiritual. Jika kecerdasan intelektual, emosional dan moral spiritual terbangun dan terpelihara dengan baik bukan hanya akan memberikan manfaat kepada diri sendiri, tetapi juga akan memberikan manfaat bagi masyarakat dalam konteks penegakkan hukum. Meminjam terminologi Danah Zohar dan Ian Marshall, hakim harus mengoptimalkan IQ, EQ dan SQ. Tiga kecerdasan tersebut menjadi sangat penting dalam diri seorang hakim dan harus memperoleh perhatian seimbang dalam kepribadian, kedinasan serta dalam pergaulan kemasyarakatan, sehingga keluhuran dan martabat hakim dimanapun dan kapanpun akan tetap terjaga dan terpelihara. Secara formal, tugas Hakim adalah memeriksa dan memutus perkara, yang diajukan kepadanya, tetapi sejatinya secara filosofis, tugas hakim harus berjuang mengerahkan segala kemampuan untuk menemukan kebenaran dan keadilan yang sangat abstrak ditengah hiruk-pikuknya kehidupan. Oleh karena itu hakim dalam memutus perkara wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
12
masyarakat. Peningkatan kapasitas hakim memiliki landasan filosofis yang jelas. Landasan adalah alas, dasar, atau tumpuan, atau dikenal pula sebagai pondasi. Mengacu kepada hal itu, landasan itu menjadi dasar pijakan, suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal; atau suatu pondasi tempat berdirinya sesuatu hal yang menunjuk kepada landasan yang bersifat konseptual. Landasan yang bersifat konseptual pada dasarnya identik dengan asumsi, yaitu suatu gagasan, nilainilai, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir (melakukan suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak (melakukan suatu kegiatan praktek). Pada hakekatnya, peningkatan kapasitas hakim adalah sebuah proses humanisasi. Tujuannya menciptakan dan membentuk hakim ideal yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan norma-norma yang dianut dan telah ditetapkan, yaitu berharap membentuk hakim menjadi sosok manusia ideal, berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil, mampu berperan dalam kehidupan sebagai agen perubahan. Sebab itu, peningkatan kapasitas hakim harus dapat dipertanggungjawabkan, tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan, melainkan harus dilaksanakan secara bijaksana, terarah dan terprogram. Artinya peningkatan kapasitas hakim harus dilaksanakan secara sadar dengan mengacu kepada suatu landasan yang kokoh, sehingga jelas tujuannya, GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
2.
13
tepat isi kurikulumnya, serta efisien dan efektif cara pelaksanaannya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa landasan filosofis kegiatan peningkatan kapasitas hakim adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat, nilai, cita hukum yang menjadi titik tolak kegiatan yang bertolak pada kaidah metafisika/ontologi, epistemologi dan aksiologi dalam upaya peningkatan kapasitas hakim, sehingga hakim mampu mengekternalisasi, objektivasi dan internalisasi nilai-nilai yang dianutnya selama ini. Landasan Sosiologis Hakim bagaimanapun juga adalah manusia yang menjalankan suatu fungsi tertentu, artinya figur hakim atau kedirian hakim akan sangat dipengaruhi oleh berbagai macam variabel yang melekat pada hakim itu sendiri, kualitas hakim ditentukan oleh usia, latar belakang sosial, ras atau etnis, agama dan pendidikan, pengalaman, pengetahuan dan pemahaman serta seribu satu macam lainnya, sehingga dapat dipastikan akan ada lebih dari satu tipe hakim. Artinya berbagai variabel itu memiliki peluang untuk menentukan bagaimana kecenderungan seorang hakim untuk memutus, dan dari banyak hasil penelitian memperlihatkan bahwa hakim cenderung memutus menurut pola tertentu yang sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek kemanusiaan, khususnya lingkungan sosial dimana manusia itu hidup. Hakim dalam memutus tentu tidak hanya membaca sebuah undang-undang, melainkan didasarkan kepada pilihan nilai yang menjadi GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
14
landasannya. Hakim dituntut untuk benar-benar memiliki pengetahuan yang luas, pemahaman yang terbuka dan mendalam, karena posisi hakim sebagai penafsir utama dan menjadikan nilai-nilai yang abstrak menjadi konkrit dalam putusannya. Oleh karena itu perlu membentuk hakim sesuai dengan karakter kemanusiannya. Hakim secara sosiologi paling tidak ada dua, pertama apabila memeriksa perkara, terlebih dahulu akan menanyakan hati nurani atau mendengarkan putusan hati-nuraninya, kemudian mencari pasal-pasal dalam peraturan untuk mendukung putusannya tersebut. Kedua; adalah hakim apabila memutus terlebih dahulu berkonsultasi dengan kepentingan perutnya dan kemudian mencari pasal-pasal untuk memberikan legitimasi terhadap putusan perutnya. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, hakim sebagai manusia perlu ditingkatkan kemampuannya agar mampu berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggungjawabnya selaku profesi yang terhormat. Paling tidak melalui peningkatan kapasitas hakim ini, dapat dicapai; tahap pertama yaitu adanya keinginan dari Hakim untuk berubah menjadi lebih baik. Tahap kedua, Hakim diharapkan mampu melepaskan halangan-halangan atau faktor-faktor yang bersifat resistensi terhadap kemajuan dalam dirinya dalam membangun dan menjaga profesinya. Tahap ketiga, Hakim diharapkan sudah menerima kebebasan tambahan dan merasa memiliki tanggungjawab dalam GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
15
mengembangkan dirinya dan profesinya. Tahap keempat lebih merupakan kelanjutan dari tahap ketiga yaitu upaya untuk mengembangkan peran dan batas tanggungjawab yang lebih luas, dari hakim, dan hal ini juga terkait dengan minat dan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Tahap kelima ini hasil-hasil nyata dari peningkatan kapasitas hakim dapat terlihat, dimana peningkatan rasa memiliki yang lebih besar menghasilkan keluaran kinerja yang lebih baik. Tahap keenam telah terjadi perubahan perilaku dan kesan terhadap dirinya, dimana keberhasilan dalam peningkatan kinerja mampu meningkatkan perasaan psikologis diatas posisi sebelumnya. Tahap ketujuh hakim dapat meningkatkan kompetensi dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar guna mendapatkan hasil yang lebih baik. Siklus ini secara sosiologis menggambarkan proses mengenai upaya hakim untuk mengikuti perjalanan kearah prestasi dan kepuasan individu dan pekerjaan yang lebih tinggi. B. Kerangka Operasional 1. Hakim Interaksi antara manusia satu dengan lainnya dapat menyebabkan perbedaan paham dan bahkan mengakibatkan terjadinya konflik atau perselisihan antar satu dengan lainnya. Perselisihan atau disebut juga dengan sengketa adalah situasi atau keadaan dimana dua pihak atau lebih memperjuangkan tujuan GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
16
mereka masing-masing yang tidak dapat dipersatukan dan mereka masing-masing mencoba menyakinkan pihak lain mengenai kebenaran tujuan masing-masing. Untuk mencegah munculnya kebenaran versi masingmasing pihak dibuatlah kaidah-kaidah hukum dalam bentuk perundang-undangan, untuk menjadi dasar hukum dalam menyelesaikan konflik yang terjadi. Dalam konteks hukum, pada umumnya penyelesaian konflik diselesaikan dengan cara mengunakan kekuasaan badan peradilan atau yang disebut dengan litigasi. Badan peradilan merupakan tempat mencari keadilan, “nec curia deficeret in justitia exhibenda” (pengadilan adalah istana dimana dewi keadilan bersemayam untuk menyemburkan aroma keadilan tiada henti). Keadilan dalam menyelesaikan sengketa tidak mungkin dapat dihasilkan oleh badan peradilan tanpa adanya peran hakim dalam persidangan di pengadilan. Hakim memegang peran sentral dalam mengadili perkara dalam persidangan di pengadilan. Begitu pentingnya hakim pada badan peradilan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, pembuat undang-undang memberikan kedudukan hakim sebagai pejabat negara. Menurut Undang-Undang Hukum Acara Pidana, mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pada sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Secara umum hakim sebagai pejabat negara mempunyai GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
2.
17
tugas pokok untuk memeriksa dan memutus perkara dalam rangka menjalankan kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan. Tugas pokok memeriksa dan memutus perkara harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan KEPPH dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan. Kapasitas Hakim Untuk dapat menjalankan tugas pokok memeriksa dan memutus perkara, hakim harus memiliki kemampuan tertentu sehingga dapat menghasilkan putusan yang mengandung nilainilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman memberi syarat hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, bertaqwa dan berakhlak mulia, serta berpengalaman dibidang hukum. Sementara Beijing Statement of Principles of the Indpendence of Judiciary in the Law Asia Region yang kemudian diubah di Manila pada Tahun 1997 menetapkan bahwa untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, maka hakim harus memiliki kapasitas yang terdiri dari tiga pilar utama yaitu nilainilai kecakapan (competence), kejujuran (integrity), dan kemerdekaan (independence). Sedangkan MA menyatakan bahwa untuk dapat melakukan tugas fungsionalnya (memeriksa, mengadili, dan memutus perkara), setidaknya hakim harus menguasai beberapa aspek utama dan aspek pendukung. Aspek utama yang harus dimiliki hakim adalah penguasaan GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
18
3.
ilmu hukum serta nalar hukum, penguasaan hukum materiil dan formil, dan penguasaan teknis persidangan termasuk didalamnya teknis pembuktian, manajemen persidangan, dan lain-lain. Sedangkan aspek penunjang yang diperlukan bagi seorang hakim adalah bertanggungjawab, sikap kepemimpinan, dan kemampuan bekerjasama. Sejalan dengan pandangan sebelumnya, Komisi Hukum Nasional (KHN) memberikan kriteria kapasitas hakim yang dilihat dari aspek penguasaan atas ilmu hukum, kemampuan berpikir yuridik, kemahiran yuridik (penerapan hukum), serta kesadaran dan komitmen profesional. Dari pandangan-pandangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kapasitas hakim secara garis besar mengandung dua aspek yaitu aspek kemampuan pengetahuan hukum dan aspek komitmen terhadap etika dan pedoman perilaku. Aspek kemampuan pengetahuan hukum meliputi penguasaan terhadap asas-asas, kaidah-kaidah, dan aturan-aturan baik ditingkat lokal, nasional, maupun internasional; penguasaan terhadap bidang-bidang hukum pada sektor-sektor kehidupan masyarakat; penguasaan terhadap metode penerapan dan penemuan hukum. Sedangkan aspek komitmen terhadap etika dan perilaku hakim meliputi komitmen untuk megetahui, memahami, menerapkan, dan menegakkan KEPPH. Peningkatan Kapasitas Hakim Peningkatan kapasitas hakim merupakan sebuah tindakan yang dilakukan untuk menghasilkan hakim yang mempunyai kapasitas pengetahuan hukum dan GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
19
komitmen untuk menjaga dan menegakkan KEPPH. Dari sudut pandang psikologi pendidikan, kapasitas pengetahuan hukum berkaitan dengan ranah kognitif dan psikomotorik hakim, meskipun dalam tataran tertentu tidak dapat dipisahkan dari ranah afektif. Sedangkan komitmen untuk menjaga dan menegakkan KEPPH berkaitan dengan ranah afektif dan psikomotorik, meskipun tidak dapat dipisahkan secara tegas dari ranah kognitif. Menurut Bloom, ranah kognitif secara bertingkat terdiri dari aspek pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. sementara ranah psikomotorik terdiri dari aspek persepsi, kesiapan, respon terpimpin, mekanisme, respon nyata yang kompleks, penyesuaian, dan organisasi. Sedangkan ranah afektif meliputi aspek penerimaan, penanganan, penghargaan, pengorganisasian, dan pengarakterisasian. Merujuk pada kapasitas hakim yang perlu ditingkatkan, maka peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan KY dapat menyentuh ranah afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Dengan peningkatan kapasitas hakim ini, diharapkan hakim memiliki kapasitas pengetahuan hukum dan komitmen untuk menjaga dan menegakkan KEPPH sehingga dapat menjadi hakim yang bersih, jujur, dan profesional. Meskipun peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan KY menyentuh pada ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik, belum tentu akan dihasilkan hakim yang ideal. Hal ini disebabkan karena persoalan kapasitas hakim sangat berkaitan dengan GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
20
kualitas SDM calon hakim dan proses rekrutmen hakim. Boy Nurdin mensinyalir bahwa untuk melahirkan hakim yang ideal harus dipersiapkan sejak dini mulai dari menyiapkan kualitas SDM calon hakim, proses rekrutmen hakim transparan dan akuntabel. Untuk menyiapkan SDM calon hakim yang berkualitas diperlukan pendidikan profesi penegak hukum khususnya profesi hakim dengan program dan kurikulum yang disesuaikan dengan profesi hakim. Sementara pada tahap pelaksanaan rekrutmen hakim, Boy Nurdin menyarankan perlunya dilakukan perubahan model rekrutmen hakim dengan menekankan pelaksanaan investigasi terhadap rekam jejak calon hakim. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan KY perlu menjangkau pada tahapan penyiapan SDM calon hakim yang berkualitas, perbaikan proses rekrutmen hakim yang transparan dan akuntabel, sampai pada mengupgrade kapasitas hakim, baik hakim pada tingkat pertama, tingkat banding, maupun tingkat kasasi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Dari segi pelaksanaan, peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan KY tidak dapat dipisahkan dari kegiatan yang telah dilakukan MA karena keberadaan hakim secara administratif dan keorganisasian berada dibawah wewenang MA. Peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan KY diharapkan dapat melengkapi dan mendukung peningkatan kapasitas hakim yang telah dilakukan MA. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan KY harus dilaksanakan secara GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
KERANGKA KONSEPTUAL
21
sinergis melalui kerjasama kemitraan dengan MA dan pihak lain yang terlibat.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
23
BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Visi dan Misi Komisi Yudisial 1. Visi Pernyataan visi Komisi Yudisial adalah perwujudan harapan tertinggi yang diwujudkan oleh semua unit dan jajaran di Komisi Yudisial melalui serangkaian tindakan yang dilakukan secara terus menerus untuk mendukung pelaksanaan wewenang dan tugas Komisi Yudisial. Visi Komisi Yudisial, yaitu: “Terwujudnya Komisi Yudisial yang bersih, transparan, partisipatif, akuntabel, dan kompeten dalam rangka mewujudkan hakim bersih, jujur dan profesional”. Visi adalah suatu pandangan jauh kedepan yang akan mengarahkan kita untuk menuju pada kondisi yang akan dicapai di masa depan. Visi akan diwujudkan oleh seluruh pemangku kepentingan baik di internal Komisi Yudisial maupun pemangku kepentingan diluar Komisi Yudisial. Rumusan visi Komisi Yudisial tersebut merupakan pandangan dan pemikiran dasar bahwa hakim bersih, jujur dan profesional merupakan prasyarat penting untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam sebuah negara hukum yang demokratis. 2. Misi Misi merupakan langkah utama sesuai dengan wewenang dan tugas pokok suatu lembaga. Komisi GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
24
Yudisial mempunyai langkah utama yang akan diupayakan oleh seluruh jajaran Komisi Yudisial untuk mewujudkan visi yang sudah ditetapkan. Adapun misi Komisi Yudisial sebagai berikut: a. Meningkatkan kapasitas kelembagaan Komisi Yudisial menjadi lembaga yang bersih, transparan, partisipatif, akuntabel dan kompeten. b. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pencari keadilan secara efektif dan efisien. c. Menyiapkan dan merekrut calon hakim agung, calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung dan hakim yang bersih, berilmu, dan berkeadilan. d. Menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim secara efektif, transparan, partisipatif, dan akuntabel. e. Menegakkan KEPPH secara adil, obyektif, transparan, partisipatif, dan akuntabel. Rumusan misi tersebut merupakan langkah utama yang akan dilakukan KY sesuai dengan wewenang tugasnya, sehingga tidak semua rumusan misi diatas sesuai dengan pelaksanaan tugas mengupayakan peningkatan kapasitas hakim. Rumusan misi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas mengupayakan peningkatan kapasitas hakim adalah rumusan misi huruf c dan huruf d. Dengan rumusan misi huruf c, Komisi Yudisial bertekad untuk menyiapkan dan menyeleksi calon hakim agung, hakim ad hoc di Mahkamah Agung dan hakim dengan integritas moral, kompeten dan sekaligus mampu mengemban amanah untuk menjadi hakim GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
25
yang jujur, bersih dan profesional. Sementara dengan rumusan misi huruf d, Komisi Yudisial bertekad untuk berperan aktif dalam meningkatkan kapasitas hakim. Peningkatan kapasitas hakim ditujukan untuk menambah kemampuan pengetahuan hukum dan komitmen untuk menjaga dan menegakkan KEPPH sehingga terwujud hakim yang bersih, jujur dan profesional. B. Tujuan Komisi Yudisial Dalam melaksanakan Misi “Menyiapkan dan merekrut calon hakim agung, calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung, dan hakim yang bersih, berilmu dan berkeadilan”, KY menetapkan tujuan yang terdiri dari: 1. Mendapatkan bakal calon yang layak menjadi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc pada MA. 2. Mendapatkan calon hakim yang layak menjadi hakim. 3. Menghasilkan calon hakim agung dan calon hakim ad hoc pada MA, serta hakim yang bersih, berilmu dan berkeadilan melalui proses seleksi yang transparan, partisipatif dan akuntabel. Dalam melaksanakan Misi “Menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim secara efektif, transparan, partisipatif dan akuntabel.”, KY menetapkan tujuan yang terdiri dari: 1. Mencegah hakim melakukan pelanggaran KEPPH. 2. Meningkatkan kapasitas hakim. 3. Memastikan hakim terlindungi kehormatan dan keluhuran martabatnya. Tujuan KY yang tetapkan berdasarkan misi yang GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
26
berkaitan dengan peningkatan kapasitas hakim diatas masih bersifat umum, sehingga perlu dirumuskan tujuan khusus dalam peningkatan kapasitas hakim yang meliputi: 1. Menyiapkan dan menghasilkan hakim yang bersih, jujur dan profesional. 2. Meningkatkan kemampuan hakim pada aspek pengetahuan hukum dan aspek komitmen untuk menjaga dan menegakkan KEPPH. C. Sasaran Peningkatan Kapasitas Hakim Sasaran peningkatan kapasitas hakim yang dilakukan Komisi Yudisial adalah sebagai berikut: 1. Terwujudnya hakim yang bersih, jujur dan profesional. 2. Terlaksananya peningkatkan kemampuan hakim pada aspek pengetahuan hukum dan aspek komitmen untuk menjaga dan menegakkan KEPPH. D. Arah Kebijakan Peningkatan Kapasitas Hakim Setelah menetapkan tujuan khusus peningkatan kapasitas hakim, maka perlu dirumuskan arah kebijakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan khusus tersebut. Arah kebijakan untuk mencapai tujuan khusus peningkatan kapasitas hakim adalah penyelenggaraan pelatihan hakim dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan partisipasi hakim. E. Strategi Peningkatan Kapasitas Hakim Arah kebijakan peningkatan kapasitas hakim yang telah ditetapkan akan dijabarkan melalui strategi sebagai berikut: Strategi yang akan digunakan dalam pelatihan hakim GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
27
dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan partisipasi hakim, terdiri dari: 1. Menyelenggarakan pelatihan KEPPH. 2. Menyelenggarakan pelatihan tematik. 3. Menyelenggarakan pelatihan khusus. 4. Menyelenggarakan forum yudisial. 5. Menyediakan bahan bacaan bagi hakim. 6. Menyediakan situs/pelatihan online bagi hakim.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
29
BAB IV PENDEKATAN DAN METODE A. Pendekatan Pendekatan merupakan kerangka pemikiran yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam menyusun dan pelaksanaan grand design peningkatan kapasitas hakim ini dapat digunakan dua jenis pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan Keilmuan Pendekatan ilmiah dimaksudkan bahwa penyusunan dan pelaksanaan grand design peningkatan kapasitas hakim ini dilakukan dengan menggunakan langkah ilmiah yang terarah dan sistematis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan pendekatan yang cocok dalam upaya penyusunan dan pelaksanaan model atau design, karena cukup komprehensif dan holistik didalam memahami persoalan persoalan yang akan dalam pelaksanaan kegiatan. Pendekatan sistem akan digunakan untuk membangun berbagai komponen yang dapat membentuk disain peningkatan kapasitas hakim maupun berbagai komponen yang berpengaruh dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas hakim. Pendekatan ini berkarakter multi disipliner/inter dan antar disipliner, yaitu selalu berupa penggabungan berbagai ragam pendekatan. Pendekatan sistem umumnya mencakup aspek substansi, struktur GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
30
2.
