perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : M. Rusydi Prasetya NIM. E 0005210
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi) FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Oleh M. Rusydi Prasetya NIM. E 0005210
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta,
November 2010
Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Sugeng Praptono, S.H., M.H. NIP. 195208081984031001
Isharyanto, S.H., M.M. NIP. 197805012003121002
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum ( Skripsi ) FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Oleh : M. Rusydi Prasetya NIM. E 0005210 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari Tanggal
: Senin : 17 Januari 2011 DEWAN PENGUJI
1. Sutedjo, S.H.,M.H.
: .....................................................................
Ketua
2. Sugeng Praptono,S.H.,M.H.
: .....................................................................
Sekretaris
3. Isharyanto,S.H.,M.H.
: .....................................................................
Anggota Mengetahui Dekan,
Mohammad Jamin, S.H., M.Hum NIP.19610930 198601 1001
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Nama : M. Rusydi Prasetya NIM
: E0005210
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 28 November 2010 Yang membuat pernyataan
M. Rusydi Prasetya NIM. E0005210
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK M. Rusydi Prasetya. E.0005210. 2010. FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jawaban mengenai latarbelakang pembentukan satuan tugas pemberantasan mafia hukum dan fungsi satgas pemberantasan mafia hukum dalam mendukung peradilan yang bersih dan berwibawa. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif dan terapan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrindoktrin hukum terkait isu hukum mengenai fungsi satgas pemberantasan mafia hukum dalam Hukum Tata Negara Indonesia. Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menelaah isu hukum ini adalah dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan historis. Adapun, untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya digunakan jenis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder sebagai bahan pengkajian dengan teknik pengumpulan bahan hukum studi dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektonik (internet). Selanjutnya bahan hukum tersebut dianalisis dengan teknik analisis silogisme dan interpretasi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa pembentukan satgas pemberantasan mafia hukum yang dibentuk oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono adalah upaya yang dilakukan presiden untuk melakukan pemberantasan hukum dan mengembalikan citra pengadilan yang bersih dan berwibawa. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan sesuai dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab III Pasal 4 ”Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Presiden mempunyai kewenangan membentuk lembaga negara bantu untuk memudahkan tugas presiden untuk memberantas mafia hukum yang bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui Unit kerja Presiden bidang pengawasan dan pembangunan (UKP4). Satgas pemberantasan mafia hukum didalam menjalankan fungsinya mempunyai kewenangan melakukan koordinasi, koordinasi, evaluasi, koreksi, dan pemantauan/monitoring. Kata Kunci: Fungsi, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Peradilan Bersih dan Berwibawa.
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT M. Rusydi Prasetya. E.0005210. 2010. TASK UNIT FUNCTION OF THE MAFIA LAW ERADICATION IN SUPPORTING THE CLEAN AND RESPECTABLE JUSTICE. Law Faculty of Sebelas Maret University Surakarta. This study aimed to obtain answers about the background of the formation of a task force to eradicate mafia law and the function of the eradication task force of law in supporting the clean and respectable justice. This is a prescriptive and normative law research and applied to find the rule of law, legal principles, as well as legal doctrines related to legal issues regarding the function of task force to eradicate mafia law in the Constitutional Law of Indonesia. Some approaches used to examine this legal issue are legislation and historical approaches. Now, to resolve legal issues and provide prescriptions about what should be used when the type of primary law materials and secondary legal materials as a material assessment by technique studies document collection of legal materials or library materials from both print and electronic media (internet). Further legal materials were analyzed with analysis techniques of syllogisms and interpretation Based on the research and discussion concluded that the formation of task force to eradicate mafia law established by the President of the Republic of Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono to combat and restore the image of a court of law and clean and respectable. President as the appropriate government authority in the Act of 1945 Chapter III Article 4 "The President of the Republic of Indonesia shall hold the power of government by the Constitution." The President has the authority to establish state institutions help to ease the task of the president to eradicate mafia law which is directly responsible to the president through the work unit President of supervision and development (UKP4). Task Force to eradicate mafia law in carrying out its functions has the authority to make coordination, evaluation, correction, and monitoring. Keyword: Fungtion, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, The clean and respectable justice
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Jangan ada rasa takut sedikitpun untuk melangkah dalam kebenaran, walaupun berat dalam menapakinya, dan yakinkan diri kalau Allah S.W.T selalu melindungi hambanya yang berada dalam jalanNYA” ( Ayahnda )
“Jangan hidup seperti pohon padi setelah berisi lalu menunduk dan ditebas dengan sabit, Hiduplah seperti pohon kurma, walaupun dilempari dia justru memberi kurmakurmanya yang manis, dan semakin panas angin yang menerpa semakin masak dan terus menjadi sempurna.” (Bunda) “Selesaikan tanggungjawab yang diamanahkan kepadamu dengan usaha semaksimalnya niscaya kamu akan merasakan suatu kepuasaan yang sebanding dengan usaha yang telah kamu lakukan untuk menyelesaikan tanggungjawab tersebut” (M.Rusydi Prasetya) GV-215/XXII
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Penulisan hukum ( skripsi ) ini Penulis persembahkan untuk : ™ Allah SWT, dzat dimana semuanya didalam gengamannya. ™ Rosulullah S.AW., sebagai panutan umat manusia. ™ Ayah dan Ibu Tercinta ™ Keluarga Penulis ™ Gopala Valentara Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Hukum ™ Almamater Fakultas Hukum UNS.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Alhamdulillahirabbillalamin Segala puji syukur atas kehadirat Allah AWT karena hanya dengan berkah, rahmat, karunia, dan ridho-Nya, sehingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum dengan judul “ FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA” dengan baik dan lancar. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini, masih banyak kekurangannya. Untuk itu Penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, sehingga dapat memperkaya isi penulisan hukum ini. Penulis yakin bahwa keberhasilan di dalam penyelesaian penulisan hukum ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum. Selaku dekan Fakulktas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini; 2. Bapak Djatmiko Anom H, S.H. selaku Pembimbing Akademik (PA) yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini; 3. Bapak Sugeng Praptono, S.H., M.H. dan Bapak Isharyanto, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi) yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan yang membangun dalam memberikan arahan dan bimbingan bagi tersusunnya skripsi ini. 4. Ibu Aminah, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala kemudahan yang diberikan kepada penulis.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan jerih payah dan penuh keihklasan mendidik dan menuangkan ilmu sehingga mampu menjadi bekal untuk lebih memperdalam penguasaan ilmu hukum saat ini dan nantinya. 6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang selama ini telah membantu Penulis dalam hal akademis dan hal-hal lain yang berkenaan dengan perkuliahan. 7. Kedua Orang Tuaku Bapak Sarno Hammam dan
Ibu Rela Setiyani.
Terimakasih atas kasih sayang, kesabaran serta dukungan tiada henti kepada Penulis. 8. Hardianto Wibowo, S.H, teman saya alumni Fakultas Hukum Trisakti dan Kak Zamrony, S.H., M.Kn, Anggota Luar Biasa Gopala Valentara selau Tim Assisten Divisi Kajian dan Riset yang telah memberikan masukan dan datadata yang diperlukan penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi. 9. Serta semua keluarga Trah Karto Maryono yang yang selalu memberikan dukungan moril maupun spirituil kepada penulis. 10. Saudara-saudaraku
seperjuangan
DIKLATSAR
XXII,
Dimas
Ragil,
Muyasaroh, Made Sanjaya , Ronggo Warsito, Devitha Kristi Rosali, Upik Handayani, Titus Cahyono, Rani Dwi Wati, Apriadi Rizal, Dian Perdana Ratri Hapsari, Nanang S, Dodi Tri Hari. 11. Segenap Keluarga besar Gopala Valentara PMPA FH UNS, Kakak-kakakku, Jhon Darwin Sitanggang, Agus Tri Anggoro, Andi Sophan serta adik-adikku semuanya. Yang telah memberikan ukiran dan pelajaran kehidupan kepada penulis mengenai apa arti dari kerja keras, tanggungjawab, kebersamaan dan kekeluargaan. 12. Teman-teman bulutangkis di PB.Poetra Soerayu, PB.Hukum Kedokteran. 13. Sahabat-sahabat terbaikku Abdul Wahid “she doel”, Muchlisin “kucing”, Anton “pete”, Arif “gazim”, Nurrahman Aji “badjay”.
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14. Seluruh teman-teman mahasiswa fakultas hukum pada umumnya dan temanteman angkatan 2005 pada khususnya. 15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan karya yang sempurna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca budiman sangat penulis perlukan. Akhirnya, semoga skripsi ini mampu memberikan mafaat bagi kita semua.
Surakarta, Desember 2010
M. Rusydi Prasetya E0005210
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................
i
Halaman Persetujuan Pembimbing ..................................................................
ii
Halaman Pengesahan Penguji ..........................................................................
iii
Halaman Pernyataan ........................................................................................
iv
Abstrak .............................................................................................................
v
Abstract ............................................................................................................
vi
Motto ................................................................................................................ vii Persembahan ..................................................................................................... viii Kata Pengantar .................................................................................................
ix
Daftar Isi .......................................................................................................... xii Daftar Gambar.................................................................................................. xv Lampiran .......................................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................
5
D. Manfaat Penelitian .......................................................................
6
E. Metode Penelitian .........................................................................
7
F. Sistematika Penulisan Hukum ...................................................... 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori............................................................................. 12 1. Tinjauan Umum tentang Hukum Tata Negara ...................... 12 2. Tinjauan Umum tentang Lembaga Negara ........................... 22 3. Tinjauan Umum tentang Sistem Peradilan Indonesia ........... 26 B. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 29
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Latar Belakang Dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Dalam Tatanan Hukum Tata Negara Indonesia ..................................................................................... 1. Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 ............................................................................ 31 2. Kekuasaan Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan Eksekutif ............................................................................... 37 a). Kewenangan Presiden .............................................. 38 b). Kekuasaan Presiden .................................................. 39 3. Dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ................................................................................... 42 B. Fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum .................. 1. Keanggotaan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ................................................................................... 46 2. Tugas dan Wewenang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ........................................................................ 47 3. Strategi Pencegahan dan Penindakan ................................... 47 4. Program Kerja Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Tahun 2010-2011 .................................................... 48 5. Team Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum .................................................................................. 66 6. Laporan Triwulan 30 Desember 2009 – 30 Maret 2010 ..... 71 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 79 B. Saran............................................................................................ 80
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 29 Gambar 2. Laporan Pengaduan Berdasarkan Jenis Kasus ............................... 75 Gambar 3. Laporan Pengaduan Berdasarkan Lembaga Yang Diadukan ........ 76 Gambar 4. Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Instansi ........................... 77 Gambar 5. Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Wilayah .......................... 78
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Delapan Program Kerja Satgas ......................................................... 50 Tabel 2. Susunan Anggota Tim Assistensi .................................................... 66 Tabel 3. Laporan Pengaduan Berdasarkan Jenis Kasus .................................. 75 Tabel 4. Laporan Pengaduan Berdasarkan Lembaga Yang Diadukan ............ 76 Tabel 5. Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Instansi ............................... 77 Tabel 6. Tidak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Wilayah ............................... 78
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LAMPIRAN
Lampiran
1
Surat Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.
