3 Geomarin III: a Success Story Indonesia butuh 88 tahun lagi untuk menyelesaikan penelitian wilayah laut nusantara. Dengan adanya Geomarine III, kita hanya butuh 19 tahun —Subektian Lubis-
31
Membangun dan Mengelola Geomarine III | Subaktian Lubis
Repotnya Mendongkrak Anggaran Memikat DPR Sebenarnya, PPPGL sudah mengidamkan kapal baru sejak 1993. Sejak tahun 1993-1998, rencana itu sudah tercantum dalam buku biru Bappenas, namanya kapal Magex (Marine Geological Exploration). Tapi tidak pernah ada yang melirik rencana kapal ini, karena faktor pendanaan. Prakarsa untuk membangun kapal peneliti Magex (Geomarin III), pada saat itu dianggap sebagai usulan yang “berlebihan”. Mengingat kondisi keuangan negara yang tidak memungkinkan memberikan tambahan anggaran. Karena terbatasnya anggaran, pada saat itu anggaran PPPGL hanya mampu dinaikkan 5% per tahun. Sebab, bayangkan, saat itu tahun 2003-2004 kita belum pulih dihantam krisis ekonomi 1998, yang pemulihannya mungkin butuh 10 tahun. Tapi alhamdulillah kita mendapat prioritas anggaran. Namun, prioritas tersebut tidak datang dengan mudah. Untuk mengajukan anggaran saat itu, kami harus menembus dinding birokrasi mulai dari Panitia Anggaran DPR kemudian ke Kementerian Keuangan, lantas ke Bappenas. Caranya bagaimana? Road show, tidak ada yang lain. Dengan bekal laptop dan LCD proyektor, saya minta waktu ke semua institusi tersebut untuk melakukan presentasi. Awalnya, jangankan melakukan presentasinya, mencari waktu untuk presentasi di DPR saja sangat susah. Saat itu sulit sekali mencari waktu luang Pak Priyo Budi Santoso, dkk (waktu itu anggota Komisi VII DPR yang membawahi ESDM—peny.). Akhirnya suatu ketika pada tahun 2003, Pak Wimpy (Dr. Ir. Wimpy S Tjejep) Kepala Badan Litbang ESDM, memfasilitasi kami untuk melakukan presentasi saat kunjungan kerja Komisi VII DPR ke Bandung. Berkat itulah PPPGL bisa memiliki Geomarin III. Saya sampaikan di hadapan para anggota Komisi VII bahwa kalau kita tidak membangun kapal peneliti baru, maka pemetaan wilayah laut Indonesia baru akan selesai dalam 88 tahun. Dengan mengganti mesin kapal untuk kapal yang ada (Kapal Peneliti Geomarin I) dan upgrading peralatan survei saja, mungkin bisa selesai dalam 65 tahun. Tapi saya berani menjamin, jika DPR memberikan
32
Geomarin III: a Success Story
anggaran untuk membangun kapal baru, saya akan selesaikan pemetaan dalam 19 tahun. Saya janjikan kepada Pak Priyo dan anggota Komisi VII DPR bahwa dengan kapal survei baru, kami akan sanggup memetakan seluruh wilayah laut Republik Indonesia sebelum peringatan 100 tahun kemerdekaan RI. Mendengar penjelasan saya, para anggota DPR waktu itu tertarik dan langsung meminta proposal. Yang membuat mereka lebih tertarik, adalah penjelasan saya bahwa selama ini, survei geologi kelautan di Indonesia, khususnya untuk eksplorasi migas, dilakukan sepenuhnya oleh pihak asing. Hal ini jelas menjadi beban negara. Perlu diketahui bahwa data awal atau Survei Umum pada eksplorasi migas, atau Survei Pendahuluan pada eksplorasi mineral, seharusnya menjadi kewajiban pemerintah sebagai pemasok data awal untuk penawaran Wilayah Kerja Migas baru atau Wilayah Kerja Pertambangan baru. Hal ini dituntut oleh ketentuan Undang Undang Migas No. 22 tahun 2001 tentang Migas dan Undang Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara. Menurut model perjanjian KPS (Kontraktor Production Sharing), biaya survei awal termasuk cost recovery, yang akan ditagihkan ke negara begitu minyak mulai mengucur. DPR saat itu sangat prihatin dengan besarnya biaya cost recovery yang pada tahun sebelumnya mencapai Rp. 20 triliun, dan kemudian membengkak mencapai Rp. 50 triliun pada tahun 2003. Cost recovery pada 2003 malahan hampir mencapai Rp. 80 triliun. Anggaran tersebut membengkak karena perusahaan asing sebagai KPS seringkali menagihkan semua pengeluaran mereka yang muncul pada saat masa eksplorasi. Mulai dari kunjungan kerja pejabat pemerintah bersama rombongan ke negara asal perusahaan KPS, sampai kepada dana sponsorship balap mobil Formula 1, ditagihkan kepada pemerintah. Meskipun pada akhirnya pembengkakan tagihan ini berhasil diseleksi lagi oleh pemerintah, tetap saja biaya cost recovery masih terlalu besar, yaitu pada angka Rp. 50 triliun tersebut. Jika kita mampu melakukan survei pemetaan geologi sendiri, tentu anggaran dapat ditekan karena dengan demikian pemerintah memiliki data dasar bagi lembaga pemerintah seperti Ditjen Migas/Lemigas untuk melakukan studi prospek. Di samping itu, studi
33
Membangun dan Mengelola Geomarine III | Subaktian Lubis
pendahuluan memang menjadi kewajiban pemerintah menurut UU Migas. Di darat, studi ini dapat dilakukan oleh Badan Geologi. Di laut, saat itu belum ada yang mampu melakukan studi karena belum memiliki kapal. Dengan argumen-argumen ini, DPR berjanji akan meloloskan pengajuan anggaran pembangunan kapal baru, sebagai prioritas nasional.
