Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), ISSN 1410-9565 Volume 10 Nomor 1 Juli 2007 (Volume 10, Number 1, July, 2007) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Technology Center)
SIMULASI EKSPERIMENTAL KECELAKAAN PARAH PADA PEMAHAMAN ASPEK MANAJEMEN KECELAKAAN Mulya Juarsa Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir - BATAN ABSTRAK SIMULASI EKSPERIMENTAL KECELAKAAN PARAH PADA PEMAHAMAN ASPEK MANAJEMEN KECELAKAN. Kegiatan dalam manajemen kecelakaan merupakan kegiatan utama dalam desain, konstruksi dan pengoperasian yang mengandung resiko kecelakaan dan pelepasan radiasi. Pemahaman aspek manajemen kecelakaan dapat dilakukan melalui kegiatan penelitian dan kajian pada peristiwa kecelakaan yang telah terjadi dan yang dipostulasikan akan terjadi. Salah satu aspek dalam manajemen kecelakaan adalah bagaiamana menjaga kemungkinan pelepasan radiasi ke lingkungan tanpa terkendali selama kejadian kecelakaan parah. Sehingga penelitian terkait kecelakaan parah menjadi penting dilakukan untuk memahami fenomena yang timbul selama kejadian berlangsung. Penelitian dilakukan menggunakan alat eksperimen untuk simulasi kecelakaan parah dengan ukuran celah anulus 7,0 mm dan 1,0 mm dengan temperatur awal batang pemanas 550oC. Fluida pendingin adalah air dengan temperatur saturasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluks kalor pada celah 7,0 mm lebih tinggi dari ukuran celah 1,0 mm. Kapasitas panas akan mengalami perlambatan pengurangan untuk ukuran celah 1,0 mm. Sehingga, penambahan kapasitas air ke dalam dinding luar bejana maupun bagian pada saat terjadi kecelakaan parah menjadi tindakan atau prosedur yang harus dilakukan. Kata kunci : manajemen kecelakaan, kecelakaan parah, radioaktif ABSTRACT SEVERE ACCIDENT EXPERIMENTAL SIMULATION ON COMPREHENSION TO THE ASPECT OF ACCIDENT MANAGEMENT. The accident management activity is main activity on design, construction and operating which have accident risk and radiation release. Comprehension on accident management aspect could be done by assessment and research activities concerning accident event which has done or it postulated will happen. The most important thing in accident management is how to maintain the possibility of the product of radioactivity materials will not release to the environmental during severe accident. Then, the research concerning to severe accident become an important work which aim to understand a phenomenon during the accident. Experiment was done using experiment apparatus to simulate severe accident with annulus gap sizes 7.0 mm and 1.0 mm with heated rod initial temperature 550oC. Cooling fluid is water with saturation temperature. The result of this research shows that heat flux in gap size 7.0 mm is higher than gap size 1.0 mm. The heat capacity was decreased in slowly for gap size 1.0 mm. Then, addition of water capacities into outer wall of vessel and also the inner of vessel during the accident become a action or procedure that it must be done. Keywords : accident management, severe accident, radioactive PENDAHULUAN Penelitian kecelakaan parah (Severe Accident, SA) di seluruh dunia telah mengikuti resolusi mengenai banyaknya isu keselamatan, bahwa skenario SA yang dipostulasikan telah disikapi dengan seksama. Objek-objek penelitian[1] yang