TRANSPOR RADIONUKLIDA DALAM SISTEM PENDINGIN REAKTOR PWR SELAMA KECELAKAAN PARAH Anhar R. Antariksawan, Sugiyanto Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir – BATAN
ABSTRACT TRANSPORT OF RADIONUCLIDES IN THE PWR REACTOR COOLANT SYSTEM DURING SEVERE ACCIDENT. The analyses of radionuclides release and transport in the reactor coolant system during severe accident in PWR have been performed. The accident scenario analysed was the accident which caused the severe core damage following total station blackout and primary pump seal break. The analysis tool used is MELCOR1.8.4 code. The objective of the analyses was to study the characteristic of radionuclides release and transport in the reactor coolant system for various accident conditions which were given by four calculations. The radionuclide release is began by gap release, then release during core heat-up and degradation. The dominant radionuclides released were noble gas class, up to 225 kg; alkaline metal class, up to 120 kg, halogen and chalcogen classes, up to 20 kg. The radionuclides deposition was mostly found at the pressurizer surge line. The transport and deposition characteristics are affected by thermohydraulic condition of coolant system. Key words: Severe Accident, Radionuclide transport, Reactor Coolant System, PWR
ABSTRAK TRANSPOR RADIONUKLIDA DALAM SISTEM PENDINGIN REAKTOR PWR SELAMA KECELAKAAN PARAH. Telah dilakukan analisis terhadap pelepasan dan transpor radionuklida dari teras ke sistem pendingin reaktor selama kejadian kecelakaan parah pada reaktor jenis PWR. Skenario kecelakaan yang dianalisis adalah kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan teras menyusul kehilangan catu daya listrik dan diikuti oleh kebocoran seal pompa sirkulasi primer. Alat analisis adalah paket program perhitungan MELCOR1.8.4. Tujuan analisis adalah mempelajari karakteristik pelepasan dan transpor radionuklida dalam sistem pendingin reaktor dalam kondisi kecelakaan yang berbeda yang diberikan dalam empat perhitungan. Pelepasan radionuklida dimulai dari pelepasan celah, kemudian pelepasan selama pemanasan dan degradasi teras. Radionuklida yang dominan dilepas pada keempat perhitungan adalah kelas gas mulia, hingga 225 kg; kelas logam alkali, hingga 120 kg; dan kelas halogen serta kelas chalcogen yang mencapai 20 kg. Deposisi radionuklida terbanyak dijumpai di surge line tabung penekan. Karakteristik transpor dan deposisi radionuklida ini dipengaruhi oleh kondisi termohidraulika sistem pendingin. Kata Kunci: Kecelakaan Parah, Transpor radionuklida, Sistem Pendingin Reaktor, PWR
PENDAHULUAN Suatu insiden (incident) di dalam reaktor nuklir dapat mengarah pada kategori kecelakaan (accident) atau bahkan kecelakaan parah (severe accident) apabila teras reaktor tidak dapat didinginkan dengan baik. Jika hal tersebut terjadi, kerusakan teras (kelongsong, bahan bakar dan struktur 57
lainnya) yang berlanjut dengan pelepasan radionuklida produk reaksi fisi menjadi konsekuensi yang paling berpotensi memberi risiko buruk pada publik. Di bawah temperatur 1300K, produk fisi masih stabil di dalam matriks bahan bakar. Hingga temperatur 1600K, kelongsong mulai rusak dan mengakibatkan pelepasan gas yang terkumpul dalam celah bahan bakar kelongsong [1]. Jika, kemudian sistem pendingin darurat tidak mampu berfungsi mendinginkan teras, kenaikan temperatur bahan bakar akan mengakibatkan kerusakan yang lebih parah pada bahan bakar. Apabila hal tersebut terjadi, pelepasan radionuklida produk fisi akan lebih signifikan. Dalam terminologi keselamatan reaktor, radionuklida yang terlepas tersebut dinamakan faktor sumber (source term). Karakteristik pelepasan masingmasing jenis radionuklida bergantung pada berbagai hal, yang terutama adalah sifat volatilitas (volatility). Radionuklida yang terlepas tersebut dapat berada dalam bentuk gas atau aerosol yang terbentuk dari struktur teras yang rusak. Pada fase awal, radionuklida akan dilepaskan di dalam sistem pendingin reaktor (reactor coolant system, RCS). Pelepasan ke kontainmen (containment) dapat terjadi apabila ada kebocoran pada sistem pendingin reaktor. Pelepasan dan selanjutnya transpor radionuklida di seluruh sistem pendingin reaktor dipengaruhi oleh berbagai faktor. Diantara faktor tersebut, yang memiliki pengaruh dominan adalah kondisi termohidraulika sistem pendingin reaktor [2]. Menyusul pelepasannya dalam sistem pendingin, radionuklida dapat terdeposisi (deposited) pada sistem perpipaan. Radionuklida dari produk fisi yang terdeposisi pada pipa menyebabkan sumber beban termal akibat panas peluruhan yang dilepas sehingga dapat mengancam integritas pipa tersebut. Retensi radionuklida di dalam sistem pendingin reaktor tergantung dari jenis kecelakaan dan jenis radionuklidanya. Untuk beberapa radionuklida yang penting, seperti cesium (Cs) dan iodine (I) dapat berkisar antara 0,03 hingga 0,93 massa inventori awal [3]. Berbagai penelitian tentang fenomena pelepasan dan transpor radionuklida telah dilakukan, baik secara eksperimental maupun analisis. Salah satu kegiatan eksperimen komprehensif dilakukan melalui program PHEBUS-FP [4]. Melalui eksperimen dengan