Studi Provenance Batupasir Formasi Batu Ayau Cekungan Kutai Di Daerah Ritanbaru, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur Debby Irawan1, Donatus Hendra Amijaya2 1. Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada; email:
[email protected] 2. Dosen Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No.2, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Abstract Kutai Basin is one of the biggest tertiary basin in East Kalimantan. It was formed in Middle Eocene and produced syn rift deposit. Batu Ayau Formation sandstone is one of the syn rift deposit in the Kutai Basin and most of them has been exposed at the surrounding of Ritanbar area. Provenance study has been conducted through petrography analysis on the samples of sandstone from studied area. The point counting result is then plotted to triangular diagram of Dickinson & Suckzek to know the provenance type of studied area. General character of each sandstone is tend to be similar and characterizing volcanism event in Late Eocene. Sandstone is dominated by volcanic, some metamorphic material and less chert. Two sample that show different character have been interpretated that there was a difference of dominating material which filled Kutai Basin. Provenance type in the concerned tectonic setting in Late Eocene is recycled orogen that changed to magmatic arc. This is characterized by volcanic material in Batu Ayau Formation Sandstone. Keywords : Provenance, Sandstone, Batu Ayau Formation, Kutai Basin 1. Pendahuluan 1.1. Latar belakang Cekungan Kutai merupakan suatu cekungan Tersier yang terletak di Kalimantan Timur. Cekungan ini memiliki luas area sekitar 60000 km2 dan kedalaman mencapai sekitar 15000 m (Rose & Hartanto, 1978). Sejauh ini, berbagai studi mengenai kondisi geologi Cekungan Kutai telah dilakukan, terutama untuk mengetahui potensi kandungan sumber daya alam yang ada di didalamnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi yang menjelaskan mengenai kondisi geologi Cekungan Kutai terutama untuk daerah onshore. Sejauh ini beberapa peneliti masih memperdebatkan mengenai kondisi paleogeografi dan kerangka tekonik Cekungan Kutai. Kondisi tektonik yang berkembang pada Cekungan Kutai menjadi salah satu faktor pengontrol karakteristik material sedimen yang mengisi Cekungan Kutai. Sumber material sedimen yang mengisi Cekungan Kutai dan membentuk Formasi Batu Ayau pada Akhir Eosen masih belum diketahui dengan pasti keberadaanya, demikian juga dengan tipe batuan sumbernya. Perkembangan tatanan tektonik selama Eosen juga menjadi pengontrol tipe material sedimen yang diendapkan di Cekungan Kutai. 1.2. Maksud dan tujuan Maksud yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi batupasir Formasi Batu Ayau berdasarkan data petrografi maupun data lapangan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui provenance batupasir Formasi Batu Ayau dalam kaitannya dengan tipe batuan sumber, serta kerangka tektonik selama pengendapan Formasi Batu Ayau berdasarkan data petrografi. 2. Metode penelitian 2.1. Data penelitian Data penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah sampel batupasir yang diambil pada singkapan Formasi Batu Ayau di Desa Ritanbaru, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Lokasi pengambilan sampel batupasir berada pada jalur pengukuran stratigrafi terukur di sepanjang Sungai Ritan dan Sungai Belayan . Sampel tersebut selanjutnya dibuat sayatan tipis yang kemudian digunakan dalam penelitian ini.. Data sekunder berupa peta geologi dan kolom stratigrafi daerah penelitian diperoleh dari peneliti terdahulu. 2.2. Metode penelitian Untuk mengetahui karakteristik mineral penyusun batupasir pada sampel batupasir Formasi Batu Ayau, digunakan metode pengamatan petrografi terhadap sayatan tipis sampel batupasir. Pengamatan sayatan tipis menggunakan mikroskop polarisasi merk OLYMPUS BX-41. Pengamatan terhadap sayatan tipis dilakukan dengan metode point counting sebanyak 200 titik.
Pengamatan mikroskopis dilakukan terhadap komposisi batupasir berupa kuarsa, feldspar, fragmen batuan, matrik dan semen. Kemudian dilakukan penentuan prosentase kelimpahan mineral kuarsa, feldspar dan fragen batuan yang diperbandingkan untuk menentukan tipe provenance dari batupasir Formasi Batu Ayau. 3.