dikerjakan telah mengahasilkan pengetahuan dasar yang memadai, terkait (1) pengkajian resiko yang disikapi dari berbagai fasa skenario SA, dan (2) perencanaan suatu cara pengukuran dan pengkajian manajemen kecelakaan yang semakin efisien. Metodologi analisis SA termasuk beberapa isu penting yang tidak dapat dipertimbangkan secara individual. Penelitian terkait SA telah menjadi suatu keharusan dalam lingkup kegiatan riset terkait kecelakaan pada reaktor nuklir, khususnya SA, dimana hasil penelitian secara eksperimen akan lebih memperkuat pemecahaan masalah disamping simulasi komputer. Pentingnya simulasi komputer pada fenomena SA, yang pada akhirnya dapat memberikan pengetahuan yang menyeluruh pada sekuen kecelakaan, pelepasan produk fisi dan resiko terhadap populasi. Paket program komputer dalam simulasi merupakan akumulasi hasil-hasil eksperimen dan memperkanankan ekstrapolasi hasil
58
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol 10 No. 1 2007
ISSN 1410-9565
terhadap skala yang sesungguhnya. Sehingga, hubungan eksperimental dan simulasi komputer seperti halnya uang logam yang memiliki dua sisi, yang pada dasarnya telah menjadi metode yang dipertahankan hingga saat ini didalam memperkuat manajemen kecelakaan reaktor. Pemahaman fenomena kecelakaan yang terjadi, akan memberikan kontribusi dalam pengembangan desain reaktor nuklir yang memiliki performa handal dalam pencegahan penyebaran radioaktif ke lingkungan, terutama saat terjadinya kecelakaan. Penelitian terkait SA terbagi dalam beberapa isu yang menjadi prioritas[1], adalah: 1. Pendinginan lelehan/debris ex-vessel (ex-vessel debris/melt coolability),
2. 3. 4. 5.
Letupan uap ex-vessel (ex-vessel steam explosions), Kegagalan basemant (basemat failure), Lower head failure,
Core quenching, Kimia iodin, Intrumentasi dan diagnostik, Kegagalan tube pembangkit uap, Pembakaran dan campuran Hidrogen, 10. up-dating code-code yang telah ada, Penelitian yang telah dilakukan oleh PTRKN semenjak tahun 2000, terkait SA adalah isu pertama dan isu kelima. Penelitian mengenai core quenching sebagai urutan kejadian setelah terpicunya kegagalan pada sistem primer, pecahnya pipa primer yang akan mengurangi air pendingin teras (Loss of Coolant Accident, LOCA) akan mengaktuasi sistem pendingin teras darurat (Emergency Core Cooling System, ECCS). Peristiwa penggenangan kembali teras yang mengalami kekurangan air pendingin merupakan kejadian core quenching. Diharapkan proses tersebut dapat mendinginkan teras, sehingga integritas bahan bakar tetap terjaga di dalam kelongsong. Namun, apabila sekuen pendinginan teras darurat mengalami kegagalan, maka kejadian akan berlanjut menjadi kecelakaan parah, salah satunya adalah perangkat bahan bakar termasuk kelongsong dan bahan bakarnya mengalami pelelehan. Perisistiwa ini pernah terjadi pada rekator daya di Amerika Serikat, Three Mile Island unit 2 (TMI 2)yang merupakan reaktor jenis PWR dengan daya 900 MW [2]. Dalam kejadian tersebut, integritas bejana reaktor (Reactor Pressure Vessel, RPV) dapat terjaga. Penelitian kecelakaan parah telah dilakukan mulai tahun 2003 hingga saat ini. Makalah ini akan menyajikan hasil-hasil penelitian terkait simulasi kecelakaan parah yang merupakan gambaran proses pendingina pada celah anulus saar kecelakaan tersebut terjadi . 6. 7. 8. 9.
