ISSN 2088-6527
julI 2013
VOL.4 NO. 1
GEMA BNPB
AWAL TAHUN 2013, LEBIH DARI
200
KEJADIAN BENCANA
LANDA INDONESIA
Liputan Khusus 40 sinergi bnpb dengan perguruan tinggi dalam pengurangan risiko bencana
Fokus Berita 10 Geladi Penanggulangan bencana Tingkat Nasional di Palu tahun 2012 Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
1
Daftar Isi
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
10 17 24 32 40
4
Laporan Utama
tumbuh, utuh, tangguh “Tumbuh, Utuh, Tangguh” merupakan deskripsi perjalanan BNPB selama 5 tahun yang penuh dinamika dalam berproses untuk menjadi profesional di bidangnya. Tangguh tidak hanya milik BNPB atau pun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), tetapi juga semua lapisan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa wilayah Indonesia rawan bencana sehingga tangguh sudah sepantasnya teraktualisasi dalam pikiran dan perilaku masyarakat.
E
Pengantar Redaksi
disi GEMA BNPB kali ini menampilkan kegiatan-kegiatan dalam peningkatan penanggulangan kebencanaan, seperti Rakornas yang bertema Tumbuh, Utuh, Tangguh di Jakarta Februari lalu. Rakornas diadakan untuk memba ngun profesionalitas penanggulangan bencana dengan peningkatan kapabilitas dalam deteksi dini, quick response, membangun ketangguhan dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana.
luar negeri. Selain kegiatan dan kerjasama untuk kompetensi sumber daya manusia, BNPB juga melakukan upaya pada infrastruktur dengan mendirikan bangunan perumahan Hunian Tetap (Huntap) Merapi di Yogyakarta, membangun gedung evakuasi (Escape Building) Kantor Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan pembuatan jembatan Seitama di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.
Pada November tahun lalu, BNPB mengadakan pelatihan kesiapsiagaan dengan tema Gladi Nasional di Palu, Sulawesi Tengah, dimana kemampuan teknis dan instansi lokal diuji dengan skenario bencana yang pernah terjadi di Palu. Kegiatan lainnya seperti kerja sama dengan 12 perguruan tinggi peningkatan kompetensi relawan dalam pelatihan Incident Command System (ICS) yang bekerjasama dengan instansi
Peningkatan sumber daya manusia dan perbaikan fisik merupakan hasil dari pengembangan ilmu pengetahuan yang memang ditujukan untuk mem permudah kehidupan dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat
Liputan Khusus 3 Pengantar Redaksi
Fokus Berita 10 Geladi PB Tingkat Nasional di Palu tahun 2012 17 akhir proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Sumatera Barat 24 peran epwg dalam bingkai kerjasama apec dalam penanggulangan bencana 28 gladi ruang (table top exercise ttx), peningkatan kesiapan dalam menghadapi bencana
2
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
32 awal tahun 2013, lebih dari 200 kejadian bencana landa indonesia 36 membangun kompetensi di bidang ICS 40 sinergi bnpb dengan perguruan tinggi dalam pengurangan risiko bencana 43 pelatihan SKKNI untuk bnpb yang lebih baik 46 Jembatan sei asam, jembatan penghidupan 50 6 sektor pemulihan pasca merapi
Profil 1. Deputi Bidang Penanganan Darurat
Dokumentasi BNPB
PELINDUNG Kepala BNPB PENASIHAT Sekretaris Utama PENANGGUNG JAWAB Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas REDAKTUR Hartje R. Winerungan, Neulis Zuliasri, Agus Wibowo, Harun Sunarso, I Gusti Ayu Arlita NK EDITOR Ario Akbar Lomban, Theophilus Yanuarto, Rusnadi Suyatman Putra, Suprapto, Slamet Riyadi, Ratih Nurmasari, Andika Tutun Widiatmoko FOTOGRAFER Andri Cipto Utomo DESAIN GRAFIS Ignatius Toto Satrio SEKRETARIS Sulistyowati, Audrey Ulina Magdalena, Ulfah Sari Febriani, Murliana ALAMAT REDAKSI Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Pusat Data, Informasi dan Humas, Jl. ir. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat Telp. : 021-3458400 Fax : 0213458500 email :
[email protected] Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
3
Laporan Utama
TUMBUH, UTUH, TANGGUH
“T
umbuh, Utuh, Tangguh” tema yang disuarakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dr. Syamsul Maarif dalam pra pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2013 di Bidakara, Jakarta, 4 Februari 2013. Rapat Koordinasi Nasional (rakornas) yang diselenggarakan dalam suasana ulang tahun BNPB ke-5 ini menjadi bagian dari strategi konkret dalam optimalisasi kapasitas kelembagaan penanggulangan bencana pemerintah dan pemerintah daerah yang menjunjung semangat dan komitmen tangguh dalam menghadapi bencana. Pembukaan Rakornas “ Tumbuh, Utuh, Tangguh” merupakan deskripsi perjalanan BNPB selama 5 tahun yang penuh dinamika dalam berproses untuk menjadi profesional di bidangnya. Tangguh tidak hanya milik BNPB atau pun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), tetapi juga semua lapisan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa wilayah Indonesia rawan bencana sehingga tangguh sudah sepantasnya teraktualisasi dalam pikiran dan perilaku masyarakat.
4
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
5
Laporan Utama Dr. Syamsul Maarif dengan tegas menekankan di hadapan para peserta rakonas, “Jangan lengah!” pada pra pembukaan tersebut. Peserta dari BPBD provinsi dan kabupaten/kota harus siap di garda depan bersama masyarakat yang berisiko maupun terdampak bencana. “Jangan lengah dalam menghadapi bencana di tahun 2013” ungkap Syamsul Maarif. “Selalu bekerja dan bekerja keras!” ulang Syamsul Maarif. Kerja keras harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, dan tugas mulia ini demi kemanusiaan dan membantu masyarakat yang terdampak bencana. Di samping itu, beliau mengucapkan penghargaan setinggi-tingginya kepada BPBD dan ucapan selamat datang kepada pejabat yang baru bergabung dengan BPBD. Kepala BNPB mengajak peserta untuk me-review kebencanaan sepanjang 2012. Melihat kenyataan dalam kurun beberapa tahun terakhir bahwa kecenderungan kejadian bencana di Indonesia naik. Sementara itu sepanjang tahun lalu, 85% bencana dipicu oleh faktor hidrometeorologi, seperti puting beliung, banjir, dan longsor. Di tengah-tengah kejadian bencana, banyak capaian BNPB yang tercatat pada tahun 2012. Beberapa capaian antara lain terbentuknya 366 BPBD 6
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Rakornas ini merupakan kesempatan bagi pelaku penanggulangan bencana di daerah untuk meningkatkan kapasitas pengetahuannya.
dengan beberapa kiat strategi menghadapi tantangan keben canaan di tahun 2013. “Kita kerah kan dan satukan semua potensi dan sumber daya penanggulangan bencana”, seru Syamsul Maarif. Sebagai aktor penanggulangan bencana, perlu leadership dan berpikir lebih cerdas serta bekerja lebih keras. BNPB dan BPBD harus selalu tampil di depan dalam penanggulangan bencana.
kabupaten/kota atau 75% dari 497 kabupaten/kota di Indonesia, sukses dalam penyelenggaaraan Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction (AMCDRR) ke-5 yang dihadiri 2.600 peserta dari 71 negara, donor aktif di antara komunitas internasional dalam keterlibatan bantuan kemanusiaan ke negara terdampak bencana, tersertifikasinya 30.320 relawan, dan penyusunan peta risiko bencana dan rencana penanggulangan bencana daerah di tingkat provinsi. Sebagai catatan mengenai partisipasi aktif di komunitas internasional, Indonesia turut membantu meringankan negara-negara terdampak seperti Korea Utara, Haiti, Jepang, Australia, Selandia Baru, Pakistan, dan negara-negara di kawasan ASEAN. Malam semakin larut, Kepala BNPB menutup pengarahan
Membangun Profesionalitas Penanggulangan Bencana “Semangat berjuang, demi panggilan kemanusiaan, derap berpacu, pemerintahnya, masya rakat, dan dunia usaha, demi negara wujudkan cita, menuju ketangguhan bangsa menghadapi bencana...”, petikan lagu Mars Tangguh mengiringi pembukaan rakornas penanggulangan ben cana yang dihadiri peserta BPBD provinsi dan kabupaten/ kota serta tamu undangan dari kementerian/lembaga dan mitra kerja BNPB, Jakarta (5/2). Rakornas ini merupakan kesempatan bagi pelaku penanggulangan bencana di daerah untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan mereka. Tidak hanya itu, rangkaian lain antara lain pe-nandatangan nota kesepahaman (MoU) antara BNPB dan kementerian/lembaga, serta pemberian bantuan perlengkapan
dan peralatan secara simbolis serta malam apresiasi dan penghargaan. Sementara itu, rakornas ini bertujuan sebagai langkah awal pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana (PB) 2013, menyamakan persepsi atau pemahaman dalam PB, dan persiapan penyusunan rencana kebijakan tahun 2014 yang akan datang. Di samping itu, bertujuan untuk melakukan evaluasi penyelenggaraan PB, dan terakhir mengoptimalkan akuntabilitas penyelenggaraan PB dalam rangka peningkatan kualitas opini pengawasan dan pemeriksaan laporan. Profesionalitas dalam arti yang komprehensif menjadi harapan BNPB dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam kebencanaan. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Dr. Agung Laksono, membuka secara resmi Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2013 di Hotel Bidakara, Jakarta (5/2). Rapat koordinasi nasional (rakornas) yang berlangsung tiga hari dan diikuti 33 BPBD provinsi dan 366 BPBD kabupaten/kota ini mengangkat tema “Tumbuh, Utuh, Tangguh”. Penyelenggaraan rakonas ini masih dalam suasana memperingati hari ulang tahun BNPB ke-5 yang jatuh pada tanggal 26 Januari. Dalam sambutan pembukaan di hadapan 1.268 peserta
rakornas, Menkokesra Agung Laksono menekankan mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana yang cepat, tepat, dan akuntabel. Kecepatan dan ketepatan dalam penanganan darurat memegang peran yang sangat menentukan. Kapabilitas dalam deteksi dini, quick response, dan membangun ketangguhan dan kesadaran masyarakat sehingga mereka dapat hidup harmoni dengan risiko harus terus ditingkatkan. “Upaya mitigasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana adalah mutlak”, tambah Agung Laksono. Dalam laporan kegiatan,
Kepala BNPB, Dr. Syamsul Maarif, M.Si menjelaskan bahwa BNPB telah melakukan penandata nganan MoU (nota kesepahaman) dengan 23 kementerian/lembaga dan perguruan tinggi, serta 9 MoU dengan lembaga internasional. “Tujuan makro dari MoU adalah ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa kita selalu utuh, bersatu, dan saling membantu dalam melakukan penanggulangan bencana sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing kementerian/ lembaga”, jelas Syamsul Maarif. Beliau juga menambahkan bahwa tujuan mikro adalah untuk Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
7
Laporan Utama
Penanggulangan Bencana
Penghargaan
kemudahan dalam pengerahan sumber daya dan tertib administrasi dalam melaksanakan PB. Pada akhir laporannya, Kepala BNPB mengucapkan terima kasih kepada semua kemen-terian/lembaga atas kecepatan, kesiapan, dan kerja keras yang telah bersama-sama melakukan bantuan kemanusiaan pada setiap kejadian bencana di
8
Indonesia. Secara khusus, beliau juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kementerian/lembaga yang telah bekerja sama dalam memobilisasi sumber daya nasional, dalam mendampingi, memperkuat, dan membantu Pemda DKI Jakarta dan juga daerah-daerah lain pada penanganan banjir Januari lalu. Hadir tamu undangan pada
rakornas ini antara lain Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepala BPS, Kepala LIPI, Kepala Badan Geologi, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Kepala BMKG, Kepala Basarnas, serta perwakilan dari lembaga internasional.
Penghargaan atas Kerja Keras Penanggulangan Bencana Sebagai bentuk apresiasi dan memotivasi kinerja BPBD pro vinsi dan kabupaten/kota, BNPB memberikan penghargaan BPBD terbaik dengan beberapa kategori. BPBD Provinsi Jawa Tengah dan BPBD Kabupaten Bungo Provinsi Jambi sebagai Juara Nasional BPBD Terbaik Tahun 2012. Pada kesempatan
ini, Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, dan Bupati Bungo menerima secara khusus penghargaan dari Kepala BNPB. Kategori penghargaan yang dinilai antara lain Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Penanganan Darurat, Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Logistik dan Peralatan, serta Perencanaan dan Pengelolaan Keuangan, Akuntabilitas dan
Tertib Administrasi. Selain memberikan penghargaan bagi BPBD, BNPB juga menganugerahi penghargaan bagi relawan, TNI, Polri terhadap dedikasi kemanusiaan di bidang kebencanaan. Berikut ini pemenang dari masing-masing kategori yang dilombakan:
Penghargaan Penanggulangan Bencana
Provinsi Kabupaten/Kota
1
4
Perencanaan & pengelolaan keuangan
Pemenang
Pemenang Provinsi
1
2
3
Jawa Tengah
Gorontalo
Sumatera Barat
Bungo
Bima
Pasuruan
Kabupaten/Kota
2
Penanganan Darurat
Provinsi Kabupaten/Kota
1
2
Jawa Tengah
Jawa Timur
Jambi
Bantul
Pangkep
Banjar
5
Akuntabilitas & Tertib Administrasi
3
Rehabilitasi & Rekonstruksi Pemenang
Pemenang 1
2
3
Jawa Barat
Sumatera Selatan
Sulawesi Utara
Banjar
Bima
Gianyar
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
3
Provinsi
5
Pemenang
Kabupaten/Kota
2
3
Sumatera Selatan
Kalimantan Barat
Jambi
Bungo
Kapuas Hulu
Banjar
Kabupaten/Kota
Pencegahan & Kesiapsiagaan
Provinsi
1
1
2
3
Jawa Tengah
Jawa Timur
Sulawesi Utara
Bantul
Cilacap
Aceh Barat
Logistik & Peralatan Pemenang
Provinsi Kabupaten/Kota
1
2
3
Jawa Barat
Kalimantan Timur
Bengkulu
Cilacap
Banjar
Gorontalo
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
9
Fokus Berita
GLADI NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA 2012 Jumat pagi di Pantai Talise Penggaraman, Palu, Sulawesi Tengah. Tampak orangorang berolahraga, anak-anak sekolah bermain, ibu-ibu rumah tangga berinteraksi dengan para tetangganya dan lain-lain. Bumi bergetar dan berguncang. Sirine tanda bahaya berbunyi nyaring menyambut datangnya ancaman tsunami. Air bah datang dari laut. Rumah dan bangunan hancur. Tubuh-tubuh bergelimpangan dan bergeletakan tak bernyawa. Lalu mulailah terdengar jerit tangis dan teriakanteriakan mencari sanak keluarga yang hilang.
