PIT33-OP-034 Geotektonik Selat Makassar Utara dan Pengaruhnya Terhadap Potensi Hidrokarbon LautDalam Cekungan Kutai, Kalimantan Timur P.H. Wijaya1) , S. Rusli2), D. Sundari2), U.P. Wibowo2), M. Meirawaty2) 1) Puslitbang Geologi Kelautan Balitbang DESDM (sedang menempuh Program Magister Teknik Geologi opsi Migas FITB – Institut Teknologi Bandung 2) Mahasiswa Progam Magister Teknik Geologi FITB – Institut Teknologi Bandung
ABSTRACT The North Makassar Straits, located on the south-eastern margin of Sundaland, between the islands of Borneo and Sulawesi, is an under-explored deepwater domain, adjacent to Kutai Basin, primarily deltaic and shelfal. Deepwater Kutei Basin, offshore East Kalimantan has explored with several significant hydrocarbon discoveries in Pliocene and Late Miocene sediments. The discoveries scattered in three blocks i.e., North Makassar Strait PSC, Rapak PSC and Ganal PSC controlled by compressional tectonics with W-NW and E-SE directions.
To the future, continuously analysis and evaluation of geotectonical setting, sedimentological aspects and petroleum system in deepwater are very important to determine the best development option that is highly driven by the current understanding of the subsurface uncertainties. Key words: geotectonics, north makassar deepwater deposits, petroleum system
strait,
Geotectonical setting of the Makassar Straits commenced during the Eocene in response to crustal extension that propagated south-westwards from the Celebes Sea spreading centre. After initial opening of the Makassar Straits, early-phase Eocene horst and graben terrains were overlain by basinal sag sediments during the subsequent Oligocene to Miocene era. During the Plio-Pleistocene, prior extensional settings in the Makassar Straits became compressional. The development of these toe-thrust anticlines has influenced to varying degrees the development of this Miocene-Pliocene, palaeo-deep-water play. This influence ranges from the deposition of reservoir, source, to subsidence history and thereby source rock maturity, migration routes and, ultimately, many of the fields are in traps generated by these toe-thruststructures. Consequently, the distribution and type of hydrocarbons encountered within this play reflects the structural variation across the toe-thrust province. For instance, the mildly structured Upper Miocene section in the Central Province is gas prone whist in the Northern Province it contains material volumes of both oil and gas. Mio-Pliocene deepwater deposits has been identified of depositional elements including debrites, slope channels, channel-levee deposits and various fan deposits. In all cases, the narrowing and widening of channel belts across changes in slope gradient is clearly seen and toeof-slope gradient change results in the largest volume of coarse sediment deposition.
33rd PIT HAGI, Bandung, 2008
152
Pendahuluan Selat Makassar Utara dan Deepwater Kutai Basin wilayah eksplorasi migas pertama di laut dalam (>1000 m) dan frontier area. Selat makassar membentang arah Utara – Selatan sepanjang 600 km dengan lebar antara 100 – 200 km dan kedalaman air laut lebih dari 2000 m. Secara regional Selat Makassar terletak di bagian batas tenggara dari Sundaland, diantara kepulauan Kalimantan dan Sulawesi yang merupakan daerah eksplorasi di laut dalam, berdekatan dengan wilayah hidrokarbon kelas dunia yaitu Cekungan Kutai yang berupa delta dan paparan (Gambar 1).
