PENGARUH MEKANISME PEMBENTUKAN CEKUNGAN TERSIER TERHADAP SEJARAH TEMPERATUR DAN PEMBENTUKAN HIDROKARBON DI CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi Bandung
Oleh
ASEP HERI PATRIA KESUMAJANA NIM : 32004002 (Program Studi.Teknik Geologi)
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2009
ABSTRAK PENGARUH MEKANISME PEMBENTUKAN CEKUNGAN TERSIER TERHADAP SEJARAH TEMPERATUR DAN PEMBENTUKAN HIDROKARBON DI CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
Oleh ASEP HERI PATRIA KESUMAJANA NIM : 32004002 (Program Studi.Teknik Geologi)
Pembentukan hidrokarbon pada cekungan belakang busur dipengaruhi oleh sejarah pembentukan cekungan itu sendiri. Pada umumnya pada cekungan belakang busur terbentuk akibat adanya mekanisme rifting yang menyebabkan terjadinya penipisan kerak. Penipisan kerak ini akan berakibat memperpendek jarak antara cekungan sedimen dengan mantel sebagai sumber panas, sehingga terjadi kenaikan panas didalam cekungan sedimen. Fasa pembentukan rifting biasanya diikuti oleh fasa sag yaitu fasa relaksasi setelah berhenti fasa rifting. Cekungan belakang busur Tersier Sumatra Selatan adalah salah satu cekungan belakang busur di Indonesia bagian barat yang dimasukkan kedalam katagori cekungan panas (hot basin) dikarenakan memiliki nilai gradien geotermal jauh diatas rata –rata cekungan serupa di dunia dengan nilai alir bahang rata-rata berkisar antara 40-60 mWm-2, sedangkan cekungan Sumatra Selatan memiliki nilai alir bahang rata-rata 107.95 mWm-2. Sejarah pembentukan cekungan belakang busur Sumatra Selatan diawali dengan terjadinya rifting pada Umur Oligosen Akhir (30-25 jt. th.) yang mengaktifkan sesar-sesar tua pada batuan dasar sehingga terdapat tiga pola umum sub-cekungan pada cekungan belakang busur Sumatra Selatan, yaitu pola Jambi dengan arah umum U30ºT – U50ºT sebagai pola dominan di Cekungan Sumatra Selatan. Pola kedua adalah pola Sunda dengan arah umum U350ºT – U15ºT, dan pola ketiga adalah pola Sumatra dengan arah umum U285ºT– U330ºT. Pada fasa rifting diendapkan Kelompok Batuan Lahat diatas batuan dasar pra-Tersier dan endapan volkanik Formasi Kikim. Fasa rifting ini diikuti oleh fasa sag pada awal Miosen Awal yang meberikan endapan sedimen Formasi Talangakar hingga Formasi Gumai, Sejak Miosen Tengah terjadi rezim kompresi yang diperlihatkan dengan pembentukan pegunungan Bukitbarisan dan mencapai puncaknya pada umur PlioPleistosen. Sejak Miosen tengah hingga masa kini diendapkan Formasi Air Benakat hingga Formasi Kasai dengan ciri kehadiran material volkanik. Usaha untuk mendapatkan sejarah perkembangan temperatur dilakukan dengan cara pemodelan gravitasi dan pemodelan termal untuk mendapatkan pendugaan kedalaman bidang moho masa kini. Pemodelan sejarah pemendaman 1D
i
menggunakan dasar prinsip isostasi Airy dan rekonstruksi penampang seismik untuk mendapatkan faktor penipisan kerak (β-factor) dan pemodelan sejarah termal digunakan untuk melakukan rekonstruksi perkembangan kedalaman bidang moho terhadap waktu. Dengan merubah data sejarah temperatur terhadap waktu menjadi sejarah kematangan hidrokarbon terhadap waktu maka sejarah temperatur dapat divalidasi menggunakan nilai pantulan vitrinit sebagai indikator kematangan hidrokarbon. Nilai pantulan vitrinit pada Cekungan Sumatra Selatan umumnya berasal dari kerogen tipe II dan mengalami supresi, sehingga sebelum dapat digunakan sebagai validator perlu dilakukan koreksi agar didapatkan nilai pantulan vitrinit yang sebenarnya. Pemodelan termal dan gravitasi mengindikasikan kedalaman rata-rata bidang moho masa kini berada pada kedalaman 15.6 km. Dari pemodelan gravitasi mengindikasikan terdapat tubuh intrusi, tubuh intrusi tersebut menembus batuan sedimen pada Kompleks Cekungan Jambi berupa sill pada sumur Tempino-176. Akibat dangkalnya kedalaman bidang moho diperlihatkan dengan nilai alir bahang permukaan masa kini yang tinggi dengan nilai rata-rata 88.48 mili W/m2. Dari Pemodelan termal dan sejarah pemendaman 1D dan rekonstruksi penampang mendapatkan bahwa kedalaman bidang moho sudah dangkal sejak awal pembentukan cekungan, kedalaman bidang moho berkisar antara 15.6 – 19.5 km Hasil pemodelan alir bahang mengindikasikan adanya kenaikan nilai alir bahang pada umur 15-5 jt. th. dengan nilai rata-rata alir bahang sebesar 116.56 mili W/m2. Kenaikan alir bahang ini secara regional berkecocokan dengan pembentukan jalur volkanik Bukit Barisan. Berdasarkan hasil kalibrasi menggunakan nilai pantulan vitrinit maka model perkembangan pemanasan cekungan atau alir bahang tidak konstan terhadap waktu, melainkan akan menaik pada fasa rift kemudian menurun dan akan menaik lagi pada masa kini, implikasinya bila digunakan alir bahang konstan dari data alir bahang masa kini dalam memodelkan kematangan hidrokarbon pada umumnya akan menghasilkan nilai yang terlalu tinggi. Cekungan Pola Sumatra memiliki tingkat kematangan tertinggi dibandingkan kedua pola yang lain, awal kematangan minyak (Early Mature Oil Generation setara dengan 0.60%Ro) dicapai pada umur 25.2 jt. th. lalu dan akhir dari pembentukan gas (End Gas Generation setara dengan 2.05%Ro), kedalaman Top Oil Window dicapai pada kedalaman 1.433 km.