Lobi Sana, Lobi Sini Feasibility Study (FS) selalu dipersyaratkan dalam setiap rencana pembangunan kapal baru. Tahap awal dimulai dengan penyediaan dana untuk menyusun FS. Agar hasilnya independen maka FS ini harus dilaksanakan oleh kontraktor termasuk detail design yang sudah proven. Pihak yang melaksanakan feasibility study adalah konsultan yang ditunjuk lewat tender. Ketika itu, tahun 2003, perusahaan yang muncul sebagai pemenang tender ini adalah PT Surveyor Indonesia. Merekalah kemudian yang melaksanakan feasibility study tersebut. Hasil feasibility study ini tidak diserahkan kepada PPPGL, akan tetapi kepada Menteri ESDM karena Kementerianlah yang dianggap akan membiayai pembangunan kapal ini. Menteri kemudian membawa hasil tersebut kepada DPR. Dengan hasil tersebut, Menteri bisa menerangkan dengan lengkap kepada DPR kapal seperti apa yang akan dibangun, peruntukan dan kemampuannya, komponen sampai kelas kapal tersebut. Hasil feasibility study juga mencakup berapa dana yang dibutuhkan dan kemungkinan jenis sumber pendanaannya, apakah dari loan, atau grant, atau dibiayai murni dari APBN. Berdasarkan pengalaman, seringkali pendanaan dengan skema pinjaman akan menyulitkan pada pelaksanaan konstruksinya. Hal ini terjadi pada pembangunan Kapal Peneliti Geomarin I yang juga dananya berasal dari pinjaman. Kapal tersebut dibangun selama 6 tahun dari tahun 19841990. Padahal, kapal itu spesifikasinya jauh di bawah Geomarin III. Kapal Geomarin I dibangun oleh PT Inggom, Jakarta. Masalahnya adalah, pencairan anggarannya yang sedikit demi sedikit, tahun pertama cair 15%, kemudian tahun depan dianggarkan baru cair lagi 10%. Akibatnya kapal itu baru selesai setelah lebih 6 tahun.
34
Geomarin III: a Success Story
Mengingat pengalaman “buruk” pembangunan Geomarin I itu, saya mengusulkan agar tidak menggunakan anggaran loan atau pinjaman seperti dari Asian Development Bank ataupun World Bank. Sebenarnya, pagu anggaran pembangunan kapal yang tersedia berdasarkan feasibility study adalah Rp. 120 miliar. Namun, dalam tender muncul beberapa penawaran. PT IKI (Industri Kapal Indonesia) dari Makassar memberikan penawaran Rp. 115 miliar. PT Radar dari Jakarta masuk dengan angka penawaran Rp. 105 miliar. Penawaran yang paling rendah datang dari PT PAL Surabaya dengan angka Rp. 98 miliar. Sehingga dengan demikian PT PAL yang memenangkan tender tersebut. Penentuan pemenang tender bukan oleh PPPGL, melainkan oleh panitia nasional tender yang berasal dari berbagai pihak, termasuk Pemda Jabar waktu itu. Karena nilai tendernya adalah Rp. 98 miliar secara multi years, maka tahun pertama anggaran yang dikucurkan sebesar Rp. 49 miliar. Kemudian pada tahun berikutnya dicairkan lagi Rp. 49 miliar. Sebenarnya, pengajuan anggaran proyek baru dari anggaran APBN, sangat kecil peluangnya untuk disetujui. DPR sangat ketat dalam menyeleksi proyekproyek pembangunan yang menggunakan anggaran murni dari APBN. Alasan proyek tersebut harus sangat kuat dan berdampak nasional. Pengusul proyek harus mampu meyakinkan DPR. Jika memang alasannya kuat dan meyakinkan barulah DPR menyetujui proyek tersebut. Karena itulah, Menteri, Sekjen KESDM, Kepala Badan ESDM sampai berkali-kali dipanggil oleh DPR untuk melakukan presentasi dan klarifikasi. Tentu saja, juga tidak mudah meminta dukungan Menteri untuk meng-endorse rencana kapal baru ini ke DPR. Alhamdulillah, saya berhasil menghadirkan Menteri ESDM waktu itu, Pak Purnomo Yusgiantoro datang ke kantor PPGL Bandung dan ke Cirebon. Saat itu adalah momen pertama kalinya seorang Menteri ESDM berkunjung ke PPPGL. Saya ajak beliau berkeliling dengan kapal penelitian lama milik PPPGL, meninjau perairan Cirebon, lokasi penampungan batu bara, pembangunan PLTGU Kanci, dan sekitar pelabuhan Cirebon. Alhamdulillah berbagai lobi kami sampai juga pada pembicaraan tentang anggaran. Anggaran APBN juga ternyata sulit ditetapkan karena berbagai bidang dan departemen pada dasarnya berebut anggaran. Belum lagi, sebelum ke DPR, anggaran dan programnya harus masuk dan dikaji dulu ke
35
Membangun dan Mengelola Geomarine III | Subaktian Lubis
Bappenas. Tanpa program yang jelas dan berskala nasional, Bappenas akan mencoret pengajuan kita. Setelah DPR memberikan persetujuan atas sebuah proyek, mereka akan me netapkan besaran anggaran yang disetujui untuk proyek tersebut. Besaran ini disebut “pagu indikatif”. Waktu itu pada tahun 2004, DPR akhirnya menyetujui anggaran sebesar Rp. 60 miliar. Sampai di sini, urusan belum selesai. Bola bergulir ke Direktorat Jenderal Anggaran. Ditjen Anggaran harus mengecek terlebih dahulu, apakah memang uang sebesar itu tersedia? Masalahnya adalah, anggaran APBN untuk setiap Kementerian sudah dipatok setiap tahun, maka ada kemungkinan anggaran bidang lain di luar PPPGL terpaksa dipangkas untuk proyek ini. Saya masih ingat, di depan beliau saya memohon setengah mengancam, “Kalau anggaran untuk kapal ini sampai tidak cair, kita baru akan punya peta geologi laut seluruh Indonesia 65 tahun lagi. Tapi kalau Bapak mengabulkan anggaran ini maka dalam 19 tahun akan saya selesaikan.” Walaupun Dirjen Anggaran bisa meloloskan anggarannya, ternyata masih harus melalui persetujuan Bappenas. Akhirnya kami pun melakukan road show lagi ke Bappenas. Lobi di Bappenas cukup sulit dan berliku. Saya akhirnya ber ulangkali bercerita panjang-lebar di hadapan berbagai pejabat yang berbeda di Bappenas. Benar-benar melelahkan. Tapi ada seorang pejabat Bappenas, Pak Halim namanya, yang benar-benar punya jiwa nasionalisme tinggi dan terus bersemangat memfasilitasi saya berkeliling Bappenas. Waktu, itu saya sendirian melakukan presentasi sambil menenteng laptop ke mana-mana. Asalkan ada uang bensin dan uang makan untuk supir, saya jalan. Untunglah, pada saat itu dana DHPB (Dana Hasil Produksi Batu bara) sudah mulai masuk ke Kementerian ESDM. Nilainya sekitar Rp. 200 miliar. Dulu nya, DHPB ini adalah royalti dari perusahaan-perusahaan batu bara yang disetorkan kepada pemerintah tepatnya Departemen Keuangan langsung. Sejak 2003/2004, dana itu dikembalikan kepada ESDM. DHPB ini adalah bagian dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang besarnya 13,5% dari keuntungan perusahaan batu bara. Oleh sebab itulah, anggaran pem bangunan kapal sebesar Rp. 60 miliar ini dibebankan kepada APBN dari dana DHPB.