menggunakan bahan bakar sebenarnya ini (in-pile test facility) dapat dipelajari pelepasan radionuklida dari bahan bakar hingga ke kontainmen. Sedangkan eksperimen seperti yang dilakukan pada program WIND ditujukan untuk mempelajari karakteristik deposisi (deposition) radionuklida Cesium Iodida (CsI) dan interaksinya pada pipa primer [5]. Selain itu, beberapa studi untuk menganalisis hasil eksperimen telah pula dilakukan, diantaranya analisis eksperimen PHEBUS dengan code MACRES [6] dan analisis deposisi CsI pada eksperimen WIND dengan code ART dan VICTORIA [7]. Studi yang disebutkan di atas tidak membahas karakteristik pelepasan dan transpor radionuklida dalam suatu sistem integral pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Artikel ini akan membahas karakteristik pelepasan 58
radionuklida dari teras ke sistem pendingin reaktor suatu reaktor jenis air tekan (pressurized water reactor, PWR). Sebagai kejadian awal (initiating event) yang memicu sekuensi kecelakaan parah adalah kejadian kehilangan catu daya (station blackout), atau yang dalam analisis keselamatan probabilistik biasa disebut TMLB’. Analisis degradasi teras selama kejadian TMLB’ menggunakan code MELCOR1.8.4 telah dilakukan sebelumnya [8], termasuk variasi skenario yang melibatkan kebocoran seal pompa primer menyusul kejadian TMLB’ tersebut (disebut pula kejadian S3-TMLB’) [9]. Analisis dalam artikel ini masih terkait dengan hasil perhitungan pada kedua studi tersebut. Tetapi, jika dalam kedua studi sebelumnya tersebut analisis ditekankan pada aspek termohidraulika, maka dalam artikel ini penekanan dilakukan pada karakteristik pelepasan dan transpor radionuklida dalam sistem pendingin reaktor. Tujuan analisis adalah untuk mempelajari karakteristik pelepasan dan transpor radionuklida, termasuk deposisinya (deposition) dalam suatu kondisi termohidraulika yang mengikuti skenario kecelakaan parah yang berbeda. DESKRIPSI MODEL RADIONUKLIDA Paket program yang digunakan dalam analisis ini adalah Melting Core (MELCOR) versi 1.8.4 yang merupakan paket program untuk analisis kecelakaan parah pada sistem PLTN. Sifat perhitungan yang cenderung parametrik membuat code ini disebut fast-running. Oleh karena MELCOR dimaksudkan sebagai alat bantu untuk analisis keselamatan probabilistik, maka pelepasan dan transport radionuklida harus diperhitungkan. Apabila pelepasan radionuklida tersebut mencapai lingkungan, maka akan menjadi faktor sumber yang merupakan salah satu hasil terpenting perhitungan MELCOR. Faktor sumber tersebut selanjutnya akan digunakan untuk menghitung konsekuensi dan risiko sebagai hasil akhir analisis keselamatan probabilistik. Modul (dalam terminologi MELCOR adalah package) untuk menghitung karakteristik pelepasan dan transport radionuklida yang berbentuk uap dan aerosol dinamakan RN Package. Dalam MELCOR terminologi radionuklida mencakup produk radioaktif (dari produk fisi) maupun non radioaktif (dari material struktur) yang dapat berinteraksi dengan produk radioaktif. Dalam MELCOR, perhitungan tidak dilakukan untuk masing-masing isotop produk fisi. Akan tetapi, isotop tersebut dikelompokkan sesuai dengan kesamaan elemen, misalkan 235U, 238U dikelompokkan dalam elemen U. Selanjutnya, beberapa elemen yang memiliki karakteristik kimia serupa dikelompokkan ke dalam kelas material (material classes). Sebagai default, kelas material yang ada di MELCOR berjumlah 15 seperti ditunjukkan pada Tabel 1 [10]. Meskipun demikian, apabila dikehendaki oleh pengguna, dapat dibuat beberapa kelas baru, seperti untuk kelas material CsI, hingga jumlah keseluruhan menjadi 20 kelas. 59
Pelepasan radionuklida dapat terjadi dari celah bahan bakar – kelongsong, disebut pelepasan celah (gap release), jika batas temperatur kegagalan kelongsong dilampaui atau ketika bahan bakar meleleh. Setelah dilepaskan, radionuklida dapat berada dalam bentuk aerosol atau uap bergantung pada tekanan uap radionuklida dan temperatur ruang dimana radionuklida berada. Model pelepasan radionuklida dari bahan bakar yang digunakan dalam MELCOR ada tiga, yaitu model yang telah dikenal luas sebagai model CORSOR, CORSOR-M dan CORSOR-Booth [10]. Pengguna dapat melakukan pilihannya melalui input file. Pelepasan dihitung untuk masingmasing kelas. Sehingga, hasil perhitungan jumlah massa radionuklida yang dilepas adalah jumlah seluruh massa unsur dalam kelas bersangkutan. Proses dinamika aerosol yang berupa aglomerasi dan deposisi (deposition), proses kondensasi serta evaporasi uap produk fisi setelah pelepasan dari bahan bakar diperhitungkan untuk setiap volume kontrol yang ditetapkan. Aerosol dapat teraglomerasi dengan aerosol lainnya sehingga jika ukurannya telah melebihi batas ukuran aerosol yang ditetapkan, maka aerosol tersebut akan terdeposit karena gravitasi. Selain itu, aerosol dapat terdeposit pada permukaan perpipaan dengan beberapa cara lain, yaitu: deposisi secara difusi Brownian, termoforesis, dan difusioforesis. Sebaliknya, MELCOR tidak memperhitungkan fenomena resuspensi untuk aerosol yang telah terdeposit pada permukaan. PERHITUNGAN Untuk analisis pelepasan dan transpor radionuklida dalam sistem pendingin primer