awal, yang ditutupi oleh endapan cekungan sedimen pada era Oligosen hingga Miosen. Mengikuti pengangkatan dari Kalimantan selama Neogen dan resultan masif dari Delta Mahakam, sedimen terendapkan kembali sebagai fasies turbidit di bagian utara cekungan Selat Makassar. Selama Plio-Pleistosen, struktur yang sebelumnya berupa regangan di selat Makassar kemudian menjadi rezim kompresi sebagai fragmen lanjutan dari material mikrokontinental, pada mulanya sumber berasal dari lempeng Australia, yang mengalami collision dengan batas timur laut dari Sundaland. Peristiwa collision tidak hanya memisahkan pulau Sulawesi menjadi bentukan huruf K, tapi juga membentuk jalur lipatan di bagian barat Sulawesi, yang menjadikan bagian timur rift Selat Makassar yang berumur Miosen menjadi tidak jelas. Penelitian yang lain menyebutkan bahwa Selat Makasar adalah cekungan muka busur yang pada bagian barat dibatasi daerah fold-thrust muka busur pada Cekungan Kutai dan pada bagian timur oleh daerah perlipatan Malene (Sulawesi) (Bergman et al., 1996). Kajian beberapa pustaka diperoleh hipotesa beragam mengenai Geotektonik Selat Makassar Utara. Kondisi Stratigrafi dan Proses Sedimentasi turbidit yang kompleks dari sistem submarine channel dan basin floor fan. Eksplorasi di laut dalam Cekungan Kutei telah menghasilkan sejumlah penemuan lapangan minyak dan gas bumi yang signifikan pada sedimen laut-dalam di umur Miosen akhir dan Pliosen. Penemuan sejumlah lapangan ini terbagi di tiga blok yaitu North Makassar Strait PSC, Rapak PSC dan Ganal PSC. Lapangan minyak dan gas di West Seno, Merah Besar dan Ranggas, sedangkan lapangan gas bumi antara lain Gehem, Gada, Gula, Gadang, Gendalo dan Maha (Gambar 2-A). Penemuan lapangan-lapangan migas di laut-dalam ini dijumpai pada target interval reservoir Plio-Miosen di endapan laut-dalam dari slope sampai basin floor dengan asosiasi fasiesnya. Reservoir batupasir lautdalam di sejumlah lapangan hampir seluruhnya dikontrol oleh tektonik kompresi berarah W-NW dan E-SE yang menyebakan dominan struktur antiklin (Gambar 2-B).
Maksud dan Tujuan Gambar 1. Lokasi Cekungan Selat Makassar Utara dan daerah laut-dalam Cekungan Kutai. Potensi hidrokarbon berkaitan dengan sistem petroleum pada Cekungan Kutai sekitar delta Mahakam Secara umum perkembangan geologi di daerah Selat Makassar Utara dimulai selama Eosen, sebagai hasil dari peregangan kerak yang tersebar sepanjang barat daya dari pusat spreading pada Laut Celebes. Setelah pembukaan Selat Makassar, terbentuk horst dan graben berumur Eosen
Maksud dari tulisan ini menyampaikan informasi beragam hipotesa geotektonik Selat Makassar bagian Utara dan kompleksitas sedimentasi laut-dalam Cekungan Kutai serta pengaruhnya terhadap potensi hidrokarbon (minyak dan gas bumi). Adapun tujuannya pertama, memberikan beragam hipotesa geotektonik Selat Makassar Utara. Kedua, menjabarkan stratigrafi sedimentasi dan kompleksitas unit genesa sistem lingkungan Laut-dalam (deepwater) Cekungan Kutai.
33rd PIT HAGI, Bandung, 2008
153
Ketiga, mengetahui pengaruh struktur geologi dan stratigrafi terhadap potensi migas (sistem petroleum dan lokasi play/lead/prospeks). Untuk memberikan tambahan informasi dilakukan pemaparan studi kasus prospek dan lapangan migas di lautdalam Cekungan Kutai. Mengingat Ke depan, peluang untuk eksplorasi reservoir endapan laut-dalam di Cekungan Kutei ini semakin terbuka seiring dengan harga minyak mentah yang telah menembus harga US$ 125/barel.
