Akibat kemudahan dengan dekomisioning lantai kolam, dikombinasikan dengan level aktivasi rendah, menyebabkan dekomisioning awal mencapai tahap 2 atau 3. Ongkos untuk menjaga integritas kolam dan kualitas air untuk periode panjang yang tertunda mendukung pendekatan ini. Tipikal kegiatan dismantling untuk reaktor TRIGA ditunjukkan di pustaka [14]. Gas berbahaya dapat diproduksi selama pengambilan lapisankolam dari perisai beton. Dalam satu kasus [66], karbon monoksida timbul karena adanya penyumbat dan bahan ter/aspal yang digunakan untuk mengikat lapisan aluminium ke beton. Gambar 11 dan 12 menggambarkan sebuah reaktor kolam, LIDO di Inggris, masing-masing untuk selama operasi dan selesainya tahap 2 dekomisioning. 7.4.2. Reaktor tangki, termasuk air berat dan ARGONAUT Teknik yang biasanya digunakan untuk dismantling yang secara khusus untuk reaktor tangki didiskusikan di Lampiran G pustaka [14]. Di tambah lagi, pekerjan ekstensif telah dilakukan pada pemotongan vessel dan bagian dalamnya. Pekerjaan ini utamanya adalah pada komponen dinding tebal misalnya pressure vessel dari reaktor daya, tetapi teknik ini dapat diaplikasikan pula untuk tangki yang lebih tipis dari reaktor riset. Meskipun teknik yang dikembangkan dapat dipakai untuk segala jenis reaktor, namun harus ada pengaturan kondisi kerja sesuai dengan bahan yang digunakan serta ketebalan dinding. Tangki reaktor selalu diletakkan di dalam dinding sebagai perisai biologi. Sangat disarankan bahwa tangki dibiarkan di tempat semula supaya meluruh aktivitasnya sampai level yang dapat diterima. Penundaan mengurangi komitmen dosis yang dibutuhkan untuk menyelesaikan dismantling dan mungkin mereduksi kebutuhan peralatan penanganan secara remote. Apabila fasilitas pembuangan belum ada, maka pengambilan awal akan menyebabkan pekerjaan ganda (yaitu, dismantling, penyimpanan sementara dan pembuangan); sehingga, dari perspektif ALARA (as low as reasonably achievable) penundaan mungkin adalah jalan yang paling sesuai.
39
Gambar 11. Reaktor LIDO (selama operasi) , Inggris
Gambar 12. Kolam reaktor LIDO (setelah dekomisioning reaktor ke tahap 2), UK 40
Reaktor tangki dengan berat relative ringan dan aktivitas jenis yang rendah biasanya dapat dipindahkan ke tempat yang lebih sesuai untuk pemotongan, misalnya ke kolam bahan bakar bekas [37], ke kompartemen lain yang ada [33], atau ke tempat pembuangan akhir [26,37,67]. Salah satu solusi alternative adalah memotong di tempat. Teknik ini berlaku biasanya untuk tangki yang berat dan aktivitas jenis yang tinggi dari vessel reaktor. Pemotongan in-situ sudah banyak dijelaskan di berbagai publikasi. Survey dari teknik ini diberikan di pustaka [5,7] termasuk arc saw; plasma arc torch, oxyacetylene cutting; diamond wire cutting; dan explosive cutting. Metode-metode tersebut harus diimplementasikan dengan peralatan penanganan remote (misalnya manipulator pada sebuah tiang), kecuali periode penundaan untuk peluruhan radioaktif. Aplikasi metode-metode ini untuk proyek-proyek dekomisioning ditunjukkan di pustaka [20, 52, 53]. Apabila tangki reaktor terletak di dalam tangki yang lain, dimungkinkan untuk menggenangi tangki luarnya [37]. Hal ini memperbaiki perisai bagi staf selama pengambilan tangki bagian dalam dan peralatan lain. Banyak reaktor tangki menggunakan air berat sebagai moderator dan terkadang sebagai pendingin. Produksi tritium dalam reaktor tersebut selama operasi (sebagai air tritium atau gas) di absorbsi dalam padatan (misalnya beton) atau teraktivasi dalam padatan. Tritium ditemukan di sirkuit air berat dan dapat pula didistribusikan di system eksternal atau di area bangunan sebagai hasil bocornya air berat di masa lalu [36]. Sebelum dimulai kegiatan dekontaminasi atau dismantling untuk system air berat, maka air berat harus dikeluarkan. Penundaan berdasar umur paruh tidak direkomendasikan, karena mobilitas tinggi isotop ini. Pengambilan air berat dengan volume besar direkomendasikan sebagai bagian dari shut down reaktor, meninggalkan hanya sedikit residu pada saat dekomisioning. Air berat merupakan komoditas yang dapat dipakai lagi, kadang disimpan untuk penggunaan program nuklir lainnya. Beberapa pengolahan mungkin dibutuhkan untuk mengambul produk aktivasi dan melakukan ‘detritiate’ air berat sebelum pengangkutan, penyimpanan dan penggunaan kembali. Untuk meminimisasi kontaminasi residu oleh air berat tertitriasi, maka pembersihan menyeluruh harus dilakukan sebelum dismantling. Perkakas khusus mungkin perlu digunakan untuk mengekstrak residu air dari daerah yang tak dapat dikeringkan [26]. Prosedur ini diikuti dengan pengringan system dengan gas panas dan pembuangan uap air berat tertitriasi dengan kondensasi dari gasnya [58]. Pengembangan busa polyurethane dapat digunakan untuk menggantikan tritium di pipa. Telah dilaporkan [68] bahwa aspal atap (roofing tar), tape dempul dan karet silicon merupakan bahan yang dapat digunakan untuk menyumbat atau melapisi dalam rangka meminimisasi pelepasan tritium. Penting untuk menetapkan tritium level di udara selama dekomisioning, terutama untuk reaktor air berat, karena ada kecenderungan selama dismantling struktur dan tidak dapat dideteksi sebelumnya. Paparan personil terhadap tritium dapat dikendalikan dengan menjamin kecukupan ventilasi dan pemantauan lokasi kerja [68]. Di beberapa kasus, penggunaan baju plastic di sekujur tubuh
41
