1
FUNGSIONALISASI HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNAAN IZIN TINGGAL (Jurnal)
Oleh: RURI KEMALA DESRIANI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015
1
FUNGSIONALISASI HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNAAN IZIN TINGGAL Ruri Kemala Desriani, Nikmah Rosidah, Tri Andrisman email:
[email protected] Abstrak Fungsionalisasi hukum pidana terhadap pelaku penyalahgunaan izin tinggal belum difungsikan secara efektif sebagai salah satu sarana dalam melakukan penegakan hukum. Para pelaku penyalahgunaan izin tinggal dikenakan tindakan administratif yang seharusnya dapat digunakan tindakan pro justicia. Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa di dalam ruang lingkup Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung tindak pidana keimigrasian yang berupa penyalahgunaan izin tinggal yang ada selama ini belum ada satu kasus yang penyelesaiannya melalui tindakan pro justicia, tetapi melalui penjatuhan sanksi administratif, padahal kasus penyalahgunaan izin tinggal termasuk golongan tindak kejahatan yang mana seharusnya diproses melalui tindakan pro justicia, sehingga hukum pidana dalam tahap ini dapat difungsikan sebagai upaya terkuat untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan izin tinggal. Faktor-faktor yang menghambat fungsi hukum pidana dalam hal ini adalah undang-undang keimigrasian belum mampu mengakomodir mengenai tindak pidana penyalahgunaan izin tinggal, faktor aparat penegak hukumnya dalam hal ini kurangnya petugas penyidik imigrasi yang hanya terdapat tiga orang PPNS Keimigrasian di Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung, dan faktor sarana/fasilitas yaitu masih kurangnya ruang detensi imigrasi yang terdapat di Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung, serta faktor masyarakat yaitu kurangnya peran masyarakat akibat ketidaktahuan karena kurangnya sosialisasi dalam bidang keimigrasian. Saran penulis seharusnya aparat penegak hukum dapat bertindak secara tegas dan tidak hanya menggunakan tindakan administratif dalam penegakan hukumnya tetapi dengan penjatuhan sanksi pidana penjara sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi para pelaku. Selain itu, seharusnya pemerintah menambahkan anggota PPNS Keimigrasian, dan juga membangun ruang detensi imigrasi serta mengadakan sosialisasi kepada masyarakat dalam bidang keimigrasian. Kata Kunci : Fungsionalisasi Hukum, Penyalahgunaan, Izin Tinggal.
2
THE FUNCTIONALIZATION OF CRIMINAL LAW AGAINST THE PERPETRATORS OF RESIDENCE PERMIT MISUSE Ruri Kemala Desriani, Nikmah Rosidah, Tri Andrisman email:
[email protected] Abstract The functionalization of criminal law toward the perpetrators of residence permit misuse have not been functioned effectively as means of law enforcement. The perpetrators of residence permit misuse are charged by administrative treat which can necessarily use pro justicia proceeding. The approach used to investigate these problems were normative juridical and empirical juridical. In accordance with the result and discussion of the research, it was discovered that within the scope of Immigration Office Class I Bandar Lampung, the crime of immigration in the form of residence permit misuse have never been resolved through pro justicia proceeding, but through imposition of administrative sanctions. When in fact, the case of residence permit misuse is categorized as a crime that should necessarily treated through pro justicia proceeding, with the result that criminal law within this phase can functionate as the strongest effort to ensure a deterrent effect to the perpetrators of residence permit misuse. The factors that burden the function of criminal law in this case were that immigration laws have not been able to accommodate the crime of residence permit misuse. The factor within law officer was the lack of immigration investigator officer where there were only three Immigration PPNS in Immigration Office Class I Bandar Lampung. The factor of infrastructure/facilities was the lack of immigration detention room in Immigration Office Class I Bandar Lampung. And the factor of society was the lack of society due to their ignorance because of the lack socialization for their awareness in immigration field. The writer suggests that the law officers should give distinct action not only by administrative treat toward the law enforcement but also sentence a sanction of imprisonment to ensure a deterrent effect to the perpetrators. Beside that, the government should also increase the number of PPNS of immigration officer, and build up an immigration detension room along with socializing to the society about immigrational issues as well. Key words: Law Functionalization, Misuse, Residence Permit
3