10
Majalah GEMA GEMA BNPB BNPBVol. Vol.IVIVNo.1 No.1Tahun Tahun2013 2013
B
egitulah suasana awal Gladi Lapangan (field training exercise FTX) dalam Gladi Nasional Penanggulangan Bencana 2012 pada Jumat pagi hingga siang hari itu. Gladi Lapang ini dihadiri oleh 750 orang dari Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (SRC PB), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Indonesia (Polri), Taruna Tanggap Bencana (Tagana), Badan SAR Nasional (Basarnas), Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Pemerintah Daerah (Pemda), Palang Merah Indonesia (PMI), lembaga nonpemerintah, organisasi interna sional, organisasi massa, per guruan tinggi, masyarakat, anak sekolah, dan lainnya. Kegiatan FTX itu merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian kegiatan pada Gladi Nasional Penanggulangan Bencana. Rangkaian kegiatan dalam Gladi Nasional PB 2012 ini meliputi sesi akademis, TTX, gladi lapang (field training exercise – FTX), evakuasi mandiri, bakti sosial, pameran kebencanaan, dan pemu taran film kebencanaan. Lokasi kegiatan dilakukan di Lapangan Vatulemo, Puskesmas Kawatuna, Lapangan Talise Penggaraman, Hotel Swiss-Bel, Desa Silae, Desa Lere, Desa Talise, Desa Besusu Barat, dan
Desa Ujuna di lingkungan Kota Palu, Sulawesi Tengah. Tujuan pelaksanaan FTX ini adalah untuk (1) Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan perorangan/ instansi dalam PB, (2) Meningkatkan komando pengendali-an dalam PB terpadu menghadapi situasi kedaruratan di Kota Pa l u , P rov i n s i S u l awe s i Tengah, (3) Mensosialisasikan dan menyempurnakan rencana kontijensi Kota Palu dalam menghadapi ancaman gempabumi-tsunami, dan (4) Mensosialisasikan Deklarasi 5th AMCDRR Jogjakarta. Sasarannya adalah (1) Teru jinya kemampuan teknis perorangan/instansi lokal dalam PB, (2) Tersosialisasinya dan terujinya mekanisme P B l o k a l d a n r e n ko n Ko t a Pa l u m e n g h a d a p i
Salah satu permasalahan adalah kurangnya koordinas Ti dalam upaya penanggulangan bencana.
gempabumi-tsunami, (3) Tersusunnya bahan masukan untuk perbaikan protap kebencanaan, (4) Terujinya Pedoman Penyelenggaraan Latihan Kesiapsiagaan, dan (5) Tersosialisasikannya Deklarasi 5th AMCDRR Jogjakarta. Pelajaran yang ingin dikembangkan dalam Gladi L a p a n g i n i a nta ra l a i n untuk menampilkan gelar kemampuan pelaku dalam hal (1) ManajemenPB, (2) SAR dan evakuasi korban, (3) Layanan kesehatan darurat, (4) Shelter, logistik dan perbaikan darurat, dan (5) Evakuasi mandiri di masyarakat. Dalam sambutan pem bukaan Gladi Lapang, Kepala Badan Nasional Pe n ang gulangan Bencana (BNPB), DR. Syamsul Maarif, M.Si., me ngatakan bahwa, “Penanganan bencana bersifat lokal. Artinya setiap bencana di setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda. Penanganan bencananya pun harus dise suaikan dengan kondisi fisik, ekonomi, sosial dan budaya setempat. Urusan bencana adalah urusan bersama antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Kita sudah tahu ancaman bencana di Palu. Masyarakat perlu disiapkan kesiapsiagaannya.” Menurut Syamsul Maarif, pelaksanaan gladi merupakan wujud kesiagaan semua komponen daerah dalam menghadapi bencana. Terlebih jika ini dikaitkan dengan sejarah Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
11
Fokus Berita kebencanaan di Sulawesi Tengah, dimana beberapa kali bencana tsunami terjadi di wilayah Sulawesi Tengah yakni sekitar tahun 1968, tahun 1927, dan tahun 1938, dengan tinggi gelomb ang mencapai 3-12 meter. Dengan demikian, masyarakat di Palu mempunyai kearifan lokal terkait dengan tsunami. Kearifan lokal tsunami yang ada di Palu seperti balumba bose dan balumba latollu yang artinya gelombang tinggi setelah gempa, harus mencari jalan keluar sehingga masyarakat dapat selamat saat tsunami. Gubernur Sulawesi Tengah, Drs. H Longki Djanggola Msi., didampingi Wakil Gubernur, H Sudarto SH. Mhum., menyambut baik pelaksanaan Gladi Nasional PB 2012 ini. Longki Djanggola menilai kegiatan tersebut sebagai agenda penting yang harus ada dalam program pembangunan regional dan nasional. Kegiatan itu juga sangat diharapkan, meng i ngat beberapa fakta tentang kesiapsiagaan di wilayah Sulawesi Tengah. Longki Djanggola mengatakan, “Salah satu permasalahan di Sulawesi Tengah adalah kurangnya koordinasi dalam upaya penanggulangan bencana. Maka apa yang dilakukan kali ini, merupakan bentuk untuk menyatukan persepsi dan koordinasi dari semua unsur yang terlibat 12
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Kepala BNPB menyerahkan bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana dan bantuan logistik peralatan Tabel Tsunami Tambu Tahun 1968
Simulasi korban bencana oleh relawan dan TNI
dalam satu kesatuan komando dan prosedur.” Dalam acara tersebut BNPB juga menyerahkan bantuan Rp 119,95 Miliar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana dan bantuan logistik peralatan Rp 10,5 Miliar untuk penguatan kapasitas BPBD Sulawesi Tengah dan BPBD kabupaten/ kota di Sulawesi Tengah. Ancaman Bencana Gempabumi & Tsunami di Kota Palu Mengapa Gladi Nasional Penanggulangan Bencana pada tahun 2012 ini dilaksanakan di Kota Palu, Provinsi Sulawesi
Tengah? Hal ini disebabkan karena Kota Palu adalah daerah yang sangat rawan gempabumi dan tsunami. Para geolog mengkategorikan Kota Palu sebagai daerah rawan gempabumi dengan aktivitas tektonik tinggi yang disebabkan oleh Sesar Palukoro yang memanjang dari Selat Makasar sampai pantai utara Teluk Bone dengan panjang patahan ±250 km. Di Kota Palu, patahan tersebut melintas dari Teluk Palu masuk ke wilayah daratan, memotong jantung kota, terus sampai ke Sungai Larian di Lembah Pipikoro, Donggala (arah selatan Palu).
No 1 2 3
Lokasi Bujur Timur (º) Tambu 119.878 Talise 119.830 Donggala 119.710
Lintang Selatan (º) 0.050 0.100 0.670
Tinggi Tsunami (m) 3 3 8-10
Tabel Tsunami Palu Tahun 1927
No 1 2
Lokasi Palu Talise
Bujur Timur (º) 119.866 119.870
Sesar ini merupakan pertemuan lempeng-lempeng tektonik Pasifik, Euro Asia, dan Indo-Australia. Sesar itu terus bergerak dengan pergeseran ke arah kanan dengan kecepatan 2-3,5mm/tahun hingga 14-17 mm/tahun. Dalam sejarahnya di Kota Palu pernah beberapa kali dihantam gempabumi yang menimbulkan tsunami. Menurut ahli tsunami Institut
Lintang Selatan (º) 0.900 0.870
Tinggi Tsunami (m) 10 12
Teknologi Bandung (ITB) yang juga merupakan alumnus Universitas Tohoku, Jepang Dr. Hamzah Latief, tsunami terjadi pada tahun 1968 dan 1972 dengan rincian pada tabel. Gladi Lapang (field training exercise - FTX) Secara umum skenario FTX ini meliputi (1) Fase normal, (2) Fase panik, (3) Fase Sistem Komando Tanggap Darurat
(SKTD), (4) Fase respon lokal, (5) Fase bantuan provinsi/ nasional, dan (6) Fase pengakhiran tanggap darurat. Fase panik dimulai dari informasi-informasi gempa bumi dan tsunami melalui sistem peringatan dini Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) beserta jejaringnya. Fase SKTD adalah dengan mengirimkan Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kota Palu untuk melakukan kaji cepat bencana gempa dan tsunami. Dengan data dasar itu maka BPBD Kota Palu memberikan masukan kepada Walikota Palu dan para pihak terkait, dan Walikota Palu kemudian menetapkan status darurat bencana di Kota Palu selama 30 hari. Walikota Palu juga membentuk SKTD termasuk Komandan Tanggap Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
13
Fokus Berita
Suasana Geladi Lapangan di Palu dengan latar bukit dan pegunungan
Darurat (incident commander – IC), fungsi staf komando dan staf umum pada SKTD. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada fase respon lokal adalah pencarian dan pertol ongan (search and rescue – SAR) darat dan laut, layanan kesehatan, dan layanan pengungsi. Aksi SAR di laut dilaksanakan dengan melibatkan para penyelam, perahu karet (landing craft rubber – LCR) dan perahu Angkatan Laut. Korban bencana di reruntuhan ditemukan oleh Tim SRC PB dengan memotong beton reruntuhan. Simulasi ini juga menampilkan perto longan korban bencana pada kebakaran rumah oleh Pasukan Pemadam Kebakaran (PMK) dan personel dengan pakaian tahan api atau orang14
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
orang menyebutnya “pakaian astronot”. Selain itu juga di tampilkan pembersihan reruntuhan sisa gempa dan tsunami dengan menggunakan alat ekskavator. Pada fase bantuan provinsi/nasional menampilkan mekanisme datangnya bantuan dari Provinsi Sulawesi Tengah, Tim SRC PB dan BNPB serta bagaimana operasionalisasi bantuan tersebut. Pada fase pengakhiran tanggap darurat ditampilkan mekanisme peng akhiran masa tanggap darurat dan peralihan ke tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Sesi Akademis Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) Ir. Sugeng Triutomo, DESS., membuka acara “Sesi Akademis pada Gladi Nasional Penanggulangan Bencana 2012” di Kota Palu, Sulawesi Tengah pada pada Senin pagi (19/11/2012) ini. Sugeng Triutomo menga takan dalam kata sambutannya, “Untuk menguatkan kapasitas daerah dalam penanggulangan bencana, BNPB setiap tahun memfasilitasi gladi PB berskala nasional dan pada tahun ini diadakan di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Kota Palu merupakan salah satu daerah yang mempunyai risiko tinggi dari ancam a n gempabumi yang akan memicu terjadinya tsunami di wilayah Teluk Palu. Beberapa kecamatan di wilayah ini, diperkirakan penduduknya terancam dan mempunyai
risiko terhadap timbulnya korban jiwa serta kerusakan/ kerugian dari sisi ekonomi, sosial dan lingkungan.” Menurut Sugeng Triutomo, l a h i r nya U n d a n g - U n d a n g 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana meng amanatkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan sepenuhnya kepada masyarakat. Salah satu upaya pengurangan risiko bencana (PRB) yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman, melalui berbagai cara, antara lain dengan melakukan rangkaian kegiatan yang terdapat dalam siklus kesiapsiagaan, yaitu perencanaan, pengorganisasian dan persiapan sumberdaya, pelatihan
dan latihan, dan evaluasi yang hasilnya ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan perbaikan yang nyata. Peran Pemerintah, Masyarakat dan Lembaga Usaha dalam PB Pada saat ini sudah mulai umum diterima kredo bahwa penanggulangan bencana (PB) merupakan urusan semua pihak. Hal itu merupakan gelom bang perubahan paradigma dari disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU 24/2007). Tentu saja upayaupaya pengurangan risiko bencana (PRB) mesti dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan demi ketang g uhan bangsa dalam menghadapi bencana. Peran berbagai pihak
dalam penyelenggaraan PB itu dipaparkan secara gamblang oleh Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Ir. Sugeng Triutomo, DESS., dalam Sesi Akademis Gladi Nasional Penanggulangan Bencana 2012, “Ada tiga pilar pelaku PB, yaitu pemerintah dan pemerintah daerah, masyarakat, dan lembaga usaha. Peran ketiga pelaku itu diatur dalam UndangUndang Nomor 24 Tahun 2007 te nta n g Pe n a n g g u l a n ga n Bencana. Peran pemerintah dan pemerintah daerah diatur dalam Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7; peran masyarakat diatur dalam Pasal 26 dan Pasal 27; dan peran lembaga usaha diatur dalam Pasal 28 dan Pasal 29,” papar Sugeng Triutomo. Dengan mengacu kepada UU 24/2007 Sugeng Triutomo Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
15
Fokus Berita menjelaskan tentang proses dan peran berbagai pihak dalam penyelenggaraan PB. Disini bencana diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor nonalam maupun faktor manusia, s e h i n g ga m e n ga k i b a t ka n timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Gladi ruang (table top exercise – TTX) Gladi ruang (table top exercise – TTX) dalam Gladi Nasional Penanggulangan Bencana 2012 merupakan salah satu metode latihan untuk peningkatan kap asitas penanggulangan bencana (PB). Dalam TTX dilakukan dengan skenario te r te n t u d a n d i a ra h ka n dengan ketat oleh fasilitator dengan batasan waktu sesuai dengan skenario tersebut. Para peserta yang terlibat dalam TTX berperan sesuai den gan institusi/lembaga masingmasing atau peran tertentu yang disepakati bersama. Di dalam TTX ini terdapat pula fungsi narasumber yang memberikan penjelasan materi-materi terkait topik TTX serta pengamat yang mengevaluasi dan memberikan masukan-masukan terkait pelaksanaan TTX tersebut.