Gambar 2. A) Lokasi penelitian di laut-dalam Cekungan Kutei di blok North Makassar Strai, Rapak dan Ganal. Di tiga blok ini telah ditemukan beberapa lapangan migas (West Seno, Merah Besar, Ranggas, Gada, Gendalo, dll) dengan reservoir utama endapan laut dalam berumur Miosen Akhir sampai Pliosen (Sumber: Reksalegora, dkk, 2007) B) Peta tektonik regional di Cekungan Kutei yang menunjukkan pembagian tiga wilayah struktur yang dipengaruh oleh tektonik kompresi dari arah W-NW dan ESE (Sumber: Guritno, dkk., 2003)
Ragam Hipotesa Tectonic Setting dari Cekungan Kutai dan Mahakam Fold Belt Kondisi tektonik Selat Makassar Utara dalam konteks tektonik lempeng dan terrain Asia tenggara telah didiskusikan secara detail oleh Hamilton (1979), Daly et al. (1991), van de Weerd and Armin (1992), Hall (1996, 1997, 2002), Metcalfe (1996), Packham (1996), and Longley (1997). Interaksi antara lempeng Laut Philipina, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Eurasia sejak Cretaceous telah menyebabkan pertemuan yang kompleks antara cekungan laut kecil dan blok microcontinent yang dibatasi oleh zona subduksi, batas ekstensional, dan trans-current faults utama di Indonesia. Pulau Kalimantan, terutama Cekungan Kutai dan jalur lipatan Mahakam, mempunyai sejarah tektonik yang kompleks dari Paleogen hingga sekarang (e.g., Moss et al., 1997; Cloke et al., 1999; Moss and Chambers, 1999). Basement Cekungan Kutai berumur
Upper Cretaceous yang merupakan kumpulan dari fragmen microcontinent, ofiolit, dan sedimen prisma akresi yang terintrusi oleh plutonik Cretaceous (Moss et al., 1997). Bagian ini muncul disekitar batas cekungan Central Kalimantan Mountain pada N-NW, dan di barat Blok Schwaner. Rifting pada Middle Eocene hingga early Oligocene (sebagai akibat dari ekstension arah SW dimana terjadi pembukaan pada Laut Sulawesi) menghasilkan sisten extensional fault yang menunjam ke arah timur dan membentuk half graben yang terisi oleh klastik continent hingga marine (Moss et al., 1997). Pada Late Oligocene, terdapat deformasi kontraksi regional yang penting dan uplift bagian barat dari Cekungan Kutai (cf. Moss et al., 1997; Chambers and Daley, 1997). Secara umum telah diterima bahwa Cekungan Kutai dan Selat Makasar dimulai oleh rifting dengan arah NE hingga arah N-NE dari Middle-Late Eocene diikuti oleh collision Late Cretaceous-Early Paleocene dan mengumpulnya fragmen microcontinent, obduksi ofiolit, dan pembentukan dari Central Kalimantan Mountain (Longley, 1997; Moss et al., 1997). Rifting pada Middle-Late Eocene mengakibatkan dimulainya klastik synrift continental diikuti oleh silisiklastik delta-marine Upper Eocene-Lower Oligocene yang berasal dari uplift terrain yang berada di barat (Moss et al., 1997). Model gravity saat ini mengusulkan bahwa Selat Makasar dan Delta Mahakam saat ini didasari oleh kerak samudra Eocene (Cloke et al., 1999). Early Miocene hingga middle Miocene menunjukkan adanya evolusi dan progesif progradasi kearah timur dari Sistem Delta Mahakam. Menurut Asikin (1995), struktur-struktur regional yang terdapat pada Cekungan Kutai adalah rifting Selat Makasar sepanjang Eosen Tengah sampai Oligosen Awal. Pada periode ini gaya berarah SE, yang merupakan manifestasi proses tumbukan India dengan lempeng Benua