3.
dan kultur. Dalam pendekatan sistem ini akan dilakukan melalui beberapa sub pendekatan seperti pendekatan kebijakan, pendekatan normatif, filosofis dan pendekatan lain yang relevan dengan upaya pengembangan disain atau model peningkatan kapasitas hakim. Pendekatan Praktis Pendekatan praktis dimaksudkan bahwa penyusunan disain dan pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas hakim dilakukan melalui kegiatan fungsional untuk memotret kebutuhan riil dan mengukur relevansi kebutuhan hakim dengan kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan disain kapasitas peningkatan hakim. Melalui pendekatan praktis dapat diperoleh gambaran yang meyakinkan tentang kekuatan, kelemahan dan juga peluang serta ancaman (SWOT) yang akan sangat bermanfaat bagi penyusunan dan pelaksanaan suatu disain. Pendekatan ini dilakukan melalui beberapa kegiatan antara lain: Diskusi terbuka, FGD, Diskusi pakar, simulasi serta kegiatan relevan lain yang didalamnya melibatkan partisipasi berbagai pihak, mulai dari masyarakat, hingga pemangku kepentingan. Pendekatan Partisipatif Partisipasi adalah salah satu kata kunci dalam pendidikan, pembangunan, politik, dan media. Berasal dari gabungan dua kata Latin: pars yang artinya bagian dan capere yang artinya mengambil. Dalam Tesaurus Bahasa Indonesia karangan Eko GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
31
Endarmoko menyama-artikan partisipasi sebagai kesetaraan, keikutsertaan, keterlibatan, peranserta, dan kontribusi. KBBI Pusat Bahasa Edisi IV mengartikan serupa yaitu, turut berperan serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan; peran serta. Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh tiga faktor pendukungnya yaitu adanya: kemauan, kemampuan, dan kesempatan untuk berpartisipasi. Selanjutnya dalam bukunya Ach. Wazir Ws menyebutkan bahwa, partisipasi sebagai keterlibatan seseorang secara sadar kedalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dan/atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama. Dalam konteks pendidikan atau pembelajaran untuk orang dewasa partisipasi merupakan syarat utama. Partisipasi memegang peranan penting dalam pendidikan bagi orang dewasa mengingat ada beberapa hal yang harus dipahami bahwa orang dewasa memiliki kecenderungan antara lain: tidak mau digurui atau diceramahi, berusaha mengembangkan diri melalui pendidikan atau pengamatan diri sendiri, mengarahkan dan menjadi guru bagi diri sendiri, sehingga proses pendidikan yang dilakukan seyogyanya mendorong peluang partisipasi seluasluasnya antara lain: GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
32
a. Memberikan kesempatan berkreasi dan berinisiatif; b. Menciptakan suasana yang demokratis dan terbuka; c. Menghargai dan menghormati semua pihak terutama menempatkan manusia dewasa yang mandiri dan bertanggungjawab. Dengan kata lain pendidikan orang dewasa adalah pendidikan partisipatoris. Pendidikan yang menekankan kepada keterbukaan, keaktifan, kekritisan dan kreatifitas peserta didik. Model pendidikan ini bertumpu kepada proses daripada hasil. Pendidikan partisipatoris membuka peluang pada setiap orang untuk berpartisipasi dan bersifat dialogis dalam proses belajar sehingga lebih interaktif dan terbuka. Dalam hal ini pendidik harus memiliki pikiran yang terbuka terhadap perbedaan atau pola pikir, khususnya dengan peserta didik. Sehingga sistem pendidikan atau pembelajaran dengan peserta didik dewasa lebih mengarah pada berbagai bentuk kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan peserta dan kebutuhan sumber serta bahan belajar, seperti pada: kelompok diskusi, bermain peran, simulasi, pelatihan, (group discusion, team designing, roleplaying, simulations, skill practice sessions) (dalam Inggalls, Knowless dan Unesco). B. Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan merupakan cara atau teknis yang akan dilakukan dalam meningkatkan kapasitas hakim GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
33
sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan. Dengan demikian metode pelaksanaan ini melekat pada masingmasing kegiatan yang direncanakan dalam mengupayakan peningkatan kapasitas hakim. Metode pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan hakim dan kegiatan lain yang melibatkan partisipasi hakim. 1. Metode pelaksanaan yang akan dilakukan dalam penyelenggaraan pelatihan KEPPH, pelatihan tematik dan pelatihan khusus adalah sebagai berikut: a. Menyusun modul pelatihan. b. Menjalin kerjasama dengan Diklat Kumdil MA untuk menyelenggarakan pelatihan. c. Menyelenggarakan pelatihan TOT. d. Menyelenggarakan pelatihan. e. Monitoring dan evaluasi kegiatan 2. Metode pelaksanaan yang akan dilaksanakan dalam penyelenggaraan forum yudisial, adalah sebagai berikut: a. Menyusun rencana kegiatan forum yudisial. b. Menyeleksi peserta forum yudisial. c. Menyelenggarakan kegiatan forum yudisial. d. Monitoring dan evaluasi kegiatan 3. Metode yang akan dilakukan dalam penyediaan bahan bacaan bagi hakim, adalah sebagai berikut: a. Menganalisis bahan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan hakim. b. Menyeleksi bahan bacaan berdasarkan prioritas kebutuhan hakim. c. Mencetak bahan bacaan terseleksi. d. Menyebarkan bahan bacaan kepada hakim. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
34
4.
e. Monitoring dan evaluasi kegiatan Metode penyediaan situs hakim a. Menginventarisasi data berdasarkan kebutuhan. b. Menyusun desain sistem. c. Memasukkan data dan mengimplementasikan kedalam sistem. d. Menguji coba dan memverifikasi sistem. e. Perawatan sistem.
C. Metode Evaluasi Metode evaluasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengukur keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Metode evaluasi disusun berdasarkan kepentingan seseorang, lembaga atau instansi yang ingin mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Metode atau pendekatan evaluasi yang sering dijadikan rujukan dalam evaluasi program pendidikan meliputi: a) Objective-Oriented Approach, b) Management-Oriented Approach, dan c) Naturalistic-Participant Approach. Dari ketiga metode atau pendekatan evaluasi tersebut, metode NaturalisticParticipant Approach dipandang paling sesuai untuk mengevaluasi pelaksanaan program peningkatan kapasitas hakim yang diselenggarakan KY. Pendekatan naturalistic atau partisipatif dalam penilaian merupakan suatu pendekatan evaluasi yang dilakukan secara natural dengan keterlibatan (partisipasi) evaluator lapangan yang menjadi sasaran evaluasi. Pendekatan naturalistic-partisipatif mengharuskan seorang evaluator ‘masuk kedalam’ situasi yang menjadi sasaran GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
35
evaluasi. Pendekatan ini cocok terutama dalam rangka penilaian proses atau implementasi program. Stake (1967) dalam paper yang berjudul The Countenace of Educational Evaluation menganggap terdapat dua aktifitas utama dalam kegiatan evaluasi, yaitu: deskripsi dan pertimbangan (judgment), yang dikenal sebagai Two Countenances of Evaluation. Untuk membantu evaluator dalam mengorganisasikan pengumpulan dan interpretasi data, Stake menciptakan kerangka kerja yang harus dilakukan seorang evaluator, yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menyajikan latar belakang, justifikasi dan deskripsi dari rasional program (termasuk kebutuhan); 2. Membuat daftar anteceden yang diharapkan (input, sumberdaya, dan kondisi yang ada), transaksi yang diharapkan (aktifitas dan proses), serta hasil-hasilnya; 3. Mencatat anteceden, ransaksi, dan hasil-hasil yang terobservasi (termasuk hal-hal yang tidak diharapkan); 4. Menyatakan secara eksplisit standar-standar (Kriteria, harapan-harapan, kinerja program yang setara) untuk membuat pertimbangan atas anteceden, ransaksi, dan hasil-hasil program; 5. Mencatat pertimbangan pertimbangan yang dibuat tentang kondisi-kondisi anteceden, transaksi, dan hasil. Seorang evaluator akan menganalisis informasi dalam matrik deskripsi dengan melihat kongruensi antara yang diharapkan dan hasil observasi, serta ketergantungan atau kontingensi antara hasil yang dicapai dengan transaksi dan anteseden maupun ketergantungan transaksi atas GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDEKATAN DAN METODE
36
anteseden. Pertimbangan akan dibuat dengan menerapkan standar terhadap data deskriptif. Karakteristik utama yang terdapat pada metode/ pendekatan naturalistik-pastisipatif adalah sebagai berikut: 1. Berdasar pada alasan-alasan induktif. Pemahaman isu, peristiwa, atau suatu proses pendataan dari observasi dan penemuan berbasis akar rumput. 2. Menggunakan multiplicity data. Pemahaman atas suatu persoalan didasarkan pada asimilasi data dari sejumlah sumber. Representasi gejala-gejala yang dievaluasi, baik yang subyektif maupun obyektif, kuantitatif maupun kualitatif digunakan. 3. Tidak disandarkan pada rencana yang standar. Proses eveluasi berjalan sebagaimana pengalaman yang diperoleh partisipan dalam semua aktifitas program. 4. Mencatat realitas yang multiple ketimbang single. Seseorang melihat sesuatu dan menginterpretasikannya dengan cara yang berbeda-beda. Tidak seorangpun mengetahui segala sesuatu yang terjadi di sekolah, dan tidak satu perspektif pun yang diterima sebagai kebenaran. Karena hanya orang tersebutlah yang paling tahu benar apa yang dia alami, semua perspektif diterima sebagai sesuatu yang benar dan tugas utama evaluator adalah menangkap realitas ini semua dan potretnya tanpa menyederhanakan kompleksitas dunia pendidikan.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
37
BAB V RENCANA AKSI Rencana aksi merupakan rancangan pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam upaya peningkatan kapasitas hakim. Rencana aksi berisikan sasaran, keluaran dan program jangka panjang 25 tahunan, jangka menengah 5 tahunan, dan jangka pendek 1 tahunan. Rencana aksi yang disusun dalam bagian ini adalah rencana aksi tahunan sampai dengan 5 tahun pertama, yang diuraikan sebgai berikut: A. Tahun 1 (2012) 1. Sasaran: Tersedianya Sistem dan Instrumen PKH 2. Keluaran: a. Konsep Rekrutmen Hakim/Pendidikan Profesi b. Modul Pelatihan KEPPH c. Modul Pelatihan Tematik d. Modul Pelatihan Khusus e. Konsep Forum Yudisial f. Peta Kebutuhan Bacaan Hakim g. Desain Situs Hakim h. Terjalinnya kerjasama dengan negara/lembaga pemberi donor 3. Program: a. Penyususunan Konsep Rekrutmen Hakim/ Pendidikan Profesi b. Penyususunan Modul Pelatihan KEPPH c. Penyususunan Modul Pelatihan Tematik d. Penyususunan Modul Pelatihan Khusus GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
RENCANA AKSI
38
e. f. g. h.
Penyususunan Konsep Forum Yudisial Pemetaan Kebutuhan Bacaan Hakim Penyusunan Desain Situs Hakim Penjajakan negara/lembaga pemberi donor
B. Tahun 2 (2013) 1. Sasaran: Tersempurnakannya konsep dan implementasi PKH 2. Keluaran: a. Modul Pelatihan KEPPH b. Terlaksananya 2x Pelatihan KEPPH I c. Terlaksananya 3x Pelatihan Tematik d. Terlaksananya 3x Pelatihan Khusus e. Terlaksananya 1x Forum Yudisial f. Tersedianya dan terdistribusikannya 3 Bahan Bacaan hakim serta terkumpulkannya resensi dari hakim g. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim h. Tersedianya dan terkirimnya hakim penerima beasiswa 3. Program: a. Penyempurnaan Modul Pelatihan KEPPH b. Penyelenggaraan Pelatihan KEPPH I c. Penyelenggaraan Pelatihan Tematik d. Penyelenggaraan Pelatihan Khusus e. Penyelenggaraan Forum Yudisial f. Penyediaan dan Pendistribusian Bacaan Hakim g. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim h. Seleksi dan pengiriman hakim penerima beasiswa GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
RENCANA AKSI
39
C. Tahun 3 (2014) 1. Sasaran: Tersedianya wadah PKH 2. Keluaran: a. Terlaksananya Pelatihan KEPPH I dan II @2x b. Terlaksananya 3x Pelatihan Tematik c. Terlaksananya 3x Pelatihan Khusus d. Terlaksananya 1x Forum Yudisial e. Buku Penunjang PKH f. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim 3. Program a. Penyelenggaraan Pelatihan KEPPH I, II dan III b. Penyelenggaraan Pelatihan Tematik c. Penyelenggaraan Pelatihan Khusus d. Penyelenggaraan Forum Yudisial e. Penyediaan dan Pendistribusian Bacaan Hakim f. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim g. Seleksi dan pengiriman hakim penerima beasiswa D. Tahun 4 (2015) 1. Sasaran: Optimalisasi Media PKH 2. Keluaran: a. Terlaksananya Pelatihan KEPPH I, II dan III @ 2X b. Terlaksananya 3x Pelatihan Tematik c. Terlaksananya 3x Pelatihan Khusus d. Terlaksananya 1x Forum Yudisial e. Buku Penunjang PKH f. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
RENCANA AKSI
40
3.
