ISSN 2088-6527
Desember 2013
VOL. 4 NO. 3
GEMA BNPB
Liputan Khusus
RIWAYAT LETUSAN SINABUNG
40 Bantuan 1 Miliar Bagi Korban Merapi
FOKUS BERITA 33 Menata Kembali Kehidupan di Lereng Merapi
Pengantar Redaksi
DAFTAR ISI Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
28 36 40 56 58
4
Laporan Utama
Penyelenggaraan Akbar Gaungkan Prb Pengarusutamaan strategi pengurangan risiko ben cana (PRB) sudah menjadi pemaham an bersama baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional.
M
inggu kedua Oktober 2013 lalu, kita memperingati Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Pada peringatan kali ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengangkat tema “Pengurangan Risiko Bencana, Investasi untuk Ketangguhan Bangsa”. PRB sebagai bagian dari penanggulangan bencana sangat penting dalam mewujudkan ketangguhan masyarakat terhadap potensi dan ancaman bencana. BNPB selalu mengagendakan setiap tahun peringatan ini seperti halnya dunia juga memperingati International Day for Disaster Reduction yang biasanya diperingati pada minggu ketiga Oktober.
sebagai kekuatan dalam penanggulangan bencana.
Penyelenggaraan rangkaian Peringatan Bulan PRB bertempat di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, pada 7 – 10 Oktober 2013. Peringatan ini berlangsung dengan sukses dan beberapa capaian sangat bermanfaat dalam pengarusutamaan PRB di Indonesia. Melalui penyelenggaraan ini, keterlibatan masyarakat dan mitra Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) baik kementerian/lembaga, organisasi non pemerintah di tingka nasional dan internasional, organisasi internasional, organisasi masyarakat, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun forum-forum PRB dapat diperkuat dan bersinergi
Semoga yang kami sajikan pada edisi GEMA BNPB kali ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan di seputar kebencanaan. Melalui media jurnalistik ini, kami selalu mendorong masyarakat untuk giat dalam membangun kesadaran dan kesiapsiagaan demi menciptakan ketangguhan bangsa menghadapi bencana. Salam kemanusiaan!
GEMA BNPB volume empat Nomor 3 tahun 2013 ini menampilkan laporan utama terkait Peringatan Bulan PRB di Mataram. Sementara itu, fokus berita menampilkan berita terkait kesiapsiagaan seperti sosialisasi konferensi menuju Mentawai Megathrust 2014, serta geladi lapang latih respon darurat pasca gempa 8,9 SR. Tulisan lain pada fokus berita ini mengenai rehabilitasi dan rekonstruksi pasca erupsi Merapi. Pada edisi ini juga menyajikan pemikiran Kepala BNPB mengenai peran pemerintah dalam penanggulangan bencana.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat
Dr. Sutopo Purwo Nugroho
7 Mitra Penting Upaya Pengurangan Risiko Bencana 14 Bnpb Dorong Universitas Kembangkan Kajian Akademis Kebencanaan 19 Radio Streaming Peringatan Bulan Prb 2013
TEROPONG 3 Pengantar Redaksi
Fokus Berita 22 Siap Siaga Hadapi Ancaman Mentawai Megathrust 28 Geladi Lapang Latih Respon Tanggap Darurat Pasca Gempa 8.9 Sr 31 Menata Kembali Kehidupan di Lereng Merapi
Liputan Khusus 36 Bantuan 1 Miliar Bagi Korban Merapi 39 Perwakilan 9 Negara Belajar Dari BNPB 40 Riwayat Letusan Sinabung
45 Profil Data Kebencanaan Indonesia Periode Semester Pertama 2013 48 Peningkatan Kompetensi Teknis OPerator Radio Komunikasi 51 Harmonisasi Hukum dalam Penanggulangan Bencana 56 Pembangunan Gedung BNPB Pramuka 57 BNPB Menerima SPS Award 58 Penganugerahan Kreativitas Kebencanaan 2013
Profil 62 PERENCANAAN REHAB REKON DIRANCANG UNTUK MEMBANGUN LEBIH BAIK
SNAP SHOT
PELINDUNG Kepala BNPB PENASIHAT Sekretaris Utama PENANGGUNG JAWAB Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas REDAKTUR Neulis Zuliasri, Agus Wibowo, Harun Sunarso, I Gusti Ayu Arlita NK EDITOR Ario Akbar Lomban, Theophilus Yanuarto, Rusnadi Suyatman Putra, Suprapto, Slamet Riyadi, Ratih Nurmasari, Andika Tutun Widiatmoko FOTOGRAFER Andri Cipto Utomo DESAIN GRAFIS Ignatius Toto Satrio SEKRETARIS Sulistyowati, Audrey Ulina Magdalena, Ulfah Sari Febriani, Murliana ALAMAT REDAKSI Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Pusat Data, Informasi dan Humas, Jl. Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat Telp. : 021-3458400 Fax : 021-3458500 Email :
[email protected]
Laporan Utama
Penyelenggaraan Akbar
Gaungkan Prb
4
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
P
engarusutamaan strategi pengurangan risiko ben cana (PRB) sudah menjadi pemaham an bersama baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Banyak kaj ian dan pengalaman telah menunjukkan bahwa melalui strategi ini, korban jiwa, kerugian, kerusakan serta dampak yang lebih luas dapat ditekan pasca terjadinya bencana. Di samping itu, masyarakat perlu mengenali dan memahami baik potensi dan ancaman bahaya di sekitar. Tidak hanya hal tersebut, masyarakat juga harus mengetahui bagaimana mengantisipasi dan menanggulangi setiap ancaman bahaya yang mungkin terjadi. Pemikiran ini kemudian perlu dikampanyekan kepada setiap masyarakat sehingga masyarakat yang tangguh dapat terwujud. Ini semua melatarbelakangi Peringatan Bulan PRB 2013 yang diselenggarakan secara akbar. Peringatan ini merupakan magnet bagi masyarakat sehingga apa yang diharapkan dalam kegiatan ini dapat terwujud. Di samping itu, peringatan ini sangat strategis sebagai momentum dalam mensosialisasikan pengurangan risiko bencana di tengah-tengah masyarakat. Pelibatan masyarakat sangat penting karena mereka berada di garis depan dalam melakukan tanggap darurat. Penyelenggaraan yang dipu satkan di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 7 – 10 Oktober 2013 ini tidak hanya melibatkan para aktor penanggulangan bencana tetapi juga masyarakat NTB. Sementara itu, Peringatan Bulan PRB ini mengangkat tema “Pengurangan Risiko Bencana, Investasi Untuk
Ketangguhan Bangsa”. Tema ini selaras dengan hasil Global Platform keempat, “Invest Today for a Safer Tomorrow”. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerjasama dengan Platform Nasional (Planas) dan Pemerintah Provinsi NTB mengagendakan serangkaian kegiatan yang bersifat akademis dan hiburan. Pelibatan masyarakat digelar pada serangkaian kegiatan seperti lomba-lomba, pameran, rally, pang gung hiburan, pelatihan dan sosia lisasi PRB, serta evakuasi mandiri. Evakuasi mandiri dilakukan di Desa Cemara, Lombok Barat dan Desa Labuan Tereng, Lombok Barat. Di samping itu, penyelenggaraan rangkaian kegiat an peringatan Bulan PRB ini terbuka untuk umum. Pada kesempatan ini, BNPB menyelenggarakan pelayanan bagi masyarakat seperti bhakti sosial, pelayanan kesehatan, penyuluhan dan pemulihan penurunan kasus gizi buruk dan gizi kurang, pelayan an kasus Demam Berdarah, dan kesehatan lansia. Penyelenggaraan secara akbar peringatan ini dihadiri 1.300 pe serta dari kementerian/lembaga, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi, kabupa ten/kota, akademisi, praktisi, serta perwakilan-perwakilan organisasi masyarakat, organisasi non peme rintah, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi internasional. Peringatan Bulan PRB ini dibuka secara resmi oleh Kepala BNPB Syamsul Maarif di Hotel Lombok Raya, pada 7 Oktober 2013 lalu. Kepala BNPB didampingi Wakil Gubernur NTB Muhammad Amin selaku tuan rumah penyelenggaraan Peringatan Bulan Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
5
Laporan Utama
Laporan Utama Forum PRB:
Mitra Penting Upaya Pengurangan Risiko Bencana oleh Djuni Pristiyanto*
PRB 2013. Pesan yang ingin kita sampai kan bahwa bencana ini dapat di hindarkan atau ditekan, oleh kare na itu kita mengenal pengurangan risiko bencana”, demikian ucap Syamsul Maarif dalam sambutan pembukaan. Beliau juga menga takan bahwa bukan gempanya tetapi bangunannya yang perlu diperhatikan. “Bukan banjirnya tetapi bagaimana mengelola lingkungan dan apa pun untuk menjaganya”, tambah Syamsul Maarif. Indonesia dikenal dunia internasional karena upaya-upaya kerja kerjas dalam mewujudkan PRB di nusantara. Syamsul Maarif mengingatkan kembali bahwa Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan gelar Global Champion for Disaster Risk Reduction. Ini sebagai kerja keras bersama dalam pengarusutamaan PRB di Indonesia. Mengakhiri sambutannya, Kepala BNPB mengajak terus menerus upaya peningkatan kapasitas dalam PRB di tingkat lokal dan local wisdom juga harus ditampilkan. Sementara itu, Wakil Gubernur NTB menambahkan juga bahwa pentingnya kearifan lokal dan pendidikan usia dini dalam membangun kesadaran akan PRB 6
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
dan ketangguhan menghadapi bencana. Puncak Peringatan Bulan PRB dipusatkan di tiga lokasi utama, yaitu Hotel Lombok Raya, GOR Mataram dan Universitas Mataram. Kegiatan yang bersifat sains dise lenggarakan antara lain seminar 12 naskah akademis Masterplan Bencana Indonesia, hasil riset dari 12 universitas. Sementara itu, Lomba yang diselenggarakan BNPB meliputi lomba menggam bar dan mewarnai, lomba drama kategori siswa SD-SMA, lomba cerdas, lomba pemetaan serta lomba rally foto bekerjasama dengan majalah kebencanaan ZeroRisk. Dalam acara bedah buku, 9 buku akan dibahas termasuk buku pengalaman Kepala BNPB Dr. Syamsul Maarif dalam pe
na nganan para penyintas di Rokatenda. Penyelenggaraan acara ini berlokasi di Perpustakaan Universitas Mataram. Kegiatan lain adalah penanaman mang rove dan bambu, rally PRB dengan rute konvoi menyusuri beberapa wilayah yang pernah terdampak bencana. Rally ini diikuti lebih dari 100 kendaraan kebencanaan. Secara khusus, momentum peringatan Hari PRB memberikan kesempatan untuk pelaksanaan pertemuan Forum PRB seIndonesia. Pertemuan ini meru pakan sarana bagi Forum PRB seIndonesia untuk mendiskusikan hal-hal terkait dengan kegiatan PRB ke depan dengan mempertimbangkan Deklarasi Yogyakarta sebagai hasil AMCDRR ke-5 pada tahun 2012 lalu.
S
alah satu rangkaian kegiat an yang dilakukan pada Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2013 adalah pertemuan Forum PRB. Forum ini sangat strate gis dalam memobilisasi kekuatan baik ditingkat akar rumput hingga nasional. Forum PRB memberikan kesempatan bagi siapa saja untuk memberikan kontribusi pemikiran
dan aksi, khususnya dalam pengu rangan risiko bencana. Selama dua hari para pelaku Forum Pengura ngan Risiko Bencana (FPRB) telah mengadakan “Konsultasi Nasional Forum Pengurangan Risiko Benca na se-Indonesia” pada tanggal 8-9 Oktober 2013 di Gedung Sangkareang, Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan diikuti oleh lebih dari 150
orang wakil dari FPRB di seluruh Indonesia, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota; Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), lembaga non pemerintah nasional dan internasional, serta para praktisi kebencanaan. Dalam pertemuan ini secara aktif dilakukan diskusi, berbagi pengetahuan dan wawasan, serta harapan dan kekuatiran mengenai Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
7
Laporan Utama arah perkembangan FPRB ke depan.
Forum Pengurangan Risiko Bencana Dari berbagai pengalaman res pon saat dan pasca bencana banyak sekali pelaku penanggulangan bencana (PB) yang terlibat. Hal itu memunculkan banyak perma sa lahan, seperti koordinasi, komu nikasi, tumpang tindih data, dan lain-lain. Oleh karena itu penting adanya kerja-kerja sebelum terja dinya bencana dan pengurangan risiko bencana (PRB), membangun kesepahaman dan komitmen ten tang PRB serta membentuk Forum PRB. PRB adalah pekerjaan pemba ngunan yang kompleks yang ber sifat lintas bidang/sektor. Pekerjaan ini membutuhkan komitmen poli tik dan hukum, dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, ditopang oleh perencaaan pembangunan yang cermat, serta penerapan ke bijakan dan legislasi secara ber tanggungjawab, kemudian sistem peringatan dini yang berpusat
pada rakyat, dan mekanisme kesiapsiagaan dan respon bencana yang efektif. Seluruh aktivitas yang berada di bawah judul besar pengarusutamaan pengurangan risiko bencana seperti tersebut di atas, tentu saja tidak bisa dan tidak mungkin diselenggarakan, tanpa adanya mekanisme kerjasama dan kolaborasi banyak pihak dan aktor dari semua tingkatan yang ada di suatu masyarakat bangsa. Forum PRB merupakan forum multi-pihak yang melibatkan pemerintah, organisasi nonpeme rintah, sektor swasta, perguruan tinggi, para dan pemangku kepentingan lainnya. Ini menjadi wadah sosialisasi dan peningkatan kesadaran akan isu PRB, memfasilitasi pengarusutamaan PRB ke dalam pembangunan, serta berfungsi sebagai forum koordinasi dan berbagi data/informasi antar pihak dalam melaksanakan kegiatan PRB. Forum PRB ini dapat juga berfungsi sebagai pengawas kegiatan-kegiatan PRB. Tujuan dibentuknya Forum
PRB adalah untuk melakukan kerjasama efektif antar pihak dalam isu PRB yang kompleks dan lintas bidang/sektor. Pada prinsipnya Forum PRB ini merupakan milik bersama dari berbagai pihak yang terlibat dalam seluruh proses pembentukannya itu. Ada banyak manfaat dengan adanya Forum PRB, yaitu meningkatkan keterpaduan kegiatan PRB; menciptakan wadah untuk saling bertukar informasi, pelajaranpelajaran dan praktik-praktik yang baik dalam PRB; memfasilitasi pihak-pihak berwenang dalam mengarusutamakan PRB ke dalam pembangunan; dan akses dan hubungan dengan para pelaku PRB di tingkat lokal, nasional, regional dan global. Badan PBB yang mengurusi PRB, United Nations International Strategy for Disaster Reduction telah memberikan saran-saran tentang pengarusutamaan PRB di tingkat nasional melalui me kanisme Platform Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana (Platform Nasional PRB). Lembaga
ini pada dasarnya sebuah wadah multipihak untuk PRB yang dapat menyediakan dan memfasilitasi berbagai upaya mobilisasi penge tahuan, keterampilan, dan sumbersumber daya yang dibutuhkan untuk mengarusutamakan PRB ke dalam kebijakan, perencanaan, dan program-program pemba ngunan. Platform Nasional PRB juga diharapkan bisa berperan sebagai mekanisme koordinasi multipihak tingkat nasional yang melayani berbagai upaya advokasi PRB di semua tingkatan.
Kotak: Sekjen PBB tentang Platform Nasional PRB Di Indonesia Forum PRB diben tuk di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan forum tema 8
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
tik. Forum PRB tematik dibentuk sesuai dengan kebutuhan dasar para pendukungnya atau berbasis bahaya bencana yang sama, seperti Forum Perguruan Tinggi untuk PRB (FPT PRB), Forum Gunung Merapi, Forum Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo (Forum Bengawan Solo), dan lainlain. Pada saat ini sudah terbentuk Platform Nasional PRB (Planas PRB) sebagai Forum PRB di tingkat nasional, 16 Forum PRB di tingkat provinsi (Forum PRB DIY, Forum PRB Sumbar, Forum PRB NTT, Forum PRB Bengkulu, Forum PRB Aceh, Forum PRB Sumut, Forum PRB Sulteng, Forum PRB Sulut, Forum PRB Sulsel, Forum PRB Sultra, Forum PRB Bali, Forum PRB Jateng, Forum PRB Papua, Forum PRB Kaltim, Forum PRB Jabar,
Forum PRB Jatim); 17 Forum PRB di tingkat kabupaten/kota (Forum PRB Kabupaten Lombok Timur, Forum PRB Kota Banda Aceh, Forum PRB Kabupaten Manggarai, Forum PRB Kabupaten Aceh Utara, Forum PRB Kota Tomohon, Forum PRB Kabupaten Cilacap, Forum PRB Kepulauan Sumbawa, Forum PRB Kota Bima, Forum PRB Kabupaten Bima, Forum PRB Kabupaten Dompu, Forum PRB Kabupaten Cianjur, Forum PRB Kabupaten Sukabumi, Forum PRB Kabupaten Nabire, Forum PRB Kota Jayapura, Forum PRB Kabupaten Bantul, Forum PRB Flores Raya, Forum PRB Kabupaten Pesisir Selatan); dan 13 Forum PRB tematik (Forum Guru PRB Kabupaten Simeulue, Forum Multipihak DAS CiliwungCisadane “Save Our Jakarta”, Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
9
Laporan Utama Forum Pengelolaan DAS Multi Pihak Provinsi Sumatera Barat, Forum Gunung Merapi, Forum Gunung Slamet, jAnGkAr KeLuD - Jangkane Kawula Redi Kelud, Forum Perguruan Tinggi untuk PRB, Forum DAS Bengawan Solo di Jateng dan Jatim, Forum Gunung Kelud, Forum DAS Benanain, Jaringan Kemitraan Penanggulangan Bencana atau Disaster Resource Partnership National Network for Indonesia, PASAG Merapi, Forum DAS Brantas di Jawa Timur). Forum PRB berikut ini sedang dalam proses pembentukan Forum PRB Kabupaten Bojonegoro, Forum PRB Kabupaten Lamongan, Forum PRB Kabupaten Mojokerto, Forum PRB Kabupaten Pasuruan, Forum PRB Kabupaten Lumajang, Forum PRB Kabupaten Malang, Forum PRB Kabupaten Tulungagung, Forum PRB Kabupaten Trenggalek, Forum PRB Bogor, Forum PRB Kabupaten Garut.
