IDENTIFIKASI KEGAGALAN PROSES PADA SISTEM PENDINGIN PRIMER REAKTOR NUKLIR Affandi Jamil*, Endang Rosadi**
ABSTRAK IDENTIFIKASI KEGAGALAN PROSES PADA SISTEM PENDINGIN PRIMER REAKTOR NUKLIR. Telah dilakukan studi identifikasi kegagalan proses pada sistem pendingin primer reaktor nuklir dengan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST). Penyebab utama kegagalan proses ini diawalai dengan terjadinya sejumlah alarm baik yang non prioritas maupun dengan prioritas tinggi dengan hubungan sebab akibat. Alarm prioritas tinggi dikelompokkan pada reactor protection system (RPS), yang kemunculannya dapat menyebabkan reaktor scram. Terdapat 41 pola hubungan sebab akibat yang digunakan pada proses pelatihan dengan menggunkanan algoritma belajar back propagation (BP). Secara umum hubungan sebab akibat antara alarm dan kegagalan suatu proses dapat dipetakan oleh JST secara mudah. Hasil yang diperoleh, JST dapat mengidentifikasi kegagalan proses pada beberapa kasus alarm ganda, tidak lengkap sebagai akibat kegagalan sensor meskipun pola tersebut tidak dikenalkan pada proses pelatihan.
PENDAHULUAN Pada suatu instalasi nuklir, identifikasi kegagalan proses merupakan hal yang sangat penting, selain untuk menjaga kelangsungan proses, kebutuhan perawatan instrumen maupun efisiensi proses juga menyangkut masalah keselamatan. Indikator kegagalan proses ditandai dengan munculnya sejumlah alarm penting yang menggambarkan kondisi dari suatu kegagalan. Pada sistem operasi reaktor, alarm aktif secara langsung berasal dari proses reaktor berupa data analog dan biner. Pada reaktor riset G.A. Siwabessy jumlah parameter proses yang harus dipantau terdiri dari: 2176 kanal biner, 512 kanal analog dan sejumlah kanal R (data analog tidak langsung, hasil perhitungan). Parameter penting dengan prioritas utama dikelompokkan pada kategori reactor protection system (RPS). Operator harus dapat mengelola alarm aktif, menindaklanjuti sesuai prosedur operasi dan mampu melakukan diagnostik secara efektif dan efisien. Akan tetapi, ketika malfunction terjadi, alarm aktif yang muncul akan lebih banyak sehingga sangat sulit bagi operator yang ahli sekalipun menyeleksi alarm penting dengan prioritas tinggi dan mengidentifikasi gangguan dari sistem maupun sub-sistem proses reaktor. Identifikasi kegagalan proses dengan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST) diharapkan dapat membantu mengatasi memecahkan persoalan tersebut. Sebagai studi awal, identifikasi dilakukan pada Sistem Pendingin Primer karena alarm pada sistem *
Pusat Pengembangan Perangkat Nuklir, Batan Pusat Pengembangan Teknologi Informatika dan Komputasi, Batan
**
ini termasuk dalam kelompok RPS yang kemunculannya dapat menyebabkan reaktor scram (sistem inter lock).
METODA PENGOLAHAN DAN DIAGNOSTIK ALARM Secara umum hubungan alarm dengan kondisi kegagalan proses reaktor dapat dituliskan sebagai berikut:
Ci = Ai
(1)
dimana ci adalah kondisi dari suatu kegagalan proses dan Ai pola alarm. Diagnostik alarm ganda diperoleh dengan melakukan inversi alarm yang terjadi terhadap kondisi kegagalan proses dengan hubungan sebagai berikut:
An ⇒ c?
(2)
dengan An pola alarm datang yang tidak diketahui dan c? adalah pola yang mengindikasikan suatu kegagalan proses yang terjadi. Selanjutnya, untuk melakukan diagnostik penyebab kegagalan digunakan JST. JST melakukan identifikasi pada hubungan kondisi kegagalan melalui proses pelatihan terhadap pola alarm datang.
