KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS/GALUR SORGUM TERHADAP PENYAKIT ANTRAKNOSA Soenartiningsih dan Rahmawati Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum sp merupakan salah satu penyakit utama pada sorgum dan dapat menurunkan produksi hingga 50%, Penyakit ini mempunyai tanaman inang cukup banyak sehingga sulit untuk dikendalikan. Penelitian ini adalah untuk menguji ketahanan 15 varietas/galur sorgum terhadap penyakit antraknosa, penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas penularan tertinggi terdapat pada Watar Hammu putih dengan intensitas 62,69% dan pada 15105 A 60,80%. Kedua varietas sangat rentan terhadap antraknosa, sedangkan yang rentan varietas 5-193 B dengan intensitas 45,40%; 4-183 A 42,60%; 15131 B 48,40% dan 67388 dengan intensitas 40,4%. Varietas yang bersifat agak tahan terhadap penyakit anthraknosa ada 5 yaitu B Empok, Kawali, 15105 D, 15006 A, 15020 B. Sedangkan yang tahan ada tiga varietas yaitu 15105 C, 115 C dan KT 1471-1, dan yang sangat tahan hanya varietas 1090 A. Kata kunci: Ketahanan, varietas/galur sorgum, antraknosa, dan Colletotrichum sp. PENDAHULUAN Sorgum (Sorghum bicolor) mempunyai potensi penting sebagai sumber karbohidrat bahan pangan, pakan dan komoditi ekspor. Namun potensi tersebut belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya karena adanya berbagai hambatan baik dari segi pemahaman akan manfaat sorgum maupun dari segi penerapan teknologi pembudidayaannya (Anonimus 1990). Selain faktor tersebut diatas, faktor abiotik yaitu hama dan penyakit adalah hambatan utama untuk produksi sorgum. Salah satu penyakit yang banyak menyerang tanaman sorgum adalah penyakit Antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit utama pada sorgum. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Italia pada tahun 1852 pada pertanaman jagung, sedang di Amerika Serikat pada tahun 1855, dan di Texas pada tahun 1912 (Frederiksen 1986). Penyakit ini berkembang baik pada tempat-tempat 489
Seminar Nasional Serealia 2011
yang mempunyai kondisi panas dan lembab. Cendawan ini memiliki beberapa inang alternatif selain sorgum yaitu pada jagung, gandum, tebu, dan sekelompok jenis rumput-rumputan tertentu. Antraknosa paling banyak menyerang sorgum, jagung dan gandum hitam, meskipun penyakit ini juga ditemukan pada 100 jenis rumput. Kehilangan hasil bisa mencapai 50% tetapi hal ini tergantung kapan tanaman terinfeksi. Penyakit antraknosa selain menyebabkan kerugian serius pada sorgum juga menyebabkan kerugian yang besar pada gandum tinggi rendahnya intensitas serangan penyakit anthraknosa dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban sekitar pertanaman, selain itu juga dipengaruhi oleh curah hujan (Casela et al. 2001) Gejala serangan Gejala penyakit ini pada awal infeksi terjadi bintik-bintik kecil dan mengalami pelukaan sampai 5 mm, bintik-bintik kecil ini kemudian
membesar dan menyatu sehingga daun menjadi layu. Pengembangan infeksi pertama di bawah daun lalu menyebar ke bagian atas daun dan batang, gejalanya berbentuk bulat panjang berwarna ungu sampai berwarna ke merah-merahan atau kekuningan. Menurut Casela et al. (2001) dalam minggu ke 6, hifa ditemukan menyelubungi permukaan akar dan menyerang epidermis, korteks, dan jaringan pembuluh Setelah 6 minggu terjadi Infeksi cendawan Collectroticum dapat menyebabkan terjadi pengkerdilan tanaman (Wharton dan Uribeondo 2004). Jika terjadi infeksi lebih awal maka tanaman dapat mengalami kematian lebih cepat dan tidak sampai mencapai kedewasaan pada varietas atau galur yang peka, penyakit ini dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan kuning. Penyakit ini juga dapat menyebabkan benih mengalami damping off, awal infeksi pada tanaman dapat menimbulkan luka kecil yang berbentuk bulat panjang tetapi tidak menimbulkan jelaga, dapat mengurangi pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut, dalam kasus yang parah tanaman mati sebelum mereka mencapai kedewasaan (Corrales and Frederiksen 1978). Gejala penyakit antraknosa disebabkan cendawan Colletroticum sp. yang menyerang daun dan batang. BAHAN DAN METODE Perbanyakan inokulum Daun dan batang terinfeksi cendawan Colletotrichum sp. diisolasi di media PDA kemudian diamati dibawah mikroskop dan diidentifikasi. Setelah diidentifikasi kemudian dimurnikan dan diinkubasi selama 14 hari di dalam inkubator, hasil pemurnian tersebut kemudian diperbanyak di media PDA.