TEORI Kecelakaan Parah pada TMI 2 Kejadian kecelakaan pada PLTN TMI-2 dipicu oleh terhentinya pompa air-umpan (feed-water pump) yang secara otomatis reaktor akan shutdown dan turbin trip (berhenti), namun akibat terhentinya aliran pendingin pada sistem sekunder menyebabkan panas dari sistem primer tidak terdistribusikan secara merata melalui pembangkit uap ke sistem sekunder, sehingga keadaan ini meningkatkan tekanan sistem primer. Peningkatan tekanan pada sistem primer yang melampau batas operasinya (160 bar) menyebabkan pembukaan katup pembebas uap (relief valve) pada tabung penekan (pressurizer), setelah uap terlepas maka tekanan dalam sistem primer biasanya akan turun ke keadaan normal. Namun yang terjadi pada kasus TMI-2 adalah relief valve tetap terbuka sehingga uap terlepas secara dramatis, yang kemudian keadaan ini menjelma menjadi awal kecelakaan yang sebenarnya. Pelepasan uap pada sistem primer melalui tabung penekan akan menyebabkan tekanan sistem primer turun secara cepat. Namun korelasi penuruan tekanan dan temperatur rupanya tidak sama, sehingga temperatur pendingin berada di bawah temperatur saturasinya. Ketika selisih temperatur saturasi dan temperatur pendingin bernila positif, maka pendidihan terjadi di sebagian sistem primer, terutama pada teras (meskipun reaktor telah di-shutdown) sebagai akibat panas peluruhan yang masih tetap ada. Pendidihan timbul diteras dan pada bagian bahan bakar, yang mengarah pada berkurangnya volume air dalam teras karena air keluar secara kontinyu dalam bentuk uap. Keadaan ini diperparah oleh gagalnya sistem air-umpan (feed-water system) yang baru bekerja setelah 8 menit kecelakaan berlangsung. Dikarenakan air teras mengalami pendidihan dan gelembung uap telah menyelimuti permukaan kelongsong bahan bakar (fuel cladding) dalam bentuk didih film (film boiling) yang berlangsung lama, maka pada akhirnya fluks kalor kritis (Critical Heat Flux, CHF) yang memiliki kapasitas panas berlebih dan tidak terkonveksi secara baik ke air, namun terhalang oleh bagian uap yang menyelimuti kelongsong sehingga temperatur kelongsong telah melebihi titik lelehnya dan 59
Mulya Juarsa : Simulasi Eksperimental Kecelakaan Parah pada Pemahaman Aspek Manajemen Kecelakan
kemudian menyebabkan lelehnya bahan bakar dan sebagian teras. Gambar 1 menguraikan alur kejadian kecelakaan TMI 2.
Gambar 1. Alur kejadian kecelakaan TMI 2[3] Dari kecelakaan tersebut dapat disimpulkan bahwa, pemicu kecelakaan parah adalah, hilangnya sebagian besar air pendingin di sistem primer, dimana kejadian ini dapat dipersamakan dengan peristiwa kecelakaan air pendingin untuk kebocoran skala kecil (small break LOCA). LOCA tidak terkendali akibat sistem air-umpan telah gagal mendinginkan teras dan menyebabkan lelehnya teras, dimana kejadian ini merupakan kecelakaan parah. Kondisi akhir dari kecelakaan diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Keadaan akhir bejana pada kecelakaan TMI-2[3]
60
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol 10 No. 1 2007
ISSN 1410-9565
Gambar 3. Foto keadaan teras TMI 2 pasca kecelakaan[4] Gambar 3 menunjukkan keadaan dalam teras reaktor TMI 2 setelah kecelakaan, dokumentasi diperoleh selama investigasi oleh komisi keselamatan nuklir, Amerika tahun 1982. Proses Pendidihan Pada prinsipnya pendidihan akan terjadi apabila temperatur air memiliki nilai yang lebih tinggi dari temperatur saturasinya pada tekanan tertentu. Salah satunya adalah, ketika memanaskan air, pendidihan terjadi sesaat setelah temperatur air berada di atas temperatur saturasi air pada tekanan 1 bar, yaitu di atas 99,99oC. Demikian juga peristiwa kebalikannya adalah, pada proses penurunan tekanan. Jika tekanan air tiba-tiba turun dan berada di bawah tekanan saturasinya, maka air dengan seketika akan mendidih tanpa adanya inputan kalor, yang dikenal dengan peristiwa flashing. Proses pendidihan sendiri terbagi dalam dua kondisi fluida pendinginnya, yaitu didih alir dan didih kolam. Peristiwa didih kolam terjadi jika benda berada dalam air dan kemudian mengalami pemanasan hingga pendidihan terbentuk, atau benda panas tiba-tiba dimasukkan ke dalam air (immersed). Sedangkan jika ada benda panas yang tiba-tiba dialiri oleh air sebagai pendingin, maka pendidihan pun akan terbentuk secara konveksi paksa. Pendinginan merupakan kata lain dari didinginkannya suatu objek panas oleh media yang memiliki temperatur lebih rendah dari objek tersebut, bukan berarti harus mendekati titik nol.