16
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
AKHIR PROSES
REHABILITASI & REKONSTRUKSI DI SUMATERA BARAT
S SRC Penanggulangan Bencana (PB) wilayah timur sedang menolong korban terkena runtuhan bangunan dalam simulasi
aat itu gempabumi berkekuatan 7,9 SR menguncang Sumatera Barat pada 30 September 2009. Gempa yang terjadi akibat subduksi lempeng tektonik Samudera Hindia di bawah lempeng Asia Pasifik ini dirasakan hingga Aceh, Jambi, Riau, Bengkulu, bahkan hingga Malaysia. Lebih dari 200
ribu unit rumah mengalami kerusakan pasca gempa tersebut. Tidak hanya berdampak pada perumahan, sekitar 1.000 orang menjadi kor-ban dan beberapa infrastruktur seperti fasilitas perekonomian, kesehatan, dan sosial kemasyarakatan mengalami kerusakan. M e m b a n g u n ke m b a l i
masyarakat Sumatera Barat pasca bencana atau early recovery pun langsung dilakukan. Memulihkan masyarakat yang menjadi korban dan mereka yang terdampak menjadi perhatian utama peme r intah dan pemerintah daerah. Berjalan kurang lebih 3 tahun, proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Sumatera Barat pasca gempa bumi 30 September 2009 berakhir. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab rekon) ini berjalan sesuai dengan rencana aksi yang telah disusun. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
17
Fokus Berita
Kepala BNPB bersama Gubernur Sumatera Barat Iwan Prayitno bersama-sama meresmikan Gedung Escape Building di Kantor Gubernur Sumatera Barat, Padang
18
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Pasca bencana gempabumi, pemerintah pusat tidak membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) seperti yang dilakukan di Aceh. Peme-rintah Pusat telah memiliki Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa BNPB dapat menangani langsung rehab rekon pasca bencana yang bersifat nasional. “Oleh karena itu, Kepala BNPB, Bapak Syamsul Maarif membentuk suatu Tim dengan nama Tim Pendukung Teknik yang bertugas mendukung Gubernur Provinsi Sumatera Barat dalam percepatan penanganan rehab rekon berdasarkan Rencana Aksi Rehab Rekon pasca gempabumi 30
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
19
Fokus Berita
September 2009”, ujar Dr. Sugimin Pranoto pada sambutan acara Peresmian Escape Building Kantor Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Januari lalu (2/1). Rehab rekon yang dilakukan di Sumatera Barat ini memiliki prinsip build back better, yang berarti membangun kembali dengan lebih baik. “Membangun lebih baik tidak hanya pada infra struktur tetapi membangun juga mental dan spiritual dalam ke siapsiagaan mengantisipasi dan menghadapi bencana”, tambah Kepala BNPB, Dr. Syamsul Maarif pada kesempatan yang sama. Langkah Awal Rehab Rekon Keberhasilan rehab rekon di Sumatera Barat tidak terlepas dari peran Tim Pendukung Teknik (TPT). Kepala BNPB menunjuk Dr. Sugimin Pranoto sebagai koordinator TPT yang berang gotakan unsur BNPB, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, dan unsur perguruan tinggi. Sementara itu, TPT ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala BNPB No. SK. 109/BNPB/ XI/2009 Tanggal 20 November 2009. Tim ini merupakan lem baga yang mewakili BNPB yang berkedudukan di Provinsi Sumatera Barat. Fungsi TPT memperkuat pemerintah daerah dalam pen 20
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
DR. Syamsul Maarif, Msi menandatangani 5 Prasasti Peresmian Pembangunan di Padang atas bantuan BNPB
Kepala BNPB memberikan pengarahan
dataan, perencanaan, pendanaan termasuk bantuan luar negeri, fasilitasi, dan koordinasi, pela poran/informasi/media relation, pengawasan, monitoring dan evaluasi. Sedangkan tugas TPT yang khusus di Provinsi Sumatera Barat ini mencakup antara lain: 1. Merumuskan strategi dan kebijakan operasional rehab rekon wilayah pasca gempabumi 2. Menyusun secara rinci langkah percepatan rehab rekon wilayah pasca
gempabumi 3. M e m b a n t u mengkoordinasikan pelaksanaan rehab rekon sesuai kebijakan umum rehab rekon wilayah pasca gempabumi 4. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan rehab rekon. Mengawali rehab rekon ini, disusunlah organisasi TPT dan membangun sistem pelaksanaan rehab rekon. Agar rehab rekon berhasil, sistem penanganan
yang kegiatan rehab rekon harus sesuai dengan kondisi fisik, sosial budaya, dan kearifan lokal setempat. “Sistem yang kami bangun yaitu kegiatan rehab rekon de n gan pendekatan pemberdayaan komunitas dan sistem kontraktual”, jelas Sugimin. Melakukan pendekatan terhadap komunitas sangat pen t ing sebagai penerima manfaat. Tanpa pelibatan dengan komunitas, akan terdapat kesenjangan dalam pelaksanaan kegiatannya. Dalam rehab rekon Sumatera Barat, kelompok masyarakat (pokmas) dibentuk dengan anggota tiap pokmas
terdiri dari 20 – 25 kepala keluarga. Pembentukan pokmas di fasilitasi oleh Tim Pendamping Masyarakat (TPM) dan Fasilitator. Tim dan fasilitator ini berfungsi untuk memberi bantuan apabila pokmas menghadapi kesulitan dalam implementasi di lapangan. Melalui mekanisme ini, masyarakat dapat berpartisipasi langsung sekaligus bertanggung jawab langsung terhadap keberhasilan pembangunan rumah mereka masing-masing. Dana yang diterima oleh pokmas tidak satu pun melalui birokrasi pemerintahan, tetapi tetap mengguna k an prinsip akuntabilitas sehingga dapat
dipertanggungjawabkan. Dana diberikan apabila telah melalui proses verifikasi oleh fasilitator yang ditunjuk. Berdasarkan kesepakatan anggota Pokmas, masyarakat mengatur sendiri rencana peman faatan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Namun, masyarakat terlebih dahulu di persiapkan dengan diberikan pelatihan dan pemahaman ten tang pelaksanaan program rehab dan rekon. Persiapan mencakup persiapan kegiatan non teknis, persiapan dokumen teknis, dan persiapan administrasi pencairan dana. Dalam membangun sistem Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
21
Fokus Berita
Escape Building tahan gempa sampai 9 skala richter
rehab rekon, beberapa persiap an kegiatan direncanakan dengan seksama, baik itu sosialisasi ko n s e p d a n m e ka n i s m e pelaksanaan. Kegiatan dalam penyiapan program ini meliputi (1) penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan rehab rekon dan bahan sosialisasi; (2) sosialisasi program dan koordinasi di tingkat kabupaten/kota; (3) pengadaan konsultan manajemen provinsi/ kabupaten/kota; (4) melakukan rekruitmen fasilitator teknik dan non teknik; (5) pembentukan TPM dan fasilitator; validasi data rumah rusak oleh TPM dan fasilitator; dan (7) pembentukan pokmas yang terdiri dari 20 – 25 KK per kelompok. Rehab Rekon Sumatera Barat Pelaksanaan rehab rekon 22
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Sumatera Barat dilakukan dalam 4 tahap yang mencakup 4 sektor yang berbeda, perumahan, infrastruktur, sektor sosial, dan sektor ekonomi. Sektor infrastruktur ini termasuk melakukan rehab rekon gedung pemerintah. Rehab rekon pada 4 tahap tersebut berdasarkan prioritas yang berbeda. Pada tahap I tahun 2009, rehab rekon lebih difokuskan pada konsep pemberdayaan masyarakat. Tahap II tahun 2010, dana rehab rekon hanya untuk sektor perumahan dan infrastruktur. Sedangkan tahap III dan IV difokuskan untuk sektor perumahan. Berikut ini rincian implementasi dana rehab rekon Sumatera Barat: Tahap I (2009) BNPB menyalurkan dana sebesar
Rp 313 miliar yang bersumber dari APBN. Dana tersebut dimanfaatkan untuk sektor perumahan dan pemukiman, infrastruktur termasuk gedung pemerintah, sosial, ekonomi produktif, serta lintas sektor. Sementara realisasi pelaksanaan dilakukan oleh SKPD terkait di pemerintah provinsi. Tahap II (2010). Dana rehab rekon sebesar Rp 2,052 triliun yang dimanfaatkan untuk perumahan dan infrastruktur. Dana yang dialokasikan di sektor infrastruktur digunakan untuk perbaikan 7 ruas jalan provinsi di kabupaten dan kota sepanjang 23,6 km. Tahap III (2011) sebesar Rp 694 milyar. Dana ini masih dimanfaatkan untuk sektor perumahan dan infrastruktur, termasuk gedung pemerintah. Dan pada tahap IV (2012) dicairkan anggaran Rp 300 miliar untuk sektor perumahan. Beberapa capaian yang melampaui target yang telah direncanakan antara lain di sektor perumahan; dana yang diperuntukkan untuk sektor ini dapat membangun 7% lebih banyak dari yang telah ditetapkan pada Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi sejumlah 181.988 unit. Pada sektor infrastruktur, dana diperuntukkan untuk jalan, jembatan, jaringan irigasi, air minum dan sanitasi.
Sementara, dana yang paling kecil pada sektor sosial d i p e ru nt u k ka n u nt u k kesehatan, pendidikan, dan agama. Beberapa usaha ekonomi produktif yang mendapat sentuhan dana rehab rekon antara lain pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, p e r i n d u st r i a n , d a n perdagangan. Ke g i ata n re h a b rekon ini juga memberikan dampak ko n k r e t t e r h a d a p p e r t u m b u ha n e ko n o m i lokal. Disebutkan dalam hasil penelitian tim TPT dan Universitas Andalas bahwa pada akhir tahun 2009 hingga akhir 2011 menunjukkan kenaika n. Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2009 sebesar 4,28 %, sementara pada akhir 2010 laju pertumbuhan menjadi 5,93% dan pada akhir 2011 sebesar 6,22%. Keberhasilan Berkat Dukungan Semua Pihak Rehab rekon dinilai berhasil dalam membangun Sumatera Barat yang makin lebih baik. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari dukungan semua pihak, baik itu pemerintah dan pemerintah daerah, o rga n i s a s i ke m a n u s i a a n , swasta, dan masyarakat. Hal tersebut seperti pada lambang
Jalur evakuasi
BNPB dimana tiga pilar utama h a r u s b e rs i n e rg i d a l a m penanggulangan bencana di Indonesia. Di sisi lain, komunitas dan organisasi internasional juga turut memberikan solida ritas kemanusiaan di Sumatera Barat. Mereka tidak berhenti
Dana rehab rekon sebesar Rp 2,052 triliun yang dimanfaatkan untuk perumahan dan infrastruktur.
pada solidaritas di tingkat pena nganan darurat tetapi berlanjut pada kegiatan rehab rekon. Tercatat 55 organisasi non pemerintah membantu masyarakat Sumatera Barat dalam proses pemulihan pasca gempa. Organisasi internasional kemanusiaan antara lain AusAID, World Vision, JICA, Mercy Corp, Build Change, Care International, Islamic Relief. Organisasi-organi sasi ini berfokus pada proses pemulihan dini di beberapa cluster seperti hunian, pangan dan gizi, kesehatan, pendidikan, perlindungan, air dan sanitasi. Meskipun TPT telah ber akhir, proses rehabilitasi dan rekonstruksi tetap terus berjalan. Proses tersebut dilaksanakan di bawah koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Da erah (BPBD) Sumatera Barat. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
23
Fokus Berita
Peran EPWG dalam
Bingkai Kerjasama APEC dalam
Penanggulangan Bencana
I
ndonesia menjadi ketua dan tuan rumah kerjasama regional AsiaPacific Economy Coorperation (APEC) tahun 2013. Indonesia telah berhasil memformulasikan tema besar APEC 2013 adalah “Resilient Asia Pacific, Engine of Global Growth” dengan 3 prioritas yaitu 1) Attaining the Bogor Goals; 2) Sustainable Growth with Equity; dan 3) Promoting Connecvity. Dalam rangka mencapai tema dan ketiga prioritas tersebut, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) bekerjasama dengan BAPPENAS telah meminta kementerian dan lembaga untuk menyampiakan deliverables yang mendukung keberhasilan tersebut. Selain itu Kementerian Luar Negeri telah membagi menjadi beberapa tahapan penyelenggaran pertemuan Senior Ministerial Meeting (SOM) dan KTT APEC 2013. Untuk tahap SOM pertama, Kementerian Luar Negeri telah mengagendakan pertemuan di Hotel Marriot dan Rizt Carlton yang dimulai pada tanggal 25 Januari- 7 Februari 2013. Dalam kerjasama penanggulangan bencana, APEC telah mengagendakan setiap tahun adanya pertemuan Emergency Preparedness Working Group (EPWG) untuk mengadakan pertemuan. Untuk EPWG ini telah dijadwalkan pertemuan dilaksanakan 24
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Sesi foto bersama peserta Emergency Preparedness Working Group (EPWG)
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
25
Fokus Berita
Suasana diskusi EPWG
pada tanggal 2-3 Februari 2013 dengan didahului pelaksanaan Policy Dialogue on Emergency Response Travel Facilitaion (ERTF) yang dilaksanakan pada tanggal 1 Februari 2013. Policy Dialogue Pada pertemuan APEC 2012 yang lalu di Kazan, Rusia, Indonesia mengusulkan suatu deliverable yaitu Emergency Response Travel Card. Pada waktu itu ada beberapa ekonomi (penyebutan negara atau entitas peserta) yang mendukung namun ada beberapa yang sedikit skeptis atas usulan tersebut. Indonesia kemudian memperluas lingkup deliverable tersebut menjadi Emergency Response Travel Facilitation (ERTF). ERTF ini adalah suatu mekanisme yang mempermudah masuknya bantuan (personel dan barang) dari suatu ekonomi kepada 26
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
ekonomi lainnya yang terkena bencana berskala besar. Konsep ini sebenarnya mengadopsi konsep APEC Business Travel Card (ABTC), para pengusaha bonafit dari ekonomi APEC yang memegang ABTC ini terdaftar pada pih ak otoritas imigrasi ekonomi APEC dan dapat bebas lalu lalang di semua ekonomi APEC tanpa harus mengajukan visa pada setia p kunjungan. Mengingat bahwa pelaksanaan ERTF ini menyangkut pada working group lainnya maka Indonesia mengundang Em e r g e n c y P r e p a r e d n e s s Working Group (EPWG) untuk meng a dakan dialog dengan Business Mobility Group (BMG) untuk isu keimigrasian dan Sub Committee on Customs and Procedure (SCCP) untuk isu bea dan cukai untuk membahas ERTF tersebut. Dalam pelaksanaan policy
dialogue tersebut dihadiri dari negera-negara Australia, China, China Taipei, China Hongkong, Indonesia, Korea, Jepang, Meksiko, Papua New Gueni, Peru, Philipina, Rusia, Selandia Baru, Singapur, USA, Thailand, Vietnam. Beberapa keputusan yang diambil adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya suatu sistem yang dapat memfasilitasi kemudahan masuknya person el dan barang dari ekonomi APEC ke ekonomi yang lain yang terkena bencana 2. Perlu adanya suatu sistem yang dapat memilah-milah barang dan ekspertis yang masuk ke ekonomi yang terkena bencana sesuai kebutuhan pada saat tanggap darurat yang berbeda pada hari demi hari 3. Salah satu cara untuk
memperoleh kemudahan dalam darurat bencana adalah dengan menerapkan ERTF di masing-masing ekonomi APEC. Namun mengingat adanya b o t t l e n e c k s d i t i n g ka t lapangan perlu adanya survey agar dapat teridentifikasi bottlenekcs tersebut. EPWG Em e r g e n c y P r e p a r e d n e s s Wo r k i n g G r o u p ( E P W G ) diselenggarakan pada tanggal 2-3 Februari 2013 setelah pelaksanaan Policy Dialogue on ERTF. Beberapa negara yang hadir adalah Australia, C h i n a Ta i p e , I n d o n e s i a , Korea, Jepang, Meksiko, Peru, Philipina, Rusia, Singapur, USA, Thailand, Vietnam. Indonesia menyampaikan perkembangan hasil policy dialogue on ERTF
yang dilakukan oleh Deputi Bidang Penanganan Darurat Ir. Dody Ruswandi, MSCE. Dalam diskusi disimpulkan bahwa : 1. Sebagaimana masukan dari Policy Dialogue, perlu adanya survey yang dapat mengi dentifikasi bottlenekcs dan mencari solusi (debottlenecks) 2. Memasukkan isu ERTF dalam setiap pertemuan EPWG hingga teridentifikasinya apakah ERTF dapat dilaksanakan atau tidak. Selain itu, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Ir. Sugeng Triutomo, DESS menyampaikan hasil-hasil dan rekomendasi pelaksanaan the 5th AMCDRR di Yogyakarta 2012 yang lalu. S el a i n i t u , In d o n esi a meng-umumkan bahwa BNPB siap menjadi tuan rumah
pelaksanaan the 7th Senior Disaster Management Officials’ Forum (SDMOF) yang akan diselenggarakan pada tanggal 21-22 Agustus 2013 di Bali. SDMOF ketujuh ini akan mengundang peserta setingkat m e nte r i p e n a n g g ul a n ga n bencana dari ekonomi APEC. Langkah Tindak Lanjut Mengingat berbagai keputusan penting dari EPWG tersebut maka perlu dilakukan: 1. BNPB memantau pembentukan dan pelaksanaan survey terhadap pelaksanaan ERTF. 2. BNPB menyiapkan pelaksanaan the 7th SDMOF di Bali pada tanggal 21-22 Agustus 2013.