Program a. Penyelenggaraan Pelatihan KEPPH I, II dan III b. Penyelenggaraan Pelatihan Tematik c. Penyelenggaraan Pelatihan Khusus d. Penyelenggaraan Forum Yudisial e. Penyediaan dan Pendistribusian Bacaan Hakim f. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim g. Seleksi dan pengiriman hakim penerima beasiswa
E. Tahun 5 (2016) 1. Sasaran: Pemeliharaan dan Pertumbuhan PKH 2. Keluaran: a. Terlaksananya Pelatihan KEPPH I, II dan III @3X b. Terlaksananya 3x Pelatihan Tematik c. Terlaksananya 3x Pelatihan Khusus d. Terlaksananya 1x Forum Yudisial e. Buku Penunjang PKH f. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim g. Strategi inovasi PKH jangka menengah kedua 3. Program a. Penyelenggaraan Pelatihan KEPPH I, II dan III b. Penyelenggaraan Pelatihan Tematik c. Penyelenggaraan Pelatihan Khusus d. Penyelenggaraan Forum Yudisial e. Pengelolaan Situs/Pelatihan Online bagi Hakim f. Seleksi dan pengiriman hakim penerima beasiswa g. Evaluasi jangka menengah pertama
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
41
BAB VI PENUTUP Pelaksanaan program peningkatan kapasitas hakim melibatkan berbagai pihak dalam lingkup Komisi Yudisial maupun para profesional, maka diperlukan peraturan yang dapat dijadikan pedoman/acuan untuk memastikan kesamaan pemahaman akan visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, serta memastikan adanya keselarasan dan konsistensi pelaksanaan dari agenda program peningkatan kapasitas hakim. Dengan adanya peningkatan kapasitas hakim ini, diharapkan hakim memiliki kapasitas pengetahuan hukum dan komitmen untuk mewujudkan pelaksanaan peradilan bersih.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
Panduan Penyelenggaraan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Hakim
45
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekuasaan kehakiman yang independen, transparan, dan akuntabel merupakan conditio sine quanon bagi suatu negara hukum yang demokratis. Kekuasaan kehakiman dilaksanakan melalui badan peradilan, dimana hakim berperan sebagai aktor utama dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh masyarakat. Kinerja dan perilaku hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan sangat mempengaruhi citra badan peradilan di masyarakat. Kinerja hakim dapat dinilai dari pelaksanaan tugas fungsionalnya dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara di pengadilan. Pelaksanaan tugas fungsional tersebut akan mengasilkan putusan yang langsung dirasakan para pihak yang berperkara. Apabila putusan hakim mampu memberikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum khususnya bagi para pihak yang berperkara, maka kinerja hakim akan mendapatkan penilain positif. Sebaliknya, apabila putusan hakim mengabaikan rasa keadilan masyarakat, maka kinerja hakim akan dinilai negatif. Hakim akan dapat menghasilkan putusan yang mencerminkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum apabila hakim mempunyai kapasitas pengetahuan hukum yang didalamnya termasuk kapasitas menerapkan hukum (rechtstoepassing), melakukaan penemuan hukum (rechtsvinding), dan melakukan penciptaan hukum (rechtsschepping). Sementara perilaku hakim dinilai berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Penilaian GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
46
tersebut dilakukan terhadap perilaku hakim didalam kedinasan maupun perilaku hakim diluar kedinasan. Apabila perilaku hakim tidak sesuai atau melanggar KEPPH, maka masyarakat tidak saja menilai negatif tetapi juga akan melaporkan hakim yang bersangkutan kepada Badan Pengawasan Mahkamah Agung selaku pengawas internal dan kepada Komisi Yudisial selaku pengawas eksternal. Hakim tidak akan melakukan pelanggaran KEPPH apabila hakim memiliki komitmen untuk memahami, menerapkan, dan menegakkan KEPPH dalam menjalankan profesinya. Peningkatan kinerja dan perilaku hakim yang sesuai dengan KEPPH menjadi kata kunci untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada badan peradilan. Peningkatan kinerja dilakukan dengan peningkatan kapasitas hakim mengenai pengetahuan hukum. Pengetahuan hukum bagi hakim meliputi penguasaan terhadap asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, dan peraturan perundang-undangan; penguasaan terhadap bidang-bidang hukum dalam kehidupan masyarakat; serta penguasaan terhadap metode penerapan dan penemuan hukum. Sementara peningkatan perilaku hakim yang sesuai dengan KEPPH dilakukan melalui peningkatan komitmen hakim dalam memahami, menerapkan, dan menegakkan KEPPH. Peningkatan pengetahuan hukum berkaitan erat dengan kinerja hakim dalam menjalankan tugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Sedangkan peningkatan komitmen terhadap KEPPH berkaitan erat dengan perilaku hakim yang berintegritas, independen, impartial, jujur, dan adil. Mahkamah Agung sebagai badan peradilan tertinggi GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
47
secara organisatoris bertanggungjawab melakukan pembinaan hakim yang berada pada semua lingkungan peradilan di bawahnya. Mahkamah Agung telah melakukan pembinaan hakim melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan Pusdiklat Teknis Peradilan Mahkamah Agung. Pendidikan dan pelatihan yang telah dilaksanakan diantaranya adalah Training of Trainers Continuing Judicial Education (Pelatihan Hakim Berkelanjutan), Diklat Pembekalan Program PPC Terpadu (Training of Mentor), Program Pendidikan Pelatihan Calon Hakim (PPC Terpadu), Pelatihan Hakim Berkelanjutan bagi hakim Tingkat Pertama (masa kerja 1-5 tahun), dan Diklat Kekhususan atau Sertifikasi bagi tenaga teknis peradilan. Diklat Kekhususan meliputi Sertifikasi Ekonomi Syariah, Sertifikasi Mediator, Sertifikasi Hakim Pengadilan Hubungan Industrial, Sertifikasi Hakim Pengadilan Perikanan, Sertifikasi Hakim Pengadilan Niaga, Sertifikasi Hakim dalam Perkara Korupsi, Pelatihan Teknis Fungsional Hakim Anak, Pelatihan Teknis Fungsional Hukum Lingkungan, Pelatihan Hakim Ad Hoc Tipikor, serta Diklat Terpadu Hakim dan Jaksa. Pendidikan dan pelatihan yang dilakukan Mahkamah Agung belum mampu menjangkau semua hakim yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dikarenakan keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia.1 Hakim yang telah mendapatkan kesempatan mengikuti program pendidikan dan pelatihan sebanyak 530 hakim yang terdiri dari Diklat PPC I Tahun 2011 sebanyak 215 peserta, Diklat PPC II Tahun 2012 sebanyak 215 peserta, Diklat Hakim 1
Mahkamah Agung, Laporan Tahunan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2011. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
48
Tipikor sebanyak 120 peserta, Diklat Hakim Niaga sebanyak 40 peserta, Diklat Hakim PHI sebanyak 40 peserta, Diklat Hakim Perikanan sebanyak 40 peserta, Diklat Hakim Mediasi sebanyak 50 peserta, Diklat Hakim Ekonomi Syariah sebanyak 40 peserta, Diklat Hakim Berkelanjutan (Umum) sebanyak 160 peserta, Diklat Hakim Berkelanjutan (Agama dan TUN) sebanyak 160 peserta.2 Jumlah hakim yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan Mahakamah Agung relatif masih sedikit dibandingkan dengan jumlah seluruh hakim pada tahun 2012 sebanyak 7.922 hakim belum termasuk hakim peradilan militer.3 Upaya peningkatan kapasitas hakim mengenai pengetahuan hukum dan komitmen terhadap KEPPH, tidak saja menjadi tanggung jawab Mahakmah Agung melainkan juga menjadi tanggungjawab Komisi Yudisial sebagaimana diamanatkan Pasal 20 UU No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang menyatakan bahwa “Komisi Yudisial mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan Hakim”. Komisi Yudisial sudah melakukan peningkatan kapasitas hakim sejak tahun 2008, meskipun secara resmi diamanatkan pada tahun 2011. Pelaksanaan peningkatan kapasitas hakim sebelum tahun 2011 dilakukan melalui kegiatan lokakarya dan pelatihan Hak Asasasi Manusia. Kegiatan lokakarya pada tahun 2008, dilaksanakan di 9 kota dengan tema 2
Pusdikat Kumdil Mahkamah Agung, Laporan Tahunan Pusdiklat Teknis Peradilan Mahkamah Agung, Tahun 2012.
3
Komisi Yudisial, Sistem Informasi Manajemen Rekam Jejak Hakim Komisi Yudisial, Tahun 2012. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
49
“Membangun Komitmen Bersama Dalam Mewujudkan Hakim Yang Jujur, Kompeten, Berwibawa, dan Profesional”. Pada tahu 2009, kegiatan lokakarya dilaksanakan di 9 kota dengan tema yang disesuaikan dengan kebutuhan hakim di masing-masing kota. Pada tahun 2010, kegiatan lokakarya dilaksanakan di 6 kota dengan tema sesuai dengan kebutuhan hakim di masing-masing kota. Pada tahun 2011, lokakarya dilaksanakan di 4 kota yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas hakim dalam membuat putusan, melakukan penalaran hukum, dan aspek aksiologi atau pengakomodasian nilai keadilan dan kemanfaatan putusan hakim, serta peningkatan pemahaman hakim terhadap Kode Etik dan Pedoman perilaku Hakim. Selain kegiatan lokakarya, pada tahun 2010 dan 2011 juga diselenggarakan pelatihan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi hakim yang dilaksanakan di dua kota pada setiap tahun. Pelatihan HAM tersebut diselenggarakan Komisi Yudisial bekerjasama dengan Norwegian Center of Human Rights (NCHR) dan Pusat Studi hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII). Sejak mendapatkan amanat untuk meningkatkan kapasitas hakim melalui UU No. 18 Tahun 2011, Komisi Yudisial merancang program peningkatan kapasitas hakim yang kemudian hasilnya dituangkan dalam Peraturan Komisi Yudisial No. 3 Tahun 2013 tentang Grand Desain Peningkatan Kapasitas Hakim (GDPKH).4 GDPKH berfungsi sebagai acuan bagi Komsisi Yudisial dan pihak lain yang terlibat dalam pelaksanaan program peningkatan 4
Komisi Yudisial, Peraturan Komisi Yudisial tentang Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim, Peraturan Komsiis Yudisial No. 3 Tahun 2013. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
50
kapasitas hakim.5 Rencana aksi peningkatan kapasitas hakim dalam GDPKH meliputi Program Pelatihan KEPPH, Program Pelatihan Khusus, Pelatihan Tematik, Program Penyelenggaraan Forum Yudisial, Program Penyediaan Bacaan Hakim, Program Penyediaan Situs/Pelatihan bagi Hakim, dan Program Pengiriman Hakim Penerima Beasiswa. Program dalam rencana aksi tersebut diantaranya berupa program pelatihan. Program pelatihan yang telah dilaksanakan bersamaan dengan proses penyelesaian penysusunan GDPKH pada tahun 2012 sampai dengan awal tahun 2013 yaitu Pelatihan Tematik Hukum Pidana Khusus Bagi Hakim Tinggi yang dilaksanakan di Medan yang diikuti 35 peserta, Pelatihan Tematik Hukum Pidana Khusus Bagi Hakim Tinggi yang dilaksanakan di Makassar yang melibatkan sebanyak 20 peserta, Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama yang dilaksanakan di Bandung dengan 54 peserta, dan Pelatihan Tematik Bagi Hakim dilingkungan Peradilan Militer yang dilaksanakan di Surabaya yang diikuti sebanyak 28 peserta. Program pelatihan yang akan segera dilaksanakan pada semester kedua tahun anggaran 2013 diantaranya adalah Pelatihan Tematik Sengketa TUN Bagi Hakim dilingkungan Peradilan TUN, Pelatihan Tematik Hukum Perdata Bagi Hakim dilingkungan Peradilan Umum, dan Pelatihan Tematik Bagi Hakim dilingkungan Pengadilan Tinggi. Secara konsepsional, GDPKH mengharuskan program pelatihan peningkatan kapasitas hakim dilaksanakan secara 5
Komisi Yudisial, Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim, hlm. 11. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
51
terencana, berkelanjutan, terukur, dan komprehensif. Terencana mengandung maksud bahwa pelatihan peningkatan kapasitas hakim harus direncanakan secara matang dengan memperhatikan kebutuhan penbingkatan kapasitas hakim dan kemampuan sumber daya manusia dan anggaran Komisi Yudisial. Berkelanjutan berarti pelaksanaan pelatihan peningkatan kapasitas hakim dilaksanakan secara berkesinambungan dengan model pendidikan berjenjang. Terukur artinya bahwa pelatihan peningkatan kapasitas hakim harus dapat diukur baik dari segi materinya, prosesnya, produk/output-nya, maupun outcome-nya. Komprehensif mengandung pengertian bahwa pelatihan peningkatan kapasitas hakim harus dapat mengcover kebutuhan peningkatan kapasitas hakim baik dari aspek pengetahuan hukum maupun aspek komitmen terhadap KEPPH. Pelaksanaan program pelatihan peningkatan kapasitas hakim yang terencana, berkelanjutan, terukur, dan komprehensif memerlukan panduan sebagai acuan bagi pelaksana dalam mendesain, melaksanakan, menentukan standar mutu, dan mengukur penyelenggaran pelatihan. Untuk itu, Komisi Yudisial merasa perlu menyusun Panduan Penyelenggaraan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Hakim. B. Maksud Dan Tujuan Penyusunan panduan penyelenggaraan pelatihan peningkatan kapasitas hakim ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi penyelenggara pelatihan peningkatan kapasitas. Penyusunan panduan penyelenggaraan pelatihan peningkatan kapasitas hakim ini bertujuan untuk: GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
52
1.
2.
Memberikan panduan dalam menyelenggarakan pelatihan peningkatan kapasitas hakim dalam merencanakan, melaksanakan, menetapkan standar mutu, dan melakukan monitoring dan evaluasi pelatihan. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelatihan peningkatan kapasitas hakim secara terencana, berkelanjutan, terukur, dan komprehensif.
C. Sasaran Sasaran penysunan panduan penyelenggaraan pelatihan peningkatan kapasitas hakim ini adalah sebagai berikut: 1. Unit kerja pada Komisi Yudisial atau pengelola pelatihan peningkatan kapasitas hakim yang bertanggungjawab dalam peningkatan kapasitas hakim. 2. Tim fasilitator pelatihan peningkatan kapasitas hakim baik yang ada dilingkungan Komisi Yudisial maupun pihak lain yang dilibatkan menjadi fasilitator atau pengelola latihan. 3. Peserta pelatihan sebagai penerima manfaat dari penyelenggaraan pelatihan peningkatan kapasitas hakim. D. Manfaat Manfaat penyusunan panduan penyelenggaraan pelatihan peningkatan kapasitas hakim ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat bagi penyelenggara pelatihan yaitu dapat GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
2.
3.
53
merencanakan, melaksanakan, menetapkan standar mutu pelatihan, dan melakukan monitoring dan evaluasi pelatihan sesuai dengan tujuan peningkatan kapasitas hakim. Manfaat bagi fasilitator yaitu tersedianya acuan yang jelas dalam memfasilitasi pelatihan peningkatan kapasitas hakim sehingga materi pelatihan dapat disampaikan sesuai dengan tujuan peningkatan kapasitas hakim. Manfaat bagi peserta pelatihan yaitu mendapatkan jaminan mengikuti pelatihan yang terencana dan terukur dengan baik.