Hasil dan pembahasan Partikel penyusun batupasir memiliki arti penting terkait dengan sifat fisik yang dimiliki oleh suatu batupasir, terutama dalam kaitannya dengan penentuan jenis batupasir dan tipe provenance yang dimilikinya. Batupasir tersusun oleh detritus mineral dan fragmen batuan serta beberapa jenis mineral yang hadir sebagai asesoris di dalamnya. Detritus yang terdapat di dalam batupasir didefinisikan sebagai hasil proses disintegrasi batuan sumber selain itu juga dapat berasal dari material letusan gunung api yang terendapkan pada suatu lingkungan pengendapan (Boggs, 2009). Material penyusun batupasir yang dijumpai di daerah penelitian secara umum berupa kuarsa, feldspar, dan fragmen batuan. Tekstur yang dimiliki oleh setiap batupasir pada Formasi Batu Ayau cenderung berbeda. Perbedaan ini tampak dari komposisi material penyusunnya, ukuran butir dan bentuk butir yang tampak di dalam batupasir.Perbedaan tekstur ini terkait juga dengan proses transportasi yang terjadi pada material penyusun batupasir itu sendiri. Pada singkapan batupasir dengan struktur sedimen berupa lapisan silang planar dan lapisan silang siur, cenderung lebih sedikit kandungan matriknya atau cenderung bertipe arenite, akan tetapi pada beberapa singkapan batupasir dengan struktur masif bertipe wacke. 3.1. Kuarsa Berdasarkan kenampakan petrografinya, keberadaan mineral kuarsa di daerah penelitian memiliki tingkat variasi yang cukup jelas. Prosentase mineral kuarsa yang hadir di daerah penelitian sebesar 9,03% 54,42%.Variasi mineral kuarsa yang tampak ini berhubungan dengan provenance batupasir yang dijumpai. Selain jenisnya yang cukup bervariasi, jumlah mineral kuarsa yang hadir dalam batupasir juga bervariasi. Mineral kuarsa yang hadir di dalam batupasir memiliki karakter yang berbeda , meliputi kuarsa monokristalin (Qm) , kuarsa polikristalin (Qp) . Pada kuarsa monokristalin terdapat perbedaan karakteristik dari tipe gelapan yang tampak. Tipe gelapan yang ditunjukkan oleh kuarsa monokristalin berupa tipe gelapan tegas dan tipe gelapan bergelombang. Selain kuarsa monokristalin, terdapat tipe kuarsa lainnya yaitu tipe kuarsa polikristalin. Tipe kuarsa ini hadir dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan kuarsa monokristalin. Secara umum kehadiran kuarsa polikristalin di beberapa stasiun pengamatan tampak berbeda, terdapat beberapa lokasi pengamatan yang tidak menunjukkan kehadiran tipe kuarsa ini . Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan perbedaan dominasi sumber batupasir pada umur yang relatif berbeda. 3.2. Feldspar Prosentase kehadiran mineral kuarsa dalam batupasir yang diamati di daerah Penelitian cukup beragam, mulai dari 4,64%-55,12%. Jumlah kehadiran mineral feldspar yang demikian menunjukkan bahwa penyebarannya tidakalah sama besar pada tiap tiap lokasi. Hal ini menunjukkan bahwa batupasir yang dianalisis mempunyai perbedaan yang cukup jelas satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini terkait dengan provenance dari material penyusun batupasir yang dianalisis. Mineral feldspar yang dijumpai di daerah penelitian tampak pecah dan mengalami pelapukan. Hal ini menunjukkan bahwa proses kompresi dan diagenesis setelah pengendapan mineral tersebut terjadi cukup intensif. Tipe mineral feldspar yang dijumpai di daerah penelitian berupa kelompok plagioklas feldspar dan alkali feldspar. Kelompok plagioklas feldspar yang hadir di dalam batupasir antara lain tipe zoning plagioklas , dan oligoklas . Kelompok alkali feldspar yang hadir di dalam batupasir adalah tipe mikroklin dan ortoklas. Kelimpahan plagioklas feldspar jauh lebih melimpah dibandingkan dengan alkali feldspar. Bentuk morfologi butir dari mineral feldspar secara umum cenderung lebih banyak yang berbentuk tabular dengan tingkat kebundaran cenderung menyudut. Ukuran butir mineral feldspar yang hadir dari tiap tiap batupasir dengan lokasi berbeda cenderung berbeda, yaitu berukuran pasir 0,1 – 0,7 mm. 3.3. Fragmen Batuan Fragmen batuan yang dijumpai di daerah penelitian umumnya berupa fragmen batuan volkanik. Fragmen batuan volkanik sering dijumpai sebagai komponen utama dalam suatu batupasir. Fragmen material volkanik dapat berasal dari batuan volkanik yang lebih tua atau merupakan produk dari aktivitas gunungapi yang terbentuk bersamaan dengan pengendapan material batupasir. Kehadiran mineral zeolit dalam fragmen batuan pada batupasir merupakan salah satu penciri bahwa fragmen batuan tersebut merupakan produk aktivitas volkanisme (Pettijohn et.al.,1973). Prosentase fragmen batuan yang ada pada batupasir di daeran penelitian sebesar 15,96%-93,13%. Tipe fragmen batuan yang dijumpai berupa fragmen batuan material volkanik, fragmen batuan sedimen. Fragmen batuan yang terdapat dalam batupasir di daerah penelitian, memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari ukuran