MODEL JST BACK PROPAGATION
Konsep Dasar JST JST yang digunakan adalah JST tiga-lapis dengan menggunakan algoritma back propagation (BP) dengan alasan bahwa JST ini yang cukup popular saat ini dan dapat dipahami dalam beberapa tingkatan. Pada tingkat pertama, ia merupakan kumpulan dari persamaan-persamaan vektor; pada tingkat lainnya dapat dipandang sebagai suatu program komputer dan tingkat lainnya lagi, dipandang sebagai suatu sistem berlapis dengan sel-sel yang saling berinteraksi. Pemetaan relasi input/output tiga lapis (k x m x n) dapat direpresentasikan dalam notasi vektor. Jika I adalah input yang merupakan vektor kolom dengan dimensi k dan H adalah lapisan hidden dengan dimensi m, maka
H = D1 [Whi I ]
(3)
dimana Whi adalah matriks bobot k x m yang mengubungkan lapisan input dengan hidden dan D1 adalah operator matris diagonal m x m dalam bentuk fungsi sigmoid
σ( x ) =
1
(4)
1 + e− x
Pada lapisan output dapat direpresentasikan sebagai
O = D2 [Woh I ] = D2 [Woh [D1 [Woh I ]]]
(5)
dimana D2 adalah oparator matriks diagonal n x n dengan fungsi sigmoid seperti pada persamaan (4) dan Woh adalah matriks bobot n x m yang menghubungkan lapisan hidden dengan output.
Algoritma Back Propagation Inti dari algoritma belajar back propagation (BP) ini terletak pada kemampuannya untuk mengubah nilai-nilai bobotnya untuk merespon adanya error. Algoritma ini mengadopsi aturan generalized delta rule (GDR) yang secara iteratif meminimalkan total mean square error (MSE) yang diberikan oleh persamaan berikut
E= 1
2M
∑ ∑ [Dnm − Onm ] M
N
2
(6)
m =1 n =1
dimana M dan N merupakan jumlah sample pola yang merepresentasiakan jumlah lapisan input dan output. Dnm adalah taget ke-n pada pola input ke-m dan Onm sebagai output aktual pada unit yang sama. Jumlah perkalian antara input dan bobot koneksi dari setiap sel adalah
net (j L ) = ∑ w(jiL ) xi( L − 1 )
(7)
i (L) dimana w ji adalah bobot pada koneksi sel ke-I, lapis ke- (L-1) dan sel ke-j pada
lapis ke-L. Output pada sel ke-j lapis ke-L adalah
σ ( net (j L ) ) =
1 1 + exp[ −( ∑ w(jiL ) xi( L − 1 ) )]
(8)
i
Perbaikan bobot dihitung melalui persamaan
∆w(jiL ) ( m + 1 ) = ηδ (j L ) x (j L − 1 ) + ∆w(jiL ) ( m ) (L)
Error δ j
(9)
pada sel ke-j lapisan ke-L, jika lapisan ke-L output adalah
δ (j L ) = ( d (j L ) − x (j L ) )x (j L ) ( 1 − x (j L ) )
(10)
dan jika lapisan ke-L hidden maka
δ (j L ) = x(j L )( 1 − x(j L ) )∑ δ k( L +1 )w(kjL + 1 )
(11)
k (L) dimana d j pada persamaan (10) adalah output target pada sel ke-j lapisan output.
KONSTRUKSI PELATIHAN Data pelatihan didasarkan hubungan sebab-akibat seperti ditunjukkan pada gambar.1, dimana jumlah kondisi kegagalan utama 9 yang berhubungan dengan 12 alarm. Uraian kondisi kegagalan dan daftar alarm dapat dilihat pada Tabel I dan II. Pada gambar.1, terlihat kemungkinan himpunan alarm yang menyebabkan kondisi kegagalan c1 dengan susunan sebagai berikut { a1 }, {a1, a3}, {a1, a3, a4 },{a1, a3, a5}, dan seterusnya. Terdapat 41 kemungkinan himpunan alarm yang menyebabkan kegagalan operasi reaktor.