E. Ruang Lingkup Ruang lingkup panduan penyelenggaraan pelatihan peningkatan kapasitas hakim ini mencakup: 1. Perencanaan pelatihan; 2. Penyelenggaraan pelatihan; 3. Standar mutu pelatihan; dan 4. Monitoring dan evaluasi pelatihan. F. Dasar Hukum 1. Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indopnesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958); GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
54
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4415) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5250); Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2012 tentang Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 151); Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Grand Desidn Peningkatan Kapasitas Hakim (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 383); Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/ MA/IX/2012; Nomor: 02/PN/P.KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakkan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim; Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009; Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Peraturan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia; GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
55
G. Pengertian-Pengertian Dalam Panduan Penyelenggaraan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Hakim ini yang dimaksud dengan: 1. Hakim adalah hakim agung dan hakim pada badan peradilan dilingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha Negara yang berada dibawah Mahkamah Agung, termasuk hakim ad hoc dan hakim pengadilan pajak yang mempunyai kewenangan untuk menegakkan hukum dan keadilan. 2. Kapasitas Hakim adalah kemampuan intelektual dan moralitas yang harus dimiliki hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan. 3. Peningkatan Kapasitas Hakim adalah kegiatan yang dilakukan Komisi Yudisial untuk mengupayakan agar hakim memiliki kemampuan intelektual dan moralitas sehingga menjadi hakim yang bersih, jujur, dan profesional. 4. Pelatihan adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi, pengetahuan, disiplin, sikap, dan ketrampilan serta keahlian. 5. Kode Etik Profesi Hakim adalah aturan tertulis yang harus dipedomi oleh setiap Hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi sebagai Hakim. 6. Pedoman Tingkah Laku (Code of Conduct) Hakim adalah penjabaran dari kode etik profesi Hakim yang menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
56
7.
8.
9.
10.
11.
12.
keadilan dan kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyrakat yang harus dapat memberikan contoh dan tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum. Pelatihan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim adalah pelatihan yang menitik-beratkan pada ranah afektif yang berkenaan dengan hasil belajar yang berhubungan dengan sikap. Pelatihan Khusus adalah pelatihan yang menitik beratkan pada ranah psikomotorik seorang hakim yang berkenan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Pelatihan Tematik adalah pelatihan yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan ranah kognitif yang berhubungan dengan kemampuan pengetahuan hukum dari seorang hakim yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesa dan evaluasi. Kurikulum adalah seperangkat atau sistem rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar dan mengajar. Kompetensi adalah ketrampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. Materi ilmu pengetahuan, kebijakan, atau keterampilan yang perlu disampaikan kepada peserta untuk mencapai tujuan pelatihan. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
13.
14. 15.
16.
17.
18.
19.
57
Alokasi waktu pelatihan yaitu jumlah waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu materi yang proporsinya disesuaikan dengan antara materi dasar, materi inti, dan materi penunjang. Metode Pelatihan adalah cara penyajian materi pelatihan oleh Instruktur kepada peserta pelatihan. Proses pelatihan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang dimulai dari pembukaan yang dilanjutkan dengan langkah-langkah kegiatan yang lain sampai dengan penutupan. Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) adalah uraian dari setiap materi pembelajaran, alokasi waktu yang dibutuhkan, tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan sub pokok bahasan, metode, media, alat, dan referensi yang digunakan. Beban Belajar adalah rumusan satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta pelatihan dalam mengikuti program pembelajaran melalui sistem tata muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk mencapai standard kompetensi lulusan serta kemampuan lainnya dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta pelatihan. Fasilitator adalah orang yang berfungsi menstimulus dinamika forum dan mengendalikan pelatihan guna mewujudkan tujuan pelatihan; Narasumber adalah orang yang berperan dalam memberikan pengantar mengenai materi tertentu dan memberikan sharing pengetahuan terhadap topiktopik yang menjadi pertanyaan peserta pelatihan. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENDAHULUAN
58
20. Standar produk/output adalah standard hasil yang dapat diperoleh ketika proses pelatihan selesai dilakukan. 21. Standar dampak/outcome adalah standard hasil yang diperoleh berdasarkan efek jangka panjang dari proses pelatihan. 22. Evaluasi Pelatihan adalah penilaian terhadap capaian peserta pelatihan dan pelaksanaan kegiatan pelatihan. 23. Monitoring adalah aktivitas yang dilakukan pimpinan untuk melihat dan memantau jalannya kegiatan, melihat faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan, dan mengkaji kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan rencana kegiatan. 24. Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis didalam mengumpulkan data, menganalisis, menginterpretasi data atau informasi untuk dapat digunakan pembuat keputusan dalam rangka menjawab permasalahan yang muncul demi kemajuan dan penyempurnaan kegiatan.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
59
BAB II PERENCANAAN PELATIHAN A. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan Identifikasi kebutuhan pelatihan diperlukan untuk menyiapkan program pelatihan yang akan dilakukan. Hasil identifikasi ini menjadi dasar dalam merencanakan atau menyusun desain pelatihan, sehingga pelatihan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan kapasitas hakim. Identifikasi kebutuhan pelatihan ini dapat dilakukan melalui: 1. Pemetaan laporan masyarakat yang disampaikan kepada Komisi Yudisial terhadap hakim yang diduga melakukan pelanggaran KEPPH. Pemetaan laporan masyarakat ini dapat digunakan untuk menggali data dan informasi mengapa hakim dilaporkan kepada Komisi Yudisial. Secara umum dari laporan masyarakat dapat ditemukan bentuk-bentuk pelanggaran yang masih sering dilakukan hakim yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi: a. Pelanggaran perilaku murni, b. Pelanggaran terhadap hukum acara, dan c. Kurangnya pengetahuan hakim terhadap pengetahuan hukum yang berkembang secara dinamis. 2. Menggali dokumen pelatihan yang telah dilakukan sebelumnya baik yang dilakukan Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung maupun berbagai kegiatan Komisi Yudisial yang terkait seperti lokakarya KEPPH, peningkatan profesionalisme hakim, dan kegiatanGRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
60
3.
4.
kegiatan riset. Dari dokumen-dokumen tersebut dapat diketahui mengenai materi pelatihan yang pernah diberikan, hakim yang pernah terlibat dalam pelatihan, lingkungan peradilan yang sering mendapatkan pelatihan, dan kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaan pelatihan yang pernah dilakukan. Dengan pemahaman tersebut diharapkan penyelenggaraan pelatihan peningkatan kapasitas hakim yang akan dilaksanakan dapat tepat guna dan tepat sasaran. Menggali informasi melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait terutama Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung sebagai penyelenggara pendidikan dan latihan calon hakim dan pendidikan hakim lanjutan, para tenaga pelatih atau pengajar, hakim sebagai mantan peserta pendidikan dan latihan, akdemisi, dan LSM bidang hukum, serta para hakim sebagai calon penerima pelatihan. Hasil wawancara mendalam terhadap berbagai informasi tersebut sangat membantu untuk merencanakan program pelatihan peningkatan kapasitas hakim baik dari segi output yang akan dihasilkan maupun dari segi kemanfaatan pelatihan bagi peserta guna menunjang peningkatan kinerja hakim dalam menjalankan tugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Menggali informasi melalui diskusi terfokus (FGD) yang melibatkan stakeholders terkait seperti Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung, para tenaga pelatih atau pengajar, hakim sebagai mantan peserta pendidikan dan latihan, akdemisi, dan LSM bidang hukum, serta hakim sebagai calon peserta program GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
61
pelatihan peningkatan kapasitas hakim. Melalui kegiatan FGD ini dapat dirumuskan gambaran awal mengenai metode pelatihan yang akan dilaksanakan, kurikulum pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan hakim, modul pelatihan sebagai bahan pegangan, serta sarana dan prasarana pelatihan yang diperlukan. B. Jenis Pelatihan Jenis pelatihan yang akan dilaksanakan semestinya disesuaikan dengan hasil identifikasi kebutuhan pelatihan sehingga pelatihan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan hakim. Secara umum analisis kebutuhan pelatihan sudah dilakukan pada saat penyusunan Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim, dimana peningkatan kapasitas hakim yang akan dilakukan menitik-beratkan pada dua aspek yaitu aspek kemampuan pengetahuan hukum dan aspek komitmen terhadap KEPPH. Aspek kemampuan pengetahuan hukum meliputi penguasaan terhadap asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan yang relatif baru, penguasaan terhadap bidang-bidang hukum pada sektorsektor kehidupan masyarakat, dan penguasaan terhadap metode penerapan dan penemuan hukum. Sedangkan aspek komitmen terhadap KEPPH meliputi komitmen untuk memahami, menerapkan, dan menegakkan KEPPH. Kedua aspek peningkatan kapasitas hakim diatas, jika dilihat dengan pendekatan psikologi pendidikan, maka dapat diklasifikasikan bahwa aspek kemampuan pengetahuan hukum berkaitan erat dengan ranah kognitif dan psikomotorik hakim, meskipun dalam tataran tertentu GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
62
tidak dapat dipisahkan dari ranah afektif. Sementara aspek komitmen untuk memahami, menerapkan, dan menegakkan KEPPH berkaitan erat dengan ranah afektif dan psikomotorik, meskipun tidak dapat dipisahkan secara tegas dari ranah kognitif. Dengan demikian pelatihan peningkatan kapasitas hakim yang dilaksanakan Komisi Yudisial harus mencakup penguatan kepribadian hakim (aspek afektif), peningkatan ketrampilan hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara (psikomotorik), dan peningkatan pengetahuan hukum hakim (aspek kognitif). Berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan dan pendekatan psikologi pendidikan diatas, Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim mengklasifikasikan jenis pelatihan menjadi tiga jenis yaitu; Pelatihan KEPPH, Pelatihan Khsusus, dan Pelatihan Tematik. 1. Pelatihan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Pelatihan KEPPH merupakan pelatihan yang menitik beratkan pada ranah afektif. Ranah afektif adalah hasil belajar yang berhubungan dengan sikap. Menurut Kratyhwohl ranah afektif meliputi aspekaspek sebagai berikut: a. Penerimaan, yaitu kemampuan yang berhubungan dengan kemauan untuk mengikuti fenomena khusus atau stimulus. b. Penanganan, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan partisipasi aktif dari peserta. c. Penghargaan, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan penilaian/penghargaan peserta terhadap suatu objek, gejala atau tingkah laku. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
2.
63
d. Pengorganisasian, yaitu kemampuan yang berhubungan dengan mempersatukan nilainilai yang berbeda, menyelesaikan pertentangan antara nilai-nilai tersebut, dan mulai membangun satu sistem nilai-nilai yang konsisten. e. Pengkarakterisasian, yaitu kemampuan untuk memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk jangka waktu yang cukup lama untuk mengembangkan suatu ciri daya kehidupan (Krathwohl, 1964: 40-50). Selain itu ranah afektif juga mencakup kemampuan mengelola perasaan dan emosi. Berdasarkan aragumen diatas, maka Pelatihan KEPPH ini lebih menekankan bagaimana hakim supaya lebih bisa mengerti, memahami dan menginternalisasikan KEPPH kedalam dirinya, sehingga dapat meningkatkan kepekaan nurani dan kecerdasan emosional hakim. Pelatihan Khusus Pelatihan Khusus menitik-beratkan pada ranah psikomotorik seorang hakim yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang menurut Simpson terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut: a. Persepsi, yaitu kemampuan yang berhubungan dengan penggunaan indra untuk memperoleh petunjuk yang membimbing kegiatan motorik. b. Kesiapan, yaitu kesediaan untuk mengambil jenis aksi atau tindakan yang mencakup kesediaan materiil, kesiapan fisik, dan kemauan memberikan reaksi. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
64
3.
c. Respon terpimpin, yaitu langkah permulaan dalam mempelajari keterampilan yang kompleks. d. Mekanisme, yaitu kemampuan yang menunjukkan bahwa respon yang dipelajari telah menjadi kebiasaan dan gerakan-gerakan yang dapat dilakukan dengan kepercayaan dan kemahiran. e. Respon nyata yang kompleks, yaitu kemampuan yang sangat terampil dari gerakan motorik yang memerlukan gerakan yang kompleks. f. Penyesuaian, yaitu keterampilan yang telah berkembang dengan baik, sehingga peserta dapat mengubah pola gerakannya untuk disesuaikan dengan persyaratan khusus untuk situasi yang bermasalah. g. Organisasi, yaitu kemampuan yang berhubungan dengan penciptaan pola-pola gerakan yang baru untuk menyesuaikan dengan situasi dan masalah yang khusus. (Simpson, 1971: 30-40). Berkaitan dengan tugas hakim memeriksa, mengadilli, dan memutus perkara maka pada pelatihan khusus ini hakim akan dibekali dengan keterampilan melaksanakan hukum acara yang merupakan prosedur yang digunakan hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Materi yang akan disampaikan berkaitan dengan teknik membaca berkas, teknik persidangan, teknik pemeriksaan, dan teknik membuat putusan. Pelatihan Tematik Pelatihan tematik menitik-beratkan pada peningkatan kemampuan ranah kognitif yang GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
65
berhubungan dengan kemampuan pengetahuan hukum dari seorang hakim yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesa dan evaluasi. a. Pengetahuan, yaitu kemampuan untuk mengerti, menginterpretasikan, dan menyatakan kembali dalam bentuk lain dari materi yang dipelajari. b. Pemahaman, yaitu kemampuan untuk menangkap pengertian dari sesuatu. c. Aplikasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan apa yang telah dipelajari dalam situasi konkret yang baru. d. Analisis, yaitu kemampuan untuk menguraikan sesuatu materi kedalam bagian-bagiannya, sehingga struktur organisasinya dapat dipahami. e. Sintesis, yaitu kemampuan untuk menggabungkan bagian-bagian dan untuk membentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu materi untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan (Bloom, 1960: 15-30). Dalam pelatihan tematik ini seorang hakim akan diberi pelatihan secara bertingkat yang terdiri dari aspek pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi tentang permasalahan hukum yang berkembang secara dinamis sesuai dengan dinamika sosial masyarakat. Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan pemahaman hakim terhadap perkembangan hukum yang baru lebih bisa meningkat. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
66
C. Metode Pelatihan Metode pelatihan sangat berperan untuk mencapai tujuan pelatihan. Pemilihan metode pelatihan harus mempertimbangkan karakteristik calon peserta pelatihan. Calon peserta pelatihan peningkatan kapasitas hakim adalah hakim pada semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. Secara umum karakteristik hakim adalah sebagai berikut: 1. Hakim mempunyai pengetahuan dan pengalaman tertentu yang masing-masing berbeda satu sama lain. 2. Hakim lebih suka diajak sharing daripada digurui. 3. Pada umumnya lebih menyukai hal-hal yang bersifat praktis, hanya mau memperhatikan dengan baik apabila materinya dianggap perlu bagi mereka. 4. Pada umumnya lebih suka dihargai daripada disalahkan. 5. Biasanya membutuhkan suasana yang akrab dengan menjalin hubungan yang erat. 6. Lebih menyukai cara belajar yang melibatkan mereka. Sesuai dengan karakteristik hakim diatas, metode pelatihan yang sesuai adalah metode pendidikan bagi orang dewasa (andragogy system). Metode pendidikan bagi orang dewasa yang diperkenalkan Malcolm Knowles yang beranggapan bahwa orang dewasa mempunyai banyak pengalaman yang beragam dalam hidupnya. Metode pendidikan orang dewasa kerap dipertentangkan dengan metode pendidikan bagi anak (paedagogy system). Malcolm Knowles menengarahi adanya empat asumsi pokok dalam pendekatan andragogi: 1. Konsep Diri. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
2.
3.