0,3 mm sampai dengan ukuran 1 mm. Hal ini menunjukkan bahwa energi pengendapan yang mengangkut material sedimen ini juga cenderung berubah. Komposisi mineral yang menyusun fragmen batuan umumnya berupa mineral feldspar. 3.4. Tipe Batuan Sumber Secara vertikal, variasi komposisi material penyusun batuan yang ada di dalam lapisan batupasir jalur pengukuran stratigrafi terukur A-B memiliki perbedaan dengan batupasir di jalur pengukuran stratigrafi terukur C-D. Pada jalur pengukuran stratigrafi terukur A-B perubahan komposisi material penyusun batupasirnya tampak lebih jelas secara petrografi (Tabel 1). Conto batupasir yang dijumpai di daerah penelitian tersusun oleh mineral kuarsa polikristalin dan fragmen batuan yang dominan. Fragmen batuan yang dijumpai berupa fragmen chert dan fragmen batuan sedimen. Kuarsa polikristalin yang hadir dalam batupasir menunjukkan bahwa salah satu tipe batuan sumber dari batupasir Formasi Batu Ayau adalah batuan metamorf dan chert. Keberadaan chert yang tersingkap ke permukaan dan menjadi batuan sumber mencirikan adanya suatu proses pengangkatan pada chert tersebut. Proses pengangkatan yang terjadi di sekitar Cekungan Kutai adalah pengangkatan dan deformasi Turbidit Sarawak yang terjadi pada Eosen Awal hingga Eosen Tengah (Hutchison,1996; Hall, et.al.,2002). Pengangkatan Turbidit Sarawak ini mengakibatkan erosi pada litologi yang tersingkap di permukaan dan berpotensi menjadi batuan sumber bagi material sedimen pengisi Cekungan Kutai . Tersingkapnya Perbukitan Schwaner ke permukaan juga dapat menjadi batuan sumber bagi cekungan cekungan di sekitarnya. Perbukitan Schwaner yang terletak di sebelah barat daya Pulau Kalimantan (bagian dari sundaland, menurut Van Bemmelen,1949) tersusun oleh batuan beku dan batuan metamorf pra-Tersier. Perbukitan ini telah tersingkap sejak Kapur Akhir hingga Paleogen Awal dan dapat menjadi batuan sumber sedimen klastik berumur Paleogen Awal bagi cekungan sedimen di sebelah utara dan timur (Rose et.al.,1978). 3.5. Kerangka Tektonik Kerangka tektonik yang berkembang di daerah penelitian pada umur Akhir Eosen ditentukan dengan mengeplotkan komposisi QFL dan QmFLt pada diagram segitiga Dickinson & Suzeck . Berdasarkan diagram segitiga QFL, diperoleh informasi mengenai tatanan tektonik yang berkembang pada pembentukan Formasi Batu Ayau selama Eosen Akhir yaitu recycled orogen dan magmatic arc. Sebagian besar hasil pengeplotan menunjukkan bahwa tatanan tektoniknya adalah tipe magmatic arc. Conto batupasir yang dianalisis pada bagian bawah log batuan sedimen jalur stratigrafi terukur A-B menunjukkan tipe kerangka tektoniknya berupa recycled orogen. Hal ini tervisualisasikan dari hasil ploting dua conto batupasir tersebut yang masuk kedalam kelompok recycled orogen pada diagram segitiga Dickinson & Suczek. Tipe kerangka tektonik recycled orogen menunjukan bahwa lapisan batupasir yang dijumpai di daerah penelitian termasuk bagian dari daur pengendapan kedua Formasi Batu Ayau. Berbeda halnya dengan conto batupasir pada bagian atas Jalur stratigrafi terukur A-B dan seluruh jalur stratigrafi terukur C-D yang cenderung didominasi oleh material produk vulkanisme. Hal ini menunjukan adanya perbedaan tipe kerangka tektonik antara lapisan batupasir bagian bawah dengan batupasir bagian atas pada log batuan sedimen. menunjukkan bahwa terjadi perubahan tatanan tektonik dari recycled Orogen menjadi magmatic arc. 4.
Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil analisis petrografi menunjukkan bahwa batupasir Formasi Batu Ayau di daerah penelitian merupakan hasil daur pengendapan kedua dan ketiga. Daur pengendapan kedua merupakan batuan sedimen silisiklastik hasil endapan fluvial sedangkan daur pengendapan ketiga merupak endapan fluvial yang berasosiasi dengan batuan piroklastik. Tipe batuan sumber batupasir pada daur pengendapan kedua didominasi oleh batuan metamorf, chert dan batuan beku sedangkan pada daur pengendapan ketiga didominasi oleh material vulkanik dengan sedikit material metamorf dan chert. 2. Tipe kerangka tektonik yang berkembang selama pengendapan Formasi Batu Ayau pada daur pengendapan kedua adalah tipe recycled orogen dan pada daur pengendapan ketiga berubah menjadi magmatic arc.
