Pedagogik Jurnal Pendidikan, Maret 2016, Volume 11 Nomor , ( 7 – 13 )
GERAKAN REVOLUSI MENTAL UNTUK MENINGKATKAN PENDIDIKAN KEPRIBADIAN WARGA NEGARA Oleh : Ady Ferdian Noor * Abstrak Gerakan revolusi mental yaitu gerakan yang melakukan perubahan kepribadian dari keperibadian yang cenderung kurang baik menjadi baik dan pada akhirnya bisa dijadikan suri tauladan secara bertahap. Kepribadian yang cenderung kurang baik adalah perbuatan atau tindakan yang menghasilkan sifat kemalasan untuk berusaha menjadi mempunyai kompetensi dan prestasi. Sifat-sifat tersebut contohnya malas, tidak disipiln, tidak mempunyai semangat, terlibat tindak kriminalitas, dan kurang empati kepada sesama. Soekarno (Presiden Republik Indonesia pertama) mengemukakan bahwa revolusi mental adalah semacam gerakan hidup baru untuk menggembleng manusia Indonesia menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat Elang Rajawali, dan berjiwa Api (Budimanta, 2015). Gerakan revolusi mental menjadi kegiatan dalam upaya meningkatkan pendidikan kepribadian warga Negara untuk menjadi Warga Negara Indonesia yang Baik (good citizen). Pendidikan kepribadian warga Negara secara tidak langsung sudah banyak dilakukan melalui kegiatan gotong royong. Ilmu kepribadian ( personalisasi potret diri) dari observasi yang saya lakukan dalam berbagai kegiatan yaitu kerja bakti, seminar, outbound, tour wisata, pembelajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terlihat beraneka ciri khas sifat masing-masing individu yaitu malas, tidak disiplin, tidak mempunyai semangat, terlibat tindak kriminalitas, kurang empati kepada sesama, rajin, mudah bergaul, semangat membara, cerdik, pandai, religious, kekeluargaan. Pendidikan kepribadiaan tersebut didapat melalui pendidikan formal dan non formal tanpa harus meninggalkan budaya kearifan lokal. Budaya kearifan lokal yang dapat diangkat menjadi salah satu pedoman pendidikan kepribadian warga Negara yaitu Huma Betang (Rumah Adat Kalimantan Tengah). Nilai filosofi yang terkandung di dalam Huma Betang adalah gotong royong, kebersamaan, kerjasama, dan saling menghargai dan menghormati. Pada akhirnya gerakan revolusi mental diharapkan dapat menghasilkan warga Negara yang mempunyai wawasan kebangsaan dan mental yang tangguh sehingga dapat menguatkan posisi Negara Kesatuan Republik Indonesia di pergaulan dunia. Kata Kunci : Revolusi, Mental, Pendidikan, Kepribadian dan Warganegara
Abstract Mental revolution movement is a movement to change the personality of a personality who is less likely to be good and could eventually be used as a role model in stages. Mental revolution movement is a movement to change the personality of a personality who is less likely to be good and could eventually be used as a role model in stages. Personality tends to be less good is the act or action which produces laziness nature to strive to be competent and achievement. The properties of the example lazy, no discipline is administered, does not have the spirit, engage crime, and lack of empathy for others. Soekarno (the first President of the Republic of Indonesia) suggested that mental revolution is a kind of new life movement to galvanize Indonesian man into a new man, who had a white heart, steel-willed, passionate Eagles Eagles, and spirited Fire (Budimanta, 2015). Movement mental revolution into action in an effort to improve the education of personality of citizens to become Indonesia Good Citizen (good citizen). Education personality indirectly
*Ady Ferdian Noor, M..Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
7
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Maret 2016, Volume 11 Nomor , ( 7 – 13 )
citizen has been done through mutual cooperation. Sciences personalities (personalized selfportraits) of observations that I do in a variety of activities, namely voluntary work, seminars, outbound, travel tours, learning, research and community service shown various characteristic properties of each individual is lazy, undisciplined, do not have spirit, involved acts of criminality, lack of empathy for others, studious, sociable, burning passion, cunning, clever, religious, familial. The personality education acquired through formal and non-formal education without having to leave the culture of local wisdom. Culture of local wisdom that can be appointed as one of the guidelines of personality education of citizens, namely Huma Betang (Central Kalimantan traditional house). Value philosophy contained in Huma Betang is mutual cooperation, solidarity, cooperation, and mutual respect and respect. Ultimately mental revolution movement is expected to produce citizens who have insight and mental tough nationality so as to strengthen the position of the Republic of Indonesia in the social world.