ini, yang menjadi bahasan adalah kejadian TMLB’ dan S3-TMLB’. Hasil perhitungan termohidraulika kedua skenario kejadian telah dipublikasikan berturut-turut pada [8] dan [9]. Sehingga, asumsi, model, nodalisasi dan analisis yang dipergunakan sama dengan yang telah diberikan pada publikasi tersebut. Untuk mengingatkan kembali bahwa reaktor PWR 4 untai (loop) dimodelkan menjadi dua untai. Satu untai, yaitu untai A, adalah untai yang memiliki tabung penekan (pressurizer) sedangkan satu model untai yang lain, untai B, merepresentasikan 3 untai lainnya. Sehingga volume untai B adalah 3 kali untai A, demikian pula laju alirnya. Teras dimodelkan menjadi 3 bagian secara radial yang disebut ring 1, ring 2 dan ring 3. Secara aksial, teras dibagi dalam 14 sel dengan sel ke 5 hingga sel ke 14 adalah bagian aktif teras. Beberapa asumsi lain yang terkait dengan aspek pelepasan dan transpor radionuklida adalah sebagai berikut: 1. Oksidasi kelongsong Zircaloy terjadi pada saat temperatur kelongsong mencapai 1000K. 2. Temperatur kegagalan kelongsong adalah 1173K. Sehingga, jika temperatur kelongsong mencapai nilai tersebut, terjadi pelepasan celah. 60
3. Beberapa temperatur leleh material teras adalah: 1700K untuk baja nir karat (stainless steel), 2098K untuk Zircaloy, dan 3113K untuk Uranium dioksida. 4. Pelepasan radionuklida dimodelkan dengan model CORSOR-M. Dalam model ini laju pelepasan fraksional masing-masing kelas diberikan sebagai fungsi invers temperatur dalam bentuk eksponensial. 5. Ditambah satu kelas radionuklida baru, yaitu kelas CsI. Dalam hal ini, radionuklida Iodium yang dilepas hampir selalu dalam bentuk senyawa CsI. Untuk membedakan perhitungan satu dengan yang lain, maka setiap jenis perhitungan diberi simbol. Perhitungan kejadian TMLB’ diberi simbol perhitungan 1, sedangkan tiga perhitungan dalam kasus S3-TMLB’ adalah perhitungan 2A untuk skenario kebocoran seal yang terjadi pada saat temperatur di teras mencapai temperatur saturasi, perhitungan 2B untuk kebocoran seal pada selang waktu 10 menit (600 detik) setelah inisiasi kecelakaan, dan perhitungan 2C untuk skenario kebocoran seal yang terjadi pada 150 menit (9000 detik) setelah inisiasi kecelakaan. Perlu pula dicatat bahwa model aliran pada bagian hot leg dalam perhitungan ini tidak memasukkan model sirkulasi alam lawan arah (counter current natural circulation). Semua perhitungan dilakukan untuk interval waktu kejadian 20.000 detik sejak inisiasi kecelakaan. Rentang 20.000 detik adalah waktu perhitungan yang diambil dengan asumsi selang waktu tersebut dapat dipergunakan untuk mengaktifkan sistem catu daya darurat HASIL DAN PEMBAHASAN Prediksi hasil perhitungan sekuensi kejadian dan kondisi termohidraulika reaktor setelah kejadian kehilangan catu daya telah diuraikan secara rinci dalam publikasi sebelumnya [8,9]. Pertama-tama akan diuraikan secara ringkas rangkuman kondisi akhir kejadian, kemudian dilanjutkan dengan uraian dan pembahasan secara lebih khusus tentang pelepasan dan transpor radionuklida untuk masing-masing perhitungan. Dari keempat perhitungan tersebut, ketiga perhitungan, yaitu perhitungan 1, 2A dan 2B memprediksi terjadinya kegagalan bejana reaktor dalam 20.000 detik setelah inisiasi kecelakaan. Pada saat kegagalan bejana, ketiga perhitungan memprediksi tekanan dalam sistem relatif masih tinggi, yaitu di atas 8 MPa, bahkan pada perhitungan 1, tekanan masih berada pada set point katup pembebas (relief valve) tabung penekan. Sesuai dengan tekanannya, temperatur uap juga masih tinggi, paling tidak pada temperatur saturasi yang bersesuaian dengan tekanannya. Perbedaan asumsi dan skenario kejadian pada perhitungan 1 dan ketiga perhitungan yang lain menghasilkan sekuensi dan konsekuensi yang berbeda. Kebocoran seal pompa sirkulasi primer yang diasumsikan pada perhitungan 61
2A, 2B dan 2C memberikan dampak adanya sedikit penurunan tekanan pada sistem primer. Saat (timing) kebocoran seal ternyata juga memberikan efek yang berbeda seperti diperlihatkan pada perhitungan 2A, 2B dan 2C [9]. Berbeda dengan ketiga perhitungan lainnya, pada perhitungan 2C, hingga akhir perhitungan tidak diprediksi terjadinya kegagalan bejana. Penurunan tekanan pada saat yang tepat telah memungkinkan beroperasinya akumulator, sehingga teras dapat dibanjiri kembali (reflooding), dan kenaikan temperatur yang mengakibatkan kerusakan teras dapat dibatasi. Tekanan dalam sistem pendingin sudah berada di bawah harga 0,5 MPa. Perhitungan 1 Temperatur kelongsong bahan bakar mulai meningkat saat air menyentuh permukaan teras, dan peningkatan temperatur semakin cepat saat bagian atas teras mulai tidak tergenangi (uncovered). Oksidasi yang dimodelkan dalam perhitungan ini mulai pada temperatur 1000K menambah panas yang dilepas. Kenaikan temperatur lebih cepat untuk kelongsong bahan bakar yang termasuk dalam ring 1 karena terletak pada pusat teras yang merupakan daerah dengan fluks netron dan fluks panas terbesar. Gambar 1 memperlihatkan kurva temperatur kelongsong pada ring 1 untuk sel ke 5 hingga ke 14. Tampak pula dari Gambar 1 bahwa bagian teratas teras (dalam hal ini sel ke 14, yaitu sel 114) temperaturnya meningkat