Asia, memacu rifting Selat Makasar sepanjang rangkaian strikeslip fault. Proses ini merupakan inisiasi pembentukan Cekungan Kutai sebagai rift basin. Trend cekungan mengikuti arah rezim rekahan teraktifasi yang merupakan faktor pendorong bagi terbentuknya Cekungan Kutai. Sedangkan Katili (1984) berpendapat bahwa Cekungan Kutai adalah sebuah aulakogen, yaitu cekungan yang terbentuk akibat sistem rekahan segitiga (triple junction rifting), yang berkaitan dengan rifting Selat Makasar pada awal Tersier. Sepanjang sejarah inversi Cekungan Kutai, dari Middle Miocene hingga sekarang, arah dominan pemendekan adalah NW sebagai kesimpulan dari pergerakan lempeng relatif, dari arah utama struktur lipatan yang diamati di onshore dan offshore, dan juga dari
33rd PIT HAGI, Bandung, 2008
154
penelitian pada borehole di Cekungan Kutai (Ferguson and McClay, 1997; Syarifuddin and Busono, 1999). Deformasi kontraksional dari 14 Ma yang menuju ke depan menghasilkan reaktifasi dan inversi fault ekstensional yang lebih tua dengan amplifikasi lipatan yang banyak dan kehadiran uplift setelah pengendapan A (8.2 Ma). Selama inversi progradasi delta berlanjut, terjadi pengendapan di bagian timur bersamaan terjadinya uplift dan erosi kuat di bagian barat. Menunjukkan secara 3D model konseptual untuk sistem progradasi delta dan sistem delta terbalik. Sistem graben puncak delta (depobelts), dibatasi oleh growth faults, terbentuk oleh pembebanan yang disebabkan oleh aliran shale searah dengan ujung delta, bersamaan dengan pembentukan formasi yang terhubung dan juga fold-thrust belt. Kontraksi pada sistem ketika progradasi delta berlanjut menghasilkan reaktifasi growth fault ekstensional untuk menghasilkan detachment, antiklin teruplift, pengetatan dan amplifikasi fold-thrust belt pada ujung delta Detachment yang sama atau model inversi thin-skinned delta kemungkinan juga bisa diaplikasikan di tempat lain di Kalimantan. Paleo-rekronstruksi tektonik dari Hall (2002) terdapat dua kejadian penting dalam sejarah Tersier di Cekungan Selat Makasar Utara. Pertama, rifting dan sea-floor spreading pada Paleogen yang menghasilkan accomodation space yang memungkinkan pengendapan sedimen klastik dari Kalimantan. Kedua, tektonik kompresi yang dimulai sejak Miosen yang menyebabkan terjadi inversi yang awalnya tarikan. Hasil kompresi berkembangnya sabuk lipatan di Sulawesi Barat (the West Sulawesi Fold Belt) selama Pliosen awal. Tektonik kompresi masih aktif sampai saat ini yang menyebabkan proses penyempitan Cekungan Selat Makasar Utara (Gambar 5)
Gambar 5.
Paleo-rekronstruksi tektonik dari modifikasi SoeriaAtmadja et.al (1998) terlihat beberapa perbedaan dengan Hall (2002). Awal opening di Cekungan Selat Makasar Utara dimulai dari 45-40 Ma sedangkan Hall 47 Ma. Kejadian opening dari sea-floor spreading dari Eosen Awal telah berlangsung Selain Utara Laut Sulawesi dan Selat Makasar Utara juga terjadi di Selatan Selat Makasar bahkan tiga proses opening juga terjadi di SW dan SWW dari Selat Makasar bagian Selatan. Sesar strike-slip utama di batas antara Cekungan Selat Makasar Utaran dan Selatan terjadi di Miosen Aeal (20-18 Ma). Sesar Strike-slip ini oleh Satyana et.al, 1999 dikenal sebagai Adang-Lupar Mega Shear. Namun dari Hall, 2002, tidak direkonstruksi (Gambar 6)