ii
ABSTRACT THE EFFECT OF TERTIARY SEDIMENTATION BASIN DEVELOPMENT MECHANISM TO THERMAL HISTORY AND HYDROCARBON GENERATION IN SOUTH SUMATERA BASIN
by ASEP HERI PATRIA KESUMAJANA NIM : 32004002 (Program Studi.Teknik Geologi)
Hydrocarbon generation at the back-arc basin influenced by basin history it self. In general the back-arc basin formed by thinning of the crust caused by rifting mechanism. The thinning of the crust will cause to cut short the distance between the sedimentary basin with the mantle as a heat source and it’s will increase the heat in sedimentary basin. The rifting phase usually followed by sag phase. The Tersiery South Sumatra back-arc basin is one of the back-arc basin in western of Indonesia that is categories as a hot basin because of owning the high value of heat flow over the normal back-arc basin in the world. The mean value of heat flow on the world has range of 40-60 mWm-2, while the South Sumatra back-arc basin has the average of heat flow value of 107.95 mWm-2. The South Sumatra back-arc basin is starting by the rifting phase at the Late Oligocene (30-25 Ma) activated the old basement fault forming three pattern that is Jambi pattern with the direction of the basins are N30E – N50E. This pattern are the dominant pattern in South Sumatra back-arc basin, second pattern is Sunda patern with direction N350E – N15E and the last pattern is Sumatra pattern witch has direction N285E-N330E. During rift phase The Lahat Groups are deposited uncoformable to Pre-Tersier basement and volcanic Kikim Formation. The rift phase is followed by sag phase beginning at Middle Miocene, at this moment the Talang akar to Gumai Formation are deposited. Followed by compresion regim to forming Bukitbarisan mountain and rech the maximum at Plio-Pleistocene.Since Middle Miocene to recen the Formation Air benakat trough kasai Formation are deposited wich characterized by volacanic materials. To reconstruct the thermal history on the South Sumatra back-arc basin are costructed by the gravity modeling and thermal modeling to get the present day thickness of the crust. 1D burial history using Airy isostasy, and cross-section restoration are used to get the β-factor and thermal modeling is used to reconstruct the thickness of the crust offer the time. The validation of the temperature history
iii
can be done by comparing the vitrinite reflectance model and the vitrinite reflectance data after converting the temperature history to the maturation history using Easy% Ro method. The vitrinite reflectance data in the South Sumatra basins are generally come from kerogen type II, witch can be suppressed caused by the abundance of non-vitrinite maceral. So that before the vitrinite data can be used as a validator it self must be corrected to eliminated the suppression. By using three gravity cross-section with the sediment layers are restricted to seismic interpretation and density are averaging from well data The thermal model and gravity model are done by three seismic interpretation section with gravity data passing through Graben Jambi Complex, Graben LimauTepus Complex and Graben Saung Naga. This three cross-sections are used to modeling the moho depth. Counted 17 drilling well data around the seismic interpretation section are used for hydrocarbon maturity modeling and also counted 39 the well witch has the thermal conductivity and geothermal gradient data are used to modeling the present day moho depth. The termal model and gravity model are indicated the depth of moho at present day at 15.6 km. From gravity models are indicated the intrusion body which is become sill in the Tempino-176 well at Graben Jambi Complex. As a result of thin crust are the high surface heat flow at present day with average value of 88.48 mili W/m2. The result of thermal modeling, 1D subsidence modeling and crosssection restoration revealed the depth of moho is also shallow from the beginning of basin formation. The depth of moho is between 15.6-19.5 km. The result of the thermal modeling is indicating the heat flow increase at 15 to 5 Ma. with average value heat flow equal to 116.56 milli W/m2. The increasing of the heat flow regionally match with forming of Bukit Barisan volcanic activity. Pursuant the result of calibrating thermal history by the vitrinite data is suggested that the heat flows are not constant trough time. The heat flow will increase at the rifting phase, decreasing at sag phase and increase again to the present day. It will implicate to the maturation modeling when used the constant heat flow taken from present day heat flow data will caused the hydrocarbon maturity model is to high comparing to the vitrinite data. The Sumatran pattern has highest maturity level comparing to other pattern, which is reaced the Early Mature Oil Generation at 25.2 Ma and then reached the End of Gas Generation at 16 Ma. The Top Oil Window is reached at depth 1.433 km.
Keywords: basin modeling, geohistory, burial history, thermal history, hydrocarbon maturation, heat flow, geothermal gradient, vitrinite reflectance
iv
PENGARUH MEKANISME PEMBENTUKAN CEKUNGAN TERSIER TERHADAP SEJARAH TEMPERATUR DAN PEMBENTUKAN HIDROKARBON DI CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
Oleh
ASEP HERI PATRIA KESUMAJANA NIM : 32004002 (Program Studi.Teknik Geologi) Institut Teknologi Bandung
Menyetujui Tim Pembimbing
Tanggal: ............
Ketua
........................................... (Dr. Ir. Dardji Noeradi)
Anggota
Anggota
...........................................
...........................................