36
Geomarin III: a Success Story
Rampungnya Kapal Peneliti Geomarin III yang dibiayai langsung dari APBN secara multiyears (2006-2008), adalah prestasi tersendiri. Sebab, kapal ini adalah kapal peneliti pertama buatan dalam negeri yang memiliki sertifikat kelas dunia (ClassNK), serta sertifikat internasional dalam menerapkan standar keselamatan kerja ISO 18001-2007 OHSAS. Saking susahnya mengajukan anggaran pembangunan kapal itu, dan per jalanan panjang membidani kapal Geomarin III ini, rasa-rasanya saya berani taruhan, bahwa PPPGL tidak akan pernah lagi mampu membangun kapal baru berkelas dunia.
Sulitnya Membangun Kapal Berkelas Dunia Dari Kelas “Kijang” ke Kelas “Mercy” Meskipun anggaran pembangunan kapal baru sudah dijanjikan akan lolos oleh DPR pada 2004, total pencairannya dilaksanakan bertahap. Pada tahun 2005, anggaran mulai sedikit mengucur. Tahun 2006, tiba-tiba anggaran mengucur semuanya dan mengagetkan kami. Waktu itu pun, ketika pembangunan kapal ditenderkan, belum ada yang sanggup memenuhi spesifikasi yang kami minta. Keinginan kami agar kapal Magex ini dibuat dengan kelas internasional, dan alat navigasi canggih DP-1 (sejenis sistem Dinamic Positioning GPS yang terintegrasi dengan navigasi, mesin dan sistem gerak kapal—peny.), dll., belum bisa dipenuhi kontraktor manapun. Akhirnya pembangunan baru dimulai pada tahun 2007. Demikianlah, tantangan demi tantangan muncul dan tidak berhenti hanya dengan cairnya anggaran. Berbagai problem teknis bermunculan. Terkait instalasi DP-1 misalnya. Rupanya hanya ada satu pabrikan mesin di dunia ini yang bisa mengintegrasikan produk mesinnya dengan alat tersebut. Namanya MAN (MAN B&W Low Speed Engines, Diesel & Turbo), sebuah perusahaan Denmark. Akhirnya kontrak dengan perusahaan pembuat mesin di Norwegia terpaksa dialihkan. Karena berkelas dunia, pengawasan pembangunan kapal peneliti PPPGL sangatlah ketat. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk membangunnya
37
Membangun dan Mengelola Geomarine III | Subaktian Lubis
pun menjadi lebih lama. Awalnya kami menargetkan kapal ini selesai dalam 18 bulan, ternyata butuh 2 tahun untuk rampung. Ketatnya pengawasan atas standar misalnya terlihat dalam pemilihan jenis baja. Mulanya PT PAL beranggapan bahwa pelat baja produksi PT Krakatau Steel bisa digunakan. Namun ternyata PT PAL harus mengimpor baja dari luar negeri sehingga memakan waktu tambahan. Sebab, meski kandungan dan ketebalan baja Krakatau Steel sudah setara dengan baja impor tersebut, tetap saja belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan ClassNK. Perjalanan membuat kapal itu luar biasa melelahkan. Bayangkan, PT PAL membangun konstruksi lunas (bagian terbawah dari kapal), badan kapal, dan beberapa lantai dek, juga sistem perpipaan dan kabel, kemudian mesin didatangkan dari Denmark, DP-1 nya dari Amerika, peralatan seismik dari negara-negara lain. Semua itu bisa diramu dan disatukan menjadi “sayur aneka rasa” yang terintegrasi. Sejujurnya, PT PAL sendiri saat itu belum punya keahlian dan pengalaman untuk menyatukan berbagai komponen tersebut, sehingga mereka mendatangkan konsultan dari Denmark, Amerika dan Prancis. Padahal, biasanya untuk membangun kapal-kapal peneliti sebelumnya, PAL tinggal membeli mesin dari Denmark misalnya untuk kemudian dipasang di kapal yang sudah ada blue printnya. Tapi untuk kapal ClassNK ini, tidak bisa seperti itu. Ada salah satu pengalaman berharga terkait kesulitan membangun kapal Geomarin III ini. Suatu ketika dua mesin kapal yang dipesan PT PAL dari Denmark tiba di Surabaya. Ternyata begitu dipasang pada kapal, kedua mesin ini putarannya (putaran baling-baling kapal—peny.) searah, padahal seharusnya berlawanan. Hal ini tentu menjadi masalah besar sehingga PAL harus berkonsultasi dengan para ahli dari pabrikan MAN Denmark. PAL tentu tidak bisa mengutak-atik mesin yang baru datang tersebut. Mungkin telah terjadi miskomunikasi saat pemesanan diantara mereka dalam pengertian spesifikasi mesin. Akibatnya terjadi keterlambatan, meski tidak signifikan. Banyak sekali kesulitan yang kami temui dalam perencanaan dan pemba ngunan kapal ini. Pertama kali pelat bajanya dipotong, kemudian dibuat menjadi lunas kapal. Lunas kapal harus disambung satu sama lain. Karena penyambungan tidak bisa dilakukan di dalam ruangan, maka harus dibawa
38
Geomarin III: a Success Story
keluar. Ternyata lunas itu tidak boleh kena hujan, jadi harus dibawa lagi ke dalam, dst. Jadi ibaratnya, PT PAL diminta membuat mobil Mercy, padahal sebelumnya mereka adalah ahli membuat mobil kijang. Ruangan untuk membuat Kijang berikut peralatan sudah lengkap, tapi tentu tidak cocok dengan standar yang dibutuhkan mobil Mercy. PAL bisa dikatakan mendapat banyak sekali pelajaran dalam pembuatan kapal berkelas internasional ini. Karena itu, tentu saja kapal Geomarin III juga menjadi kebanggaan besar bagi mereka. Terbukti dalam pameran tahunan sekaligus serah terima kapal peti kemas Saturnus pesanan Turki, PT PAL menghadirkan kapal Geomarin III, meski mesin kapal itu belum bisa dihidupkan karena masih dalam tahap instalasi. Dirut PT PAL dengan bangga memamerkan kepada Menteri BUMN, DR. Sofyan A. Djalil, SH, MA., yang hadir waktu itu, bahwa mereka telah mampu membuat kapal peneliti berkelas dunia. Demikianlah, success story PPPGL ini memang tidak semulus semisal kita membeli mobil Toyota Kijang. Justru “Kijang” itu kita ciptakan sendiri. Karena kapal Geomarin III ini adalah satu-satunya di dunia. Tidak ada copy-annya, mulai dari ukurannya, catnya, lekak-lekukannya, semuanya buatan kita, putraputra negeri sendiri, tidak ada duanya. Karena “Kijang” ini kita buat sendiri, banyak sekali perubahan-perubahan dari rencana semula. Misalnya, pada desain kapal Magex di buku biru Bappenas, tidak akan ditemukan hull berbentuk lekukan di bagian depan Kapal Geomarin III. Hull ini berfungsi sebagai penyempurna manuver kapal yang menjaga posisi horizontal kapal. Sebab kapal peneliti tidak membutuhkan kecepatan tinggi akan tetapi lebih membutuhkan kestabilan. Tentu saja perubahan seperti ini juga memakan anggaran tambahan.