serta masker yang dilengkapi dengan pensuplai udara segar diperlukan. Analisis urin harus dilakukan juga untuk seluruh pekerja yang mempunyai potensi terkena paparan tritium [36]. Beberapa reaktor tangki mempunyai kesamaan dengan reaktor kolam. Salah satu contoh adalah reaktor fluks tinggi di Petten [69]. Merupakan reaktor tangki tertutup diatasnya (closed top tank reactor) di bangun di dalam kolam untuk mempermudah akses maksimum karena fluks yang relative tinggi. Sehingga reaktor mempunyai kemampuan seperti desain reaktor kolam, namun terasnya berisi tangki tertutup. Jenis ini mempunyai kelebihan dalam cara dismantling seperti pada reaktor kolam. Beberapa reaktor tangki berdaya besar mempunyai peralatan eksperimen yang banyak, termasuk loop eksperimen yang dilengkapi dengan sirkuit pendingin terpisah yang mampu mengisi sendiri dan terhubung ke satu atau lebih saluran dalam teras. Loop tersebut biasanya kompleks dan akses untuk dismantling sulit. Loop mungkin terkontaminasi dan sirkuitnya kemungkinan sudah dimodifikasi berulangkali sesuai dengan eksperimen yang dilakukan. Sehingga rekaman kontaminasi dan perubahan loop kemungkinan tidak cukup, dan sangatlah penting untuk mengkarakterisasi peralatan sehingga pelepasan radioaktif yang tidak diinginkan selama dismantling dapat dihindari. 7.4.3. Reaktor cair homogen Pertimbangan khusus harus diberikan pada reaktor cair homogen. Ketika mengeringkan sirkuit bahan bakar reaktor, maka bahan bakar tersebut harus ditransferkan ke fasilitas penyimpanan yang sesuai desainnya untuk menghindari incident kritikalitas. Kontaminasi internal pipa-pipa dan vessel dihasilkan dari sirkulasi campuran bahan bakar melalui system primer. Sebagai tambahan untuk hasil belah dan hasil aktivasi. Kontaminasi bahan bakar akan menyebar ke seluruh system. Ini menyebabkan prosedur dekontaminasi lebih sulit dan mempengaruhi pengukuran keselamatan selama proses dekomisioning. Sehingga kehati-hatian harus dilakukan untuk pemantauan dan kendali kontaminasi aktibida selama dismantling. Sebuah laporan dekomisioning secara nyata untuk reaktor-reaktor cair homogen dapat ditemukan di pustaka [26]. 7.4.4. Reaktor cepat Salah satu kesulitan dalam dekomisioning reaktor cepat adalah penanganan pendingin logam cair yang terkontaminasi. Ini akan menimbulkan bahaya kimia disamping bahaya radiology. Misalnya, pendingin natrium dan pendingin kalium dapat menimbulkan bahaya kebakaran, sedangkan merkuri sangat beracun. Berbagai teknik dekontaminasi diperlukan untuk menangani keadaan ini. Dinding bagian dalam komponen-komponen yang mengandung residu natrium didekontaminasi menggunakan soda caustic, yang dilanjutkan dengan pencucian menggunakan air demin atau alcohol. Penggunaan senyawa kimia tersebut menimbulkan masalah tambahan, misalnya, evlusi hydrogen , yang harus diencerkan menggunakan nitrogen atau gas inert lainnya untuk mengurangi bahaya ledakan [70]. Namun, penggunaan gas inerst semacam itu
42
akan menimbulkan bahaya lainnya dalam bentuk lingkungan yang kekurangan oksigen. Prosedur dekontaminasi untuk sebuah reaktor cepat dikembangkan untuk penggunaan pada loop primer reaktor RAPSODIE sebagai bagian dari dekomisioning tahap 2. Sistem pendingin primer reaktor dan sirkuit terkait (tidak termasuk vessel utama reaktor), memakai luasan 164 m2, didekontaminasi menggunakan prosedur 3 tahap. Pencucian alkaline dilakukan untuk mengambil lepasan cesium. Kemudian dilanjutkan dengan dekontaminasi menggunakan campuran asam sulfonitrat, dengan tambahan cerium untuk menghilangkan kontaminasi tetap (fixed contamination), dan terakhir adalah tahap fosfatasi (phospatation) untuk mencegah tetesan (exudation). Estimasi tingkat kontaminasi awal 5500 Bq/cm2 dikurangi sampai tingkat yang diijinkan untuk operasi dismantling tanpa kendala, serta menghindari dosis okupasi dengan estimasinya 230 man.mSv [71]. 7.4.5. Reaktor Grafit Sifat mudah terbakar grafit harus diperhatikan untuk jenis reaktor ini bila dilakukan teknik pemotongan terutama untuk grafit didekatnya serta struktur yang ada. Hal ini harus diperhatikan bila ada energi Wigner yang tersimpan, dan bila dapat terjadi kenaikan suhu yang tak terkontrol. Dismantling elemen-elemen grafit dapat menghasilkan partikulat udara radioaktif dan debu permukaan. Distribusi bahan semacam ini dapat dibatasi menggunakan penahan, ventilasi dan system filtrasi, seperti didiskusikan di seksi 6.2. Penanganan blok grafit akan menjadi problem bila tidak difikirkan pada saar fase desain dan konstruksi. Peralatan untuk menangani secara remote mungkin dibutuhkan, misalnya suction cup. Perkakas khusus mungkin juga dibutuhkan untuk dismantling blok grafit yang terikat bersama-sama pin. Poin-poin di atas berlaku pula untuk penggunaan dalam reflector grafit reaktor jenis lain. Perbedaannya adalah, biasanya reflector grafit mempunyai akumulasi aktivitas lebih rendah disbanding moderator grafit, dan kemungkinan di reflector grafit di reaktor –reaktor kecil energi yang tersimpan tidak signifikan (lihat acuan [72]). Beberapa reaktor grafit memerlukan pengenalan pengembangan teknik khusus untuk menjamin pemenuhan prinsip ALARA. Misalnya, sebuah proyek melibatkan desain dan instalasi untuk sebuah system defuelling terkendali secara remote [29]. 7.4.6. Lain Karena daya yang rendah dari reaktor padat homogen dan critical assemblies, maka dekomisioningnya bersifat langsung. Di beberapa kasus, setelah pengambilan bahan bakar, pekerjaan dapat dilakukan di bawah prosedur kendali radiology yang diberikan untuk operasi normal. Konstruksi fisik reaktor-reaktor tersebut dapat saja desain sebuah kolam atau tangki atau gabungan keduanya. Karena itu, teknik dismantling yang sesuai dengan reaktor kolam dan tangki harus dipertimbangkan saat oerasi dismantling.