(Ir. Benyamin Sapiie, Phd)
(Dr. Ir. Awali Priono)
Dipersembahkan kepada Endah Purnamasari, Fadhlannafis dan Yazidhariz
vi
PEDOMAN PENGGUNAAN DISERTASI
Disertasi Doktor yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh disertasi haruslah seizin Direktur Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH / KATA PENGANTAR
Alhamdullilah, Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan kehendak-Nya, sehingga disertasi ini dapat terselesaikan.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Tim Promotor Dr. Ir. Dardji Noeradi sebagai promotor utama serta Ir. Benjamin Sapiie, Phd dan Dr. Ir. Awali Priono, atas segala arahan, bimbingan, saran, kritik, masukan, bantuan dan nasehat yang diberikan selama penelitian dan penulisan disertasi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Prof. Dr. R.P. Koesoemadinata karena beliaulah penulis mendapatkan banyak hal tentang pemodelan cekungan.
Penulis berterima kasih kepada Dr. Ir. Noor Aziz M, Dr. Ir. Agus Handoyo H dan Dr. Ir Prihadi S yang selalu membantu, mengingatkan dan memberi semangat dalam menyelesaikan disertasi ini.
Tidak Lupa penulis berterima kasih kepada almarhum Prof. Dr. Ir. M. Iwan Tachyuddin, beliaulah yang mengebabkan penulis tidak takut berhadapan dengan rumu-rumus dan persamaan matematis, semoga arwah beliau dilapangkan disisi Allah SWT.
Terima kasih pula pada ”teman senasib” Dr. Ir. Khoiril AM yang telah bersamasama menyelesaikan desertasi masing-masing.
Penulis berterima kasih pula kepada Segenap Civitas Akademika Program Studi Teknik Geologi yang banyak memberikan dorongan semangat dan bantuan hingga disertasi ini dapat terselesaikan.
viii
Terima kasih disampaikan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPs) yang diterima selama pendidikan program doktor ini.
Rasa terima kasih kepada keluarga tercinta, Kepada istri tercinta Endah Purnamasari yang senantiasa sabar, penuh pengertian, dorongan semangat dalam menyelesaikan disertasi ini. Kepada kedua anakku tersayang Fadhlannafis dan Yazidhariz yang selalu memberikan keceriaan dengan tingkah polahnya menyambut kedatangan bapaknya ketika pulang dalam kondisi kelelahan. Serta pengorbanan dan kerelaan atas tersitanya banyak sekali waktu yang seharusnya menjadi milik mereka. Kepada Mamih dan Papih yang dengan penuh pengertian ketika anaknya jarang dapat mampir ke rumah, serta ketiga adik-adik tersayang beserta keluarganya yang telah banyak membantu.
Bandung, September 2009
Asep HP Kesumajana
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i ABSTRACT........................................................................................................... iii PEDOMAN PENGGUNAAN DISERTASI......................................................... vii UCAPAN TERIMA KASIH/ KATA PENGANTAR ........................................ viii DAFTAR ISI ...........................................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI ........................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xxi DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .................................................... xxii Bab I
Pendahuluan...............................................................................................1
I.1
Latar Belakang Permasalahan................................................................. 1
I.2
Perumusan Masalah ................................................................................ 7
I.3
Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah .............................................. 7
I.4
Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
I.5
Hipotesis Kerja dan Asumsi-Asumsi ...................................................... 8 I.5.1
Hipotesa Kerja ............................................................................... 8
I.5.2
Asumsi........................................................................................... 8
I.6
Hasil yang Diharapkan............................................................................ 8
I.7
Pentingnya Penelitian.............................................................................. 8
I.8
Kebaruan Penelitian ................................................................................ 9
Bab II
Metodologi Penelitian dan Data ..............................................................10
II.1 Metoda Pengumpulan Data....................................................................10 II.2 Metoda Pemrosesan Data.......................................................................11 II.2.1
Konversi waktu kedalaman ..........................................................13
II.3 Metoda Penalaran dan Analisis..............................................................13 II.3.1
Metoda Analisa Penentuan Ketebalan Kerak dan Faktor Penipisan Kerak............................................................................14
II.1.3.1 Penentuan Ketebalan Kerak......................................................17
x
II.1.3.2 Penentuan faktor penipisan kerak (β-factor) ............................23 II.3.2
Pemodelan Cekungan Satu Dimensi ............................................24
II.3.3
Pemodelan Cekungan Dua Dimensi.............................................40
II.3.4
Validasi Model Sejarah Pamanasan dan Sejarah Aliran Bahang..........................................................................................43
Bab III Geologi Daerah Penelitian .......................................................................47 III.1 Kerangka Tektonik.................................................................................47 III.2 Cekungan Rift Sumatera Selatan ...........................................................50 III.2.1 Stratigrafi Cekungan Rift Sumatra Selatan ..................................55 III.2.2 Kompleks Graben Jambi (Penampang Seismik Lintasan S-6 S-3) ...............................................................................................57 III.2.3 Kompleks Graben Limau - Tepus (Penampang Seismik Lintasan S-14 - S-17)....................................................................62 III.2.4 Graben Saung Naga (Penampang Seismik Lintasan S-23) ..........65 III.3 Kesimpulan Stratigrafi ...........................................................................67 Bab IV Sejarah Pembentukan Cekungan .............................................................69 IV.1 Kurva Kompaksi ....................................................................................69 IV.2 Pembentukan Cekungan Berdasarkan Sejarah Pemendaman ................70 IV.3 Analisis Gravitas Anomali Bouguer ......................................................81 IV.4 Pendugaan Ketebalan Kerak Berdasarkan Pemodelan Temperatur.......84 IV.5 Sejarah Pemanasan Cekungan dan Kematangan Hidrokarbon............101 IV.5.1 Pantulan Vitrinit .........................................................................102 IV.5.2 Sejarah Kematangan Hidrokarbon .............................................103 IV.6 Analisis ................................................................................................112 Bab V Kesimpulan ........................................................................................... 118 V.1 Kesimpulan ..........................................................................................118 V.2 Diskusi .................................................................................................119 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................121 DAFTAR RIWAYAT HIDUP.............................................................................125
xi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A
Gradien Geotermal, Konduktifitas Panas Batuan dan Alir Bahang Masa Kini.............................................................................