Gambar 6. Paleo-rekonstruksi SE Asia termasuk cekungan Selat Makasar Utara dari Eosen Tengah (45-40 Ma) sampai Miosen Akhir (10-7 Ma) yang dimodifikasi oleh SoeriaAtmadja et.al, 1998
Paleo-rekonstruksi SE Asia termasuk cekungan Selat Makasar Utara dari Eosen Awal (52 Ma) sampai Pliosen Awal (5 Ma) (sumber: Fraser et al, 2003 setelah rekonstruksi dari Hall, 2002)
33rd PIT HAGI, Bandung, 2008
155
Struktur Geologi Laut-Dalam Cekungan Kutai Kalimatan Timur
deformasi struktur yang lebih lemah daripada bagian Utara. Model inversi yang diusulkan (McClay et al, 2000 di Sherwood, dkk., 2001) untuk inboard shelf area dimana struktur-struktur geologi pada umumnya antiklin tightlyfolded, diinterpretasikan terbentuk oleh inversi patahan extensional growth. Di wilayah ini, posisi slope dan basin floor dari umur Miosen Akhir sampai resen relatif sama yang dihasilkan dari perkembangan lereng yang didominasi pengendapan agradasi sampai progradasi. Adapun wilayah laut dalam bagian Selatan diinterpretasikan terbentuknya antiklin-antiklin eastvergent toe-thrust yang berkembang pada Miosen Tengah. Dalam rentang waktu Miosen Akhir sampai Resen dicirikan oleh Struktur kompresi yang semakin lemah tidak seperti di Utaran dan Tengah. Pada periode ini dominan dijumpai aggradasi lereng.
Gambar 7. Peta struktur geologi regional di Cekungan Kutai yang menunjukkan pembagian tiga wilayah struktur yang dipengaruh oleh tektonik kompresi dari arah W-NW dan E-SE. Wilayah Utara dikontrol struktur paling kuat. Wilaya tengah dengan kondisi struktur paling lemah (Sumber: Guritno, dkk., 2003). Secara struktur regional Cekungan Kutei dibatasi tinggian Mangkalihat di Utara (struktur Paleogen) dan Platform Paternoster di Selatan sebagai Tinggian Struktur Mesozoic. Di antara dua tinggian struktur tersebut dijumpai cekungan laut dalam yang dapat dibedakan dalam tiga wilyah struktur yang dikontrol oleh tektonik kompresi dari arah W-NW dan E-SE yaitu bagian Utara, Tengah dan Selatan. (Gambar 7). Pada Wilayah Struktur Utara didominasi oleh thinskinned, east-vergent contractional fault-bend dan fault propagation folds yang direfer sebagai ‘toe-thrust anticlines’ dimana telah berkembang dari Miosen Tengah dan aktif sampai kini (Gambar 8) Wilayah Tengah struktur laut-dalam yang berhubungan langsung dengan Delta Mahakam saat ini menunjukkan
Gambar 8. Evolusi struktur geologi di wilayah Utara dari Miosen Tengah awal, Miosen Tengah akhir dan Miosen Atas sampai resen. Terjadi uplift yang lebih kuat berdampak pada lereng lebih terjal pada tepi paparan. Kombinasi dengan proses kompresi memperluas seri toe thrusting faults di area outboard (Guritno, 2002)
PUSTAKA Allen, G.P dan Chambers, J.L.C., 1998, Deltaic Sediment in The Modern and Miocene Mahakam Delta, IPA, Jakarta Bouma, Arnold H., 2000, Coarse-grained and Fine-grained turbidite systems as end member models: applicability and dangers, Marine and Petroleum Geology Magazine, Elsevier Science Ltd Chudanov, Donald A., Terry, A., Partono, Y., Inaray, J., 2004, Fied Overview of West Seno, Offshore Technology Conference, Houston Texas US Cloke, I.R. 1997. Structural controls on the basin evolution of the Kutai Basin and the Makassar Straits. PhD Thesis, University of London, p. 374.