67
Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu mandiri dan mengarahkan dirinya sendiri. Secara umum konsep diri pada orang dewasa sudah mandiri sehingga orang dewasa membutuhkan penghargaan dari orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan (self determination) dan mengarahkan dirinya (self direction). Apabila orang dewasa tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan atas dirinya sendiri, maka akan timbul penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. Peran Pengalaman. Asumsinya adalah setiap individu membutuhkan proses untuk tumbuh dan berkembang menuju kematangan. Setiap individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman hidup sebagai sumber belajar yang kaya, dan pada saat yang bersamaan memberikan dasar untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Dalam pelatihan orang dewasa lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman, atau yang dikenal dengan “experiential learning cycle” (proses belajar berdasarkan pengalaman). Hal ini berimplikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metode serta teknik pelatihan, yang lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, kunjungan lapangan, dan melakukan latihan-latihan. Kesiapan Belajar. Asumsinya bahwa semakin matang individu, GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
68
maka kesiapan belajarnya bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh beban tugas dan peran sosialnya. Hal ini membawa implikasi terhadap pilihan materi belajar dan metode yang digunakan dalam pelatihan, yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan peserta. 4. Orientasi Belajar. Orientasi belajar pada orang dewasa berpusat pada pemecahan masalah yang dihadapi (problem centered orientation). Bagi orang dewasa, proses belajar merupakan kebutuhan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan seharihari, terutama berkaitan dengan tugas dan fungsinya sebagai hakim. Hal ini menimbulkan implikasi terhadap materi belajar yang hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan. Empat asumsi dasar diatas menjadi dasar dalam membangun suasana pembelajaran. Suasana pelatihan yang perlu dibangun dalam proses pelatihan dengan metode sistem andragogi adalah sebagai berikut: 1. Partisipasi aktif yang merata dari semua peserta Proses belajar pada orang dewasa mensyaratkan partisipasi aktif dari semua peserta. Peserta harus mendapat kesempatan untuk memperhatikan, mendengarkan, berbicara, dan melakukan. Jika terdapat peserta yang mengalami kesulitan untuk terlibat dalam proses tersebut, adalah tugas fasilitator untuk membantunya. 2. Suasana yang saling menghargai GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
3.
69
Seseorang dapat belajar dengan lebih baik dalam suasana yang aman, saling mempercayai dan menghargai semua pendapat. Kegagalan membangun kepercayaan akan menimbulkan saling kecurigaan yang akan membuat proses belajar tidak optimal. Suasana serius tapi santai Ketegangan yang berlebihan harus bisa dihindari dalam proses belajar. Seandainya ketegangan terjadi, fasilitator hendaknya segera mencairkan suasana. Suasana belajar yang serius tetapi santai, akan lebih membuka cakrawala belajar.
D. Kurikulum Pelatihan Kurikulum pelatihan peningkatan kapasitas hakim secara umum meliputi: 1. Kompetensi peserta yang ingin dicapai. Kompetensi peserta yang ingin dicapai melalui pelatihan peningkatan kapasitas hakim dapat dirumuskan sesuai dengan hasil identifikasi kebutuhan diasumsikan dapat menghasilkan kebutuhankebutuhan peningkatan kapasitas yang diperlukan bagi hakim untuk menjalankan tugasnya. Kompetensi peserta yang ingin dicapai melalui pelatihan peningkatan kapasitas hakim mencakup kompetensi pada ranah afektif (sikap), pada ranah psikomotorik (keterampilan), dan pada ranah kognitif (pengetahuan). Kompetensi pelatihan. Perumusan kompetensi yang ingin dicapai ini dapat dilakukan melalui training need assessment (TNA) atau metode lain yang dipilih. Perumusan kompetensi peserta GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
70
pelatihan peningkatan kapasitas hakim lebih banyak dirumuskan melalui kegiatan pemetaan laporan masyarakat yang peserta pelatihan peningkatan kapasitas hakim disusun menurut jenis pelatihan yang telah ditetapkan dalam Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim yaitu Pelatihan KEPPH, Pelatihan Khusus, dan Pealtihan Tematik. Kompetensi peserta pelatihan KEPPH lebih menitik-beratkan pada aspek afektif. Kompetensi peserta pelatihan khusus lebih menitikberatkan pada aspek psikomotorik. Kompetensi peserta pelatihan tematik lebih menitikberatkan pada ranah kognitif. Secara garis besar, kompetensi peserta pelatihan peningkatan kapasitas hakim berdasarkan jenis pelatihan adalah sebagai berikut: NO 1
JENIS PELATIHAN Pelatihan KEPPH
KOMPETENSI a. b.
c. 2
Pelatihan Khusus
a. b.
c.
3
Pelatihan Tematik a. b.
c.
Memahami KEPPH. Menerapkan KEPPH dalam melaksanakan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari. Menegakkan KEPPH dilingkungan kerjanya. Memahami hukum acara. Menerapkan hukum acara untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan memperhatikan KEPPH. Menghasilkan putusan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Mengetahui perkembangan hukum. Mengetahui politik hukum pembuatan peraturan perundang-undangan yang baru. Menyelesaikan sengketa/perkara dengan melakukan penafsiran dan penemuan hukum.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
2.
71
Tujuan pelatihan. Tujuan instruksional dibedakan menjadi dua yaitu: a. Tujuan instruksional umum. Tujuan instruksional umum adalah suatu pernyataan mengenai yang menggambarkan kemampuan yang harus dimiliki peserta pelatihan setelah selesai mengikuti pelatihan. Tujuan instruksional umum merupakan terjemahan dari “instructional goal”, sedangkan tujuan instruksional khusus terjemahan dari “instructional objectives”. b. Tujuan instruksional khusus. Tujuan instruksional khusus merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum secara lebih specifik dan terukur. Tujuan instruksional khusus menggambarkan perubahan tingkah laku/ kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta pelatihan setelah mengikuti setiap jenis dan materi pelatihan. Tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus dalam pelatihan peningkatan kapasitas hakim dirumuskan berdasarkan jenis pelatihan.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
72
NO 1
TUJUAN TUJUAN JENIS INSTRUKSIONAL INSTRUKSIONAL PELATIHAN UMUM KHUSUS Pelatihan Peserta mampu a. Peserta mampu KEPPH memahami, memahami dan menjelaskan, menjelaskan menerapkan butirperkembangan etika butir KEPPH baik profesi hakim yang dalam menjalankan berlaku secara universal. tugas kedinasan b. Peserta mampu maupun dalam menjelaskan sejarah kehidupan seharidan urgensi penyusunan hari. KEPPH. c. Peserta mampu memahami dan menjelaskan butir-butir KEPPH. d. Peserta mampu menginternalisasikan nilai-nilai KEPPH dalam kepribadiannya. e. Peserta mampu menerapkan nilainilai KEPPH dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. f. Peserta mampu menerapkan nilainilai KEPPH dalam kehidupan sehari-hari. g. Peserta mampu berperan aktif dalam upaya menjaga perilaku hakim dan menegakkan pelanggaran KEPPH.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
NO 2
73
TUJUAN JENIS INSTRUKSIONAL PELATIHAN UMUM Pelatihan Peserta mampu Khusus menjelaskan dan melaksanakan hukum acara dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan memperhatikan KEPPH untuk menghasilkan putusan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS a. Peserta mampu memahami asas-asas dan kaidah-kaidah hukum acara. b. Peserta mampu menjelaskan hukum acara yang berlaku baik yang bersifat umum maupun hukum acara khusus. c. Peserta mampu menerapkan hukum acara dengan baik dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. d. Peserta mampu menganalisis penerapan hukum acara dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang telah dilakukan. e. Peserta mahir membuat putusan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
74
NO 3
3.
TUJUAN TUJUAN JENIS INSTRUKSIONAL INSTRUKSIONAL PELATIHAN UMUM KHUSUS Pelatihan Peserta mampu a. Peserta mampu Tematik memahami, mengetahui, memahami, menganalisis, dan menjelaskan, menyelesaikan dan menganalisis sengketa yang perkembangan berkaitan dengan hukum yang hidup di perkembangan masyarakat. hukum baru baik b. Peserta mampu yang sudah diatur memahami dan dalam peraturan menjelaskan peraturan perundang-undangan perundang-undangan maupun yang hidup yang mengatur tentang dimasyarakat dengan bidang-bidang hukum penafsiran dan tertentu yang relatif penemuan hukum. baru. c. Peserta mampu menyelesaikan sengketa atau menangani perkara yang terkait dengan perkembangan hukum. d. Peserta mampu melakukan penafsiran dan penemuan hukum.
Peserta Pelatihan. Penentuan peserta pelatihan sangat penting dalam penyelenggaraan suatu pelatihan, apalagi dalam pelatihan berjenjang. Penentuan peserta dalam pelatihan peningkatan kapasitas hakim dilakukan dengan menetapkan kriteria atau persyaratan dan jumlah peserta dalam setiap jenis pelatihan. Kriteria atau persyaratan peserta ditentukan dengan mempertimbangkan: a. Kesesuaian dengan tugas pokok hakim. b. Latar belakang pendidikan atau pelatihan yang pernah diikuti, khususnya bagi pelatihan berjenjang. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
75
c. Pengalaman bekerja sesuai dengan jenis pelatihan. d. Kriteria khusus, misalnya keterwakilan gender, membuat makalah, dll. Sementara jumlah peserta pelatihan ditentukan berdasarkan tujuan pelatihan. Apabila tujuan pelatihan lebih menitik-beratkan pada aspek afektif dan kognitif, maka peserta pelatihan idealnya berjumlah 30 peserta atau paling banyak 35 peserta. Apabila tujuan pelatihan lebih menitik-beratkan pada aspek psikmotorik (keterampilan), maka peserta pelatihan idealnya berjumlah 15-20 peserta, atau paling banyak 25 orang. NO 1
2
JENIS KRITERIA PESERTA PELATIHAN Pelatihan 1. Hakim pada semua lingkungan KEPPH peradilan. 2. Telah lulus dari PPC, telah lulus Pelatihan KEPPH I, telah lulus Pelatihan KEPPH II sesuai dengan jenjang pelatihan yang diselenggarakan. 3. Masa kerja 0-5 tahun untuk Pelatihan KEPPH I, masa kerja 5-10 tahun untuk Pelatihan KEPPH II, masa kerja 10-keatas untuk Pelatihan KEPPH III. 4. Memuat makalah yang berkaitan dengan KEPPH. Pelatihan 1. Hakim pada semua lingkungan Khusus peradilan sesuai dengan Pelatihan Khusus yang diselenggarakan. 2. Telah lulus PPC. 3. Masa kerja 0-10 tahun. 4. Pernah menjadi anggota majelis hakim.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
JUMLAH PESERTA Paling banyak 35 peserta
Paling banyak 25 peserta
PERENCANAAN PELATIHAN
76
NO 3
4.
JENIS JUMLAH KRITERIA PESERTA PELATIHAN PESERTA Pelatihan 1. Hakim pada semua lingkungan Paling Tematik peradilan sesuai dengan tema banyak 35 yang diangkat. peserta. 2. Telah lulus PPC. 3. Masa kerja 5-15 tahun. 4. Memuat makalah yang berkaitan dengan tema yang diangkat.
Struktur Program Pelatihan dan Rancangan Pelatihan Struktur program pelatihan merupakan rangkaian materi yang akan disampaikan dalam pelatihan. Rangkaian materi pelatihan disusun dalam bentuk matrik yang memuat: a. Materi Materi pelatihan dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu: 1) Materi Dasar, yaitu materi yang sebaiknya diketahui oleh peserta sebagai dasar untuk memahami materi inti. Materi dasar pada umumnya bersifat pengetahuan, misalnya kebijakan atau peraturan perundangundangan. Penyampaian materi dasar yang bersifat kognitif ini dilakukan dengan metode interaktif dan eksploratif dengan persentase waktu sebesar 15-20% dari keseluruhan jumlah jam pembelajaran. 2) Materi inti, yaitu materi yang harus diketahui peserta untuk mencapai kompetensi yang harus dicapai setelah pelatihan selesai. Penyampaian materi dilakukan dengan berbagai alternatif metode yang mendorong GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
77
terjadinya eksperimentasi dan eksplorasi oleh peserta. Presentasi materi inti sebesar 60-70% dari keseluruhan jam pembelajaran. 3) Materi penunjang, yaitu materi yang disampaikan atau dilakukan untuk menunjang materi inti. Materi penunjang dalam pelatihan misalnya perkenalan, orientasi pelatihan, dan rencana tindak lanjut. Materi penunjang perlu dirancang sesuai dengan tujuan pelatihan yang disampaikan dengan berbagai metode untuk mencairkan suasana pelatihan. Pesentase materi penunjang sebesar 15-20% dari keseluruhan jam pembelajaran. b. Alokasi waktu. Alokasi waktu menggambarkan kegiatan pelatihan yakni: 1) Kebijakan (K)/Teori (T) sebesar 40%. 2) Penugasan (P) dan Praktik (Pr) sebesar 60%. Pembagian alokasi waktu tersebut disesuaikan dengan bobot materi pelatihan dan jenis pelatihan yang dilaksanakan. Materi dan alokasi waktu pelatihan dalam pelatihan peningkatan kapasitas hakim berdasarkan jenis pelatihan adalah sebagai berikut:
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
78
Struktur Program Pelatihan KEPPH NO
MATERI
A
Materi Dasar: 1. Etika Profesi 2. Etika Profesi Hakim di Dunia JUMLAH Materi Inti: 1. Sejarah Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim di Indonesia. 2. Prinsip-Prinsip KEPPH. 3. Pelanggaran KEPPH yang berupa perilaku murni. 4. KEPPH yang berupa beririsan antara perilaku murni dengan hukum acara 5. KEPPH yang berkaitan dengan hukum acara 6. Penanganan Laporan Masyarakat tentang dugaan pelanggaran KEPPH di Komisi Yudisial. JUMLAH Materi Penunjang: 1. Perkenalan dan Orientasi Belajar 2. Rencana Tindak Lanjut dan Evaluasi Pelatihan JUMLAH JUMLAH TOLAL JAM PEMBELAJARAN
B
C
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
ALOKASI WAKTU T P PR JUMLAH 2 2 -
-
2 2 4
4 -
-
4
4 2 2 2
2
6 6
2 2
2
6
2 2
2
6
4 -
2
6
34 2 2 -
-
2 2 4 42
PERENCANAAN PELATIHAN
79
Struktur Program Pelatihan Khusus (Contoh: Hukum Acara Pidana) NO
MATERI
A
Materi Dasar: 1. Asas Hukum Acara Pidana 2. Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan tentang Hukum Acara Pidana JUMLAH Materi Inti: 1. Proses Persidangan Perkara Pidana 2. Teknik Membaca Berkas. 3. Teknik Pemeriksaan Persidangan. 4. Psikologi Hakim dalam Membuat Putusan. 5. Teknik Penafsiran dan Penemuan Hukum. 6. Teknik Membuat Putusan JUMLAH Materi Penunjang: 1. Perkenalan dan Orientasi Belajar 2. Rencan Tindak Lanjut dan Evaluasi Pelatihan JUMLAH JUMLAH TOLAL JAM PEMBELAJARAN
B
C
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
Alokasi Waktu T P PR JUMLAH 2 2
-
-
2 2
4 4 2 4 2
2 2 2 2
4 -
6 4 10 4
2 2
2
6
2 2
4
8 38
2 2
-
2 2
-
4 46
PERENCANAAN PELATIHAN
80
Struktur Program Pelatihan Tematik (Contoh: Hukum Ekonomi Syariah) NO
MATERI
A
Materi Dasar: 1. Perkembangan Ekonomi Syariah. 2. Peraturan Perundang-undangan dan Kebijakan tentang Hukum Ekonomi Syariah JUMLAH Materi Inti: 1. Hukum Perbankan Syariah. 2. Hukum Asuransi Syariah. 3. Hukum Pegadaian Syariah. 4. Sengketa Ekonomi Syariah. 5. Proses Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah JUMLAH Materi Penunjang: 1. Perkenalan dan Orientasi Belajar 2. Rencan Tindak Lanjut dan Evaluasi Pelatihan JUMLAH JUMLAH TOLAL JAM PEMBELAJARAN
B
C
5.
ALOKASI WAKTU T P PR JUMLAH 2 2 -
-
2 2
4 4 4 4 4 4
2 2 2 2 2
2 2
6 6 6 8 10 34
2 2 -
-
2 2 4 42
Proses Pelatihan Proses pelatihan merupakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang dimulai dari pembukaan yang dilanjutkan dengan langkah-langkah kegiatan yang lain sampai dengan penutupan. Proses pelatihan peningkatan kapasitas hakim yang terdiri dari Pelatihan KEPPH, Pelatihan Khusus, dan Pelatihan Tematik secara umum dapat digambarkan dalam bentuk diagram dibawah ini.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
81
PEMBUKAAN PERKENALAN, ORIENTASI BELAJAR DAN KONTRAK BELAJAR (Metode: Diskusi dan Game) PENYAMPAIAN MATERI
PENGETAHUAN: Teori dan Kebijakan. METODE: Ceramah, Curah Pendapat, Diskusi.