Gambar 1. Hubungan sebab-akibat alarm pada Sistem Pendingin Primer. Pada Table III, pola kegagalan operasi dapat ditranspose ke dalam data template alarm. Template ini berisikan data setiap kegagalan dalam vektor input alarm seperti berikut: Ai = [Vi1, Vi2, …Vij, , …] T (12) dimana Ai vektor kolom yang menentukan kegagalan ci, dan Vij diberikan nilai 0 dan 1, keduanya mengindikasikan keadaaan on dan off alarm aj. Terdapat 41 pasangan input/output yang merupakan pola dasar kegagalan proses. Sebagai ilustrasi, digunakan lapisan input terdiri dari 12 alarm, lapisan hidden berisi 24 sel, dan pada lapisan output terdapat 9 sel sebagai identifikasi kegagalan proses. Tabel I. Kondisi Kegagalan pada Sistem Pendingin Primer[3]. Kondisi c1 c2 c3 c4 c5 c6 c7 c8 c9
Uraian kegagalan system Seal injection filter blockage Charging pump failure Seal injection water high temperature Reactor coolant system pressure less than 400 psig No. 1 seal damaged Volume control tank (VCT) back pressure high No. 2 seal damaged Insufficient component cooling water flow to RCP Motor bearing damaged
Tabel II. Alarm pada Sistem Pendingin Primer[3].
Kode Alarm a1 a2 a3 a4 a5 a6 a7 a8 a9 a10 a11 a12
Keterangan Alarm Seal injection filter differential pressure high Charging pump flow low Seal injection flow low No. 1 seal differential pressure high No. 1 seal leak-off flow low Standpipe level low Standpipe level high No. 1 seal leak-off flow high Thermal barrier flow low Thermal barrier temperature high Bearing flow low Bearing temperature high
Tabel III. Contoh Data Template Alarm.
Kode Alarm c1 c2 … ci …
a1 … … … Vi1 …
a2 … … … Vi2 …
Gejala Alarm … … … … … …
aj … … … Vij …
… … … … … …
Gambar 2. Struktur implementasi JST
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelatihan JST Pola input/output kegagalan proses sistem pendingin primer dapat dilihat pada tabel IV. Target error yang ingin dicapai pada proses pelatihan adalah 0,0001. Pelatihan dilakukan pada komputer PC Pentium III degan menggunakan bahasa C. Pada awal iterasi konvergensi dicapai dengan cepat, tetapi untuk iterasi yang besar kecepatan menurun perlahan . Mean error square (MSE) terkecil yang tercapai 0,00018 dengan waktu yang cukup lama (dalam orde jam). Dengan memberikan pola input yang dilatihkan pada JST dan memprosesnya dengan bobot hasil pelatihan diperoleh output hasil pelatihan seperti terlihat pada table V, dan menunjukkan hasil yang mendekati pola.
Studi Sensitivitas pada Kondisi Pelatihan Konstanta belajar. Kecepatan konvergensi merupakan fungsi dari konstanta belajar. Semakin besar nilai konstanta belajar perubahan bobot akan besar pula. Terlihat pada gambar.3, nilai konstanta belajar yang besar konvergensi dicapai dengan cepat. Jumlah lapisan. Terlihat pada gambar4 kecepatan konvergensi diperoleh pada kombinasi lapisan 12–24–9.