Call Sign Resmi Jadi Nama Ketika kapal ini hampir rampung, kami tidak bisa serta merta memberi nama. Yang memberi nama haruslah Menteri ESDM. Saya mengajukan tiga alternatif kepada Beliau. Alternatif pertama adalah “Djuanda”, nama Perdana Menteri RI ke-10 yang juga dikenal sebagai deklarator Deklarasi Djuanda. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa wilayah laut Indonesia tidak hanya 3 mil dari
39
Membangun dan Mengelola Geomarine III | Subaktian Lubis
pantai tapi 12 mil. Deklarasi ini juga menegaskan bahwa laut antar pulau, meskipun melampaui jarak 3 mil dari pantai, adalah laut pedalaman milik Indonesia. Deklarasi ini disebut juga sebagai Pilar Kemerdekaan Ketiga. Pilar Pertama adalah Sumpah Pemuda 1928 dimana kita dapat disebut merdeka secara kejiwaan atau perasaan kebangsaan. Pilar Kedua adalah kemerdekaan secara kedaulatan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945. Pilar Ketiga adalah Deklarasi Djuanda sebagai kemerdekaan wilayah laut. Sebelumnya, sejak zaman Belanda kita tidak memiliki wilayah laut, yang ada hanya pulau-pulau dan lautan dengan batas 3 mil dari pantai. Karena itulah saya mengusulkan nama Djuanda sebagai salah satu alternatif nama bagi kapal ini.
Djuanda Kartawidjaja, tokoh yang memplopori kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan NKRI.
Alternatif nama kedua yang saya usulkan adalah “Amonit”. Amonit (Ammonite) adalah fosil hewan bercangkang yang menjadi simbol umum bagi dunia geologi. Karena cangkang hewan ini menjadi indikator waktu geologi, ada yang bentuknya menunjukkan umur Cretaceous, ada yang bentuknya menunjukkan umur Devon, dll. Karena pentingnya fosil hewan tersebut, saya mengusulkannya menjadi alternatif nama kapal baru PPGL.
40
Geomarin III: a Success Story
Amonit, fosil yang kerap menjadi simbol geologi.
Alternatif nama ketiga, adalah “Geomarin III” sebagai generasi ke-tiga kapalkapal milik Kementerian ESDM. Sebelumnya kita sudah memiliki Kapal Peneliti Geomarin I yang panjangnya 27 meter. Kemudian ada kapal Geomarin II, yang sebetulnya bukan kapal, melainkan speedboat yang khusus dipakai untuk daerah pantai. Saya mengusulkan alternatif nama Geomarin III, meski kapal ini jauh lebih besar dari dua kapal sebelumnya. Dari ketiga usulan yang kami masukkan tersebut, akhirnya Menteri ESDM memilih nama “Geomarin III” untuk menunjukkan kebanggaan pada PPPGL. Ada usulan nama lain yaitu “Nautilus”, dari Prof. J. Katili, ahli geologi kita. Tapi ketika kita buka di internet, ternyata sudah ada kapal peneliti lain dari Belanda yang menggunakan nama “Nautilus”. Keputusan memakai nama Geomarin III yang ditetapkan oleh Menteri ESDM, kemudian disampaikan ke PT PAL di Surabaya. Sebenarnya “Geomarin” itu awalnya bukan nama kapal, melainkan call sign yang biasa kami gunakan di laut dalam komunikasi radio. Jadi kami saling memanggil dengan call sign (panggilan) “Geomarin I”, “Geomarin II” (dipopulerkan oleh ahli geologi PPGL yang juga anggota Orari, Ir. Tjoek Aziz Soeprapto). Akhirnya ketika kami membangun kapal peneliti pertama, kami
41
Membangun dan Mengelola Geomarine III | Subaktian Lubis
beri nama kapal itu “Geomarin I”. Kapal Geomarin I ini dibangun PT PAL selama 6 tahun. Saya masih ingat, ketika diluncurkan ke laut, Kapal Geomarin I ini bahkan sempat miring. Kecepatan maksimal Geomarin III adalah 12 knot. Hal ini memang sesuai dengan spesifikasi kebutuhan survei geofisika yang menuntut kapal yang mampu bermanuver pada kecepatan rendah. Kapal tidak mungkin berlari kencang jika sedang membawa hidrofon atau streamer misalnya. Kemung kinan besar tali tersebut akan putus. Getaran kapal yang berlari kencang juga akan menimbulkan noise pada hasil survei. Minat para akademisi, dosen, mahasiswa dan generasi muda untuk melakukan survei di laut tidak pernah turun. Buktinya, Geomarin III tidak pernah kosong dari dosen dan mahasiswa yang ikut. Sebab, ada sebuah kebanggaan ter sendiri ketika melakukan survei di atas kapal peneliti laut di Indonesia ter sebut. Belum lagi impact dari riset di Geomarin yang menghasilkan credit point yang cukup tinggi, karena melaksanakan kegiatan real science, yaitu mengambil data sendiri, menganalisa sendiri, dan menyimpulkan sendiri.