KETERAMPILAN: Penerapan KEPPH, Membuat Putusan, Penanganan Sengketa. METODE: Simulasi, Studi Kasus, Dll.
PRAKTIK KASUS NYATA DALAM KELAS EVALUASI PENUTUPAN
6.
Modul Pelatihan. Modul pelatihan merupakan uraian terkecil dari setiap materi pembelajaran yang disusun sesuai dengan tujuan pelatihan yang dilengkapi dengan langkah-langkah/aktivitas pembelajaran, bahan bacaan/bahan ajar, petunjuk (penugasan, diskusi, studi kasus), evaluasi. Modul pelatihan berfungsi untuk membantu fasilitator/narasumber menyampaikan materi pelatihan dalam proses pembelajaran secara terperinci. Modul pelatihan memuat: uraian singkat materi, tujuan pembelajaran umum, tujuan pembelajaran khusus, pokok bahasan dan atau sub GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
82
pokok bahasan, aktivitas pembelajaran, bahan ajar, referensi, dan lampiran (jika diperlukan). Kerangka atau acuan dalam menyusun modul pelatihan Garisgaris besar program pembelajaran (GBPP). Contoh Garis-Garis Besar Program Pembelajaran NO KOMPONEN URAIAN KOMPONEN 1 Materi Psikologi Hakim 2 Tujuan Setelah mengikuti materi ini, Peserta mampu Instruksional menentukan faktor-faktor yang meringankan/ Umum memberatkan terdakwa yang menjadi pertimbangan para hakim pada saat menjatuhkan putusan dalam perkara pidana. 3 Tujuan Setelah materi selesai, Peserta mampu: Instruksional a. Menjelaskan faktor-faktor meringankan/ Khusus memberatkan yang menjadi pertimbangan hakim pada saat menjatuhkan putusan terhadap seseorang. b. Menerapkan faktor-faktor tersebut dalam suatu kasus. c. Mengembangkan berbagai strategi untuk menggali faktor-faktor yang meringankan/ memberatkan terdakwa. 4 Pokok Faktor-faktor yang meringankan/memberatkan Bahasan dalam menjatuhkan putusan. Sub Pokok a. Faktor yang meringankan terdakwa; Bahasan b. Faktor yang memberatkan terdakwa; c. Strategi dalam melindungi terdakwa. 5 Waktu 4 JPL 6 Metode Curah pendapat, diskusi, simulasi, dan studi kasus. 7 Media Makalah, Skenario, Simulasi, Kasus. 8 Alat Bantu Kertas, alat tulis, penataan ruangan, alat persidangan. 9 Referensi KUHP, KUHAP, Buku-buku hukum acara pidana.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PERENCANAAN PELATIHAN
83
Judul Modul (Modul Pelatihan Khusus) Bab I. Bab II. Bab III. Bab IV. Bab V. Bab VI. Bab VII.
Deskripsi Singkat Tujuan Pembelajaran a. Tujuan Pembelajaran Umum b. Tujuan Pembelajaran Khusus Pokok Bahasan dan atau Sub Pokok Bahasan Aktivitas Pembelajaran Bahan Ajar Referensi Lampiran
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
85
BAB III PENYELENGGARAAN PELATIHAN A. Persiapan Persiapan pelatihan dimulai dari kegiatan penyusunan organisasi pelaksana pelatihan sampai dengan persiapan pembukaan pelatihan. Kegiatan pada tahap persiapan ini dapat dikelompokkan menjadi: 1. Persiapan Administrasi Persiapan administrasi meliputi kegiatan pembentukan panitia pelaksana, penyiapan administrasi keuangan, dan penyiapan berkas atau dokumen pelatihan. Panitia pelaksana pelatihan hakim dapat dibentuk dari internal Komisi Yudisial dan atau melibatkan pihak Mahkamah Agung dalam hal ini Pengadilan Tinggi. Komisi Yudisial sebagai panitia nasional dan pihak Pengadilan Tinggi sebagai panitia lokal. Persiapan administrasi pelatihan, meliputi kegiatan: a. Penyusunan kerangka acuan kegiatan. Kerangka acuan kerja merupakan rancangan kegiatan pelatihan sebagai dasar pertimbangan bagi pengambil kebijakan untuk menentukan persetujuan kegiatan pelatihan yang akan dilakukan. b. Pembentukkan panitia pelaksa. Panitia pelaksana pelatihan peningkatan kapasitas hakim terdiri dari panitia pusat dan panita lokal. Susunan kepanitiaan tersebut dilengkapi dengan pembagian tugas yang jelas GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
86
sehingga dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien. Panitia pelaksana kegiatan pelatihan hakim ini bertanggungjawab kepada Komisi Yudisial. c. Penyiapan administrasi keuangan. Penyiapan administrasi keuangan dan penggunaan keuangan dilakukan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan pelatihan peningkatan kapasitas hakim, maka setiap akan dilaksanakan pelatihan harus menyusun Rencana Anggaran Belanja (RAB) terlebih dahulu. Penyusunan administrasi keuangan meliputi: 1) Pembuatan RAB pelatihan; 2) Penyesuaian RAB dengan ketersediaan anggaran pada POK; 3) Penyampaian RAB kepada Kepala Biro; 4) Penyampaian RAB kepada PPK; 5) Pembuatan costsheet (Lembar biaya) pelaksanaan pelatihan; 6) Penyampaian costsheet (Lembar biaya) pelaksanaan pelatihan kepada PPK; 7) Penyampaian costsheet (Lembar biaya) kepada Verifikator; 8) Penyampaian costsheet kepada Bendahara; 9) Pencairan anggaran. d. Penyiapan berkas pelatihan. Berkas pelatihan yang harus disiapkan sekurang-kurangnya meliputi: 1) Pembuatan SK Sekretaris Jenderal RI mengenai Panita Pelaksana Kegiatan GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
2.
87
Pelatihan; 2) Pembuatan surat persetujuan pelaksanaan pelatihan kepada Ketua Bidang SDM, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisiaol, yang berisikan: tanggal, tempat, fasilitator, narasumber, serta tema dan materi pelatihan; 3) Pembuatan surat permohonan peserta, kesediaan untuk membuka pelatihan, menjadi keynote speech, narasumber, fasilitator dan menutup acara; 4) Berkas lembar konfirmasi kehadiran; 5) Pembuatan daftar hadir peserta; 6) Pembuatan lembar evaluasi; 7) Pembuatan lembar penilaian. Persiapan Teknis Persiapan pelatihan yang tidak kalah pentingnya adalah persiapan teknis yang meliputi persiapan peserta pelatihan, persiapan fasilitator dan narasumber, persiapan bahan pelatihan, persiapan sarana dan prasarana pelatihan, serta persiapan pembukaan. Penyelenggara pelatihan perlu menyiapkan peserta pelatihan yang mencakup jumlah peserta, kualifikasi peserta, asal peserta, dan persyaratan lainnya yang diperlukan. Secara rinci persipan peserta pelatihan terdiri dari: a. Penentuan kriteria, persyaratan, dan jumlah peserta. b. Koordinasi dengan Mahkamah Agung (Badiklat GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
88
Kumdil MA) untuk mengkoordinasikan peserta pelatihan dengan lingkungan peradilan di bawahnya. c. Konfirmasi kepada lingkungan peradilan mengenai penugasan peserta pelatihan. d. Konfirmasi kehadiran peserta. Penyelenggara pelatihan juga harus mempersiapkan tenaga fasilitator dan narasumber. Tenaga fasilitator harus mempunyai kualifikasi tertentu yang mampu mengelola pelatihan dengan baik sehingga pelatihan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan pelatihan. Penyelenggara juga harus menentukan dan memastikan narasumber yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan dengan menggunakan metode yang telah ditentukan. Secara rinci langkah dalam mempersiapkan fasilitator dan narasumber adalah sebagai berikut: a. Mendata calon fasilitator dan nara sumber yang sesuai dengan materi pelatihan. b. Menentukan fasilitator dan narasumber yang sesuai dengan materi pelatihan, dengan mempersipakan fasilitator dan narasumber alternatif. c. Konfirmasi kesediaan fasilitator dan narasumber. Persiapan teknis selanjutnya adalah mempersiapkan bahan pelatihan. Penyelenggara bersama dengan fasilitator mengkoordinasikan bahan pelatihan. Bahan pelatihan dapat berupa modul pelatihan, referensi wajib yang harus disiapkan peserta, dan bahan ajar yang disiapkan narasumber. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
89
Langkah persiapan bahan pelatihan secara rinci adalah sebagai berikut: a. Menentukan materi pelatihan. b. Menyiapkan modul pelatihan dan bahan pelatihan yang lain seperti studi kasus, soal pre test, skenario peragaan, dll. c. Mensyaratkan kepada peserta untuk membawa bahan bacaan yang diwajibkan sesuai dengan materi pelatihan, misalnya peserta harus membawa KEPPH, KUHAP, KUHAPer, dll. d. Meminta kepada narasumber untuk menyerahkan makalah terhitung 5 hari sebelum pelatihan dimulai. e. Mengkompilasikan dan menggandakan bahan materi pelatihan. Persiapan teknis yang tidak boleh dilupakan adalah persiapan sarana dan prasarana pelatihan. Persiapan sarana dan prasarana pelatihan mencakup: tempat pelatihan, jadwal pelatihan definitif, bahan dan peralatan praktek, alat bantu pengajaran, alat tulis untuk pelatihan, akomodasi dan konsumsi, tempat praktek, dan dokumentasi. Langkah persiapan sarana dan prasarana pelatihan secara rinci adalah sebagai berikut: a. Peninjauan lokasi (advance) pelaksanaan pelatihan untuk pengecekan ketersediaan kamar dan ruangan pelaksanan pelatihan dan negosiasi harga. b. Memeriksa sarana dan prasarana yang tersedia. c. Koordinasi dengan pihak terkait, seperti: GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
90
Pengadilan Tinggi setempat, Pemerintah Daerah setempat, dan Pengelola tempat pelatihan. Persiapan teknis yang terakhir adalah persiapan pembukaan pelatihan. Pembukaan pelatihan sangat penting untuk dipersiapkan karena akan menimbulkan kesan pertama mengenai pelaksanaan pelatihan. Dalam mempersiapkan pembukaan pelatihan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Memastikan kehadiran pejabat yang terlibat dalam pembukaan pelatihan. b. Menentukan pembagian tugas pembukaan pelatihan. (seperti: pembawa acara, derijen, protokoler, petugas dokumentasi, dll.). c. Mempersiapkan ruangan pembukaan pelatihan (podium, tempat duduk, dll.). d. Menyiapkan perlengkapan pembukaan pelatihan (palu, speaker, dll.). B. Pelaksanaan Pelaksanaan pelatihan merupakan rangkaian kegiatan mulai dari pembukaan pelatihan yang dilanjutkan dengan proses pembelajaran sampai dengan penutupan pelatihan. 1. Pembukaan Pelatihan Pembukaan pelatihan merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari acara pembukaan dan pengarahan umum atau keynote speech. Pembukaan pelatihan pada umumnya dilakukan secara formal oleh Ketua Komisi Yudisial, namun dalam rangkaian acara pembukaan sebelumnya dilakukan laporan panitia, GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
2.
91
sambutan-sambutan, dilanjutkan pembukaan secara resmi oleh Komisi Yudisial. Masih dalam rangkaian acara pembukaan, jika dipandang perlu dapat diisi dengan ceramah umum atau keynote speech yang disampaikan oleh pakar yang kompeten. Proses Pelatihan Proses pelatihan peningkatan kapasitas hakim ini dilakukan didalam kelas dan dimungkinkan diluar kelas sesuai dengan jenis pelatihan dan materi yang disampaikan. Pelatihan dilakukan dengan menggunakan pendekatan pendidikan untuk orang dewasa. Proses pelatihan diawali dengan perkenalan, orientasi pelatihan, dilanjutkan dengan penjelasan tata tertib pelatihan. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh narasumber sesuai dengan kurikulum dan modul yang telah disediakan. Setelah semua materi pelatihan disampaikan dilakukan evaluasi pelatihan secara bersama-sama dengan peserta. Selama pelatihan berlangsung perlu dibangun suasana kondusif baik antar peserta, peserta dengan fasilitator maupun dengan narasumber. Fasilitator bertanggungjawab untuk membangun suasana pelatihan yang memungkinkan para peserta dapat secara bebas mengemukakan pendapat dan saling tukar pengalaman. Setiap agenda kegiatan pada proses pelaksanaan pelatihan didokumentasikan dan diadministrasikan untuk keperluan penilaian peserta, evaluasi kegiatan, GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
92
3.
dan pertanggungjawaban pelaksanaan pelatihan hakim. Penutupan Pelatihan Penutupan pelatihan merupakan acara formal sebagai tanda telah berakhirnya pelatihan. Pelatihan secara resmi ditutup oleh Komisi Yudisial. Sebelum dilakukan penutupan secara resmi, dalam rangkaian acara penutupan juga terdapat sambutan-sambutan dari pejabat yang terkait dalam pelaksanaan pelatihan. Sebelum dilakukan penutupan secara resmi, pada umumnya diumumkan hasil penilaian terhadap peserta pelatian atau sekurang-kurangnya tiga peserta terbaik.
C. Pelaporan Pelaporan pelatihan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan pelatihan. Laporan pelatihan disusun Penyelenggara Pelatihan yang memuat: 1. Laporan kegiatan Laporan kegiatan disusun dengan sistematika: Bab I. Pendahuluan a. Latar Belakang b. Tujuan c. Keluaran/Output d. Sistematika Laporan Bab II. Pelaksanaan Kegiatan a. Rancangan pelaksanaan pelatihan yang memuat: peserta, materi pelatihan, fasilitator dan narasumber, alokasi waktu pelatihan, dan tempat pelatihan, serta rencana anggaran biaya. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
2.
93
b. Realisasi pelaksanaan pelatihan yang memuat: materi pelatihan, fasilitator dan narasumber, alokasi waktu pelatihan, aktivitas pelatihan, dan tempat pelatihan, realisasi anggaran biaya. c. Kepanitian. Bab III. Evaluasi dan Penilaian a. Materi. b. Fasilitator. c. Narasumber. d. Panitia. Bab IV. Analisis Hasil Pelatihan a. Analisis capaian tujuan pelatihan. b. Analisis terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan. Bab V. Penutup a. Kesimpulan b. Saran Lampiran-lampiran: a. Daftar Peserta Pelatihan. b. Absensi peserta pelatihan. c. Sususnan Acara Pelatihan. d. Penilaian terhadap Peserta Pelatihan. e. Dokumentasi Kegiatan Pelatihan. Laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan Bab II. Rancangan Anggaran Biaya Bab III. Realisasi Penggunaan Anggaran Bab IV. Analisis Penggunaan Anggaran Bab V. Penutup GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
PENYELENGGRARAAN PELATIHAN
94
Lampiran (bukti-bukti penggunaan anggaran)
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
95
BAB IV STANDARD MUTU Standard mutu pelatihan merupakan kriteria minimal mengenai sistem pelatihan yang harus dipenuhi dalam setiap pelaksanaan pelatihan peningkatan kapasitas hakim. Standard mutu pelatihan berfungsi untuk menjamin dan mengendalikan mutu pelatihan peningkatan kapasitas hakim secara tepat guna dan tepat sasaran sehingga dapat menghasilkan hakim yang bersih, jujur, dan profesional. Standard mutu pelatihan meliputi: A. Standard Isi Standard isi merupakan kriteria minimal yang berkaitan dengan materi pelatihan yang harus disampaikan kepada peserta pelatihan peningkatan kapasitas hakim sesuai dengan jenis pelatihan masing-masing yang diperinci dalam: 1. Kurikulum a. Kurikulum disusun bersama oleh Komisi Yudisial dan tim pakar yang mempunyai kompetensi di bidang tertentu sesuai tema dan materi terkait; b. Kurikulum harus memuat standar kompetensi lulusan yang terstruktur yang mendukung tercapainya tujuan pelatihan peningkatan kapasitas hakim; c. Kurikulum memuat latar belakang setiap jenis pelatihan, kompetensi peserta setelah mengikuti pelatihan, tujuan instruksional pelatihan, kriteria dan persyaratan peserta, struktur program pelatihan, proses pembelajaran, garis-garis besar GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
96
program pembelajaran atau silabus, media dan alat bantu pembelajaran, dan referensi yang digunakan; d. Penyusunan kurikulum disesuaikan dengan jenis pelatihan peningkatan kapasitas hakim, yaitu: 1) Pelatihan KEPPH a) Kurikulum pelatihan KEPPH disusun berdasarkan tujuan peningkatan kapasitas hakim yang tertuang dalam Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim yaitu meningkatkan komitmen hakim terhadap pemahaman, penerapan, dan penegakkan KEPPH baik dalam pelaksanaan tugas hakim didalam kedinasan maupun dalam kehidupan sehari-hari diluar kedinasan; b) Kurikulum pelatihan KEPPH disusun berdasarkan hasil pemetaan laporan masyarakat kepada Komisi Yudisial terkait dugaan pelanggaran KEPPH yang dilakukan hakim. 2) Pelatihan Khusus a) Kurikulum pelatihan khusus disusun berdasarkan tujuan peningkatan kapasitas hakim yang tertuang dalam Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim yaitu meningkatkan pengetahuan hukum para hakim pada aspek keterampilan hakim dalam melaksanakan tugas memeriksa, GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
97
mengadilli dan memutus perkara; b) Kurikulum pelatihan khusus disusun berdasarkan inventarisasi kebutuhan keterampilan hakim yang perlu ditingkatkan dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang dihasilkan dari pemetaan laporan masyarakat, dokumen riset yang pernah dilakukan, atau need assessment khusus. 3) Pelatihan Tematik a) Kurikulum pelatihan tematik disusun berdasarkan tujuan peningkatan kapasitas hakim yang tertuang dalam Grand Design Peningkatan Kapasitas Hakim yaitu meningkatkan pengetahuan hukum hakim pada aspek kognitif untuk meningkatkan pengetahuan hakim terhadap perkembangan hukum yang hidup di masyarakat; b) Kurikulum pelatihan tematik disusun berdasarkan dinamika perkembangan hukum di masyarakat dan permasalahan baru tentang hukum yang perlu diperbaharui; e. Setiap kelompok materi dilaksanakan secara komprehensif sehingga pembelajaran masingmasing kelompok materi mempengaruhi pemahaman dan/atau penghayatan peserta GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
98
2.