lebih cepat daripada bagian teras yang lebih rendah. Hal ini karena bagian atas tidak tergenangi lebih dahulu. Ketika temperatur kelongsong mencapai batas kekuatan mekanik yang ditetapkan atau disebut temperatur kegagalan kelongsong, yaitu 1173K, radionuklida berbentuk gas yang telah terkumpul dalam celah bahan bakar – kelongsong terlepas. Pelepasan celah untuk ring 1 diprediksi oleh perhitungan terjadi pada 11.492 detik setelah inisiasi kecelakaan. Kejadian yang sama berlangsung pula untuk ring 2 dan ring 3. Untuk kedua ring tersebut pelepasan celah bermula pada berturut-turut 11.612 detik dan 11.889 detik setelah inisiasi kecelakaan. Tabel 2 memperlihatkan saat pelepasan celah, termasuk untuk ketiga perhitungan yang lain. Oleh karena pendinginan bagian atas teras terutama hanya diperoleh dari uap panas yang melaluinya menuju hot leg, dan tidak cukup efektif, temperatur kelongsong meningkat hingga temperatur leleh Zircaloy. Pada Gambar 1 garis-garis vertikal yang terletak antara 12.000 hingga 13.000 detik menunjukkan bahwa kelongsong pada sel yang bersangkutan sudah tidak menopang bahan bakar lagi karena leleh, dan bersama bahan bakar membentuk runtuhan (debris) yang jatuh pada sel di bawahnya. Tentang pelepasan radionuklida, Gambar 2 memperlihatkan pelepasan radionuklida dari bahan bakar di teras. Saat terjadi pelepasan celah, radionuklida bentuk gas secara serentak dilepas. Dari kelima belas kelas radionuklida, pelepasan terbesar adalah kelas Gas Mulia (kelas Xe), kelas logam alkali (kelas Cs), kelas halogen (kelas I) yang didominasi oleh Iodium 62
dalam bentuk ikatan CsI, dan kelas Chalcogen (kelas Te). Jumlah massa radionuklida yang dilepas untuk kelas Xe sebesar 147,5 kg, kelas Cs sebesar 100 kg, kelas I sebesar 12 kg dan kelas Te sebesar 10 kg. Radionuklida yang terlepas kemudian tersebar ke sistem pendingin primer dalam bentuk gas dan aerosol. Selanjutnya, sebagian radionuklida tersebut terdeposit pada beberapa bagian dari sistem pendingin primer tersebut. Di antara beberapa tempat di untai A yang diamati, didapati jumlah terbesar deposit berada di pipa surge line (pipa penghubung tabung penekan dan pipa hot leg) seperti ditampilkan pada Gambar 3. Selain itu, radionuklida terdeposit di permukaan dalam pipa hotleg yang lokasinya paling dekat dengan bejana, baik bagian atas (simbol HL1-AU) atau di bagian permukaan bawah (simbol HL1-AL), demikian pula di bagian tabung U pembangkit uap (steam generator U-tubes) yang dilalui aliran ke atas (simbol UTUBE-UP). Perhitungan 2A Asumsi terjadinya kegagalan seal pompa primer pada saat temperatur teras mencapai temperatur saturasi (pada sekitar detik ke 7400 setelah inisiasi kejadian) dalam perhitungan ini diprediksi tetap mengakibatkan kegagalan bejana reaktor, tetapi terjadi dalam interval waktu (terhadap inisiasi kecelakaan) yang lebih panjang daripada kasus tanpa kebocoran seal seperti perhitungan 1. Hal ini diduga sebagai akibat dari adanya fenomena loop seal clearing [9]. Jika dilihat dari evolusi kenaikan temperatur seperti ditunjukkan pada Gambar 4, awal kenaikan drastis kelongsong tidak berbeda jauh dengan perhitungan 1. Namun, karena adanya air yang mengalir menyusul loop seal clearing, pendinginan teras dapat dijaga beberapa saat sehingga bagian bawah teras terjaga integritasnya lebih lama. Tentang pelepasan celah, dari perhitungan diperoleh saat terjadinya pelepasan yang sedikit lebih cepat dibanding perhitungan 1. Hal ini dapat dipahami karena penurunan tekanan yang relatif sedikit lebih cepat di awal akibat kebocoran seal mengakibatkan teras bagian atas lebih cepat tidak tergenangi, sehingga temperatur di bagian itu lebih cepat melampaui batas kegagalan kelongsong. Jumlah massa radionuklida yang dilepas lebih signifikan seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Sekitar 225 kg radionuklida kelas Xe dilepas hingga akhir perhitungan. Sedangkan kelas Cs dilepas sekitar120 kg, kelas I (dalam ikatan CsI) dan kelas Te sekitar 20 kg. Gambar 6 memperlihatkan jumlah radionuklida yang terdeposit di beberapa bagian utama sistem pendingin reaktor untuk untai A. Jumlah terbesar diprediksi terdeposit di bagian permukaan dalam pipa surge line, menyusul di bagian tabung U aliran ke atas dan di permukaan dinding pipa hot leg terdekat dengan bejana reaktor di bagian atas. Berbeda dengan perhitungan 1, bagian tabung U aliran ke atas diprediksi menjadi tempat deposit yang cukup signifikan. 63