Kiprah Geomarin III NOAA Menjadi Pemakai Pertama Kapal Geomarin III diserahkan PT PAL kepada PPGL pada Desember 2008. Tapi baru setelah itu peralatan seperti compressor, air gun, dll. dipindahkan dari kantor ke kapal. Pemindahan peralatan itu butuh waktu 6 bulan. Pertengahan 2009 kapal itu siap, namun belum diberi anggaran oleh Balitbang ESDM untuk melakukan survei. Karena itu, pemakai pertama kapal Geomarin III malah adalah NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) AS. Mereka saat itu telah terjalin program kemitraan dengan Badan Research Kelautan dan Perikanan (BRKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengambil peralatan ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler) secara rutin di dasar perairan Indonesia. Tiap dua tahun sekali, alat ini harus diambil dan diganti. Alat ini adalah pengukur parameter-parameter oseanografi seperti arus, gelombang, kecepatan,
42
Geomarin III: a Success Story
arah, temperatur, salinitas dll. Ketika itu kami diminta oleh Departemen Kelautan dan Perikanan untuk menggunakan kapal tersebut kepada NOAA yang berkolaborasi dengan Lamot Doherty Earth Laboratory, Unversity of Columbia. Kapal tersebut digunakan bersama-sama NOAA empat kali selama 2009 sampai awal 2010. Rutenya mulai dari Selat Sunda, sampai ke Pulau Christmas, Selat Makassar, Laut Banda, Selat Karimata, sepanjang Arus Lintas Indonesia dari Laut Pasifik sampai Laut Hindia. Yang mengoperasikan adalah gabungan peneliti Indonesia, Amerika, dan China. Sedangkan awak kapal seluruhnya personal PPGL. Dalam kerjasama ini, seluruh pembiayaan ditanggung oleh NOAA dan BRKP, sedangkan PPPGL hanya mengikutkan beberapa penelitinya. Kerjasama penelitian ini, wajar saja sebab dalam pemanfaatan kapal ini, kita sama-sama institusi pelat merah milik negara. Untuk ke depan, sebenarnya bisa saja kapal ini kami sewakan sebagai dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tapi syaratnya PPGL harus mendapatkan izin Kementerian Keuangan sebagai unit PNBP. Hal itu harus ditetapkan dulu oleh pemerintah. Seingat saya, sekarang kita sudah berhak melakukan itu dengan tarif tertentu, yang kemudian pemasukannya 100% langsung masuk ke kas negara. Jika PPGL membutuhkan anggaran dari penerimaan itu, bisa mengajukan untuk tahun depan ke Kementerian ESDM, dengan catatan tentunya jika disetujui.
Tugas Utama Geomarin III: Memetakan Laut Indonesia Sejak tahun 2012 ini saya tidak lagi terlibat dalam penyusunan program PPPGL karena sudah memasuki masa persiapan pensiun. Namun dari yang saya tahu, target-target programnya tidak berubah, masih 12 lembar peta geologi laut per tahun. Masing-masing peta mencakup area seluas 150 ribu ha. Priortitas lokasi pemetaan saat ini lebih diutamakan di wilayah perairan Indonesia Timur. Wilayah ini merupakan daerah frontier untuk pencarian sumber-sumber baru terutama mineral dan migas. Selain itu, ditemukannya sumber migas blok Masela di perairan Tanimbar telah membuka peluang untuk mengeksplorasi cekungan-cekungan lainnya, yaitu cekungan Aru dan cekungan lainnya yang diduga juga mempunyai prospek migas.
43
Membangun dan Mengelola Geomarine III | Subaktian Lubis
Tugas utama lainnya Kapal Peneliti Geomarin III ini adalah untuk memetakan fitur geologis wilayah laut Indonesia. Sebelum ada Geomarin III, sampai pada tahun 2006 pemetaan geologi laut kita baru mencapai 18,1% dari total target 365 lembar peta, yaitu 66 lembar. Jika kita hanya bekerja dengan gaya business as usual, selesainya baru 88 tahun lagi. Dengan adanya upgrading peralatan, seperti seismik yang awalnya berkecepatan 4 knot kemudian ditingkatkan menjadi 6 knot, jangka waktu itu bisa dipersingkat menjadi 65 tahun (dari tahun 2006). Setelah ada Geomarin III, kita bisa mempercepat lagi proses ini menjadi hanya 19 tahun. Diproyeksikan bahwa pemetaan geologi kelautan ini akan rampung pada tahun 2030-an. Jika hal ini tercapai, akan merupakan rekor baru dalam dunia pemetaan kelautan nasional, karena negara Amerika Serikat saja, selesai memetakan wilayah lautnya selama 100 tahun. Dengan kapal baru itu kita mulai mencantumkan nama-nama baru untuk fitur-fitur geologi bawah laut yang diperoleh selama survei. Banyak namanama fitur baru dasar laut yang telah didepositkan ke UNGEGN PBB. Underwater features yang kami masukkan ke PBB paling tidak ada ratusan nama. Salah satunya adalah Lombok Basin. Jika kita lihat di peta bentuknya hanya seperti pisang. Padahal dari hasil survei geologi bawah laut, tidak sesederhana itu. Lombok Basin memiliki lekak-lekuk di sana-sini, di tengah mengecil kemudian di kedua ujungnya kembali membesar. Dari bentuk itu kami hitung luasnya berapa, kedalamannya berapa, titik tengahnya di mana, ujung paling atas dan paling bawah koordinatnya berapa, ciri-cirinya apa, ketebalan sedimennya berapa, semuanya lengkap. Maka, jika kita meng-klik Lombok Basin di website badan PBB tersebut, keterangannya sudah lengkap. Informasi selengkap itu belum kita miliki di masa lalu. Nama Lombok Basin belum ada di PBB. Lombok Basin hanya muncul di peta geologi bawah laut dengan bentuk sederhana seperti pisang itu, tanpa keterangan detail. Indonesia belum punya peta geologi yang mencakup seluruh wilayah lautnya. Kita sampai sekarang lebih banyak mengandalkan peta geologi dari luar, seperti dari USGS. Itu pun mereka hanya membuat peta dari 1 atau 2 lintasan survei. Padahal dari pemetaan seperti itulah kita bisa mengenal adanya gunung api bawah laut, palung laut, parit laut, punggungan dll.