Lampiran B
Umur dan Stratigrafi .........................................................................
Lampiran C
Kedalaman Bidang Moho dari Kurva Sejarah Pemendaman............
Lampiran D
Profil Temperatur Terhadap Kedalaman...........................................
Lampiran E
Sejarah Pemendaman dan Sejarah Pemanasan Satu Dimensi...........
xii
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI Gambar I.1. Gambar I.2. Gambar I.3. Gambar I.4. Gambar I.5.
Gambar II.1. Gambar II.2. Gambar II.3. Gambar II.4. Gambar II.5. Gambar II.6. Gambar II.7. Gambar II.8a. Gambar II.8b. Gambar II.9. Gambar II.10. Gambar II.11. Gambar II.12. Gambar II.13.
Peta gradien geotermal cekungan-cekungan belakang busur di Indonesia barat (Situmorang dkk, 1983).........................2 Peta alir bahang masa kini cekungan-cekungan di Indonesia barat (Thamrin, 1985)...................................................2 Peta indeks daerah penelitian........................................................3 Tektonostratigrafi cekungan Sumatra Selatan (Gambar atas) sumber: Tamtomo dkk, 1997 ...............................4 Tingkat kematangan hidrokarbon di beberapa sumur di cekungan Sumatra Selatan (Sarjono dan Sardjito, 1989 dan Maulana dkk. 1999) ......................................................6 Peta indeks dan lokasi daerah penelitian.....................................11 Bagan Alir Penelitian ..................................................................14 Mekanisme subsiden berdasarkan jenis cekungan (sumber: Ingersoll dan Busby, 1995 dalam U.S. Geodynamic Council, 1997) .......................................................15 Model penurunan cekungan pada cekungan rift separo graben (Wernicle, 1984) .............................................................17 Model isostasi Airy (Allen dan Allen, 2005) di Gambar ulang untuk memenuhi penurunan persamaan selanjutnya ..................................................................................19 Model isostasi Airy dengan densitas berbeda-beda pada kerak (modifikasi dari Gambar II.5 untuk densitas kerak yang berbeda-beda) .............................................21 Model isostasi Airy dengan densitas berbeda-beda pada kerak (modifikasi dari Gambar II.5 untuk densitas kerak yang berbeda-beda) .............................................23 Gambaran waktu proses logging (Barker, 1995) ........................26 Metoda penafsiran temperatur formasi. Contoh data perhitungan koreksi temperatur. (kiri) Plot dalam kurva semi log (Barker, 1995) (kanan) .......................................27 Hubungan antara nilai pantulan vitrinit dengan HI (Lo, 1993 dalam Saifudin, 1999) ................................................28 Supresi nilai pantulan vitrinit dari Lo, 1993 (atas) dan Syaifudin, 1999 (bawah) .............................................................31 Beberapa model kurva kompaksi (Kesumajana, 2005) ..............35 Proses kompaksi-dekompaksi (van Hinte, 1978)........................37 Rekonstruksi penampang rekonstruksi Simple Shear (McClay, 1996, Gambar telah dimodifikasi), metoda rekonstruksi penampang Simple Shear menganggap bahwa suatu sesar utama akan membentuk sesar-sesar minor baik antitetik maupun sintetik. Penentuan penggunaan sesar minor antitetik atau sintetik tergantung dari jejak sesar utama yang teramati pada penampang yang direstorasi........................................................42
xiii
Gambar II.14.
Model kinetik Easy%Ro dari Sweeney dan Burnham, 1990.............................................................................................45
Gambar III.1.