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
27
Fokus Berita
Gladi Ruang (Table Top Exercise - TTX)
Peningkatan Kesiapan Dalam Menghadapi Bencana
I
ndonesia adalah Negara yang rawan bencana geologis, termasuk gempa bumi dan tsunami. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di daerah pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, yaitu: lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Sejarah mencatat tsunami di Indonesia terjadi kurang lebih 172 tsunami yang terjadi dalam kurun waktu antara tahun 1600-2012. Sebagai salah satu negara yang memiliki kerawanan yang tinggi terhadap bencana, Pemerintah Indonesia memiliki kepentingan dalam upaya pengurangan
Para peserta antusias mengikuti diskusi Table Top Exercise (TTX)
28
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
29
Fokus Berita
dan menanggulangi risiko dari bencana yang mengancam. Upaya yang dilakukan dengan meningkatkan kesiapsiagaan melalui latihan bersama yang melibatkan pihak-pihak yang terkait untuk mem p erkuat sistem peringatan dini dan sistem komando tanggap darurat bencana. Oleh sebab itu, BNPB dengan didukung oleh Kementrian/Lembaga ter kait akan menyelenggarakan rangkaian kegiatan yang meli batkan sipil militer dari Negaranegara anggota ASEAN serta Negara-negara yang tergabung East Asia Summit. Gladi ruang (Table Top Exercise-TTX) dalam Gladi Nasional Penang gulangan Bencana 2012 adalah salah satu kegiatan dengan metode latihan untuk peningkatan kapasitas penanggulangan ben cana (PB). Metode TTX meng gunakan skenario tertentu dan mendapat arahan fasilitator dibatasi dengan waktu tertentu. Peserta yang terlibat di dalam TTX memiliki peran sesuai de ngan institusi/lembaga masingmasing atau peran tertentu yang disepakati bersama. Narasumber juga dihadirkan 30
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
untuk memberikan penjelasan isi materi-materi yang terkait TTX. Terakhir, pengamat yang memantau, mengevaluasi serta memberikan input terkait materi-materi TTX. Gladi ruang yang diseleng garkan di Palu, Sulawesi Tengah ini bertujuan untuk: 1. Meningkatkan pema haman dan penge tahuan dalam pena nganan tang g ap da rurat. 2. M e n s o s i a l i s a s i k a n pera turan-peraturan dalam PB khususnya mekanisme koordinasi tanggap darurat. 3. Menyusun bahan untuk sistem operasi prosedur (SOP)daerah dalamPB. Kegiatan TTX yang diseleng garakan pada 19-23 November 2012 diikuti oleh peserta mencapai 135. Para peserta berasal dari 30 organisasi/ instansi seperti BPBD Provinsi dan Kab/Kota di Sulawesi Tengah, instansi di lingkungan Sulawesi Tengah, LSM lokal, kelurahan, perguruan tinggi, badan Persatuan Bangsabangsa (PBB) dan lembaga
internasional. Acara TTX diarahkan oleh fasilitator- fasilitator yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang mumpuni dalam PB. Fasilitator tersebut mengisi sesi-sesi acara TTX yaitu: Sesi pertama membahas tentang Sistem Peringatan Dini Tsunami dan Evakuasi Mandiri, sesi kedua dengan materi Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana dan Peran Lembaga Usaha dan Masyarakat, sesi ketiga fasilitator memberikan matei Peran Provinsi dan Nasional dalam mendukung Daerah. Dalam prakteknya, di dalam TTX terjadi interaksi dinamis diantara para peserta dengan difasilitasivoleh para fasilitator yang mahir dalam mengarahkan para peserta dengan pertanyaan-pertanyaan kritis. Secara general, skenario yang digunakan adalah apabila terjadi gempa kemudian disusul tsunami. Informasi diketahui mengalir dari instansi-instansi yang berwenang kepada pihak yang memiliki kepentingan dengan kejadian gencana tersebut seperti pemerintah
daerah, media masa, lembaga non pemerintah dan masyarakat. Dari hasil pengamatan selama TTX berlangsung yaitu: 1. Masyarakat umumnya mengetahui bila ter jadi gempa harus me nyelamatkan diri. 2. Sistem peingatan dini seperti sirine terpasang, d a p at m e n j a n g ka u radius 2 km, sirine untuk daerah pesisir belum terpasang. 3. Belum ada rencana evakuasi yang kompre hensif 4. Akses informasi per ingatan dini dan pelibat an kelompok rentan dalam merencanakan evakuasi masih ter batas. 5. Sistem Komando Tang gap Darurat (SKTD) secara umum sudah dipahami 6. Banyak aktor non pe merintah 7. Peran relawam sangat signifikan
8. Rangkaian kordinasi antara provinsi dan kabupaten 9. Dana oncall sangat rumit untuk dimanfaatkan pa da masa sulit Tim evaluasi memberikan rekomendasi seperti perlunya kordinasi antar lembaga instansi terkait. Pentingnya penguatan kapasitas BPBD. Selain itu, Pusdalops belum beroperasi. Dalam menghadapi pra maupun pasca bencana, dibutuhkan rekrut relawan un tuk menginformasikan bencana. Kemudian, dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat lebih baik secara terstruktur. Gunakan system kom unikasi yang tidak tergantung listrik. Selama ini, evakuasi tidak ter koordinir, perlu dibuatkan perencanaan evakuasi secara terpadu. Ditingkatkan pelatihan dan SOP dalam menghadapi gempa, dan masih banyak catatan yang diberikan oleh Tim Evaluasi.
Hal-hal tersebut merupakan hasil Gladi Ruang di Palu, Sulawesi Tengah pada tahun lalu. Termasuk dalam rangkaian kegiatan latihan Table Top Exercise yang berlanjut sampai kegiatan utama yaitu pada tanggal 22-25 April 2013 di Padang. Kegiatan ini bernama “Mentawai Megathrust Disaster Relief Exercise (DIREX) 2013-2014”, dengan tema “Strengthening Collaboration and Partnership in Disaster Response to Build a Resilient Region”. Selain kegiatan Table Top Exercise, akan diisi kegiatan seperti Command Post Exercise, Field Training Exercise serta Humanitarian Civil Action atau Bakti Sosial pada bulan Maret 2014 di Padang dan Mentawai. Kegiatan akan didahului dengan penyusunan konsep ber sama (Concept Development Conference) disertai beberapa tahap perencanaan seperti Initial Planning Conference/IPC dan Final Planning Conference/ FPC.
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
31
Liputan Khusus
AWAL TAHUN 2013, LEBIH DARI
200
KEJADIAN BENCANA
LANDA INDONESIA
32
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
D
i Bulan Januari dan Februari 2013, total kejadian bencana yang tercatat adalah 207 kejadian, 120 kali terjadi pada bulan Januari sedangkan 87 lainnya terjadi pada bulan Februari. Menurut data, bencana selama tahun 2000-2012, jumlah kejadian bencana memang mengalami puncaknya pada awal tahun. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
33
Liputan Khusus Grafik Jumlah Kejadian Bencana Tahun 2000-2012 per-Bulan Puncak kejadian bencana biasanya terjadi pa da bulan Januari kemudian menunjukkan trend menurun hingga pertengahan tahun, dan kembali meningkat ketika memasuki musim penghujan di akhir tahun. Selama Januari 2013, BNPB mencatat 120 kejadian bencana terjadi di Indonesia. Ini adalah data sementara mengingat kejadian bencana belum semua dilaporkan ke BNPB. Dari 120 kejadian bencana menyebabkan 123 orang meninggal, 179.659 orang menderita dan mengungsi, 940 rumah rusak berat, 2.717 rumah rusak sedang, 10.798 rumah rusak ringan, dan kerusakan fasilitas umum lainnya. Sekitar 96 persen
Pantauan dari udara, banjir Jakarta Januari silam
kejadian bencana masih didominasi oleh bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, puting beliung, ge lombang pasang, banjir dan tanah longsor. Selama Januari 2013 terjadi 36 banjir yang menyebabkan 58 orang meninggal dan 176.041 orang menderita dan mengungsi. Sedangkan tanah longsor, terjadi 25 kali dan menyebabkan 40 orang meninggal. Sedangkan puting beliung, terjadi 43 kali kejadian dan menyebabkan korban meninggal dunia sebanyak 3 orang, 616 rumah rusak berat, 2.626 rumah rusak sedang, 2.148 rumah rusak ringan, serta merusak 1 fasilitas kesehatan, 6 fasilitas pendidikan, dan 14 fasilitas peribadatan. Sedangkan di Bulan Februari 2013, sebanyak
87 kejadian bencana yang terjadi. Jumlah ini relatif menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Perbandingan Jumlah Kejadian Bencana Januari dan Februari 2013 Dua kejadian yang mendominasi pada bulan Februari 2013 tetap sama dengan bulan sebelumnya yakni puting beliung dan banjir. Di bulan Februari 2013, jumlah kejadian puting beliung mencapai 35 kejadian atau sekitar 40% dari total seluruh kejadian, sedangkan banjir terjadi sebanyak 33 kali atau sekitar 38%. Secara terperinci sebaran kejadian bencana selama Februari 2013 adalah 1 kejadian banjir dan tanah longsor, 18 tanah longsor, 33 banjir, dan 35 puting beliung. Korban
meninggal dan hilang yang ditimbulkan sebanyak 59 jiwa, sedangkan korban menderita dan mengungsi 44.803 jiwa. Jumlah korban meninggal dan hilang terbanyak terjadi pada bencana banjir dan tanah longsor yang hanya terjadi 1 kali, yaitu di Kota Manado.Sebanyak 9.332 unit rumahmengalami kerusakan yang terbagi menjadi 1.127 unit rumah rusak berat, 222 unit rusak sedang dan 7.973 unit rusak ringan. Selain rumah, bencana juga merusak 9 unit fasilitas peribadatan dan 16 unit fasilitas pendidikan. Banjir Jakarta pada Pertengahan Januari 2013 Banjir yang terjadi di ibukota pada awal tahun ini tepatnya terjadi pada 15-27 Januari 2013. Banjir disebabkan karena intensitas curah hujan yang besar selama tiga hari terakhir yaitu tanggal 1517 Januari 2013. Selain itu, jebolnya banjir kanal barat juga semakin memperluas banjir. Korban jiwa yang ditimbulkan bencana banjir ini sebanyak 38 jiwa meninggal dunia serta lebih dari 80.000 jiwa terpaksa mengungsi. Puncak pengungsi terjadi pada 18 Januari 2013. BNPB telah mengeluarkan dana sekitar Rp 50 milyar untuk bantuan logistik, peralatan, pengerahan personil TNI/ Polri dan sebagainya.BNPB mengkoordinasi kementerian/
34
Majalah GEMA GEMA BNPB BNPBVol. Vol.IVIVNo.1 No.1Tahun Tahun2013 2013
BNPB pada bulan januari 2013 telah memberikan bantuan kepada korban banjir Jakarta dengan jumlah sekitar Rp 50 miliar.
lembaga untuk memperkuat Pemda DKI dalam penanganan banjir, dengan rincian sebagai berikut: • BNPB memobilisasi SRC-PB dan TRC-PB 150 personil dan dukungan relawan dari 93 organisasi (K/L, ormas, dunia usaha. • BNPB mendistribusikan bantuan senilai Rp. 15,4 Miliar yang terdiri dari peralatan dapur, tenda gulung, kids-ware, family kit, sandang, selimut, tikar, matras, tambahan lauk pauk, kantong mayat, perahu karet, motor trail, handy talkie, genset, tendaposko, mobil dapur lapangan, truk serbaguna, mobil penjernih air, tenda pengungsi, mobil MCK, veltbed; • Kementerian PU, mobilisasi 10 unit mobiltangki, 4 mobil toilet, 20 unit pompa air,
dan perbaikan tanggul di Latuharhari. • Kementerian ESDM memberikan dan mendistribusikan bantuan pangan, sandang, logistik, dan uang tunai. TNI dukungan personel 3.400 personil dan peralatan, serta 7 unit dapur umum, dan mobil toilet dari Kodam Jaya. • Kementerian Sosial, memberikan bantuan senilai Rp. 15,3 Miliar yang terdiri dari mobilisasi tagana dan tenaga penanganan psikososial, pendirian 9 dapur umum, distribusi 10 ribu lembar selimut, distribusi buffer stock permakanan, sandang, logistik dan peralatan; • Kementerian Kesehatan, mobilisasi tenaga kesehatan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan, mensiagakan Puskesmas 24 jam, bantuan permakanan. • PMI memberikan bantuan pencarian, penyelamatan dan evakuasi, mengoperasikan 3 dapur umum; • Basarnas melakukan pencarian dan penyelamatan serta evakuasi penduduk; • BMKG melakukan pemantauan dan prakiraan cuaca sebagai dasar perencanaan antisipasi ancaman bencana • BNPB, BPPT dan TNI melaksanakan Teknologi Modifikasi Cuaca diharapkan dapat mengurangi hujan sampai 30%. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
35
Liputan Khusus
D
apat dibayangkan pada saat terjadinya bencana berskala besar, pos komando tanggap darurat bencana memiliki peran yang sangat strategis dalam melakukan respon bencana tersebut. Melihat kebutuhan untuk membangun kompetensi, khususnya mengenai sistem komando tanggap darurat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Pusat Pendidikan dan Pelatihan (pusdiklat) menyelenggarakan pelatihan bagi calon pelatih atau training of trainers dengan materi Incident Command System atau ICS. Pelatihan yang bertema Training of Trainers Advanced Incident Command System (ICS) dan All Hazard Incident Management Team diselenggarakan pada tanggal 4 Maret hingga 8 Maret 2013. Pusdiklat yang bekerjasama dengan United States Forest Service (USFS) dan United States Aid for International Development (USAID) menghadirkan narasumber yang kompeten di bidang ICS selama lebih dari 25 tahun, seperti dari lembaga USFS, USAID, dan FEMA. Pelatihan selama 5 hari ini berfokus pada substansi Incident Command System yang awalnya diciptakan oleh USFS (United States Forest Service) dan diaplikasikan oleh FEMA (US Federal Emergency Management Agency). FEMA merupakan lembaga penang gulangan
36
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
pelatihan-pelatihan ini. Program kerjasama ini akan berlangsung untuk kurun waktu 2012 – 2013
MEMBANGUN DI BIDANG ICS bencana yang dimiliki oleh Pemerintah Amerika Serikat. Dalam sambutan pembuka, Kepala Pusdiklat BNPB, Ir. B. Wisnu Widjaja, M.Sc., menyebutkan bahwa tujuan pelatihan ICS untuk membangun kompetensi dalam penguasaan dan pemahaman materi ICS yang lebih mendalam dan komprehensif. Pelatihan yang diikuti oleh unsur BNPB dan mitra kerja ini dapat memberikan pengetahuan sekaligus juga keahlian dalam kegiatan operasi tanggap darurat bencana mulai
dari perencanaan sampai dengan aksi tanggap darurat. Di samping itu, pelatihan ini bertujuan untuk mengajarkan sekaligus menjadikan instruktur penanggulangan bencana yang berkualitas sekaligus handal yang dapat memfasilitasi pelatihan dengan efektif, efisien sekaligus juga mempunyai bekal pengetahuan yang luas dan berkompeten meliputi pemahaman akan keterampilan m e n g a j a r, p e n g e t a h u a n tentang adaptasi cuaca dalam
KOMPETENSI penanganan kebencanaan, manajemen tanggap darurat untuk semua jenis bahaya dan bencana, serta pemahaman akan proses perencanaan aksi tanggap darurat bencana. Penanganan darurat di setiap kejadian bencana membutuhkan kecepatan dan keakuratan. Oleh karena itu, personil yang terlatih menjadi syarat bagi mereka yang bekerja sebagai komandan atau dalam keanggotaan komando tanggap darurat. Melalui pelatih an ini, peserta belajar mengenai
materi-materi seperti national incident management system, incident management system untuk para pembuat kebijkan. Program pelatihan ICS tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk memperkuat sistem komando tanggap darurat bencana di Indonesia. Sebagai upaya peningkatan kapasitas bagi pelaku penanggulangan bencana di Indonesia, BNPB bekerjasama dengan USAID dan US Forest Service menyel enggarakan
Sekilas ICS ICS merupakan sistem komando yang memiliki tanggung jawab serta struktur organisasi dengan pekerjaan atau operasi untuk mengelola penanganan darurat dari hari ke hari. Sementara itu, FEMA menyebutkan bahwa ICS merupakan pendekatan manajemen dengan standar tertentu terhadap semua jenis bahaya. ICS memungkinkan untuk integrasi fasilitas, peralatan, personel, prosedur dan komunikasi yang dibutuhkan dalam operasi tanggap darurat dalam suatu struktur organisasi. Melalui ICS, organisasi mampu untuk melakukan respon secara terkoordinasi antar berbagai pelaku penanggulangan bencana, baik dari unsur pemerintah dan swasta. Di samping itu ICS berguna untuk membangun proses bersama untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya. Beberapa alasan menggunakan ICS secara profesional karena sistem ini membantu untuk memastikan keamanan bagi pelaku tanggap darurat dan masyarakat terdampak. Berikutnya pencapaian secara terukur dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai serta pemanfaatan sumber daya secara efisien. Sistem Komando Tanggap Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
37
Liputan Khusus
Suasana kelas diskusi
Darurat Bencana diselenggarakan dengan pola, antara lain rencana operasi, permintaan, pengerahan atau mobilisasi sumber daya yang didukung fasilitas komando yang diselenggarakan sesuai dengan jenis, lokasi dan tingkatan ben cana. Sementara itu, sistem ini menjalankan lima fungsi utama yang terdiri komando, operasi, perencanaan, logistik, dan ke uangan/administrasi. Pada konteks Indonesia, ICS ini lebih dikenal di kalangan militer. Salah satu penerapan ICS di Indonesia yang dinilai berhasil pada saat penanganan pasca bencana erupsi Gunungapi Merapi di Yogyakarta. Saat itu, BNPB menjadi leader dalam membangun, mengorganisasi, dan memobilisasi stakeholders 38
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
dalam Komando Tanggap Darurat Bencana Merapi. BNPB juga telah memiliki peraturan dan pedoman ter kait dengan ICS. Peraturan yang menyangkut mengen ai ko mando tanggap darurat bencana termuat di Peraturan Kepala BNPB Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana dan Peraturan Kepala BNPB Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat Bencana.