Keyword : Revolution, Mental, Personality, Education and Citizen PENDAHULUAN Perubahan menuju kebaikkan merupakan hal yang harus dilakukan oleh semua pihak baik dari Pemerintah (Kementerian, Lembaga Negara, BUMN, dan Pemda); Swasta (Koorporasi, Kelompok-kelompok Usaha, dan Koperasi); dan Masyarakat (Partai Politik, Pers/Media, Organisasi Masyarakat, Netizen, Seniman, Orang Muda, Tokoh Agama/Masyarakat, Akademis/Perguruan Tinggi, Budayawan, Perempuan). Gerakan ini bertujuan untuk menciptakan kompetensi bagi warga Negara sehingga mampu menghasilkan prestasi internasional. Kompetensi yang diharapkan adalah mendapat pendidikan kepribadian meliputi perasaan, perkataan, dan pikiran. Pendidikan kepribadian melalui Gerakan Revolusi mental diharapkan mampu menyelaraskan dan menyeimbangan perasaan, perkataan, dan pikiran yang berada pada organ tubuh yaitu hati, mulut, dan otak. Dalam upaya Anshoriy dkk (2008) mengemukakan Dalam upaya menuju masyarakat madani yang bermartabat dan modern diperlukan transformasi sosialbudaya, sebagai prasyarat untuk mendorong proses kemerdekaan dan pembebasan
bangsa yang sangat mendasar. Pekerjaan ini bukan sekedar mengganti pemerintahan, lembaga, anggota legislative, atau eksekutif, melainkan mengubah dan merombak total tata nilai. Dalam hal ini yang harus diubah adalah tata cara kehidupan, sikap, dan perilaku, serta gaya hidup, yakni perubahan dari dunia totaliter-otokratik menjadi demokratik; dari kebiasaan tertutup menjadi transparan, dari tradisi kolusi dan nepotisme menjadi atas dasar meritokrasi; dari budaya santai menjadi budaya teknologi dengan kerja keras, disiplin, penuh tanggung jawab, menghargai waktu, hemat, dan sebagainya. Dilihat dari pendapat tersebut memang sejalan dengan gerakan revolusi mental untuk meningkatkan pendidikan kepribadian warga Negara. Harapanya gerakan revolusi mental dapat membawa gerakan transformasi budaya semacam Restorasi Meiji untuk menuju pencerahan dan kemajuan di Negara Jepang. Dalam hubungan ini, Confusius pernah mengajarkan: Jika anda berpikir menetap di suatu tempat selama beberapa tahun, mulailah bertanam padi. Jika anda berpikir menetap untuk waktu lebih lama lagi, mulailah bertanam pohon. Akan tetapi, jika anda mau
*Ady Ferdian Noor, M..Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
8
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Maret 2016, Volume 11 Nomor , ( 7 – 13 )
menetap untuk selamanya, mulailah mendidik manusianya (Anshoriy dkk, 2008). Di Indonesia saat ini, banyak terjadi permasalahan perubahan mental dan moral menjadi tidak baik, contoh: warga negara menjadi komentator tanpa mengetahui permasalahan yang sebenarnya, warga negara menjadi suka melakukan tindak kekerasan untuk mencapai sesuatu, dan warga negara menjadi malas berusaha karena banyaknya bantuan yang langsung berupa uang. Untuk merubah permasalahan tersebut maka gerakan revolusi mental menjadi solusi. Pertama, kita harus mempunyai niat dari diri sendiri untuk meninggalkan nilai-nilai lama yang kurang