44
Geomarin III: a Success Story
Menuntaskan Blok Masela Sejak pelayaran perdana, Geomarin III mulai dilengkapi dengan peralatan seismik multi channel. Compresor pemasok tekanan udara yang asalnya 2 x 150 Cu inch, digantikan menjadi 2 x 1000 Cu Inch. Demikian halnya dengan streamer atau hidrofon yang asalnya hanya memiliki 800 m sudah ditambah lagi menjadi 1,5 km. Dengan demikian peralatan seismik kami sudah dapat menembus dasar laut sekitar 6 second TWT atau sekitar 5.000 m. Hal inilah yang membuat kami optomis dapat disejajarkan dengan peralatan sesismik yang berstandar industri migas. Survei yang deep seismik di teluk Tomini dan laut Banda memperlihatkan bahwa rekaman seismik yang kami hasilkan sudah dapat menembus batuan Pra Tersier. Dengan demikian maka, PPPGL sudah dapat melakukan ekplorasi cekungan-cekungan migas di lepas pantai yang umumnya merupakan cekungan Tersier. Dengan kemampuan yang sekelas industri ini maka PPPGL mulai dilirik oleh Ditjen Migas untuk lebih berkiprah pada evaluator hasil Joint Study atau Kajian Prospeksi migas. Kerjasama ini berawal dari perlunya data geomorfologi blok Masela di perairan Arafura, Maluku, yang dikelola perusahaan minyak Jepang INPEX dalam kaitan dengan rencana proses pengolahannya. Seperti diketahui bahwa saat itu berkembang alternatif pengolahan yaitu pemipaan ke pulau Tanimbar, pemipaan ke Darwin, Australia, atau floating refinery yaitu diolah ditengah laut. Untuk memutuskan perijinan pengolahan inilah diperlukan kajian baru sebagai second opinion. Seperti diketahui, bahwa pada blok Masela ini, diperkirakan memiliki cadangan gas sebesar 25 MMSCFD (juta kaki kubik/hari) dan 260 BOPD (barel kondensat/hari). Untuk pengembangan lapangan gas Abadi ini, kontraktor Jepang INPEX Masela Ltd telah melakukan beberapa studi detail yang me liputi penghitungan cadangan (reserve calculation), skenario pengembangan (development scenario) dan studi pemasaran gas (gas marketing study).
Feasibility Studi untuk rencana pengembangan (POD) yang telah dilakukan oleh INPEX sendiri menyimpulkan bahwa berdasarkan faktor keamanan dan keekonomian, telah memilih sistem floating refinery sebagai pilihan utama. Pilihan
45
Membangun dan Mengelola Geomarine III | Subaktian Lubis
yang lain adalah pemipaan ke P. Babar yang berjarak 152 km dan P. Yamdena yang berjarak 146 km dari Blok Masela. Untuk memperoleh ijin pengesahan kajian ini, diperlukan kajian second opinion. Atas permintaan Ditjen Migas inilah maka kapal Geomarin III diberangkatkan ke blok Masela disertai tim terpadu dari Lemigas, PPGL, Badan Geologi, dan Ditjen Migas sendiri. Hasil survei gabungan PPPGL pada lintasan yang searah dengan rencana pipa dengan arah N30oE, memperlihatkan penampang kedalaman dasar laut secara signifikan memperlihatkan elevasi menurun (negatif) kearah timur laut dengan kedalaman mulai dari 946–1.605 meter. Mendekati P. Yamdena, profil kedalaman laut tersebut mendangkal dengan kedalaman laut dari 1.605 menuju kedalaman 859 meter. Morfologi dasar laut pada jalur rencana pipa bawah laut hanya dipengaruhi oleh sistem tektonik Neogen yang masih berlangsung seperti yang ditunjukkan oleh proses anjakan yang mengangkat P. Yamdena. Demikian juga morfologi di antara Blok Masela ke arah P. Yamdena melalui Palung Tanimbar yang dipengaruhi oleh gerak mendatar Benua Australia ke arah utara yang mengakibatkan morfologi sedikit bergelombang. Secara umum, morfologi lembah di sekitar Palung Tanimbar mempunyai kemiringan hanya sekitar 1 – 8%, walaupun termasuk cukup memenuhi safety factor pipa, namun masih beresiko aktivitas tektonik disekitar palung. Hasil kajian ini telah disampaikan kepada Dirjen Migas bu Evita (DR. Evita Legowo), yang selanjutnya menyimpulkan bahwa pihak pemerintah menyetujui pilihan floating refinery. Mengacu pada kajian second opinion ini, akhirnya keluarlah rekomendasi bahwa blok tersebut bisa dikelola namun tanpa pemipaan (piping). Sebab, Geomarin III memang menemukan bahwa pipa yang melewati zona palung akan berpotensi membengkokkan (bending) pipa jika terjadi bencana geologi disekitarnya. Jika “floating refinery” di Blok Migas Masela ini selesai dibangun, maka ia akan menjadi implementasi kilang terapung pertama di dunia. Saya ingat, waktu itu rapat dengan tim evaluator Lemigas di sebuah hotel di Lippo Karawaci, selesai jam 12 malam. Hasilnya langsung kami kirim ke Bu Evita keesokan paginya. Siangnya langsung ditandatangani oleh Menteri ESDM. Tepat keesokan harinya, adalah batas akhir persetujuan PoD (Plan of Development) blok Masela ini mencapai expired date yaitu Agustus 2009. Jadi,
46
Geomarin III: a Success Story
hampir saja kita harus mengulang dan memperpanjang ijin kajian PoD, yang berimplikasi mundurnya jadwal awal produksi. Selanjutnya, Menteri ESDM juga telah menanda tangani Participal Interest (PI) Blok Masela di Kantor Kementerian ESDM pada Januari 2011 lalu.
Geomarin I: Sang Sulung yang Belum Mau Digulung Kapal Peneliti Geomarin I, dibangun khusus untuk pemetaan geologi kelautan di laut dangkal atau kurang dari 200 meter. Berdasarkan hasil yang telah dicapai selama lebih dari 20 tahun survei, sebetulnya kapal ini telah menyelesaikan misinya yaitu telah menyelesaikan seluruh lembar peta di perairan dangkal. Sebenarnya tugas utama Geomarin I untuk memetakan laut dangkal sudah selesai. Namun, kapal ini masih melengkapi peta terdahulu. Geomarin I masih memetakan celah-celah yang dulu belum dikerjakan, misalnya di sebagian perairan Sumatera serta antara Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Selain itu, Geomarin I juga diminta bantuannya oleh Kementerian PU untuk memetakan jalur pembangunan Jembatan Selat Sunda dari Lampung ke Merak. Oleh sebab itu, walaupun kami merencanakan untuk mempensiunkan Geomarin I, tetapi karena fungsinya yang masih dibutuhkan, maka kami masih akan meretrofit kapal ini sehingga masih bisa dimanfaatkan sampai 4-5 tahun ke depan.