10
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Forum PRB di Tingkat Nasional Konferensi Dunia Pengurangan Bencana di Kobe, Jepang pada awal tahun 2005 melahirkan Kerangka Aksi Hyogo atau Hyogo Framework for Action (HFA) yang ditandatangani oleh 168 negara, termasuk Indonesia. Konferensi itu juga merekomendasikan diben tuknya Platform Nasional Pengu rangan Risiko Bencana (Platform Nasional PRB) sebagai sebuah mekanisme nasional multipihak yang bertindak sebagai penganjur PRB di berbagai tataran. Platform Nasional PRB dapat memberikan dukungan koordinasi, analisis dan nasehat tentang bidang-bidang prioritas yang memerlukan tin dakan terpadu dalam rangka mengarusutamakan PRB ke dalam kebijakan-kebijakan, perencanaan dan program-program pembangunan sesuai dengan pelaksanaan HFA. Di Indonesia, Platform Nasional PRB Indonesia (Planas PRB) diben tuk pada tanggal 20 November 2008 di Jakarta. Fokus pekerjaan
PRB menjadi wadah koordinasi, analisis, dan pemrasaran tentang kebijakan-kebijakan yang perlu mendapatkan prioritas atau aksi bersama. Planas PRB juga disepakati sebagai forum yang dipimpin oleh lembaga-lembaga nasional dan diharapkan memiliki kepemimpinan yang kuat. Planas PRB menjadi suatu forum lintas pelaku di tingkat nasional yang memfasilitasi pertukaran informasi tentang program-program dan kegiatankegiatan PRB yang dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan termasuk memantau keterkaitan program dan kegiatan tersebut dengan HFA. Di samping menjalankan fungsifungsi advokasi isu PRB serta kemitraan dan kerjasama strategis di tingkat nasional, Planas PRB juga mendorong pencarian kiatkiat adaptasi, implementasi dan penguatan komitmen terhadap HFA, serta mendorong konsensus dan konsultasi, baik di tingkat
pada masa-masa awal pembentu kan Platform Nasional adalah pe nataan kelembagaan, khu susnya mengenai sistem keanggotaan dan susunan kepengurusan yang rampung pada April 2009. Salah-satu momentum penting dalam perjalanan pembangunan kelembagaan Planas PRB adalah rangkaian diskusi kelompok terfokus yang diselenggarakan pasca pertemuan tingkat menteri negara-negara di wilayah Asia Pasific untuk pengurangan risiko bencana (Asia Ministry Conference for Disaster Risk Reduction/ AMCDRR) di Kuala Lumpur 2008, untuk menyusun kerangka visi, misi, dan tujuan jangka panjang Planas PRB. Rangkaian diskusi kelompok terfokus tersebut melahirkan beberapa kesepakatan, dalam rangka menjalankan peran sebagai mekanisme kolaborasi multipihak tingkat nasional yang bekerja untuk mendorong advokasi kebijakan PRB di semua tingkatan, Planas
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
10
11
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
pusat maupun daerah. Untuk itu Planas PRB melalui pilar yang ada, yakni perguruan tinggi, LSM, Media dan Lembaga Usaha (untuk pilar Pemerintah menjadi tanggung jawab BNPB dalam mengkoordinasikannya), serta berdasarkan usulan dari Dewan Pengarah Planas PRB akan memfasilitasi diskusi tematik masing-masing 1 hari kegiatan untuk mensinergikan agenda sektoral kedalam kerangka kerja Planas PRB. Planas PRB terlibat aktif dalam membangun jaringan baik di tingkat internasional maupun di tingkat lokal. Untuk Tingkat internasional, dengan Global Platform; ada serangkaian aktivitas yang terkait dengan pengurangan risiko bencana di tingkat nasional. Seperti menyusun laporan HFA, dan pertemuan tingkat global. Untuk tingkat regional, Planas PRB menjadi salah satu penggagas terbentuknya Asia Pacific Alliance for Disaster Management yang
nantinya menjadi wadah untuk saling belajar dan menguatkan kerjasama dalam pengurangan risiko bencana dengan negaranegara lain di kawasan. Membangun jaringan di ting kat lokal menjadi salah satu prioritas program kerja Planas PRB. Mengingat pentingnya membangun pengetahuan dan kapasitas dalam pengurangan risiko bencana di daerah, serta keterbatasan Planas PRB dalam menjangkau luasnya wilayah di Indonesia dan upaya untuk membangun tata kelola yang lebih baik maka pelibatan komponenkomponen daerah menjadi sebuah keharusan. Kunci dari kegiatan ini adalah bagaimana membangun dialog antar berbagai lembaga, baik sek tor pemerintah, swasta, media dan juga LSM. Dialog ini merupakan salah satu cara untuk memperoleh gambaran bagaimana membangun strategi pengembangan PRB di Indonesia, serta bagaimana me
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
11
Laporan Utama
ngarus-utamakan PRB dalam se tiap perencanaan masing-masing kelembagaan. Karena fungsi dan tugas Planas PRB adalah memas tikan bahwa isu PRB menjadi pertimbangan dan dimasukkan dalam model pengembangan kebi jakan dan rencana pemba ngunan. Evaluasi HFA, merupakan salah satu cara strategi yang ditempuh, untuk mengetahui bagaimana peran-peran lembaga lain dalam pengembangan PRB di Indonesia, serta untuk melihat kesenjangan yang muncul antar wilayah dan pusat serta menemukan model-model yang tepat dalam membangun program-program PRB di Indonesia Planas PRB sebagai forum multipihak, dimana kementerian dan lembaga pemerintah juga menjadi bagian dari forum. Maka sudah selayaknya keberadaan Planas PRB juga untuk mendukung upaya-upaya pemerintah dalam PRB. BNPB sebagai leading sector untuk PRB menjadi counterpart utama Planas, di samping kemen terian dan lembaga pemerintah lainnya yang juga memiliki program 12
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
untuk PRB. Planas PRB sebagai forum ko munikasi dan konsultasi berharap bisa menjadi wadah untuk mem bantu mengkoordinasikan programprogram PRB yang ada di seluruh kementerian/lembaga negara, walaupun fungsi koordinasi ini diemban oleh BNPB. Sebagai lembaga yang terdiri dari banyak anggota dari berbagai sektor/kelompok, tugas Planas PRB tentu tidak mudah untuk mengawal implementasi HFA melalui berbagai programnya, salah satu program utama dan cukup penting adalah program untuk bidang advokasi dan penguatan kelembagaan, dalam hal ini penguatan kelembagaan atau organisasi yang berada didaerah yang memiliki fungsi yang sama dan cukup beragam pola dan bentuknya terutama daerah yang memiliki potensi bencana yang cukup besar. Saat ini adalah momentum semakin berkembangnya isu penanggulangan bencana tingkat regional dan nasional dan dinamisnya respon daerah dalam membangun kegiatan
pengurangan risiko bencana, maka menyediakan forum konsultatif dan upaya peningkatan kapasitas forum daerah menjadi sebuah keharusan, sehingga forum yang saat ini lahir diharapkan tidak hanya sekedar dibentuk, tetapi dapat menjadi mitra strategis dalam pengarusutamaan PRB di daerah. Pertemuan internasional Konferensi Tingkat Menteri seAsia untuk Pengurangan Risiko Bencana Ke-5 atau Fifth Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction – AMCDRR Ke-5 diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 22 – 25 Oktober 2012 dengan dihadiri oleh 2.600 peserta dari 72 negara, yang termasuk di dalamnya dua kepala negara dan 25 menteri. AMCDRR Ke-5 menghasilkan Deklarasi Yogyakarta terkait upaya pengurangan risiko bencana di kawasan Asia Pasifik. Ketua Planas PRB, Avianto Muhtadi Munir mengatakan, “Kami menyambut baik resolusiresolusi yang telah dihasilkan melalui berbagai kegiatan yang terselenggara sepanjang
pelaksanaan AMCDRR ke-5 ini. Penguatan Kapasitas dan Tata Kelola Lokal (Strengthening local Capacity and Governance) sebagai semangat inti yang tertuang dalam Deklarasi Yogyakarta adalah jawaban konkret untuk memperkuat ketangguhan bangsa berbasiskan pada ketangguhan komunitas lokal.” Avianto Muhtadi, yang juga ketua dari Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU), memaparkan bahwa tiga sub-tema yang menjadi tiga komponen penting dalam Deklarasi Yogyakarta, yakni; (1) Integrasi PRB dan adaptasi perubahan iklim (API); (2) penilaian dan pendanaan risiko; (3) penguatan kapasitas dan tata kelola lokal, memiliki relevansi dan signifikansi yang kuat dengan kondisi, tantangan, dan kesenjangan masyarakat dan pemerintah di negara-negara Asia. Sebagaimana diketahui, Kawas an Asia adalah rumah bagi lebih dari 65% penduduk dunia yang hidup di bawah garis kemiskinan dan menggantungkan penghi dup annya pada pelayanan alam dan keramahan iklim. Guncangan akibat bencana dan perubahan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim dapat dengan mudah memperburuk kemiskinan bagi sebagian besar penduduk Asia. Oleh karenanya, selaras dengan semangat yang tertuang dalam Deklarasi Yogyakarta, Planas PRB berharap agar AMCDRR ke-5 menjadi tonggak sejarah adanya mobilisasi berbagai sumberdaya untuk tidak hanya mengisi kesen jangan dan memperkuat kapasitas dan tata-kelola komunitas dan
pemerintahan lokal, melainkan juga mampu memperbaiki dan meletakkan dasar-dasar pemba ngunan yang berkelanjutan. Pada saat ini, di samping kemajuan-kemajuan ekonomi dan pembangunan yang telah diraih, kawasan Asia tetaplah menjadi kawasan dengan tingkat ancaman yang paling tinggi. Selain ancaman-ancaman yang berasal dari perubahan kondisi alam, pembangunan yang pesat di berbagai kawasan Asia telah pula memunculkan ancaman-ancaman baru yang juga tidaklah ringan. Gempa yang disusul tsunami dan bocornya pembangkit listrik tenaga nuklir di Fukushima Jepang pada Maret 2011 lalu memberikan gambaran jelas tentang adanya peningkatan kualitas ancaman sebagai kombinasi antara ancaman yang berasal dari alam dengan kemajuan teknologi sebagai hasil dari pembangunan. Pembelajaran lain adalah rantai efek akibat bencana seperti ketika banjir besar yang melanda Bangkok tahun 2011, yang ternyata menyebabkan berhentinya industri otomotif di Filipina. Di sisi lain, Planas PRB juga
melihat bagaimana pentingnya kerjasama antar-negara untuk mitigasi bencana sebagaimana bisa dilihat di kawasan Asia Selatan, khususnya akibat melelehnya es dari pegunungan Himalaya. Ketiga peristiwa bencana tersebut adalah sedikit contoh tentang pentingnya kerjasama tingkat kawasan, tidak hanya dalam menghadapi ancaman bencana, melainkan juga dalam mengarusutamakan PRB di tingkat kawasan. Planas PRB menyambut baik segala kerjasama internasional yang dibangun dalam rangka mengarusutamakan PRB. Planas PRB merupakan salah satu panitia di tingkat nasional yang aktif dalam pelaksanaan AMCDRR Ke-5. Secara keseluruhan acara AMCDRR ini diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), the United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR), serta dengan dukungan dari mitra-mitra di tingkat internasional, regional, nasional dan lokal.
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
13
Laporan Utama
Bnpb Dorong
Universitas Kembangkan Kajian Akademis Kebencanaan
B
adan Nasional Penang gula ngan Bencana (BNPB) menyelenggarakan Seminar Nasional tentang riset dalam pe nanggulangan bencana. Seminar yang mengangkat tema “Naskah Akademis Penanggulangan Ben
14
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
cana Indonesia berlangsung pada 8 – 10 Oktober 2013 di Hotel Lombok Raya, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Seminar akan membahas naskah akademis dari 12 universitas di Indonesia. Seminar nasional ini salah
satunya dimaksudkan untuk mem berikan ruang diskusi akademis dan praktek dalam kerangka untuk memberikan masukanmasukan terhadap naskah yang telah disusun oleh 12 universitas. Keduabelas universitas ini sudah
memiliki Nota Kesepahaman atau MoU dengan BNPB dan memiliki komitmen untuk mendukung upaya penanggulanngan bencana di Indonesia. Pada pembukaan Prof. Dr. Suwarji dari Universitas Mataram (UNRAM) mengharapkan bahwa naskah akademis yang diusulkan nantinya mampu menghasilkan rencana aksi penanggulangan bencana ke depan. Hal tersebut
pada akhirnya bermanfaat dalam meminimalisir atau mengurangi dampak bencana. Di samping itu beliau menggagas perlu diben tuknya konsorsium research grup kebencanaan. “konsorsium ini akan memudahkan dalam sosia lisasi kajian-kajian di bidang ke bencanaan”, jelas Suwarji. Terkait dengan pengembangan penge tahuan tentang kebencanaan, Suwarji menambahkan bahwa
UNRAM bekerjasama dengan GeoForschungsZentrum (GFZ) telah mendirikan Lombok Geomag netic Observatory yang sangat penting dalam kebencanaan. Direktur Direktorat P2M Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Agus Subekti yang didampingi Pembantu Rektor Universitas Mataram membuka secara resmi seminar nasional pada Rabu 8 Oktober 2013, di Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
15
Laporan Utama
Laporan Utama
Lomba Pemetaan Berbasis
Komunitas
Hotel Lombok Raya, Mataram. Hadir pada seminar ini antara lain 12 perguruan tinggi (PT) mitra BNPB, perguruan tinggi di Provinsi NTB, perwakilan BPBD provinsi, dan sebagian perwakilan BPBD di tingkat kabupaten/kota, praktisi kebencanaan, dan umum. Berikut ini naskah-naskah akademis kebencanaan yang dibahas pada Seminar Nasional Riset Dalam Penanggulangan Bencana, pada 8 – 10 Oktober 2013, di Hotel Lombok Raya, NTB: 1. Naskah Akademis Bencana Tsunami dari Universitas Syahkuala 2. Naskah Akademis Bencana Gelombang Ekstrim dan Abrasi dari Univesitas Andalas 3. Naskah Akademis Bencana Cuaca Ekstrim dari Universitas Indonesia 4. Naskah Akademis Bencana Ke bakaran Hutan dan Lahan dari 16
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Universitas Institut Pertanian Bogor 5. Naskah Akademis Bencana Ke celakaan Industri dari Institut Teknologi Surabaya 6. Naskah Akademis Bencana Banjir dari Universitas Dipone goro 7. Naskah Akademis Bencana Tanah Longsor dari Universitas Gadjah Mada 8. Naskah Akademis Bencana Gunungapi dari UPN Veteran 9. Naskah Akademis Bencana Gempabumi dari Institut Teknologi Bandung 10. Naskah Akademis Bencana Kekeringan dari Udayana 11. Naskah Akademis Bencana Epi demi dari Universitas Airlangga 12. Naskah Akademis Banjir Ban dang dari Universitas Hasanud din Materi seminar tersebut berupa konsep background study hasil
kajian untuk mendukung penyu sunan Masterplan 12 jenis anca man bencana di Indonesia. Beberapa hal yang menjadi kesimpulan yaitu akademisi meru pakan salah satu mitra strategis dalam upaya pengarusutamaan PRB dalam upaya pembangunan. Selain itu, clustering pakar kebencanaan perlu dilakukan untuk memulai penataan sumber daya pengetahuan kebencanaan dalam rangka mewujudkan INA-DRR Knowledge Center. BNPB mengharapkan bahwa ke-12 universitas yang sudah memulai penyusunan rancangan masterplan bencana dapat dimanfaatkan sebagai masukan untuk mewujudkan dokumen yang akan dijadikan acuan penyusunan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana periode 2015-2019.
P
emetaan partisipatif atau pemetaan berbasis komuni tas merupakan pembuatan peta yang dibuat oleh masyarakat dan menggambarkan tempat mereka hidup. Masyarakat ini yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai wilayahnya sehingga peta secara detail dan akurat tersebut dapat menggambarkan mengenai sejarah, tata guna lahan, dan pemanfaatannya. Dengan kata lain, pemetaan berbasis komunitas ini dapat memberikan suatu penjelasan mengenai tata
ruang secara tradisional yang dimiliki suatu masyarakat. Dalam pembuatan peta ber basis komunitas ini dibutuhkan keterampilan untuk memfasilitasi masyarakat sehingga peta yang dihasilkan bersifat komprehensif. Salah satu komponen penting yang termuat dalam pemetaan berbasis komunitas ini tergambarkannya peta risiko. Hal ini yang melatarbe lakangi penyelenggaraan lomba pemetaan berbasis masyarakat. Target peserta dari perwakilan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) karena mereka diharapkan dapat memetakan risiko yang berbasis komunitas di wilayah masing-masing. “Hasil dari lomba ini adalah peta risiko yang berbasis komunitas”, ujar Ridwan Yunus sebagai Koordinator Panitia Lomba Pemetaan BPBD ini. Penye lenggaraan lomba ini sebagai ba gian dari rangkaian acara Peringat an Bulan PRB 2013. Metodologi yang ditentukan dalam pemetaan ini menggunakan pemetaan mandiri atau partisipatory rural appraisal (PRA) untuk skala komunitas. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
17
Laporan Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengundang perwakilan BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk mengikuti lomba ini. Pra lomba pemetaan berbasis komunitas diselenggarakan pada hari Rabu, 9 Oktober 2013 di Hotel Lombok Raya, Mataram. Pada hari ini peserta dikumpulkan untuk mendapatkan pembekalan dan penjelasan mengenai metodologi maupun aturan main lomba, tambah Ridwan Yunus. Peta risiko berbasis komunitas ini merupakan hasil pemetaan antara ancaman dan kerentanan yang diperoleh langsung dari masyarakat. Melalui adanya peta risiko ini, strategi pengurangan risiko bencana dapat dihasilkan dan dimanfaatkan di tingkat masyarakat sebagai garda depan penanggulangan bencana. Lomba ini juga merupakan kesempatan bagi para peserta untuk mengembangkan teknik dalam pemetaan risiko berbasis komunitas dan mengedukasi masyarakat responden dalam mengidentifikasi diri mereka terhadap ancaman dan kerentanan di sekitar tempat tinggalnya. Pada saat penyelenggaraan lomba ini, perwakilan BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota dikelompokkan ke dalam 12 tim. Setiap tim terdiri dari 3 orang sebagai perwakilan BPBD provinsinya. Produk akhir dari lomba ini antara lain peta risiko berbasis komunitas dan laporan dalam bentuk narasi yang mencakup strategi, proses, dan matriks. Target responden adalah ma sya rakat dua dusun di Desa Mertak, Lombok Tengah. Lomba 18
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Laporan Utama
Radio Streaming Peringatan Bulan Prb 2013
D pemetaan ini yang berlangsung setengah hari diselenggarakan satu hari setelah diberikan pembekalan atau pra lomba oleh tim panitia lomba. Setelah berlangsungnya lomba, tim panitia menentukan pemenang pertama dari BPBD Provinsi Sumatera Utara, pemenang kedua dari BPBD Provinsi Kalimantan Tengah, dan
juara ketiga dari BPBD Provinsi Bali. Dari hasil penyelenggaraan lomba pemetaan ini, pembelajaran yang dapat diambil adalah pelaku penanggulangan bencana di daerah sudah mulai menyadai dan memahami pentingnya kajian risiko untuk menjadikannya sebagai acuan untuk penentuan kebijakan selanjutnya.