Perhitungan 2B Skenario perhitungan ini dimaksudkan untuk memprediksi akibat jika seal pompa primer gagal dalam waktu yang tidak terlalu lama, yaitu 600 detik, dari saat inisiasi kecelakaan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa bejana reaktor gagal lebih cepat [9]. Demikian pula halnya dengan kenaikan temperatur kelongsong seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Dengan semakin banyaknya air subcooled yang terbuang melalui seal yang bocor, teras dengan lebih cepat tidak tergenangi, pemanasan teras terjadi lebih dini. Sekitar detik ke 6000 seluruh kelongsong di ring 1 telah kehilangan integritasnya. Pelepasan radionuklida mulai terjadi begitu temperatur gagal kelongsong dilampaui, dimulai di bagian atas teras. Seperti perhitungan yang sebelumnya, pelepasan radionuklida didominasi oleh kelas Xe sebanyak sekitar 90 kg, Cs sebanyak sekitar 50 kg, I sebanyak kurang lebih 8 kg dan Te sebanyak sekitar 2 kg. Gambar 8 menunjukkan massa radionuklida yang dilepas dari bahan bakar di teras. Penyebaran radionuklida yang terjadi di dalam sistem pendingin reaktor mengakibatkan terjadinya deposit radionuklida di beberapa bagian seperti surge line, pipa hotleg dan tabung U. Gambar 9 memperlihatkan massa radionuklida yang terdeposit di beberapa tempat tersebut. Jumlah terbesar terdeposit menurut hasil perhitungan terjadi di bagian pipa surge line. Prediksi ini sama dengan perhitungan 1 dan 2A. Perhitungan 2C Semua kejadian sejak inisiasi kecelakaan hingga terjadinya kebocoran seal pompa serupa dengan perhitungan yang lain. Pada detik ke 9000 saat seal diasumsikan bocor, teras telah mulai tidak tergenang. Kebocoran tersebut mengakibatkan terjadinya aliran uap dari teras, melalui hot leg, pembangkit uap dan keluar melalui bocoran seal. Aliran uap panas ini memungkinkan berlangsungnya loop seal clearing. Akibatnya, tekanan dapat menurun dengan cepat yang pada akhirnya memungkinkan akumulator berfungsi (pada 18.241 detik). Injeksi air dari akumulator tersebut mampu mendinginkan teras kembali, sehingga sampai akhir perhitungan (20.000 detik), bejana reaktor diprediksikan tidak gagal. Kenaikan temperatur kelongsong secara signifikan, seperti halnya perhitungan yang lain, terjadi terutama di bagian atas teras. Bahkan beberapa kelongsong di bagian teratas teras, seperti ditunjukkan pada Gambar 10, telah terdislokasi pada sekitar 11.500 detik. Kenaikan temperatur yang cepat juga mengakibatkan pelepasan celah berlangsung berturut-turut dari bagian ring 1, ring 2 dan ring 3. Waktu pelepasan celah diberikan pada Tabel 2. Sedangkan, jumlah massa yang terlepas sejak kegagalan kelongsong hingga akhir perhitungan diperlihatkan
64
pada Gambar 11. Kelas Xe, Cs, I dan Te tetap mendominasi pelepasan radionuklida dari bahan bakar di teras. Gambar 12 memperlihatkan jumlah massa radionuklida yang terdeposit di beberapa bagian sistem pendingin untai A. Jumlah terbesar diprediksi di bagian surge line dan permukaan bagian atas pipa hotleg di keluaran bejana reaktor. Dari keempat hasil perhitungan, perhitungan 1, 2A, dan 2B memprediksi kegagalan bejana reaktor sebelum 5 jam dari saat inisiasi kecelakaan. Namun demikian, hasil perhitungan ini perlu diberi catatan yaitu jika dibandingkan dengan kondisi yang ditemui pada kejadian Three Mile Island-2 (TMI-2). Pada kecelakaan di TMI-2, sekitar 20 ton lelehan teras terkumpul di bagian bawah bejana reaktor tetapi bejana reaktor tetap utuh [11]. Upaya untuk mensimulasikan secara parametrik kondisi tersebut dengan MELCOR belum berhasil [8]. Hal ini karena model fenomena tersebut memang belum tersedia di MELCOR. Sehingga dalam perhitungan ini, setiap ada lelehan teras yang jatuh ke lower plenum, sesegera itu pula bejana reaktor diprediksi gagal karena kegagalan pada instrumentation tube guides. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, signifikansi analisis transpor dan deposisi radionuklida dalam sistem pendingin yang dilakukan dalam studi ini harus dipandang seandainya kondisi serupa TMI-2 terpenuhi, maka transpor dan deposisi radionuklida di perpipaan menjadi penting karena dapat mempengaruhi integritas sistem perpipaan primer. Kegagalan sistem pipa primer berarti memberi peluang pada penyebaran produk fisi ke kontainmen, atau bahkan ke lingkungan jika yang gagal adalah tabung U pembangkit uap. Dari hasil perhitungan pelepasan radionuklida, dapat dibedakan dua fase pelepasan, yaitu fase pelepasan celah dan fase pemanasan teras (core heat-up), pelelehan dan relokasi lelehan teras. Pada fase pelepasan celah, massa radionuklida maksimum yang dilepas sekitar 10 kg untuk kelas Xe. Selebihnya terjadi selama fase ke dua. Pelepasan celah terjadi akibat batas ketahanan integritas kelongsong dilampaui. Sekuensi kecelakaan yang menyebabkan kenaikan temperatur dan kerusakan kelongsong lebih dini akan mengakibatkan pelepasan celah lebih dini, seperti diprediksi pada perhitungan 2B. Dalam seluruh perhitungan ini, pelepasan celah diawali dari bagian tengah teras (ring 1). Hal ini sangat wajar mengingat fluks panas terbesar terletak di tengah teras reaktor, sehingga pemanasan paling cepat di bagian ring 1. Karena burn-up sama untuk semua perhitungan, jumlah radionuklida yang dilepas pada saat awal pelepasan celah juga sama seperti dapat dilihat pada Gambar 2, 5, 8, dan 11. Tentang radionuklida yang dilepas, semua perhitungan memprediksi hal yang sama, yaitu dominasi empat kelas radionuklida, yaitu kelas gas mulia (kelas Xe), kelas logam alkali (kelas Cs), kelas halogen (direpresentasikan kelas CsI), dan kelas chalcogen (kelas Te). Keempat kelas tersebut adalah kelompok gas dan radionuklida paling mudah teruapkan. Jumlah dan fraksi pelepasan yang signifikan keempat kelas tersebut telah 65