I. PENDAHULUAN Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering terjadi di dalam tindak pidana keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan kepada orang asing untuk berada di wilayah negara Indonesia sering sekali disalahgunakan oleh para pemegang izin tersebut sehingga banyak terjadi kasus penyalahgunaan izin tinggal. Izin tinggal merupakan izin yang diberikan kepada orang asing untuk berada di wilayah Indonesia1. Izin tinggal merupakan hal yang sangat penting karena tanpa adanya izin tinggal setiap orang asing tidak dapat berada di wilayah Indonesia. Izin tinggal diberikan oleh Pejabat Imigrasi atau Pejabat Dinas Luar Negeri sesuai dengan visa yang sudah diberikan yang telah diatur dalam undang-undang keimigrasian. Banyak sekali orang asing yang ingin mengunjungi negara Indonesia karena mengingat letak wilayah Indonesia yang sangat strategis dalam kehidupan internasional, sebab dilalui oleh persimpangan lalu lintas internasional baik itu di darat, udara maupun di laut. Selain itu, pengaruh letak geografis Indonesia lainnya menyentuh soal budaya dan banyaknya tempat indah, menarik dan bersejarah yang dapat dikunjungi oleh para wisatawan asing.2 Telah ditemukan beberapa warga negara asing yang memasuki wilayah Indonesia memiliki izin tinggal yang tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh orang asing tersebut 1
http://www.imigrasi.go.id/index.php/layana n-publik/izin-tinggal (Diakses pada tanggal 22 Mei 2014) 2 http://www.invonesia.com/letak-geografisindonesia.html (Diakses pada tanggal 22 Mei 2014)
di wilayah Indonesia khususnya di Bandar Lampung.3 Padahal setiap Orang Asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan jelas menyatakan “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).” Setelah melihat adanya penyalahgunaan izin tinggal tersebut, oleh karena itu, para petugas imigrasi harus meningkatkan sistem pelayanan, pengawasan dan penegakan hukumnya. Dalam PP Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk, dan Izin Keimigrasian, institusi imigrasi Indonesia memiliki prinsip dalam pelayanan dan pengawasan di bidang keimigrasian dilaksanakan berdasarkan prinsip yang “selektif” (selective policy). Berdasarkan prinsip ini, hanya orang-orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban juga tidak bermusuhan baik terhadap rakyat maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD 1945 dapat diizinkan masuk atau menetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dipertimbangkan dari berbagai segi politik, ekonomi, maupun sosial budaya bagi bangsa dan negara Indonesia. 3
Berdasarkan hasil wawancara pra riset pada tanggal 14 Mei 2014
4
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian selain diatur ketentuan pidana, diatur pula adanya tindakan keimigrasian yang sifatnya non yustisial atau lebih menekankan pada segi administratifnya, begitu pula mengenai pengawasan orang asing dapat dilakukan secara administratif, yaitu pengawasan yang dilakukan melalui penelitian surat-surat atau dokumen, berupa pencatatan, pengumpulan data dan penyajian maupun penyebaran informasi secara manual dan elektronik tentang lalu lintas keberadaan dan kegiatan orang asing. Keberadaan orang asing yang ada di Indonesia khususnya di kota Bandar Lampung, tidak sedikit yang menyalahgunakan izin tinggal. Seperti pada kenyataanya petugas imigrasi mengamankan tiga biksu yang berasal dari China yang telah melakukan pelanggaran menyalahi izin tinggal. Di dalam visa ketiganya, mereka datang ke Indonesia hanya untuk melakukan kunjungan sosial budaya atau bertujuan wisata, tetapi nyatanya mereka melakukan kegiatan dalam bidang pedagangan dan meminta sumbangan kepada masyarakat di Bandar Lampung.4 Masalah penyalahgunaan izin tinggal di atas, dalam penegakan hukumnya Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung menggunakan tindakan administratif, padahal di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, tindak pidana keimigrasian diatur dalam BAB XI tentang Ketentuan Pidana, yaitu dari Pasal 113 sampai dengan Pasal 136 yang terdiri dari Pasal 4
http://lampung.tribunnews.com/2014/05/19/ imigrasi-lampung-amankan-tiga-biksu-asalcina (diakses pada tanggal 22 Mei 2014)
yang tergolong kejahatan (misdrijf) dan pasal yang tergolong pelanggaran (overtreding), yang mana kasus penyalahgunaan izin tinggal terdapat dalam pasal 122 dan termasuk pada golongan kejahatan (misdrijf), sehingga dapat dikenakan sanksi pidana. Pada praktiknya terhadap pelaku penyalahgunaan izin tinggal lebih banyak dikenakan tindakan administratif pada proses penegakan hukumnya, dimana berdasarkan hal tersebut maka penggunaan hukum pidana tidak diterapkan dan hanya dijadikan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium) dalam suatu proses penegakan hukum pada pelaku penyalahgunaan izin tinggal, untuk suatu tindak pidana yang sifatnya hanya berupa pelanggaran maka memang sepatutnya dikedepankan tindakan administratif, tetapi untuk tindak pidana yang sifatnya bukan pelanggaran dan merupakan suatu kejahatan maka seharusnya penerapan hukum pidana haruslah dikedepankan, khususnya bila menyangkut masalah penyalahgunaan terhadap izin tinggal yang terdapat unsur-unsur tindak pidana lainnya yang bersifat suatu kejahatan yang extra ordinary yang antara lain sifatnya dapat membahayakan keamaanan negara, mengganggu ketertiban umum, terorisme, dan lain sebagainya. Oleh karena itu diperlukan pula suatu instrumen hukum yang jelas dan terklasifikasi secara khusus serta rinci agar proses penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan izin tinggal ini dapat dilaksanakan dengan benar dan tepat.