43
7.5. PEMELIHARAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUAN Persyaratan unun yang ada di seksi 6.5 digunakan untuk seluruh reaktor yang melakukan dekomisioning. Namun, ada beberap aspek yang hanya ada pada reaktor- reaktor tertentu. Misalnya: (1) Beberapa reaktor (reaktor kolam dan critical assemblies) cenderung untuk dekomisioning segera, sehingga periode dimana system harus dipelihara atau dimonitor menjadi singkat. (2) Penundaan dekomisioning reaktor kolam memerlukan perawatan jangka panjang integritas kolam dan kualitas air. (3) Reaktor tangki mungkin akan mengikuti periode penundaan, yang menyebabkan lebih panjangnya pemeliharaan/ pemantauan. Mekanisme degradasi, seperti efek korosi harus dikaji untuk menetapkan dampak pada pekerjaan dekomisioning di masa depan, serta kemungkinan bahaya yang dihadapi selama periode penundaan. Hal ini kemungkinan memerlukan instalasi peralatan baru atau yang dimodifikasi, bersama sama dengan system monitoring terkait (misalnya alat pantau kelembaban). (4) Tangki reaktor yang menggunakan air berat sebagai moderator atau pendingin mungkin memerlukan pemantauan tritium secara kontinyu selama periode penundaan sehingga memenuhi regulasi emisi lingkungan. (5) Di reaktor grafit dimana energi Wigner menjadi masalah, maka pemantauan suhu grafit sangat diperlukan.
8. DAMPAK KESELAMATAN Suatu program proteksi radiology dibutuhkan selama dekomisioning. Untuk tiap tugas maka pengukuran proteksi radiology harus direncanakan dan diimplementasikan. Langkah pertama adalah mengestimasi inventori radionuklida, kemudian merencanakan aktivitas dekomisioning untuk menjamin paparan memenuhi prinsip ALARA. Langkah berikutnya adalah melaksanakan program, dengan pemantauan dari dekat medan radiasi dan paparannya. Langkah terakhir adalah, survey penyelesaian dekomisioning untuk menunjukkan bahwa persyaratan kondisi radiology reaktor telah tercapai. Bahaya konvensional tetap harus dipertimbangkan dalam perencanaan dan implementasi aktivitas dekomisioning. Secara khusus, survey harus dilaksanakan untuk karakterisasi bahan berbahaya nin radioaktif.
44
Perencanaan dekomisioning termasuk persyaratan kajian keselamatan, seperti diindikasikan di Tabel IX. Kajian tersebut harus mempertimbangkan kemungkian bahaya dan resiko yang terkait. Kadangkala, kajian dampak lingkungan dipersyaratkan oleh badan pengawas sebelum ijin persetujuan diberikan untuk aktivitas dekomisioning [24,73]. 8.1.
Inventori Radionuklida Faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam penetapan metode dan tingkatan dekomisioning adalah estimasi kuantitas radionuklida yang ada serta prinsip bentuk fisik dan kimianya. Waktu paruh radionuklida yang ada dalam jumlah yang signifikan sangat penting dalam penetapan panjangnya waktu untuk penundaan beberapa aktivitas dekomisioning. Terlepas dari bahan bakar bekas, inventori radionuklida dapat dibagi ke dalam 2 kategor: (1) aktivasi bahan struktur; dan (2) kontaminasi permukaan. Kontaminasi ini mungkin terdiri dari aktivasi produk korosi, fragmen bahan bakar dan/ atau hasil belah. Fragmen bahan bakar dan hasil belah mungkin dapat ditemukan di luar teras reaktor, hal ini terjadi bila bahan bakar gagal selama berfungsinya reaktor. Namun di reaktor cair homogen, dimana tak ada penghalang antara bahan bakar dan pendinginnya, maka kontaminasi system reaktor oleh bahan bakar dan hasil belah yang ada akan menimbulkan masalah yang lebih hebat.