i pojok belakang di dalam Gedung Sangkareng Kantor Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) saat kegiatan “Konsultasi Nasional Forum PRB: Strategi Penguatan Kelembagaan Forum PRB dalam Rangka Mewujudkan Ketangguhan Bangsa” ada sebuah meja kecil dan seorang pemuda tampak asyik berbicara di depan mike. Nama pemuda ini adalah Abdurrahman dan dia sedang menyiarkan jalannya pertemuan Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) secara online di radio streaming Heart Radio: Gelombang dari Hati dengan
alamat www.dmcradio.net. Radio streaming ini difasilitasi oleh Dompet Dhuafa dan Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB). Apa itu radio streaming? Radio streaming atau dikenal juga dengan nama radio internet, web radio, net radio, e-radio adalah layanan penyiaran audio yang ditransmisikan melalui internet. Radio streaming/internet memiliki sebuah media streaming yang dapat menyediakan saluran audio terus menerus dan tidak ada kon trol operasional penyiaran seperti media penyiaran tradisional pada
umumnya. Cara yang digunakan untuk menyiarkan radio internet adalah melalui teknologi streaming, yaitu teknologi yang dapat menerima serta mengirim informasi dari satu pihak ke pihak lain menggunakan alat yang dapat menerima aliran media streaming tersebut juga. Abdurrahman sendiri sudah cukup berpengalaman dengan siaran radio karena selama dua tahun berkecimpung di Radio Komunitas Simponi 107,8 FM di Kota Mataram. Saat ini Abdurrahman kuliah di Jurusan Komunikasi, Fakultas Dakwah, Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
19
Laporan Utama IAIN Mataram semester 5. Dalam perhelatan Peringatan Bulan PRB 2013 di Mataram ini radio streaming Heart Radio telah mengudara dengan melaporkan secara live dan online pada
saat pembukaan acara di GOR 17 Desember Turida, pameran dan panggung hiburan, serta pertemuan Forum PRB tersebut. Selama acara Peringatan Bulan PRB 2013 itu radio streaming ini
akan terus melaporkan kegiatankegiatan secara live dan online. Berikut ini sebuah petikan wawancara dari radio itu sebagai berikut:
GS : Tentu masih ada beberapa hambatan dan tantangan. Tapi jangan dikatakan bahwa hambatan dan tantangan itu menjadi halangan. Anggap saja hambatan dan tantangan itu sebagai jalan sebelum menuju sukses. Ab : Dan yang terakhir apa pesan-pesan terakhir kepada Forum PRB yang ada di Pulau Lombok ini? GS : Saya kebetulan pernah bekerja di Lombok selama dua tahun. Dan yang menjadi pesan saya adalah yang
Abdurrahman (Ab), Penyiar radio streaming: Kita sore ini sudah bersama dengan Bapak Gede Sudiartha, Ketua Forum PRB Provinsi Bali. Bagaimana kabar Bapak pada sore ini? Gede Sudiartha (GS), Ketua Forum PRB Prov. Bali: Baik …… baik. Ab : Bagaimana menurut Bapak acara Peringatan Bulan PRB di Pulau Lombok ini? GS : Saya pikir ini adalah sebuah acara yang bagus sekali dalam rangka bagaimana komuni kasi dan koordinasi pada semua Forum PRB yang ada di Indonesia. Menyamakan persepsi. Menyamakan program. Dan saling berkomunikasi dan berkoordinasi.
20
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Ab : Berapa banyak jumlah Forum PRB yang ada di Lombok? GS : Jumlahnya saya tidak tahu. Yang pasti adalah ini kegiatan yang baik sekali. Ab : Menurut Bapak sendiri, gimana kegiatan yang harus dilaksanakan oleh Forum PRB di Lombok? GS : Yang pertama adalah sama dengan Forum-forum PRB yang lain. Forum PRB ha rus bekerja sesuai dengan amanat forum. Salah satu tu gasnya adalah mendampingi pemerintah untuk mengem bangkan dan memfasilitasi semua kegiatan yang ber hubungan dengan pengu rangan risiko bencana.
Ab : Untuk sosialisasi ke masya rakat itu sendiri bagaimana? GS : Inilah yang sebenarnya men jadi persoalan. Saya belum senang atau belum berba hagia karena pengurangan risiko bencana ini baru ada pada tataran strategis atau ad hoc saja. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana PRB ini bisa diterima dan sampai kepada masyarakat yang lain. Ab : Dan Bapak sendiri, langkahlangkah apa yang akan dila kukan? GS : Harus bekerja lebih kuat lagi, lebih keras lagi. Tidak boleh berhenti bekerja. Ab : Dan kalau di Bali sendiri apakah sudah berjalan atau belum?
paling bertanggung jawab disini adalah BPBD sebagai leading sektornya dan dibantu oleh sektor-sektor yang lain. Inilah yang harus betul-betul ditingkatkan pemahamannya tentang apa itu PRB, bagaimana harus menjalankan PRB, dan hilangkan orientasi proyek bahwa PRB adalah amanat yang diemban oleh pemerintah kepada dunia kebencanaan. Ab : Terima kasih ya Pak telah berkunjung ke radio kami.
Mudah-mudahan bisa ber jumpa kembali di kesem patan yang lain. GS : Baik …… baik. Terima kasih juga. Ab : Dan sekian para pendengar radio di mana pun anda berada. Akhir kata kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya telah mendengarkan siaran radio streaming ini dan atas nama kerabat kerja kami pamit undur diri dari ruang dengar anda. Sampai jumpa di esok hari.
Peringatan Bulan PRB 2013 ini dipusatkan di Mataram, NTB pada 7 -11 Oktober 2013 dengan tema “Pengurangan Resiko Bencana sebagai Investasi Menuju Ketangguhan Bangsa”. Pelaksanaan kegiatan dalam rangkaian acara ini dilakukan di Hotel Lombok Raya, GOR 17 Desember Turida, Perpustakaan Universitas Mataram, Gedung Sangkareng Kantor Gubernur NTB, Desa Lembar Kabupaten Lombok Barat dan Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Tengah, serta Desa Cemare dan Desa Labuan Tereng Kabupaten Lombok Barat. Acara ini diikuti oleh lebih dari 1.300 orang yang berasal dari bupati/walikota, perwakilan BPBD tingkat provinsi dan kabupaten/ kota seluruh Indonesia, Forum PRB tingkat provinsi dan kabupaten/ kota, lembaga non pemerintah, pemerintah Provinsi NTB, dan para undangan lainnya.
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
21
Fokus Berita
Siap Siaga Hadapi Ancaman
Mentawai Megathrust
Gempabumi dan tsunami 2004 membuka mata akan dahsyatnya bencana alam yang menimpa masyarakat Aceh. Tidak ingin musibah ini terulang, Pemerintah Indonesia telah berupaya keras membangun kesiapsiagaan masyarakat menghadapi setiap ancaman bencana. Hal tersebut sangat beralasan karena data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa hampir sebagian penduduk Indonesia terpapar oleh berbagai jenis bencana. Berikut ini jumlah penduduk terpapar berdasarkan sensus penduduk tahun 2010.
22
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Tabel 1. Jumlah penduduk terpapar berdasarkan sensus penduduk 2010
Jenis Bencana
Jumlah Penduduk Terpapar (Juta) Tinggi
Sedang
Rendah
Total
Gempabumi
56.7
61.5
9.2
227.4
Banjir
59.7
1.2
0.0
60.9
Kekeringan
51.9
155.8
18.0
225.6
Angin Puting Beliung
30.0
84.8
0.9
115.7
Kebakaran Lahan Hutan
26.4
21.1
2.5
50.0
Tanah Longsor
15.2
108.8
105.6
229.6
Tsunami
4.8
0.1
0.2
5.0
Gunungapi
0.3
1.6
1.9
3.8
Gambar 1. Pesisir Pantai Padang dan Kepulauan Mentawai yang diprediksi gempabumi 8.9 SR.
D
ari tabel di atas, bencana gempa bumi merupakan jenis bencana yang memberikan potensi besar terhadap masyarakat di Indonesia. Meskipun bukan dikategorikan sebagai jenis bencana yang paling mengancam penduduk terpapar, gempabumi memberikan potensi ancaman tertinggi dibandingkan
dengan jenis bencana yang lain. Salah satu wilayah yang diprediksi secara ilmiah memiliki ancaman besar adalah Sumatera Barat. Menurut para ahli, gempabumi dengan magnitude lebih dari 8 Skala Richter (SR) berpotensi terjadi di provinsi ini di masa mendatang. Dengan kekuatan gempa yang tinggi,
gelombang tsunami diprediksikan dapat mengancam masyarakat yang tinggal di sepanjang pesisir pantai Sumatra Barat dan Kepulauan Mentawai. Sementara itu Profesor Omer Aydan dari Universitas Tokai Jepang memberikan peringatan bahwa ada seismic gap yang besar antara zona patahan 2007 dan 2005 di sekitar Mentawai. Estimasi kekuatan gempa pada wilayah tersebut atau disebut Megathrust Mentawai dapat lebih dari 8.7 SR. Sebagai perbandingan, gempa dengan magnitude tersebut setara dengan kekuatan bahan peledak (TNT) sebesar 31.550.000 ton. Gempabumi ini akan melanda Sumatera Barat dan kemungkinan tsunami yang akan melanda Kota Padang cukup tinggi. Perkiraan kejadian diprediksikan berupa goncangan tanah tidak terlalu kuat tetapi diikuti tsunami. Gempabumi tidak dapat diprediksi, tapi perkiraan daerah pusat gempa dapat dilakukan cukup akurat dengan pendekatan seismic gap. Namun demikian, tidak seorang pun dapat membuktikan tentang saat atau waktu terjadinya tidak dapat diperkirakan secara tepat. Semoga bencana ini tidak akan pernah terjadi! Kekuatan gempabumi dan tsunami yang mengancam, Pe merintah Provinsi Sumatera Barat memperkirakan jumlah penduduk terpapar dapat mencapai jumlah 1 juta penduduk. Dari tabel di bawah ini, jumlah penduduk terpapar banyak berada di Kota Padang dan diikuti Kabupaten Pesisir Selatan. Sementara itu, untuk wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai sekitar 76.000 ribu terancam Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
23
Fokus Berita
Tabel 2. Jumlah penduduk terpapar berdasarkan sensus penduduk 2010 dari data Kontijensi Provinsi Sumatera Barat
JUMLAH KORBAN KAB/KOTA
TERANCAM
RENTAN LUKA
HLG
MNGSI
PNDH
JUML
Pesisir Selatan
309.606
38.852
2.009
1.974
1.139
28.205
7.634
40.961
Kota Padang*
655.109
408.693
22.584
88.045
39.221
95.362
166.988
412.201
Padang Pariaman
46.834
26.367
3.554
2.782
1.796
14.699
3.538
26.368
Kota Pariaman
54.082
26.89
2.886
4.161
5.483
10.633
3.66
26.823
Agam
26.691
21.15
1.936
908
395
10.443
7.468
21.15
Pasaman Bar
45.653
31.445
5.027
2.919
1.761
17.143
3.964
30.814
Mentawai
76.259
18.693
1.325
2.437
2.843
4.949
1.521
13.076
1.214.234
572.091
39.321
103.225
52.637
181.435
194.774
571.392
TOTAL
akibat gempabumi dan tsunami. Dari catatan kejadian bencana gempabumi dan tsunami, dua desa di Kabupaten Kepulauan Mentawai diterjang gelombang tsunami pasca gempabumi bermagnitude 7.2 SR pada tahun 2010 dan lebih dari 400 orang menjadi korban. Sehubungan dengan poten si bencana yang sangat besar di wilayah nusantara, Presiden Repub lik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono memberikan arahan kepada Kepala BNPB pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Asia Timur di Bali pada November dua tahun lalu untuk menyelenggarakan latihan ber sama penanggulangan bencana dengan melibatkan negara-negara yang tergabung dalam East Asia Summit. Hal ini menjadi landasan dalam pelaksanaan latihan gabu ngan penanggulangan bencana di Sumatera Barat. Di samping itu, Megathrust 24
MNGAL
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Mentawai merupakan salah satu dari empat wilayah utama yang berisiko tinggi dan berpotensi terhadap bencana tsunami. Oleh karena itu, Indonesia memilih Su matra Barat sebagai lokasi penye lenggaran latihan gabungan pe nanggulangan bencana, terutama gempa bumi dan tsunami, seba gaimana tampak dari peristiwa gempa besar di masa lalu. Potensi ancaman yang besar terhadap gempabumi dan tsunami menginisiasi pemerintah untuk membangun pencegahan dan kesiapsiagaan masyarakat. Salah satu langkah membangun kesiapsiagaan, pemerintah pusat telah merencanakan latihan atau geladi penanggulangan bencana, khususnya gempabumi dan tsunami. BNPB sebagai focal
point penanggulangan bencana di Indonesia menamakan latihan tersebut sebagai Mentawai Megathrust Disaster Relief Exercise (MM DiREx) 2014. Puncak latihan akan dilaksanakan pada Maret tahun depan. Sebagai gambaran umum mengenai latihan tersebut, ske nario kejadian bencana diawali dengan asumsi perkiraan gempa bumi bermagnitude sebesar 8.9 SR. Pusat gempa atau epicenter berlokasi di kawasan kepualan Mentawai hingga zona subduksi dengan kedalaman kurang dari 30 km. Setelah gempabumi terjadi, 35 menit kemudian gelombang tsunami menyapu Kota Padang dengan ketinggian mencapai 10 meter dan melanda daratan hingga pada jarak 2 – 5 km
dari garis pantai. Ratusan ribu jiwa penduduk terancam dan kerusakan luas berupa saran dan prasarana umum serta rumah penduduk. Mengingat potensi ancaman yang sangat besar, BNPB mengun dang komunitas internasional untuk melakukan latihan bersama di Sumatera Barat. Komunitas internasional yang terlibat antara lain seluruh negara anggota ASEAN, 8 negara EAS Non-ASEAN (China, Amerika Serikat, Russia, Jepang, Korea, India, Australia, Selandia Baru), serta organisasi internasional seperti ASEAN Coordinating Center for Humanitarian (AHA Center), International Federation of Red Cross (IFRC), Perserikatan Bangsa-Bangsa, AustraliaIndonesia Facility for Disaster Reduction/ Australia Agency for International Development (AIFDR/ AUSAID), Untied States Agency for International Development (USAID), dan Japan International Cooperation Agency (JICA). Sementara itu, tempat latihan ini akan dilangsungkan di Padang dan Kepulauan Mentawai.
Rangkaian MM DiREx
Gambar 2. Proyeksi kedalaman air laut yang menerjang Kota Padang pasca tsunami dalam scenario MM DiREx
Menuju MM DiREx secara serius dipersiapkan BNPB dengan melibatkan kementerian dan lembaga terkait, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) serta Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai. BNPB juga mengundang mitra di tingkat lokal dan nasional, seperti dari organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta dunia usaha untuk Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
25
Fokus Berita berpartisipasi aktif dalam latihan ini. Hal tersebut mengingat bahwa penanggulangan bencana di Indonesia adalah tanggung jawab bersama. Keterlibatan banyak pihak ber arti juga membangun kesadaran bersama akan ancaman yang ada di sekitar mereka. Tidak hanya membangun kesadaran itu, tetapi juga ketangguhan baik dalam menghadapi ancaman, pada saat dan pasca bencana. Kita dapat belajar banyak dari masyarakat Yogyakarta pasca gempabumi 2006 lalu. Mereka bangkit relatif cepat dari pasca bencana hingga proses rehabilitasi dan pemulihan. Demikian juga masyarakat Padang yang mengalami gempabumi 7.6 SR pada 2009. Ketangguhan masyarakat merupakan yang utama karena mereka berada di garda depan pada saat menghadapi bencana. Keterlibatan banyak pihak dan keinginan membangun masyarakat yang tangguh menjadi tema besar pelaksaan MM DiREx, yaitu “Memperkuat Kolaborasi dan Kemitraan dalam Respons Bencana untuk Membangun Kawasan yang Tangguh” atau “Strengthening Collaboration and Partnership in Disaster Response to Build A Resilient Region”. Serangkaian kegiatan telah berlangsung dan diawali dengan pelaksanaan table top exercise (TTX) yang dilakukan di Hotel Pangeran Beach, Padang, pada April lalu. TTX secara garis besar akan berisi dua bagian besar, yaitu sesi akademik pada tanggal 2223 April 2013, serta sesi latihan bersama dalam ruang pada tanggal 23-25 April 2013. Topik pada sesi akademik antara lain 26
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
meliputi sistem peringatan dini tsunami, manajemen kedaruratan dan mekanisme kerjasama internasional saat bencana, mekanisme penggunaan asetaset militer dalam masa tanggap darurat, peran masyarakat internasional, serta sesi bagi pengalaman oleh pemerintah Jepang dari momen gempa besar di timur Jepang pada tahun 2011. Sementara itu, sesi latihan bersama sedikit banyak akan menjadi inti dari TTX. Para peserta yang merupakan pemangku kepentingan di tingkat domestik dan regional akan berlatih bersama menghadapi sejumlah skenario kejadian bencana besar. Skenario ini sengaja disusun untuk mengetahui tingkat kesiapan serta mencari solusi terhadap kemungkinan kebuntuan saat tanggap darurat. Latihan dengan skenario ini diharapkan bisa memberi gambaran kepada para pemangku kepentingan mengenai situasi yang mungkin dihadapi dalam bencana. Ada sejumlah sasaran yang hendak dicapai melalui latihan ini. Pertama, terwujudnya sinergitas sumber daya kementerian, instansi, lembaga, organisasi dalam satu sistem komando tanggap darurat bencana alam pada skala besar. Kedua, tercapainya penguatan mekanisme komando, kendali, komunikasi, dan koordinasi dalam konteks sipil militer. Ketiga, tercapainya penguatan mekanisme penanggulangan bencana alam yang melibatkan pelaku multi nasional, baik dari komponen pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat. Keempat, terhimpunnya masukan untuk mekanisme bantuan
internasional bagi Indonesia maupun dokumen regional lainnya yang relevan—dengan mengacu kepada hasil latihan regional yang telah dilaksanakan. Kelima, terwujudnya ketahanan regional terhadap bencana alam. Kegiatan yang baru saja berlangsung adalah Konferensi Pembentukan Konsep dan Perencanaan Awal atau Concept Development and Initial Planning Conference (CDC-IPC) di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, pada 26 – 30 Agustus 2013. Pelaksanaan CDC dan IPC ini dimaksudkan untuk memperkaya konsep dasar Geladi Posko atau Command Post Exercise (CPX), Geladi Lapang atau Field Training Exercise (FTX) dan Kegiatan Sosial Kemasyarakatan atau Humanitarian Civil Action (HCA). Berikutnya, konferensi ini untuk mengidentifikasi masalah yang akan digunakan sebagai bahan latihan CPX dan FTX. Kedua, konferensi ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kegiatan yang akan dilakukan dalam kegiatan HCA dalam rangka memperkuat kapasitas lokal dan mencukupi kebutuhan masyarakat setempat. Ketiga, pelaksanaan konferensi ini juga merupakan wadah untuk mengidentifikasi secara bersama mengenai wilayah-wilayah yang cocok untuk menjadi pelaksanaan kegiatan CPX, FTX, dan HCA. Dan terakhir, penyelenggaraan konferensi ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi di antara peserta internasional mengenai latihan dan kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan CPX, FTX, dan HCA sebagai rangkaian puncak Mentawai Megathrust DiREX pada Maret
2014. Pelaksanaan kegiatan ini terbagi ke dalam diskusi antar kelompok kerja dan kunjungan lapangan baik di Padang maupun Mentawai. Puncak MM DiREx 2014 nanti penyelenggaraan CPX, FTX dan HCA pada bulan Maret 2014. Melalui CDC IPC pada Agustus lalu, kelompok kerja atau working group telah merumuskan beberapa hal, seperti lokasi yang berpotensial untuk penyelenggaraan CPX, FTX dan HCA telah teridentifikasi dalam kunjungan lapangan dan identifikasi awal materi latihan, fasilitas dan kebutuhan yang harus disediakan, serta pemahaman bersama antar peserta pada kegiatan puncak nanti. Pada sambutan pembukaan Kepala BNPB yang dibacakan oleh Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Tri Budiarto, beliau mengajak semua peserta untuk bersama-sama mengeksplorasi lesson learned dan rekomendasi dari latihan dan operasi penanggulangan bencana sebelumnya yang telah dilakukan di daerah ini dan mengidentifikasi isu-isu kritis yang dapat menjadi kontribusi yang signifikan terhadap mekanisme yang telah ada guna meningkatkan respon darurat di wilayah ini. Akhir sambutan, Kepala BNPB mengucapkan terima kasih atas komitmen semua pihak untuk aktif terlibat dalam konferensi ini. “Saya juga berterima kasih kepada partisipasi kementerian dan lembaga, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Kota Padang, dan Kabupaten Mentawai atas dukungan terhadap kegiatan ini”, ungkap Syamsul Maarif. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
27
Fokus Berita
Geladi Lapang Latih Respon Tanggap
Darurat Pasca Gempa 8.9 Sr
S
uara sirene menggema dengan keras sebagai tanda kepada masyarakat untuk melakukan evakuasi. Beberapa saat sirene ambulans pun meraung-raung mengevakuasi korban gempa dan tsunami ke rumah sakit, tenda kesehatan, maupun rumah sakit lapangan. Para pelaku tanggap darurat tampak bekerja keras dalam aksi penanggulangan bencana tersebut. Ini sekilas gambaran di lapangan ketika gelada lapang berlangsung beberapa waktu lalu. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menggelar geladi lapang di Lapangan Als, Kota Padang, pada Kamis 29 Agustus 2013 lalu. Geladi lapang ini sebagai salah satu bentuk kegiatan untuk melatih para pelaku penanggulangan bencana dalam melakukan respon darurat.