sesuai dengan modernisasi budaya yang akan kita bangun. Kedua, mempunyai rasa empati tinggi dan mampu mencarikan jalan keluar bagi permasalahan perkembangan ekternal yang menjadi lingkungan budaya di mana gerakan revolusi mental akan dilaksanakan. Peter L. Berger (Anshoriy dkk, 2008) menyatakan, pembangunan yang dilakukan secara drastic dengan mengabaikan kearifan tradisi dan nilai-nilai budaya masyarakat lokal akan menjadi problem karena kurang mempertimbangkan dimensi sosial budaya yang menjadi bingkai laku hidup masyarakat setempat. Kita patut berbangga dengan Indonesia, seluruh provinsi di Indonesia mewajibkan program pendidikan 12 tahun yang artinya seluruh rakyat Indonesia wajib berpendidikan paling rendah sekolah menengah atas. Tapi program tersebut belum tentu dapat diaprisiasi dan diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia, karena masih banyaknya pandangan masyarakat dalam hal ini orang tua yang berpendapat bahwa sekolah itu percuma hanya buangbuang uang, tenaga, dan pikiran. Pendekatan untuk menyadarkan banyak
orang tua yang berpandangan seperti itu yaitu gerakan revolusi mental. Gerakan revolusi mental dapat meningkatkan pendidikan kepribadian bagi mereka. Ramly dkk (2003) mengemukakan Kepribadian sejati ditentukan oleh kepribadian anda sebagai sosok yang anda harapkan. Dikatakan kita memiliki kepribadian sejati apabila pengenalan potret diri kita telah didukung oleh mentalitas, moralitas dan spritualitas yang kuat. Dikatakan kita memiliki mentalitas pribadi yang kuat, apabila kita senantiasa bersikap jujur, meyakini nilai-nilai, memegang teguh komitmen serta selalu meyakini bahwa kehidupan menyediakan segala sesuatunya dalam prosi berlimpah bagi setiap orang. Dikatakan kita memiliki moralitas yang baik, apabila kita memiliki nilai dan norma serta prinsip hidup dan tetap berempati dengan lingkungannya. Dikatakan kita memiliki spiritualitas yang kuat, apabila kita meyakini prinsip dan nilai-nilai yang menggambarkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dalam mengekspresikan gagasan dan perasaan dengan berani, diikuti timbang rasa terhadap gagasan maupun perasaan orang lain. Kepribadian warga Negara ditunjukkan dengan kekuatan perasaan, perkataan dan pikiran yang selaras dan seimbang serta memiliki semangat berjuang. Kompetensi pribadi ditunjukkan oleh kegiatan diri yang terkontrol untuk meningkatkan kualitas pribadi yang mengutamakan pada prestasi dalam kehidupan. GERAKAN REVOLUSI MENTAL Dalam konteks Indonesia, istilah Revolusi Mental pertama kali dicetuskan Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno dalam pidato kenegaraan memperingati proklamasi kemerdekaan
*Ady Ferdian Noor, M..Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
9
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Maret 2016, Volume 11 Nomor , ( 7 – 13 )