diprediksi dan dibuktikan oleh beberapa studi sebelumnya, misalkan pada [12,13]. Pada semua perhitungan juga diprediksi pelepasan kelas radionuklida lain yang sangat kecil jumlahnya, yaitu kelas logam tanah jarang (kelas Ba), kelas platinoid (kelas Ru) dan kelas tetravalen (kelas Ce). Dua kelas radionuklida yang terakhir mulai dilepas pada fase degradasi teras. Gas mulia adalah gas inert yang tidak bereaksi dengan bahan lain, sehingga pelepasannya sangat mudah, dan fraksi pelepasannya tinggi. Pada kelompok gas mulia ini, yang dominan adalah gas Xenon dan Krypton. Unsur Cesium dan Iodium yang mudah menguap pada temperatur teras pada saat kecelakaan, secara kimiawi pada umumnya terlepas dalam bentuk berturutturut CsOH dan CsI atau HI sebagai hasil reaksi elemen Cs dan I dengan uap temperatur tinggi. Hal ini ditunjukkan dari hasil evaluasi kecelakaan TMI-2 [14]. Telurium (Te) adalah radionuklida yang sangat reaktif, seperti misalnya dengan zirkonium metal. Sehingga apabila oksidasi kelongsong terjadi secara signifikan, pelepasan Te juga signifikan karena Te tidak akan terikat dengan Zr, dan sebaliknya. Jumlah massa yang dilepas dari bahan bakar dan fraksi pelepasan terhadap inventori awal berbeda untuk masing-masing sekuensi kecelakaan seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Karakteristik ini secara kualitatif dapat diduga berkaitan erat dengan kondisi termohidraulika (temperatur dan tekanan) di teras, burn-up bahan bakar dan proses degradasi teras itu sendiri. Kedua parameter terakhir berkaitan dengan struktur mikroskopik pelet bahan bakar. Indikasi keterkaitan tersebut dijumpai pada hasil eksperimen FPT-0 dan FPT-1 di PHEBUS-FP [15]. Hal ini dapat pula dikaitkan dengan hasil analisis karakteristik fenomena pelepasan produk fisi dari teras TMI-2 yang menyimpulkan diantaranya bahwa pelepasan radionuklida terutama terjadi pada fase kenaikan temperatur bahan bakar (dan kelongsong) hingga pelelehan kelongsong, yaitu antara 1000K hingga 2180K [16]. Pada fase ini, kelakuan produk fisi didominasi oleh pelepasan secara difusi produk fisi mudah menguap seperti xenon, krypton, cesium, iodium, dan telurium. Rendahnya fraksi pelepasan secara rata-rata radionuklida pada perhitungan 2B dapat diinterpretasikan dari perbedaan temperatur dan pemanasan bahan bakar. Tidak seperti pada tiga perhitungan yang lain, pada kasus perhitungan 2B, kenaikan temperatur bahan bakar terjadi dengan lebih cepat. Selain itu, terjadi fenomena osilasi ketinggian air di teras; setelah tidak terendam beberapa saat, ketinggian air di teras naik merendam sebagian teras sebelum kemudian air tersebut teruapkan kembali dan bahan bakar memanas kembali. Secara sepintas dapat diperhatikan dari Gambar 8, di sekitar detik ke 3000 hingga 4000. Selain itu, walau tidak tampak dari gambar yang ada, pada saat bejana gagal, temperatur teras di ring 3 pada perhitungan ini secara ratarata masih relatif rendah (maksimum 1800K) dan integritas teras di bagian ini masih terjaga. Dengan kata lain, kontribusi pelepasan radionuklida dari teras ring 3 sangat kecil.
66
Tentang transpor dan deposisi radionuklida, hasil perhitungan yang ditampilkan dalam studi ini tidak membedakan radionuklida dalam bentuk gas atau aerosol secara terpisah. Deposisi radionuklida dapat terjadi dengan berbagai cara. Untuk yang terlepas dalam bentuk gas, interaksi dengan permukaan pipa dapat mengikat radionuklida tersebut, Sementara itu, deposisi untuk radionuklida dalam bentuk aerosol diataranya adalah deposisi gravitasional, secara difusi Brownian (akibat beda konsentrasi), difusioforesis (akibat air yang terkondensasi atau terevaporasi di permukaan) dan termoforesis (akibat beda temperatur) [17]. Prediksi keempat perhitungan yang dilakukan menunjukkan bahwa diantara bagian sistem pendingin reaktor yang paling banyak terjadi deposisi adalah surge line, walaupun maksimum hanya sekitar 1 kg, atau kurang dari 1% radionuklida yang dilepas, seperti ditunjukkan pada hasil perhitungan 1 (Gambar 3). Namun, perlu dicatat bahwa kemungkinan terjadinya deposisi di upper plenum dapat lebih besar. Hal ini dapat dimengerti mengingat letak upper plenum yang tepat di atas teras dan dengan permukaan yang cukup luas. Perhitungan yang dilakukan oleh Markovina et al. [18] menunjukkan untuk skenario kecelakaan kehilangan catu daya, rata-rata sekitar 50% radionuklida yang dilepas (khususnya kelas Cs, CsI dan aerosol) terdeposisi di upper plenum. Akan tetapi, ditinjau dari segi pengaruh terhadap integritas sistem pendingin, deposisi di surge line lebih penting untuk diperhatikan mengingat bahwa pipa surge line lebih lemah secara mekanis terhadap kemungkinan crack karena temperatur. Untuk perhitungan 1, terjadinya lebih banyak deposit di surge line mudah dimengerti, yaitu mengingat sebelum bejana reaktor gagal, tekanan di sistem pendingin reaktor mencapai batas operasi katup pembebas di tabung penekan (160 bar) mengakibatkan katup tersebut secara terus menerus terbuka dan tertutup untuk mempertahankan tekanan di sistem pendingin. Adanya aliran uap panas melalui katup tersebut memudahkan radionuklida yang terbawa terdeposisi di pipa surge line. Gambar 13 memperlihatkan skema transpor dan deposisi radionuklida pada kasus ini. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil yang ditunjukkan pada perhitungan 2A, dan 2C (perhitungan 2B jumlah pelepasan tidak signifikan demikian pula yang terdeposisi seperti ditunjukkan pada Gambar 9). Walaupun di surge line tetap dominan, jumlah massa yang terdeposit lebih kecil. Selain itu, deposisi juga terjadi di tabung U yang dialiri aliran ke atas yang tidak tampak signifikan pada perhitungan 1. Perbedaan ini disebabkan adanya aliran uap yang melalui pembangkit uap menuju kebocoran seal pompa sirkulasi primer pada perhitungan 2A dan 2C (lihat Gambar 14.). Masih banyaknya radionuklida yang terdeposisi di surge line dapat pula diinterpretasikan karena gas atau uap panas yang membawa radionuklida cenderung mengisi bagian atas, sehingga uap panas tersebut akan mengalir menuju tabung penekan yang merupakan bagian tertinggi, dan disepanjang pipa surge line sebagian aerosol dapat terdeposisi. Pada studi ini tidak dapat 67
diketahui mekanisme mana yang paling dominan. Mengacu pada studi Hidaka et al. [19], di dinding tabung U, mekanisme deposisi yang dominan adalah termoforesis. Selain itu, untuk deposisi di pipa hot leg, pada permukaan atas diprediksi deposit lebih banyak daripada di permukaan bawah seperti tampak pada Gambar 3, 6, 9 dan 12. Hasil ini serupa dengan kecenderungan observasi eksperimental pada instalasi WIND [20]. Dalam eksperimen ini diketahui bahwa deposisi CsI pada tabung horisontal yang mensimulasikan hot leg, lebih banyak terjadi di bagian atas. Adanya radionuklida yang terdeposisi pada tabung U pembangkit uap menimbulkan risiko tersendiri. Apabila panas luruh (decay heat) yang dilepas oleh radionuklida tersebut membuat kenaikan temperatur tabung U hingga melebihi batas kekuatan mekanisnya, maka tabung U dapat retak dan gagal untuk mengungkung produk fisi. Pelepasan radionuklida melalui sistem sekunder berarti melepas radionuklida keluar kontainmen menuju lingkungan melalui turbin dan kondenser. Analisis Hidaka et al. [19] memang menunjukkan dalam beberapa kasus, kegagalan akan terjadi lebih dahulu di surge line dimana sebagian besar radionuklida terdeposisi. Dalam hal itu, radionuklida masih diharapkan dapat dikungkung dalam kontainmen. KESIMPULAN Pelepasan radionuklida diawali dengan mekanisme pelepasan celah, yang didominasi oleh pelepasan kelas gas mulia, yaitu 2% dari inventori. Selanjutnya, selama proses kenaikan temperatur bahan bakar, dan terjadinya pelelehan di teras, pelepasan radionuklida terjadi secara lebih signifikan. Massa radionuklida terlepas yang dominan adalah kelas gas mulia (hingga 225 kg atau sekitar 80% inventori), kelas Cs (hingga 120 kg atau 60% inventori), kelas Iodine (hingga 20 kg atau 70% inventori) dan kelas Chalcogen (hingga 20 kg atau 80% inventori) untuk skenario sekuensi kecelakaan yang ditinjau. Radionuklida yang dapat berbentuk gas ataupun aerosol tersebut selanjutnya dibawa oleh aliran uap panas ke seluruh sistem pendingin. Hingga sebelum prediksi kegagalan bejana reaktor, radionuklida tersebut sebagian terdeposisi di permukaan sistem perpipaan sistem pendingin reaktor. Bagian yang paling signifikan terjadinya deposisi untuk perhitungan kecelakaan jenis ini adalah pada pressurizer surge line. Selain itu, deposisi juga terjadi pada tabung U pembangkit uap. Adanya radionuklida yang terdeposisi di tabung U dapat menimbulkan risiko pelepasan radionuklida ke lingkungan.
68
UCAPAN TERIMAKASIH Pelaksanaan perhitungan dengan MELCOR1.8.4 dilakukan di Severe Accident Research Laboratory, JAERI. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. A. HIDAKA yang telah memberikan kesempatan untuk menggunakan code tersebut. DAFTAR PUSTAKA 1. H.J. TEAGUE and D.F. TORGERSON, “A Generic Overview of Severe Accident Phenomena,” Fission Product Transport Processes In Reactor Accident (edited by J.T. Rogers), Hemisphere Publishing Corp., (1990) 2. B.H. McDONALD and D.J. WREN, “Thermalhydraulics and Activity Transport”, Fission Product Transport Processes In Reactor Accident (edited by J.T. Rogers), Hemisphere Publishing Corp., (1990) 3. CSNI, “Insights Into The Control of The Release of Iodine, Cesium, Strontium and Other Fission Products in the Containment By Severe Accident Management”, NEA/CSNI/R(2000)9, (2000) 4. B. CLEMENT et al., “Status and ain Findings of the PHEBUS FP Programme”, Proceedings of the Workshop On Severe Accident Research (JAERI-Conf 99-005), Tokyo (Japan), November 4-6, (1998) 5. T. KUDO et al., “Studies on Interaction between Cesium Iodide and Type 316 Stainless Steel in WIND Project”, Proceedings of the Workshop On Severe Accident Research (JAERI-Conf 2000-015), Tokyo (Japan), November 8-10, (1999) 6. Y. KAWADA and I. KANEKO, “Evaluation of Fision Product Release and Transport in the Circuit of PHEBUS-FP Tests by MACRES Code”, Proceedings of the Workshop On Severe Accident Research (JAERIConf 98-009), Yokohama (Japan), October 6-8, (1997) 7. Y. YUCHI et al., “Analyses of CsI Aerosol Deposition Tests in WIND Project with ART and VICTORIA Codes”, Proceedings of the Workshop On Severe Accident Research (JAERI-Conf 2000-015), Tokyo (Japan), November 8-10, (1999) 8. A.R. ANTARIKSAWAN, “Analisis Degradasi Teras PWR Pada Kejadian Kehilangan Catu Daya”, Jurnal Teknologi Reaktor Nuklir TRI DASA MEGA, Vol. 2, No. 3, Oktober, (2000) 9. A.R. ANTARIKSAWAN, “Analisis Kecelakaan Kehilangan Catu Daya Dengan Kebocoran Seal Pompa Pada PWR Menggunakan MELCOR 1.8.4”, Proseding Seminar Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ke-6, Jakarta, 10-11 Oktober, (2000) 69