Lampiran
2
Surat Keputusan Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Nomor SKEP 01/SATGAS/I/2010 tentang Tim Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii ABSTRAK ...................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL ..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................... B. Rumusan Masalah ........................................................................ C. Tujuan Penelitian.......................................................................... D. Manfaat Penelitian ....................................................................... E. Metode Penelitian ......................................................................... F. Sistematika Penulisan Hukum ......................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori............................................................................. 1. Tinjauan Umum tentang Hukum Tata Negara ...................... 2. Tinjauan Umum tentang Lembaga Negara ........................... 3. Tinjauan Umum tentang Sistem Peradilan Indonesia ........... B. Kerangka Pemikiran .....................................................................
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Latar
Belakang
Dibentuknya
Satuan
Tugas
Pemberantasan Mafia Hukum Dalam Tatanan Hukum Tata Negara Indonesia ................................................................ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Lembaga Negara Pasca Amandemen UndangUndang Dasar 1945 ............................................................... 2. Kekuasaan Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan Eksekutif ............................................................................... a). Kewenangan Presiden .............................................. b). Kekuasaan Presiden .................................................. 3. Dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ................................................................................... B. Fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum .................. 1. Keanggotaan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ................................................................................... 2. Tugas dan Wewenang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ........................................................................ 3. Strategi Pencegahan dan Penindakan ................................... 4. Program Kerja Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Tahun 2010-2011 .................................................... 5. Team Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum .................................................................................. 6. Laporan Triwulan 30 Desember 2009 – 30 Maret 2010 ......................................................................................
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. .xxx B. Saran............................................................................................ xxx DAFTAR PUSTAKA
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL dan GAMBAR
Tabel 1. Sistematika Undang - Undang No 48 Tahun 2009 ........................... 52
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 31 Gambar 2. Teori Chaos menurut Charles Sampford ........................................ 64 Gambar 3. Alur Perkembangan Kekuasaan Kehakiman .................................. 66 Gambar 4, Alur Proses Evolusi Tata Negara ................................................... 71
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
TASK
UNIT
FUNCTION
digilib.uns.ac.id
OF
THE
MAFIA
LAW
ERADICATION
IN
SUPPORTING THE CLEAN AND RESPECTABLE JUSTICE.
This study aimed to obtain answers about the background of the formation of a task force to eradicate mafia law and the function of the eradication task force of law in supporting the clean and respectable justice.
This is a prescriptive and normative law research and applied to find the rule of law, legal principles, as well as legal doctrines related to legal issues regarding the function of task force to eradicate mafia law in the Constitutional Law of Indonesia. Some approaches used to examine this legal issue are legislation and historical approaches. Now, to resolve legal issues and provide prescriptions about what should be used when the type of primary law materials and secondary legal materials as a material assessment by technique studies document collection of legal materials or library materials from both print and electronic media (internet). Further legal materials were analyzed with analysis techniques of syllogisms and interpretation
Based on the research and discussion concluded that the formation of task force to eradicate mafia law established by the President of the Republic of Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono through Presidential Decree No. 37 of 2009 were efforts made by the president to combat and restore the image of a court of law and clean and respectable. President as the appropriate government authority in the Act of 1945 Chapter III Article 4 "The President of the Republic of Indonesia shall hold the power of government by the Constitution." The President has the authority to establish state institutions help to ease the task of the president to eradicate mafia law which is directly responsible to the president through the work unit President of supervision and development (UKP4). Task Force to eradicate mafia law in carrying out its functions has the authority to make coordination, evaluation, correction, and monitoring. Follow-up which is very slow from the public
commit to user
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum sesuai dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 setelah amandemen, yang menyatakan.”Negara Indonesia adalah Negara Hukum “, Hal tersebut sebagai dasar konstitusional semua organ yang bertindak sebagai penegak hukum tersebut di dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya untuk menegakkan hukum. Penegakkan hukum tersebut bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan keadilan bagi masyarakat. Dalam suatu negara hukum seperti di Indonesia, lembaga peradilan merupakan tumpuan harapan untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu jalan yang terbaik untuk mendapatkan penyelesaian suatu perkara dalam negara hukum adalah melalui lembaga peradilan. Suatu pengadilan yang bebas dan tidak dipengaruhi merupakan syarat bagi negara hukum. Bebas berarti tidak adanya campur atau turun tangan dari kekuasaan Executive dan Legislative. Lembaga peradilan sebagai motor atau penggerak dari sistem peradilan tersebut di dalam pelaksanaannya memunculkan kekuasaan kehakiman. Di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman memberikan pengertian “Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UndangUndang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945,
demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”. Selanjutnya di dalam Bab III tentang pelaku kekuasaan kehakiman Pasal 18, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan commit to user peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di dalam penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung menjelaskan bahwa “Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang berada di bawahnya. Oleh karena itu, Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. Akan tetapi, Mahkamah Agung bukan satu-satunya lembaga yang melakukan pengawasan karena ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial. Berdasarkan Pasal 24B Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Oleh karena itu, diperlukan kejelasan tentang pengawasan yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung dan pengawasan yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial. Pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung meliputi pelaksanaan tugas yudisial, administrasi, dan keuangan, sedangkan pengawasan yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial adalah pengawasan atas perilaku hakim, termasuk hakim agung. Dalam rangka pengawasan diperlukan adanya kerja sama yang harmonis antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial”. Di dalam alam terminologi hukum dikenal namanya das sein and das sollen (harapan dan kenyataan). Sama halnya dengan peradilan bersih, sebuah harapan dan cita -cita mulia mendambakan ada peradilan yang benar-benar bersih
sebagai
wadah
para
pencari
keadilan
memperjuangkan
dan
mempertahankan serta mendapatkan hak-haknya. Alam realitas hukum yang terjadi, tidaklah demikian dan dalam tataran realitasnya berbanding jauh panggang dari api. Peradilan yang bersih dan berwibawa hanyalah sebuah angan-angan atau cita-cita semata yang hanya diinginkan, apabila peradilan itu sendiri belum bisa bersih dari mafia peradilan. Sebagai lembaga peradilan sudah selayaknya menjunjung tinggi yang namanya keadilan tanpa memandang kepentingan-kepentingan di dalamnya yang bisa mempengaruhi keadilan itu sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
Perwujudan peradilan yang bersih adalah sesuatu yang nihil untuk tercapai apabila pelaksana sistem peradilan tersebut yaitu Mahkamah Agung dan lembaga peradilan dibawahnya serta organ-organ yang ada di dalamnya belum dapat terbebas dari berbagai hal yang dapat menciderai keadilan itu sendiri. Bukan menjadi hal yang tabu di masyarakat saat ini kalau mengatakan mereka yang mempunyai uang dan jabatanlah yang bisa mendapatkan keadilan tersebut. Masyarakat yang mulai gerah dengan perlakuan diskriminasi di muka hukum tidak serta merta diam begitu saja, melalui berbagai LSM mereka mulai membongkar dan menyuarakan suaranya lewat media elektronik maupun media cetak, mengenai apa yang mereka sebut dengan kebobrokan sistem peradilan saat ini. Sering didengar unkapan (kiasan): “pengadilan sebagai benteng terakhir keadilan”, yang seharusnya bukan suatu khayalan atau angan-angan, tetapi “ideal” (cita-cita). Dalam kenyataannya sekarang terdapat kritik dan ketidakpercayaan pada pengadilan, yang pada intinya mengandung tuduhan terjadinya “ketidakadilan”, dan mengandung gugatan bahwa pengadilan tidak dapat memperbaiki yang salah (to right wrongs). Kegagalan pegadilan ini merupakan pula suatu kegagalan sistem hukum di dalam memberi keadilan. Kegagalan semacam ini tidak dapat dipersalahkan pada perorangan (oknum) ataupun sekelompok orang (hakim dan advokat “hitam” misalnya). Hal ini harus dilihat sebagai akibat “macetnya” (break down) sistem, yang karena itu tidak dapat berfungsi dengan baik. Pengawasan “melekat” (build-in control) yang selalu dipersipakan dalam suatu sistem, yang seharusnya dpat mengatasi hal semacam ini tidak dapat berjalan (Jurnal Hukum Pantarei.2009. Vol 1 No 4:20). Menurut Wirawan Adnan, salah seorang Tim Pengacara Pembela Muslim, adanya berbagai pungutan liar di dunia peradilan termasuk suap atau makelar kasus, hanyalah gejala dari adanya mafia peradilan. Pungutan liar yang pada kenyataannya dibiarkan berjalan oleh pimpinan instansi setempat memperkuat beroperasinya mafia peradilan. Contoh praktis adalah jika kita menginginkan to useryang seharusnya diberikan gratis memperoleh salinan putusan commit pengadilan,
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
kepada masing-masing pihak yang berperkara, kenyataannya kita diminta untuk membayar (Jonaedi Efendi, 2010:18). Seperti dalam kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Saat dibukanya rekaman pembicaraan hasil sadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari telepon milik pengusaha Anggodo Widjojo dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) pada bulan November 2009 yang lalu seakan membuka mata dan telinga seluruh masyarakat Indonesia mengenai keberadaan mafia di sistem peradilan di Indonesia. Dari rekaman berdurasi sekitar 4,5 jam itu terungkap adanya konspirasi antara pejabat di Kepolisian, Kejaksaan, pengacara serta sejumlah orang di lingkaran dunia hukum dengan Anggodo untuk menjebak pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Rekaman pembicaraan tersebut seakan telah membeberkan dengan jelas bagaimana permainan aparat hukum baik kepolisian, kejaksaan dan pengacara dalam merekayasa atau mengarahkan suatu perkara mulai dari membuat keterangan palsu di BAP sampai menyuap para penyidik di Kepolisian. Terungkapnya rekayasa peradilan ini, juga menyadarkan semua pihak bahwa kebobrokan sistem hukum yang selama ini seakan hanya bayangan, ternyata benar-benar ada dan terbukti didepan mata. Rekayasa peradilan diskenariokan oleh mereka yang mempunyai kepentingan untuk mencapai tujuannya, tanpa menghiraukan aturan hukum yang berlaku. Yang sebagian mereka mengandalkan loby-loby karena adanya hubungan pertemanan atau adanya ikatan saudara dan juga disertai dengan pemberian penghargaan yang di nominalkan dengan besaran pemberian uang, apabila apa yang mereka kehendaki dapat dilaksanakan. Hal inilah yang merusak tatanan hukum di negara Indonesia, mereka melakukan hal tersebut tanpa adanya rasa bersalah dan bahkan sebagian mereka menganggap ini sudah menjadi budaya di negara kita (Jonaedi Efendi, 2010:9-10). Dari sisi pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di dalam upaya memberantas mafia hukum mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 37 commit to user Tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Dibentuknya
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Satuan Tugas (satgas) pemberantasan mafia hukum tersebut adalah salah satu wujud keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas keberadaan mafia hukum. Satgas Mafia Hukum yang dibentuk pemerintah ini, memfokuskan pada sembilan kategori praktek mafia hukum meliputi mafia peradilan, korupsi, pajak dan bea cukai, tambang, kehutanan, perikanan, perbankan, pertanahan serta narkoba. Diharapkan dengan dibentuknya satuan tugas pemberantasan mafia hukum ini upaya pemberantasan korupsi akan berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan tanpa adanya tebang pilih dan prioritas kasus mana yang harus. Dengan segala keterbatasan wewenangnya yang hanya bertugas melakukan koordinasi, evaluasi, koreksi dan pemantauan pemberantasan mafia hukum dapat berjalan efektif. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam yang tertuang dalam bentuk penelitian dengan judul: “ FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM
MENDUKUNG
PERADILAN
YANG
BERSIH
DAN
BERWIBAWA”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka perumusan yang diangkat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah yang melatarbelakangi dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum? 2. Bagaimanakah fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam mendukung sistem peradilan yang bersih dan berwibawa? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif a.