Hingga kini, BNPB secara intensif melakukan pelatihanpelatihan, khusus terhadap Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan mitra setempat, terkait sistem komando tanggap darurat ini.
Liputan Khusus
langsung terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia.
SINERGI BNPB DENGAN PERGURUAN TINGGI
DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA
S
ebagai upaya mempersiapkan dokumen Renas Penanggulangan Bencana periode berikutnya (2015-2019), BNPB akan memfokuskan pada 12 ancaman bencana yang sering terjadi di Indonesia. Langkahlangkah persiapan dalam melakukan ter s ebut dibahas dalam “Workshop Nasional Riset dalam Penanggulangan Bencana” dengan beberapa Perguruan Tinggi (PT) dan Pusat Studi Bencana (PSB), yang diselenggarakan di Menara 40
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Peninsulla, Jakarta (28/2). Pada acara tersebut juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman kerjasama BNPB dengan keduabelas Perguruan Tinggi, antara lain adalah UNSYIAH (tsunami), UNAND (abrasi dan gelombang ekstrim), ITB (gempabumi), UI (cuaca ekstrim), IPB (kebakaran lahan dan hutan), UNDIP (banjir), UGM (longsor), ITS (kecelakaan i n d u s t r i ) , U P N Ve t e ra n Yogyakarta (gunung api), UNHAS (erosi), UNUD (kekeringan), dan
UNAIR (epidemi dan wabah penyakit). Hasil penelitian dari ke-12 perguruan tinggi tersebut diharapkan akan menjadi naskah akademik untuk lampiran dalam dokumen Renas PB 2015-2019 yang juga melibatkan Pusat Studi Bencana. Mensinergikan penanggulangan bencana Joko Santoso selaku Ditjen Dikti kemendikbud mengatakan, “Indonesia kaya akan bencana, jadikan bangsa Indonesia yang super dalam pe-nanggulangan
bencana. Kita harus belajar, dan melakukan riset dalam penanggulangan bencana negara kita sendiri” ungkapnya. Sementara itu, Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, dalam pidatonya, Ir.Sugeng Triutomo,DESS menyampaikan “Kita menyadari perkembangan ilmu pengetahuan adalah pengembangan ilmu dan t e ra p a n y a n g d i h a d a p i manusia. Tridarma perguruan tinggi menjadi landasan BNPB untuk bekerjasama dalam kemanusiaan” ucapnya. “Selain itu, tujuan workshop ini adalah untuk menginisiasi perguruan tinggi dengan lembaga riset yang lebih luas lagi serta mendapatkan hasil riset ilmiah yang dapat
bermanfaat bagi masyarakat. Dalam perannya perguruan tinggi dapat memberikan kontribusi nyata untuk masyarakat ” tambahnya. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) adalah prasyarat utama dalam perkembangan peradaban manusia, karena filsafat pengembangan ilmu pengetahuan adalah memang ditujukan untuk mempermudah kehidupan dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Instrumen utama dalam pengembangan IPTEK adalah melalui berbagai riset ilmiah yang dilakukan dalam rangka pengembangan keilmuan atau juga riset terapan sebagai upaya memberikan solusi secara
Permasalahan Nyata Salah satu permasalahan nyata yang dihadapi manusia Indonesia saat ini adalah ancaman bencana yang eskalasi risikonya terus meningkat dalam dasa warsa tera khir ini. Trend bencana akibat dampak perubahan iklim (ancaman hidrometeorologi) di Indonesia terus meningkat dari tahun 2002-2011, baik intensitas, sebaran dan magnitude. Selama tahun 2011, rata-rata sekitar 89% bencana hidrometerologi mendominasi dari total seba nyak 1.598 kejadian bencana di Indonesia. Dari angka tersebut sebanyak 403 adalah banjir, di susul kebakaran pemukiman sebanyak 355 kejadian, dan puting beliung sebanyak 284 kejadian. Sementara dari sisi korban dan kerugian, tercatat lebih dari 18 juta penduduk telah terdampak berbagai peristiwa bencana di seluruh wilayah Indonesia dalam periode 1980 – 2008. Dalam periode tersebut, bencana geologis merupakan bencana yang paling merusak dan mengakibatkan korban terbanyak dengan korban jiwa 180 ribu jiwa dan kerusakan lebih dari 1,6 juta rumah. Permasalahan nyata berupa berbagai ancaman bencana ini tentunya membutuhkan solusi yang terpercaya dan dapat diandalkan. Untuk itu, riset ilmiah dan terapan di bidang kebencanaan memang perlu Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
41
Liputan Khusus difasilitasi sedemikian rupa agar dapat memberikan solusi alternatif jangka pendek maupun jangka panjang untuk membantu upaya penanggulangan bencana, khususnya dalam hal pengurangan risiko bencana. Sementara pada prinsipnya, perguruan tinggi sebagai tempat pengembangan keilmuan melalui berbagai kegiatan riset ilmiah dan terapan tentunya sudah banyak melakukan riset terkait kebencanaan yang sebenarnya berguna untuk berbagai upaya pengurangan risiko bencana maupun upaya penanggulangan bencana secara umum. Namun sayangnya sumber daya riset kebencanaan berupa hasil riset dan juga para periset yang berminat mengembang ilmu pengetahuan tentang kebencanaan belum didata dan dikelola dengan baik untuk kepentingan penanggulangan bencana di Indonesia. Maka dari itu, BNPB melalui direktorat PRB mengajak sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Indonesia untuk membahas kontribusi riset keilmuan yang dilakukan perguruan tinggi untuk mendukung upaya penanggulangan bencana, khususnya upaya pengurangan risiko bencana. Antara lain menginisiasi pertemuan antar perguruan tinggi sebagai simpul jejaring sumberdaya kajian ilmiah kebencanaan. Serta membangun komitmen perguruan tinggi dalam pengelolaan hasil kajian ilmiah yang berguna untuk pengetahuan PRB bagi masyarakat luas dengan BNPB melalui penandatanganan Kesepakatan Bersama.
Memberikan cindera mata kepada peserta workshop 42
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Pengarahan dari Deputi I BNPB
Tolok ukur keberhasilan kegiatan ini adalah: · Tersedianya MoU antara BNPB dengan perguruan tinggi yang hadir, khususnya mengenai roadmap riset kebencanaan nasional berbasis hazard. · Tersusunnya dokumen komitmen bersama antara BNPB dan para perguruan tinggi dalam hal road map riset kebencanaan yang mengarah pada inisiatif pembentukan DRR center of knowledge. · Tersusunnya beberapa rencana tindak lanjut pendampingan dan advokasi PRB yang akan dilakukan oleh civitas akademika perguruan tinggi yang diundang. Sementara itu, acara ini juga dihadiri dari wakil perguruan tinggi kepala pusat studi bencana wakil dari lembaga riset, antara lain adalah BPPT, LIPI, RISTEK, BIG, LAPAN, ESDM, BMKG, BATAN, BAPETEN, Kementerian PU, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup. Sedangkan dari LSM/NGO/INGO adalah Forum Perguruan Tinggi, Planas PRB, OXFAM, Mercy Corp, DRRI dan Organisasi Internasional AIFDR, JICA, dan IOM.
Suasana Bimbingan Teknis SKKNI
PELATIHAN SKKNI UNTUK BNPB YANG LEBIH BAIK
P
ada bulan februari lalu Kemenakertrans menyelenggarakan Ke giatan Pelatihan dengan tema Bimbingan Teknis Penyusunan Standar Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI). Kegiatan berlangsung di Hotel Aston Tropicana Bandung pada tanggal 18 – 22 Februari 2013. Kegiatan dihadiri oleh Kementerian, Lembaga atau lemb aga non pemerintah ini bertujuan mensosialisasikan regulasi-regulasi terkait dengan pengembangan standarisasi kompetensi, menyamakan persepsi tentang standar kompetensi mulai dari perumusan
sampai dengan penetapannya. Sementara itu, seminar ini dihadiri perwakilan dari Ke m e nte r i a n Ke h u ta n a n , Kementerian pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Informasi Geospasial, Ke m e n te r i a n Ke s e h a ta n , Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Asosiasi Profesi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta BNPB. Para peserta dari Kementerian, Lembaga dan Lembaga non pemerintah diharapkan dapat memahami terhadap sistem standarisasi kompetensi
kerja nasional dan proses pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, serta penerapannya dan meningkatkan kompetensi pengembangan standar kompetensi sehingga tercapainya komitmen nasional. Acara yang dibuka oleh Bapak Kunjung Masehat, SH, MM selaku Direktur Standarisasi Kompetensi dan Program Pelatihan menjelaskan bahwa dalam era globalisasi, perdagangan bebas membawa dampak pada persaingan semakin ketat dan tajam, hanya tenaga kerja yang berkualitas dan kompeten yang mampu Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
43
Liputan Khusus bersaing. Standar kompetensi kerja menjadi sangat penting bagi instansi pemerintahan dalam skala nasional Indonesia. Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) adalah uraian kemampuan yang m e n c a ku p p e n g e ta h u a n , keterampilan dan sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang untuk menduduki jabatan tertentu yang berlaku secara nasional. Dengan adanya SKKNI, akan terjalin hubungan timbal balik antara dunia usaha dengan lembaga diklat terwujud de ngan merumuskan standar kebutuhan kualifikasi SDM yang diinginkan guna menjamin ke sinambungan usaha atau industri. Selanjutnya, lembaga diklat akan menggunakan SKKNI se bagai acuan dalam merumuskan kebijakan dalam pengembangan SDM secara makro.
KKNI Sebagai Acuan SKKNI S ete l a h d i ke l u a r ka n Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 8 Tahun 2012 tentang Tata cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, Kemenakertrans berkepentingan untuk mengajak instansi kementerian dan lembaga untuk duduk ber s ama-sama merancang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). KKNI merupakan kerangka
SKKNI sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan dalam pengembangan SDM secara makro
p e n j e n j a n ga n ku a l i f i ka s i ko m p ete n s i ya n g d a p at menyandingkan, menyertakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalam an kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan diberbagai sektor. KKNI sebagai acuan pengembangan Sumber Daya Manusia Indonesia, baik yang dilaksanakan melalui pendidikan, pelatihan maupun pengalaman kerja.
Upaya Eksternal & Internal BNPB Meskipun standar kompetensi masih dalam tahap penyusun-an, akan tetapi BNPB telah melakukan berbagai upaya eksternal dan internal. Dari segi eksternal BNPB telah berupaya
menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pegawai, seperti mengadakan bimbingan teknis kepada BPBD, kerjasama dengan perguruan tinggi dalam menangani bencana, bekerja sama dengan instansi lembaga pemerintah dan non pemerintah dari dalam maupun luar negeri. Salah satu pelatihan yang diselenggarakan BNPB yaitu Pelatihan Gladi Nasional Penanggulangan Bencana, di Kota Palu, Sulawesi Tengah 19 – 23 November 2012. Acara tersebut membahas kesiapsiagaan penyelenggara penanggulangan bencana (PB). Dibahas tentang siklus kesiapsiagaan merupakan rangkaian kesiapsiagaan yang menyeluruh dan dilakukan secara berkala dan berulang melalui lima tahapan yang sistematis, yaitu (1) Perencana a n, (2) Pengorganisasian dan penyedia an sumberdaya, (3) Pelatihan dan latihan, (4) Evaluasi dan (5) Tindakan perbaikan. Menarik pada point ke2, tentang Pengorganisasian dan penyediaan sumber daya, disebutkan pengorganisasian sumberdaya dilakukan dengan m e m a s t i ka n t u ga s d a n tanggungjawab penyelenggaraan PB terbagi habis dan dilaksanakan oleh seluruh para pihak yang berkepentingan. Menempatkan personil-personilnya sesuai dengan kompetensi dan kete rampilan yang dimiliki. Sebagai
hasilnya adalah peralatan dan personilnya terlatih dapat dimobilisasi dalam situasi kedaruratan secara cepat dan tepat. K e l i m a tahapan kesiapsiagaan PB diatas, sesuai de-ngan unsur komponen kompetensi SKKNI yaitu: 1. Knowledge, kemampuan memahami, menganalisa dan mengintegrasikan fakta dan informasi yang berkait an dengan aspek teknis pekerjaan. 2. S k i l l , kemampuan melaksanakan tugas sesuai de-ngan prosedur dan kinerja yang ditetapkan secara akurat, konsisten dan ekonomis.