61
Mulya Juarsa : Simulasi Eksperimental Kecelakaan Parah pada Pemahaman Aspek Manajemen Kecelakan
Gambar 4. Alur proses pendidihan pada kecelakaan PLTN Gambar 4 menunjukkan pembagian peristiwa pendidihan pada peristiwa kecelakaan reaktor nuklir. Kecelakaan kehilangan air pendingin memiliki pola didih aliran saat pendinginan teras oleh air yang diinjeksikan ke teras melalui ECCS, dimana pendinginan akan bergantung kepada laju aliran airnya. Sedangkan pada kecelakaan parah, seperti dinginnya debris (lelehan material di dalam teras) pada kecelakaan TMI-2, debris didinginkan oleh air yang masih tersisa di bagian bawah teras. Pada peristiwa tersebut, air yang tersisa terdorong oleh volume debris dan kemudian kembali lagi ke bawah karena gaya gravitasi, Kembalinya air ke bawah melalui celah sempit yang terbentuk antara debris dan dinding dalam bagian bawah plenum. PERALATAN EKSPERIMEN DAN PROSEDUR Kegiatan untuk mempelajari phenomena perpindahan panas pendidihan berdasarkan kecelakaan reaktor nuklir TMI-2, kegiatan penelitian telah dimulai dengan melakukan simulasi eksperimental hingga sekarang. Studi perpindahan panas pendidihan dilakukan melaui eksperimen untuk memahami karaklteristik perpindahan panas pendidihan pada celah sempit (narrow gap) untuk simulasi peristiwa kecelakaan parah (SA). Tahapan yang dilakukan adalah : Desan dan konstruksi alat eksperimen, Studi pustaka,Eksperimen dan analisis. Studi perpindahan pada celah sempit diarahkan pada pemahaman terhadap karaktersitik pendinginan pada celah panas yang terbentuk antara debris dan dinding dalam bejana reaktor. Studi tersebut dilakukan dengan membuat peralatan eksperimen (Gambar 5) yang didesain untuk mensimulasikan pendinginan pada celah sempit dengan capaian temperatur batang pemanas kurang lebih 900oC. Bentuk silinder anulus merupakan simulasi bagian vertikal pada bagian bawah plenum RPV, seperti diperlihatkan pada Gambar 6. 25
guyuran air karet Silikon
tangki air
TC-1
105
tabung Kuarsa ID = 27mm
Kelongsong SUS304 OD 25 mm, ID 13 mm
TC-1
pemanas listrik daya maks.1.5 kW OD = 12.6 mm
5
38
tam pang lintang kelongsong
167 TC-2
200
4
260 TC-3 TC-3
TC-2
TC-2 TC-1
13
celah sempit 1 mm
TC-3
PC & AD Board 55
1 3
catu daya AC
13
45
8
pengkondisi sinyal
Bagian Uji Celah Sempit
21
70
satuan :m m
Batang Pemanas
Gambar 5. Deskripsi peralatan eksperimen kecelakan parah Eksperimen dilakukan dengan memanaskan bagia uji hingga mencapai temperatur 550oC, kemudian setelah pemanas dimatikan, air dengan temperatur saturasi dialirkan ke dalam celah dari bagian atas untuk mendinginkan batang pemanas pada bagian celahnya.