Lokasi daratan Sunda dan cekungan Sedimen didalamnya (Hall dan Morley, 2004) ....................................47 Gambar III.2. Pola geografi dan geologi utama dari daratan Sunda dan sekitarnya. Area berwarna abu-abu muda adalah paparan sunda dan paparan kontinen Asia tenggara lainnya dengan kedalaman batimetri maksimum 200m (Hall dan Morley, 2004)..............................................................48 Gambar III.3. Umur awal pembentukan Cekungan di daratan Sunda. Umumnya terbentuk pada umur Eosen atau Oligosen, akan tetapi karena pada awal diisi oleh endapan darat dan data dari pemboran tidak sampai pada bagian terdalam cekungan maka penentuan umur detail tidak didapatkan (Hall dan Morley, 2004) ...........................................49 Gambar III.4. Pola cekungan rift di Cekungan Sumatera Selatan. Lintasan seismik komposit ditunjukkan dengan garis berwarna merah dengan penomoran lintasan S-1 hingga S-25 (Ryacudu, 2005).. ...................................................52 Gambar III.5. Tektonostratigrafi sistim rift Paleogen Cekungan Sumatra Selatan...........................................................................57 Gambar III.6. Peta Sub-cekungan Kompleks Graben Jambi. Garis berwarna hitam adalah lintasan seismik yang akan digunakan dalam analisis berikutnya, garis berwarna merah adalah lintasan korelasi stratigrafi. (Ryacudu, 2005) ...........................................................................................58 Gambar III.7. Penampang Interpretasi Seismik Lintasan S-6 - S-3 yang melintasi ketiga graben dalam Kompleks Graben Jambi (Ryacudu, 2005) ...............................................................58 Gambar III.8. Korelasi stratigrafi A-1 berarah baratlaut-tenggara pada cekungan rift Berembang, Bajubang dan Tempino-Kenali Asam (Ryacudu, 2005) ....................................60 Gambar III.9. Korelasi stratigrafi A-2 berarah baratlaut-tenggara pada cekungan rift Gelam (Ryacudu, 2005) ...............................61 Gambar III.10. Peta Graben Limau Tepus. Garis berwarna hitam adalah lintasan seismik yang akan digunakan dalam analisis berikutnya, garis berwarna merah adalah lintasan korelasi stratigrafi. (Ryacudu,2005) ..............................62 Gambar III.11 Penampang Interpretasi Seismik Lintasan S-14 – S-17 yang melintasi Graben Limau - Tepus (Ryacudu, 2005) ...........................................................................................63 Gambar III.12. Korelasi stratigrafi pada Kompleks Graben Limau – Tepus, berarah barat-Tmur (Ryacudu, 2005)..............................64 Gambar III.13. Peta Graben Saung Naga. Garis berwarna hitam adalah lintasan seismik yang akan digunakan dalam analisis berikutnya, garis berwarna merah adalah lintasan korelasi stratigrafi. (Ryacudu,2005) ..............................66
xiv
Gambar III.14. Penampang Interpretasi Seismik Lintasan S-23 yang melintasi Graben Saung Naga (Ryacudu, 2005) .........................66 Gambar III.15. Korelasi stratigrafi pada graben Saung Naga, berarah barat-Tmur (Ryacudu, 2005).......................................................68 Gambar IV.1 Beberapa model kurva kompaksi untuk cekungan Sumatera Selatan (Kesumajana,2005) .......................................70 Gambar IV.2a Profil sejarah pemendaman pada hasil interpretasi lintasan seismik komposit S14-S17 menggambarkan sejarah pemendaman pada Kompleks Graben LimauTepus masa kini dengan panjang 63.46. Garis biru=Post Rift 1 (17.9 jt), garis hijau=Syn-rift (25 jt. th) garis merah=Pre-rift (30.4 jt. th.) dan garis hitam=sesar .................................................................................71 Gambar IV.2b Profil sejarah pemendaman (dibagian kiri) dan profil sejarah subsiden tektonik (dibagian kanan) dari enam buah sumur yang menggambarkan sejarah pemendaman satu dimensi pada Kompleks Graben Limau-TeProfil sejarah pemendaman pada hasil interpretasi lintasan seismik komposit S14-S17 menggambarkan sejarah pemendaman pada Kompleks Graben Limau-Tepus pada kondisi 1.65 jt th lalu sebelum tererosi dengan panjang 63.5 km. Garis berwarna pink=Post-rift 2 (maksimum sedimen diendapkan sebelum tererosi = 1.65 jt. th), garis biru=Post Rift 1 (17.9 jt), garis hijau=Syn-rift (25 jt. th) garis merah Pre-rift (30.4 jt. th.) dan garis hitam adalah sesarpus............................................................................72 Gambar IV.2c Profil sejarah pemendaman pada hasil interpretasi lintasan seismik komposit S14-S17 menggambarkan sejarah pemendaman pada Kompleks Graben LimauTepus pada kondisi 17.9 jt. th lalu dengan panjang 63.31 km Garis biru =Post Rift 1 (17.9 jt), garis hijau= Syn-rift (25 jt. th) garis merah=Pre-rift (30.4 jt. th.) dan garis hitam =sesar ..........................................................73 Gambar IV.2d Profil sejarah pemendaman pada hasil interpretasi lintasan seismik komposit S14-S17 menggambarkan sejarah pemendaman pada Kompleks Graben LimauTepus pada kondisi kondisi 25 jt. th lalu dengan panjang 32.8 km. Garis hijau=Syn-rift (25 jt. th) garis=merah Pre-rift (30.4 jt. th.) dan garis hitam=sesar .................................................................................73 Gambar IV.2e Profil sejarah pemendaman pada hasil interpretasi lintasan seismik komposit S14-S17 menggambarkan sejarah pemendaman pada Kompleks Graben LimauTepus pada kondisi kondisi 25 jt. th untuk mendapatkan kedalaman bidang moho dilakukan restorasi simple shear. Kedalaman bidang moho didapatkan pada 35-21 km Garis hijau=Syn-rift (25 jt.