3. At i t u d e , ke m a m p u a n untuk menampilkan sikap dan tingkah laku yang impresif terhadap orang lain atau pelanggan dalam melaksanakan tugasnya. Upaya internal BNPB seperti penyusunan SOP Administrasi Pemerintahan yang pernah dilaksanakan oleh BNPB di bogor 11 – 13 Oktober 2012, penyusunan SOP Administrasi Pemerintahan bertujuan mem berikan panduan bagi seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah dalam mengidentifikasi, menyusun, mendokumentasikan, mengembangkan, memonitor serta mengevaluasi SOP Aparatur Pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsi aparatur pemerintah
untuk mewujudkan instansi pemerintah yang efektif dan efisien. Setelah SOP Administrasi Pemerintahan disusun, BNPB kemudian membentuk tim untuk reformasi birokrasi BNPB. Berbagai pelatihan telah digelar, SOP telah disusun, tim perubahan dan perbaikan sistem birokrasi telah terbentuk, pertanyaannya adalah apakah BNPB mampu menjalankan pro sedur administrasi pemerintah sesuai yang diharapkan? Apakah BNPB dapat memenuhi standar SKKNI? Dalam pelaksanaannya dibutuhkan kemauan dan itikad baik dari segenap karya wan untuk menuju BNPB menjadi lembaga yang lebih baik di masa yang akan datang.
Foto bersama perwakilan kementerian, lembaga dan non lembaga 44
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Majalah MajalahGEMA GEMABNPB BNPBVol. Vol.IV IVNo.1 No.1 Tahun Tahun 2013
45
Liputan Khusus
SEI ASAM, JEMBATAN PENGHIDUPAN
B
anjir bandang yang terjadi dua tahun lalu telah merusak dan menghancurkan beberapa infrastruktur umum di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan.
Kepala BNPB meresmikan Jembatan Sei Asam
46
Majalah GEMA GEMA BNPB BNPBVol. Vol.IVIVNo.1 No.1Tahun Tahun2013 2013
Majalah MajalahGEMA GEMABNPB BNPBVol. Vol.IV IVNo.1 No.1 Tahun Tahun 2013
47
Liputan Khusus Jembatan Sei Asam yang waktu itu masih berkonstruksi kayu ulin tersapu banjir bandang. Jembatan ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana penyeberangan tetapi juga penghubung ikatan sosial dan budaya antar desa yang terpisah oleh Sungai Sei Asam. S a a t j e m b a t a n i n i roboh, masyarakat sekitar memanfaatkan sampan untuk menyeberang dan mereka pun tidak dapat mengangkut hasil bumi mereka dalam jumlah yang besar. Jalan memutar merupakan alternatif satu-satunya untuk memutar roda kehidupan. Merespon kondisi ini, Pemerintah Kabupaten Banjar berupaya untuk memulihkan kehidupan masyarakat setempat. Melalui program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, peme r intah setempat menganggarkan dana pembangunan jembatan kayu ulin atau kayu besi menjadi jembatan dengan konstruksi baja. Desain jembatan baja yang berdimensi 5.50 x 70.00 meter dibangun dalam dua tahap. Pembangunan yang terbagi menjadi dua tahap memanfaatkan dana APBN dan APBD Kabupaten Banjar. Tahap pertama adalah pembangunan struktur bawah jembatan. Pembangunan yang memakan biaya sekitar Rp 2 miliar ini bersumber dari Dana Bantuan Sosial Berpola Hibah Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi P a s c a B e n c a n a Ta h u n Anggaran 2010. Sementara itu, pembangunan tahap berfokus pada struktur atas jembatan. Dana yang dikucurkan dari APBD ini berkisar Rp 5 miliar lebih. 48
Majalah GEMA GEMA BNPB BNPBVol. Vol.IVIVNo.1 No.1Tahun Tahun2013 2013
Menyapa warga Menandatangani prasasti
Pembangunan jembatan yang telah rampung Desember tahun lalu ini kemudian diresmikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Dr. Syamsul Maarif, pada 11 Maret 2013. Jembatan yang berlokasi di Desa Sungai Asam, Kecamatan Karang Intan, dilengkapi dengan penerangan dengan bantuan listrik dan sinar matahari. K e p a l a B N P B y a n g didampingi Gubernur Kalsel, Rudy Arifin, dan Bupati Banjar, Sultan Khairul Saleh, meninjau jembatan seusai memotong pita peresmian. Masyarakat
setempat yang diwakili Warhami sangat berterima kasih kepada BNPB atas dukungan dana p e m b a n g u n a n j e m b ata n . Hal senada juga disampaikan oleh Gubernur Kalsel, BNPB telah memberikan dukungan sumber daya dalam rangka peningkatan kapasitas lokal penanggulangan bencana. Dalam sambutan, Gubernur Kalsel juga menekankan agar masyarakat setempat turut menjaga dan memelihara jembatan strategis ini.
Pemerintah Daerah Tanggap
Pemerintah Daerah Kabupaten
Banjar sangat peka dan peduli terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakatnya. Hal ini ditunjukkan secara nyata dengan realisasi pembangunan jembatan yang sangat strategis bagi penghidupan masyarakat setempat. Setelah terbangunnya jembatan ini, masyarakat mengatakan bahwa mereka dapat memasarkan hasil bumi dengan mudah. Di samping itu, ongkos produksi yang terkait dengan biaya transportasi dapat ditekan. Perdagangan lokal
dapat tumbuh dengan cepat. Melalui jembatan ini, ikatan sosial dan budaya antar desa yang dipisahkan oleh Sungai Sei Asam menjadi lebih dekat. “Jembatan ini memiliki nilai lebih karena tidak hanya sebagai sarana penyeberangan tetapi juga meng h ubungkan Desa Sungai asam dengan desa-desa lain”, tambah Syamsul Maarif. BNPB sangat mengapre siasi terhadap apa yang telah dilakukan pemerintah daerah setempat melalui sharing
cost dari anggaran pusat dan daerah. “Sharing pembiayaan ini menunjukkan bahwa daerah ini berdaya,” jelas Syamsul Maarif dalam sambutan. Sementara itu, perhatian Pemerintah Provinsi juga ditunjukkan dengan pemberian bantuan bagi korban bencana alam di Kabupaten Banjar. Gubernur H. Rudy Arifin menyerahkan bantuan senilai Rp 376 juta kepada Bupati Banjar Sultan Khairul Saleh pada saat peresmian Jembatan Sei Asam. Majalah MajalahGEMA GEMABNPB BNPBVol. Vol.IV IVNo.1 No.1 Tahun Tahun 2013
49
Liputan Khusus
Warga yang direlokasi
K SEKTOR PEMULIHAN PASCA MERAPI
5
Kunjungan Menkokesra
50
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
epala BNPB, DR.Syamsul Maarif, M.Si dan Menkokesra HR.Agung Laksono didampingi Wakil Gubernur Yogyakarta Sri Paku Alam IX meninjau hunian tetap Merapi,Yogyakarta (13/01). Sebelumnya Kepala BNPB melalui Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi,memberikan paparan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pasca bencana erupsi Gunung Merapi di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah. Ada 5 sektor bidang kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca erupsi Merapi, antara lain : pemulihan perumahan dan pemukiman, pemulihan infrastruktur, pemulihan sosial, pemulihan ekonomi prod uktif, pemulihan lintas sektoral. Rumah yang terbangun hingga Desember 2012 adalah 2.083 unit di Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang 406 unit, sedangkan 165 KK masih belum bersedia untuk relokasi (lokasi huntap menunggu revisi tata ruang daerah). Sampai dengan 31 Desember 2012
Masih ada 656 KK yang tidak mau direlokasi di Yogya dan 403 KK di Jawa Tengah. Dalam bidang infrastruktur,di Kabupaten Magelang perbaikan jalan 33,7 km dan perbaikan jembatan 5 unit. Di Kabupaten Klaten perbaik an jalan 27,80 km dan perbaikan jembatan 2 unit, Di Kabupaten Boyolali perbaikan jalan 2,53 km dan perbaik a n jembatan 7 unit. Sleman perbaikan jalan kabupaten 10,30 km, pembangunan jalan poros desa 3,3 km, pembangunan jembatan akses ke huntap 1 unit. DIY perbaikan jalan provinsi 2 ruas jalan,rekonstruksi jembatan provinsi 3 unit. Dalam bidang ekonomi produktif di Kabupaten Boyolali, Klaten, Magelang, Sleman, antara lain sapi potong, sapi perah, bibit padi, bibit Jagung, bibit Jabon, dan sebagainya. Bidang lintas sektor,antara lain, pembangunan shelter permanen, pembangunan tempat evakuasi akhir, relokasi dan rehab barak pengungsian, revitalisasi posko,pembangunan prasarana lingkungan,pengadaan perangkat pendukung seperti CCTV early warning system. Menkokesra mengatakan, “Sukses story membutuhkan kesinambungan kerja antar sektoral,
Menkokesra dan Kepala BNPB berdialog dengan masyarakat
tergambar dari kinerja BNPB yang berhasil membangun rehab rekon di Yogya dan Jawa Tengah. Walaupun masih ada hambatan, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat,” ucapnya. Seiring per-ubahan cuaca ekstrem di Indonesia, masyarakat hendaknya memperhatikan warning yang diberikan instansi berwenang. “Jika BMKG atau lembaga berwenang sudah memberikan peringat-an, hendaknya pihak terkait segera mengambil tindakan untuk mengurangi korban jiwa,” tambahnya. Sementara itu, Kepala BNPB mengatakan “Visi penanggulangan bencana adalah ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana, ada 4 strategi untuk masyarakat, yakni: Jauhkan masyarakat dari bencana dengan cara relokasi, jauhkan bencana dari masyarakat dengan mebangun peringatan dini, normalisasi sungai, sabo dan lainlain, living harmony with disaster,
dan daya lenting masyarakat,” ungkapnya. “Kita tidak harus takut dengan bencananya, kalo kita tahu perilakunya,” tegasnya. “Pendekatan dengan budaya, seperti pendekatan kepada Asih menjadi ‘EWSnya’ masyarakat, jika BPPATK sudah mengatakan tanda bahaya. masyarakat yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana Merapi harus menandatangani pernyataan ingin tinggal disana dan bersedia mengungsi jika Merapi sudah dalam keadaan bahaya,” tambahnya. Rombongan mengunjungi Huntap Pagerjurang, dan Huntap Karangkendal, Cangkringan, Sleman. Dalam kunjungan tersebut hadir pula pejabat eselon 1 dan 2 Kementerian Kesra dan eselon 1 BNPB, Sekretaris Utama Ir. Fatchul Hadi, DIPL HE, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi,Ir. Bambang Sulistianto, MM dan pejabat eselon 2 BNPB lainnya.
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
51
OPINI
cepat Menanggulangi bencana, cepat mewujudkan reformasi birokrasi
K
epercayaan pemerintah kepada BNPB semakin meningkat dengan semakin meningkatnya jumlah anggaran yang dialokasikan kepada BNPB dalam lima tahun terakhir dimana pada tahun 2009 dialokasikan sebesar 157 M dan pada tahun 2013 menjadi 1.345 M atau menjadi 856,69 % dalam lima tahun atau setiap tahun rata-rata naik 151,34 %. Untuk anggaran BA 103, sedangkan untuk anggaran BA 999 juga mengalami kenaikan dimana pada tahun 2009 dialokasikan sebesar 2.570 M dan pada tahun 2011 menjadi 4.300 M atau menjadi 167,32 % dalam 4 tahun atau setiap tahun rata-rata naik sebesar 16,75 %. Kelahiran BNPB diawali dengan lahirnya undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum. BNPB merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen setingkat menteri yang dipimpin
52
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
oleh seorang Kepala Badan, yang memiliki visi Ketangguhan Bangsa dalam menghadapi Bencana dengan misi meliputi melindungi bangsa dari ancaman bencana melalui pengurangan resiko, membangun sistem penanggulangan bencana yang handal dan menyelenggarakan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh. Meski usia BNPB baru 5 tahun, namun kiprahnya dalam pe-nanggulangan bencana di Indonesia sangat dikenal dengan baik bahkan dunia Internasional telah mengakuinya yaitu dengan diberikannya Global Champin for Disarter Risk Reduction dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Menurut Seskab Dipo Alam menyebutkan bahwa piagam tersebut merupakan penghargaan pertama PBB di bidang kebencanaan dan Presiden Susilo Bambang Yudoyono adalah tokoh pertama yang mendapatkannya. Penghargaan ini diberikan atas keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan kesadaran pentingnya pencegahan bencana serta mengimplementasikannya kedalam kebijakan nasional yang efektif. Tidak mau ketinggalan dengan
prestasi dalam penanganan penanggulangan bencana yang telah diakui dunia, BNPB dengan cepat melakukan Reformasi Birokrasi (RB) yaitu ikut mewujudkan menjadi pemerintah kelas dunia dengan sasaran meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta meningkatnya kualitas pelayanan publik. RB di lingkungan BNPB merupakan prioritas ketiga, yaitu Kementerian/Lembaga yang tidak termasuk dalam prioritas pertama dan kedua yang pelaksanaannya berpedoman kepada amanat Peraturan Presiden nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2015 dengan prinsip pelaksanaan meliputi: menyampaikan usulan dokumen road map kepada Tim Refobi Nasional (TRBN) melalui Unit Pelaksana Refobi Nasional (UPRBN). Tunjangan kinerja yang merupakan fungsi keberhasilan pelaksanaan refobi yang pemberiannya di-lakukan secara bertahap sesuai kemajuan keberhasilan/capaian pelaksanaan refobi. Oleh karena itu dalam rangka melaksanakan proses RB secara
bertahap dan berkelanjutan dan untuk mewujudkan birokrasi pemerintahan yang profesional telah dibentuk Tim Pengarah dan Tim Pelaksana Reformasi Birokrasi di Lingkungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana dengan Keputusan Kepala BNPB nomor 141 Tahun 2012 tanggal 2 Juli 2012 dengan tugas meliputi: Tim Pengarah yaitu memberikan arahan, masukan tentang kebijakan reformasi serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan BNPB. Sedangkan Tim Pelaksana mem-punyai tugas yaitu: menyusun dan merumuskan program dan kegiatan serta langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melanjutkan pelaksanaan reformasi birokrasi, melakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi/ lembaga terkait dan satuan/unit kerja serta melakukan monitoring dan evaluasi secara internal terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan BNPB serta menyusun dan menyampaikan laporan kepada kepala BNPB. Adapun Program Reformasi Birokrasi BNPB meliputi manajemen perubahan, penataan peraturan perundang-undangan, penataan dan penguatan organisasi, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM aparatur, penguatan akuntabilitas knerja, peningkatan kualitas pe-layanan publik serta monitoring, evaluasi dan pelaporan. Salah satu indikator keberhasilan BNPB dalam melaksanakan reformasi birokrasi khususnya dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN yaitu dengan menciptakan akuntabilitas dan keterbukaan pengelolaan keuangan negara, sesuai amanat pasal 55 ayat 2.a UU nomor 1 tahun 2004 Kepala BNPB selaku Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang telah menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca
dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), dimana kualitas Laporan Keuangan yang disusun mulai tahun 2008 mengalami peningkatan berdasarkan hasil audit oleh BPKP RI mendapat opini Disclaimer untuk tahun 2008 dan 2009 kemudian meningkat pada tahun 2010 Laporan Keuangannya mendapat Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan pada tahun 2011 mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dan diharapkan pada tahun 2012 juga mendapat opini WTP. Pada bulan Desember 2012 BNPB telah menyampaikan dokumen RB BNPB kepada TRBN di Kantor Kementrian Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yaitu Road Map Refobi dan Quick Wins BNPB yang dilampiri dokumen Analisis Jabatan, Analisis Beban Kerja dan Proyeksi 5 Tahun, Evaluasi Jabatan, Peta Jabatan dan Data Pegawai, Standar Operating Prosedure (SOP), Renstra dan Lakip BNPB. Setelah dokumen reformasi birokrasi BNPB diterima oleh TRBN di Kementrian Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, langkah selanjutnya adalah Tim Independen dan Tim Quality Assurance RB Nasional akan melakukan penilaian pelaksanaan RB meliputi uji lapangan atas dokumen yang telah disampaikan serta penilaian atas perencanaan dan pelaksanaan dalam program Reformasi Birokrasi BNPB seperti diuraikan di atas. Dimana perencanaan dan pelaksanaan tersebut harus dapat menggambarkan Quick Win berupa perubahan atau keunggulan setelah dilakukan RB. Penilaian pelaksanakan RB telah dilakukan verifikasi lapangan pada tanggal 8 Februari 2013. Kedatangan Tim verifikasi lapangan dari Kementrian PAN dan Reformasi Birokrasi serta Tim Penilai Independen dari Universitas Indonesia diterima oleh Kepala Badan dan seluruh jajaran eselon I dan II serta segenap anggota tim pelaksana RB di BNPB. Selesai penerimaan oleh
Kepala BNPB dilanjutkan dengan verifikasi dokumen pelaksanaan RB dengan semua Tim Pelaksana RB di BNPB. Dari hasil verifikasi lapangan BNPB mendapat nilai 34 sehingga berhak mendapat tunjangan kinerja sebesar 40 % (empat puluh persen). Melengkapi apa yang telah dilakukan BNPB juga telah melaksanakan Penilain Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB), dan telah disampaikan ke Kementrian Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada tanggal 29 Maret 2013 secara on line. Sesuai ketentuan PMPRB harus sudah disampaikan paling lambat tanggal 31 Maret 2013 dan PMPRB yang disampaikan BNPB menempati urutan ke 43 dari dari hampir 84 Kementrian/Lembaga yang wajib menyampaikannya. Saat ini telah dilakukan penandatangan Berita Acara Informasi Jabatan oleh seluruh pegawai BNPB yang selanjutnya di tandatangani oleh BKN dan Kementrian Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Untuk mendapatkan tunjangan kinerja semua upaya telah dilakukan, kita tinggal menunggu keluarnya Perpres Tunjangan Kinerja BNPB. Sehubungan dengan hal tersebut diatas semua insan BNPB wajib berperan aktif dalam mendorong pelaksanaan reformasi birokrasi di BNPB. BNPB tangguh... tangguh... tangguh.