62
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol 10 No. 1 2007
ISSN 1410-9565
A ir Lelehan K alor P anas K alor B ahan-bakar (debris) Kalor
C elah D inding R P V Gambar 6. Skematik keadaan akhir lelehan teras pada kecelakaan parah TMI-2 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran temperatur batang pemanas selama pendinginan (temperatur transien) dipresentasikan dalam bentuk kurva evolusi temperatur terhadap waktu untuk dua perbedaan ukuran celah. Gambar 7 menjelaskan pendinginan untuk celah ukuran 7,0 mm terjadi lebih cepat dibandingkan waktu pendinginan untuk celah ukuran 0,5 mm. Meskipun demikian, keduanya memiliki pola kecenderungan evolusi temperatur yang sama. Pada saat awal perpindahan panas terjadi hanya karena radiasi, sehingga tampak kurva lebih landai. Setelah beberapa saat, pada saat temperatur permukaan batang Stainless Steel (SS304) turun hingga mencapai temperatur di bawah temperatur minimum didih film, kemudian permukaan batang pemanas terbasahi air (wetting) dan perpindahan panas terjadi secara konveksi dua fasa (rejim pendidihan transisi dan inti). 550
550 Kurva Sejarah Temperatur untuk ukuran celah = 0,5 mm o Tawal =500 C TC-1 (20 mm dari atas) TC-3 (100 mm dari atas) TC-6 (220 mm dari atas)
400 350
o
450
500
Temperatur, T[ C]
o
Temperatur, T[ C]
500
300 Titik rewetting pada TC3 tr = 266,72 det.
250 200
o
Tr = 308 C
o
Tr = 252 C
Titik rewetting pada TC1 tr = 81,37 det.
150 100 50
Titik rewetting pada TC6 tr = 486,65 det.
100
450
o
400
T r = 334 C
350
Titik rewetting pada TC3 tr = 72,01 det.
300
o
Tr = 317 C
250 200
T itik rewetting pada TC6 t r = 59,79 det.
150
T r = 290 C
o
100
o
Tr = 346 C
0
Kurva Sejarah Temperatur untuk ukuran celah = 7 mm o Tawal=500 C TC-1 (20 mm dari atas) TC-3 (100 mm dari atas) TC-6 (220 mm dari atas)
T itik rew etting pada TC1 tr = 48,09 det.
200
300
400
500
600
50
0
100
200
300
Waktu, t[detik]
(a)
(b)
Gambar 7. Evolusi temperatur simulasi kecelakaan parah[5]
63
400
Waktu, t[detik]
500
600
2
Fluks Panas, q [kW/m ]
Mulya Juarsa : Simulasi Eksperimental Kecelakaan Parah pada Pemahaman Aspek Manajemen Kecelakan
3
10
Kurva Pendidihan untuk TC1(20 mm) o Pada temperatur awal 500 C gap = 0,5 mm gap = 7,0 mm
Kutateladze Didih Inti Lienhard dan Dhir Fluks Kalor Kritis
Murase et al. Didih Inti Low Superheat
Murase et al. Didih Transisi
Murase et al. Didih Inti High Superheat
2
10
Bromley Didih Film
Aliran Uap Laminer Nu=5
1
10
0
1
10
10
2
10
Wall Superheat, ∆ Tsat [K]
3
10
Gambar 8. Kurva didih simulasi Kecelakaan Parah[5] Gambar 8. memperlihatkan kurva pendidihan hasil perhitungan berdasarkan data temperatur yang tercatat oleh TC1. Perhitungan dilakukan dengan menyelesaiakan persamaan differensial orde-1 untuk konduksi panas pada silinder menggunakan TDMA dan metode finite elelement.