45
Gambar 13. Pengambilan beton, sebagai sample dari perisai biologi serta penyiapan pengaturan akses untuk mesin defuelling, reaktor GLEEP (grafit), Inggris. Suatu masalah khusus dalam reaktor air berat adalah kontaminasi tritium di struktur beton sebagai hasil tumpahnya air berat tertitriasi. Di suatu kasus, kontaminasi tritium sangat berat yang menghalangi penyelesaian tahap 3 [36, 37]. Mungkin ada juga tritium yang cukup banyank di sirkuit primer setelah pengeringan. Biasanya, radionuklida yang paling diperhitungkan untuk beberapa tahun setelah shutdown adalah Co-60, utamanya sebagai hasil dari aktivasi komponenkomponen stainless steel [14, 49, 59, 74]. Sementara komponen aluminium teras reaktor sulit teraktivasi, bagian-bagian stainless steel seperti mur, baut, tiang dan plat-plat dapat menimbulkan medan radiasi tinggi. Radionuklida lain yang menjadi perhatian adalah Zn-54 [74], Zn-65 [14], Fe-55 dan Ni-63 [22]. Hidrogen-3 dan C-14 ditemukan di grafit, utamanya karena adanya litium dan nitrogen sebagai pengotor [75]. Cesium-137 [49], Eu-152 dan Eu-154 adalah hasil belah dan kemungkinan ditemukan di permukaan dalam sirkuit primer. Isotop europium [39] dan tritium (dari lithium) dapat saja ada sebagai hasil aktivasi di perisai beton. Daftar radionuklida-radionukida tersebut yang mungkin ada di dalam dekomisioning fasilitas nuklir diberikan di pustaka [5,12,30]. Bila fluks neutron, komposisi bahan dan sejarah penggunaannya diketahu, maka inventori radionuklida dapat diperkirakan dengan perhitungan[14]. Namun, dibayak kasus, misalnya, di perisai biologi dan di peralatan eksperimen, distribusi fluks tidak menentu. Kalkulasi harus didukung dengan pengambilan sampel secara statistik, dan dengan mengukur aktivitas nyatanya [30, 49, 75, 76]. Sampel yang diambil dari beton perisai biologi GLEEP ditunjukkan di Gambar 13. Kontaminasi permukaan dapat dievaluasi dengan pengukuran langsung dan menggunakan teknik penyekaan. Inventori radionuklida total untuk beberapa proyek khusus diberikan di Lampiran II. 8.2. Bahaya dan Kajian Resiko Persiapan kajian bahaya harus dilakukan dengan mempertimbangkan estimasi dosis radiologi dan dampak dari bahaya konvensional. Dosis tempat kerja dapat diestimasikan dari inventori radionuklida, tingkat kontaminasi dan data medan radiasi. Estimasi dipersiapkan untuk ‘ langkahlangkah kerja” [77], dengan mempertimbangkan jarak dari sumber radiasi dan waktu yang dibutuhkan menyelesaikan aktivitas tersebut. Contoh dari dosis aktual untuk proyek dekomisioning spesifik ditunjukkan di Lampiran II. Dosis bukan akibat tempat kerja harus juga dikaji dan harus berdasar pada source term dan exposure pathways (jalur paparan). Pengalaman dengan proyek dekomisioning mengindikasikan bahwa dosis ke masyarakat umum kecil. Metode untuk mengestimasi dosis bukan karena kerja ditunjukkan di Pustaka [14, 73].
46
Tabel XIII. Kemungkinan kejadian tak terduga atai kecelakaan selama dekomisioninga Kegiatan
Kejadian yang tak diharapkan atau kecelakaan Pengambilan bahan bakar Elemen bahan bakar jatuh selama penanganan Hilangnya pendinginan selama pemindahan bahan bakar teriradiasi Kritikalitas di penyimpanan bahan bakar Survey radiasi Medan yang tak diduga mempunyai radiasi tinggi Tak berfungsinya alat proteksi Tak berfungsinya instrumen monitor Dekontaminasi Kebakaran di cairan kimia terkontaminasi Pecahnya kantong vakum filter Tumpahnya cairan terkontaminasi dan bahaya lainnya. Kehilangan service yang penting Dismantling, termasuk pengambilan Kegagalan lokal terhadap kendali beton kontaminasi Kegagalan alat pemotong Kecelakaan pemotongan untuk bahan teraktivasi Tidak cukupnya mesin pendukung untuk komponen yang dipotong Kehilangan servive yang penting Ledakan oksiasetilen Ledakan yang berlebian Kegagalan filter HEPA Kebakaran limbah yang mudah terbakar Beban yang jatuh a Diadopsi dari pustaka [12] Resiko bahaya konvensional harus juga diperhatikan untuk mengestimasi dampak keselamatan. Termasuk di dalamnya pelepasan bahan beracun dan bersifat korosi, resiko bahaya industri, kegiatan manusia dan intrusi [4, 78]. Beberapa kejadian dapat menghasilkan naiknya bahaya radiologi. Yang paling mungkin berbahaya termasuk di dalamnya aktivtas partikel udara sebagai akibat kegagalan engineering safeguard (misalnya rusaknya ventilasi/filtrasi); aktivitas partikel udara akibat kebakaran; dan paparan yan tak perlu sebagai hasil kegagalan memberikan perisai.