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah fungsionalisasi hukum pidana terhadap pelaku penyalahgunaan izin tinggal ? b. Faktor-faktor apakah yang menghambat fungsi hukum pidana terhadap pelaku penyalahgunaan izin tinggal? C. Metode Penelitian Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam skripisi ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sedangkan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dengan wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen. Pengolahan data yaitu melalui seleksi data, klasifikasi data dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu diinterpretasikan untuk dianalisis secara kualitatif, kemudian selanjutnya untuk ditarik suatu kesimpulan. II. PEMBAHASAN A.
Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Pelaku Penyalahgunaan izin Tinggal
Fungsionalisasi hukum pidana dapat diartikan sebagai upaya untuk membentuk hukum pidana dapat berfungsi, beroperasi atau bekerja dan terwujud secara nyata. Fungsionalisasi hukum pidana akan identik dengan operasional atau konkretisasi hukum pidana, yang hakikatnya sama dengan penegakan hukum. Fungsionalisasi ini terdapat tiga tahap kebijakan formulasi sebagai suatu tahap perumusan hukum pidana oleh pihak pembuat perundangundangan, tahap kebijakan aplikatif sebagai
penerapan hukum pidana oleh pihak hukum, tahap kebijakan administratif yaitu tahap pelaksanaan oleh aparat eksekusi hukum.5 Berdasarkan hal diatas bahwa pada hakikatnya fungsionalisasi hukum pidana merupakan suatu rangkaian dari penegakan hukum pidana. Upaya penegakan hukum pidana, merupakan suatu upaya dalam mengatasi masalah penyalahgunaan izin tinggal tersebut. Penegakan hukum pidana sebagaimana yang dikemukakan oleh Muladi dan Barda Nawawi6 yakni penegakan hukum pidana merupakan bagian dari mekanisme penegakan hukum (pidana), maka “pemidanaan” yang biasa juga diartikan “pemberian pidana” tidak lain merupakan suatu proses kebijakan yang sengaja direncanakan. Penegakan hukum pidana adalah bagian dari mekanisme penegakan hukum (pidana), maka “pemidanaan” yang biasa juga diartikan “pemberian pidana” tidak lain merupakan suatu proses kebijakan yang sengaja direncanakan. Artinya pemberian pidana itu untuk benar-benar dapat terwujud direncanakan melalui beberapa tahap yaitu: 1. Tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang; 2. Tahap pemberian pidana oleh badan yang berwenang; dan 3. Tahap pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang. Tahap pertama sering juga disebut tahap pemberian pidana “in abstracto”, sedangkan tahap kedua dan ketiga disebut tahap pemberian pidana “in Concreto”. Dilihat dari suatu proses mekanisme penegakan hukum pidana, maka ketiga tahapan itu diharapkan merupakan satu jalinan mata 5
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 1998,hlm.30 6 Muladi dan Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1992. hlm.91
6
rantai yang saling berkaitan dalam satu kebulatan sistem.7 Dalam memfungsikan hukum pidana secara efektif tidak akan terlepas kaitannya dengan kebjakan hukum pidana atau peraturan yang berlaku. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Marc Ancel8 kebijakan kriminal (criminal policy) adalah suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan. Secara garis besar kebijakan criminal ini dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu upaya penal yang merupakan upaya penanggulangan kejahatan yang lebih menitikberatkan pada upayaupaya yang sifatnya repressive (penindasan/ pemberantasan/penumpasan) dengan menggunakan sarana penal (hukum penal), dan upaya non penal yang merupakan upaya penanggulangan kejahatan yang lebih menitikberatkan pada upaya-upaya yang sifatnya preventive (pencegahan/ penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan tersebut terjadi. Fungsionalisasi hukum pidana terhadap pelaku penyalahgunaan izin tinggal merupakan tindak lanjut dari pengawasan, khususnya pengawasan orang asing yang berada di Indonesia, penindakan merupakan suatu hal yang sangat penting dan harus dilaksanakan. Pelaksanaan penindakan dari pelanggaran ini adalah demi tegaknya hukum dan untuk menjamin kepastian hukum di Negara Republik Indonesia. Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang secara jelas mengatur jenis-jenis tindak pidana terhadap kejahatan yang berhubungan dalam keimigrasian. Tindak pidana keimigrasian 7