28
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Skenario yang melatarbelakangi geladi ini adalah kejadian bencana gempabumi yang diikuti oleh tsunami. Kekuatan gempa berkekuatan 8.9 Skala Richter kemudian memicu terjadinya tsunami hingga menuju ke arah pesisir pantai Sumater Barat dan
Mentawai. Kekuatan gempa ini merupakan perkiraan ilmiah yang menyatakan provinsi ini berpotensi mengalami gempa bumi dengan kekuatan tersebut di masa mendatang. Jika perkiraan itu benar-benar terjadi, gempa dapat menimbulkan tsunami
di pesisir Sumatra Barat dan kepulauan Mentawai. Geladi yang diorganisasikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat didukung oleh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, Tentara Nasional Indonesia (TNI)
dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Geladi juga dimaksudkan untuk mempersiapkan jajaran pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta dalam rangka menghadapi ancaman bencana gempabumi dan tsunami. Geladi dengan tema “Melalui
Latihan Penanggulangan Bencana Alam, BPBD Provinsi Sumbar Beserta Seluruh InstansiTerkait Siap Bekerjasama Dalam Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami” sejalan dengan persiapan geladi lapang berskala besar dan akan diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan pelibatan komunitas internasional. Skenario kejadian bencana ini sama dengan yang akan dilaksanakan pada Mentawai Megathrust Disaster Relief Exercise (MM DiREx) 2014 nanti. Pelaksanaan geladi lapang ini bertepatan dengan rangkaian kegiatan MM DiREx, yaitu Concept Development Conference and Initial Planning Conference (CDC IPC) yang diselenggarakan pada 26 – 30 Agustus 2013. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
29
Fokus Berita Geladi yang secara khusus disaksikan oleh para tamu undangan nasional dan internasional dari peserta CDC IPC menghadirkan suguhan keahlian personil Polri dan BPBD provinsi dengan menggunakan parasut bermesin (powered parachute). Peralatan ini dimanfaatkan untuk melakukan assessment udara pasca gempabumi dan tsunami serta dropping bantuan melalui udara. Meskipun belum berskala besar, dapat terlihat unit-unit penting terlibat secara aktif dalam respon darurat. Pada sektor kesehatan, upaya penyelamatan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten yang dibantu oleh jajaran rumah sakit setempat, Palang Merah Indonesia, TNI, dan Polri. Polri menerjunkan satuan Disater Victim Identification (DVI) yang bertugas mengidentifikasi korban meninggal akibat gempa dan tsunami. Dalam geladi tersebut, pos komando berhasil dibentuk dengan penunjukkan incident commander (IC), dan dilanjutkan pendirian pos, seperti dapur umum, kesehatan, komunikasi, rumah sakit lapangan, dan logsitik. Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat Yazid Fadhli, geladi ini merupakan kesempatan untuk melatih apa yang telah disusun dalam rencana kontijensi penanggulangan bencana gempa bumi dan tsunami. Geladi lapang ini hanya menunjukkan kesiapsiagaan dan respon darurat hingga berakhirnya masa tanggap darurat. Di satu sisi, pelaksanaan geladi belum melibatkan semua pihak, seperti 30
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Fokus Berita
Menata Kembali Kehidupan
di
keterlibatan internasional dan lebih banyak dunia usaha. Sementara itu, Inspektur utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Bintang Susmanto mengatakan ke depan perlu keterlibatan lebih luas dari pihak swasta. Penanggulangan bencana menurutnya adalah tanggung jawab bersama, baik dari pemerintah, masyarakat sipil dan dunia usaha atau pihak swasta. Bintang Susmanto juga menekankan perlunya ada media center sebagai bagian dari Pos Komando dimana informasi penanggulangan bencana dari satu pintu. Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pendidikan dan
Pelatihan BNPB Wisnu Widjaja mengatakan bahwa perlu juga peran media, tidak hanya pada peliputan geladi tetapi keterlibatan mereka pada pelaksanaan geladi MM DiREx nanti. Hadir pada geladi lapang ini Wakil Gubernur Sumbar Muslim Kasim yang didampingi Inspektorat Utama BNPB dan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan BNPB. Perwakilan kementerian/lembaga, TNI/Polri, organisasi internasional serta beberapa delegasi internasional seperti dari Amerika, Kamboja, Malaysia, Myanmar dan Vietnam juga menyaksikan geladi lapang ini.
T
Lereng Merapi
iga tahun berselang setelah Gunung Merapi mengalami erupsi dahsyat hingga mengakibatkan bencana. Erupsi yang disertai luncuran awan panas atau ‘wedhus gembel’ menerjang warga yang tinggal di lereng Merapi hingga mengakibatkan jatuhnya korban meninggal. Saat itu, erupsi berlangsung sejak tanggal 26 Ok tober 2010 hingga awal November 2010 mengakibatkan 386 orang meninggal dunia. Korban meninggal lebih besar terjadi di wilayah D.I. Yogyakarta 277 orang dan Jawa Tengah 109. Meskipun antisipasi penanggulangan bencana telah direncanakan secara baik, bencana tidak dapat dihindari. Di samping korban manusia, erupsi yang memuntahkan material vulkanik
dan semburan awan panas telah menghancurkan rumahrumah warga, ternak, dan harta benda lain. Belum lagi secondary hazard berupa banjir lahar dingin menerjang rumah-rumah yang ada di sekitar sungai-sungai yang berhulu dari puncak Merapi. Setelah erupsi Merapi berakhir, pemerintah melakukan aktivitas pemulihan awal atau early recovery bagi sekitar 3.096 keluarga di wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah. Pemulihan dilakukan antara lain dengan pembangunan hunian sementara (huntara), jembatan darurat 18 unit, perbaikan sistem jaringan air bersih, penyelamatan 4.000.000 pohon salak, dan pemberdayaan ekonomi lokal. Selain itu, penggantian 3.200 ekor ternak sapi yang mati akibat
terkena awan panas. Kemudian, pemulihan awal ini dilanjutkan dengan penyelenggaraan tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi. Tahapan ini sangat penting untuk menata kembali kehidupan masyarakat yang terkena dampak erupsi Merapi. BNPB mencatat total kerusakan dan kerugian mencapai Rp 3,62 triliun. Berikut ini persentase kerusakan dan kerugian pada beberapa sektor pasca erupsi Merapi. Dari tabel di atas, kerusakan dan kerugian pada sektor ekonomi produktif mencapai Rp 1,69 triliun atau sekitar 47 persen. Rehabilitasi dan rekonstruksi pada sektor ini sangat penting mengingat masyarakat terdampak harus diperlakukan secara bermartabat. Bantuan yang diberikan bersifat memotivasi masyarakat untuk Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
31
Fokus Berita bangkit pasca erupsi. Di samping itu, sektor infrastruktur mengalami kerusakan dan kerugian hingga Rp 700 miliar atau 20%. Kerusakan dan kerugian terkecil terjadi di sektor sosial dengan nilai Rp 122 miliar atau sekitar 3%.
Kerusakan dan Kerugian Pasca Erupsi Lintas Sektor 13,12 %
32
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Ekonomi Produktif 46,64 %
Perumahan 17,27 %
Rehab Rekon Yogyakarta dan Jawa Tengah Rehabilitasi dan rekonstruksi atau rehab rekon diselenggarakan di beberapa sektor yang terdampak, seperti perumahan pemukiman, infrasktruktur, ekonomi produktif, sosial dan lintas sektor. Terkait dengan tahapan ini, secara kelembagaan BNPB membentuk Tim Koordinasi Tingkat Pusat dan Daerah melalui Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2011. Pertimbangan pembentukan tim ini yaitu (1) kejadian bencana yang mencakup dua wilayah di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah; (2) korban, kerusakan, dan kerugian yang besar; (2) pembiayaan besar; dan (4) melibatkan berbagai kementerian/lembaga. Tim yang melibatkan 19 kementerian dan 3 badan ini bertugas untuk mengkoordinasikan penyusunan kebijakan umum dan strategi rehab rekon Merapi dan mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan rehab rekon Merapi. Pada sektor perumahan pemu kiman, proses pengadaan tanah dialokasi dengan total kebutuhan 2.489 unit rumah. Kebutuhan terbanyak untuk wilayah D.I. Yogyakarta 2.083 unit dan Jawa Tengah 406 unit. Penunjang infrastruktur di sektor ini mencakup
Sosial 3,37 %
Infrastruktur 19,5 %
Ekonomi Produktif
Infrastruktur
Perumahan
Lintas Sektor
Sosial
Gambar 1. Persentase Kerusakan dan Kerugian beberapa Sektor Tabel 1. Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Sektor Ekonomi Produktif Kabupaten Boyolali
Klaten
Kegiatan Bantuan Ternak
Sapi potong, sapi perah, kambing, peranakan etawa
Bantuan bibit pertanian
Padi, jagung, dan sayuran
Bantuan bibit perkebunan
Cengkeh, nilam
Bantuan bibit kehutanan
Jabon, suren, sengon, mindi, akasia, dan sebagainya.
Pupuk dan obat-obatan
Pupuk organik dan pupuk kimia
Revitalisasi pasar
Pasar Selo
Bantuan modal UKM
Diberikan kepada koperasi
Pemberdayaan IKM
Pelatihan teknis kelompok
Bantuan benih pertanian
Padi, kacang tanah, dan sayuran
Rehabilitasi tanaman kehutanan
Bibit jabon, sengon, suren, akasia
Bantuan peralatan pertanian
Pompa air dan handsprayer
Bantuan peternakan
Sapi potong, sapi perah, kandang kambing dan sapi, bantuan bibit, dan sebagainya
peternakan
Domba dan obat-obatan
pertanian
Bibit salak, kelapa, bantuan pupuk organik, anorganik
peternakan
Sapi perah, kandang ternak komunal, fasilitas pendukung
perikanan
Pelatihan teknis budidaya dan pengadaan peralatan
Revitalisasi pasar
Pasar tradisional dan bantuan modal pedagang
Perdagangan, IKM, dan UKM
Pelatihan Teknis dan Manajemen IKM dan UKM serta pameran dan bantuan modal
Pertanian
Rehab jaringan irigasi usaha tani, bantuan benih padi, bibit salak, dan pupuk
Gambar 2. Rencana Pola Ruang
bantuan dana lingkungan, dan penyambungan aliran listrik. Sektor ini dilaksanakan melalui skema relokasi atau hunian tetap (huntap). Masingmasing keluarga yang bersedia direlokasi mendapatkan bantuan pembangunan rumah sebesar Rp 30 juta dan rumah 50 m² pada area tanah seluas 100 m². Pemilihan
area relokasi ini berdasarkan peta rekomendasi dari Badan Geologi dan Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Pelaksanaan pembangunan huntap berbasis masyarakat dan di bawah koordinasi Tim Pendukung Teknis (TPT) Merapi. Sedangkan di sektor infras
Magelang
Sleman
Keterangan
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
33
Fokus Berita truktur, total perbaikan jalan sepanjang 70 km, jembatan 15 unit, jaringan irigasi desa, jaringan air bersih, jaringan listrik, dan pembangunan jalan evakuasi. Pada sektor ekonomi produktif dan sosial pemerintah membantu dalam pemberian ternak berupa sapi potong dan perah, domba, kambing, paket obat-obatan, serta kandang. Bagi warga yang memiliki kebun, pemerintah menyediakan pemberian bantuan bibit kelapa, salak, padi, jagung, sayuran dan pupuk. Bantuan peralatan pertanian juga disedikan pada sektor ini. Untuk mendukung perputaran uang dan modal, pemerintah melakukan revitalisasi pasar tradisional dan bantuan modal koperasi. Pasca erupsi, sebagian warga kesulitan untuk mengakses modal pinjaman di perbankan. Di bawah ini bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi secara detail pada sektor ekonomi produktif. Di sektor sosial, rehabilitasi dan rekonstruksi mencakup pada bidang kesejahteraan sosial, kebudayaan, kesehatan, keagamaan, dan pendidikan. Kabupaten yang mendapatkan bantuan rehab rekon sektor ini yaitu Sleman, Magelang, dan Klaten. Berikut ini kegiatan secara detail terkait dengan rehabilitasi dan rekonstruksi pada sektor ini. Pada lintas sektor, dua kegiatan yang mendukung sebagai antisi pasi bencana di masa yang akan datang, pemerintah mela kukan pembangunan jambor dan pengadaan perangkat early warning system (EWS). Pembangun an jambor difungsikan sebagai tempat evakuasi sementara warga dari ancaman bencana erupsi. 34
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Tabel 2. Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Sektor Sosial Kabupaten Sleman
Kegiatan
Keterangan
Kesejahteraan Sosial
Bantuan kebutuhan dasar penghuni huntara, trauma healing, senam lanjut usia (lansia), dan pendampingan lanjut usia
kebudayaan
Fasilitas sarana kelompok budaya tradisional, fasilitas sarana kesenian terdiri bantuan kostum kesenian, alat musik, pelatihan tari, revitalisasi bangunan cagar budaya.
Kesehatan
Rehab ruang inap, rumah dokter, rehab pustu, pelayanan kesehatan, dan pengadaan alat kesehatan.
Keagamaan Pendidikan
Magelang
Kesehatan
Keagamaan Klaten
Pembangunan rumah ibadah Rehab bangunan SD, SMK, SMA dan UPT pendidikan, pengadaan meubeler dan alat sekolah
STRUKTUR ORGANISASI TIM KOORDINASI REHABILITASI REKONSTRUKSI WILAYAH PASCA BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI DI PROV DIY DAN PROV JATENG SESUAI KEPPRES 16/2011 PRESIDEN RI
MENKO PEREKONOMIAN
SESTAMA BNPB
SEKRETARIS II
Pendidikan
Rehabilitasi ruang sekolah dan penyediaan sarana pendidikan
•Mengkoordinasikan penyusunan kebijakan umum dan strategy RR Merapi •Mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RR Merapi
MENKO KESRA
WAKIL KETUA
KEPALA BNPB
KETUA PELAKSANA HARIAN
MENTERI DAGRI
MENTERI ESDM
MENTERI KESEHATAN
MENTERI BUDPAR
MENTERI PERUMAHAN RAKYAT
MENTERI KEUANGAN
MENTERI KEHUTANAN
MENTERI SOSIAL
MENTERI KOPERASI & UKM
KEPALA BPN
MENTERI PPN BAPPENAS
MENTERI PERTANIAN
MENTERI AGAMA
MENTERI NAKER & TRANS
KEPALA BPKP
MENTERI PU
MENTERI DIKNAS
MENTERI PERDAGANGAN
MENTERI BUMN
DEPUTI RR BNPB
Rehabilitasi sarana pendukung pengungsi ponpes Rehabilitasi pustu
KETUA PENGARAH
SEKRETARIS I
Perbaikan fisik pelayanan kesehatan seperti puskesmas, pustu, pos kesehatan desa, pengadaan sarana pendukung posyandu, pengadaan obat penyakit kejiwaan
Kesehatan
TIUGAS:
GUBERNUR DIY
TPT MEMBANTU PELAKS TUGAS TIM KOODINASI DI DAERAH
TIM PELAKSANA GUBERNUR JATENG
Gambar 3. Struktur Organisasi Tim Koordinasi Rehabilitasi Rekonstruksi
Beberapa fasilitas dasar dibangun di area jambor ini, seperti dapur umum, ruang logistik, kamar mandi, ruang kesehatan, dan tentu ruang keluarga. Selain itu, rehab rekon ditargetkan pada perbaikan kantor pemerintah, sekolah, dan puskesmas. Realisasi pelaksanaan rehabili tasi dan rekonstruki masih ber langsung hingga kini. Pada sektor perumahan pencapaian sudah mencapai 72%. Hal ini disebab kan karena masih ada masyarakat yang tinggal di Areal Terdampak Langsung (ATL) 1 dan belum ber sedia direlokasi. Sebanyak 656 KK di wilayah D.I. Yogyakarta dan 165 KK di wilayah Jawa Tengah. Alasan
warga tidak bersedia direlokasi antara lain karena mereka merasa nyaman di tempat asal mereka dan mereka menerapkan konsep hidup harmoni dengan risiko bencana, meskipun mereka meminta dukungan fasilitas pemerintah berupa sistem peringatan dini, jalur evakuasi, tempat evakuasi warga dan ternak, dan pelatihan berbasis pengurangan risiko bencana. Dalam menyikapi konsep hidup harmoni ini, pemerintah akan menyiapkan beberapa hal seperti: Penyusunan rencana kontinjensi sampai tingkat kecamatan dan desa. Pembangunan Sistem Peri
ngatan Dini Bahaya Merapi, penyediaan Peta Rawan Bencana, penyediaan Peta Jalur Evakuasi Manusia dan Ternak. Penetapan Titik Kumpul, Tempat Evakuasi Sementara (TES), Tempat Evakuasi Akhir (TEA), Logistik. Peningkatan kapasitas masya ra kat untuk pengurangan resiko bencana (penguatan organisasi masyarakat, pelatihan, dan gladi). Peralatan Komunikasi, Perleng kapan Perorangan, Desa Tangguh Bencana. Penyediaan sarana dan prasa rana dasar permukiman secara terbatas. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
35
Liputan Khusus
Bantuan 1 Miliar
Bagi Korban Merapi
T
iga tahun lalu Gunungapi Merapi mengalami erupsi hingga mengakibatkan ben cana di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Tercatat lebih dari 300 korban meninggal dan kerugian materiil mencapai triliunan rupiah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengkalkulasi dampak letusan Gunung Merapi mencapai Rp 3,62 triliun. Implementasi rehabilitasi dan rekonstruksi pasca erupsi tidak terlepas dari dukungan dan peran pemerintah, serta pihak swasta, dan masyarakat luas. Saat ini masyarakat telah menata kembali kehidupan mereka seperti sebelum terjadinya bencana. Ingin melihat secara langsung pemulihan masyarakat pasca erupsi, Presiden Republik Indonesia (RI) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkunjung di salah satu hunian tetap (huntap) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Jumat, 36
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
18 Oktober 2013. Huntap yang dikunjungi Presiden RI dan Ibu Negara Ani Yudhoyono berlokasi di Dusun Pager Jurang, Desa Kepuh Harjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi D.I. Yogyakarta. Pada kunjungan tersebut, Presiden SBY memberikan bantuan Rp 1 miliar bagi masyarakat korban bencana erupsi Merapi. Bantuan yang diserahkan kepada Bupati Sleman Sri Purnomo ini ditujukan untuk membantu pemulihan ekonomi produktif masyarakat. Sementara itu, BNPB akan membantu 600 sapi perah untuk mengganti ternak mati akibat erupsi pada tahun ini. Namun saat ini bantuan baru terealisasi 100 ekor dan 500 ekor akan diberikan pada akhir tahun ini. Dana Rp 37 miliar telah dianggarkan BNPB untuk pengadaan sapi perah tersebut. Sekitar 3.000 sapi perah mati terkena awan panas ketika erupsi berlangsung.