xv
Th) garis merah=Pre-rift (30.4 jt. th.) dan garis hitam=sesar, garis Ungu=bidang moho ......................................73 Gambar IV.3a Profil sejarah pemendaman pada hasil interpretasi lintasan seismik komposit S23 menggambarkan sejarah pemendaman pada Graben Saung Naga masa kini dengan panjang penampang 39.67 km. Garis biru=Post Rift 1 (17.9 jt), garis hijau=Syn-rift (25 jt. th) garis merah=Pre-rift (30.4 jt. th.) dan garis hitam=sesar. ................................................................................74 Gambar IV.3b Profil sejarah pemendaman pada hasil interpretasi lintasan seismik komposit S23 menggambarkan sejarah pemendaman pada Graben Saung Naga kondisi 1.65 jt th lalu sebelum tererosi dengan panjang 39.61 km. Garis berwarna orange=Post-rift 2 (maksimum sedimen diendapkan sebelum tererosi = 1.65 jt. th), garis biru=Post Rift 1 (17.9 jt), garis hijau=Syn-rift (25 jt. th) garis merah=Pre-rift (30.4 jt. th.) dan garis hitam adalah sesar .................................................74 Gambar IV.3c Profil sejarah pemendaman pada hasil interpretasi lintasan seismik komposit S23 menggambarkan sejarah pemendaman pada Graben Saung Naga kondisi 17.9 jt. th dengan panjang 38.95 km Garis berwarna biru=Post-rift 1 (17.9 jt. th), garis hijau=Syn-Rift (25 jt. th), garis merah=Pre-rift (30.4 jt. th.) dan garis = sesar ...............................................................75 Gambar IV.3d Profil sejarah pemendaman pada hasil interpretasi lintasan seismik komposit S23 menggambarkan sejarah pemendaman pada Graben Saung Naga kondisi 25 jt. th lalu dengan panjang 38.51 km Garis hijau=Syn-rift (25 jt. th) garis merah=Pre-rift (30.4 jt. th.) dan garis hitam = sesar............................................75 Gambar IV.3e Profil sejarah pemendaman pada hasil interpretasi lintasan seismik komposit S23 menggambarkan sejarah pemendaman pada Graben Saung Naga kondisi 30.4 jt th lalu dengan panjang 21.96 km Garis berwarna hijau=Syn-rift (25 jt. th) garis merah=Pre-rift (30.4 jt. th.) dan garis hitam adalah sesar.............................................................................................76 Gambar IV.4 Profil sejarah pemendaman (dibagian atas) dan profil sejarah subsiden tektonik (dibagian bawah) dari enam buah sumur yang menggambarkan sejarah pemendaman satu dimensi pada Kompleks Graben Jambi ...........................................................................................78 Gambar IV.5 Profil sejarah pemendaman (dibagian atas) dan profil sejarah subsiden tektonik (dibagian bawah) dari enam buah sumur yang menggambarkan sejarah pemendaman satu dimensi pada Kompleks Graben Limau-Tepus. ..............................................................................79
xvi
Gambar IV.6
Gambar IV.7 Gambar IV.8 Gambar IV.9 Gambar IV.10 Gambar IV.11
Gambar IV.12 Gambar IV.13 Gambar IV.14
Gambar IV.15
Gambar IV.16
Gambar IV.17
Profil sejarah pemendaman (dibagian atas) dan profil sejarah subsiden tektonik (dibagian bawah) dari empat buah sumur yang menggambarkan sejarah pemendaman satu dimensi pada Graben Saung Naga.................80 Peta gravitasi anomali bouguer (Gambar di atas) (Litbang Geologi) Peta gravitasi anomali sisa (Gambar di bawah) ..........................82 Profil gravitasi pada lintasan S06-S03 ........................................83 Profil gravitasi pada lintasan S14-S17 ........................................83 Profil gravitasi pada lintasan S23 ...............................................84 Peta Gradien Geotermal yang disusun berdasarkan data pengukuran gradien geotermal yang dilakukan oleh Thamrin, 1987 (Ryacudu,2005) ..........................................87 Peta alir bahang masa kini yang disusun berdasarkan data pengukuran gradien geotermal yang dilakukan oleh Thamrin, 1987 (Ryacudu,2005). .........................................88 Profil temperatur terhadap kedalaman pada sumursumur pemboran yang berada pada tinggian. Garis putus-putus vertikal adalah garis temperatur 500C.....................90 Profil temperatur terhadap kedalaman pada sumursumur pemboran di Cekungan Sumatra Selatan. Garis vertikal berwarna kuning adalah garis temperatur=500C, kisaran data kedalaman moho berada diantara 10-20 km............................................................90 Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S6-S3 pada masa kini. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 12 km. Post rift digambarkan dengan garis penuh berwarna biru, syn-rift digambarkan dengan garis penuh berwarna hijau tua, pre-rift digambarkan dengan garis penuh berwarna merah, garis putus-putus adalah garis isotermal .........................91 Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S14-S17 pada masa kini. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 15 km. ...................................................92 Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S23 pada masa kini. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 19 km. ...................................................92
Gambar IV.18a Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S14-S17 pada 30.4 jt. th. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 17.7-16.5 km........................................87 Gambar IV.18b Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S14-S17 pada
xvii
Gambar IV.18c
Gambar IV.18d
Gambar IV.18e
Gambar IV.19a
Gambar IV.19b
Gambar IV.19c
Gambar IV.19d
Gambar IV.19e