490
Penelitian dilaksanakan di Maros pada Juli–September 2011, untuk menguji ketahanan 15 varietas/galur terhadap penyakit antraknosa. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Setiap varietas /galur yang diuji ditanam 4 baris tanaman, setiap baris terdapat 25 tanaman, jarak tanam 75 cm x 25 cm, penanaman pada setiap lubang 2-3 biji, setelah tumbuh kemudian dijarangkan hanya satu yang dibiarkan tumbuh. Pemupukan dilakukan pada waktu tanam dan 4 minggu setelah tanam (pemupukan susulan), takaran pupuk yang diberikan 300 kg Urea, 200 kg SP36 dan 100 kg KCl/ha dan pupuk Urea diberikan 2 kali. Penelitian ini menggunakan 15 varietas/galur sorgum, setelah tanaman berumur 30 hari diinokulasi dengan inokulum yang mengandung cendawan Colletotrichum sp. Cara inokulasi cendawan tersebut dengan melakukan penyemprotan pada pertanaman sorgum yang diuji. Nama–nama genotipe sorgum yang diuji adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
1090A 15105 C 115 C Watar Hammu Putih 5.193 B KT 147-1-1 B. Empok 4-183 A 15131 B Kawali 15105 D 15006 A 15105 A 15020 B 67388
Soenartiningsih Dan Rahmawati : Ketahanan Beberapa Varietas/Galur Sorgum Terhadap Penyakit Antraknosa
Data yang diamati Untuk Pengamatan penyakit antraknosa dilakukan pada 2, 4 dan 6 minggu setelah inokulasi, intensitas serangan penyakit anthraknosa digunakan rumus menurut Meyee dan Datar (1986) : I=
∑ (n x V)
X 100%
ZN
Keterangan : I = Intensitas serangan N = Jumlah daun yang terserang pada setiap kategori untuk setiap tanaman V = Nilai skor pada setiap daun yang terserang Z = Nilai skor yang tertinggi N = Jumlah tanaman yang diamati pada setiap serangan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi menunjukkan bahwa cendawan Colletotrichum sp, yang diisolasi mempunyai ciri-ciri konidiophor berbentuk oval atau silinder dan konidianya mempunyai ukuran 4,3 – 5,1 X 17,8 – 22,6 um, menurut Frederiksen, 1986 bahwa, bentuk dan
ukuran yang demikian menunjukkan kharakteristik dari cendawan Colletotrichum. Hasil pengamatan pada 15 varietas menunjukkan bahwa intensitas serangan penyakit antraknosa terus berkembang dengan meningkatnya umur tanaman, pengamatan pertama pada umur 4 minggu setelah inokulasi intensitas serangan pada pertanaman hanya mencapai 0–7,50% tetapi setelah 6 minggu setelah tanam intensitas serangan penyakit antraknosa 2,25%– 32,80 % dan yang tertinggi pada Watar hamma Putih dan 15105 A dengan intensitas serangan sudah mencapai 29,50%–32,80%. Penyakit antraknosa setelah 8 minggu diinokulasi maka ratarata intensitas serangan nya adalah 11,50–62,90 % dan terlihat semakin lama maka intensitas serangan semakin meningkat, tetapi setelah 8 minggu setelah tanam penyakit ini tidak terjadi peningkatan lagi (Tabel 2). Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa intensitas serangan yang tertinggi adalah pada Watar Hammu putih dengan intensitas serangannya 62,69% dan 15105 A mempunyai intensitas serangan
Tabel 1. Skoring tingkat serangan penyakit antraknosa dan kategori ketahanan varietas No
Persentase serangan
1 2 3 4 5
0 – 10 >10 – 20 > 20 – 40 > 40 – 60 > 60 – 100
Kategori Sangat tahan (ST) Tahan (T) Agak tahan (AT) Rentan (R) Sangat Rentan (SR)
Gambar 1. Konidia dari cendawan Colletotrichum sp. 491
Seminar Nasional Serealia 2011
Tabel 2. Rata-rata intensitas penularan penyakit antraknosa pada 15 varietas/galur sorgum Intensitas penularan (%) Varietas /galur 1090A 15105 C 115 C Watar Hammu Putih 5.193 B KT 147-1-1 B. Empok 4-183 A 15131 B Kawali 15105 D 15006 A 15105 A 15020 B 67388
4MSI 7,50 3,80 2,20 6,90 4,70 5,20 7,40 2,80 3,60
6MSI 4,25 4,75 5,50 32,8 10,6 4,50 9,80 12,75 16,45 6,20 4,25 11,75 29,50 10,60 12,20