Sukses Geomarin, Sukses PPPGL Sukses Geomarin III bukanlah satu-satunya kesuksesan manajemen PPPGL. Terkait dengan kesuksesan kapal ini, PPPGL pun berhasil menyiapkan nakhoda berkelas. PPPGL memberikan peluang bagi perwira kapal untuk mengambil jenjang pelaut lanjutan di luar negeri (Thailand). Jenjang ini dilanjutkan dengan magang pada kapal peneliti berkelas di atas 1.000 DWT. Langkah ini ini ternyata sangat tepat dilakukan. Sebab pada saat Kapal Geomarin III diserahterimakan, maka PPPGL telah memiliki calon nakhoda yang bersertifikat memadai. Sehingga, nakhoda Geomarin III dapat ditunjuk langsung dari internal ABK PPPGL sendiri.
47
Membangun dan Mengelola Geomarine III | Subaktian Lubis
Catatan kesuksesan PPPGL lewat Kapal Geomarin III juga mencakup: 1. Keberhasilan kerjasama internasional pada tahun 2008 dan 2009: kerjasama dengan institusi nasional dan asing dalam melaksanakan kegiatan penelitian bersama yaitu, ekspedisi SITE (South China Sea - Indonesian Seas Transport / Exchange) dan ITF (Indonesian Through Flow). Kegiatan ini berkolaborasi dengan NOAA; Lamont Doherty Earth Observatory; Columbia University, New York, USA; First Institute Oceanography, Qingdao, China; Badan Riset Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Penelitian bersama ini meng gunakan Kapal Geomarin III dari Selat Makasar sampai ke Zona Ekonomi Eksklusif di Samudera Hindia, mendekati perbatasan dengan Pulau Christmas (Australia), dan Selat Makasar sampai Laut Banda. 2. Keberhasilan melaksanakan survei seismik multi-channel dan survei geo magnetik di cekungan busur belakang Pati-Rembang. Survei ini terkait kajian pembentukan cekungan migas pull apart basin untuk penyiapan wilayah kerja migas lepas pantai. 3. Keberhasilan melaksanakan percepatan pemetaan bersistem geologi kelautan skala 1:250.000 menggunakan KP Geomarin III. Percepatan pemetaan ini dilakukan sejak tahun 2010 di perairan kawasan timur Indonesia (Laut Sulawesi, Laut Banda, Laut, Teluk Tomini, dan Laut Hal mahera) dengan capaian 8-12 lembar per tahun. 4. Keberhasilan meningkatkan laju pemetaan geologi kelautan bersistem di seluruh perairan Indonesia, yang sampai tahun 2006 baru mencapai 18,1%. Pada tahun 2008 pemetaan ini telah meningkat menjadi 20,1%. Kemudian pada tahun 2011, setelah menggunakan KP Geomarin III, luas daerah terpetakan telah mencapai 24,4%. Pemetaan diproyeksikan dapat mencapai 34,3% pada tahun 2014, yang mencakup wilayah laut dalam terutama di perairan kawasan timur Indonesia. 5. Menerapkan program “knowledge management” melalui “sharing idea” setiap tahun dari para Perintis dan Senior PPPGL. Sharing idea ini disisipkan setiap acara Kolokium Tahunan PPPGL, dan telah dimulai sejak tahun 2008. Pada acara ini dihimpun berbagai informasi “tacit knowledge” dari para senior PPPGL yang belum sempat diungkapkan atau dipublikasikan.
48
Geomarin III: a Success Story
Ada satu hal terkait Geomarin yang belum berhasil saya capai. Hal itu adalah melanjutkan kerjasama dengan BASARNAS. Kapal Geomarin III sebenarnya pernah diminta bantuan BASARNAS untuk menjadi kapal SAR. Jika misalnya kapal ini sedang beroperasi di Laut Aru dan terjadi kecelakaan, maka otomatis seluruh kegiatan dihentikan dan kapal beralih fungsi menjadi kapal SAR. Sebenarnya Kapal Geomarin III sudah saya daftarkan ke BASARNAS, tapi saya belum tahu kelanjutannya. Persyaratan menjadi kapal BASARNAS itu tidak kurang ketatnya. ABK misalnya, harus dilatih di PMI untuk menangani first aid. Di PPPGL, baru empat orang yang mampu melakukan first aid di laut. Jadi, walaupun sudah terdaftar, kapal ini belum menjadi armada BASARNAS. Mudah-mudahan ke depannya rencana ini bisa terealisasikan. Kalau kapal ini sudah menjadi bagian armada BASARNAS, banyak keuntungan yang bisa diperoleh. Sistem komunikasinya akan ditingkatkan, begitu juga dengan peralatan dan perlengkapan keselamatannya.
Lelah Bersama, Sukses Bersama Selama 5 tahun dari 2003-2007, saya praktis hanya mengawal proses peng ajuan dan pencairan anggaran pembuatan kapal Geomarin III itu. Saya tidak melakukan hal-hal lain. Mungkin saya satu-satunya Kapus selama ini yang hampir tidak pernah melakukan kunjungan dinas keluar negeri. Barulah se telah kapal selesai dan mulai beroperasi, saya berkesempatan dinas keluar negeri, mewakili Kepala Badan Litbang ESDM ke Jepang, Norwegia dll. Saya menjadi Kapus hampir 10 tahun, mulai 2002 hingga 2011. Saya dapat dikatakan Kapus terlama di Kementerian ESDM. Mungkin saja Kepala Badan Litbang ESDM khawatir jika mengganti saya di tengah-tengah proses pembangunan kapal baru ini, proyek kapal ini bisa terhenti di tengah jalan. Proyek Kapal Geomarin III ini memang sebuah perjalanan panjang. Pembangunannya menyangkut banyak sekali pihak. Dari segi kewenangan anggaran misalnya, kami harus berhubungan dengan DPR, Ditjen Anggaran, Bappenas. Begitu pula dari segi pelaksanaan pembangunan dan sertifikasi, panjang sekali jalan yang harus ditempuh.