Kesan dan pesan yang disam paikan Lurah Desa Kepuh Harjo Heri Suprapto di hadapan Presiden RI mengungkapkan bahwa masyarakat masih ingin untuk memiliki ternak sapi tersebut. “Harapan sapi yang dijanjikan oleh Pak Syamsul, agar warga nantinya bisa memeras susu kembali,” demikian ucap Pak Heri. Beliau juga menambahkan kebutuhan jalur evakuasi sepanjang 8 km yang sangat penting sebagai antisipasi bahaya erupsi ke depan. Untuk kebutuhan jembatan, pemerintah diharapkan membantu pemba ngunan jembatan di Pager Jurang dan Manggong. Jembatan ini membantu anak-anak yang harus melewati sungai ketika bersekolah. Presiden meminta Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk merealisasikan pembangunan jalur evakuasi dan dua jembatan permanen tersebut. Sementara itu, menanggapi warga yang masih tinggal di
kawasan berbahaya, Presiden SBY memberikan arahan kepada pemerintah daerah untuk terus mengajak warga yang belum bersedia direlokasi. Lebih dari 600 KK tinggal di kawasan berbahaya, yaitu Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, dan Srunen. “Pemerintah tidak mengada-ada dan Pemerintah tidak mencaricari. Itu semua semata-mata untuk keselamatan warga lereng Merapi. Teruslah diajak bicara baik-baik
agar nanti tidak ada masyarakat yang tinggal di tempat berbahaya lagi”, ucap Presiden SBY. Melihat keberhasilan rehabili tasi dan rekonstruksi, Bupati Sle man Sri Purnomo mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta dalam penanggulangan bencana Merapi dan pelaksanaan rehabilitasi relonstruksi pasca erupsi. Hal se na da juga diungkapkan oleh
Presiden SBY atas kerja keras BNPB dan kementerian terkait, serta pe merintah daerah untuk membantu masyarakat pada proses rehabilitasi dan rekonstruksi ini. Presiden SBY berkesempatan meninjau hasil-hasil ekonomi pro duktif yang dihasilkan oleh warga huntap Pager Jurang, seperti ane ka produk makanan ringan, bubuk kopi, hingga pakaian. Kemudian, beliau melanjutkan untuk melihat rumah warga dan berdialog dengan penghuni rumah tersebut. Presiden juga menyempatkan untuk mengunjungi rumah ekonomi produktif. Mengakhiri kunjungan, Presiden SBY dan Ibu Negara Ani Yudhoyono menanam pohon jenis Pinus Mercusii tepat di halaman depan Gedung Serba Guna Pager Jurang.
Huntap Pager Jurang Huntap Pager Jurang yang berjarak sekitar 11 km dari Pun cak Merapi merupakan wilayah relokasi yang diperuntukkan bagi korban erupsi Merapi yang berasal Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
37
Liputan Khusus
Liputan Khusus
Perwakilan 9 Negara
Belajar Dari Bnpb
B
dari Desa Kepuh Harjo. Sebanyak 136 KK dari Dusun Kaliadem, 97 KK Dusun Petung, 50 KK Dusun Manggong, 14 KK Dusun Kepu harjo, dan 8 KK Dusun Pagerjurang menghuni huntap ini. Pemerintah setempat menga lokasikan lahan seluas 50.365 m² untuk pembangunan huntap ini. Sementara itu, setiap unit rumah seluas 36 m² menghabiskan dana mencapai Rp 30 juta. Di samping pembangunan rumah-rumah, wi la yah kompleks huntap ini juga memiliki sarana dan prasarana lain, seperti jalan, drainase, talud, serta fasilitas ekonomi dan 38
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
sosial. Fasilitas ekonomi berupa kandang sapi komunal sebanyak 5 unit dan mampu menampung 250 ekor sapi. Kandang ini dilengkapi dengan gudang pakan dan penampungan susu 10 unit, instalasi air dan sarana penunjang peternakan 20 unit. Sumber energy pada kandang ini menggunakan biogas ternak sejumlah 19 unit. Fasilitas sosial berupa masjid, PAUD, balai warga, ruang terbuka hijau, serta gedung serba guna. Terkait dengan mata pencaharian, masyarakat huntap bekerja sebagai petani dan
peternak sapi perah. Sebagian lain bekerja dengan mengandalkan usaha rumah tangga, seperti pembuatan bakpia yang berbahan baku ubi ungu, abon lele, aneka kripik, minuman herbal dan batik. Keluarga penghuni huntap merasa aman karena kepastian secara administratif dan legalitas status tempat tinggal juga diper hatikan oleh pemerintah. Sertifikasi tanah huntap sudah diterima oleh para warga penghuni, sedangkan tanah yang dimanfaatkan untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial masih dalam proses.
adan Nasional Penanggulang an Bencana (BNPB) memiliki media dalam penyebaran in formasi kebencanaan kepada para mitra pelaku penanggulangan bencana dan media. Kepala Bidang Data BNPB Dr. Agus Wibowo menjelaskan hal tersebut di hadapan rombongan sembilan perwakilan negara. Rombongan merupakan perwakilan negara dari badan penanggulangan bencana, National Tsunami Warning Center (NTWC), dan media. Kunjungan ini bagian dari pembelajaran mengenai mata rantai penyebaran informasi peringatan dini tsunami. Namun demikian, AgusWibowo menjelaskan mengenai beberapa media yang digunakan sebagai peringatan dini kebencanaan, seperti early warning system (EWS) untuk Gunungapi Lokon di Sulawesi Utara, pilot project EWS di Sumatera Barat, InaSAFE, InaWARE, dan sebagainya. Salah satu sistem penyebaran informasi yang terintegrasi dengan media massa adalah pilot project EWS yang dibangun di Sumatera Barat. Kegiatan ini melibatkan BNPB,
Japan International Cooperation Agency (JICA), Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Metro TV. Rangkaian kunjungan ini sebagai kegiatan lokakarya Standar Operating Procedure (SOP) tentang Peringatan Dini Tsunami dan Tanggap Darurat. Lokakarya ini diselenggarakan sebagai salah satu agenda yang diputuskan pada sidang ke-9 Intergovernmental Coordination Group (ICG) untuk Indian Ocean Tsunami Warning System (IOTWS). ICG ini mengagendakan lokakarya pelatihan bersama pada 2013 dan 2014. Lokakarya melibatkan pelaku yang bekerja untuk Real Time Streaming Protocal (RTSP), NTWC, badan penanggulangan bencana, dan media massa. Tujuan utama dari lokakarya ini adalah untuk membantu negara anggota yang tergabung dalam ICG-IOTWS untuk mengembangkan SOP mereka untuk merespon RTSP. Sedangkan
tujuan khusus antara lain (1) memahami layanan RTSP dan produk, (2) memahami dampak dari produk RTSP pada SOP NTWC, (3) mengidentifikasi kesenjangan potensial dan tantangan yang mungkin untuk memperingatkan SOP rantai di tingkat nasional, (4) membiasakan media elektronik dengan layanan RTSP dan membangun serta menyesuaikan SOP untuk berinteraksi dengan media, dan (5) mempersiapkan Latihan IOWave 14 yang dijadwalkan berlangsung pada akhir 2014. Lokakarya yang diselengga rakan diprioritaskan untuk negaranegara di bagian timur dan utara Samudera Hindia. Kunjungan di BNPB merupakan salah satu kunjungan dari lokakarya yang berlangsung pada 23 – 27 September 2013 dan didukung oleh BMKG dan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Sementara itu, perwakilan 9 negara tersebut berasal dari Bang ladesh, Malaysia, Myanmar, Oman, Pakistan, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste dan tuan rumah Indonesia. Akhir kunjungan, rombongan meninjau fasilitas-fasilitas yang berada di Pusdalops. Sementara itu, rombongan dipimpin oleh National Programme Office for Disaster Risk Reduction and Tsunami Information Unit UNESCO Ardito M. Kodijat. Perwakilan penting yang hadir pada kunjungan tersebut antara lain Laura Kong dari International Tsunami Information Center, Hawai, Amerika Serikat dan Walter Welz dari Asian Broadcasting Union berbasis di Kuala Lumpur. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
39
Liputan Khusus
Riwayat Letusan
Sinabung
40
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
M
enjulang dengan tinggi 2.460 meter dari permu kaan laut (dpl), Gunung Sinabung menggeliat dengan letusan dengan skala berbeda. Letusan terakhir tercatat pada Kamis, 24 Oktober 2013, pada pukul 06.00 waktu setempat. Letu san yang disertai suara gemuruh mengeluarkan asap hitam kea buan dan material abu vulkanik. Hembusan ini mengarah ke arah Timur, Tenggara, dan Selatan. Pe
mantaun Gunungapi di Kabanjahe mencatat ketinggian lontaran ma terial mencapai 3.000 meter. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), catatan letusan Gunungapi Sinabung pada 1600 dengan aktivitas vulkanik berupa muntahan batuan piroklastik serta aliran lahar yang mengalir ke arah Selatan. Kemudian 1912, gunung ini mengeluarkan solfatara yang terlihat di puncak dan lereng atas. Setelah hampir 100 tahun, gunungapi berjenis strato ini kembali meletus. Pada 2010, terjadi beberapa kali letusan yang di antaranya berupa l e t u s a n
freatik. Letusan pada kurun waktu 7 April 2010 - 27 Agustus 2010 menyebabkan status Gunungapi Sinabung berubah dari tipe B menjadi tipe A. Berselang tiga tahun, Gunungapi Sinabung menunjukkan aktivitas vulkanik selama September lalu dan terakhir pada 24 Oktober 2013. Berdasarkan data dan analisis data pemantauan dari tanggal 19 – 24 Oktober 2013, PVMBG sebagai bagian dari Badan Geologi menetapkan status Gunungapi Sinabung masih pada WASPADA (Level II). Aktivitas yang menurun men jadikan Gunungapi Sinabung ber status dari AWAS (level IV) ke SIA GA (level III) pada 23 September 2010. Kemudian status ini kembali menurun yaitu dari SIAGA (level III) menjadi WASPADA (level II) pada 7 Oktober 2010. Meskipun menurun, aktivitas masih cenderung fluktuatif.
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
41
Liputan Khusus
Pemantauan dengan metoda visual, seismik, dan deformasi terus dilakukan untuk melakukan penilaian tingkat aktivitas Gunung Sinabung. Pada tanggal 15 September 2013 aktivitas Gunungapi Sinabung meningkat hingga mnyebabkan perubahan status, dari Waspada (level II) menjadi Siaga (level III). Namun kemudian pada tanggal 29 September 2013 status diturunkan dari Siaga (level III) menjadi Waspada (level II). Pada tahun 2010, letusan ter besar terjadi pada 7 September dengan lontaran debu vulkanik hinga 5.000 meter ke udara. Suara letusan pun terdengar hingga jarak 8 km. Mengantisipasi bahaya erupsi saat itu, sekitar dua belas 42
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
ribu warga dievakuasi ke jamborjambor di wilayah Kabahjahe. Lontaran debu vulkanik cen derung meluncur dari arah Barat Daya menuju Timur Laut sehingga sebagian Kota Medan terselimuti debu Gunungapi Sinabung. Letusan pada bulan Oktober kali ini berpotensi bahaya terhadap aktivitas masyarakat di sekitar lereng. Abu letusan dapat menganggu kesehatan dan merusak tanaman di wilayah terdampak. Sementara itu potensi secondary hazard berupa banjir lahar yang mungkin terjadi di Desa Sukameriah. PVMBG mencatat terjadinya dua kali banjir lahar sejak 15 Oktober 2013 di desa ini. Potensi longsor pada sisi Utara juga perlu diwaspadai akan mengancam pemukiman
di daerah Laukawar. Timbunan longsor dan materi hasil erupsi terpantau di lereng ini. Terkait dengan potensi bahaya, Badan Geologi merekomendasikan beberapa hal kepada masyarakat yang tinggal di sekitar lereng gunung. Rekomendasi yang diberikan antara lain sebagai berikut. Masyarakat dan Pengunjung/ wisatawan tidak mendaki dan melakukan aktivitas pada radius 2 km dari Kawah Sinabung. Masyarakat di Desa Sukameriah dan Gurukinayan di Selatan puncak, Bekerah di Tenggara puncak, Simacem di Timur puncak, Sigarang-garang dan Sukanalu di Timurlaut puncak, dan Kutogugung di Utara Timurlaut puncak agar tetap waspada dan
selalu mengikuti perkembangan aktivitas Gunungapi Sinabung dari Pemerintah Kabupaten Karo dan BPBD kabupaten dan provinsi. Jika masyarakat terganggu dengan keberadaan hujan abu dan kemungkinan adanya aktivitas letusan abu freatik yang masih terjadi, masyarakat yang bermukim di Desa Sukameriah, Gurukinayan, Bekerah, Simacem, Sigarang-garang, Sukanalu, dan Kutogugung disarankan untuk mengungsi ke tempat yang aman.\ Sehubungan sudah memasuki musim hujan sejak beberapa hari terakhir dan aktivitas hujan hampir terjadi setiap hari, masyarakat yang bermukim dekat sungai yang berhulu di puncak Gunungapi Sinabung agar tetap waspada terhadap ancaman bahaya lahar. Masyarakat yang dimaksud mereka yang tinggal di Desa Sukameriah sampai dengan Desa Bekerah, Desa Kutagugung, dan Desa Sigaranggarang. Desa Sukameriah, Gurukinayan, Bekerah, dan Simacem berada di mulut lembah oleh karena itu keempat desa ini sangat berbahaya jika kelak kemudian hari terjadi erupsi dan banjir lahar. Pada konteks ini, rekomendasi jangka pendek bahwa masyarakat dari empat desa dapat kembali ke rumah masing-masing dan dapat melakukan kegiatan seperti biasa. Namun demikian masyarakat harus tetap waspada terhadap kemungkinan erupsi freatik tandap diikuti tanda peningkatan kegiatan atau ancaman banjir lahar apabila terjadi hujan. Hal ini karena terdapat tumpukan material di puncak Gunung Sinabung. Sedangkan rekomendasi jangka panjang, Badan Geologi merekomendasikan pemukiman penduduk di 4 desa agar direlokasi untuk menjauh dari bukaan kawah. Empat stasiun seismik yang dilengkapi dengan sensor yang di pasang di sekitar puncak gunung memantau secara intensif dan te rus menerus Gunungapi Sinabung. Data-Data kegunungapian diperoleh melalui sinyal gelombang radio dan direkam Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
43
Liputan Khusus secara analog mau pun digital di Pos Pengamatan Gunungapi yang berlokasi di Jalan Tiras Bangun, Desa Ndokum Siroga, Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Pos ini berjarak sekitar 8,5 kilometer dari puncak. Sementara itu, pemantauan deformasi dilakukan pada empat stasiun, yaitu stasiun SKNL di Desa Sukanalu, Stasiun GRKI di Desa Gurukinayan, Stasiun MDD di Desa Mardinding, dan Stasiun LKWR di Desa Laukawar. Pos Komando Tanggap Darurat Erupsi Gunung Sinabung masih terus berkoordinasi dengan PVMBG dan pemerintah daerah setempat untuk memonitor perkembangan aktivitas Gunung Sinabung. Sesuai dengan rekomendasi dari PVMBG, masyarakat dihimbau tetap waspada dan tidak terpancing isu-isu yang menyesatkan terkait dengan letusan Gunung Sinabung. Masyarakat agar mengikuti arahan dari Pemerintah Kabupaten Karo/ Muspida Karo yang senantiasa mendapat laporan tentang aktivitas Gunungapi Sinabung dari PVMBG. Terkait dengan bantuan kemanusiaan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Utara dan dinas-dinas terkait di Kabupaten Karo sudah bersiap untuk memberikan bantuan penanganan darurat kepada masyarakat jika terjadi peningkatan status Gunungapi Sinabung.