Untuk
mengetahui
latarbelakang
Pemberantasan Mafia Hukum; dan commit to user
dibentuknya
Satuan
Tugas
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Untuk mengetahui fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam mendukung sistem peradilan yang bersih dan berwibawa.
2. Tujuan Subyektif a. Untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan penulis di bidang Hukum Tata Negara khususnya mengenai latarbelakang dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dan fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam mendukung peradilan yang bersih dan berwibawa; dan b. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar S1 dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bermanfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan mengenai kedudukan dan fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam menegakkan peradilan yang bersih dan berwibawa dalam tatanan hukum tata negara Indonesia.
c.
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitianpenelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis a.
Guna mengembangkan penalaran ilmiah dan wacana keilmuan penulis serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh dalam bangku perkuliahan.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta commit to user tambahan pengetahuan bagi semua pihak yang bersedia menerima dan
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti serta bermanfaat bagi para pihak yang berminat pada permasalahan yang sama. E. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan faktor penting dalam penelitian guna mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian, juga akan mempermudah pengembangan data, sehingga penyusunan penulisan hukum ini sesuai dengan metode ilmiah. Metode dalam penulisan ini dapat diperinci sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau doctrinal research yaitu suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2008:35). 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum ini sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif . Artinya sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008:22). 3. Pendekatan Penelitian Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud, 2008: 93). Adapun dalam penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan commit to user beberapa pendekatan yang relevan dengan permasalahan penelitian yang
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dihadapi, diantaranya adalah pendekatan perundang-undangan dimana munculnya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ini dari Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Yang didalamnya termuat wewenang, fungsi, serta tugas Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang perlu dikaji mengenai keberadaanya dalam Hukum Tata Negara Indonesia. Pendekatan
sejarah
digunakan
untuk
mencari
latarbelakang
dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum oleh Presiden sebagai salah satu upaya yang dilakukan Presiden untuk memberantas keberadaan Mafia Hukum. 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008:141). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis dan sumber bahan hukum primer dan sekunder. Tentunya sumber bahan hukum dimaksud
berkaitan
dan
menunjang
diperolehnya
jawaban
yang atas
permasalahan penelitian yang diketengahkan penulis.
5. Teknik Pengumpulan Data Karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka dalam to user penggumpulan datanya commit dilakukan dengan studi kepustakaan/studi
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dokumen. Teknik ini merupakan cara pengumpulan data dengan membaca, mempelajari, mengkaji, dan menganalisis serta membuat catatan dari buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen dan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah silogisme dan interpretasi. Silogisme adalah metode argumentasi
yang konklusinya diambil dari premis-presmis
yang
menyatakan permasalahan yang berlainan. Dalam mengambil konklusi harus terdapat sandaran untuk berpijak. Sandaran Umum dihubungkan dengan permaslahan yang lebih khusus melalui term yang ada pada keduanya (Mundiri, 2005:100). Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Adapun berdasarkan dasar penemuan hukum oleh hakim terdapat beberapa jenis interpretasi, diantaranya: interpretasi gramatikal yaitu penafsiran berdasarkan bahasa, Interpretasi teleologis atau sosiologis yaitu penafsiran berdasarkan tujuan kemasyarakatan, peraturan perundang-undangan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang baru, penafsiran sistematis adalah dengan menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan jalan menghubungnya dengan undang-undang lain. Interpretasi Historis yaitu makna undang-undang dapat dijelaskan dan ditafsirkan dengan jalan menelusuri sejarah yang terjadi. Ada dua jenis interpretasi sejarah, diantaranya penafsiran menurut sejarah undang-undang dan penafsiran menurut sejarah hukum. Berikutnya ada penafsiran komparatif yaitu interpretasi
yang
hendak
memperoleh
penjelasan
dengan
jalan
memperbandingkan hukum, Interpretasi futuristik merupakan metode penafsiran yang bersifat antisipatif yaitu hendak memperoleh penjelasan commit to user dari ketentuan perundang-undangan dengan berpedoman pada undang-
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
undang yang belum mempunyai kekuatan hukum. Beberapa jenis metode interpretasi pada kenyataannya sering digunakan bersama-sama atau campur aduk. Dapat dikatakan bahwa dalam setiap interpretasi atau penjelasan undang-undang mencakup berbagai jenis penafsiran (Sudikno Mertokusumo, 2003: 170-173). F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum semata-mata disajikan untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum sebagai karya ilmiah yang disesuaikan dengan kaidah baku penulisan suatu karya ilmiah. Adapun penulisan hukum (skripsi) ini nantinya terdiri dari 4 bab, yaitu: Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Pembahasan dan Penutup, Daftar Pustaka dan disertai lampiran-lampiran, yang apabila disusun, sistematikanya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan menyajikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis akan memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber dari bahan hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan tentang tinjauan hukum tata negara, tinjauan tentang lembaga negara, tinjauan tentang sistem peradilan indonesia, tinjauan tentang mafia hukum. Selain itu, untuk memudahkan pemahaman alur befikir, maka di dalam bab ini juga disertai dengan kerangka pikir. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan mengungkapkan dan membahas hasil penelitian dari sumber data sekunder yang berupa analisis mengenai latar commit to user belakang dibentuknya satuan tugas (satgas) pemberantasan hukum dalam
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sistem ketatanegaraan Indonesia. Penulis juga mendeskripsikan hasil temuan tentang fungsi satuan tugas (satgas) pemberantasan mafia hukum didalam menciptakan peradilan yang bersih dan berwibawa di dalam hukum tata negara Indonesia. BAB IV PENUTUP Dalam bab ini penulis menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan, serta memberikan saran-saran sebagai sarana evaluasi terutama terhadap temuan-temuan selama penelitian yang menurut hemat penulis memerlukan perbaikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Hukum Tata Negara a. Konsep Negara Hukum Konsep negara hukum dipahami sebagai suatu kondisi dalam masyarakat, di mana hukum dalam negara demokratis ditentukan oleh rakyat yang tidak lain merupakan pengaturan hubungan diantara sesama rakyat. Penelusuran konsep negara hukum sesungguhnya dapat dilakukan mulai dari Yunani dan Romawi Kuno, yang juga menjadi sumber teori kedaulatan. Menurut Jimly Asshidiqie, gagasan kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi, sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari gagasan kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi, sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari gagasan kedaulatan hukum (A. Muhammad Assrun, 2004:39-40) Pertumbuhan konsep negara hukum menjelang abad XX yang ditandai dengan lahirnya konsep negara hukum modern (welfare state), dimana tugas negara sebagai penjaga malam dan kemananan mulai berubah. Konsepsi nachwachterstaat bergeser menjadi welvarsstaat. Negara tidak boleh pasif tetapi harus aktif turut serta dalam kegiatan masyarakat, sehingga kesejahteraan bagi semua orang terjamin. Menurut Bagir Manan, konsepsi negara hukum modern merupakan perpaduan antara konsep negara hukum dan negara kesejahteraan. Di dalam konsep ini tugas negara atau pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat saja, tetapi memikul tanggungjawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Ni’matul Huda, 2007:55-56) commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Scheltema Ajaran Negara berdasarkan atas hukum (de rechtstaat dan the rule of law) yang mengandung esensi bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara atau pemerintahan untuk tunduk pada hukum (Subject to the law). Tidak ada kekuasaan diatas hukum (above to the law). Semuanya ada dibawah hukum (Under the rule of law). Dengan kedudukan ini tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan (misuse power) baik pada kerajaan maupun republik. Secara maknawi, tunduk pada hukum mengandung pengertian pembatasan kekuasaan seperti halnya ajaran pemisahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan (Bagir Manan , 2006:9-10). b. Ciri Negara Hukum Pada zaman modern konsep negara hukum di Eropa Kontinenetal dikembangkan antara lain oleh Emmanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl dengan menggunakan istilah “rechststaat”. Sedangkan dalam tradisi Anglo Saxon (Amerika), konsep negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “the rule of law”. Menurut Julius Stahl empat ciri negara hukum yang disebutnya “rechststaats” tersebut mencakup empat prinsip, antara lain: 1) Perlindungan Hak Asasi Manusia; 2) Pembagian Kekuasaan; 3) Pemerintahan berdasar undang-undang; dan 4) Adanya Pengadilan Tata Usaha Negara. Sedangkan A.V. Dicey menguraikan 3 ciri penting dalam setiap negara hukum yang disebutnya “The Rule Of Law”, yaitu: 1) Supremacy of law; 2) Equality before the law; 3) Due process to law (Ni’matul Huda, 2007:55-56). Keempat prinsip rechtsstaat yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut diatas, pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga to user prinsip rule of law commit yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menandai ciri-ciri Negara hukum modern dizaman modern. Bahkan oleh “The Internastional Commission of jurist”, prinsip-prinsip Negara hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan yang tidak memihak (indepedence and impartiality of judicary) yang pada zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara demokrasi. Prinsip-prinsip yang diangggap ciri penting negara hukum menurut “The International Commission Of Jurists” itu adalah: 1) Negara harus tunduk pada hukum; 2) Pemerintah menghormati hak-hak individu; 3) Peradilan yang bebas dan tidak memihak; dan Dari uraian-uraian diatas, dapat dirumuskan kembali adanya dua belas prinsip pokok Negara Hukum (Rechtstaat) yang merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu Negara modern sehingga dapat disebut Negara Hukum yaitu: 1) Supremasi Hukum (Supremacy of Law) Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum (supremacy of law), pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi. Dalam republik yang menganut sistem presidensiil yang bersifat murni, konstitusi itulah yang sebenarnya lebih tepat untuk disebut sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