∂ 2T 1 ∂ T ∂ T ∂T =α 2 + = 0 untuk ∂t r ∂ t ∂t ∂t T = Tm (1b)
untuk
r = rin
(1a)
r = rout
dengan Tm adalah temperatur terukur, α merupakan difusivitas termal, rin and rout adalah jari-jari dalam dan jari-jari luar. Sumbu ordinat menunjukkan fluks panas yang dihitung. Sedangkan sumbu absis adalah wall superheat, yaitu selisih temperatur dinding dengan temperatur saturasi. Kondisi eksperimen yang terbaca pada sumbu tersebut dimulai dari sebelah kanan ke sebelah kiri yang menggambarkan proses pendinginan. Pada saat air mulai mengaliri celah sempit, fluks panas naik dengan segera dan pendidihan film berlangsung. Proses pendidihan film berlanjut hingga kondisi temperatur pendidihan film tercapai. Ketika itu, proses quenching terjadi dan fluks panas meningkat pesat. Saat itu, pendidihan terjadi pada rejim pendidihan transisi hingga mencapai FKK. Selanjutnya, fluks panas akan turun kembali dan pendidihan terjadi pada rejim pendidihan inti dan pendidihan satu fasa sampai mencapai temperatur kesetimbangan dengan air. Beberapa korelasi pembanding[6,7] digunakan dalam kurva pendidihan. Perpindahan panas yang terjadi pada celah ukuran 1,0 mm lebih rendah pada FKK, dibandingkan dengan usuran 7 mm yang lebeh cenderung ke proses didih kolam. KESIMPULAN Simulasi eksperimental yang dilakukan untuk memahami proses perpindahan panas pendidihan selama kecelakaan parah telah memberikan kontribusi yang jelas terkait rejim pendidihan yang terbentuk selama pendinginan. Kurva didihnya menunjukkan eksistensi keberadaan rejim didih film, kemudian rejim didih transisi dan diakhiri oleh rejim didih inti. Fluks kalor kritis pada kasus kecelakaan parah memiliki nilai yang lebih besar dari fluks kalor kritis pada kasus LOCA, yang memperjelas pula pengaruh aliran terhadap pendinginannya. Disimpulkan bahwa, rendahnya FKK pada celah ukuran 1,0 mm dibandingkan ukuran 7,0 mm menunjukkan kontribusi perpindahan panas oleh air lebih signifikan. Sehingga agar peristiwa kecelakaan dengan konsekuansi lelehan teras tidak merusak dinding bejana reaktor, maka proses pendinginan patut dibantu oleh sistem dukung lain, seperti siraman air pada bejana reaktor atau penambahan kuantitas air pada saat terjadinya pendinginan. Pencegaahan rusaknya bejana reaktor
64
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol 10 No. 1 2007
ISSN 1410-9565
akan mencegah konsekuensi pelepasan radioaktif ke lingkungan yang dapat terjadi secara besarbesaran. DAFTAR PUSTAKA 1. Broughto, J.M. Et Al (1989) A Scenario On The Three Mile Island Unit 2 Accident,” Nuclear Technology, 87(1) 2. Anre & MitI, How The Safety Of NPP Is Secured In Policy Terms, “Hopes To Make Safe More Secured”, Serial Publication, NPP Safety Demonstration/Analysis, Japan, 2001. 3. U.S. NRC Report, Fact Sheet On The Three Mile Island Accident, Http://Www.Nrc.Gov/ReadingRm/Doc-Collections/Fact-Sheets/3mile-Isle.Html, US, February, 2007. 4. Dickinson College, Three Mile Island Emergency, Virtual Museum, Http://Www.Threemileisland.Org/Virtual_Museum/July_1982.Html, US, 1982. 5. Juarsa, M (2002) Studi Kondisi Perpindahan Panas Selama Proses Pendinginan Secara Transien Pada Celah Sempit Vertical”, Prosiding Temu Ilmiah Ke-XI Persatuan Pelajar Indonesia (ISSN: 0918-7685), Nagoya 6. Huang, X.C. Et al (1994) Quenching Experiments With A Circular Test Section Of Medium Thermal Capacity Under Forced Convection Of Water, International Journal Of Heat Mass Transfer, 37(5):.803-818. 7. Bromley, L.A (1995) Heat Transfer Is Stable Film Boiling”, Chemical Engineering Progr., 46:.221
65