Potensi Bahaya Erupsi Gunung Sinabung Gunung yang berada dibawah administratif Kabupaten Karo, 44
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
TEROPONG
60 50
48
50
43
Sumater Utara berpotensi bahaya erupsi berupa aliran piroklastik (awan panas), jatuhan piroklastik (lontaran batu pijar dan hujan abu), aliran lava dan lahar. Menurut catatan PVMBG, gunung dengan satu khuluk ini terdiri atas 25 satuan batuan primer dari pusat, dan 1 endapan batuan gunungapi sekunder. Dilihat secara struktur geologi, gunun ini terbentuk pada tepian Barat Laut patahan cekungan Toba Tua. Endapan Pra Sinabung di daerah ini berupa satuan endapan batu gamping dan endapan aliran piroklastik Toba. PVMBG telah memetakan potensi bahaya yang mungkin terjadi dengan kawasan rawan bencana Gunungapi Sinabung. Tiga tingkat kerawanan dari rendah ke tinggi, yaitu Kawasan Rawan Bencana (KRB) I, KRB II, dan KRB III. KRB III merupakan kawasn dengan potensi bahaya paling tinggi, yaitu terlanda awan panas, aliran, dan guguran lava, lontara batu (pijar), hujan abu lebat dan gas beracun. KRB ini masih terbagi menjadi dua bagian
yaitu (a) Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa (awan panas, aliran, dan guguran lava), dan gas beracun, (b) kawasan rawan bencana terhadap material lontaran batu (pijar) dan jatuhan hujan abu lebat. Sementara itu, KRB II, kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, guguran lava, lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. Kawasan ini juga dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (a) kawasan rawan bencana terhadap aliran massa (awan panas, aliran dan guguran lava), (b) kawasan rawan bencana terhadap material lontaral batu (pijar) dan hujan abu lebat. KRB I merupakan kawasan yang berpotensi terlanda lahar dan hujan abu. Menurut PVMBG, apabila letusan membesar, kawasan ini mungkin berpotensi terlanda lontaran batu (pijar) berdiamter lebih kecil dari 2 cm. Kawasan ini dibedakan antara lain kawasan rawan bencana terhadap aliran massa lahar, dan material jatuhan, seperti hujan abu dan batu pijar.
40
30
38 37
39
36 32
28
29
18
20
20
27
26
Puting Beliung
25
24
Tanah Longsor
20
20
Bencana lainnya 13
10
9
10
Banjir
31
5
4 0 Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Gambar 1. Grafik Jumlah Kejadian Bencana selama Januari-Juni 2013 di Indonesia Sumber: Pusdatinmas BNPB
Profil Data Kebencanaan Indonesia
I
Periode Semester Pertama 2013
ndonesia adalah negara kepu lauan yang dilingkari oleh jalur gempa paling aktif di dunia, yaitu Cincin Api Pasifik. Cincin Api merupakan akibat langsung dari pertemuan lempeng tektonik, dimana Indonesia terletak di pertemuan 3 lempeng, yaitu Lem peng Pasifik, Indo-Australia, dan Eurasia. Kondisi ini menyebabkan Indonesia sering dilanda gempa bumi maupun letusan gunung api. Selain itu, bencana hidrome
teorologi yang terkait dengan cuaca juga sangat sering melanda wilayah nusantara. Hingga pertengahan tahun 2013 ini, BNPB mencatat telah terjadi bencana sebanyak 632 kejadian di Indonesia. Dalam 6 bulan tersebut, bencana didomi nasi oleh 3 jenis bencana yaitu banjir, tanah longsor, dan puting beliung. Jumlah ketiga bencana tersebut lebih dari 90 persen dari total seluruh kejadian. Selama 3
bulan pertama puting beliung se lalu menjadi bencana yang paling sering terjadi, sedangkan selama 3 bulan berikutnya banjir adalah yang paling mendominasi. Korban meninggal dan hilang sejak Januari-Juni 2013 mencapai 380 jiwa sedangkan korban menderita dan mengungsi lebih dari 570 ribu jiwa. Kerusakan bangunan akibat bencana menca pai lebih dari 33 ribu unit, dimana kerusakan tersebut meliputi Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
45
TEROPONG kerusakan permukiman, fasilitas pendidikan, fasilitas peribadatan, dan fasilitas kesehatan. Jumlah korban meninggal dan hilang serta menderita dan mengungsi paling banyak adalah pada bulan Januari. Secara umum, sejak Januari hingga Juni 2013, bencana banjir adalah yang paling banyak terjadi (248 kejadian), diikuti oleh puting beliung (222 kejadian) dan tanah longsor (152 kejadian). Adapun bencana yang paling banyak menimbulkan korban jiwa berturut-turut adalah tanah longsor (127 jiwa), banjir (104 jiwa), serta kecelakaan transportasi laut dan udara (74 jiwa).
300
140
250
120 100
200
80
150
60
100
40
50
20
0
ir
B
n liu
e
gB
n uti
P
r
g
j an
h na
Ta
n
Lo
h na
Ta
an
d jir
n
Ba
o gs
r
n
Lo
n sa
a gP
n ba
m
lo
Ge
i
g
o gs
n
c Ke
aa ak el
s rta
o
sp
an Tr
an ar ak
n
ha
La
n
da
i
H
an ut
pa
m Ge
m Bu
n
sa
tu Le
i
nu
Gu
as ot
b
Sa
/ or er iT
s Ak
tri us
e
ap ng
n
aa lak
0
d
In
e
c Ke
b Ke
Jumlah Kejadian
Korban Meninggal dan Hilang
Gambar 2. Grafik Jumlah Kejadian Bencana dan Korban Meninggal dan Hilang selama Januari-Juni 2013 di Indonesia Sumber: Pusdatinmas BNPB
Banjir Awal tahun 2013, bencana banjir melanda berbagai wilayah di nusantara, tidak terkecuali pu sat pemerintahan dan perekono mian, yaitu Provinsi DKI Jakarta. Banjir pada awal tahun yang melanda Jakarta itu menyebabkan 38 jiwa meninggal, sedangkan 83.930 jiwa lainnya terpaksa
46
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
mengungsi. Selain itu, pada awal tahun 2013 di provinsi tetangga yang berbatasan dengan ibukota juga terjadi bencana serupa. Banjir melanda wilayah Banten sejak 6 Januari 2013. Selain menyebabkan ribuan jiwa mengungsi, banjir di Banten juga menyebabkan ratusan hektar areal persawahan mengalami gagal panen.
Bencana banjir lain yang terjadi sepanjang semester pertama tahun 2013 dan cukup banyak menjadi sorotan adalah banjir akibat meluapnya sungai Bengawan Solo, banjir di sejumlah wilayah di Provinsi Gorontalo pada bulan Mei, serta banjir bandang di Kota Manado pada bulan Februari.
Puting Beliung Puting beliung yang merupa kan bencana hidrometeorologi jumlahnya mulai menunjukkan trend peningkatan sejak tahun 2009. Bahkan pada tahun 2012 puting beliung merupakan bencana yang paling banyak terjadi. Walaupun bencana ini tidak banyak menimbulkan korban jiwa dibandingkan bencana lain, namun bencana puting beliung seringkali menyebabkan kerusakan permukiman warga. Pada semester pertama tahun 2013, bencana puting beliung terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di Pulau Sumatera, puting beliung cukup banyak menimbulkan kerusakan di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (25 Mei 2013); Muaro Jambi, Jambi (25 Juni 2013); dan
Muara Enim, Sumatera Selatan (26 Februari 2013). Sedangkan di Pulau Jawa, puting beliung juga cukup banyak menimbulkan kerusakan di Kabupaten Cilacap di Jawa Tengah dan Kabupaten Jember di Jawa Timur. Di pulau lain, puting beliung yang menimbulkan kerusakan cukup parah terjadi di Pinrang, Sulawesi Selatan dan Polewali Mandar, Sulawesi Barat; keduanya terjadi pada 7 Januari 2013.
Tanah Longsor Dibandingkan dengan bencana banjir dan puting beliung, benca na tanah longsor memiliki Rasio Perbandingan Jumlah Korban Meninggal dan Hilang dengan Jumlah Kejadian Bencana yang paling tinggi (sumber: Buku Data Bencana Indonesia 2012, BNPB).
Rasio dari puting beliung dan banjir masing-masing adalah 0,08 dan 0,20; sedangkan tanah long sor memiliki rasio sebesar 0,41. Artinya, diantara 100 keja dian tanah longsor yang terjadi, kemungkinan dapat menimbulkan korban meninggal dan hilang sebanyak 41 jiwa. Dengan tinggi nya rasio dan banyaknya jumlah kejadian bencana tanah longsor pada semester tahun 2013, maka tidak heran bahwa bencana ini merupakan bencana yang paling banyak menimbulkan korban jiwa. Sepanjang Januari-Juni 2013, bencana tanah longsor yang paling banyak menimbulkan korban meninggal dan hilang terjadi di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat pada 27 Januari 2013. Bencana tersebut menelan korban meninggal dan hilang sebanyak 20 jiwa. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
47
TEROPONG
Peningkatan Kompetensi Teknis
Operator Radio Komunikasi
Operator posko (OP) BNPB: “Selamat sore, baik, pemanggilan berikutnya BPBD Kabupaten Gorontalo, di sini posko BNPB memanggil, ganti.” OP BPBD: ”Selamat sore, di sini BPBD Kabupaten Gorontalo, ganti. Kami laporkan terjadi hujan, tetapi kondisi kondusif saat ini”. OP BNPB: “Terima kasih untuk cek in, semoga cuaca selalu kondusif, selamat bekerja dan salam kemanusiaan”.
I
tulah sedikit pembicaraan roll call rutin antara petugas radio Toteng Rusmana di ruang Pusat Pengendali Operasi (Pus dalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan operator radio pusdalops di Badan Penanggulangan Bencana
48
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
Daerah (BPBD) Kabupaten Gorontalo. Radio komunikasi sebagai alat komunikasi sangat dibutuhkan dalam menembus medan bencana yang sarana dan prasarana komunikasi lain, seperti telepon dan internet putus. Hal tersebut yang melatarbe
lakangi Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB menyelenggarakan bimbingan teknis (bimtek) radio komunikasi bagi operator penanggulangan bencana di lingkungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi. Bimtek ini sebagai
salah satu langkah konkret dalam meningkatkan kompetensi teknis operator radio komunikasi yang bekerja pada pusdalops BPBD provinsi. Hal ini sesuai dengan apa yang rasakan para operator radio di pusdalops BPBD provinsi. Berdasarkan masukan dari para peserta, kompetensi yang perlu ditingkatkan antara lain: (1) Pengoperasian radio komunikasi, (2) Pemasangan antena radio komunikasi saat darurat, (3) Pengenalan dan pengoperasian radio tetra. Sementara itu, permasalahan radio komunikasi di daerah adalah ijin penggunaan frekuensi radio komunikasi pusdalops. Penyelenggaraan bimktek yang diselenggarakan Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB berlangsung pada 23 – 25 September 2013 dan 21 – 23 Oktober 2013 di Hotel Aryaduta Karawaci, Banten. Pada bimtek yang pertama BPBD provinsi di wilayah Barat menjadi target peserta, antara lain dari Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Lampung, Kepulauan Bangka Belitong, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. Sementara itu, peserta BPBD provinsi di wilayah Tengah dan Timur yang mengikuti bimtek ini yaitu Bali, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Maluku dan Papua. Kepala Bidang Informasi BNPB Neulis Zuliasri mengatakan bahwa penguasaan teknis radio
komunikasi sangat penting dalam pertukaran data dan informasi kebencanaan antara BNPB dan BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Harus diakui bahwa komunikasi yang dibangun melalui radio komunikasi dari daerah kurang aktif dalam pertukaran data dan informasi. Di sisi lain, Unsur Pengarah BNPB KRT Adikoesoemo mengatakan bahwa tantangan ke depan pemanfaatan radio komunikasi adalah kemampuan untuk memecahkan kebuntuan, seperti digunakan untuk melayani masyarakat yang panic pasca kejadian bencana. Melalui ketrampilan dalam pemanfaatan, radio komunikasi dapat secara cepat memberikan informasi kepada jaringan di masyarakat untuk tetap tenang dan bersiaga. Bimtek ini juga dimaksudkan supaya kapasitas operator radio BPBD Provinsi meningat dan secara mandiri dapat mengelola radio komunikasi kebencanaan dengan melibatkan BPBD Kabupaten/Kota. Beberapa materi yang diberikan dalam bimtek ini yaitu:
1. Sistem informasi dan komu nikasi penanggulangan ben cana 2. Tata cara perizinan spectrum frekuensi radio 3. Peran radio komunikasi dalam penanggulangan bencana 4. Pedoman dan pengelolaan radio komunikasi 5. Pengoperasian mobil komunikasi 6. Teknologi dan pengoperasian radio tetra Pada materi pengelolaan ra dio komunikasi, peserta menda patkan pengetahuan mengenai prosedur operasi dan karakteristik radio, tata cara penyampaian dan penerimaan berita, tata cara ber bicara, teknologi dan pengoperasian radio tetra, teknik merakit antena high frequency (HF) pada kondisi darurat, dan pengoperasian mobil komunikasi. Salah satu materi yang menarik perhatian adalah perakitan antena dengan nama double bazooka coaxical dipole atau disingkat antena dipole. Antena ini berjenis high frequency (HF) denga frekuensi 11.473.5 MHz. Antena ini sangat efektif karena bisa menjangkau frekuensi radio Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
49
TEROPONG di kawasan seluruh Indonesia atau jangkauan 100 hingga 1.860 km. Keistimewaan lain bahwa perakitan ini dapat dirakit dengan mudah dan berbiaya murah. Materi perakitan dapat diperoleh secara mudah di pasaran.
Radio Komunikasi di Medan Bencana Seperti dicontohkan di atas, radio komunikasi mampu meng hubungkan operator radio dari ruang pusdalops BNPB dengan operator pusdalops lain. Tidak hanya itu, pelaku penanggulangan bencana di lapangan tentu memanfaatkan juga radio komunikasi yang mampu menghubungkan mereka dengan pos komando tanggap darurat. Pemanfaatan radio komunikasi ini sangat penting dalam setiap tahapan penanggulangan ben cana. Apalagi dalam konteks kebencanaan di Indonesia dengan wilayahnya yang begitu luas dan terkadang sulit dijangkau dengan peralatan komunikasi konvesional maupun berteknologi satelit. Sementara itu, kebijakan BNPB menyatakan bahwa radio komu nikasi merupakan salah satu fasi litas pendukung Pusdalops dalam memverifikasi, pemuktahiran data dan informasi kebencanaan. Pada saat kondisi normal, operator radio Pusdalops antara BNPB dan BPBD provinsi, kabupaten/kota melakukan pertukaran data dan informasi secara rutin atau biasa disebut roll call. Pada kondisi normal roll call dilakukan dua kali sehari, pagi dan sore, secara rutin. Pada kondisi darurat, BPBD provinsi dan kabupaten/kota dan posko lapangan dapat melakukan 50
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
TEROPONG pemanggilan setiap saat langsung ke BNPB atau sebaliknya. Peralatan komunikasi dengan teknologi canggih telah sangat berkembang dewasa ini. Peralatan tersebut mulai dari yang bersifat konvensional seperti telepon kabel, penggunaan jalur frekuensi hingga teknologi satelit. Namun demikian peralatan komunikasi dengan radio komunikasi sangat efektif dalam pemanfaatannya dalam penanggulangan bencana. Dapat dibayangkan ketika saat krisis pasca bencana, infrastruktur pendukung peralatan komunikasi dapat saja rusak maupun hancur total. Terputusnya jaringan komunikasi karena infrastruktur yang hancur ini berdampak pada penyelamatan nyawa manusia di lokasi bencana. Oleh karena itu, pemanfaatan radio komunikasi menjadi salah satu pilihan yang handal dalam membantu aktivitas tanggap darurat. Melalui infrastruktur yang sederhana, apalagi hanya dengan baterai, radio komunikasi dapat dimanfaatkan ketika peralatan komunikasi lain tidak berfungsi. Radio komunikasi dalam penanggulangan bencana dapat dimanfaatkan sebagai media dalam kesiapsiagaan, koordinasi, komando dan pengendalian, pen dukung logistik dan administrasi. Pada keseharian Pusdalops BNPB selalu melakukan beberapa hal tersebut, dan terlebih lagi pada kondisi tanggap darurat. Pos Ko mando Tanggap Darurat Bencana yang didirikan di wilayah bencana selalu dilengkapi dengan radio komunikasi. Demikian juga BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota dapat mendirikan stasiun radio komunikasi di lokasi ben
cana pada saat tanggap darurat bencana dan melakukan koordi nasi dengan Dinas Komunikasi dan Informatika terkait ijin penggunaan frekuensi radio. Penggunaan frekuensi radio sebagai bagian dari sistem komu nikasi perlu penataan, khususnya dalam dalam penanganan benca na. Ini disebabkan karena konteks kebencanaan yang luas dimana suatu analisa selalu diambil ber dasarkan data lapangan yang dikirim melalui alat komunikasi, apapun bentuknya. Terkait dengan pemanfaatn frekuensi radio komunikasi, BNPB menggunakan frekuensi yang digunakan yaitu HF 11.4735 MHz, VHF 171.300 MHz, RX 170.300 MHz, dan TX 165.300 MHz. Hal ini diperoleh berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Nomor 1737/ DJPT.4/Kominfo/12/2009 tanggal 4 Desember 2009. Sementara itu, pemanfaatan radio yang diselenggarakan oleh BPBD harus melaporkan stasiun radio yang dilengkapi nama jenis perangkat, nomor seri, daya pancar, jenis antena dan koordinat ke direktorat tersebut. Mekanisme kerja operator radio terbagi pada saat kondisi normal dan darurat. Pada kondisi normal jalur komunikasi dilakukan antara BNPB dan BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Sementara pada saat kondisi darurat, BNPB melakukan pemanggilan langsung dengan Pos Komando di lapangan, BPBD provinsi dan kabupaten/kota, TNI, Polri, kementerian/lembaga, komunitas radio bencana dan Satuan Reaksi Cepat (SRC).
Harmonisasi Hukum dalam Penanggulangan Bencana Oleh Dr. Syamsul Maarif Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Persoalan harmonisasi1 hukum dalam penanggulangan bencana merupakan hal yang terasa kian penting akhir-akhir ini, terutama ketika kegiatan penanggulangan bencana telah melibatkan begitu banyak pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat. Dalam pengamatan saya, upaya menuju harmonisasi sejauh ini memang masih terkendala pada terfokusnya energi para pelaku, tidak terkecuali BNPB, pada persoalan lain yang bisa jadi dipandang lebih urgen. Sangat sering peristiwa bencana datang bersamaan, sehingga amat menguras energi. Alhasil, sampai batas tertentu, belum ada waktu untuk memperhatikan persoalan lain yang sesungguhnya penting dan perlu. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) mendefinisikan harmonisasi upaya mencari keselarasan.