33rd PIT HAGI, Bandung, 2008
156
Cloke, I. R., S. J. Moss, and J. C. Craig, 1997, The influence of basement reactivation on the extensional and inversion history of the Kutai Basin, eastern Kalimantan: Journal of the Geological Society, London, v. 154, p. 157-161. Cloke, I. R., S. J. Moss, and J. C. Craig, 1999, Structural controls on the evolution of the Kutai Basin, east Kalimantan: Journal of Asian Earth Sciences, v. 17, p. 137-141. Darman, Herman., Sidi, F. Hasan., an Outline of the Geology of Indonesia, Published by IAGI, 2000 Fowler, J.N., Guritno, E., Sherwood, P., Smith, M.J., 2001, Depositional architectures of Recent Deep Water Deposits in the Kutei Basin, East Kalimantan., Proceedings of the Indonesian Petroleum Association Fraser, T.H., Jackson, BA., Barber, PM., Bailie, PW., Myers, K., The West Sulawesi Fold Belt – a New Exploration Play in the Makassar Straits Indonesia, IPA 2005 Fraser, T.H., Jackson, BA., Barber, PM., Bailie, P.W., Myers, K., 2003, The West Sulawesi Fold Belt and Other New Plays within the North Makassar Straits – A Prospectivity Revies, Proceedings of IPA Guntoro, A. 1999. The formation of the Makassar Straits and the separation between SE Kalimantan and SW Borneo. Journal of Asian Earth Sciences, 17, p. 79-98. Guritno, E., Hakim, F.B., Salvadori, L., Dunham, J., Syaiful, M., Decker, J., Busono, I., Algar, S., Mortimer, A., 2003, Deep-water Kutei Basin: a New Petroleum Province, Proceedings of IPA Hall, R., 1996, Reconstructing Cenozoic SE Asia, in R. Hall and D. J. Blundell, eds., Tectonic evolution of southeast Asia: Geological Society of London, Special Publication 106, p. 153-184. Hall, R., 1997, Cenozoic plate tectonic reconstructions of SE Asia, in A. Fraser, S. Matthews, and R. W. Murphy, eds., Petroleum geology of southeast Asia: Geological Society of London, Special Publication 126, p. 11-25. Hamilton, W., 1979, Tectonics of the Indonesian region: U.S. Geological Survey Professional Paper 1078 McKee, Doug., Dunham, John., 2004, Does 2D Seismic Still Have a Role in Frontier Exploration? A Perspective from the Deepwater Kutei Basin, Proceedings of Deepwater And Frontier Exploration In Asia & Australasia Symposium Malecek, Steven., Lunt, Peter., Sequence Stratigraphic Interpretation of Middle-Late Miocene Lowstand Sand in The Makassar Strait, Offshore East Kalimantan, Indonesia. Proceedings of the International Symposium on Sequence Stratigraphy in SE Asia, May 1995
McClay, K., and T. Dooley, 1995, Structural evolution of the Mahakam fold belt, Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia: Report 2 for VICO, Indonesia, 111 p. Moss, S dan Chambers, J.L.C., 1999, Depositional Modelling and Facies Architecture of Rift and Inversion Episodes in The Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia, IPA, Presented at The Twenty Seventh Annual Convention & Exhibition Moss, Steve J., et al., Tectono-Stratrigraphy Evolution of the North Makassar Basin Indonesia, IPA 2003 Reksalegora, Sena W., Dharmasamadhi, I.N. Widya., Imouokhome, Aig., Barker, Craig., 2007, Subsurface Uncertaities of a Deepwater Field: an Example From Kutai Basin East Kalimantan, Proceedings Joint Convention Bali of The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition Satyana, A.H., Nugroho, D, Surontoko, I, 1999, Tectonic Controls on The Hydrocarbon Habitats of The Barito, Kutai and Tarakan basin, East Kalimantan, Indonesia, Journal of Asian Earth Sciences Special Issue Vol.17, No.1-2, Elsevier Science, Oxford 99120 Sherwood, P., Fowler, J.N., Algar, S., Francois, J., G. Goffey, G., Smith, M.J., Busono, I., Strong, A., 2001, Comparison of Recent and Mio-Pliocene Deep Water Deposits in the Kutei Basin, East Kalimantan, 28th IPA Proceedings, Jakarta
33rd PIT HAGI, Bandung, 2008
157