seperti
dalam
sistem
pemerintahan
parlementer. 2) Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law) Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip commitsikap to user persamaan, segala diskriminatif dalam segala bentuk
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara guna mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat yang jauh lebih maju. 3) Asas Legalitas (Due Process of Law) Dalam setiap negara hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya (Due Process of Law) yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. 4) Pembatasan Kekuasaan Adanya pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ negara
dengan
cara
menerapkan
prinsip
pembagian
kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang. Kekuasaan harus selalu dibatasi dengan cara memisahmisahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat checks and balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain. Pembatasan kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan ke dalam beberapa organ yang tersusun secara vertikal. Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan. 5) Organ-organ Eksekutif Independen Pembatasan kekuasaan dizaman sekarang berkembang to userkelembagaan pemerintahan yang pula adanyacommit pengaturan
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bersifat independen, seperti bank sentral, organisasi tentara, organisasi kepolisian dan kejaksaan. Lembaga, badan atau organisasi-organisasi ini sebelumnya dianggap sepenuhnya berada
dalam
kekuasaan
eksekutif,
tetapi
sekarang
berkembang menjadi independen sehingga tidak lagi sepenuhnya merupakan hak mutlak seorang kepala eksekutif untuk
menentukan
pengangkatan
atau
pemberhentian
pimpinannya. 6) Peradilan yang bebas dan tidak memihak Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap negara hukum. Dalam menjalankan
tugas
judisialnya,
hakim
tidak
boleh
dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang. Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif
maupun
legislatif
ataupun
dari
kalangan
masyarakat dan media massa. 7) Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara juga menyangkut prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya secara khusus sebagai pilar utama negara hukum. Dalam setiap negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi tiaptiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi negara. Peradilan Tata Usaha Negara ini penting karena yang menjamin agar warga negara tidak dizalimi oleh keputusan-keputusan
para pejabat
sebagai pihak yang berkuasa. commit to user
administrasi negara
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Peradilan Tata Negara (Constitusional Court) Dalam negara hukum modern diharapkan adanya jaminan tegaknya keadilan tiap-tiap warga negara dengan mengadopsikan gagasan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraannya. Pentingnya Mahkamah Konstitusi adalah upaya memperkuat sistem check and balances antara cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisah-pisahkan untuk menjamin demokrasi. 9) Perlindungan Hak Asasi Manusia Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dimasyaratkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia sebagai ciri yang penting suatu negara hukum yang demokratis. 10) Bersifat Demokratis (Democratische Rechtstaat) Dalam prinsip demokrasi yang menjamin peran serta masyarakat
dalam
proses
pengambilan
keputusan
kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. 11) Berfungsi sebagai sarana mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtstaat) Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang commit to user dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi maupun
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang diwujudkan melalui gagasan negara hukum yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Bahkan sebagaimana cita-cita nasional yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, tujuan bangsa Indonesia bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan
ketertiban
dunia
berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 12) Transparansi dan Kontrol sosial Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peran serta masyarakat secara langsung dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran. Adanya partispasi langsung ini penting karena sistem perwakilan rakyat melalui parlemen tidak pernah dapat diandalkan sebagai
satu-satunya
saluran
aspirasi
rakyat
(Jimly
Asshiddiqie, 2005: 123-129). c. Negara Hukum Indonesia Penegasan Indonesia adalah negara hukum yang selama ini diatur dalam Penjelasan UUD 1945, dalam Perubahan UUD 1945 telah diangkat ke dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), berbunyi sebagai berikut “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Konsekuensi ketentuan tersebut adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum. Sekaligus ketentuan ini untuk mencegah terjadinya kesewenangwenangan dan arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat negara maupun penduduk. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menegaskan bahwa Indonesia adalah
negara hukum. Prinsip ini semula dimuat dalam Penjelasan, yang berbunyi: “Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).” Disamping itu, ada prinsip lain yang erat dengan prinsip negara hukum yang juga dimuat dalam Penjelasan: “Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar),
tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas).” Prinsip ini mengandung makna ada pembagian kekuasaan negara dan pembatasan kekuasaan (tidak absolut dengan kekuasaan tidak terbatas). Dengan ketentuan baru ini, maka dasar sebagai negara berdasarkan atas hukum mempunyai sifat normatif, bukan sekedar asas belaka. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Ni’matul Huda, 2007 : 62-63). Dalam paham the rule of law, upaya untuk melindungi hak-hak asasi manusia diterapkan dengan prinsip “equality before the law” sedangkan dalam paham rechstaat dengan prinsip “wetwetigheid”, yang kemudian menjadi “rechmatigheid”. Negara hukum indonesia hendak mewujudkan asas kerukunan antara pemerintah dan rakyat bukan hanya dengan penekanan hak atau kewajiban melainkan, yang penting menjalin hubungan antara kedua hal tersebut. Perwujudan negara hukum indonesia hendaklah dibangun berdasarkan ciri-ciri : 1) Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat yan didasarkan asas kekeluargaan; 2) Hubungan fungsional antar kekuasaan negara yang proporsional; 3) Prinsip penyelesaian sengketa yang mengutamakan musyawarah dan peradilan sebagai usaha terakhir; commit to user 4) Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban.
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mencermati uraian mengenai paham negara hukum rechstaat, the rule of law, dan negara hukum indonesia, dapat dikatakan bahwa ketiga paham negara hukum ini bermuara pada satu pengertian dasar bahwa hal yang mendasar dari negara hukum adalah kekuasaan yang berlandaskan hukum dan semua orang sama di hadapan hukum atau negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara, dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan dalam kerangka kekuasaan hukum (Marwan Effendy, 2005 : 32-33). d. Pemisahan Kekuasaan (Separation of Power) Salah satu ciri negara hukum, yang dalam bahasa Inggris disebut thr rule of law atau dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut rechstaat,
adalah
adanya
ciri
pembatasan
kekuasaan
dalam
penyelenggaraan kekuasaan negara. Pembatasan itu dilakukan dengan hukum yang kemudian menjadi ide dasar paham konstitusionalisme modern. Dalam empat ciri klasik negara hukum Eropa Kontinental yang biasa disebut rechstaat, terdapat elemen pembatasan kekuasaan sebagai salah satu ciri pokok negara hukum (Jimly Assiddiqie, 2006 : 11-12). Ajaran pemisahan kekuasaan berasal dari Montesquieu yang bertujuan untuk membatasi kekuasaan badan-badan atau pejabat penyelenggara negara dalam batas-batas cabang kekuasaan masingmasing. Dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan tersebut dapat dicegah penumpukan kekuasaan di satu tangan (absolut) atau sekelompok
kecil
orang
(oligarki)
yang
akan
menimbulkan
penyelenggaraan pemerintahan sewenang-wenang. (Bagir Manan, 2006 : 7-8). Pemisahan
kekuasaan
dapat
dipahami
sebagai
doktrin
konstitusional atau doktrin pemerintahan yang terbatas, yang membagi kekuasaan pemerintahan kedalam cabang kekuasaan legislatif, commit to user eksekutif, dan yudikatif. Tugas kekuasaan legislatif adalah membuat
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukum, kekuasaan eksekutif bertugas menjalankan hukum dan kekuasaan yudikatif bertugas menafsirkan hukum. Terkait erat dan tidak dapat dipisahkan dengan pengertian ini adalah checks and balances,
yang
mengatakan
bahwa
masing-masing
cabang
pemerintahan membagi sebagian kekuasaannya pada cabang yang lain dalam rangka membatasi tindakan-tindakannya. Ini berarti, kekuasaan dan fungsi dari masing-masing cabang adalah terpisah dan dijalankan oleh orang yang berbeda, tidak ada agen tunggal yang dapat menjalankan otoritas yang penuh karena masing-masing bergantung satu sama lain Konsepsi trias politicia yang diidealkan oleh Montesquieu ini jelas tidak relevan lagi dewasa ini, mengingat tidak mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi tersebut hanya berurusan secara eksklusif dengan salah satu dari ketiga fungsi kekuasaan tersebut. Kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu tidak mungkin tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain dengan prinsip checks and balances. Karena itu, doktrin trias politicia yaang biasa dinisbatkan dengan tokoh Montesquieu yang mengandaikan bahwa tiga fungsi kekuasaan negara selalu harus tercermin di dalam tiga jenis organ negara, sering terlihat tidak relevan lagi untuk dijadikan rujukan (Ni’matul Huda, 2007:64-65). Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak menganut ajaran pemisahan kekuasaan (Separation of power) akan tetapi didalam Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai sistem tersendiri yaitu pembagian kekuasaan (distribution of power) dimana di dalam pembagian kekuasaan tersebut dimungkinkan adanya kerjasama antara lembaga-lembaga negara. Kenyataan didalam kehidupan antar lembaga negara didalam menjalankan fungsi dan wewenangnya diperlukan adanya kerjasama diantara lembaga tersebut semisal antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi bersama-sama menjalankan fungsi dan wewenangnya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman sesuai dalam user Bab I Pasal 1 Nomor (2commit dan 3)toUndang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentang
Kekuasaan
Kehakiman
yang
mencerminkan
bahwa
diperlukannya kerjasama antara kedua lembaga tersebut untuk menjalankan kekuasaan kehakiman dengan tujuan terselenggarannya Negara Hukum republik Indonesia (Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti, 2005:20). 2. Tinjauan tentang Lembaga Negara a. Pengertian Lembaga Negara Secara sederhana, istilah lembaga negara atau organ negara dapat dibedakan dari perkataan lembaga atau organ swasta, lembaga masyarakat atau biasa dikenal dengan sebutan organisasi nonpemerintah (ornop). Oleh karena itu, lembaga apapun yang dibentuk bukan sebagai lembaga masyarakat dapat disebut lembaga negara, baik berada di ranah eksekutif, legislatif, yudikatif, ataupun bersifat campuran (Jimly Asshiddiqie, 2006:31). Ciri-ciri penting organ negara dalam arti sempit menurut Jimly Asshiddiqie (Jimly Asshiddiqie, 2006:38) adalah : 1) Organ negara itu dipilih atau diangkat untuk menduduki jabatan atau fungsi tertentu; 2) Fungsi itu dijalankan sebagai profesi utama atau bahkan secara bersifat eksklusif; 3) Karena fungsinya itu, ia berhak mendapatkan gaji dari negara. Lebih