1 sebagai
Tentu saja, kesan bahwa harmonisasi hukum masih ‘kalah penting’ dibanding persoalan lain tidak menghilangkan urgensi mengenai kepentingannya. Bagi BNPB sendiri, harmonisasi kian dibutuhkan seiring makin besar dan kompleksnya lembaga ini, serta isu penanggulangan bencana secara keseluruhan. Kompleksitas BNPB dan penanggulangan bencana sekilas dapat dilihat dari jumlah peraturan kepala (perka) yang telah mencapai 70 buah. Banyak perka yang mungkin sudah perlu disesuaikan dengan kondisi terkini. Selain perka, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta peraturan turunannya juga tidak tertutup kemungkinan direvisi agar semakin mampu menjawab tantangan mutakhir.
Mengatur Penanggulangan Bencana Pengaturan penanggulangan bencana lewat instrumen hukum nasional maupun internasional pada dasarnya dilandasi kesadaran tentang betapa bencana dapat mendegradasi kehidupan manusia dan alam di sekitarnya. Dunia, termasuk Indonesia, telah berulang kali menjadi saksi hilangnya hasil pembangunan yang kerap diraih dengan susah payah, akibat bencana. Tanpa memperhitungkan faktor pencatatan, data menunjukkan terjadi peningkatan bencana di tingkat global dalam beberapa dasawarsa terakhir. Pada 1970an, tercatat 1,231 kejadian bencana dan terus naik pada dasawarsa berikutnya. Antara tahun 2000 hingga 2006 saja, yaitu belum cukup satu Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
51
TEROPONG
dasawarsa, telah terjadi 5,287 bencana.2 Bencana menimbulkan dampak pada kehidupan 1,9 miliar manusia pada 1990-an, melonjak dari dekade 1970an yang ‘hanya’ 780 juta orang. Selama 2000-2006, semiliar orang dilaporkan terkena dampak (IFRC, 2007). Ada kemungkinan tren tersebut akan berlanjut dipicu dampak perubahan iklim, seperti temperatur ekstrim, kekeringan, badai, selain bencana lain.3 Pengalaman menunjukkan ada kalanya bencana begitu besar, sehingga melampaui kemampuan sebuah negara untuk menangani sendiri. Untuk itu, dibutuhkan bantuan internasional, entah pemerintah negara sahabat maupun lembaga asing nonpemerintah. Di sini, hukum internasional yang mengatur kerjasama penanggulangan bencana menjadi diperlukan. Pengaturan dilakukan dengan sejumlah instrumen, meliputi perjanjian (treaty), resolusi, pedoman (guideline), kode, dan model yang bersifat bilateral maupun multilateral. Secara keseluruhan, instrumen Sumber: EM-DAT: The OFDA/ 2 CRED International Disaster Database,” Université Catholique de Louvain, tersedia di www.em-dat.net. Dikutip dari Laporan IFRC, 2007. Intergovernmental Panel on Climate 3 Change Working Group II, Impacts, Adaptation and Vulnerability (2007), halaman 14-15. Dikutip dari Laporan IFRC, 2007. 52
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
hukum internasional dalam penanggulangan bencana sejauh ini paling banyak terkait dengan upaya mencapai dua tujuan. Pertama, memandu negaranegara dalam mengembangkan produk hukum nasional. Ini dialami Indonesia sehubungan pembuatan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang juga dipengaruhi instrumen hukum terkait yang lebih dulu dihasilkan di level internasional. Saya bisa menyebut Hyogo Framework for Action 20052015 sebagai contoh. Indonesia aktif mendorong pencapaian poin Hyogo mengenai penguatan kebijakan, kemampuan teknis, serta kapasitas kelembagaan dalam manajemen bencana di tingkat regional, nasional, dan lokal. Perangkat internasional lain yang cukup berpengaruh dalam penyusunan sistem hukum nasional adalah yang sifatnya pemberian mandat kepada lembaga khusus untuk mendorong penanggulangan bencana. Dalam hal ini, kita perlu menyebut PBB dengan sejumlah lembaga afiliasinya. PBB memiliki mandat legal untuk memberi masukan kepada negara anggota, baik saat diminta maupun tidak. Mereka dapat mengeluarkan dokumen panduan untuk
ditawarkan pengadopsiannya kepada anggota. Di luar PBB, ada pula organisasi antar pemerintah dengan mandat formal. Indonesia telah memperoleh manfaat tidak sedikit dari keberadaan mandat institusional yang diberikan kepada lembaga-lembaga tersebut, terutama dalam proses meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya penanggulangan bencana. Perangkat hukum internasional berikutnya yang terkait penanggulangan bencana dan perlu dipertimbangkan dalam penyusunan hukum nasional adalah hukum hak asasi manusia. Dalam hal ini, pada setiap kebijakan dan upaya penanggulangan bencana, perhatian kepada penegakan HAM serta penghapusan diskriminasi merupakan perkara substantif yang tak boleh diabaikan. Secara konkrit, sistem hukum nasional dalam penanggulangan bencana dituntut untuk mengadopsi nilainilai HAM dan antidiskriminasi dalam setiap pasal terkait. Fokus dari setiap upaya penanggulangan bencana haruslah pertama-tama masyarakat, khususnya kelompok rentan. Perhatian kepada hak asasi mereka adalah utama. Masih banyak instrumen hukum internasional lain yang
secara langsung maupun tidak berkaitan dengan penanggulangan bencana yang akan terlalu panjang untuk diuraikan dalam makalah singkat ini. Instrumen tersebut antara hukum tentang bea dan cukai, telekomunikasi, bantuan donor, pertahanan sipil dan militer, kesehatan, lingkungan dan industri, hingga ruang udara untuk penerbangan. Diperlukan pengkajian mendalam mengenai instrumen hukum internasional yang telah ada dan relevan untuk konteks sistem hukum nasional kita. Kajian instrumen hukum tersebut juga perlu mencakup instrumen yang sifat pengadopsiannya lebih longgar, seperti resolusi dan deklarasi. Contoh deklarasi yang diadopsi secara luas oleh negara anggota PBB adalah Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals) yang kendati tidak secara eksplisit berbicara tentang bencana, sesungguhnya menjadi penting dijadikan panduan mengingat dampak bencana yang negatif terhadap pembangunan. Hukum internasional yang telah ada tentu saja bukan tanpa kelemahan. Ada keterbatasan jangkauan geografis karena relatif sedikitnya negara yang meratifikasi. Kelemahan ini terutama sangat terasa dalam konteks masa tanggap darurat. Bantuan kepada negara yang terkena bencana acapkali terlambat disalurkan sebab negara bersangkutan belum meratifikasi perjanjian tertentu yang memungkinkan masuknya bantuan dari luar secara cepat. Di sisi lain, yang masih selalu
menjadi persoalan, adalah kegagalan melibatkan para pihak dalam penyusunannya, terutama kelompok LSM dan komponen masyarakat sipil lainnya. Jelas sekali bahwa harmonisasi hukum bukan hanya akan relevan bagi hukum nasional, tetapi juga hukum internasional itu sendiri. Pertanyaannya memang, siapa yang memiliki kewenangan melakukan itu. Kemudian, sampai sejauh mana harmonisasi dilakukan. Setelah harmonisasi pun, masih ada tantangan untuk mendorong negara-negara meratifikasi. Kebingungan dan keraguan mengenai hukum internasional akhirnya sering ditanggapi dengan kebijakan ad hoc, misalnya dalam penyaluran bantuan internasional (IFRC, 2007). Bagi Indonesia, hukum internasional tetap rujukan penting dalam pembuatan kebijakan, rencana, dan kegiatan penanggulangan bencana. Kita mengadopsi prinsip dan nilai yang terkandung dalam semangat global untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat serta mengurangi risiko. Adopsi terhadap skema Hyogo akan dilanjutkan sesuai dengan kepentingan nasional, terutama pada poin yang belum terlaksana karena berbagai sebab. Kita antara lain belum secara total mampu mewujudkan ambisi dalam wilayah prioritas tiga skema Hyogo, yaitu “menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun budaya aman dan ketangguhan di semua tingkatan.” Inti prioritas tersebut adalah pengelolaan pengetahuan. Ini
bukan hanya terkait pengetahuan modern dan teknologi, tetapi juga kebijaksanaan dan praktik lokal (local wisdom and practice) yang banyak di masyarakat kita, baik di perkotaan maupun perdesaan. Masyarakat sejak turun temurun telah mewariskan local wisdom dalam menghadapi bencana. BNPB akan mengarah ke pengelolaan pengetahuan mengenai bencana ini. Namun, upaya tersebut tidak mudah dan butuh waktu dan komitmen tinggi dari para pihak, termasuk tentu saja dari kalangan internal BNPB sendiri. Kembali ke persoalan harmonisasi hukum, menurut hemat saya, harmonisasi hukum kita dengan praktik internasional dan hukum lain di level nasional dapat dan sebaiknya dilakukan secara bersamaan, kendati dalam perspektif prioritas, yang lebih utama saat ini adalah memastikan bahwa harmonisasi hukum nasional dalam penanggulangan bencana terjadi. Dalam jangka pendek dan menengah akan lebih tepat untuk memusatkan energi pada harmonisasi hukum nasional, dengan menggunakan perspektif yang mengadopsi nilai dan prinsip hukum internasional yang sifatnya best practices dan universal.
Nasional sebagai Prioritas Sebelum Indonesia memiliki undang-undang yang spesifik mengatur penanggulangan bencana, sejumlah peraturan sektoral juga memiliki pasal yang menyinggung isu terkait. Setelah UU No.24 Tahun 2007 terbit, beberapa peraturan yang muncul Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
53
TEROPONG
Tabel 1. Potensi tumpang tindih UU PB dan peraturan lain
Nama UU
Substansi yang bertentangan
UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU Pesisir)
Konsep mitigasi dalam UU Pesisir berpotensi bertentangan sebab tak jadi bagian dari penanggulangan bencana secara luas. UU PB menegaskan mitigasi untuk mengurangi risiko di daerah rawan, sedangkan UU Pesisir hanya mencakup wilayah pesisir dan pulau kecil, yang belum tentu rawan. Di sisi lain, karena mitigasi bagian dari penanggulangan bencana, pelaksanaannya dikoordinasikan BNPB dan BPBD (UU PB). Dalam UU Pesisir, tanggung jawab diberikan kepada instansi berwenang.
UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air (UU Air)
Dalam UU Air, mitigasi bencana disebut untuk meringankan penderitaan akibat bencana. Dengan kata lain, mitigasi dilakukan saat terjadi bencana. Sementara itu, dalam UU PB, mitigasi adalah kegiatan dalam tahap prabencana untuk mengurangi risiko bencana.
UU 41/1999 dan UU 19/2004 tentang Penetapan Perpu 1/2004 tentang Kehutanan
Sejumlah ketentuan UU Kehutanan tidak sejalan dengan UU PB. UU Kehutanan lebih menitikberatkan optimalisasi aneka fungsi hutan bagi negara dan tidak secara khusus mengakomodasi tujuan pencegahan bencana. Rencana kehutanan belum mempertimbangkan daerah rawan bencana.
UU 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular (UU Wabah)
UU ini menunjuk Menteri Kesehatan sebagai penanggungjawab penetapan dan pencabutan status wilayah yang terkena wabah. Ini bertentangan dengan UU PB yang menyebut tanggung jawab di BNPB dan BPBD.
Peraturan terkait pemda serta pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan pemda
Tanggung jawab pemda dalam penanggulangan bencana belum disebutkan sebagai urusan wajib pemda dalam UU 32/2004 tentang Pemda maupun peraturan terkait, yaitu UU 12/2008 tentang Pemda serta PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemda Provinsi, serta Pemda Kabupaten/ Kota.
Sumber: Anggono, 2010.
belakangan pun mempunyai kaitan dengan penanggulangan bencana, kendati sifatnya umumnya sangat sektoral. UU 24 mengubah paradigma penanggulangan bencana dari melulu menekankan aspek tanggap darurat, menjadi meliputi keseluruhan proses, yaitu pra bencana, tanggap darurat (saat bencana), serta pasca bencana. Anggono (2010) mengatakan adanya UU Penanggulangan Bencana, serta peraturan lain yang juga mengatur isu terkait penanggulan bencana, secara inheren menimbulkan potensi tumpang tindih. Ini sesuatu yang harus kita akui terjadi. Paling 54
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
tidak, seringkali ditemukan potensi multitafsir peraturan yang membingungkan implementasi. Contoh tumpang tindih ditampilkan dalam Tabel 1. Pada level lain, Peraturan Kepala BNPB harus diakui juga memiliki potensi tumpang tindih maupun multitafsir dengan peraturan lain yang setara, terutama peraturan menteri. Contoh paling konkrit adalah dalam hal penetapan komandan tanggap darurat. Menurut Perka BNPB, komandan tanggap darurat ditunjuk oleh kepala daerah. Aturan ini ternyata belum sinkron dengan ketentuan dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Berdasarkan Permendagri, komandan tanggap darurat dipilih oleh kepala BPBD yang secara ex officio adalah sekretaris daerah. Secara praktis, Perka BNPB dalam hal ini lebih bisa dijalankan di lapangan sebab kepala daerah (gubernur/ walikota/bupati) memiliki kekuatan politik lebih tinggi dibanding sekretaris daerah. Namun, di sisi lain Permendagri juga tidak dapat dikatakan keliru sebab ia merujuk peraturan di atasnya, yaitu PP No.21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana. Dengan demikian, jelas bahwa kepentingan harmonisasi hukum nasional pertama-tama dan terutama adalah untuk menghilangkan tumpang tindih yang masih ditemukan seperti contoh di atas. Harmonisasi hukum juga diperlukan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak dalam penanggulangan bencana. Di masa mendatang, harmonisasi juga dapat membantu mengisi kekosongan atau celah hukum yang ada. Yang terakhir ini misalnya dalam hal menyediakan dasar hukum yang kuat bagi daerah untuk mengalokasikan anggaran on call untuk penanggulangan bencana. Jika ada ketentuan yang memberikan kepastian hukum, pelaku penanggulangan bencana akan lebih yakin dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Adams (2012), harmonisasi peraturan dalam konteks Indonesia adalah “upaya untuk menyelaraskan suatu rancangan peraturan perundangundangan dengan peraturan perundang-undangan lain, baik yang lebih tinggi, sederajat, maupun yang lebih rendah, dan hal-hal lain di luar peraturan perundang-undangan, sehingga tersusun secara sistematis, tidak saling bertentangan atau tumpang tindih (overlapping).” Secara pragmatis, harmonisasi hukum juga bertujuan menghindari pembatalannya sebab peraturan perundangundangan bersifat dapat diuji secara materiil dan formal, baik lewat mekanisme judicial review maupun constitutional review.
Ketentuan Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan antara lain bahwa Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundangundangan di bawah UndangUndang terhadap UndangUndang. Kemudian Pasal 24C ayat (1) menentukan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945.
Langkah ke Depan Harmonisasi hukum dapat kita lakukan secara simultan dengan pengharmonisasian hukum nasional sebagai prioritas, tetapi tanpa melepaskan perspektif hukum internasional, terutama terkait nilai dan prinsip utama. Dua nilai yang penting adalah mengadopsi secara lebih serius tata pemerintahan yang baik serta fokus pada kebutuhan masyarakat, terutama kelompok rentan, dalam peraturan perundang-undangan, kebijakan, rencana, dan kegiatan penanggulangan bencana. Aspek akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi perlu diperkuat. Apa yang sudah baik kita tingkatkan, apa yang masih kurang kita perbaiki. Hukum sebagai alat kontrol penanganan bencana selalu dapat diibaratkan dengan pisau bermata dua. Ia dapat menghambat efektivitas penanganan bencana, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional manakala substansinya membuka ruang bagi birokratisasi berlebihan serta tidak mampu menjawab kebutuhan riil di lapangan dan tidak mendorong tata
pemerintahan yang baik. Pada saat yang sama, ketiadaan hukum juga dapat memperlambat penanganan bencana. Ini, tentu saja, tidak kita harapkan. Sebaliknya, hukum dapat memainkan fungsi konstruktif apabila kehadirannya menunjang tata pemerintahan yang baik, mendorong keterlibatan publik, serta membuat seluruh proses memiliki kepastian dan dapat dilaksanakan dengan tepat waktu. Sistem hukum yang efektif pertama-tama harus bertumpu pada kepentingan nasional, tetapi berstandar internasional. Ia ada karena kebutuhan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Adams, W. 2012. “Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia,” dimuat dalam Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia, Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial RI, 2012. Halaman 137-158. Anggono, B.D. “Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan di Bidang Penanggulangan Bencana.” Mimbar Hukum, Volume 22, Nomor 2, Juni 2010, Halaman 373-390. IFRC (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies). 2007. “Law and Legal Issues in International Disaster Response: A Desk Study.” Geneva: IFRC. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Schmidt, V.A. 2008. “Discourse Institutionalism: The Explanatory Power of Ideas and Discourse. Annual Review of Political Science, 11, 303-26. UNDP (United Nations Development Program). 1997. Dokumen Kebijakan UNDP dalam “Tata Pemerintahan Menunjang Pembangunan Manusia Berkelanjutan,” dikutip dari Buletin Informasi Program Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia, 2000. Jakarta: UNDP. UNISDR (United Nations International Strategy for Disaster Reduction). 2011. “HFA Progress in Asia-Pacific: Regional Synthesis Report 2009-2011.”
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
55
TEROPONG
TEROPONG
Pembangunan Gedung
Bnpb Pramuka B
adan Nasional Penanggula ngan Bencana (BNPB) membutuhkan gedung yang representatif untuk mendukung kegiatan dan pekerjaan seharihari penanggu langan bencana. Saat ini gedung BNPB terpisah di tiga tempat, yaitu di Jalan Juanda, Jalan Abdul Muis, dan Jalan Tanah Abang II. Gedung yang ditempati menyulitkan dalam berkoordinasi secara langsung antar kedeputian. Usia perjalanan BNPB dalam penanggulangan bencana telah memasuki 5 tahun. Kebutuhan untuk memiliki gedung yang representatif dan berlokasi strategis sangat mendesak. Anggaran pembangunan gedung pun telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga kemudian proses pembangunan
56
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
dapat dimulai. Oleh karena itu, pada 28 Agustus 2013 ditandai pula dengan peresmian peletakan batu pertama pembangunan Gedung BNPB oleh Kepala BNPB, Dr. Syamsul Maarif beserta ibu Hj.Nanik Kadaryani dan jajaran Pejabat Eselon 1 BNPB di Jalan Pramuka, Jakarta Pusat. Kepala BNPB dalam sambutannya di hadapan para undangan dan pegawai BNPB, menyampaikan bahwa kita harus berani memulai suatu pekerjaan dan yakini bahwa pekerjaan itu akan selesai di tempat akhir, jangan pernah kita takut gagal. “Kegagalan adalah awal dari kesuksesan”, ucapnya. Gedung BNPB Pramuka bermotif betawi ini merupakan proyek multiyears setinggi 16
lantai dengan fasilitas di antaranya, ruang operasional kerja Pejabat Eselon 1, 2, 3, 4 dan staf yang dapat menampung lebih dari 1.000 orang. Selain itu juga tersedia ruang ASEAN Coordinating Center for Humanitarian Assistance (AHA Center), Perwakilan lembaga non pemerintah dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Crisis Center, Pusdalops penanggulangan bencana, ruang serbaguna, dan basement. Pada atap gedung ini akan difasilitasi landasan helikopter atau helipad. Pembangunan gedung BNPB baru akan memakan waktu satu tahun dan ditargetkan akan selesai pada Agustus 2014. Pelaksanaan pembangunan dilakukan oleh PP Construction dan PT. Artefak Arkindo.