8MSI 9,60 18,75 14,60 62,69 45,40 11,50 28,50 42,60 48,80 20,30 26,80 24,55 60,80 20,50 40,25
Kriteria ketahanan ST T T SR R T AT R R AT AT AT SR AT R
Keterangan : MSI (Minggu setelah inokulasi), R= Rentan, AR = Agak rentan, T = Tahan dan AT = Agak tahan
mencapai 60,80 % kedua varietas ini bersifat sangat rentan terhadap antraknosa. Sedangkan yang bersifat rentan ada empat varietas yaitu 5-193 B dengan intensitas serangan mencapai 45,40 %, 4-183 A intensitas serangannya 42,60%, 15131 B mempunyai intensitas serangan 48,40% dan 67388 mempunyai intensitas serangan 40,4%. Varietas/ galur yang bersifat agak tahan terhadap penyakit anthraknosa ada 5 yaitu B Empok, Kawali, 15105 D, 15006 A, 15020 B. Sedangkan yang bersifat tahan ada tiga varietas yaitu 15105 C, 115 C dan KT 147-1-1 dan yang bersifat sangat tahan hanya satu varietas yaitu 1090 A (Tabel 2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas penularan penyakit antraknosa di Kebun percobaan di Maros yang tertinggi pada varietas Watar Hammu putih yaitu 62,69% dibanding dengan penelitian di Malang varietas Watar Hammu putih intensitas serangan penyakit antraknosa bisa mencapai 87,60%. Hal ini kemungkinan kondisi temperatur di Maros sangat tinggi pada saat penelitian sekitar 30–320 C sedang di Malang saat penelitian 18–240 C dan kelembaban disekitar pertanaman di Malang 80–90% menyebabkan konidia cendawan Colletotrichum sp. dapat
492
berkembang lebih baik dibanding di Maros, sehingga intensitas serangan penyakit antraknosa di Malang lebih tinggi (Soenartiningsih 2010). Menurut Robert et al. (2009) yang mengatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan cendawan Colletotrichum sp. adalah sekitar 270C dan cendawan ini bisa bertahan pada benih atau gulma disekitar pertanaman dan penyebarannya melalui angin dan percikan air hujan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa 15 varietas/genotipe sorgum yang diuji mempunyai kriteria ketahanan bervariasi terhadap penyakit antraknosa, dua varietas sangat rentan yaitu Watar Hammu putih dan 15105 A. Sedangkan yang rentan ada empat varietas yaitu 5193, 4-183 A, 15131 B dan 67388. Varietas yang agak tahan terhadap penyakit antraknosa ada 5 yaitu B Empok, Kawali, 15105 D, 15006 A, 15020 B. Sedangkan yang tahan ada tiga varietas yaitu 15105 C, 115 C dan KT 147-1-1 dan yang sangat tahan adalah satu varietas 1090 A.
Soenartiningsih Dan Rahmawati : Ketahanan Beberapa Varietas/Galur Sorgum Terhadap Penyakit Antraknosa
DAFTAR PUSTAKA Anonimus, 1990. Teknologi budidaya sorgum Departemen Pertanian Balai Informasi Pertanian Propinsi Irian Jaya. Casela, C.R., F.G. Santos and A.S. Ferreira, 2001. Reaction of sorghum genotypes to the anthracnose fungus Colletotrichum graminicola. Fitopathologia Bra., 26: 197-200. Chala, A., T. Alemu, L.K. Prom and A.M. Tronsmo, 2009. Effect of host genotypes and Weather variables on the severity and temporal dynamics of sorghum anthracnose in Ethiopia. Plant Pathol.J.,9:39-46. Frederiksen, R. A. 1986. Compendium of Sorghum disease. Published by The American Phytopathological
493
Seminar Nasional Serealia 2011
Society. St. Paul, Minnesota. USA. 82 p. Mayee, C. D. and V.V. Datar. 1986. Phytopathometry technical bulletin. Maratwade Agricultural Univ., Pabhani India. Robert, P.D., K.L. Pernezny and T.A. Kucharek. 2009. Antracnose caused by Colletotrichum sp. on Sorghum. http://edis.ifas.ufl.edu. (Diakses 5 Agustus 2011). Soenartiningsih dan A. Talanca, 2010. Pengaruh penyakit Antraknosa (Colletotrichum sp) terhadap penurunan produksi sorgum. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan tahunan XX: PEI, PFI & HPTI. Makasar 30 November 2010. Wharton, P.S. and J.D. Uribeondo. 2004. Biology Colletotrichum acutatum . An. Jard. Bot. Madr. 61:3-22.