Daftar pustaka Atmawinata, S., Ratman, N., dan Baharuddin, 1995, Peta Geologi Lembar Muara Ancalong, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Blatt, H., Middleton G., Murray, R., 1980, Origin of Sedimentary Rocks, Second Edition, Prentice Hall, New Jersey, 634p. Boggs, S., 2009, Petrology of Sedimentary Rock, Second Edition, Cambrdige University Press, Cambridge, 600 p.
Boggs, S., 2006, Principle of Sedimentology and Stratigraphy, fourth edition, Pearson Prentice Hall, USA, 676 p. Chambers, J.L.C., Feriansyah, L. T., Dewantohadi, S.H., Syaiful, M., Priantono, T., Imanharjo, D.N., 1999, Structural and Stratigraphic Framework of The Paleogene in The Kutei Basin East Kalimantan, Indonesian Petroleum Association, Proceedings 27th annual convention, p.1-14. Cloke, I.R., 1997. Structural controls on the basin evolution of the Kutai Basin and Makassar Straits. Unpublished PhD. Thesis, University of London. Dickinson, W.R., 1985, Interpreting provenance relation from detrital modes of sandstones, in Zuffa, G.G. (ed.), Provenance of Arenites: NATO ASI Series, C 148, D. Reidel Publishing Company, Dordrecht, 333–363. Folk, R.L., 1968. Petrology of Sedimentary Rocks, Hemphill’s Texas, 170 p. Hall, R. & Nichols, G., 2002, Cenozoic Sedimentation and Tectonics in Borneo: Climatic Influences on Orogenesis, Sediment Flux to Basins : Causes, controls and Consequences , Geological Society of London, p 5-22. Moss, S.J. and Chambers, J.L.C., 1999. Tertiary facies architecture in the Kutei Basin, Kalimantan, Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences, p.157-181. Pettijohn, F.J.,Potter, P.E. & Siever, R., 1972. Sand and Sandstone, Springer, New York, 580 p. Pettijohn, F.J., 1974, Sedimentary Rocks, Third Edition, Harper & Row Publisher, New York, 628 p. Rose, R. & Hartono, P., 1978, Geological Evolution of The Tertiary Kutei-Melawi Basin Kalimantan Indonesia Proceedings of the Fourth Annual Convention of the Indonesian Petroleum Association, p. 225-251. Samuel L, & Muchsin S., 1975, Stratigraphy and Sedimentation in The Kutai Basin Kalimantan, Proceedings Indonesia Petroleum Association, p. 27-39. Tanean, H., Paterson, D.W., & Endharto, M., 1996, Source Provenance Interpretation of Kutei Basin Sandstones and The Implications for The Tectono-Stratigraphic Evolution of Kalimantan, Proceedings Indonesia Petroleum Association, p. 333-345. Wain, T. & Berod, B., 1989, The Tectonic Framework and Paleographic Evolution of The Upper Kutai Basin, Proceedings Indonesia Petroleum Association, p.55-78. Williams H., Turner, F.J., & Gilbert, C.M., 1982, Petrography, An Introduction to The Study of Rock in Thin Sections, Second edition, W.H.Freeman & Company, New York, San Fransisco, 626p.
Tabel 1. Prosentase komposisi kuarsa, kuarsa monokristalin, feldspar, fragmen batuan pada batupasir Formasi Batu Ayau hasil normalisasi dari tiap tiap sampel Fragmen Kuarsa Fragmen Feldspar Kuarsa Feldspar STA Kode Sampel Batuan Monokristalin Batuan (%) (%) (%) (%) (%) (%) D1 D1 59.28 14.20 26.52 41.31 14.20 44.49 D2
D2
50.81
9.42
39.76
36.62
9.42
53.95
D3
D3
28.12
26.46
45.42
22.59
26.46
50.95
D4
D4
37.74
23.43
38.83
20.56
23.43
56.01
D6
D6
6.30
62.11
31.58
6.30
62.11
31.58
D7
D7
16.77
49.22
34.01
13.10
49.22
37.68
D8
D8
3.58
42.47
53.95
3.58
42.47
53.95
D9
D9
12.66
55.55
31.79
12.66
55.55
31.79
D11
D11
6.07
34.18
59.75
5.00
34.18
60.82
D12
D12
20.18
34.55
45.26
18.55
34.55
46.90
D12
D12.2
22.53
52.28
25.19
21.29
52.28
26.44
a
b Gambar 1. a. Hasil ploting kuarsa, feldspar dan fragmen batuan diagram triangular Dickinson et.al., (1983). b. Hasil ploting kuarsa monokristalin, feldspar dan fragmen batuan diagram triangular Dickinson et.al., (1983)