GAIRAH KERJA URANG SUNDA (Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya WAHANA, Vol. 2 No. 5 Tahun 2010, ISSN 0854-5876)
Oleh:
Yuyus Rustandi
FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2010
GAIRAH KERJA URANG SUNDA
Sebuah kata yang sering terdengar
pelarian ke alam kebatinan dan terlalu
dalam kehidupan urang Sunda adalah kata
besar percaya kepada nasib, sehingga
hoream yang mengandung arti sulit untuk
urang Sunda tidak bisa menonjol, sangat
ditempuh
tergantung kepada orang lain, dan mutu
atau tidak berselera untuk
menempuh dan mencapai sesuatu. Sebuah
kerja menurun.
kenyataan bahwa orang yang tidak pernah
Budaya
kerja
urang
Sunda
mengucapkan kata hoream adalah mereka
tergolong budaya santai, yang menyiratkan
yang
seakan tidak ada keharusan bagi urang
berhasil
dalam
menjalani
kehidupannya.
Sunda
mencapai
sesuatu.
Sedangkan
Menurut Herman Suardi (2001)
gairah kerja urang Sunda berada dalam
dalam kebiasaan kehidupan urang Sunda
kondisi yang lemah serta bersifat cepat
ditemui dua tipe manusia; yaitu manusia
menyerah. Kalau diruntut, tentu saja hal ini
yang selalu giat untuk menembus segala
terlihat dari kecenderungan bahwa urang
macam rintangan, dan manusia yang tidak
Sunda tidak memiliki orientasi ke depan.
memiliki
untuk
Pada umumnya urang Sunda bersifat masa
menembus segala rintangan, atau tipe
bodo terhadap hari depan. Sering terdengar
manusia yang mudah menyerah. Menurut
kata kumaha isuk, ungkapan ini tidak
Koentjaraningrat,
sifat
kemudian menjadi isukan kumaha. Oleh
pada umumnya
karena urang Sunda selalu mengatakan
adalah memilliki orientasi ke depan lemah,
kuma isuk, maka dalam kehidupan tidak
indikasi hal tersebut tampak dalam diri
pernah hemat dan kalau mendapat uang
urang Sunda yang tidak membiasakan diri
atau apapun dihabiskan tidak ditabung. Hal
menabung, hidup cenderung tidak hemat;
ini sering disebut rejeki maungeun. Tidak
masyarakat
kekuatan
mental
salah
Indonesia
satu
ada keyakinan bahwa hari depan dapat
carbow”. Selain itu urang Sunda terkesan
dibuat lebih baik dari hari ini. Hal ini
selalu berpaling ke akhirat. Karena tidak
berkaitan dengan sifat boros yang tidak
banyak sukses di dunia, maka urang Sunda
mau menyimpan segala sesuatu untuk hari
menghibur diri dengan suatu harapan,
depan.
apabila di dunia kehabisan, suatu saat nanti Urang Sunda sebenarnya banyak
kesempatan mencapai puncak usaha dan
akan memperoleh sesuatu yang baik di akhirat.
karir apapun, namun disayangkan selalu
Pada umumnya para pengusaha di
hadir ilustrasi hoream, sebagai contoh
kalangan rakyat bertindak menurut kaidah-
dalam kehidupan para petani Sunda,
kaidah bisnis. Namun ada pula dalam
kerbau atau sapi penarik bajak sudah
pelaksanaannya
berhenti sebelum datangnya siang hari, hal
memberikan respon apabila menemukan
ini dikenal dengan sebutan wanci pecat
kesempatan. Para pembuat sepatu di
sawed (sawed: peralatan bajak yang
Ciomas Bogor tergolong pengusaha yang
menempel di pundak kerbau tau sapi).
maju, namun bila pesanan meningkat
Lalu kerbau pun berkubang, sementara
cukup
Bapak Tani beristirahat sambil menyantap
meningkatkan
sarapannya. Namun konon di Thailand,
pesanan.
kerbau tersebut membajak sawah sampai
memadai, tetapi uang tersebut digunakan
sore hari, dan tentu saja hal ini bukan
untuk tujuan-tujuan lain yang sifatnya
disebabkan oleh spesies yang berbeda
konsumtif, dan meskipun ada kesempatan,
antara
kerbau
jatah uang tersebut tidak dapat dialihkan
penyelidikan
pada bidang produksi karena bidang
spesiesnya sama, yang membedakan bukan
konsumtif pun mempunyai kaitan dengan
kerbaunya, tetapi “the man behind the
orang lain yang tidak bisa ditunda.
kerbau
Thailand.