47
Suatu contoh yang relevan mengenai kejadian yang tak diinginkan atau kecelakaan yang terkait dengan kegiatan dekomisioning diberikan di Tabel XIII [12]. Kecuali untuk kasus sederhana, sangat diinginkan bahwa teknik struktur seperti resiko bahaya dan studi pengoperasian [79] digunakan untuk mengidentifikasi resiko bahaya dan penginisiasi kejadian [79]. Resiko bahaya dan penginisiasi kejadian harus diuji lebih lanjut, menggunakan probabilitas realistis dalam jangkauan kejadian-kejadian yang mungkin, sehingga memberikan pernyataan-pernyataan yang terkuantifikasi mengenai kajian resiko. Keselamatan dapat dipertegas dengan bantuan argument deterministic (misalnya, argument logis dan tegas untuk mengklaim bahwa suatu kejadian tidak akan melebihi suatu kriteria spesifik), dengan menggunakan kajian resiko numeric. Kajian resiko numeric berdasar pada resiko bahaya khusus dan penginisiasi kejadian yang terkait berdasar kajian resiko bahaya. 8.3. Manajemen Keselamatan dan Pemantauan Hasil dari kajian resiko bahaya berdasar prosedur dan instruksi yang harus direncanakan dan diaplikasikan untuk mencegah atau mengurangi kejadian yang tak diinginkan. Beberapa aspek radiology didiskusikan di bawah ini. Aplikasi strategi dan rencana dekomisioning yang sudah diketahui, dengan mempertimbangkan secara hati-hati prinsip ALARA, akan menghasilkan reduksi sumber-sumber radiasi, laju dosis dan waktu kerja di zone radioaktif. Misalnya, urutan dimana dilakukan aktivitas dekomisioning akan berdampak signifikan pada dosis yang diterima pekerja selama dekomisioning serta penanganan limbah . Informasi umum tentang metode untuk mengurangi paparan akibat kerja selama dekomisioning fasilitas nuklir dan pada program proteksi radiasi diberikan di pustaka [9, 31, 80]. Minimisasi paparan radiasi ke personel memerlukan system prosedur kendali radiology. System ini termasuk penetapan akses terkendali area kerja; ijin melakukan pekerjaan radiasi; penggunaan pakaian pelindung dan pelindung pernafasan; kendali penyimpanan dan pemantauan fisika kesehatan. Perkakas remote dan teknik perisasi mungkin digunakan pula untuk mereduksi paparan radiasi ke personil. Pemantauan termasuk pengukuran secara kontinyu tingkat radiasi di tempat kerja; rekaman dan kajian paparan ke personil selama dan setelah kerja; survey kontaminasi permukaan; dan pemantauan tingkat kontaminasi udara. Pemantauan udara mungkin diperlukan selama operasi tertentu, misalnya selama pengambilan beton dan grafit [49, 81]. Teknik memantau personil termasuk monitor tangan dan badan (hand and body monitor); dosimeter alarm; whole body counting; bioassay; dan dosimetri film. Selama proyek dekomisioning diinginkan untuk mengumpulkan data alokasi sumber daya manusia, dosis kolektif pekerja dan timbulnya limbah sehingga dapat dilakukan verifikasi kalkulasi prediksi [28] dan menunjukkan bahwa ALARA telah tercapai.
48
Selama perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan dekomisioning, pakar harus ada untuk konsultasi dan membatu dalam pelatihan. Pelatihan pekerja dekomisioning harus meliputi resiko bahaya radiology dan konvensional dan harus diselesaikan sebelum pekerjaan dilaksanakan. Supervisor dan pekerja kunci lainnya harus berpengalaman dalam proteksi radiasi dan familiar dengan reaktor (lihat seksi 10). 8.4. Pertimbangan setelah proyek dan survey radiology akhir Paling tidak beberapa rekaman berikut harus terpelihara setelah dekomisioning: deskripsi fasilitas yang didekomisioning; detail kejadian yang abnormal dan aplikasi pertimbangan keselamatan selama dekomisioning; dosis akibat kerja dan dosis masyarakat selama dekomisioning; kriteria pelepasan radiology bagi peralatan, bahan dan lokasi; persetujuan survey akhir, dengan detail dari radioaktifitas residu; tujuan dan karakterisasi seluruh material limbah radioaktif dan berbahaya, termsuk material yang akan didaur ulang dan digunakan kembali; dan pembatasan, bila ada, penggunakan lokasi yang didekomisioning. Laporan akhir wajib yang harus disampaikan ke badan pengawas [3] harus berdasar pada survey radiology akhir untuk menunjukkan selesainya secara sukses program dekomisioning. Salah satu contoh laporan akhir untuk proyek khusus diberikan pada acuan [82].
9. PENGELOLAAN LIMBAH Dekomisioning (khususnya untuk tahap 3) akan menghasilkan sejumlah besar limbah yang terdiri dari: (1) Limbah radioaktif yang harus diproses, disimpan atau dibuang sesuai dengan kebijaksanaan pengelolaan limbah radioaktif nasional; (2) Material non-radioaktif yang akan dibebaskan untuk penggunaan yang tak terbatas atau terbatas untuk aplikasi tertentu atau pembuangan, sesuai dengan ketentuan badan pengawas; material berbahaya yang mungkin memerlukan pengaturan pengelolaan limbah secara khusus. Tabel XIV. Kategori limbah padat dari beberapa negara anggota IAEA Kategori limbah
Batasan aktivitas
Metode pembuangan
Limbah aktivitas sangat rendah (very Low Level Waste/VLLW) Limbah aktivitas rendah (low level waste/ LLW)
Biasanya lebih rendah dari 0,4 MBq/t
Dibebaskan (exempted) dari kendali regulasi
Biasanya dari 0,4MBq/t sampai dengan 4 MBq/t alfa, atau sampai dengan 12 MB/t untuk beta – gamma tapi bukan HLW
Penyimpanan tanah dangkal; limbah dengan range 0,4 samapi dengan 4 MBq/t kadang-kadang diserahkan ke lokasi limbah terlisensi; menjadi subyek badan pengawas.