tanggal 17 Agustus 1957. Revolusi mental adalah semacam gerakan hidup baru untuk menggembleng manusia Indonesia menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat Elang Rajawali, dan berjiwa Api. Budimanta (2015) mengemukakan revolusi mental adalah gerakan nasional untuk mengubah cara pandang, pola piker, sikap-sikap, nilainilai, dan perilaku bangsa Indonesia untuk mewujudkan Indonesia yang Berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. Revolusi mental dapat dikatakan juga sebagai gerakan hidup baru bangsa Indonesia. Dengan dasar hal tersebut muncul gagasan Trisakti, yaitu: 1) Indonesia yang berdaulat secara politik; 2) Mandiri secara ekonomi; dan 3) Berkepribadian secara sosial budaya (Budimanta dkk, 2015). Gagasan tersebut juga tetap mempertahankan sosial budaya sebagai pondasi untuk menuju kepribadian yang baik bagi warga negara. Sosial budaya merupakan suatu indikator atau parameter landasan untuk menjadi warga Negara yang baik sehingga kultur budaya tetap lestari sepanjang masa. Pada tahun 2014, Presiden ke 7 Joko Widodo mengembangkan gagasan dengan menyerukan untuk memulai sebuah gerakan nasional revolusi mental untuk mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru demi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian. Gerakan Nasional Revolusi Mental ini bukan hanya slogan semata tetapi sudah dimasukkan dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2014-2019. Oleh karena itu, menjadi kewajiban kita bersama untuk menerapkan gerakan ini supaya Indonesia Baru yang kita impi-impikan tercapai. 3 alasan utama mengapa Indonesia memerlukan revolusi mental:
1) Kita sudah terlalu lama membiarkan praktik-praktik dalam berbangsa dan bernegara dilakukan dengan cara-cara tidak jujur, tidak memegang etika dan moral, tidak bertanggung jawab, tidak dapat diandalkan, dan tidak dapat dipercaya. Dengan kata lain sebagai bangsa kita kehilangan nilai-nilai integritas. 2) Dalam bidang perekonomian kita tertinggal jauh dari Negara-negara lain, karena kehilangan etos kerja keras, daya juang, daya saing, semangat mandiri, kreatifitas dan semangat inovatif. 3) Sebagai bangsa kita krisis identitas. Karakter kuat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mempunyai semangat gotong royong, saling berkerja sama demi kemajuan bangsa menurun. Revolusi mental bertumpu pada tiga nilai-nilai dasar: Integritas, Kerja Keras, dan Gotong Royong. Tujuan revolusi mental pada akhir dapat membentuk manusia menjadi warga negara yang baik (good citizen) yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan, berakar sosial budaya, mengikuti perkembangan tekonologi informasi komunikasi sehingga mampu membangun Indonesia baru yang unggul. Prinsip-prinsip yang perlu diterapkan dalam revolusi mental tersebut yaitu fokus pada gerakan sosial, tekad politik yang kuat, lintas sektoral, kolaborasi, konkret dan cepat, program bukan paksaan tapi kesadaran, kehidupan social moralitas public, dan dapat diukur. Untuk mencapai prinsip-prinsip itu diperlukan kerjasama antara pemerintah, masyarakat sipil, sektor privat, dan akademisi. Yang terpenting dimulai dari diri sendiri lalu keluarga kemudian lingkungan sekitar kita.