lanjut
lagi,
secara
sistematis
Jimly
Asshiddiqie
mengklasifikasikan konsep lembaga negara menjadi 5 (lima) konsep yaitu ( Jimly Asshiddiqie, 2006:41-42): 1) Organ negara mencakup setiap individu yang menjalankan fungsi law creating or law applying function; 2) Mencakup individu yang menjalankan fungsi law creating or law applying function dan mempunyai posisi dalam struktur jabatan kenegaraan atau jabatan pemerintahan; commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Badan atau organisasi yang menjalankan law creating or
law
applying function dalam kerangka struktur dan sistem kenegeraan atau pemerintahan; 4) Organ atau lembaga negara hanya terbatas pada pengertian lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945, undang-undang atau peraturan yang lebih rendah; 5) Organ atau lembaga negara yang berada di tingkat pusat yang pembentukannya ditetapkan oleh UUD 1945. Jimly Asshiddiqie membedakan lembaga dari dua segi, yaitu dari segi fungsinya dan dari segi hirarkinya (Jimly Asshiddiqie, 2006:111-118) : 1) Pembedaan dari segi fungsinya Lembaga-lembaga negara dapat dikategorikan sebagai organ utama atau primer (primary constitutional organs) dan ada pula yang merupakan organ pendukung atau penunjang (auxilary state organs). Untuk memahami perbedaan keduannya, lembagalembaga negara tersebut dapat dibedakan dalam tiga ranah (domain) yaitu, kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan kehakiman atau yudikatif. 2) Pembedaan dari segi hirarkinya Ada dua kriteria yang dipakai, yaitu kriteria hirarki bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya dan kualitas fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalm sistem kekuasaan negara. Dari segi hirarkinya, lembaga negara dapat dibedakan dalam 3 (tiga) lapis yaitu : a) Organ pertama dapat disebut lembaga tinggi negara, yaitu (1) Presiden dan Wakil Presiden; (2) Dewan Perwakilan Rakyat; (3) Dewan Perwakilan Daerah; (4) Majelais Permusyawaratan Rakyat; commit to user (5) Mahkamah Konstitusi;
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(6) Mahkamah Agung; (7) Badan Pemeriksa Keuangan. b) Organ lapis kedua dapat disebut lembaga negara saja. Ada yang mendapatkan kewenangan dari UUD 1945 dan ada mendapatkan kewenangan dari undang-undang. Lembaga-lembaga negara sebagai organ konstitusi lapis kedua adalah (1) Menteri Negara; (2) Tentara Nasional Indonesia; (3) Kepolisian Negara; (4) Komisi Yudisial; (5) Komisi pemilihan umum; dan (6) Bank Sentral. c) Organ lapis ketiga adalah kategori lembaga negara yang sumber kewenangannya berasal regulator atau pembentuk peraturan di bawah undang-undang. Artinya, keberadaannya secara hukum hanaya didasarkan atas kebijakan Presiden (presidential policy) atau beleid Presiden. Jika Presiden hendak membubarkannya, maka tentu presiden berwenang untuk itu. Perkembangan masyarakat, baik secara ekonomi, politik dan sosial budaya serta pengaruh globalisme dan lokalisasi menghendaki struktur organisasi negara yang lebih responsif terhadap tuntutan mereka serta lebih efektif dan efisien dalam melakukan pelayanan publik dan mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan. kemudian beemunculanlah lembaga-lembaga negara baru yang dapat berupa dewan (council), komisi (commission), komite (comitte), badan (board), atau otorita (authority). Lembaga-lembaga baru tersebut biasa disebut state auxiliary organs atau auxiliary institution sebagai lembaga yang bersifat penunjang (sampiran). Diantara lembaga tersebut ada juga disebut sebaga self regulatory agencies, independent supervisory bodies, atau lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi commit to user campuran (mix-function) antara fungsi-fungsi regulatif, administratif,
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan fungsi penghukuman yang biasanya dipisahkan justru dilakukan secara bersamaan oleh lembaga-lembaga baru tersebut (Jimly Asshiddiqie, 2006:ix-x). Menurut Cornelis Lay yang dikutip Ni’matul Huda, kehadiran lembaga-lembaga sampiran negara merupakan bagian dari desain kelembagaan negara yang bertumpu pada prinsip pemencaran kekuasaan. Sebuah pilihan yang boleh jadi merupakan reaksi terhadap politik Orde Baru:otoritarianisme, sentralistik dan unformitas (Cornelis Lay dalam Ni’matul Huda, 2007:201). Firmansyah
Arifin
yang
dikutip
oleh
Ni’matul
Huda,
berpendapat dalam kasus di Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi inti dan mempengaruhi banyaknya pembentukan lembaga-lembaga negara baru yang bersifat independen yaitu 1) Tiadanya kredibilitas lembaga-lembaga yang telah akibat asumsi dan bukti mengenai korupsi yang sistemik dan mengakar dan sulit diberantas; 2) Tidak independennya lembaga-lembaga negara yang ada kerena satu atau halnya tunduk di bawah pengaruh satu kekuasaan negara atau kekuasaan lain; 3) Ketidakmampuan lembaga-lembaga negara yang telah ada untuk melakukan tugas-tugas yang urgen dilakukan dalam masa transisi demokrasi karena persoala birokrasi dan KKN; 4) Pengaruh global, dengan pembentukan auxiliary state agency atau watchdog institutions di banyak negara yang berada dalam situasi menuju demokrasi telah menjadi suatu kebutuhan bahkan suatu keharusan sebagai alternatif dari lembag-lembaga yang ada yang mungkin menjadi bagian sistem yang hrus direformasi; 5) Tekanan lembaga-lembaga internasional, tidak hanya sebagai prasyarat untuk memasuki pasar global, tetapi juga untuk membuat demokrasi sebagai satu-satunya jalan bagi negara-negara asalnya berada di bawah kekuasaan otoriter (Firmansyah Arifin dalam commit to user Ni’matul Huda, 2007:202).
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Tinjauan tentang Sistem Peradilan Indonesia a. Sistem Peradilan Di Indonesia Sebagai suatu sistem, peradilan memiliki sub sistem-sub sistem yang menunjang bekerjanya sistem peradilan yang ada. Sistem Peradilan mempunyai mekanisme yang bergerak menuju kearah pencapaian misi dari hakekat keberadaan peradilan, sebagai suatu lembaga operasionalisasi sistem peradilan menuntut adanya visi yang jelas agar aktivitas atau pelaksanaan peran peradilan berproses secara efektif dan efisien. Sistem tersebut terdiri atas bagian-bagian yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan semuanya bermuara pada satu tujuan, yaitu penegakan hukum yang benar, adil, berkepastian hukum dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Menurut Satjipto Raharjo, bagian-bagian tersebut berhubungan satu dengan yang lain dalam satu kesatuan dan bekerja secara aktif mencapai tujuan pokok, didalamnya terkandung unsur-unsur 1) Berorientasi pada tujuan; 2) Keseluruhan adalah lebih dari sekedar jumlah dari bagianbagiannya; 3) Sistem berinteraksi dengan sistem yang lebih besar, yaitu lingkungannya; 4) Bekerjanya bagian-bagian fari sistem it menciptakan sesuatu yang berharga; 5) Masing-masing bagian harus cocok satu dengan yang lain (ada keterhubungan); 6) Kekuatan pemersatu yang mengikat sistem itu (mekanisme kontrol) (Sunarjo, 2010:16). Sebagaimana
ditegaskan
dalam
Cetak
Biru
(blueprint)
pembaharuan Mahkamah Agung RI bahwa VISI Mahkamah Agung adalah “mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman usermendapatkan kepercayaan publik, yang mandiri, efektif, commit efisien to serta
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
profesional dan memberi pelayanan hukum yang berkualitas, etis, terjangkau, dan biaya rendah bagi masyarakat serta mampu menjawab panggilan pelayanan publik.” Visi Mahkamah Agung tersebut merupakan sinar pemberi arah (moving target) bagi perjalanan lembaga peradilan kedepan. Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, memiliki prosedur hukum acara dan yurisdiksinya masing-masing. Tiap-tiap peradilan tersebut sebagai sub sistem-sub sistem dari sistem peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, memiliki kompetensi sesuai dengan domain (ranah) kompetensi keilmuan yang melekat pada predikat peradilan masing-masing. b. Tinjauan Tentang Peradilan Yang Bersih dan Berwibawa Perwujudan lembaga peradilan sebagai tonggak terdepan di dalam pencarian suatu keadilan adalah hal yang diidamkan masyarakat. Keadilan itu sendiri adalah tujuan lembaga peradilan didalam menjalankan fungsi dan wewenangnya masing-masing. Di dalam mencapai tujuannya lembaga peradilan terdapat berbagai organ pelaksana didalamnya diantaranya yang paling penting adalah keindepensiaan pelaksana peradilan tersebut bebas
dari berbagai
kepentingan dari luar yang akan mempengaruhi keadilan tersebut. Mewujudkan peradilan bersih dan bebas adalah tanggung jawab bersama stake holder bangsa. Semua elemen harus menyadari bahwa peradilan bersih akan menghasilkan multi efek keadilan sosial yang akan mengikis habis korupsi dan nepotisme dalam berbagai sektor kehidupan termasuk di dalamnnya pengadilan. Untuk mewujudkan peradilan bersih maka hakim dalam memutus perkara harus berpedoman dengan kode etik dan perilaku hakim. Meski demikian, hakim juga membutuhkan pengawasan lembaga lain seperti Komisi Yudisial agar berjalan sesuai rasa keadilan. “Komisi Yudisial dibentuk user dan hakim yang belum sesuai atas keprihatinan atas commit kondisi to peradilan
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan harapan masyarakat,” kata Muzayyin Menurut Busyro Muqoddis beberapa unsur peradilan yang bersih adalah a) Penguatan legalitas fungsi independensi dan transparansi; b) Transparansi rekruitmen pejabat peradilan; c) Transparansi internal dalam proses peradilan; d) Informasi dan keuangan; e) Efektifitas sanksi bagi pelanggar; f) Efektifitas lembaga pengawas eksternal; g) Kemudahan akses Beria Acara Perkara (BAP), dakwaan, dan putusan; h) Transparansi nalar hukum dari aspek moralitas hukum, kepastian hukum dan penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) terdakwa atau para pihak (Jurnal Buletin Komisi Yudisial.2009. Vol IV :9).
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Negara Hukum
Mafia Peradilan
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009)
Peradilan Bersih Dan Berwibawa
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan : Berdasarkan kerangka berpikir di atas, menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara hukum dimana didalamnya terdapat sistem peradilan yang bersih dan berwibawa didalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Akan tetapi di dalam prakteknya dijumpai adanya mafia peradilan yang telah masuk ke dalam ranah sistem peradilan di Indonesia yang menyebabkan tujuan dari commit to user adanya sistem peradilan terebut tidak dapat terselenggara sesuai yang di
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harapkan masyrakat dan bangsa Indonesia. Keberadaan mafia peradilan tidak bisa begitu saja dibiarkan dan harus segera diberantas karena telah menyebar ke semua ranah hukum. Pemerintah disini sebagai penyelenggara kekuasaan eksekutif tidak bisa tinggal dia begitu saja melihat mafia peradilan yang telah merusak tatanan hukum . Sebagai upaya untuk memberantas mafia peradilan tersebut Presiden Susilo Bambang Yudoyono membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum diharapakan keberadaan mafia peradilan tersebut dapat secepatnya diberantas.
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. LATAR
BELAKANG
DIBENTUKNYA
SATUAN
TUGAS
PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM TATANAN HUKUM TATA NEGARA INDONESIA
1. Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Reformasi politik tahun 1998 yang kemudian disusul dengan reformasi konstitusi (amandemen UUD 1945) tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 merupakan sebuah perubahan besar bagi bangsa Indonesia dalam
bidang
ketatanegaraan.