Sunda Menurut
dengan
besar,
lamban
mereka produksi
Modal
dalam
hanya
mampu
setengah
mereka
lebih
dari dari
Sifat-sifat urang Sunda di atas,
karena ada anekdot menak yang tidak
disebut pula dengan lemah karsa. Lemah
pernah bekerja tetapi lantang dalam suruh
karsa bukanlah malas, tapi seseorang yang
menyuruh. Sementara itu yang bekerja
dihinggapi lemah karsa berperilaku sangat
hanyalah somah, seperti petani, buruh,
lunak, tidak ada paksaan untuk mencapai
rakyat jelata.
kesuksesan. Gairah kerja urang Sunda
Pandangan
hidup
kita
sangat
tidak mengharuskan seseorang mencapai
berbeda dengan masyarakat maju. Bekerja
prestasi, yang terpenting adalah hidup
pada masyarakat maju adalah harga diri,
cukup dan dapat bertahan.
mereka merasa berdosa bila tidak ada yang
Dalam biasanya
bila
hal
cepat
menghadapi
menyerah, kesulitan
dikerjakan. Para orang tua pun tetap bekerja,
tidak
pernah
mengandalkan
mengucapkan ngajerit maratan langit
pertolongan orang lain, termasuk dari anak
ngoceak
cucunya. Timbulnya penyakit lemah karsa
maratan
jagat,
bukannya
berupaya usaha yang maratan langit.
ini
Selain itu pundungan, hal ini bertolak
pandangan dan pergeseran orientasi dalam
belakang jika dibandingkan dengan Wong
ajaran Islam, masyarakat Indonesia pada
Jowo, sehingga Wong Jowo lah yang
umumnya dan urang Sunda khususnya
menduduki tempat-tempat strategis di
terlalu menafsirkan akhirat lebih penting
pabrik atau perusahaan.
daripada dunia, padahal jelas-jelas Allah
Gariah kerja masyarakat Indonesia
berkaitan
SWT
pula dengan kesalahan
memerintahkan
manusia
untuk
pada umumnya dan urang Sunda khusunya
menjadi khalifatullah yang memandang
adalah lemah. Dalam sistem masyarakat
dunia akherat sama pentingnya, dan hadis
kita, kerja tidak dihargai seperti dalam
Nabi yang artinya: “bekerjalah seolah-olah
sistem masyarakat maju. Masyarakat kita
kamu akan hidup selama-lamanya, dan
mendambakan agar tidak usah berkerja,
beribadahlah seolah-olah kamu akan mati besok”. Tulisan
ini
berupaya
menggambarkan gairah kerja urang Sunda pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Gairah kerja Urang Sunda adalah lemah. Pandangan tentang kerja dalam masyarakat kita kurang dihargai, karena kerja hanyalah untuk para somah (rakyat), petani, buruh, pedagang, dsb. sementara masyarakat kita umumnya ingin menjadi menak atau juragan yang tidak bekerja.
Cepat
menyerah
merupakan
karakteristik yang menonjol dari lima sifat lemah karsa. Urang Sunda menyukai uangkapan ngajerit maratan langit, dan suka pundungan.
DAFTAR PUSTAKA
Boeke, J.H. Pra Kapitalisme di Asia. Jakarta: Sinar Harapan. 1983 Burger, D.H. Perubahan-Perubahan Struktur Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Bharata Karya Aksara. 1983 Geertz, Clifford. Agricultural Involution. Jakarta: 1963 Herman Suardi. Respons Masyarakat Pedesaan Terhadap Modernisasi Produksi Pertanian, Terutama Padi. Yogjakarta: Gajah Mada University Press. 1976 Herman Suardi. Roda Berputar, Dunia Bergulir. Kognisi Baru Tentang Timbul Tenggelamnya Sivilisasi. Bandung: Bakti Mandiri. 1999 Hasan Mustafa. Etos Kerja Dalam Era Industrialisasi. Disertasi Universitas Pajajaran. 1996 Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: 1983 Konferensi Internasional Budaya Sunda I, “Pewarisan Budaya Sunda di Tengah Arus Globalisasi”, Gedung Merdeka, Bandung, 22-25 Agustus 2001