25 jt. th. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 15.5 – 16.8 km. .....................................94 Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S14-S17 pada 17.9 jt. th. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 15.2 – 16.5 km. .....................................94 Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S14-S17 pada 17.9 jt. th. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 14.7 – 15.6 km. .....................................95 Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S14-S17 pada masa kini. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 14.7 – 16.2 km. .....................................95 Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S23 pada 30.4 jt. th. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 16.6-19.5 km. Pre-rift digambarkan dengan garis penuh berwarna merah, garis putus-putus adalah garis isotermal .....................................96 Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S23 pada 25 jt. th. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 14.8 – 17.5 km. Syn-rift digambarkan dengan garis penuh berwarna hijau tua, pre-rift digambarkan dengan garis penuh berwarna merah, garis putus-putus adalah garis isotermal .........................97 Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S23 pada 17.9 jt. th. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 16.5-19.5 km. Post rift digambarkan dengan garis penuh berwarna biru, synrift digambarkan dengan garis penuh berwarna hijau tua, pre-rift digambarkan dengan garis penuh berwarna merah, garis putus-putus adalah garis isotermal......................................................................................97 Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S23 pada 1.65 jt. th. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 15.9-19 km. Ketebalan lapisan yang tererosi digambarkan dengan garis penuh berwarna coklat, post rift digambarkan dengan garis penuh berwarna biru, syn-rift digambarkan dengan garis penuh berwarna hijau tua, pre-rift digambarkan dengan garis penuh berwarna merah, garis putusputus adalah garis isotermal........................................................98 Profil temperatur terhadap kedalaman pada penampang seismik komposit lintasan S23 pada masa
xviii
kini. Kedalaman moho (pada temperatur 500C) berada pada kedalaman 16.1-19.4 km. Post rift digambarkan dengan garis penuh berwarna biru, synrift digambarkan dengan garis penuh berwarna hijau tua, pre-rift digambarkan dengan garis penuh berwarna merah, garis putus-putus adalah garis isotermal......................................................................................98 Gambar IV.20 Nilai pantulan vitrinit terkoreksi di cekungan Sumatra Selatan.......................................................................................102 Gambar IV.21 Kematangan Hidrokarbon dan Alir Bahang terhadap Waktu Sumur Batu Ampar-1 di Komplek Graben Jambi. Kurva kiri atas adalah kurva kematangan menggunakan nilai alir bahang konstan Kurva kanan atas adalah kurva kematangan menggunakan nilai alir bahang berubah terhadap waktu. Kurva bawah sejarah alir bahang yang digunakan untuk mendapatkan kurva kematangan kanan atas..................................................................................104 Gambar IV.22 Kurva Kematangan hidrokarbon terhadap waktu (gambar atas) dan kurva sejarah pemanasan (Gambar bawah). Pada bagian kiri atas, model kematangan hidrokarbon menggunakan alir bahang konstan, menunjukkan bahwa Formasi Syn-rift telah matang pada umur sekitar 20 jt. th. Dan kematangan berakhir pada umur sekitar 8.5 jt. th. Pada bagian kanan atas, model kematangan hidrokarbon menggunakan alir bahang berubah terhadap waktu menunjukkan awak kematangan Formasi Syn-rift 16 jt. th. Dan masih berada pada tahap pembentukan hidrokarbon Mid Mature (0.75-0.95% Ro) hingga masa kini. Pada Gambar kiri bawah, sejarah pemanasan cekungan menggunakan alir bahang konstan menunjukkan cekungan pernah mencapai temperatur tertinggi hingga diatas 270ºC pada umur 1.65 jt. th. Pada Gambar kanan bawah, sejarah pemanasan cekungan menggunakan alir bahang berubah terhadap waktu, menunjukkan cekungan pernah mencapai temperatur tertinggi hingga diatas 150ºC pada umur 13-11 jt. th, menurun hingga umur 1.65 dan kembali naik hingga temperatur 132ºC pada masa kini .............................................105 Gambar IV.23 Kurva sejarah alir bahang, Gambar kiri atas untuk Komplek Graben Jambi, bagian kanan atas untuk Komplek Graben Limau-Tepus dan tengah bawah untuk Graben Saung Naga. Pada Komplek Graben Jambi terjadi kenaikan alir bahang pada umur 16-5 jt. th.
xix
Gambar IV.24
Gambar IV.25 Gambar IV.26
Gambar IV.27 Gambar IV.28
Gambar IV.29 Gambar IV.30
Gambar IV.31
Gambar IV.32
Pada Komplek Graben Limau-Tepus terjadi kenaikan alir bahang pada umur 14-7 jt. th. Pada Graben Saung Naga terjadi kenaikan alir bahang pada umur 25 jt. th. pada sumur Saung Naga-1 dan 10-8 pada sumur susanya ..........................................................106 Kurva Kematangan Hidrokarbon masa kini yang diperlihatkan oleh model pantulan vitrinit di sumur Tempino-176 pada Kompleks Graben Jambi (gambar kiri). Kurva alir bahang terhadap waktu pada sumur Tempino-176.............................................................................108 Kurva Sejarah Kematangan Hidrokarbon di sumur Tempino-176 pada Kompleks Graben Jambi ..........................108 Kurva Kematangan Hidrokarbon masa kini yang diperlihatkan oleh model pantulan vitrinit di sumur Tepus-1 pada Kompleks Graben Limau-Tepus (gambar kiri). Kurva alir bahang terhadap waktu pada sumur Tepus-1 ..........................................................................109 Kurva Sejarah Kematangan Hidrokarbon di sumur Tepus-1 pada Kompleks Graben Limau-Tepus .......................110 Kurva Kematangan Hidrokarbon masa kini yang diperlihatkan oleh model pantulan vitrinit di sumur Saung Naga-1 pada Graben Saung Naga (gambar kiri). Kurva alir bahang terhadap waktu pada sumur Saung Naga-1............................................................................111 Kurva Sejarah Kematangan Hidrokarbon di sumur Saung Naga-1 pada Graben Saung Naga .................................111 Peta tomografi di Dataran Sunda memperlihatkan Dataran Sunda merupakan kerak benua yang panas (berwarna merah) dan dikelilingi oleh kerak samudra yang dingin (berwarna biru). (Hall dan Morley, 2004) ...........113 Tumbukan lempeng oblique antara Lempeng Samudra India dan Daratan Sunda dari Jura Akhir hingga masa kini dan efeknya (Pulunggono dkk, 1992) .........................................................................................115 Moddel Elipsoid Jura Akhir hingga masa kini dan efeknya (Pulunggono dkk, 1992) ..............................................115
xx
DAFTAR TABEL Table I.1. Tabel II.1. Tabel II.2. Tabel II.3. Tabel II.4 Tabel III.1 Tabel III.2 Tabel III.3. Tabel IV.1. Tabel IV.2. Tabel IV.3. Tabel IV.4. Tabel IV.5. Tabel IV.6. Tabel IV.7. Tabel IV.8.