*Ady Ferdian Noor, M..Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
10
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Maret 2016, Volume 11 Nomor , ( 7 – 13 )
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEPRIBADIAN WARGA NEGARA MELALUI FILOSOFI HUMA BETANG Pendidikan adalah pelatihan melalui suatu system yang bertujuan untuk mengembangkan dan mengingkatkan pengetahuan, perilaku, dan keterampilan sumberdaya makhluk hidup khususnya manusia. Kepribadian tidak terlepas dari pendidikan yang dilaksanakan selama menjalani masa kehidupan dan perkembangan. Warga Negara adalah manusia yang hidup dalam suatu wilayah sesuai dengan sosial budaya masyarakat setempat. Yusuf LN, dkk (2013) mengemukakan bahwa perkembangan Kepribadian warga Negara secara individu terus menerus berkembang atau berubah yang dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepanjang hidupnya. Perkembangan, baik fisik maupun psikis berlangsung secara terus menerus sejak masa konsepsi (dalam kandungan) sampai mencapai kematangan atau masa tua. Winataputra (2001) mengemukakan Pendidikan Kepribadian Warga Negara didesain untuk mengembangkan warga negara yang cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan. Pendidikan kepribadian warga Negara mengembang misi: sosio-pedagogis, sosiokultural, dan substantif akademis. Misi sosio-pedagogis adalah mengembangkan potensi individu sebagai insan Tuhan dan makhluk sosial menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, demokratis, taat hukum, beradab, dan religius. Misi sosiokultural adalah memfasilitasi perwujudan cita-cita, sistem kepercayaan/nilai, konsep, prinsip, dan praksis demokrasi dalam konteks pembangunan masyarakat madani Indonesia melalui pengembangan partisipasi warga negara yang cerdas dan bertanggungjawab melalui berbagai
kegiatan sosio-kultural secara kreatif yang bermuara pada tumbuh dan berkembangnya komitmen moral dan sosial kewarganegaraan. Misi substantif-akademis adalah mengembangkan struktur atau tubuh pengetahuan pendidikan kepribadian warga Negara termasuk di dalamnya konsep, prinsip, dan generalisasi mengenai dan yang berkenaan dengan kebajikan warga negaradan budaya warga Negara melalui kegiatan penelitian dan pengembangan dan memfasilitasi praksis sosio-pedagogis dan sosio-kultural dengan hasil penelitian dan pengembangannya itu (Winataputra, 2001). Tilaar (2004) mengemukakan kepribadian individu bangsa Indonesia perlu dibina sesuai dengan kebudayaan sukunya masing-masing, memelihara dan mengembangkannya, serta sekaligus membangun bangsa Indonesia dengan kebudayaan Indonesia. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa pengembangan pendidikan kepribadian warga Negara harus memikirkan budaya kearifan lokal setempat. Di Kalimantan Tengah ada rumah adat Huma Betang, dari Huma Betang lahir filosofi yaitu nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, bekerjasama, menghargai dan mengormati, dalam satu rumah besar ada beberapa keluarga yang tinggal dan beberapa agama yang ada tetapi mereka hidup rukun dan damai. Dari hal tersebut terlihat bahwa individu menjadi hal yang paling berperan. Individu yang menguasai nilai-nilai filosofi tersebut dalam menerapkannya dalam dirinya, keluarga dan lingkungan. Dalam perbedaan terdapat persatuan yang kokoh. Oleh karena itu, pendidikan harus dimulai dari umur 7-12 tahun karena Michotte (Piaget dkk, 2010) mengemukakan pengembangan intelektual, emosional, sosial maupun spiritual tergantung pada pengalaman hidup dan belajar. Pengalaman adalah pembelajaran
*Ady Ferdian Noor, M..Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
11
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Maret 2016, Volume 11 Nomor , ( 7 – 13 )
langsung yang dilakukan individu untuk mendapatkan kompetensi dan keterampilan, dengan menyusun realitas (pengalaman hidup) maka kecerdasan akan membantu memprogram cara pengumpulan data di otak sehingga otak menjadi pusat data untuk memfokuskan perhatian aktivitas. Dilihat dari hal tersebut pengembangan pendidikan kepribadian warga negara harus dilaksanakan dari umur 7-12 tahun mengingat ditahap itulah individu mulai membangun persepsinya berdasarkan pengalaman belajar dan hidup. Kepribadian yang baik akan terbentuk apabila individu tersebut dibelajarkan pada tempat yang unggul dan dalam kehidupan sehari-hari mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan masyarakat. Untuk