pelatihan; f. Kurikulum dijabarkan lebih lanjut dalam Modul Pelatihan. g. Kurikulum pelatihan peningkatan kapasitas hakim harus ditinjau ulang dalam kurun waktu paling lama 10 tahun untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu hukum dan kebutuhan hakim; Beban Belajar a. Beban Belajar Pelatihan KEPPH Pengaturan beban belajar untuk pelatihan KEPPH terdiri dari: 1) Kegiatan tatap muka a) Kegiatan tatap muka berupa proses interaksi antara peserta pelatihan dengan narasumber/fasilitator di ruang pelatihan atau ruang kelas; b) Metode tatap muka terdiri dari: ceramah pemaparan materi (one way system), diskusi dan/atau tanya jawab, diskusi kelompok, dan studi kasus (legal case); c) Narasumber/fasilitator diberikan alokasi waktu untuk memaparkan materi paling banyak 90 menit; d) Diskusi dan/atau tanya jawab diberikan alokasi waktu sekurang-kurangnya 60 menit. 2) Penugasan terstruktur a) Penugasan terstruktur disiapkan GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
99
3)
4)
5)
oleh fasilitator sebelum pelatihan dilaksanakan; b) Tugas dikerjakan dalam lingkup pelatihan diluar dari kegiatan tatap muka; c) Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur disesuaikan dengan kebutuhan pelatihan. Peragaan a) Peragaan adalah cara penyajian materi pelatihan dengan alat peraga yang bertujuan untuk membantu peserta agar lebih mudah memahami materi yang disampaikan oleh narasumber/ fasilitator; b) Peragaan digunakan secara fleksibel sesuai dengan materi dan metode yang disiapkan narasumber atau fasilitator; c) Alokasi waktu untuk peragaan disesuaikan dengan kebutuhan. Emotional Spiritual Quotient (ESQ) a) ESQ diberikan dengan tujuan untuk membangun kesadaran peserta sehingga peserta mampu menginternalisasikan nilai-nilai KEPPH dalam kepribadiannya; b) Alokasi waktu yang ditetapkan untuk ESQ sekurang-kurangnya 120 menit. Diskusi kelompok a) Diskusi kelompok diberikan dengan GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
100
tujuan: untuk mengembangkan kemampuan peserta pelatihan untuk berpikir kritis, saling bertukar pengalaman, dan saling bertugar pendapat; b) Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan kasus-kasus tertentu yang telah dibuat penyelenggara; c) Alokasi waktu untuk diskusi kelompok sekurang-kurangnya 60 menit. 6) Pre test a) Pre test diberikan dengan tujuan untuk mengukur pemahaman peserta terhadap materi sebelum pelatihan dilaksanakan; b) Alokasi waktu untuk pre test sekurangkurangnya 30 menit. 7) Post test a) Post test diberikan dengan tujuan untuk mengukur pemahaman peserta terhadap materi yang telah disampaikan; b) Alokasi waktu untuk post test sekurangkurangnya 30 menit. b. Beban belajar Pelatihan Tematik Pengaturan beban belajar untuk pelatihan tematik terdiri dari: 1) Kegiatan tatap muka a) Kegiatan tatap muka berupa proses GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
101
2)
3)
interaksi antara peserta pelatihan dengan narasumber/fasilitator; b) Kegiatan tatap muka terdiri atas pemaparan materi, diskusi dan/atau tanya jawab; c) Narasumber/fasilitator diberikan alokasi waktu untuk memaparkan materi paling banyak 90 menit; d) Diskusi dan/atau tanya jawab diberikan alokasi waktu selama 60 menit. Penugasan terstruktur a) Penugasan terstruktur disiapkan oleh fasilitator sebelum pelatihan dilaksanakan; b) Tugas dikerjakan dalam lingkup pelatihan diluar dari kegiatan tatap muka; c) Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur disesuaikan dengan kebutuhan. Peragaan Peragaan adalah cara penyajian materi pelatihan dengan peragaan yang bertujuan untuk membantu peserta agar lebih memahami materi yang disampaikan oleh narasumber; a) Peragaan dilakukan secara fleksibel sesuai kebutuhan dari narasumber; b) Kegiatan peragaan dapat dilakukan dengan memperagakan misalnya cara GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
102
kerja dan perilaku; c) Alokasi waktu yang ditetapkan untuk peragaan adalah sesuai kebutuhan. 4) Diskusi kelompok a) Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan soal kasus-kasus tertentu yang telah dibuat oleh Komisi Yudisial; b) Alokasi waktu untuk diskusi kelompok sekurang-kurangnya 60 menit. 5) Pre test a) Pre test diberikan dengan tujuan untuk mengukur pemahaman peserta terhadap materi sebelum pelatihan dilaksanakan; b) Alokasi waktu untuk pre test sekurangkurangnya 30 menit. 6) Post test a) Post test diberikan dengan tujuan untuk mengukur pemahaman peserta terhadap materi yang telah disampaikan; b) Alokasi waktu untuk post test sekurangkurangnya 30 menit. c. Beban belajar Pelatihan Khusus Pengaturan beban belajar untuk pelatihan khusus terdiri dari: 1) Kegiatan tatap muka a) Kegiatan tatap muka berupa proses interaksi antara peserta pelatihan GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
103
2)
3)
4)
dengan narasumber/ fasilitator; b) Kegiatan tatap muka terdiri atas pemaparan materi, diskusi dan/atau tanya jawab; c) Narasumber/ fasilitator diberikan alokasi waktu untuk memaparkan materi paling banyak 90 menit; d) Diskusi dan/atau tanya jawab diberikan alokasi waktu sekurang-kurangnya 60 menit. Penugasan terstruktur a) Penugasan terstruktur disiapkan oleh fasilitator sebelum pelatihan dilaksanakan; b) Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur disesuaikan dengan kebutuhan. Peragaan a) Peragaan adalah cara penyajian materi pelatihan dengan peragaan yang bertujuan untuk membantu peserta agar lebih memahami materi yang disampaikan oleh narasumber; b) Peragaan dilakukan secara fleksibel sesuai kebutuhan dari narasumber/ fasilitator; c) Alokasi waktu untuk peragaan disesuaikan dengan kebutuhan. Diskusi kelompok a) Peserta dibagi menjadi beberapa GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
104
2.
kelompok untuk mendiskusikan soal kasus-kasus tertentu yang telah dibuat oleh Komisi Yudisial; b) Alokasi waktu untuk diskusi kelompok sekurang-kurangnya 60 menit. 5) Pre test a) Pre test diberikan dengan tujuan untuk mengukur pemahaman peserta terhadap materi sebelum pelatihan dilaksanakan; b) Alokasi waktu untuk pre test adalah 30 menit. 5) Post test a) Post test diberikan dengan tujuan untuk mengukur pemahaman peserta terhadap materi yang telah disampaikan; b) Alokasi waktu untuk post test sekurangkurangnya 30 menit. Kalender Pelatihan Kalender pelatihan meliputi penentuan tanggal dan tempat pelatihan berdasarkan persetujuan Ketua Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Komisi Yudisial.
B. Standard Proses Standar proses mencakup persiapan, pelaksanaan, penilaian, sarana dan prasarana, serta pembiayaan. 1. Persiapan Persiapan pelatihan meliputi persiapan administratif, GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
105
persiapan teknis, persiapan materi, dan persiapan tenaga pendidik. a. Persiapan administratif 1) Pembentukan Panitia Pelaksana Panitia pelaksana terdiri atas panitia pusat, dan untuk mendukung kelancaran kegiatan pelatihan dapat dibentuk panitia lokal. a) Panitia Pusat • Panitia Pusat adalah panitia yang berasal dari lingkungan Sekretariat Komisi Yudisial; • Panitia pusat harus memiliki kompetensi: • dapat mengoperasikan komputer; • mampu bekerjasama dalam tim; • memiliki inisiatif tinggi dan dinamis; • kreatif; • komunikatif. • Susunan kepanitiaan harus disesuaikan dengan sistem yang berlaku dalam administrasi kepegawaian; • Susunan kepanitiaan dilengkapi dengan pembagian tugas yang jelas sehingga dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien; • Panitia pusat dibentuk sekurangkurangnya 40 hari kerja sebelum pelaksanaan pelatihan. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
106
2)
b) Panitia Lokal • Panitia lokal adalah panitia yang berasal dari pihak terkait di tempat pelatihan tersebut diselenggarakan; • Panitia lokal harus memiliki kompetensi: • mampu bekerjasama dalam tim; • memiliki inisiatif tinggi dan dinamis; • komunikatif • Panitia lokal dapat berasal dari lingkungan peradilan atau pihak lainnya yang terkait dengan pelaksanaan pelatihan; • Susunan kepanitiaan dilengkapi dengan pembagian tugas yang jelas sehingga dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien; • Panitia lokal dibentuk sekurangkurangnya 20 hari kerja sebelum pelaksanaan pelatihan. Persiapan Berkas Administrasi Pelatihan a) Persiapan berkas administrasi pelatihan perlu dilakukan dengan matang sebelum dilaksanakannya pelatihan; b) Panitia pelaksana pelatihan sudah harus menyiapkan berkas administrasi pelatihan sekurang-kurangnya, GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
107
3)
meliputi: • surat permohonan peserta. • surat permohonan narasumber. • surat permohonan fasilitator. • lembar konfirmasi narasumber. • form curriculum vitae narasumber. • lembar konfirmasi peserta. • kuesioner/lembar evaluasi. • formulir penilaian. • daftar hadir peserta. • dan berkas-berkas lain yang relevan dengan kegiatan pelatihan. Persiapan Administrasi Keuangan a) Penyiapan administrasi keuangan sangat penting untuk mendukung kelancaran pelaksanaan pelatihan. b) Panitia pelaksana perlu menyiapkan administrasi keuangan sedini mungkin paling lambat 5 hari sebelum pelaksanaan pelatihan. c) Penggunaan keuangan pelatihan dilakukan dan dilaporkan secara transparan dan akuntabel. d) Tahapan administrasi keuangan meliputi: • Pembuatan RAB pelatihan; • Penyesuaian RAB dengan ketersediaan anggaran pada POK; • Penyampaian RAB kepada PPK; • Pembuatan cost sheet (lembar GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
108
biaya) pelaksanaan pelatihan; • Penyampaian cost sheet (lembar biaya) pelaksanaan pelatihan kepada PPK; • Penyampaian cost sheet (lembar biaya) kepada verifikator; • Penyampaian cost sheet kepada bendahara; • Pencairan anggaran. b. Persiapan Teknis Persiapan teknis mencakup persiapan peserta pelatihan, persiapan fasilitator dan narasumber, persiapan bahan pelatihan, persiapan sarana dan prasarana pelatihan, serta persiapan pembukaan. 1) Persiapan peserta a) Penentuan kriteria, persyaratan, dan jumlah peserta. b) Koordinasi dengan Mahkamah Agung (Badiklat Kumdil MA) untuk mengkoordinasikan peserta pelatihan dengan lingkungan peradilan dibawahnya. c) Konfirmasi kepada lingkungan peradilan mengenai penugasan peserta pelatihan. d) Konfirmasi kehadiran peserta. 2) Persiapan tenaga pendidik yang terdiri dari fasilitator dan narasumber. a) Fasilitator • Fasilitator berasal dari tenaga ahli GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
109
3)
dan atau task force dilingkungan Sekretariat Komisi Yudisial; • Fasilitator harus sudah mengikuti Trainer of Trainer (ToT) yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial. b) Narasumber • Narasumber harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, serta mempunyai pengalaman dibidang hukum; • Narasumber berasal dari praktisi dan/atau akademisi; • Narasumber dari internal Komisi Yudisial harus sudah mengikuti Trainer of Trainer (ToT) yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial; • Narasumber harus menyampaikan materi yang telah disiapkan dan merangsang diskusi peserta. Persiapan bahan a) Menentukan materi pelatihan. b) Menyiapkan modul pelatihan dan bahan pelatihan yang lain seperti studi kasus, soal pre test, skenario peragaan, dll. c) Mensyaratkan kepada peserta untuk membawa bahan bacaan yang GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
110
4)
5)
diwajibkan sesuai dengan materi pelatihan, misalnya peserta harus membawa KEPPH, KUHAP, KUHAPer, dll. d) Meminta kepada narasumber untuk menyerahkan makalah terhitung 5 hari sebelum pelatihan dimulai. e) Mengkompilasikan dan menggandakan bahan materi pelatihan. Persiapan sarana dan prasarana a) Peninjauan lokasi (advance) pelaksanaan pelatihan untuk pemeriksaan ketersediaan kamar dan ruangan pelaksanaan pelatihan dan negosiasi harga. b) Memriksa sarana dan prasarana yang tersedia. c) Koordinasi dengan pihak terkait, seperti Pengadilan Tinggi setempat, Pemerintah Daerah setempat, dan Pengelola tempat pelatihan. Persiapan pembukaan. a) Memastikan kehadiran pejabat yang terlibat dalam pembukaan pelatihan. b) Menentukan pembagian tugas pembukaan pelatihan, seperti pembawa acara, derijen, protokoler, petugas dokumentasi, dll. c) Mempersiapkan ruangan pembukaan pelatihan (podium, tempat duduk, dll.). GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
2.