Muladi dan Barda Nawawi, Ibid. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta:Ghalia Indonesia, 2008, hlm.1 8
diatur dalam BAB XI pasal 113 sampai pasal 136, dengan klasifikasi sebagai berikut : a. Tindak pidana pelanggaran diatur di dalam Pasal 116, 117, 120b, 133e; dan b. Tindak pidana kejahatan dalam Pasal 113-136 dikurangi pasal point a di atas. Pasal yang secara khusus mengatur mengenai penyalahgunaan terhadap izin tinggal yaitu dalam Pasal 122 yang menyatakan : Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): a. setiap Orang Asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian Izin Tinggal yang diberikan kepadanya; b.setiap orang yang menyuruh atau memberikan kesempatan kepada Orang Asing menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud atau tujuan pemberian Izin Tinggal yang diberikan kepadanya. Terdapat dua tindakan yang dapat diberikan kepada pelaku penyalahgunaan izin tinggal, yaitu : 1. Tindakan Administratif Keimigrasian Tindakan administratif keimigrasian adalah sanksi administratif yang ditetapkan pejabat imigrasi terhadap orang asing di luar pengadilan. Tindakan ini bersifat non litigasi, yaitu suatu tindakan berupa pengenaan sanksi di luar atau tidak melalui putusan pengadilan/persidangan. Seseorang dikatakan melakukan suatu tindakan keimigrasian apabila memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Alasan atau dasar dari pelaksanaan tindakan keimigrasian dalam undang-undang keimigrasian ditentukan
7
apabila orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan yang berbahaya atau patut diduga berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini seperti yang tercantum dalam Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. 2. Tindakan Pro justicia Tindakan pro justicia adalah suatu tindakan berupa pengenaan sanksi melalui proses/putusan pengadilan. Dalam hal ini terdapat beberapa tahap yaitu : a. Penyelidikan b. Penyidikan c. Penuntutan d. Pemeriksaan di pengadilan Analisa penulis dalam hal ini sanksi yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Imigrasi setelah melalui proses pemeriksaan dan pengumpulan barang bukti yang ada lebih banyak dilakukan secara tindakan administratif, dimana berdasarkan laporan buku register pengurangan data izin tinggal Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung semuanya diselesaikan secara administratif. Sebenarnya hukum pidana dalam tahap ini dapat difungsikan sebagai salah satu sarana untuk melakukan penegakan hukum. Terkait dengan fungsionalisasi hukum pidana bahwa berdasarkan hal tersebut seharusnya hukum pidana difungsikan sebagai upaya terkuat untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan izin tinggal, sehingga dalam hal ini hukum pidana belum difungsikan dalam proses penegakan hukum pidana terhadap pelaku penyalahgunaan izin tinggal. B. Faktor-Faktor Penghambat Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Izin Tinggal
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam rangka memfungsionalisasikan hukum pidana. Upaya penegakan hukum pidana tidak selalu berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap penegakan hukum.9 Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah sebagai berikut : a. Faktor hukumnya sendiri; b. Faktor penegak hukum; c. Faktor sarana atau fasilitas; d. Faktor masyarakat; e. Faktor kebudayaan. Selanjutnya penulis akan melakukan pembahasan permasalahan kedua dalam skripsi ini, dengan melakukan kajian terhadap kendala-kendala yang menjadi penghambat dalam memfungsionalisasikan hukum pidana dalam bidang keimigrasian. 1. Faktor Hukumnya Sendiri Heni Siswanto10 berpendapat bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dirasa sudah efektif namun terhadap pelaksanaannya harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan peraturan perundang-undangan lainnya sehingga terciptanya suatu kepastian hukum dan dapat terpenuhinya rasa keadilan. Penulis menganalisis bahwa terhadap tindak pidana penyalahgunaan izin tinggal dimana hanya terdapat satu Pasal saja dalam undang-undang tersebut dirasa masih belum sesuai karena mengingat banyaknya jenisjenis tindak pidana ini baik yang hanya 9
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1983, hlm:4-5 10 Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 30 September 2014 di Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung
8