53
PROFIL
T
idak mengenal hari dan waktu, Dody Ruswandi selalu siap untuk memonitor bencana yang terjadi di wilayah nusantara yang dilewati cincin api dan dikelilingi lempeng tektonik. Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, 53 tahun lalu, bersama jajaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan melakukan koordinasi dengan pelaku penanggulangan bencanadi lapangandan memastikan penanganan darurat berlangsung secara baikbagi para korban atau pun masyarakat terdampak.
Perjalanan Karier
JALIN KEMITRAAN,
OPERASI PENANGANAN
DARURAT PUN TERASA MUDAH Ir. Dody Ruswandi, MSCE
54
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Pak Dody panggilan akrab sehari-hari, pernah memimpin Departemen Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sumatera Barat selama hampir 5 tahun. Jabatan terakhir di Departemen PU adalah Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman. Pengalaman kerja pada dinas yang dimulai sejak tahun 1985 ini sangat membantu beliau dalam menjalankan tugas penanganan darurat. Semasa bergabung dengan departemen, pekerjaan lebih berkaitan dengan penanganan masalah jalan, jembatan, prasarana air bersih, MCK, tata ruang, dan prasarana pemukiman. Semasa mengabdi di Departemen PU, Pak Dody mengungkapkan bahwa perbaikan infrastruktur pada jalan yang rusak akibat longsor badan jalan atau longsor tebing merupakan tanggung jawabnya. “Sumatera Barat adalah sarangnya longsor setiap tahun, bahkan setiap bulan yang membuat jalan raya putus”, jelas Pak Dody. Di samping itu, latar belakang di bidang teknik sipil memantapkan dalam setiap pemikiran dan tindakan dalam merespon situasi-situasi kedaruratan. Sosok dengan latar belakang pendidikan teknik sipil ini tidak hanya diperoleh di Institut Teknologi Bandung, tetapi juga program
S2 di University of Wisconsin, at Madison, Amerika Serikat, yang lulus pada tahun 1995. Sementara itu, karir di BNPB dimulai ketika beliau ditunjuk sebagai Direktur Logistik pada Februari 2011.Dan berselang dua bulan, beliau kemudian diangkat sebagai Deputi Bidang Penanganan Darurat. Upaya kerja keras ini telah dirintis sejak mulai bekerja sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Kanwil Pekerjaan Umum Provinsi Sumatera Barat pada 27 tahun lalu. Pada kepemimpinannya saat ini sebagai Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, sebuah pendekatan response terpadu dengan nama Multicluster Initial Rapid Assessment atau MIRA mulai digagas untuk dapat dimanfaatkan oleh semua organisasi sesuai dengan konteks Indonesia. Sedikit gambaran mengenai MIRA, United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UNOCHA) memfasilitasi misi kerjasama dengan United Nations Children’s Fund (UNICEF), World Food Program (WFP), Oxfam GB, Save the Children, Assessment Capacity Project (ACAPS), and Emergency Capacity Building (ECB) Project ke Indonesia untuk membahas isu-isu utama terkait kajian terkoordinasi dengan pendekatan MultiCluster/Sector Initial Rapid Assessment (MIRA) dalam konteks Indonesia. Assessment atau penilaian sangat penting, khususnya assessment yang mampu memberikan pengetahuan atau informasi yang lebih detail, akurat, dan cepat sehingga hal ini mampu memberikan gambaran yang jelas dalam pengambilan keputusan dengan tujuan menyelamatkan manusia pada saat masa tanggap darurat.
Tugas Terberat dan Pengabdian Bertugas untuk pekerjaan kemanusiaan tentunya tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
55
PROFIL 6 bulan itu sehingga beliau dapat berkonsentrasi penuh melaksanakan tugas rehab rekon perumahan itu. Memang tidak sempurna, tetapi secara substansial tugas tersebut dapat diselesaikan sesuai target. Pengabdiaan Pak Dody saat ini lebih difokuskan pada dinamika penanganan darurat bencana di Indonesia. Beliau sangat serius dan bekerja keras dalam melakukan tugas. Apa yang memotivasi beliau dalam pekerjaan ini bahwa menangani kebencanaan itu sangat menarik. “Segera setelah kita selesai menangani tanggap darurat, masyarakat langsung terbantu atas upaya kita tersebut, nah itu lah nikmatnya kita bisa membantu warga”, kata Pak Deputi.
Berkoordinasi dengan Komandan SRC PB Wilayah Barat saat tanggap darurat banjir Jakarta
Tantangan paling sulit ketika pada tahun 2010 Kepala BNPB, Dr. Syamsul Maarif, M.Si. menugas kan dan menunjuk beliau sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rehabilitasi dan Rekonstruksi (rehab rekon) Perumahan Masyarakat pasca gempa bumi 2009 di Sumatera Barat. Saat itu, BNPB menyerahkan dana bantuan Rp 2 triliun dan dalam jangka waktu 6 bulan harus dimanfaatkan untuk penyelesaian proses rehabilitasi dan rekonstruki. Target proses ini mencapai 130.000 unit rumah masyarakat yang rusak berat dan sedang. 56
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Perspektif dalam Respon Darurat “Tugas ini boleh dibilang hampir impossible untuk dilaksanakan karena kita harus berhadapan dengan banyak sekali persoalan masyarakat dan banyak sekali faktor sosial”, kenang Deputi. “Belum ada aturan dan mekanismenya, jadi saya bersama Pak Dr. Sugimin, pada saat itu harus membuat aturan dan mekanisme atau pun sistemnya dan tentu ini tugas yang tidak gampang”, jelas Pak Dody. Pak Sugimin ini adalah koordinator Tim Pendukung Teknis (TPT) rehabilitasi dan rekonstruksi Sumatera Barat. “Kalau penyelenggaraan ini gagal, warga akan
melakukan demo besar-besaran”, tambah beliau. Diakuinya bahwa tugas yang diemban akhirnya berhasil karena kerja keras beliau dan didukung oleh semua pejabat di BNPB dan didukung penuh oleh Gubernur Sumatera Barat serta semua Bupati di Sumatera Barat. Penyelenggaraan rehab rekon perumahan itu dapat selesai pada akhir Desember 2010 dan praktis bantuan dana yang sudah dialokasikan dapat terserap semua. Di samping itu, beliau menyerahkan “jabatan harian” Kepala Dinas PU pada semua para kepala bidang selama
Prinsip respon darurat adalah kecepatan dan keakuratan. Namun untuk meng implementasikan prinsip tersebut perlu banyak langkah baik dari inisiatif internal BNPB serta kemitraan antar kementerian/lembaga dan organisasi-organsasi kemanusiaan. Menurut Pak Dody, kemitraan pada tingkat nasional sudah dapat berjalan dengan baik. Koordinasi yang terbangun dengan para Eselon 1 dari kementerian/lembaga maupun TNI sudah berjalan. Diakuinya bahwa hal tersebut dapat beliau lakukan karena tidak terlepas dari leadership yang kuat Kepala BNPB, Dr. Syamsul Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
57
PROFIL Maarif serta dorongan yang amat kuat dari Kepala BNPB kepada semua staf, sehingga tugas-tugas kita bisa terwujud dengan maksimal. “Kita bisa diterima dan dibantu oleh para Eselon 1 dari semua kementerian/lembaga” tambah beliau. Sementara itu, Pak Deputi melihat bahwa koordinasi di tingkat provinsi dan kabupaten masih belum terwujud. Penanggung jawab BPBD masih sulit berhubungan dan bekerja sama dengan para SKPD, apalagi berkoodinasi dengan TNI/Polri di daerahnya. Tentu ini merupakan proses yang harus terus diba-ngun dan dimotivasi untuk hasil yang lebih baik. Namun beberapa propinsi antara lain seperti BPBD Provinsi Jawa Tengah, Maluku, dan Sumatera Barat, sudah mulai dapat berkoordinasi dengan baik dengan para SKPD dan TNI/POLRI. “Nah kondisi inilah yang akan menjadi tugas berat BNPB ke depan, bagaimana membuat BPBD di daerah bisa mampu berkoordinasi dan merangkul dengan semua stakeholders-nya di daerah agar penyelenggaraan upaya kedaruratan di tingkat daerah dapat dilakukan secara terpadu melibatkan semua pihak”, jelas Pak Dody. Berbicara tentang hal tersebut, pendekatan-pendekatan informal, sebagai budaya ketimuran, menjadi inisiatif awal untuk membangun koordinasi dan kemitraan secara luas. Melihat respon darurat di Indonesia saat ini, beliau mengungkapkan bahwa kita masih belum memiliki tools yang lengkap untuk membantu terwujudnya quick response pada saat tanggap darurat. Pada kejadian tsunami di Mentawai pada Oktober 2010 lalu, Jakarta baru tahu setelah 2 hari. Indonesia merupakan negara yang sangat besar, hanya dengan memiliki tools khusus, kita akan dapat mewujudkan quick response tersebut. 58
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Bersama Margareta Wahlstrom, selaku Utusan Khusus Sekjen PBB dalam bidang Pengurangan Risiko Bencana
Beberapa pemikiran terkait dengan respon darurat di Indonesia, beliau menjelaskan sebagai berikut. “Terkait respon, kapasitas pusat dan provinsi yang harus diperbesar agar dapat di deploy kemana saja bila terjadi bencana di kabupaten/kota”, jelas beliau. Sedangkan kapasitas respon di tingkat kabupaten/kota cukup diperkuat sampai tingkat tertentu saja. Justru untuk kapasitas pencegahan dan kesiapsiagaan di tingkat kabupaten/kota yang harus diperbesar karena mereka yang sehari-hari berhadapan dengan masyarakat. “Dari kedua bentuk strategi ini, pemerintah dan pemerintah daerah bisa melakukan investasi atau penganggaran yang lebih efisien dan efektif dalam bidang penanggulangan bencana”, jelasnya. Dalam respon darurat, perlu dipertimbangkan juga MIRA. Pendekatan ini akan memperkaya database yang sangat membantu untuk mengambil keputusan tepat dan cepat tentang sumber daya yang ada dan pengerahan di daerah bencana. Database itu dibutuhkan agar tidak terjadi overlapping pengerahan sumber daya di daerah bencana. Pembentukan MIRA tentu akan membutuhkan waktu cukup lama di mana semua data sekun-der dari semua stakeholders, baik nasional dan daerah dapat dikumpulkan di Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB. Berbicara tentang penanggulangan bencana, Pak Dody mengungkapkan bahwa yang menjadi first responder adalah masyarakat itu sendiri, oleh karena itu masyarakat yang harus dipersiapkan. “Mereka perlu diedukasi, dilatih, dimandirikan. Menurut data Bank Dunia, kurang lebih 90 juta orang yang saat ini bermukim di daerah rawan bencana di Indonesia, jadi tugas kita tentu akan cukup lama untuk menyiapkan masyarakat yang tangguh menghadapi bencana itu”, papar Pak Deputi. Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
59
PROFIL
“Kita masih belum memiliki tools yang lengkap untuk membantu terwujudnya quick response pada saat tanggap darurat” Menyambut Kepala BNPB saat rapat koordinasi dengan PU
Refleksi Pengabdian sebagai Deputi Bidang Penanganan Darurat
Deputi Bidang Penanganan Darurat
60
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Setiap melakukan pengabdian kemanusiaan tentu terkandung tanggung jawab dan keseriusan. Hal tersebut harus teraktualisasi dalam pemikiran dan sikap konkret dalam tugas sehari-hari. Tugas penanganan darurat tidak mudah karena menyangkut nyawa manusia dan dampak yang lebih buruk pasca bencana. Bergelut dengan kenyataan ini, prinsip yang dipegang oleh Pak Dody harus berupaya mencintai pekerjaan kita. Beliau juga menambahkan, “Kerja tanpa mengenal waktu harus mampu meyakinkan keluarga bahwa kita sewaktu-waktu harus bertugas walaupun hari Lebaran pun”. Selain itu, perlu memacu diri untuk melakukan
inovasi karena tidak semua persoalan kedaruratan ada aturannya di peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga tetap dibutuhkan kemampuan untuk berimprovisasi dan berinovasi. Pak Dody tidak bekerja seorang diri, namun dengan leadership, kemampuan untuk mendorong dan memotivasi semua staf, serta bermitra dengan siapa saja akan mempermudah dalam setiap misi penanganan darurat. “Pokoknya enaklah, bertugas di kedaruratan ini, bisa punya banyak teman dan relasi di semua kementerian/lembaga dan stakeholder, karena lingkup pekerjaannya bahkan internasional”, jelas Pak Dody. Saya juga beruntung punya Direktur- direktur dan Kasubdit-kasubdit yang ternyata sangat tangguh dan totalitasnya kelihatan dalam menghadapi tugas penanganan darurat yang cukup berat ini. Dan tentunya diatas semua itu, karena kita punya seorang Kepala BNPB yang mempunyai Strong Leadership yang mampu membawa BNPB menjadi Lembaga yang diakui di Negara ini maupun di tingkat Internasional.