111
d) Menyiapkan perlengkapan pembukaan pelatihan (palu, speaker, dll.). Pelaksanaan Pelaksanaan pelatihan sekurang-kurangnya meliputi registrasi peserta, pembukaan, orientasi pelatihan, pre test, pemaparan materi, diskusi/tanya jawab materi, diskusi kelompok, pengisian kuesioner, post test dan penutupan. a. Registrasi Peserta 1) Registrasi Peserta dilakukan sebelum pembukaan; 2) Registrasi dimaksudkan untuk mendata ulang para peserta pelatihan. b. Pembukaan Rangkaian acara pembukaan sekurang-kurangnya terdiri atas: 1) Sambutan Ketua Mahkamah Agung atau yang mewakili; 2) Pembukaan secara resmi oleh Ketua atau Wakil Ketua Komisi Yudisial atau yang mewakili; c. Pengantar Pelatihan/Orientasi Pelatihan 1) Pengantar pelatihan dilakukan setelah pembukaan dan sebelum materi pelatihan disampaikan; 2) Pengantar pelatihan sekurang-kurangnya terdiri dari: a) perkenalan peserta; b) perkenalan fasilitator; c) penjelasan proses pelatihan; GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
112
d.
e.
f.
g.
h.
d) pembacaan tata tertib pelatihan. Pre Test 1) Pre Test dilakukan setelah pengantar pelatihan dan sebelum materi pelatihan disampaikan; 2) Pre Test dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman awal para peserta terhadap pokok bahasan materi yang akan disampaikan dalam pelatihan; Pemaparan Materi Setiap narasumber/trainer harus memaparkan materi sesuai dengan pokok bahasan dan waktu yang telah ditentukan; Diskusi/Tanya Jawab Materi Dalam setiap pemaparan materi, peserta diberikan kesempatan untuk tanya jawab dengan narasumber/trainer dan/atau diskusi dengan narasumber/trainer atau peserta lainnya terkait dengan pokok bahasan materi yang sedang diberikan; Diskusi Kelompok 1) Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan diskusi; 2) Bahan diskusi dapat berupa kasus-kasus terkait KEPPH atau kasus lainnya yang relevan dengan tema pelatihan; Pengisian Kuesioner 1) Para peserta diwajibkan mengisi kuesioner yang telah dibuat oleh panitia; 2) Kuesioner sekurang-kurangnya berisi GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
113
i.
j.
tentang pertaanyaan-pertanyaan terkait penilaian peserta terhadap materi, narasumber/trainer, fasilitator, panitia pelaksana, akomodasi, masukan/saran peserta terkait pelatihan atau kegiatan peningkatan kapasitas hakim; 3) Kuesioner dimaksudkan sebagai bahan evaluasi Komisi Yudisial terhadap pelatihan. Post Test 1) Setelah semua pokok bahasan materi diberikan, peserta diwajibkan mengikuti post test; 2) Bahan post test berasal dari materi-materi yang telah disampaikan dalam pelatihan; 3) Post test dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman peserta terhadap materi-materi yang telah disampaikan. Penutupan 1) Rangkaian acara penutupan sekurangkurangnya terdiri atas evaluasi pelatihan, pengumuman hasil penilaian terhadap peserta, dan penutupan secara resmi; 2) Evaluasi pelatihan dapat dilakukan oleh pihak lain yang terkait; 3) Pengumuman hasil penilaian terhadap peserta sekurang-kurangnya 3 peserta terbaik. 4) Penutupan secara resmi oleh Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
114
Hakim atau yang mewakili. 3.
4.
Penilaian a. Selama pelatihan berlangsung, peserta pelatihan akan dinilai oleh fasilitator; b. Komponen penilaian meliputi: 1) Pre Test; 2) Post Test; 3) Tes Praktek; 4) Penugasan; 5) Aspek Sikap (kedisiplinan dan kesungguhan mengikuti pelatihan); 6) Aspek Pengetahuan (analisis dan kualitas pertanyaan); dan 7) Aspek Keterampilan (keterampilan dalam peragaan dan prakarsa selama pelatihan) c. Setiap peserta dinyatakan lulus pelatihan setelah: 1) Menyelesaikan seluruh program pelatihan; 2) Memperoleh nilai minimal 6. Sarana Prasarana Pelaksanaan pelatihan idealnya dilakukan di pusat pendidikan dan pelatihan (pusdiklat), namun apabila belum tersedia pusdiklat maka pelatihan dapat diselenggarakan di tempat dengan kriteria sebagai berikut: a. Memiliki sarana yang meliputi peralatan pelatihan, media pelatihan, modul/buku dan sumber belajar lainnya, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan; b. Memiliki prasarana yang meliputi ruang kelas, GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
5.
115
perpustakaan, sekretariat, ruang praktek sidang, tempat berolahraga, tempat beribadah, dan ruang lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Pembiayaan a. Pembiayaan pelatihan sekurang-kurangnya terdiri atas: 1) Biaya penyediaan bahan/materi pelatihan; 2) Akomodasi dan transportasi peserta, narasumber/trainer, fasilitator dan panitia serta pihak lain yang terlibat; 3) Honorarium narasumber/trainer dan fasilitator; 4) Perlengkapan pelatihan; 5) Dokumentasi. b. Semua biaya yang terkait dengan pelaksanaan pelatihan dibebankan pada RKA-L/DIPA Komisi Yudisial dan/atau pihak lain yang sah dan tidak mengikat.
C. Standard Produk/Output Standard Output adalah standard hasil yang dapat diperoleh ketika proses pelatihan selesai dilakukan. Output yang diharapkan dari masing-masing pelatihan: 1. Pelatihan KEPPH: Peserta mampu memahami, menjelaskan, menerapkan butir-butir KEPPH baik dalam menjalankan tugas kedinasan maupun dalam kehidupan sehari-hari. 2. Pelatihan Khusus: Peserta mampu menjelaskan dan melaksanakan hukum acara dalam memeriksa, GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
STANDARD MUTU
116
3.
mengadili, dan memutus perkara dengan memperhatikan KEPPH untuk menghasilkan putusan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Pelatihan Tematik: Peserta mampu memahami, menganalisis, dan menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan perkembangan hukum baru baik yang sudah diatur dalam peraturan perundangundangan maupun yang hidup dimasyarakat dengan penafsiran dan penemuan hukum.
D. Standard Dampak/Outcome Standard Outcome adalah standard hasil yang diperoleh berdasarkan efek jangka panjang dari proses pelatihan. Outcome yang diharapkan dari masing-masing pelatihan adalah sebagai berikut: 1. Outcome Pelatihan KEPPH: a. Berkurangnya pelanggaran KEPPH; b. Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada hakim. 2. Outcome Pelatihan Khusus: a. Meningkatnya kualitas putusan hakim; b. Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada hakim. 3. Outcome Pelatihan Tematik:
Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada hakim.
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
117
BAB V MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring Monitoring dilakukan untuk mengetahui kelancaran dan perkembangan pelaksanaan program dan kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas hakim. Monitoring merupakan aktivitas yang dilakukan pimpinan untuk melihat, memantau jalannya organisasi selama kegiatan berlangsung, melihat faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan. Dalam monitoring (pemantauan) dikumpulkan data dan dianalisis, hasil analisis diinterpretasikan dan dimaknakan sebagai masukan bagi pimpinan untuk mengadakan perbaikan. Beberapa pakar manajemen mengemukakan bahwa fungsi monitoring mempunyai nilai yang sama bobotnya dengan fungsi perencanaan. Conor (1974) menjelaskan bahwa keberhasilan dalam mencapai tujuan separuhnya ditentukan oleh rencana yang telah ditetapkan dan separuhnya lagi fungsi pengawasan atau monitoring. Pada umumnya, manajemen menekankan terhadap pentingnya kedua fungsi ini, yaitu perencanaan dan pengawasan (monitoring). Monitoring pelatihan peningkatan kapasitas hakim meliputi: 1. Monitoring Standard Isi Monitoring Standard Isi dapat dilakukan melalui: a. Pemantauan langsung; adalah pemantauan yang dilakukan dengan cara mengujungi langsung lokasi pelatihan sehingga semua kegiatan yang sedang berlangsung atau GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
118
2.
obyek yang ada diobservasi dan dapat dilihat. b. Laporan pelaksanaan pelatihan; adalah suatu ikhtisar tentang hal ikhwal pelaksanaan suatu pelatihan yang harus disampaikan kepada pimpinan sebagai bentuk pertanggungjawaban. c. Kuesioner. adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan petugas monitoring untuk mengumpulkan data dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab responden. Pertanyaan yang ditulis dalam format kuisioner disebarkan kepada responden untuk dijawab, kemudian dikembalikan kepada petugas monitoring Monitoring Standard Proses Monitoring Standard Proses dapat dilakukan melalui: a. Pemantauan langsung; adalah pemantauan yang dilakukan dengan cara mengujungi langsung lokasi pelatihan sehingga semua kegiatan yang sedang berlangsung atau obyek yang ada diobservasi dan dapat dilihat. b. Laporan pelaksanaan pelatihan; adalah suatu ikhtisar tentang hal ikhwal pelaksanaan suatu pelatihan yang harus disampaikan kepada Pimpinan sebagai bentuk pertanggungjawaban c. Kuesioner. adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan petugas monitoring untuk mengumpulkan data GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
3.
119
dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab responden. Pertanyaan yang ditulis dalam format kuisioner disebarkan kepada responden untuk dijawab, kemudian dikembalikan kepada petugas monitoring. Monitoring Standard Produk Monitoring Standard Produk dapat dilakukan melalui: a. Pre test dan post test; Pre test diberikan dengan tujuan untuk mengukur pemahaman peserta terhadap materi sebelum pelatihan dilaksanakan. Sedangkan Post test diberikan dengan tujuan untuk mengukur pemahaman peserta terhadap materi yang telah disampaikan b. Kuesioner; adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan petugas monitoring untuk mengumpulkan data dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab responden. Pertanyaan yang ditulis dalam format kuisioner disebarkan kepada peserta pelatihan untuk dijawab, kemudian dikembalikan kepada petugas monitoring c. Pengamatan; adalah proses pengambilan data dimana petugas monitoring melihat langsung proses kegiatan pelatihan yang sedang dilaksanakan. d. Pemantauan; adalah kegiatan untuk melihat apakah kegiatan GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
120
4.
yang sedang dilaksanakan sesuai dengan standard produk atau tidak. e. Riset. adalah suatu proses penyelidikan secara sistematis terhadap kegiatan pelatihan, yang ditujukan pada penyediaan informasi, untuk menyelesaikan masalah-masalah didalam pelatihan Monitoring Standard Outcome Monitoring Standard Outcome dapat dilakukan melalui: a. Pemantauan; adalah kegiatan untuk melihat secara langsung apakah pelatihan yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan positif terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan dalam kurun waktu yang panjang. b. Wawancara; adalah proses interaksi secara lisan dengan menggunakan metode tanya jawab yang mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah pelatihan yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan positif terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan dalam kurun waktu yang panjang. c. FGD; adalah proses menyamakan persepsi melalui musyawarah untuk menilai apakah pelatihan yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan positif terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan dalam kurun waktu yang panjang. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
121
d. Kuesioner; adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan petugas monitoring untuk mengumpulkan data dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab responden untuk mengetahui apakah pelatihan yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan positif terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan dalam kurun waktu yang panjang. e. Riset. adalah adalah suatu proses penyelidikan secara sistematis untuk menilai apakah pelatihan yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan positif terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan dalam kurun waktu yang panjang. B. Evaluasi Evaluasi pelatihan dapat dilakukan terhadap tiga hal, yaitu: 1. Evaluasi terhadap peserta. merupakan penilaian terhadap pertumbuhan dan kemajuan peserta dalam mencapai tujuan dan dapat dilakukan dengan rangkaian tes awal, evaluasi formatif, evaluasi sumatif atau tes akhir. 2. Evaluasi terhadap Narasumber dan Fasilitator Evaluasi terhadap Narasumber dilakukan untuk mengevaluasi penguasaan materi, sistematika penyajian, substansi materi, penggunaan metode dalam penyampaian materi, cara menjawab pertanyaan dan pemberian motivasi narasumber kepada peserta pelatihan, sedangkan evaluasi terhadap fasilitator GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
122
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan fasilitator dalam membangun proses belajar, memberikan stimulus dan mengendalikan forum dan mengatur penggunaan waktu secara optimal. 3. Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan. Evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pelatihan dilakukan untuk mengevaluasi proses pelaksanaan pelatihan didalam kelas, evaluasi terhadap kepanitiaan, evaluasi terhadap sarana dan prasarana, dan evaluasi terhadap fasilitator/nara sumber dalam menyampaikan materi. Evaluasi ini dimaksudkan untuk perbaikan penyelenggaraan pelatihan pada waktu mendatang. Evaluasi pelatihan peningkatan kapasitas hakim meliputi: 1. Evaluasi Standard Isi Evaluasi Standard Isi dapat dilakukan melalui: a. Pemantauan langsung; adalah pemantauan yang dilakukan dengan cara mengunjungi langsung lokasi pelatihan sehingga semua kegiatan yang sedang berlangsung atau obyek yang ada diobservasi dan dapat dilihat. b. Laporan pelaksanaan pelatihan; adalah suatu ikhtisar tentang hal ikhwal pelaksanaan suatu pelatihan yang harus disampaikan kepada pimpinan sebagai bentuk pertanggungjawaban. c. Kuesioner. adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan petugas monitoring untuk mengumpulkan data dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
2.
3.
123
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab responden. Pertanyaan yang ditulis dalam format kuisioner disebarkan kepada responden untuk dijawab, kemudian dikembalikan kepada petugas monitoring Evaluasi Standard Proses Evaluasi Standard Proses dapat dilakukan melalui: a. Pemantauan langsung; adalah pemantauan yang dilakukan dengan cara mengujungi langsung lokasi pelatihan sehingga semua kegiatan yang sedang berlangsung atau obyek yang ada diobservasi dan dapat dilihat. b. Laporan pelaksanaan pelatihan; adalah suatu ikhtisar tentang hal ikhwal pelaksanaan suatu pelatihan yang harus disampaikan kepada Pimpinan sebagai bentuk pertanggungjawaban c. Kuesioner. adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan petugas monitoring untuk mengumpulkan data dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab responden. Pertanyaan yang ditulis dalam format kuisioner disebarkan kepada responden untuk dijawab, kemudian dikembalikan kepada petugas monitoring. Evaluasi Standard Produk Evaluasi Standard Produk dapat dilakukan melalui: a. Pre test dan post test; Pre test diberikan dengan tujuan untuk mengukur GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
124
4.
pemahaman peserta terhadap materi sebelum pelatihan dilaksanakan. Sedangkan Post test diberikan dengan tujuan untuk mengukur pemahaman peserta terhadap materi yang telah disampaikan b. Kuesioner; adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan petugas monitoring untuk mengumpulkan data dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab responden. Pertanyaan yang ditulis dalam format kuisioner disebarkan kepada peserta pelatihan untuk dijawab, kemudian dikembalikan kepada petugas monitoring c. Pengamatan; adalah proses pengambilan data dimana petugas monitoring melihat langsung proses kegiatan pelatihan yang sedang dilaksanakan. d. Pemantauan; adalah kegiatan untuk melihat apakah kegiatan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan standar produk atau tidak. e. Riset. adalah suatu proses penyelidikan secara sistematis terhadap kegiatan pelatihan, yang ditujukan pada penyediaan informasi, untuk menyelesaikan masalah-masalah di dalam pelatihan Evaluasi Standard Outcome Evaluasi Standard Outcome dapat dilakukan melalui: a. Pemantauan; GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
b.
c.
d.
e.
125
adalah kegiatan untuk melihat secara langsung apakah pelatihan yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan positif terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan dalam kurun waktu yang panjang. Wawancara; adalah proses interaksi secara lisan dengan menggunakan metode tanya jawab yang mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah pelatihan yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan positif terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan dalam kurun waktu yang panjang. FGD; adalah proses menyamakan persepsi melalui musyawarah untuk menilai apakah pelatihan yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan positif terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan dalam kurun waktu yang panjang. Kuesioner; adalah sebuah cara atau teknik yang digunakan petugas monitoring untuk mengumpulkan data dengan menyebarkan sejumlah kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab responden untuk mengetahui apakah pelatihan yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan positif terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan dalam kurun waktu yang panjang. Riset. adalah adalah suatu proses penyelidikan secara GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
126
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
sistematis untuk menilai apakah pelatihan yang sudah dilaksanakan memberikan perubahan positif terhadap peserta yang telah mengikuti pelatihan dalam kurun waktu yang panjang. Monitoring dan evaluasi merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dari hasil monitoring diperoleh data dan analisis yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi pimpinan untuk mengadakan perbaikan. C. Pelaporan Pelaporan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan suatu ikhtisar tentang hal ikhwal pelaksanaan suatu pelatihan kepada Pimpinan sebagai bentuk pertanggungjawaban. Laporan berisi data dan informasi tentang kondisi dan situasi, program dan kegiatan serta pencapaian hasilnya, kendala dan masalah yang dihadapi serta saran dan program pengembangan kedepan. Laporan pelaksanaan pelatihan peningkatan kapasitas hakim berisi: 1. Bab I Pendahuluan, meliputi: a. Latar Belakang; b. Tujuan; c. Metode; d. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pelatihan; e. Materi dan Narasumber; f. Kepanitiaan; g. Peserta; h. Fasilitator; i. Jadwal Acara. GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
2. 3. 4.
Bab II Pelaksanaan Pelatihan Bab III Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan Bab IV Kritik dan Saran
GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM
127