bersifat umum, yaitu mencakup hanya sebatas penyalahgunaan izin tinggal saja tanpa ada unsur-unsur tindak pidana lainnya, maupun yang bersifat khusus seperti halnya bagaimana bila warga negara asing tersebut melakukan tindak pidana penyalahgunaan izin tinggal dengan disertai tindak pidana lainnya yang mengganggu ketertiban umum, mengganggu keamanan negara dan lain sebagainya. Menurut penulis seharusnya terhadap penyalahgunaan izin tinggal ini diatur lebih rinci mengenai jenis-jenis penyalahgunaan yang dilakukan oleh orang asing tersebut, sehingga menciptakan suatu bentuk kepastian hukum baik itu bagi aparat penegak hukum untuk menjadi pedoman atau dasar menangani masalah tersebut maupun bagi pelaku yang menyalahgunakan izin tinggal tersebut. 2. Faktor Aparat Penegak Hukum Sahedi berpendapat11 bahwa di Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung mengalami kendala yang cukup berarti dalam sumber daya manusia yang terbatas, khususnya petugas penyidik imigrasi. Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung hanya mempunyai 3 (tiga) orang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian, ditambah lagi kendala yang dialami adalah dengan adanya PPNS Keimigrasian yang di mutasi ke wilayah lain untuk menangani suatu kasus tertentu, sehingga itu yang menyebabkan di Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung mengalami kekurangan penyidik apabila ada suatu kasus yang perlu ditangani ke proses pro justicia, karena tidak semua petugas imigrasi yang dilengkapi pengetahuan sebagai PPNS.
11
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 24 Oktober 2014 di Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung
PPNS Keimigrasian selain itu mengalami kendala dalam mendapatkan kartu tanda penyidik yang merupakan keabsahan wewenang dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kartu tanda penyidik disesuaikan dengan wilayah kerjanya. Apabila seorang PPNS Keimigrasian di mutasi ke wilayah lain, kartu tanda penyidik kemudian diganti dengan kartu tanda penyidik yang baru sesuai dengan wilayah kerja yang baru pula. Penulis melihat uraian dan pendapat di atas, dapat penulis analisis bahwa banyak tindak pidana keimigrasian khususnya penyalahgunaan izin tinggal yang terjadi, tetapi semua sanksi yang diberikan hanyalah sanksi administratif yang menunjukan adanya kendala yang dihadapi oleh penyidik keimigrasian. Penerapan sanksi administratif juga dapat dilihat sebagai sikap yang kurang tegas terhadap pelanggar peraturan perundang-undangan dalam bidang keimigrasian, terutama yang mengatur tentang sanksi pidana dan denda bagi pelanggarnya. Akan tetapi disisi lain, sanksi administratif merupakan cara yang cepat, hemat biaya, dan efisien. Penerapan sanksi pidana dapat dilihat dan dirasa sebagai langkah tegas dan diharapkan dapat menimbulkan efek jera yang tinggi serta memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum. Akan tetapi, jika tingkat keberhasilannya sangat rendah, efek jera yang menyertai sanksi pidana dan denda menjadi tidak efektif. Artinya, penegakan hukum pidana yang dilakukan Kantor Imigrasi masih dalam kondisi lemah, hal ini disebabkan berbagai pertimbangan waktu dan biaya, dan juga sumber daya manusia yang kurang memadai serta pembuktian yang tidak mudah. Dengan kata lain, dalam penegakan hukum penyalahgunaan izin tinggal lebih kepada bentuk kebijaksanaan penjatuhan hukuman, sehingga hukum administratif yang dianggap paling tepat dalam menyelesaikan tindak pidana
9
penyalahgunaan izin tinggal di wilayah Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung. 3. Faktor sarana atau fasilitas Faktor sarana atau fasilitas yang menjadi hambatan pada penegakan hukum penyalahgunaan izin tinggal di Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung berdasarkan wawancara dengan Fitrah Izharry12 adalah “kurangnya ruang detensi imigrasi yang digunakan untuk tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dikenai tindakan administratif.” Penulis berpendapat dalam hal kurangnya ruang detensi imigrasi yang ada di Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung merupakan hambatan yang cukup besar, mengingat seluruh kasus penyalahgunaan izin tinggal sampai saat ini menggunakan tindakan administratif dimana dalam tindakan administratif tersebut membutuhkan ruang detensi imigrasi sebagai tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dikenai tindakan adminstratif keimigrasian yang berada di kantor imigrasi seperti yang terdapat Pasal 1 angka 34 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. 