Negara /Pustaka Inggris [29]
49
Limbah aktivitas sedang (Intermediate Level Waste/ILW) Limbah aktivitas tinggi (high level waste/HLW)
Klas A
Klas B Klas C
Biasnya lebih besar dari 4 MBq/t untuk alfa, dan lebih besar dari 12 MBq/t untuk beta-gamma tapi bukan HLW Bahan bakar bekas atau limbah primer dari olah ulang bahan bakar; tidak bisa dilaksanakan untuk dekomisioning Co-60: 26 TBq/m3 Cs-137: 37 GBq/m3
Fasilitas penyimpanan yang didukung dengan pengukuran terencana.
Co-60: Tak ada batasan khusus Cs-137: 1,6 TBq/m3 Co-60: Tal ada batasan khusus Cs-137: 170 TBq/m3
Pembuangan tanah dangkal; persyaratan minimum+ stabilitas
>Klas C Kategori 1
Co-60: 3,7 Bq/g; Cs-137: 3,7 Bq/g
Kategori 2
Co-60: 37 MBq/g; Cs-137: 3,7 MBq/g Co-60: >37 MBq/g; Cs-137: >3,7 MBq/g
Kategori 3
Tidak dapat dipakai untuk dekomisioning
Pembuangan tanah dangkal; persyaratan minimum
Pembuangan tanah dangkal; pengukuran tambahan untuk melindungi terhadap intrusi Tidak sesuai untuk pembuangan tanah dangkal Pembuangan konvensional (non nuklir)
USA [85]; yang terkait dg isotop
Italia [84]; yg terkait dg isotop
Pembuangan tanah dangkal; persyaratan minimum (limbah terkondisikan) Tidak sesuai untuk pembuangan tanah dangkal
Pertama-tama, dekomisioning diperkirakan menghasilkan jenis dan kuantitas limbah radioaktif yang dapat dikelola secara efektif sesuai dengan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan limbah radioaktif [12]. Namun, pengembangan penyimpanan limbah atau strategi pembuangan limbah merupakan prasyarat dalam implementasi proyek dekomisioning. Suatu diskusi singkat untuk beberapa aspek pengelolaan limbah dalam rangka proyek dekomisioning diberikan di seksi berikut; sedangkan detailnya diberikan di pustaka [5-7]. 9.1. Klasifikasi Klasifikasi dan karakterisasi limbah yang timbul dari dekomisioning reaktor riset digunakan untuk menetapkan prosedur penanganan dan pengangkutan serta metode pembuangan. Saat ini, pendekatan nasional untuk klasifikasi limbah radioaktif di banyak negara berbeda-beda. Program RADWASS IAEA juga menyinggung hal ini dan berusaha mengharmonisasi pendekatan nasional yang berbeda tersebut [83]. Tabel XIV berisi contoh kategorisasi limbah padat di Italia [84], Inggris [29], dan Amerika Serikat [85]. Limbah harus dikategorisasikan dan dipisahkan secepat mungkin setelah timbul dari kegiatan dekomisioning. Sangat dianjutkan untuk memisahkan lokasi penyimpanan untuk kategori limbah yang berbeda 9lihat item (5) dan (6) di seksi 6.2.2). Tiap wadah atau paket limbah harus dimonitor radioaktifitasnya dengan sampling atau pengukuran langsung, sehingga klasifikasi dapat dikonfirmasikan. Paket limbah harus diidentifikasikan secara jelas untuk memperlancar penanganan dan menjaga hubungan dengan rekaman dokumen terkait.
50
Kategori limbah yang berbeda akan menentukan route pembuangan, dokumentasi, sertifikasi dan persyaratan perijinan dari badan pengawas. 9.2. Clearance level Clearance level didefinisikan sebagai suatu kumpulan nilai yang ditetapkan oleh badan pengawas di suatu negara, yang mengespresikan konsentrasi aktivitas dan/atau aktivitas total di atau dibawah dimana sumber radiasi dapat dibebaskan dari kendali regulasi. Untuk memenuhi kriteria proteksi radiasi dan regulasi lingkungan yang digunakan secara khusus oleh suatu negara, beberapa limbah yang terkontaminasi bahan radioaktif dengan aktivitas sangat rendah mungkin memenuhi tingkatan clearance dan dapat dibebaskan dari kendali regulasi karena resiko minor yang dihadapi masyarakat dan lingkungan. Clearance mengurangi biaya pengangkutan dan pembuangan. Bahan dan peralatan yang dibebaskan dapat digunakan kembali atau didaur ulang. Pedoman prinsip-prinsip dam praktek untuk clearance sumber radiasi dari kendali regulasi dapat ditemukan di pustaka [86]; dan juga merupakan pokok bahasan Seri Keselamatan di program RADWASS IAEA [44, 87]. Beberapa contoh clearance level yang dapat diterima di situasi nyata dapat ditemukan di pustaka [18, 21, 41, 43, 81, 88-90]. 9.3. Kuantitas dan Aktivitas Diperkirakan bahwa kuantitas limbah yang timbul selama dekomiisoning akan lebih tinggi dari yang timbul akibat operasi reaktor. Tetapi banyak dari limbah tersebut bukan radioaktif dan pemisahan dengan limbah ‘bersih’ tersebut harus dilakukan. Pemisahan limbah ke kategori yang paling rendah yang dapat dikerjakan mampu mereduksi biaya. Biaya yang terkait dengan pengelolaan limbah dapat lebih besar dari biaya pekerja dekomisioning untuk suatu proyek khusus. Harus diperhitungkan timbulnya limbah sekunder seperti baju pelindung, filter, peralatan dekomisioning yang terkontaminasi serta cairan dekontaminasi. Limbah semacam itu termasuk cairan aktivitas rendah yang timbul dari penanganan kimia untuk komponen-komponen yang terkontaminasi, serta air yang digunakan untuk mendesak debu selama pekerjaan dismantling [91] (seksi 6.3.). 9.4. Penanganan dan Pengolahan Berikut adalah beberapa aspek penanganan dan pengolahan limbah yang harus dipertimbangkan: (1) Biaya dekomisioning sangat terkait dengan volume limbah radioaktif, aktivitas dan kategorisasi (hubungan biaya dekomisioning dan volume limbah radioaktif secara jelas digambarkan di pustaka [92] untuk reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir); (2) Route limbah harus teridentifikasi dan disetujui oleh badan pengawas sebelum dilaksanakan dekomisioning;