Lahirnya
lembaga-lembaga
negara
independent ataupun komisi-komisi negara dengan dasar hukum pembentukannya yang sangat berseragam. Ada komisi negara yang kewenangannya berdasarkan Undang-Undang Dasar (constitutionally entrusted power) , Ketetapan MPR, Undang-Undang (legislative entrusted power), dan bahkan ada pula lembaga atau komisi yang kewenangannya berasal atau bersumber dari Keputusan Presiden (Peraturan Presiden). Perubahan mendasar terhadap tatanan Lembaga Negara pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945 memunculkan berbagai macam lembaga-lembaga negara independen ataupun komisi negara dalam ketatanegaraan Indonesia yang tentunya memerlukan pengaturan yang jelas dan tegas mengenai tugas serta kewenangan masing lembagalembaga negara tersebut dalam menjalankan fungsinya, agar tidak menimbulkan tumpangtindih kewenangan. Ditingkat pusat dapat dibedakan dalam empat tingkatan kelembagaan yang meliputi antara lain: a. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang diatur dan ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
b. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang yang diatur atau ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden; c. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden; d. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri atau keputusan pejabat di bawah Menteri (Jimly Asshiddiqie, 2006:50). Ni’matul Huda menambahkan penjelasan dari tingkat kelembagaan ditingkat pusat sebagaimana berikut: a. Lembaga Negara pada tingkatan konstitusi misalnya adalah Presiden, Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kewenagannya diatur dalam dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan dirinci lagi dalam Undang-Undang, meskipun pengangkatan para anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Presiden sebagai pejabat administrasi negara yang tertinggi. b. Lembaga-Lembaga tingkat kedua adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang yang berarti sumber kewenangan berasal dari pembentuk undang-undang. Proses pemberian kewenangan kepada lembaga-lembaga ini melibatkan peran DPR dan Presiden, atau untuk hal-hal tertentu melibatkan pula peran DPD. Karena itu pembubaran atau pengubahan bentuk dan kewenangan lembaga semacam ini juga memerlukan keterlibatan Presiden dan DPR. Jika pembentukannya melibatkan DPD, maka pembubarannya juga harus melibatkan DPD. Misalnya, Kejaksaan Agung, Bank Indonseia (BI). Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), PPATK, Komnas HAM, dan commit to user undang-undang, dan karena itu sebagainya yang dibentuk berdasarkan
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak dapat diubah atau dibubarkan kecuali dengan mengubah atau mencabut undang-undangnya. Pengaturan kewenangan mengenai lembaga-lembaga tersebut terdapat dalam undang-undang (UU), tetapi pengangkatan anggotanya tetap dengan Keputusan Presiden sebagai pejabat administrasi negara tertinggi. Bahkan, lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang dasarpun pengangkatan anggotanmya tetap dilakukan dengan Keputusan Presiden, sehingga pembentukan dan pengisian jabatan keanggotaan semua lembaga negara tersebut tetap melibatkan administrasi yang kekuasaan tertingginya berada ditangan presiden sebagai kepala pemerintahan. Presiden adalah kepala pemerintahan dan arena itu presiden jugalah yang merupakan administrator negara tertinggi atau pejabat tata usaha negara yang tertinggi. c. Pada
tingkat
ketiga
adalah
lembaga-lembaga
yang
sumber
kewenangannya murni dari presiden sebagai kepala pemerintahan, sehingga pembentukannya sepenuhnya bersumber dari beleid (cara atau langkah yang ditempuh untuk melaksanakan program) presiden (presidential policy). Artinya, pembentukan, perubahan, ataupun pembubarannya
tergantung
kepada
kebijakan
presiden
semata.
Pengaturan mengenai organisasi lembaga negara yang bersangkutan juga cukup dituangkan dalam Peraturan Presiden yang bersifat regeling dan pengangkatan anggotanya dilakukan dengan keputusan presiden yang bersifat beschiking. d. Yang lebih rendah lagi tingkatannya ialah lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri. Atas inisiatif menteri sebagai pejabat publik
berdasarkan
kebutuhan
berkenaan
dengan
tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan di bidang-bidang yang menjadi tanggungjawabnya, dapat saja dibentuk badan, dewan lembaga ataupun panitia-panitia yang sifatnya permanen dan bersifat spesifik (Ni’matul Huda, 2007:90). commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ajaran pemisahan kekuasaan (separation of power) yang berasal dari Montesquieu yang bertujuan untuk membatasi kekuasaan badan-badan atau pejabat penyelenggara negara dalam batas cabang kekuasaan masingmasing. Dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan tersebut dapat dicegah penumpukan kekuasaan disatu tangan (absolut) atau sekelompok kecil orang (oligarki) yang akan menimbulkan penyelenggaraan pemerintahan yang sewenang-wenang. Dalam praktik, ajaran pemisahan kekuasaan tidak dapat dijalankan secara konsekuen. Selain tidak praktis, pemisahan secara absolut antara cabang-cabang kekuasaan yang tidak disertai atau meniadakan sistem pengawasan atau keseimbangan antara cabang kekuasaan yang satu dengan yang lain dapat menimbulkan kesewenang-wenangan menurut atau di dalam lingkungan masing-masing cabang kekuasaan tersebut. Bagaimanapun juga, tetap diperlukan suatu mekanisme yang mengatur hubungan antara cabang-cabang kekuasaan itu baik dalam rangka menjalankan bersama suatu fungsi penyelenggaraan negara maupun untuk saling mengawasi antara cabang-cabang kekuasaan yang satu dengan cabang kekuasaan yang lain. Pemikiran mengenai mekanisme saling mengawasi dan kerja sama ini telah melahirkan teori-teori modifikasi atas ajaran pemisahan kekuasaan yaitu teori pembagian kekuasaan (distribution of power) yang menekankan pada pembagian fungsi-fungsi pemerintahan, bukan pada pemisahan organ, dan teori checks and balances. Prinsip ajaran pemisahan kekuasaan meskipun dapat tetap dijalankan dengan organ-organ negara yang disusun secara terpisah dan disertai dengan
masing-masing
kekuasaan
yang
terpisah
pula,
dalam
penyelenggaraannya diciptakan mekanisme yang menekankan pada saling mengawasi dan kerja sama ini telah melahirkan teori-teori modifikasi atas ajaran pemisahan kekuasaan yaitu teori pembagian kekuasaan (distribution of powers) yang menekankan pada pembagian fungsi-fungsi pemerintahan, bukan pada pemisahan organ, dan teori checks and balances. Meskipun to user prinsip ajaran pemisahan commit kekuasaan tetap dijalankan dengan organ-organ
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
negara yang disusun secara terpisah dan disertai dengan masing-masing kekuasaan yang terpisah pula, dalam penyelenggaraannya diciptakan mekanisme yang menekankan pada saling mengawasi antara cabang kekuasaan satu dengan cabang kekuasaan yang lain. Hanya dengan mekanisme checks and balances dapat dicegah masing-masing cabang kekuasaan menyalahgunakan kekuasaanya atau bertindak sewenangwenang. Tanpa checks and balances dari cabang kekuasaan yang lain, eksekutif dapat menjalankan kekuasaan yang sewenang-wenang (Bagir Manan, 2006:8). Kedudukan lembaga eksekutif sesudah adanya perubahan UndangUndang Dasar 1945 dipandang sebagai lembaga negara yang memegang kekuasaan pemerintahan yang sejajar dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hal tersebut sesuai dengan teori pemisahan kekuasaan (separation of power) yang berdasarkan prinsip checks and balances. Bentuk keorganisasian banyak negara modern dewasa ini juga mengalami perkembangan yang sangat pesat, khususnya berkenaan dengan inovasi baru yang tidak terelakkan. Perkembangan baru itu juga terjadi di Indonesia, ditengah keterbukaan yang muncul bersamaan dengan gelombang demokratisasi di era reformasi empat tahun tahun terakhir. Pada tingkatan pertama, muncul kesadaran yang makin kuat bahwa badanbadan negara tertentu seperti organisasi tentara, organisasi kepolisian dan Kejaksaan Agung, serta Bank Sentral harus dikembangkan secara independen.
Independensi
lembaga-lembaga
ini
diperlukan
untuk
kepentingan menjamin pembatasan kekuasaan dan demokratisasi yang lebih efektif. Dari keempatnya, yang sekarang telah resmi menikmati kedudukan. Pada tingkat kedua, juga muncul perkembangan berkenaan dengan user Nasional Hak Asasi Manusia lembaga-lembaga khusus commit seperti toKomisi
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Komnas HAM), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Ombudsman, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan sebagainya. Di bidang administrasi dan pelaporan transaksi keuangan dibentuk pula lembaga baru yang bernama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang juga ditentukan bersifat independen. Selain itu ada pula komisi yang dibentuk hanya dengan Keputusan Presiden, Komisi Hukum Nasional (KHN). Komisi atau lembaga semacam ini selalu diidealkan bersifat independent dan seringkali memiliki fungsi-fungsi yang bersifat campursari, yaitu semi-legislatif dan regulatif, semi-administratif, dan bahkan semi-judiaktif. Bahkan, dalam kaitan itu muncul pula istilah independent and self regulatory bodies yang juga berkembang dibanyak negara. Di Amerika Serikat, lembaga-lembaga seperti ini tercatat lebih dari 30-an jumlahnya dan pada umumnya jalur pertanggungjawabannya secara fungsional dikaitkan dengan Kongres Amerika Seriakt. Yang dapat dijadikan contoh dalam hal ini, misalnya, adalah Federal Trade Commision (FTC), Federal Communication Commision (FCC), dan sebagainya. Kedudukan lembaga-lembaga ini di Amerika Serikat, meskipun secara administratif tetap berada di lingkungan pemerintahan eksekutif, tetapi pengangkatan dan pemberhentian para anggota komisi itu ditentukan dengan pemilihan oleh kongres. Oleh karena itu, keberadaan lembaga-lembaga seperti ini di Indonesia dewasa ini, betapapun juga, perlu didudukkan pengaturannya dalam kerangka sistem ketatanegaraan Indonesia modern, dan sekaligus dalam kerangka pengembangan sistem hukum nasional yang lebih menjamin keadilan dan demokrasi di masa yang akan datang (Jimly Asshiddiqie, 2009:190-191).
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Kekuasaan Presiden Sebagai Pemegang Kekuasan Eksekutif Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, presiden beserta seluruh administrasi negara lainnya, menyelenggarakan pemerintahan sehari-hari. Penyelenggaraan
sehari-hari
tersebut
mencakup
semua
lapangan
administrasi negara, baik yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan, ketentuan-ketentuan tak tertulis maupun berdasarkan kebebasan bertindak untuk
mencapai tujuan pembentukan pemerintahan seperti
diamanatkan oleh pembukaan Undang-Undang Dasar, yaitu: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteran umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 4 ayat 1 menyebutkan bahwa ”Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar”. Ditinjau
dari
teori
pembagian
kekuasaan, yang dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif. Sebagai kekuasaan eksekutif, penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum dan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat khusus. Kekuasaan penyelenggaraan pemerinntahan yang bersifat umum adalah kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara. Presiden adalah
pimpinan
tertinggi
penyelenggaraan
administrasi
negara.