4. Faktor Masyarakat Masyarakat tergolong faktor yang mampu berperan aktif dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan izin tinggal. Masyarakat dapat berperan memberikan informasi kepada para penegak hukum terhadap warga negara asing yang diduga melakukan penyalahgunaan terhadap izin tinggal. Tetapi pada kenyataannya masyarakat di Indonesia khususnya di wilayah Lampung banyak yang belum mengetahui masalah mengenai keimigrasian. Hal itu tidak lepas akan mempengaruhi 12
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 24 Oktober 2014 di Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung
bahkan menghambat dalam mewujudkan fungsionalisasi hukum pidana tersebut, dimana masyarakat terkesan tidak perduli terhadap lingkungan yaitu orang asing tersbut apakah ia berada di Indonesia sudah sesuai dengan izin yang diberikan kepadanya sehingga aparat penegak hukum kurang mendapatkan informasi mengenai keberadaan warga negara asing yang diduga melakukan penyalahgunaan izin tinggal. Menurut penulis hal tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya menjadi kesalahan masyarakat, terdapat dua golongan terhadap hal ini, yaitu masyarakat yang memang tidak mengetahui perbuatan tersebut merupakan suatu jenis tindak pidana, dan masyarakat yang mengetahui atau menduga hal tersebut merupakan suatu tindak pidana tetapi mereka tidak mengetahui langkah apa yang akan dilakukannya terhadap informasi yang dimilikinya tersebut. Petugas imigrasi tentu saja membutuhkan koneksi dengan masyarakat untuk mendapatkan informasi-informasi terkait dengan tindak pidana penyalahgunaan izin tinggal. Oleh karena itu, menurut penulis perlu diadakannya sosialisasi untuk memperkenalkan kepada masyarakat mengenai keimigrasian agar dapat terciptanya keserasian antara penegak hukum dan masyarakat dalam membantu proses penegakan hukum dalam bidang keimigrasian khususnya terhadap penyalahgunaan izin tinggal. III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Fungsionalisasi hukum pidana terhadap pelaku penyalahgunaan izin tinggal belum difungsikan secara efektif sebagai
10
salah satu sarana dalam melakukan penegakan hukum, karena di dalam ruang lingkup Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung tindak pidana keimigrasian yang berupa penyalahgunaan izin tinggal yang ada selama ini belum ada satu kasus yang penyelesaiannya melalui tindakan pro justicia, tetapi melalui penjatuhan sanksi administratif yang penyelesaiannya dilakukan oleh pejabat imigrasi. Padahal dalam penegakan hukumnya, penyalahgunaan izin tinggal dapat dilakukan dengan dua tindakan, yaitu tindakan administratif yang bersifat non litigasi yaitu suatu tindakan berupa pengenaan sanksi diluar atau tidak melalui putusan pengadilan/persidangan dan tindakan pro justicia yang bersifat litigasi yaitu suatu tindakan berupa pengenaan sanksi yang melalui putusan pengadilan/persidangan. Sedangkan, kasus penyalahgunaan izin tinggal yang terjadi termasuk ke dalam tindak kejahatan yang mana seharusnya diproses melalui tindakan pro justicia, sehingga hukum pidana dalam tahap atau proses ini dapat difungsikan sebagai upaya terkuat untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan izin tinggal. 2. Faktor-faktor yang menghambat fungsionalisasi hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin tinggal terdapat pada undang-undang keimigrasian yang belum mampu mengakomodir mengenai tindak pidana penyalahgunaan izin tinggal, kurangnya petugas PPNS Keimigrasian di Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung, dan kurangnya ruang detensi imigrasi yang terdapat di Kantor Imigrasi Kelas I Bandar Lampung, serta kurangnya sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat dalam bidang keimigrasian.
DAFTAR PUSTAKA Nawawi Arief, Barda. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung. PT.Citra Aditya Bakti ----------. 2008. 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta. Ghalia Indonesia. Muladi dan Barda Nawawi. 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung. Alumni. Soerjono Soekanto. 1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. http://www.imigrasi.go.id http://www.invonesia.com http://lampung.tribunnews.com