BNPB Menerima SPS Award
B
adan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meraih penghargaan nasional Indonesia Public Relations Awards 2013 untuk kategori Lembaga Terbaik Pilihan Publik dari Serikat Perusahaan Pers (SPS). BNPB menerima penghargaan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam kategori tersebut. Penghargaan diberikan dalam acara The 2nd Indonesia Publik Relations Awards & Summit (IPRAS) 2013: ”Reputasi Bangsa dan Kejayaan Indonesia” oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS) di Yogyakarta (29/11). Penghargaan diterima langsung oleh Kepala BNPB DR.Syamsul Maarif,M.Si yang diserahkan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri
Sultan Hamengkubuwono X. Penghargaan yang diberikan kepada BNPB sebagai Lembaga Publik Pilihan SPS didasarkan pada penilaian yang telah memberi inspirasi kepada masyarakat, dikenal luas oleh publik, memiliki kinerja unggul di bidangnya, tidak tersangkut masalah pidana, dan kinerja korporasi/lembaganya memberi manfaat yang luas bagi publik. Penghargaan tersebut diberikan setelah melalui pengamatan, penelitian, dan serangkaian diskusi panjang Pengurus SPS berdasarkan usulan dari perusahaan pers, tokoh masyarakat, media, dan Dewan Pers. Acara tersebut dihadiri Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, Pengurus
SPS Pusat, Perwakilan Media, dan ratusan peserta IPRAS 2013. Pada kesempatan tersebut, SPS juga memberikan penghargaan untuk beberapa kategori lain, seperti Tokoh Publik Pilihan, Korporasi Pilihan, CEO Pilihan, Tokoh PR Pilihan, dan Program PR Pilihan SPS 2013. BNPB mengucapkan terima kasih atas penghargaan tersebut. Media memegang peranan penting dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat melalui sosialisasi, informasi dan edukasi terkait penanggulangan bencana. BNPB siap dan menyambut baik kerjasama dengan media dalam penanggulangan bencana guna mewujudkan masyarakat dan bangsa yang tangguh menghadapi bencana. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
57
TEROPONG
Penganugerahan Kreativitas
Kebencanaan 2 0 1 3 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengikuti ajang lomba kreativitas di bidang kebencanaan. Lomba kreativitas Bidang Kebencanaan ini terbagi dalam kategori fotografi, film dokumenter, dan karya tulis jurnalistik. BNPB juga memberikan penghargaan khusus untuk kategori Tokoh Inspiratif, Media Massa, dan Insan Kemanusiaan dalam memberikan kontribusi yang tinggi di bidang kebencanaan di Indonesia.
A
cara puncak dari lomba ini adalah Penganugerahan Kreativitas Bidang Keben canaan 2013 yang diselengga rakan di Jakarta, pada Selasa, (12/11). Pada tahun ini, jumlah peserta lomba mengalami peningkatan, dengan rincian karya foto berjumlah 866 peserta, film dokumenter 77, karya tulis jurnalistik 197, dan tokoh inspiratif 99. BNPB menganugerahkan penghargaan khusus kepada lima media massa dan dua bagi pengabdian insan kemanusiaan. Lomba kreativitas dan penentuan dalam kategori penghargaan khusus dilakukan oleh dewan juri yang profesional dan kompeten di bidangnya, baik dari kalangan media, praktisi, dan akademisi. Dalam sambutan acara pembukaan, Kepala BNPB Dr. Syamsul Maarif menyampaikan peningkatan peserta lomba pada tahun ini menunjukkan bahwa
58
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
sebuah ide, kreativitas, dan ilmu pengetahuan tidak akan pernah berhenti pada satu titik, begitu juga dengan bencana. “Saat ini dibutuhkan sebuah ide, kreativitas dan ilmu pengetahuan yang dapat mendahului kejadian bencana itu sendiri sehingga bangsa ini dapat selalu siap dalam situasi dan kondisi apapun di dalam wilayah kesatuan Indonesia yang memang sangat rawan bencana”, ujar Syamsul Maarif. Melalui kegiatan ini, BNPB mengharapkan sebuah jembat an dan wadah komunikasi melalui karya kreativitas antara masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah dalam meningkat kan ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana. Selain itu, kegiatan ini juga turut mengkam panyekan kepada masyarakat un tuk kesiapsiagaan masyarakat dan dukungan program pengurangan risiko bencana. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
59
TEROPONG Kepala BNPB mengharapkan bahwa acara ini dapat terus berlangsung di tahun-tahun mendatang dan menambahkan kategori lomba seperti lomba lagu dan cerita rakyat sebagai media edukasi masyarakat. Berikut ini para pemenang untuk kategori foto, film dokumenter, dan karya tulis Jurnalistik. Berikut ini nama-nama penerima penganugerahan khusus dan pemenang lomba kreativitas bidang kebencanaan 2013:
Penganugerahan Insan Kemanusiaan (Darma Widya Argya) UPT Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D, Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada Yogyakarta atas perannya dalam menerapkan ilmu pengetahuan dalam misi kebencanaan di Indonesia.
Penganugerahan Tokoh Inspiratif (Citra Dharma Bhakti) diberikan kepada: Mayjen TNI Agus Sutomo (Danjen Kopassus), Karel Albert Ralahalu (Mantan Gubernur Maluku), Arlian Puri Anggraeni (Siswi SMAN 8 Bandung), Prof. dr. Andi Husni Tanra, Sp.An., Ph.D (Dokter Anastesi RS Ibnu Sina Makassar). Hening Parlan (Aktivis Humanitarian Forum Indonesia di Jakarta), dan Purnama (Penjahit/Persatuan Penyandang Difabilitas Indonesia di Yogyakarta).
Pemenang Lomba Foto (Citra Adhiluhung): Juara I : Astra Bonardo (Fotografer Koran Sindo, judul karya “Terobos Banjir”) Juara II : Albert Ivan Santoso Damanik (Fotografer Harian Sumut 24, judul karya “Tinggal Puing”) Juara III : Noverdianto Arsyad (Karyawan BCA, judul karya “Melepas Lelah”) 60
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
Pemenang Lomba Film Dokumenter (Citra Leka Birawa): Juara I : Muhammad Eko Pangga (Mahasiswa STTM MMTC Yogyakarta, judul karya “Huntara”) Juara II : Eagle Institute Indonesia (Judul karya “Setitik Asa dalam Lumpur”) Juara III : Derie Imani (Wartawan Kompas TV, judul karya “Ancaman dan Titah Sultan”)
Pemenang Lomba Karya Tulis Jurnalistik (Citra Carita Parama): Juara I : Ida Tungga Gautama (Redaktur SKM Minggu Pagi, judul karya “Pengembangan Teknologi Mitigasi Bencana Alam”) Juara II : Sri Mulyadi (Redaktur Harian Suara Merdeka, judul karya “Kebijakan Berisiko Bencana”) Juara III : Muhammad Aslam (Karyawan Hotel Ros-In, judul karya “Merancang Kurikulum Siaga Bencana”)
Sementara itu, Penghargaan Khusus untuk media masa (Citra Dharma Bakti) diberikan kepada Media Indonesia, Metro TV, Radio Elshinta, RRI Pro3 dan Radio KBR68H. Selamat kepada para pemenang dan penerima penghargaan khusus dalam Penganugerahan Kreativitas Bidang Kebencanaan 2013!
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.2 Tahun 2013
61
PROFIL
“Perencanaan Rehab rekon bukanlah pekerjaan yang harus tergesagesa tetapi dirancang dan dikerjakan dengan baik agar membangun lebih baik (Build Back Better).”
PERENCANAAN REHAB REKON DIRANCANG UNTUK
MEMBANGUN
LEBIH BAIK "A
papun yang saya kerjakan, pimpinan harus tahu, tetapi apa yang pimpinan kerjakan saya tidak perlu tahu", ucap Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Ir. Bambang Sulistianto, MM yang menjadi prinsipnya saat berkarir sebagai PNS sejak tahun 1985. Bapak dari empat anak ini sebelumnya mengawali karir di Merauke pada tahun 1983 – 1985 sebagai pegawai honorer di Dit PTPT, Dijen Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum dalam membuka lahan transmigrasi. Selama berkarir, penggemar siomay ini, tidak pernah menyangka karirnya akan meningkat terus menjadi Eselon II, bahkan diangkat menjadi Eselon I di BNPB pada tahun 2010. “Selama saya berkarir, hanya fokus bekerja dan menjalankan perintah atasan, karena yang saya kerjakan adalah untuk diri sendiri, keluarga, bangsa dan negara” ungkapnya. Pada tahun 1988-1989 bertugas di Nusa Tenggara Timur membuka transmigrsi lokal di pulau Ende, lalu kembali ke kantor transmigrasi pusat. Pada tahun 1990-1994 bertugas di Kalimantan Barat membuka lokasi transmigrasi pola umum, jasa, Perkebunan Inti Rakyat (PIR) kelapa sawit dan tambak udang di Kabupaten Singkawang. Dari pelaksana teknis lapangan, pada tahun 1994 - 2002 dipindahkan ke Unit Inspektorat Jenderal sebagai Fungsional Auditor sampai tingkat Pengendali teknis. Bergabung dengan Badan Koordnasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Bakornas PBP) bulan Juli tahun 2003 sebagai Eselon III dengan jabatan Kepala Sub Bidang Perlindungan Pengungsi.
62
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
63
PROFIL “Tugas pertama saya adalah menangani bantuan Jepang mengenai eksodus Timor Timur untuk pembangunan rumah, Jalan, Air bersih, kesehatan, membangun Puskesmas Pembantu, Poliklinik RSUD Prof WZ Johanes di Kupang, membangun rumah dinas TNI, Polri dll”, kenangnya. Kemudian di tahun 2004 menangani tsunami Aceh selama dua bulan dan gempabumi Yogya pada tahun 2006 selama tiga bulan. Pekerjaannya di instansi Bakornas tidak terlalu jauh berbeda dengan kegiatannya semasa menjadi pelaksana teknis di Kementerian Transmigrasi, sehingga penyesuaiannya tidak terlalu lama. Motivasinya menerjunkan diri dalam dunia penanggulangan bencana adalah banyak tantangan yang harus dihadapi di lapangan. “Uniknya, bencana itu tidak bisa kita program, sehingga sifatnya dinamis dan banyak ilmu-ilmu baru yang dapat kita pelajari” jelasnya.
Dunia Rehab Rekon Rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab rekon), pencegahan dan kesiapsiagaan, tanggap darurat, menjadi satu kesatuan yang utuh. “Saya mesti tahu terlebih dahulu rencana kontijensi daerah yang terkena bencana dan data tanggap darurat sebelum menyusun rencana rehab rekons yang disebut rencana aksi (RENAKSI)”ucapnya. Pada saat tanggap darurat Kedeputian Rehab Rekons menurunkan tim A2R2 (assessment awal rehab rekons) ke lapangan di samping mengumpulkan data sekunder seperti data kontijensi, data kab dalam anggka, RPJM dan RPJP, PAD, PDRB daerah, informasi dari mass media dll, tujuannya adalah mempelajari kondisi lapangan dan sektor-sektor mana yang terdampak untuk didata dan dihitung sebagai dasar menyusun Tim Verifikasi. Tim A2R2 sudah memulai mengumpulkan data dari Kementerian/Lembaga serta menyepakati kriteria yang akan dipakai dalam menganalisa, misalnya rumah rusak berat, rumah rusak sedang, rumah rusak ringan bersama Kementerian PU Dirjen Cipta Karya, Kementerian Perumahan Rakyat, dan Pulitbang PU menyepakati kriteria yang akan dipakai. Dari data tersebut, lalu diturunkan tim yang sesung guhnya untuk menganalisa dengan melibatkan kementerian/lembaga lain, SKPD terkait baik di 64
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Kabupaten maupun di Provinsi untuk menganalisis kajian kebutuhan pasca bencana (JITU PASNA) sampai dengan Renaksinya” ucapnya. JITU PASNA adalah pengembangan dari DaLA (Damage and Losses Assessment) dan Human Recovery Needs Assessment (HRNA),dimana DaLA menganalisa dampak yang dapat dihitung dengan uang juga dapat dikatakan menyusun rencana yang bersifat Top Down yaitu dari atas kebawah, sedangkan HRNA menganalisa kebutuhan yang diinginkan dari masyarakat atau bottom up tetapi juga dapat menganalisa kebutuhan yang tidak dapat dinilai dengan uang. JITU PASNA atau PDNA (Post Disaster Needs Assessment) versi Indonesia telah mendapat appresiasi dari PBB dan Uni Eropa sehingga saya diundang di Jenewa untuk menyampaikan JITU PASNA dan pengalaman pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di Indonesia. Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Indonesia selangkah lebih maju dibandingkan negara-negara lain didunia, dengan adanya Perka-perka Kepala Badan dalam pelaksanaan Rehabilitasi dan rekonstruksi.
Koordinasi Perencanaan Rehab rekon bukanlah pekerjaan yang harus tergesa-gesa tetapi dirancang dan dikerjakan dengan baik agar membangun lebih baik (Build Back Better). Jangka waktu pelaksanaan rehab rekons maksimal 3 tahun setelah pasca rehab rekons harus dapat diteruskan dalam pembangunan berkelanjutan. Untuk itu maka penyusunan rencana aksi rehab rekon harus memperhatikan RPJM dan RPJP dari daerah yang terdampak bencana atau pelaksanaan rehab rekon harus dilanjutkan oleh daerah yang bersangkutan. Disamping itu juga harus sejalan dengan program kementerian/lembaga agar dalam pendanaan tidak menjadi beban BNPB secara keseluruhan. Permasalahan yang dihadapi paling berat adalah koordinasi. Tidak mudah dalam mengkoordinasikan antara pusat dengan daerah, maupun antar kementerian/lembaga. Koordinasi mudah diucapkan tetapi sulit dilaksanakan, seperti halnya saat menangani masalah Mentawai tentang alih fungsi lahan untuk hunian tetap pengungsi korban tsunami. Kementerian Kehutanan tetap memakai peraturan yang normal seperti proses alih fungsi lahan yang memerlukan waktu lebih dari 3 tahun demikian juga Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
65
PROFIL
66
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
kementerian keuangan dana yang tidak terserap harus disetor ke kas negara sehingga pada saat lahan sudah siap dana yang tersedia harus disetor ke kas negara.
RENAKSI dalam penanggulangan bencana, sumber anggarannya dilakukan secara bersama, sharing antara dana APBN K/L, APBD atau pihak swasta.
Rehab rekon Mentawai sekarang sudah dapat dilaksanakan dengan tidak menggunakan dana APBN murni tetapi menggunakan dana masyarakat untuk land clearing sedangkan untuk menyiapkan dan melatih fasilitator dengan menggunakan dana bantuan New Zeland yang dilaksanakan oleh World Bank, “Tahun ini untuk Mentawai kami sedang memohon dana siap pakai direvisi menjadi dana bantuan sosial berpola hibah untuk mencairkan dana APBN tersebut”, ucapnya yang belum lama ini pulang dari Haji.
Permasalahan BPBD sebagai ujung tombak sering menjadi korban politik atau kebijakan daerah yang tidak pas yang menyebabkan sumber daya manusia di BPBD menjadi persoalan. Demikian juga SDM di BNPB harus ditingkatkan dari tahun ke tahun” jelasnya lulusan S1 Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan Mekanisasi UGM dan S2 Ekonomi pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Jakarta ini.
Pengalaman yang berkesan dalam penanggulan pasca bencana adalah membuat suatu perencanaan rehab rekons yang disebut RENAKSI Aceh Tengah dan Bener Meriah bulan lalu karena dilaksanakan hanya dalam waktu satu bulan satu minggu yang biasanya bersama BAPPENAS paling cepat 3 bulan. Sedangkan yang paling lama penyusunan RENAKSI banjir Jakarta. Dampak banjir Jakarta yang ditimbulkan sekitar 7 trilyun. Hal tersebut menunjukan betapa besarnya dampak yang ditimbulkan bukan berarti pemerintah harus mengganti, tetapi kita berupaya agar kejadian tersebut tidak terulang. Untuk itu maka diperlukan perbaikan infratruktur misalnya dengan membangun sodetan
Padatnya jadwal dan banyaknya perkerjaannya sebagai Deputi bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Satu persatu hobinya menghilang seiring dengan jalannya waktu dan usia. “Dulu saya adalah pecinta alam, suka berenang, mancing dan tenis, tapi lama kelamaan hilang dengan sendirinya, karena kesibukan dan bertambah usia juga” tawanya ringan. “Sekarang saya belajar main golf jika ada waktu senggang di luar kesibukan saya” ungkapnya. Pesannya kepada staf BNPB, agar apa yang kita pegang itulah yang harus kita perjuangkan untuk menjadi besar dan berkualitas. Pemilik motto, “hidup jangan melawan arus tetapi jangan terbawa arus” imbuhnya.
Hobi
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
67
SNAP SHOT
Kunjungan JICA ke BNPB
Kunjungan Kerja Komandan United States Transportation Command (Ustranscom) (18 sept)
Kunjungan Kerja Komisi A DPRD DIY ke BNPB (3 September)
Kunjungan PASIS TNI AU SEKKAU ke Pusdalops BNPB
Kunjungan studi banding Tentara Amerika ke BNPB (12 sept)
Kunjungan studi banding Wakil Menteri Jepang ke BNPB (9 sept)
Pengukuhan Dharma Wanita Persatuan BNPB (18 sept)
68
Kunjungan Gubernur Maluku ke BNPB (27 agustus)
Kunjungan Gubernur Papua ke BNPB, berdiskusi dalam Pencegahan dan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana (5 Sept)
Penerimaan CPNS BNPB tahun 2013
Kunjungan AIFDR dan Riri Reza ke BNPB
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
69
SNAP SHOT
Orasi ilmiah di hadapan wisuda sarjana Universitas Sari Mutiara Indonesia, Selecta Convention Hall, Medan (29 agustus) Pemenang Lomba Kreativitas Bidang Kebencanaan 2013Kategori Foto (Citra Adhiluhung):
70
Juara I - Terobos Banjir
Juara II - Tinggal Puing
Juara III - Melepas Lelah
karya Astra Bonardo
karya Albert Damanik
karya Adi Lesmana
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.3 Tahun 2013
Diterbitkan oleh:
Pusat Data, Informasi, dan Humas
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Jl. IR. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat Telp: 021 3458400, Fax: 021 3458500
www.bnpb.go.id Email Facebook Twitter Youtube
: : : :
[email protected] www.facebook.com/bnpb.indonesia http: //twitter.com/bnpb_Indonesia http://www.youtube.com/user/BNPBIndonesia