10. R.M.SUMMERS et al., “MELCOR Computer Code Manuals”, NUREG/CR-6119, SAND93-2185, (1995) 11. J.M. Broughton et al., “A Scenario on The Three Mile Island Unit 2 Accident,” Nuclear Technology, Vol. 87, No. 1, (1989) 12. R.R. HOBBINS et al., “In-vessel Release of Radionuclides and Generation of Aerosol”, Proceedings of an Intl. Symp. On Source Term Evaluation for Accident Conditions (IAEA Proceedings Series), Ohio (USA), October 28 – November 1, (1985) 13. G.W. PARKER et al., “Source Term Evaluations From Recent Core-Melt Experiments, Proceedings of an Intl. Symp. On Source Term Evaluation for Accident Conditions (IAEA Proceedings Series), Ohio (USA), October 28 – November 1, (1985) 14. D. JACQUEMAIN and B. CLEMENT, “ Fission Product release, Transport and Chemistry Indications from the First Two PHEBUS-FP Tests”, Proceedings of the Workshop On Severe Accident Research (JAERI-Conf 98-009), Yokohama (Japan), October 6-8, (1997) 15. A.W. CRONENBERG and S. LANGER, “Consideration of Cesium and Iodine Chemistry and Transport Behavior During The Three Mile Island Unit 2 Accident, Nuclear Technology, Vol. 87, August, (1989) 16. D.A. PETTI et al., “Analysis of Fission Product Release Behavior From The Three Mile Island Unit 2 Core”, Nuclear Technology, Vol. 87, August, (1989) 17. A.T.D. BUTLAND and M.R.KUHLMAN, “Factors affecting Primary System Radionuclides Retention in an LWR Severe Accident”, Proceedings of an Intl. Symp. On Source Term Evaluation for Accident Conditions (IAEA Proceedings Series), Ohio (USA), October 28 – November 1, (1985) 18. A. MARKOVINA et al., “Review of the Major Predicted Phenomena During FP Transport and Deposition in the RCS and Containment Building Under Severe Accident Conditions, Fission Product Transport Processes In Reactor Accident (edited by J.T. Rogers), Hemisphere Publishing Corp., (1990) 19. A. HIDAKA et al., “Evaluation of Steam Generator U-Tube Integrity During PWR Station Blackout With Secondary System Depressurization”, JAERI-Research 99-067, (1999) 20. M. IGARASHI et al., “Deposition of Cesium Iodide Aerosol within Horizontal Straight Pipe Under Severe Accident Condition”, Proceeding of the Workshop on Severe Accident Reasearch in Japan (JAERI-Memo 09-142), (1997) 70
Tabel 1. Kelas Radionuklida dalam MELCOR1.8.4. [5]. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama Kelas Material Gas Mulia Logam Alkali Logam tanah jarang Halogen Chalcogen Platinoids Elemen transisi Tetravalen Trivalen
10. 11. 12.
Uranium Kelompok sangat volatil Kelompok kurang volatil Boron Air Beton
13. 14. 15.
Simbol Xe Cs Ba I Te Ru Mo Ce La U Cd Sn
Anggota Elemen He, Ne, Ar, Kr, Xe, Rn, H, N Li, Na, K, Rb, Cs, Fr, Cu Be, Mg, Ca, Sr, Ba, Ra, Es, Fm F, Cl, Br, I, At O, S, Se, Te, Po Ru, Rh, Pd, Re, Os, Ir, Pt, Au, Ni V, Cr, Fe, Co, Mn, Nb, Mo, Tc, Ta, W Ti, Zr, Hf, Ce, Th, Pa, Np, Pu, C Al, Sc, Y, La, Ac, Pr, Nd, Pm, Sm, Eu, Gd, Tb, Dy, Ho, Er, Tm, Yb, Lu, Am, Cm, Bk, Cf U Cd, Hg, Zn, As, Sb, Pb, Tl, Bi Ga, Ge, In, Sn, Ag
B H2O -
B, Si, P H2O -
Tabel 2. Waktu pelepasan celah. Bagian Ring 1 Ring 2 Ring 3
Perhitungan 1 11.492 11.612 11.889
Waktu (detik)* Perhitungan 2A Perhitungan 2B 11.188 4750 11.332 4835 11.664 5008
Perhitungan 2C 10.557 10.637 10.906
*dari inisiasi kecelakaan kehilangan catu daya
Tabel 3. Massa dan fraksi pelepasan radionuklida. Kelas Radionuklida Xe Cs CsI Te
Perhitungan 1 Massa Fraksi (kg) (%) 147,5 50 100 45 12 42 10 40
Perhitungan 2A Massa Fraksi (kg) (%) 225 76 120 60 20 70 18 70
Perhitungan 2B Massa Fraksi (kg) (%) 90 30 60 30 ~8 28 ~2 8
Perhitungan 2C Massa Fraksi (kg) (%) 200 68 120 60 ~ 20 70 ~ 20 80
71
Gambar 1. Evolusi temperatur kelongsong di ring 1 (perhitungan 1).
Gambar 2. Massa radionuklida yang dilepas dari teras (perhitungan 1).
72
Gambar 3. Mass radionuklida terdeposit di untai A (perhitungan 1).
Gambar 4. Evolusi temperatur kelongsong di ring 1 (perhitungan 2A).
73
Gambar 5. Massa radionuklida yang dilepas dari teras (perhitungan 2A).
Gambar 6. Mass radionuklida terdeposit di untai A (perhitungan 2A).
74
Gambar 7. Evolusi temperatur kelongsong di ring 1 (perhitungan 2B).
Gambar 8. Massa radionuklida yang dilepas dari teras (perhitungan 2B).
75
Gambar 9. Massa radionuklida terdeposit di untai A (perhitungan 2B).
Gambar 10. Evolusi temperatur kelongsong di ring 1 (perhitungan 2C).
76
Gambar 11. Massa radionuklida yang dilepas dari teras (perhitungan 2C).
Gambar 12. Massa radionuklida terdeposit di untai A (perhitungan 2C).
77
relief valve
tabung penekan tabung U
pembangkit uap
surge line
hot leg
cold leg cross over leg
pompa primer
teras
Gambar 13. Transpor dan deposisi radionuklida dalam kasus TMLB’.
relief valve
tabung penekan tabung U
pembangkit uap
surge line
hot leg
cold leg
teras
pompa primer
cross over leg
Gambar 14. Transpor dan deposisi radionuklida dalam kasus S3-TMLB’.
78
Home