melakukan hal tersebut diperlukan mental baja agar berhasil mencapai tujuan hidup. Berdasarkan data tahun 2013 dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia bahwa jumlah penduduk pra sekolah dan sekolah umur 7-12 tahun adalah 13.892.629 (laki-laki) dan 13.203.614 (perempuan) jumlah 27.096.242 (30.70%) dari total penduduk yang umur pra sekolah dan sekolah 88.258.176. Ini menunjukkan besarnya potensi untuk individu sebagai peserta revolusi mental. REVOLUSI MENTAL MENCIPTAKAN KEPRIBADIAN WARGA NEGARA YANG BAIK Situasi dan kondisi memaksa pemenuhan pendidikan kepribadian warga negara sebagai kebutuhan yang mendesak. Perubahan mental segera diharapkan agar mendukung pemerintah mencapai visi dan misi. Mental baja akan menciptakan individu yang mampu bersaing dan bertarung dengan segala kondisi lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah berupaya mengembangkan revolusi mental
agar setiap warga negara memiliki kepribadian yang cerdas baik intelektual, emosional, soial maupun spriritual, memiliki rasa semangat kebangsaan dan bertanggungjawab sehingga menjadi warga negara yang baik sesuai dengan visi misi. Kegiatan revolusi mental yang sesuai dengan sosial-budaya bangsa, yaitu 1. Content Integration, mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam disiplin ilmu; 2. The knowledge construction process, membawa individu untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah pembelajaran (disiplin); 3. An equity paedagogy, menyesuaikan metode pengajaran dengan kemampuan belajar individu dalam rangka memfasilitasi prestasi individu baik ras, budaya maupun social. 4. Prejudice reduction, mengidentifikasi karakteristik individu dan cara belajar mereka; dan 5. Empowering school calture, melatih individu untuk berkelompok untuk berpartisipasi, berinteraksi dengan seluruh anggota masyarakat baik dari lingkungan pemerintah maupun swasta Bank (Tilaar, 2004). Kegiatan tersebut pada intinya bertujuan: a. Mengubah cara pandang, pola piker, sikap, perilaku dan cara kerja yang berorientasi pada kemajuan dan kemodernan sehingga Indonesia menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain; b. Membangkitkan kesadaran dan membangun sikap optimistic dalam menatap masa depan Indonesia sebagai Negara dengan kekuatan besar untuk berprestasi tinggi, produktif dan berpotensi menjadi bangsa maju dan modern dengan fondasi tiga pilar sakti; dan
*Ady Ferdian Noor, M..Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
12
Pedagogik Jurnal Pendidikan, Maret 2016, Volume 11 Nomor , ( 7 – 13 )
c. Mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berpekpribadian yang kuat melalui pembentukan manusia Indonesia baru yang unggul (Budimanta, 2015). Revolusi mental harus juga diimbangi dengan revolusi semangat beraktivitas agar dalam melaksanakan tahapan kegiatan dapat melaksanakannya dengan maksimal. Individu melaksanakan tahapan kegiatan memerlukan energi dan semangat serta mental yang kuat sehingga mampu
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai visi dan misi. PENUTUP Revolusi mental merupakan kegiatan pendidikan yang memerlukan sistem yang terikat dan terus menerus dapat dilaksanakan. Sistem harus ada landasan hukum dan menjamin keberlanjutan gerakan revolusi mental ini. Landasan hukum dibuat untuk mendukung bahwa kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA Anshoriy, Nasruddin, Dkk. 2008. Pendidikan Berwawasan Kebangsaaan. Yogyakarta: LKS Budimanta, Arief, dkk. 2015. Panduan Umum Revolusi Mental. Jakarta: Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Budimanta, Arief, dkk. 2015. Panduan Pencanangan dan Sosialisasi Gerakan Nasional Revolusi Mental. Jakarta: Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Noor, Ady Ferdian. 2015. Integrasi Pendidikan Wawasan Kebangsaan dalam Pembelajaran PKn. Palangka Raya: Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Piaget, Jean dkk. 2010. Psikologi Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ramli, Amir Tengku, dkk. 2003. Pumping Teacher. Jakarta: Grhadhika Binangkit Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme: Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo Winataputra, Udin S. 2001. Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi Yusuf LN, Syamsu, dkk. 2013. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rajawali Press
*Ady Ferdian Noor, M..Pd Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
13