Menyikapi penanggulangan bencana di Indonesia, beliau mengatakan bahwa BNPB saat ini sedang bekerja keras untuk mencari metode yang efektif untuk menghadapi perubahan iklim yang sewaktu-waktu memicu kejadian bencana. BNPB tidak sendiri, tetapi bekerja sama untuk membahas isu ini dengan BPPT, BMKG dan Kementerian/ Lembaga lainnya. “Tantangan ke depan tentu makin berat dan kita mau tidak mau harus siap menghadapi ini:, jelas Pak Dody. Pak Deputi berterima kasih kepada Kepala BNPB karena telah menugaskannya pada posisi ini. Beliau selalu mengemban amanat itu dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi. Peng abdian terhadap Negara telah membawa beliau dianugerahi beberapa tanda penghargaan Pencipta Karya Konstruksi Terbaik (2006), Satya LencanaSatya 10 Tahun (1999), dan Satya Lencana Satya 20 Tahun (2010).
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
61
OPINI
Banjir di Jatinegara, Kampung Melayu, Jakarta Timur
TERTIB ADMINISTRASI, TRANSPARANSI & AKUNTABILITAS
PENGELOLAAN
DANA & PERTANGGUNGJAWABAN
PENANGGULANGAN
BENCANA Drs. Bintang Susmanto, Ak, MBA, Inspektur Utama BNPB
M
eningkatnya kejadian, intensitas, dan fre kuensi bencana di Indonesia mengakibatkan keru sakan dan kerugian yang besar yang membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk memperbaikinya
62
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
minimal mengembalikan kepada kondisi sebelum terjadi bencana bahkan lebih baik dari kondisi sebelumnya (build back better). Dana yang besar juga dibutuhkan untuk mencegah dan memitigasi bencana, juga dalam membangun
kesiapsiagaan menghadapi ben cana. Demikian juga pada saat terjadi bencana diperlukan dana yang cukup besar untuk mena nganinya dimana dana tersebut harus tersedia setiap saat. Pengelolaan dana tersebut harus dilakukan dengan baik dan benar, tertib, sesuai aturan yang berlaku, secara transparan dan akuntabel, sehingga bisa tercipta wilayah tertib administrasi (WTA) dan wilayah bebas korupsi (WBK) yang bermuara pada good governance dan clean government. Dilihat dari sumbernya, dana penanggulangan bencana tersebut berasal dari 3 sumber, yaitu berasal dari APBN, APBD, dan masyarakat. Semua dana tersebut harus dikelola dan dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel. Penanganan bencana harus
dilaksanakan dengan cepat untuk mencegah kehilangan jiwa, mengurangi penderitaan manusia, mengurangi kerusakan harta ben da dan kehilangan sumber daya ekonomi, serta mempercepat proses pemulihan, namun tetap harus memperhatikan tertib administrasi dan akuntabilitas serta sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Hal ini sejalan pula dengan Prinsip-Prinsip Penang gulangan Bencana seperti yang tercantum Undang-Undang No mor 24 tahun 2007 tentang Pe nanggulangan Bencana dimana salah satu Prinsip Penanggulangan Bencana adalah “Transparansi dan Akuntabilitas”. Kita harus men jaga jangan sampai Pengelola Bencana mengalami “bencana” setelah menangani bencana.
“Bencana” bagi Pengelola Ben cana tersebut bisa datang dari Aparat Penegak Hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian, dan/ atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena Pengelola Bencana melakukan penyim pangan dalam mengelola dan mempertanggungjawabkan dana bencana. Penyimpangan bisa disebabkan oleh tidak dipatuhinya ketentuan peraturan perundangundangan (bisa masuk kategori unsur melawan hukum). Penyimpangan bisa berakibat pada kesalahan admin ist rasi namun tidak sedikit juga yang berakibat pada kerugian negara. Bila Aparat Penegak Hukum me nemukan dan dapat membukti kan adanya tiga unsur Tindak Pidana Korupsi (unsur melawan hukum, unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dan unsur kerugian negara), Pengelola Bencana dapat mengalami “bencana”. Untuk itu para Penge lola Bencana harus dibekali pengetahuan dan keterampilan yang cukup mengenai peraturan perundang-undangan tentang bencana, keuangan, pengadaan barang/jasa, dan peraturan ter kait lainnya. Pengetahuan dan keterampilan ini juga harus di sertai sikap yang jujur, amanah, berani dan cepat mengambil keputusan, serta bekerja untuk kepentingan kemanusiaan.
Selain dikelola dengan baik, dana penanggulangan bencana tersebut juga harus dipertang gung jawabkan dengan benar. Pertanggungjawaban dana tersebut dituangkan dalam bentuk Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja. Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja tersebut akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan yang bermuara pada Laporan Keuangan, harus dimulai dari komitmen Pimpinan tertinggi sampai Pelaksana, peningkatan kompetensi dan kapasitas Sumber Daya Manusia, ketertiban administrasi, pencatatan dan pertanggungjawaban yang akurat dan tepat waktu, pengamanan asset negara, pengelolaan hibah yang terintegrasi, pengelolaan inventaris (Barang Milik Negara/ BMN) yang andal, kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan, kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dan keandalan Sistem Pengendalian Intern. Bila semua ini dilaksanakan dengan baik, pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan akan menghasilkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion).
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
63
OPINI
Setiap tahun BPK sebagai Pengawas Eksternal Pemerintah mela kukan pemeriksaan ter hadap Instansi Pemerintah de ngan menghasilan 3 Laporan, yaitu Laporan Hasil Pemeriksaan terhadap laporan Keuangan, Laporan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan, dan Laporan terhadap Efektivitas Sistem Pengendalian Intern. Makin sesuai Laporan Keuangan Instansi Pemerintah dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), makin patuh terhadap peraturan perundang-undangan (PU), dan makin efektif Sistem Pengendalian Intern (SPI), akan berpengaruh terhadap Opini Hasil Pemeriksaan BPK (O) yang makin baik dengan standar tertinggi Opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion). 64
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
O = f (SAP, PU, SPI) O (Opini) merupakan dependent variable yg tergantung pada independent variable berikut : · SAP (kesesuaian terhadap Standar Akuntansi Pemerintahan), · PU (kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan), dan · SPI (efektivitas Sistem Pengendalian Intern) Dengan demikian diperlu kan juga penguatan sistem pengendalian intern pada setiap unit pengelola dana bantuan bencana. Dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Nega ra, disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan ki n er ja, transparansi, dan akuntabi
litas pengelolaan keuangan ne gara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di ling kungan pemerintahan secara menyeluruh. Sistem pengendalian intern tersebut ditetapkan de ngan Peraturan Pemerintah (PP). Untuk memenuhi amanat Undang-Undang tersebut, pada tanggal 28 Agustus 2008, Pemerintah menerbitkan Per aturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). PP 60 Tahun 2008 me wajibkan Menteri/Pimpinan Lembaga, Gubernur, dan Bupati/ Walikota melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiat an pemerintah dengan berpe doman pada SPIP. Terkait
dengan penguatan efektivitas penyelenggaran SPIP, Menteri/ Pimpinan Lembaga, Gubernur, dan Bupati/Walikota bertang gungjawab atas efektivitas penye lenggaraan SPIP di lingkungan masing-masing. SPIP adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pe merintah pusat dan pemerintah daerah. Tujuan ditetapkannya SPIP adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pe nyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Unsur Sistem Pengendalian Intern (SPI) meliputi: lingkungan
pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan pengendalian intern. Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan SPI, dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP. Pengawasan intern meru pakan salah satu bagian dari kegiatan pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Pengawasan intern dilakukan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya. Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yang melakukan pengawasan intern adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), Inspektorat Jenderal Kementerian, Inspektorat Utama/ Inspektorat Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabu paten/Kota. Agar SPIP terse lenggara dengan efektif perlu disiapkan sumber daya manusia yang mampu memahami dan menjalankan SPIP dengan baik. Dalam penanggulangan bencana, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus bahu membahu dalam pena nganannya, termasuk dalam pendanaannya. Pemerintah Daerah jangan sampai hanya bergantung pada Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah juga harus menyediakan anggaran penanggulangan bencana pa da APBD nya. Sebagaimana ter tuang dalam Undang-Undang Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
65
OPINI
Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU 24 Tahun 2007), Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjadi penanggungjawab dalam penye lenggaraan penanggulangan bencana. Bila terjadi bencana, Pemerintah Kabupaten/Kota bertindak selaku first responder, yaitu pihak pertama yang melakukan response karena berada paling dekat dengan lokasi bencana. Pemerintah Propinsi yang bersangkutan segera me66
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
rapat memberikan dukungan. Pemerintah Pusat juga segera merapat memberikan bantuan dan pendampingan untuk hal-hal yang bersifat ekstrim, misalnya dalam hal daerah kurang memiliki kemampuan baik kekurangan dana, tenaga, maupun logistik dan peralatan. Sesuai yang dilambangkan dalam gambar segitiga biru pada logo penanggulangan bencana Indonesia, 3 pilar utama pe nanggulangan utama adalah
Pemerintah (Government), Masyarakat (Civil Society), dan Lembaga Usaha (Private Sector), dimana masing-masing juga bisa menyediakan dana untuk penanggulangan bencana. Oleh karena itu sebaiknya Lembaga Usaha juga diajak berpartisipasi aktif dengan menyediakan dana penanggulangan bencana dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) nya. Selain Pemerintah, masyarakat juga berkewajiban melakukan kegiatan penanggulangan ben cana. Lembaga Usaha juga di beri kesempatan dalam penye lenggaraan penanggulangan bencana baik secara tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain. Selain itu juga diberi kesempatan kepada lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah untuk ikut serta dalam kegiatan penanggulangan bencana baik secara sendirisendiri, bersama-sama, dan/atau bersama dengan mitra kerja dari Indonesia dengan memperhatikan latar belakang sosial, budaya, dan agama masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Peme rintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah Dalam Pe nanggulangan Bencana. Dalam hal ini bantuan internasional juga
dimungkinkan dalam penang gulangan bencana, termasuk pendanaannya, namun tetap harus sesuai kebutuhan dan per mintaan negara yang dibantu. Dari segi pendanaan, dana pe nanggulangan bencana menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (budget sharing). Dengan demikian Pemerintah Daerah juga berkewajiban menyediakan dana yang cukup dari APBD un tuk penanggulangan bencana. Se-yogya-nya makin tinggi tingkat kerawanan bencana suatu da erah, makin tinggi dana yang disediakan dalam APBD untuk penanggulangan bencana. Pe ngertian ini tidak hanya harus dipahami oleh pihak Eksekutif, tetapi juga oleh pihak Legislatif (DPRD) karena proses persetujuan anggaran harus melalui Legistatif. Selain itu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana (PP 22 Tahun 2008) mengamanatkan bahwa selain Dana Siap Pakai disediakan dalam APBN yang ditempatkan dalam anggaran BNPB untuk kegiatan pada saat tanggap darurat, Pemerintah Daerah juga menyediakan dana siap pakai dalam anggaran penanggulangan bencana yang berasal dari APBD yang ditempatkan dalam anggaran BPBD. Dana siap pakai
tersebut harus selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan pada saat tanggap darurat. Dalam PP 22 Tahun 2008 di amanatkan disediakannya 3 dana khusus untuk penanggulangan bencana, yaitu dana kontinjensi bencana yang disediakan untuk kegiatan kesiapsiagaan pada tahap pra bencana, dana siap pakai yang disediakan untuk kegiatan pada saat keadaan darurat, dan dana bantuan sosial berpola hibah yang disediakan untuk kegiatan pada saat pasca bencana. Namun demikian sampai dengan saat ini dana kontinjensi bencana belum secara optimal dialokasikan oleh Kementerian Keuangan. Padahal kita semua mengetahui bahwa mencegah (preventif) lebih baik daripada memperbaiki. Perlu juga dipertimbangkan adanya peraturan atau revisi peraturan di tingkat Presiden
atau Menteri yang secara khusus mengatur lebih spesifik hal-hal yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah yaitu : 1. Peraturan Presiden tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana. 2. Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Sistem Akuntansi Dana Penanggulangan Bencana yang Bersumber dari Masyarakat 3. Peraturan Menteri Keuangan tentang Pencatatan Dana Masyarakat yang Diterima oleh Pemerintah Pusat dalam APBN. 4. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pencatatan Dana Masyarakat yang Diterima oleh Pemerintah Daerah dalam APBD.
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
67
SNAP SHOT
Kepala BNPB bertukar cinderamata setelah memberikan paparan di Mabes TNI, Cilangkap (29 /1).
BNPB meraih penghargaan Elshinta Award 2012 dari Radio Elshinta sebagai instansi pemerintah yang proaktif memberikan informasi kepada masyarakat, di Jakarta (19/2)
Foto bersama dengan tim Teknologi Modifikasi Cuaca untuk mengantisipasi banjir Jakarta pada hari ke-14, di Halim Perdanakusuma (8/2)
Kepala BNPB memberikan pandangannya dalam acara DRR and the Post 2015 Development Agenda, Global Thematic Consultation, di Kuningan, Jakarta (20/2).
Kepala BNPB memberikan pembekalan materi untuk Pasis di Sesko AL Cipulir (15/2).
Kunjungan Assitant Secretary General_BCPR Director United Nations ke BNPB (18/2).
Konferensi Pers Banjir Jakarta oleh BNPB dengan Kementerian Lembaga lainnya di Pos Komando Banjir, PU, Jakarta (18/1)
Sidak Kepala BNPB beserta Menkokesra ke tempat pengungsian banjir Jakarta, di GOR Otista Jakarta (16/1) 68
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
69
SNAP SHOT
70
Forum Komunikasi BAKOHUMAS BNPB mengenai Sosialisasi International Table Top Exercise (TTX) 2013, di Jakarta (19/2)
Kunjungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Filipina (NDRMCC) untuk belajar DIBI ke BNPB, Jakarta (11/3).
Kunjungan delegasi dari Cina ke Pusdalops BNPB (14/1)
Kunjungan TNI Kementerian Pertahanan mempelajari Penanggulangan Bencana di BNPB, Jakarta (13/3).
MOU Kerjasama BNPB Indonesia dengan Australia dalam Penanggulangan Bencana yang diwakili oleh Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriarty, di Jakarta (25/3)
MOU BNPB dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta (26/2).
Majalah GEMA BNPB Vol. IV No.1 Tahun 2013
Diterbitkan oleh:
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Jl. IR. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat Telp: 021 3458400, Fax: 021 3458500 www.bnpb.go.id Email Facebook Twitter Youtube
: : : :
[email protected] www.facebook.com/bnpb.indonesia http: //twitter.com/bnpb_Indonesia http://www.youtube.com/user/BNPBIndonesia