Penyelenggaraan administrasi negara meliputi tugas dan wewenang yang sangat luas, yaitu setiap entuk perbuatan atau kegiatan administrasi negara. Lingkup dan tugas dan wewenang ini makin meluas sejalan dengan makin meluasnya tugas-tugas dan wewenang negara atau pemerintah (Bagir Manan, 2006:122). Kewenangan presiden biasanya dirinci secara tegas dalam UndangUndang Dasar. Perincian kewenangan ini penting untuk membatasi sehingga presiden tidak bertindak sewenang-wenang. Sudah tentu tergantung kepada konstitusi atau undang-undang dasar Negara yang bersangkutan untuk menentukannya. commit to userMisi undang-undang dasar dan
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gerakan konstitusionalisme modern yang berkembang dalam sejarah memang dimaksudkan sebagai gerakan untuk mengatur dan membatasi kekuasaan para kepala pemerintahan dari kemungkinan menjadi diktator. Mengapa umat manusia membutuhkan konstitusi, justru untuk mengatur dan membatasi kekuasaan yang menurut Lord Acton memiliki hukum besinya sendiri, yaitu power tend to corrupt and absolute power corrupts absolutely (kekuasaan selalu cenderung berkembang menjadi sewenangwenang, dan kekuasaan yang bersifat mutlak cenderung mutlak pula kesewenang-wenangannya). Beberapa kewenangan presiden yang bisa dirumuskan dalam undangundang dasar berbagai Negara, mencakup lingkup kewenangan sebagai berikut : a. Kewenangan
yang
bersifat
eksekutif
atau
menyelenggarakan
pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar (to govern based on the constitution). Bahkan, dalam sistem yang lebih ketat, semua kegiatan pemerintahan yang dilakukan oleh presiden haruslah didasarkan atas perintah konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian kecendrungan yang biasa terjadi dengan apa yang disebut discreationary power, dibatasi sesempit mungkin wilayahnya. b. Kewenangan yang bersifat legislatif atau untuk mengatur kepentingan umum atau publik (to regulate public affairs based on the law and the constitution). Dalam system pemisahan kekuasaan (separation of power), kewenangan untuk mengatur ini dianggap ada ditangan lembaga perwakilan, bukan ditangan eksekutif. Jika lembaga eksekutif merasa perlu mengatur maka kewenangan mengatur ditangan eksekutif itu bersifat derifatif dari kewenangan legislatif. Artinya, presiden tidak boleh menetapkan suatu, misalnya, Keputusan Presiden tidak boleh lagi bersifat mengatur secara mandiri seperti dipahami selama ini. c. Kewenangan yang bersifat judisial dalam rangka pemulihan keadilan yang terkait dengan putusan pengadilan, yaitu untuk mengurangi to user ataupun menghapuskan tuntutan hukuman, memberikan commit pengampunan,
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang terkait erat dengan kewenangan pengadilan. Dalam sistem parlementer yang mempunyai kepala negara, ini biasanya mudah dipahami karena adanya peran simbolik yang berada ditangan kepala negara.
Tetapi
dalam
sistem
presidensiil,
kewenangan
untuk
memberikan grasi, abolisi dan amnesti itu ditentukan berada ditangan presiden. d. Kewenangan yang bersifat diplomatik, yaitu menjalankan perhubungan dengan negara lain atau subjek hukum Internasional lainnya dalam konteks hubungan luar negri, baik dalam keadaan perang maupun damai. Presiden adalah pucuk pimpinan negara, dan karena itu dialah yang menjadi symbol kedaulatan politik suatu Negara dalam berhadapan dengan negara lain. Dengan persetujuan parlemen, dia jugalah yang memiliki kewenangan politik untuk menyatakan perang dan berdamai dengan Negara lain. e. Kewenangan yang bersifat administratif untuk mengangkat dan memberhentikan orang dalam jabatan-jabatan administrasi negara. Karena presiden juga merupakan kepala eksekutif maka sudah semestinya dia berhak untuk mengangkat dan memberhentikan orang dalam jabatan pemerintahan atau jabatan administrasi negara (Jimly Assidiqie, 2010:182-183). Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan mempunyai kekuasaan dibentuk perundang-undangan juga luas. Presiden turut berbagi kekuasaan dengan badan legislatif dalam membuaat undang-undang. Disamping itu, presiden berwenang membuat peraturan perundangundangan sendiri baik atas dasar kewenangan mandiri maupun yang didasarkan pada pelimpahan dari suatu undang-undang. Kekuasaan presiden dalam bidang perundang-undangan diantaranya adalah: a. Kekuasaan Membentuk Undang-undang Penyelenggaraan negara dalam sistem kontinental tidak disarkan pada pemisahan kekuasaan, tetapi pada pembagian fungsi bahkan to user Eropa, pembentukan undang(diffussion of powers). commit Di negara-negara
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
undang dilakukan bersama-sama badan eksekutif dan badan legislatif. Baik eksekutif maupun legislatif sama-sama mempunyai hak inisiatif untuk mengajukan rancangan undang-undang. Sesuai didalam UndangUndang Dasar 1945, Pasal 5 ayat (1) ” Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.” (Coba dicheck lagi didalam UUD 45 Pasca Amandemen). Eksekutif ikut serta dalam pembahasan rancangan undang-undang di badan perwakilan rakyat, sistem inilah yang dianut Undang-Undang Dasar 1945 dalam pembentukan undang-undang (Bagir Manan, 2006:128-129). b. Kekuasaan Membentuk Peraturan Pemerintah Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa:
”Presiden
menjalankan
menetapkan
undang-undang
Peraturan
sebagaimana
Pemerintah mestinya”.
untuk Presiden
menetapkan Peraturan Pemerintah hanya untuk melaksanakan undangundang. Dengan demikian Peraturan Pemerintah harus didasarkan pada undang-undang tertentu. Peraturan Pemerintah ditetapkan berdasarkan perintah tegas undang-undang (delegasi) atau semata-mata berdasarkan pertimbangan Presiden untuk melaksanakan suatu undang-undang. Dalam hal tidak ada perintah tegas dari undang-undang, Presiden bebas memilih bentuk peraturan lain seperti peraturan Presiden sesuai didalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, kecuali apabila hal tersebut akan melanggar asas-asas umum peraturan perundang-undangan yang baik atau pembatasan tekhnis lainnya, misalnya larangan pemuatan sanksi pidana. Seperti telah disebutkan, Peraturan Pemerintah untuk melaksanakn undang-undang. Pembuatan undang-undang yang baik termasuk mengurangi sesedikit mungkin pengaturan delegasi baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah maupun peraturan lainnya (Bagir Manan, 2006:147). commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Kewenangan Menetapkan Keputusan Presiden Keputusan kewenangan
Presiden
dan
sifat
dapat
dibedakan
berdasarkan
materi
kewenangannya.
Dari
sumber sumber
kewenangannya, Keputusan Presiden dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Keputusan Presiden yang melekat pada kewenangan Presiden baik dalam rangka menjalankan administrasi negara yang umum maupun menjalankan administrasi yang khusus yang bersumber pada kewenangan yang bersifat prerogatif. 2) Keputusan Presiden yang bersifat delegasi untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar, TAP MPR, dan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah. Dari sifat materi muatannya, Keputusan Presiden dapat dibedakan menjadi Keputusan Presiden yang berisi ketetapan (beschikking) dan Keputusan Presiden yang mengatur. Keputusan Presiden yang mengatur dapat dibenarkan sepanjang hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan administrasi negara, tidak boleh mengenai hal-hal yang bersifat ketatanegaraan. Tetapi sejak ditetapkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, perbedaan Keputusan Presiden atas dasar materi muatan tidak diperlukan lagi. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, menghidupkan kembali ”Peraturan Presiden” sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, Keputusan Presiden hanya akan menyangkut materi beschikking, sedangkan materi muatan regelen akan dimuat dalam Peraturan Presiden. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, Pasal 7: 1. Jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut: (1) Undang-Undang Dasar. (2) Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang. (3) Peraturan Pemerintah. (4) Peraturan Presiden. (5) Peraturan Daerah. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: (1) Peraturan Daerah Propinsi, dibuat DPRD Propinsi bersama Gubernur. (2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dibuat DPRD Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota. (3) Pearaturan Desa/peraturan yang setingkat (desa), dibuat badan perwakilan rakyat dan atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau nama lainnya. 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. d. Kekuasaan Menetapkan Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti Undang-undang (Perpu) Wewenang Presiden menetapkan Perpu merupakan wewenang luar biasa di bidang perundang-undangan, sedangkan wewenang (ikut) membentuk undang-undang Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Presiden merupakan wewenang biasa (Bagir Manan, 2006:148-150). 3. Dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Penegasan Indonesia adalah negara hukum yang selama ini diatur dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, dalam Perubahan UndangUndang Dasar 1945 telah diangkat kedalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3), berbunyi sebagai berikut: “ Negara Indonesia adalah negara hukum”. Konsekuensi ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum. Sekaligus ketentuan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat negara maupun penduduk. Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Yang sesungguhnya memimpin dalam penyelenggaraan negara adalah hukum itu sendiri sesuai dengan prinsip “ the Rule of Law, and not of Man”, yang sejalan dengan pengertian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
“nomocratie”, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum, “ nomos” (Ni’matul Huda, 2007:61-62). Penegakan hukum dan pengadilan adalah salah satu kunci utama untuk memberantas praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Karenanya agenda mewujudkan Negara yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme harus dimulai lebih dulu dari pembenahan sektor penegakan hukum dan pengadilan. Aparat penegak hukum dan hakim harus mampu bersikap tegas terhadap pelaku tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme agar dapat menciptakan efek jera terhadap siapapun yang berpikir untuk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Sedemikian sentralnya peran lembaga penegak hukum dan pengadilan dalam proses pemberantasan KKN, seorang professor ternama, Taverne, menyatakan “give me good judges, good supervisory judges, good prosecutors and good police officers, I can have good law enforcement, although with a poor criminal code” (berikan aku hakim yang baik, hakim pengawas yang baik, jaksa penuntut yang baik dan polisi yang baik, saya akan mampu menegakkan hukum, meskipun aturan pidananya kurang baik). Untuk menekankan bahwa penegakan hukum yang dijalankan oleh aparat penegak hukum dan pengadilan merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan penegakan hukum daripada kerangka formal dalam bentuk undang-undang. Kendala yang dihadapi negara Indonesia saat ini adalah lembaga penegakan hukum dan pengadilan bukan merupakan jawaban untuk memastikan adanya pengakan hukum dan keadilan, namun menjadi salah satu permasalahan tersendiri. Proses penegakan hukum diselimuti oleh praktik KKN, penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan dan lain sebagainya yang dikenal dengan istilah mafia peradilan atau mafia hukum. Meski upaya memerangi KKN di lembaga penegakan hukum telah dimulai sejak lebih dari tiga dasawarsa yang lalu, namun proses tersebut masih jauh dari selesai (Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, 2010:1). commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch pada tahun 2002 yang dilakukan di enam wilayah di Indonesia secara detail telah mengklasifikasikan tahapan dan pihak yang terlibat serta modus mafia peradilan (mafia hukum). Praktik tersebut terjadi disepanjang proses penegakan hukum, dari hulu, yaitu proses penyelidikan, sampai hilir, yaitu proses pemasyarakatan. Praktik mafia hukum melibatkan anggota korps penegak hukum dan hakim, selain pihak eksternal. Pada lembaga kepolisian dan kejaksaan sebagai contoh, praktik tersebut meliputi permainan status penahanan, penggelapan perkara, permintaan uang jasa/operasional
untuk
menindaklanjuti
laporan
yang
masuk,
komersialisasi upaya paksa (penahanan dan penyitaan), rekayasa berita acara pemeriksaan, jual-beli surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dan sebagainya. Di pengadilan praktek mafia peradilan meliputi jual-beli vonis, penentuan majelis hakim yang mau bekerjasama dengan salah satu pihak, rekayasa berita acara persidangan, sampai penundaan eksekusi. Dilembaga pemasyarakatan, praktik yang umum terjadi adalah pemberian fasilitas diluar ketentuan bagi narapidana atau terdakwa yang mampu membayar, pemberian “ijin” keluar rumah tahanan dengan meminta imbalan, dan seterusnya. Praktik diatas barulah meliputi modus yang terkait langsung dengan penyelesaian perkara yang sedang berjalan. Modus mafia hukum yang tidak terkait langsung dengan perkara yang sedang berjalan juga tidak kalah banyaknya. Cukup sering disinggung misalnya peran aparat penegak hukum dalam yang melindungi berlangsungnya tindakan-tindakan illegal, seperti narkoba, perjudian, illegal logging dan sebagainya. (Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, 2010:2-3). Aktor mafia hukum tidak hanya dilakukan oleh oknum aparat pada lembaga penegak hukum negara. Advokat/pengacara sebagai bagian dari penegak hukum, juga ditenggarai sebagai salah satu aktor penting dalam praktik tersebut. Mereka aktif dalam membujuk kliennya untuk melakukan commit to user suap ataupun menggunakan uang dan kekuasaan guna memenangkan
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perkara. Sedemikian parahnya praktik mafia hukum diindonesia, sampai Sudjono (ketua Ikadin pada saat itu), dalam suatu diskusi soal mafia hukum diawal 2003, menggangap bahwa fenomena mafia hukum sebagai suatu “no cure disease” (penyakit yang tidak ada obatnya). Istilah mafia hukum belakangan menjadi pembicaraan didalam lapisan masyarakat, seiring dengan dibukanya rekaman pembicaraan hasil sadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari hasil pembicaraan Anggodo Wijoyo adik dari mantan pimpinan PT. Masaro Anggoro Wijoyo dengan para petinggi di kejaksaan dan kepolisian, di Mahkamah Konstitusi pada Novermber 2009, hal tersebut sebagai suatu perkara yang menarik perhatian publik, proses perkara ini berkembang sedemikian rupa dan mengakibatkan terpaparnya secara gamblang kepada masyarakat indikasi betapa proses penegakan hukum telah sedemikian jauh terjebak dalam gurita mafia hukum. Munculnya fakta yang tidak dapat terbantahkan bahwa seorang sipil bisa dengan mudah menghubungi para pejabat tinggi dilembaga-lembaga penegak hukum dan mengatur proses hukum yang tengah berjalan. Dengan adanya fakta tersebut, salah satu langkah yang diambil oleh presiden dengan mengingat pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Maka, untuk dapat menyikapi kondisi diatas dan untuk lebih mempercepat pemberantasan mafia hukum ialah dibentuk suatu badan Satuan tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH) melalui Keppres Nomor 37 tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, 2010:3-4). Pembentukan
Satuan
Tugas
Pemberantasan
Mafia
Hukum
mempunyai peran yang sangat vital yaitu untuk menjawab secara mendasar masalah mafia hukum, untuk memperoleh jawaban tersebut Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum melakukan penelitian untuk commit to hukum user serta akar permasalahan yang memetakan modus operandi mafia
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membuat praktik tersebut dapat tumbuh subur di berbagai institusi penegak
hukum
dan
pengadilan.