Studi Kasus Operasi Proses Pola alarm tunggal. Pada kasus alarm tunggal {a6, diidentifikasi output kegagalan proses c6 (volume control tank back pressure high). Hasil ini sesuai dengan data template pada table VI. Pola alarm tidak terlatih. Pada kasus alarm yang tidak diperkenalkan pada proses pelatihan, Untuk kasus pertama {a1, a4, a6, a10} pola output yang teridentifikasi adalah c1 (seal injection filter blockage). Pada kasus kedua dengan pola alarm {a1, a4, a8, a12} pola input kegagalan proses di luar jangakauan data input pelatihan dan JST melakukan ekstrapolasi terhadap data tersebut sehingga diperoleh hasil identifikasi tidak terdapat kegagalan proses. Pada sistem real kasus seperti ini memang terjadi.[3] Pola alarm tidak lengkap. Pola alarm tidak lengkap atau mengandung noise, mungkin terjadi karena aktivitas perawatan atau tidak berfungsinya sensor. [3] Untuk kasus 1 dengan pola alarm {a2, a3, a4, a5} berkaitan dengan kegagalan pada charging pump failure. Pada kasus 2 pola alarm {a3}, pada pola pelatihan himpunan alarm adalah {a1,a3} atau {a2,a3}, dengan asumsi bahwa alarm a1 atau a2 tidak muncul, maka terdapat dua kemungkinan kegagalan proses; c1 dan c2. Pola alarm ganda. Pada kasus 1 dengan pola {a4, a8}, output yang dihasilkan c7 (volume control tank back pressure high). Hasil ini sesuai dengan data template pada table IV. Pada kasus 2 dengan pola tidak terlatih {a6, a7, a8} dihasilkan identifikasi kegagalan tunggal c6, bukan c6 dan c7. Hal ini terjadi karena pada pola latihan {a6, a8} untuk output c6 dan {a8} untuk output c7 merupakan sustu kegagalan proses yang tidak saling bergantung.
Training Rate 0.25
q=0.1 q=0.3 q=0.5 q=0.7 q=0.8 q=0.9
Mean Square Error
0.2
0.15
0.1
0.05
0 0
1000
2000
3000
4000 5000 6000 Training Cycles
7000
8000
9000
10000
Gambar 3. Kecepatan konvergensi dengan konstanta belajar berbeda.
Training Rate 0.035
sel sel sel sel sel sel
0.03
Mean Square Error
0.025
0.02
0.015
0.01
0.005
0 0
0.2
0.4
0.6
0.8 1 1.2 Training Cycles
1.4
1.6
1.8
2 x 10
4
Gambar 4. Kecepatan konvergensi pada sel hidden berbeda.
4 8 12 16 20 24
KESIMPULAN 1. Hasil pengenalan pola input/output alarm dan kegagalan pada proses pelatihan dengan algoritma back propagation diperoleh bahwa JST dapat mengidentifikasi kegagalan proses dengan baik. 2. Meskipun data tidak terlatih atau data tidak lengkap karena kesalahan pada sensor, JST dapat mendiagnosis kegagalan secara tepat. 3. Kegagalan ganda dapat dikenali dengan mudah oleh JST. 4. Proses pelatihan dengan back propagation mencapai konvergensi pada MSE 0,0001 memerlukan waktu yang cukup lama. 5. Konvergensi dicapai dengan cepat untuk konstanta belajar 0,9 dan arsitektur JST 12–24–09.
DAFTAR PUSTAKA 1. Kosko,B., “Neural Networks and Fuzzy Systems: A Dynamical Systems Approach To Machine Intelligence”, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ, 1991. 2. Rao, Valluru and Rao, Hayagriva, “C++ Neural Networks and Fuzzy”, LogicMIS:Press, New York, 1993. 3. S.W.Cheon, “Application of Neural Networks to Multiple Alarm Processing and Diagnosis in Nuclear Power Plant”, IEEE Trans. Nucl. Sci., vol.40, no.1, Feb. 1993. 4. S.S.Choi, “Development of an On-Line Fuzzy Expert System for Integrated Alarm Processing in Nuclear Power Plants”, IEEE Trans. Nucl. Sci., vol.42, no.4, Aug 1995. 5. Suhermanto, S.Kundo, K.Furuta, “A System Automation for Abnormality Identification in Diagnostic Monitoring: Vibrations, Leakage and Loose Parts in Reactor Circuits of NPP Using Artificial Neural Network”, Proceeding, Third Scientific Meeting, Indonesian Atomic Energy Student in Japan. Atom ’94, Tokyo Institute of Technology, March 4, 1994. 6. Syarif, “Sistem Pakar untuk Penilaian Keselamatan Operasi dan Perawatan Reaktor Kartini”, Prosiding Seminar Sains dan Teknologi P3TkN – BATAN Bandung, 11 – 12 Juli 2000.
HOME
KOMPUTASI DALAM SAINS DAN TEKNOLOGI NUKLIR XII