51
(3) Penundaan beberapa aktivitas dekomisioning dapat dibenarkan bila fasilitas penyimpanan atau pembuangan limbah belum ada. (4) Penyimpanan sementara harus ada untuk mengakomodasi limbah sebelum diproses dan diangkut; (5) Evaluasi cost-benefit dibutuhkan baik untuk limbah yang dibuang tanpa proses, atau melalui proses reduksi volume atau dekontaminasi. (6) Sebelum proyek dilaksanakan, sangat penting untuk menjamin bahwa paket limbah sesuai dengan regulasi pengangkutan dan pembuangan (paket standard harus digunakan sedapat mungkin); (7) Limbah harus dipisahkan sesuai dengan aktivitas dan tingkat kontaminasinya. (8) Wadah limbah dan drum harus diisi seefektif mungkin sehingga meminimisasi jumlah paket limbah. (9) Akumulasi paket limbah harus diminimalkan dan harus dikendalikan untuk menjamin paparan yang tak diinginkan tak terjadi. Mungkin ada suatu contoh dimana item-item tertentu diambil selama dekomisioning disimpan secara lokal dan diperpanjang penyimpanannya. Misalnya, bahan bakar, sumber netron, air berat atau peralatan eksperimen. Bila diperlukan penyimpanan lokal jangka panjang, kendali radiologi dan pengukuran keselamatan harus ditetapkan. Reduksi volume limbah radioaktif dapat dilakukan dengan metode pemotongan, kompaksi, insinerasi, presipitasi, melting, pertukaran ion dan evaporasi. Informasi tambahan untuk subyek ini diberikan di pustaka [5-7, 14]. Contoh pengelolaan limbah selama proyek dekomisioning dilakukan diberikan di pustaka [20, 26]. 9.5. Material berbahaya non radioaktif Selama dekomisioning , bahan berbahaya non radioaktif mungkin ditimbulkan. Termasuk di dalamnya asbestos, merkuri, berilum, cairan, cairan pembersih dan minyak. Perhatian harus diberikan pada seleksi dan implementasi untuk proses minimisasi timbulnya limbah semacam itu. Bila material berbahaya ada maka harus ditangani dan dibuang sesuai dengan peraturan negara yang bersangkutan. Pembuangan limbah campuran, yaitu limbah radioaktif sekaligus berbahaya secara kimia memerlukan perhatian khusus.
10. JAMINAN MUTU Biasanya, program jaminan mutu (QA) direncanakan dan diimplementasikan sebelum dilaksanakan dekomisioning, sebagai bagian dari rencana dekomisioning secara menyeluruh [11, 12]. Pedoman prinsip-prinsip dan tujuan penetapan program QA diberikan di dua Seri Keselamatan IAEA tentang reaktor daya [93, 94].
52
Beberapa reaktor riset lama tidak mempunyai program jaminan mutu sehingga investigasi serta pengumpulan data diperlukan untuk memberikan dasar bagi program QA dekomisioning. Tujuan dari program QA adalah menunjukkan dan menjamin bahwa pengaturan yang mencukupi telah dilakukan untuk mencapai suatu proyek dekomisioning yang sukses dari segi managemen. Seluruh tanggung jawab dan struktur organisasi yang terkait harus didefinisikan secara jelas, bersama-sama dengan prosedur-prosedur dan instruksi kerjayang meliputi berbagai aspek rencana dekomisioning yang ada di Tabel IX. Sangat penting untuk memroduksi prosedur dan instruksi kerja tertulis untuk pekerjaan yang berhubungan dengan keselamatan, termasuk untuk menjamin bahwa prosedur dan instruksi kerja tersebut secara independen ditinjau dan diikuti secara benar. Kemampuan untuk mengidentifikasi bahaya serta melakukan dekomisioning secara aman dan efektif yang sesuai dengan prosedur dan instruksi bergantung pada pengalaman, pengetahuan, dan ketrampilan dari staf yang terlibat. Sehingga, badan pengawas mensyaratkan bahwa organisasi pelaksana menunjukkan bahwa stafnya terkualifikasi dan berpengalaman untuk pekerjaan dimana dia ditugaskan. Secara umum beberapa pelatihan tambahan dibutuhkan untukmenjamin bahwa staf pelaksana dekomisioning berkompeten melaksanakan pekerjaan. Beberapa contoh pelatihan yang dapat dilakukan [29, 31] adalah: (1) Familiarisasi reaktor dan fasilitas terkait; (2) Teknik dekontaminasi dan dismantling; (3) Peralatan khusus, termasuk alat penanganan remote; (4) Kursus pengetahuan tentang kajian resiko, fisika nuklir dan inventori radionuklida (misalnya bahwa staf dekomisioning dapat mengimplementasikan secara sukses hasil kajian pakar untuk topik terkait); (5) Pengaturan response darurat, termasuk pelatihan kedaruratan dan hubungan dengan jasa kedaruratan setempat; (6) Persyaratan peraturan; (7) Pemantauan radiasi dan proteksi; (8) Pekerjaan dengan bahaya non radiasi seperti asbestos, merkuri, dan berbagai bahan kimia proses; (9) Keselamatan industri konvensional, termasuk penanganan beban berat dan praktek kerja di lapangan. Penggunaan mock-up sering kali sangat membantu dalam pelatihan [32, 69]. Ditambah lagi, pelatihan terhadap kedaruratan dapat berdasar pada satu atau lebih skenario kecelakaan yang diperhitungkan dalam kajian resiko bahaya. Satu aspek dekomisioning yang membutuhkan perhatian khusus sehubungan dengan prosedur jaminan mutu adalah survey akhir radiologi [39, 69]. Untuk tujuan tersebut jaminan mutu terdiri dari antara lain: prosedur tertulis; tinjauan independen terhadap prosedur dan hasilnya; kalibrasi instrumen oleh pihak ketiga; serta back-up terhadap file data.