Tabel IV.9. Tabel IV.10.
Tingkat kematangan Hidrokarbon yang diukur berdasarkan nilai pantulan vitrinit untuk beberapa sub cekungan di Sumatra Selatan. ...............................................5 Daftar Sumur yang digunakan dalam penelitian .......................12 Model penipisan pada litosfera kontinental (sumber Allen dan Allen, 2005) ..............................................................16 Parameter Trende line untuk melakukan untuk melakukan koreksi supresi super nilai pantulan vitrinit seperti pada II.10. .........................................................31 Persamaan kompaksi dari beberapa penulis ..............................34 Dimensi graben-graben Pola Jambi (sumber Ryacudu, 2005)..........................................................................53 Dimensi graben-graben Pola Sunda...........................................54 Dimensi graben-graben Pola Sumatra .......................................54 Faktor beta dari rekonstruksi penampang..................................76 Ringkasan data alir bahang masa kini untuk cekungan sedimen di Indonesia (Thamrin, 1987)......................85 Nilai rata-rata konduktifitas panas tiap jenis lithologi di Cekungan Sumatra Selatan (Thamrin, 1987) ........................86 Daftar sumur dan data yang digunakan dalam pemodelan termal.......................................................................89 Nilai minimum dan maksimum kedalaman bidang moho dari sumur ........................................................................91 Nilai minimum dan maksimum kedalaman bidang moho dari penampang interpretasi seismik ...............................93 Nilai minimum dan maksimum kedalaman bidang moho dari penampang interpretasi seismik lintasan S23 .............................................................................................96 Tabel faktor-β yang didapatkan pada akhir fasa rifting (25 jt. th.) dan pada saat sebelum tererosi (1.85 jt. th.) kecuali pada Tepus-1 danTepus-2. Bagian atas untuk Komplek Graben Jambi, bagian tengah untuk Kompleks Graben Limau-Tepus dan bagian bawah untuk Graben Saung Naga ................................100 Nilai minimum dan maksimum kedalaman bidang moho dari penampang interpretasi seismik .............................101 Nilai alir bahang masa kini dan maksimum nilai alir bahang pada masa lalu dengan umur kejadiannya...................101
xxi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG % Ro β-factor βml βc βi β Y0 Y1 Y0, Y0i Y1, Y1i
φ φo
c, k z ∆ tmat ∆ tmin ∆ tmax ∆ tma ∆ tfl ∆ tlog Dn, D0 Tn, T0 φn, φ0 Y S C ΛSL Wd D E Te ρm ρw ρS φi y’i k v g ySB yL yS
: pantulan vitrinit : faktor penipisan kerak : Extentional factor, mantle lithosphere : Extentional factor, crust : : Faktor penipisan kerak (Streching factor) : Ketebalan kerak pada sumur yang tidak mengalami penipisan kerak : Ketebalan kerak pada sumur yang mengalami penipisan kerak : Tebal kerak awal : Tebal kerak setelah rifting : Porositas : Porositas di permukaan : Factor kompaksi : Kedalaman : kecepatan perambatan gelombang sonik pada matriks : kecepatan perambatan gelombang sonik minimum : kecepatan perambatan gelombang sonik maksimum : kecepatan perambatan gelombang sonik terukur : kecepatan perambatan gelombang sonik pada fluida (189 µs/ft untuk air tawar) : Log transit time : Kedalaman sekarang dan awal : Ketebalan sekarang dan awal : Porositas sekarang dan awal. : Total Tektonik Subsiden (TTS) : Total Subsiden (TS) : Faktor Penipisan kerak (β-factor) : Perubahan muka laut Purba : Batimetri : Flexure rigidity : Modulus Youngs : Tebal elastik : Densitas mantel : Densitas air : Densitas sedimen : Porositas pada lapisan ke y’i : Tebal lapisan ke i : Radial wavenumber : Poisson ratio : Konstanta gravitasi : Ketebalan sedimen : Ketebalan litosfer : Ketebalan sedimen pada waktu s
xxii
ρm ρS αm Tm T0 Km t ts q qS k y Ts T ki yi Ti kw ks w A R k E T w0 w0i fi H I qm q0 ar yc Kf GG HTF HFU TBHT Tsurf TD
: Densitas mantel : Densitas sedimen : Koefisien ekspansi termal : Temperatur mantel saat s : Temperatur mantel awal : Konduktivitas mantel : Waktu pengendapan awal : Waktu pengendapan s : Aliran bahang : Aliran bahang dipermukaan : Konduktivitas panas : Ketebalan sedimen : Temperatur permukaan : Temperatur pada kedalaman y : Konduktivitas panas batuan pada yi : Ketebalan sedimen ke i. : Temperatur pada kedalaman yi : Konduktivitas panas air : Konduktivitas panas batuan butiran : Komponen yang tidak bereaksi : Faktor Pre-eksponensial : Konstanta gas universal : Laju reaksi : Energi pengaktifan : Temperatur dalam kelvin : Jumlah konsentrasi awal dari reaktan total : Jumlah konsentrasi awal untuk komponen i : Stochiometri atau berat koefisien dari komponen paralel reaksi : laju pemanasan (Heating Rate) : : alir bahang mantel : alir bahang permukaan : kedalaman sumber panas (4.6 – 16 km) : Ketebalan kerak : Konduktifitas panas formasi : Gradien geotermal : alir bahang (heat flow) : satuan alir bahang (Heat Flow Unit) : Temperatur dasar sumur (Bottom Hole Temperature) : Temperatur permukaan : Dalam akhir sumur pemboran (Total Depth)
xxiii