49
Membangun dan Mengelola Geomarine III | Subaktian Lubis
Dalam perjalanan pembangunan kapal itu, saya sama sekali tidak pernah dirotasi atau digeser. Padahal selama saya menjadi Kapus, sudah tiga kali terjadi pergantian Kepala Badan. Kepala Balitbang ESDM pada saat saya mulai bertugas di PPGL adalah Dr. Ir. Simon Sembiring, Dirjen Minerba-nya waktu itu adalah Dr. Ir. Wimpy S Tjetjep. Kemudian Pak Wimpy dan Pak Simon bertukar posisi. Saat itulah saya diangkat menjadi Kapus dan mulai mendongkrak anggaran untuk pembangunan Kapal Geomarin III. Berikutnya, Pak Wimpy digantikan oleh Bu Neni Sri Utami, saat itu proses pembangunan kapal tengah berjalan. Setelah Bu Neni, Pak Bambang Dwiyanto, MSc. yang menjadi Kepala Badan ESDM. Jadi, selama proses pembangunan Geomarin III ini, tidak ada Kepala Badan yang mengikuti dari awal hingga akhir. Sekretaris Balitbang ESDM yaitu Ir. Nuah Perangin-angin, pada waktu itu, juga banyak memberikan dukungan secara kelembagaan sehingga terlaksananya pembangunan kapal ini. Sedangkan, Ibu Dra. Retno Setiyaningrum, MM., yang menggantikannya, banyak memberikan gagasangagasan dalam pengelolaan kapal ini. Tentu saja, setiap kali pergantian kepemimpinan, saya harus menjelaskan segala sesuatunya dari A sampai Z kepada pimpinan yang baru. Alhamdulillah, semua pimpinan mendukung dan mendorong program ini. Yang juga membanggakan adalah, pada saat peresmian kapal, Pak Wimpy dan Bu Neni juga turut menghadiri, meski Pak Bambang yang kemudian meresmikan. Harus diakui, bahwa kapal Geomarin III ini adalah karya estafet mereka bertiga. Pak Wimpy yang merencanakan, Bu Neni yang melaksanakan dan akhirnya Pak Bambang yang meresmikan. Mereka bertiga menjabat bergantian selama posisi Menteri ESDM dipegang oleh Pak Purnomo Yusgiantoro. Saya merasa Pak Purnomo adalah Menteri ESDM yang paling istimewa, baik dari segi kepemimpinan maupun personal approach, terutama terkait dengan pembangunan kapal ini. Saya sendiri telah mengalami beberapa kali pergantian jabatan Menteri ESDM, mulai dari Pak Subroto, I.B. Sudjana, Susilo Bambang Yudhoyono, Kuntoro Mangkusubroto, Purnomo Yusgiantoro, Darwin Saleh, hingga yang terakhir Pak Jero Wacik sebelum saya menjalani masa pensiun.
50
Geomarin III: a Success Story
Success story ini juga tidak lepas dari peran para pendahulu, perintis, serta pelaku sejarah PPPGL. Paradigma “Jasmerah”, yaitu isi pidato Bung Karno sebagai pesan kepada masyarakat dan kependekan dari “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah”, merupakan momentum awal dalam perencanaan ke de pan. Dengan mengenang sejarah, perjalanan panjang pembangunan kapal ini akan tetap berada pada arah yang sesuai dengan arah yang telah dirintis oleh para pendahulunya. Selanjutnya, sebagai pemimpin penerus, hendaknya tidak boleh “kehilangan ide”, karena ide akan memotivasi untuk berbuat lebih. Para perintis dan pelaku sejarah penelitian geofisika kelautan PPPGL yang sangat besar perannya dalam rangkaian kesuksesan di atas, diantaranya adalah: Drs. H.M.S. Hartono melalui organisasi internasional seperti Commitee for Coordinating Offshore Prospecting (CCOP), UNDP, United States Geological Survey (USGS) dalam merintis kerjasama internasional. Ismail Usna, MSc dan Drs. Aswan Yasin, sebagai Kepala Pusat yang telah memperkokoh eksistensi PPPGL melalui program pemetaan nasional bersistem, pembangunan fasilitas koleksi sedimen dasar laut (cold storage), dan pembentukan infrastruktur sarana penunjang operasional kapal peneliti di Cirebon. Suharno, B.Sc, yang merintis penguasaan teknologi geofisika kelautan, merintis dan melaksanakan kerjasama eksplorasi timah dengan PT Timah, dan kerjasama pemetaan laut bersama Dishidros AL. Ir. Sukardjono Hadikusumo, yang menerapkan prinsip “doing is learning”. Beliau adalah orang yang pertama kali mengoperasikan sendiri peralatan seismik refleksi saluran tunggal Uniboom dan sparker, bekerjasama melaksanakan survei di 12 pelabuhan Pertamina, membangun workshop fasilitas kelautan Cirebon, serta merintis pelatihan teknisi kerjasama dengan CCOP. Ir. Mulyana Widjajanegara, yang menerapkan konsep pengelolaan kapal serta pemeliharaan kapal peneliti Geomarin I dan Geomarin II secara propor sional. Sehingga, sampai tahun 2010 (20 tahun beroperasi) kedua kapal tersebut tidak pernah mengalami kecelakaan, dan memperoleh predikat zero accident dalam keselamatan kerja. Untuk keberhasilan ini, nakhoda KP Geomarin I
51
Membangun dan Mengelola Geomarine III | Subaktian Lubis
memperoleh Penghargaan Darma Karya Pertama dari Menteri ESDM pada tahun 2011. Ir. Nana Sukmana, MSc. sebagai pejabat pelaksana anggaran yang telah merealisasikan program pembangunan kapal riset kelas dunia, melalui penganggaran APBN secara multi years ini. Dr. Ir. Susilohadi, perekayasa dan ahli geologi yang hobinya elektronik, sangat berjasa besar dalam instalasi peralatan survei di kapal, mengawal secara konsisten standar keselamatan ISO 90018-2007, dan yang menginisiasi pelayaran perdana Geomarin III. Selanjutnya beliau, dipercaya melanjutkan amanah sebagai Kapus PPGL yang ke lima, setelah saya. Sadjuri Latif, teknisi senior yang membuat rancang bangun dan mengkader para teknisi muda dalam memodifikasi peralatan penunjang seismik, serta peralatan gaya berat kelautan (underwater gravimeter U26/964) buatan LaCoste & Romberg. Peralatan gaya berat ini yang hanya diproduksi 10 buah di dunia, dan salah satunya dimiliki oleh PPPGL.
52