53
Rekaman dekomisioning harus dipelihara untuk periode yang cukup sesuai dengan peraturan nasional [3]. Pengukuran untuk mengidentifikasi, mengumpulkan dan menyimpan rekaman-rekaman tersebut harus masuk dalam program jaminan mutu.
11. RINGKASAN DAN KESIMPULAN Status saat ini terhadap dekomisioning reaktor riset direview dalam dokumen ini. Secara umum dapat disimpulkan bahwa teknik-teknik dekomisioning fasilitas nuklir di seluruh dunia dapat diaplikasikan pula untuk reaktor riset. Dokumen ini menjelaskan teknik dan pertimbangan yang dapat digunakan untuk segala jenis reaktor. Namun, pendekatan yang berbeda harus dilaksanakan sesuai dengan jenis reaktornya. Perbedaan ini sudah diilustrasikan dengan klasifikasi dan diskusi reaktor riset berdasar pada struktur, misalnya kolam atau tangki. Aspekaspek yang dipertimbangkan meliputi geometri, konstruksi dan sifat bahan yang digunakan. Pengalaman berdasar suatu proyek khusus juga dijelaskan dalam dokumen ini. Ditambah lagi, data yang berdasar pada proyek dengan cakupan luas telah dikumpulkan serta dianalisis sebagai alat bantu untuk merencanakan dekomisioning. Faktor kunci telah diplot sebagai fungsi daya reaktor dan energi terintegrasi. Hasil menunjukan bahwa biaya serta demikian pula kesulitan proyek dekomisioning naik sesuai laju daya dan energi total yang dihasilkan oleh reaktor selama berfungsinya. Faktor lain, sumber daya manusia, inventori radionuklida, dosis personil kumulatif, volume limbah, dan aktivitas limbah, menunjukkan hubungan yang sama. Beberapa kesimpulan menyeluruh dapat digambarkan sebagai kesulitan relatif masing-masing jenis reaktor riset. Sementara itu tingkat kesulitan utamanya tergantung pada daya, dan biasanya reaktor kolam lebih mudah didekomisioning dari pada reaktor tangki. Pengukuran khusus diperlukan untuk melakukan penanganan tritium serta sistem yang tertitriasi dalam reaktor tangki menggunakan air berat sebagai moderator atau pendingin. Reaktor cepat dan homogen memerlukan pula pertimbangan khusus. Critical assemblies serta reaktor padat homogen biasanya memiliki daya operasi rendah, sehingga tidak banyak kesulitan untuk dekomisioning. Meskipun informasi mengenai dekomisioning reaktor riset ada, namun sangat penting untuk lebih memperhatikan karakterisasi fasilitas dan peralatan yang harus didekomisioning. Juga sangat penting untuk memperhatikan identifikasi dan penanganan bahaya konvensional dalam proyek dekomisioning nuklir. Dalam beberapa kasus, sangat dibutuhkan untuk memperhatikan penanganan limbah campuran (mixed waste) yang terdiri dari limbah radiologi dan limbah berbahaya dan beracun.
54
Perencanaan dan pelaksanaan dekomisioning reaktor riset dapat mengacu pada dokumen ini dengan mempertimbangkan jangkauan serta gambaran teknik khusus untuk reaktor, bersama-sama pula contoh proyek serta data yang diberikan.
Lampiran I PROYEK DEKOMISIONING REAKTOR RISET YANG DILAPORKAN Tabel XV dan XVI meringkas proyek dekomisioning reaktor riset yang sudah selesai, sedang dalam pelaksanaan atau sedang direncanakan3. Informasi yang diberikan berdasar pada acuan IAEA [1], dan ditambah dengan info terkait yang diberikan oleh pakar yang mengerjakan laporan ini serta dari sumber lainnya. Dengan mencatat jenis reaktor, daya dan status dekomisioning, sangat mungkin untuk memfokuskan pada sebuah proyek yang mempunyai pengalaman serta releval kepada para pembaca. Sebagai bagian dari laporan ini, suatu data bank reaktor riset yang terkomputerisasi sedang disiapkan. Informasi yang diberikan di sini berasal dari data bank tersebut. Informasi dijelaskan dengan konde ISO dan nomor fasilitas, bila memungkinkan, sesuai pustaka [1]. Di sisi lain, dipresentasikan urut abjat, sesuai dengan nama fasilitas. Singkatan nama negara (misalnya BE: Belgoa,
55
CA: Canada, dan lain sebagianya), status reaktor serta kategorinya ditunjukkan di Tabel 15 acuan [1]. Bila dimanapun juga [Q] muncul di kolom [REF]m informasi diambil dari quisioner yang dijawab oleh para ahli.
56