Dari
pemetaan
tersebut
akan
mengembangkan serangkaian strategi untuk mencegah, meminimalisir serta menanggulangi mafia hukum. Dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam Keppres, memang menyiratkan Satgas PMH bukanlah lembaga yang dapat secara langsung dapat memproses seorang mafia hukum. namun, Satgas PMH tetap dapat melakukan langkah pencegahan, tidak terkecuali penindakan, tentu melalui kerjasama dengan penegak hukum lainnya seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian.
Hal
ini
berfungsi
untuk
membuka
jalan
sehingga
pemberantasan mafia hukum dapat terus dilakukan. Pemberantasan mafia hukum mendesak untuk dilakukan. Untuk itu Kebijakan Presiden yang memprioritaskan pemberantasan mafia hukum menjadi sangat penting dan dibutuhkan tidak hanya untuk memperbaiki persepsi internasional mengenai permasalahan korupsi di Indonesia, namun juga yang lebih substantif untuk mewujudkan keadilan di masyarakat. Oleh karena itu, rasanya wajib bagi kita untuk mendukung kehadiran Satgas PMH yang dibentuk oleh Presiden, karena kita semua sangat berharap bahwa Satgas PMH ini dapat berjalan sesuai rencana, sehingga memberi arti dalam pemberantasan mafia hukum selama dua tahun mendatang.
(http://www.satgas-pmh.go.id> (3 September 2010
pukul 10.36))
B. FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG SISTEM PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Satgas terdiri dari unsur aparat penegak hukum, perwakilan masyarakat, dan profesional, yang dinilai berkompeten dan punya komitmen memberantas praktik mafia hukum. Satgas, akan dibentuk dalam format tim kecil. Keppres commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Satgas ini ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada rabu tanggal 30, bulan desember, tahun 2009. 1. Keanggotaan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Keanggotaan satgas dibentuk oleh presiden dan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 37 tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum : a. Ketua Merangkap Anggota : Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto, M.Sc. b. Sekretaris Merangkap Anggota
: Denny Indrayana
c. Anggota: 1) Darmono, S.H., M.M (Wakil Jaksa Agung) 2) Irjen Pol. Drs. Herman Effendi (Polri) 3) Mas Achmad Santosa, S.H., LL.M. (Profesional) 4) Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M. (Ketua PPATK) 2. Tugas dan Wewenang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, SATGAS mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: a. Satgas dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada President, melalui Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKPPPP); Unit
Kerja
Presiden
Bidang
Pengawasan
dan
Pengendalian
Pembangunan (disingkat UKP4 atau UKP-PPP) adalah sebuah unit kerja yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjalankan tugas-tugas khusus sehubungan dengan kelancaran pemenuhan program kerja Kabinet Indonesia Bersatu II. Kepala UKP4 adalah Kuntoro Mangkusubroto, yang penunjukan dan pelantikannya dilakukan bersamaan dengan Kabinet Indonesia Bersatu II. UKP4 merupakan kelanjutan dari Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R). commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tugas Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4): 1) UKP-PPP bertugas membantu Presiden dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian pembangunan sehingga mencapai sasaran pembangunan nasional dengan penyelesaian yang penuh. 2) Prioritas pelaksanaan tugas UKP-PPP ditentukan dari waktu ke waktu oleh Presiden, meliputi bidang: a) Peningkatan kapasitas dan efektifitas sistem logistik nasional; b) Peningkatan efektifitas dan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi dan perbaikan pelayanan umum; c) Perbaikan iklim usaha dan investasi; d) Peningkatan kinerja dan akuntabilitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis; e) Bidang lain yang ditentukan oleh presiden. Fungsi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4): 1) Membantu Presiden dalam mengelola pelaksanaan sinkronisasi dan konsistensi perencanaan, pemantauan, pengendalian, pelancaran, dan percepatan program pembangunan; 2) Membantu Presiden dalam menetapkan unsur dan tata cara pengendalian pelaksanaan program Pemerintah, pemantauan kemajuan,
dan
mengusulkan
langkah
untuk
memperlancar
pelaksanaan program; 3) Menampung
saran
dan
keluhan
masyarakat,
melakukan
pemantauan dan analisa atas kelambatan pelaksanaan program Pemerintah serta membantu untuk mengatasinya; 4) Membantu Presiden dalam pengendalian 15 (lima belas) program prioritas unggulan :
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Satgas bertugas melakukan koordinasi, evaluasi, koreksi dan pemantauan agar upaya pemberantasan mafia hukum berjalan efektif; c. Dalam melaksanakan tugasnya satgas berwenang: 1) Bekerja sama dengan Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Ombudsman, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Komisi Hukum Nasional, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Organisasi Profesi Advokat, Organisasi Profesi Notaris, Organisasi Profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan lembaga negara lainnya dalam upaya pemberantasan mafia hukum; 2) Melakukan penelaahan dan penelitian serta hal-hal lain yang dianggap perlu guna memperoleh segala informas yang diperlukan dari semua instansi Pemerintah Pusat maupun instansi Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD, serta pihak-pihak lain yang dianggap perlu. 3. Strategi Pencegahan dan Penindakan Pemberantasan mafia hukum oleh Satgas PMH menerapkan strategi pencegahan dan penindakan. Strategi pencegahan dilakukan melalui pembenahan dan perbaikan sistem (system improvement) yang bertujuan untuk mengantisipasi dan mencegah terulangnya praktik mafia hukum. Sedangkan strategi penindakan, ditempuh dengan jalan merangkul aparat penegak hukum untuk: a. Memberikan terapi kejut kepada pelaku praktik mafia hukum; b. Menjadi pintu masuk bagi upaya perbaikan sistem; c. Mengembalikan harapan dan kepercayaan masyarakat terhadap komitmen pemerintah memberantas mafia hukum; d. Menjadi pemicu (trigger) bagi institusi penegak hukum untuk “berkompetisi”
dalam upaya commit to userpemberantasan
mafia
hukum.
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/19
>
[14
November 2010 pukul 01.45] ) 4. Program Kerja Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Tahun 20102011 Berdasarkan Keppres No. 37 tahun 2009 Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dapat dilakukan secara efektif. Secara umum, kegiatan utama yang dilakukan Satgas pemberantasan mafia hukum bertugas untuk melakukan koordinasi, menerima pengaduan masyarakat, evaluasi, koreksi dan pemantauan agar pemberantasan mafia hukum dapat dilakukan secara efektif.
Secara
umum,
kegiatan
utama
yang
dilakukan
satgas
pemberantasan mafia hukum untuk menjalankan tugas yang diamanatkan, sebagai berikut : a. Koordinasi Melakukan
koordinasi
dengan
berbagai
lembaga
negara,
khusunya Mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan, Pemasyarakatan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Komisi Kepolisian Nasional dan Kejaksaan dalam rangka mempercepat perbaikan sistem yang dapat mencegah dan meminimalisir praktik mafia hukum serta menindaklanjuti penanganan pengaduan masyarakat yang terkait dengan lembaga-lembaga tersebut. b. Pengaduan Masyarakat, Koreksi dan Monitoring Menerima dan memproses pengaduan masyarakat, melakukan koreksi dan monitoring sebagai tindak lanjut hasil analisis pengaduan masyarakat maupun informasi-informasi lain tentang dugaan praktik mafia hukum serta memantau perkara-perkara yang menarik perhatian publik. Kegiatan koreksi dan monitoring adalah pada mafia hukum dalam kasus tindak pidana korupsi, perpajakan, kepailitan, narkotika dan obat terlarang, perbankan dan pasar modal, pembalakan liar (illegal logging), penangkapan ikan liar (illegal fishing), penambangan commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
liar (illegal mining), dan perkara lain yang secara langsung menyentuh rasa keadilan masyarakat. c. Kajian dan Riset Melakukan kajian dan riset dalam rangka memperbaiki sistem di lembaga
penegak
hukum
dan
pengadilan
yang
selama
ini
memnugkinkan praktik mafia hukum. Perbaikan sistem difokuskan dalam rangka membangun keterbukaan informasi, pengawasan internal dan eksternal serta sistem pendisiplinan yang efektif, peningkatan akuntabilitas serta checks and balance dalam sistem penanganan perkara, melahirkan agen-agen pperubahan pada lembaga penegak hukum dan pengadilan serta penguatan peraturan perundang-undangan yang mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan mafia hukum. d. Komunikasi dan Informasi Melakukan kegiatan-kegiatan untuk menginformasikan hasil kerja serta kegiatan-kegiatan lain untuk mendorong upaya pemberantasan mafia hukum. ( http://www.satgaspmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/19 > [14 November 2010 pukul 01.45] ) Delapan Program Kerja utama Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang sesuai dengan rapat kerja Satgas pemberantasan mafia hukum sebagai berikut: Tabel 1: Delapan Program Kerja NO 1.
INSTANSI INDIKATOR KEBERHASILAN TERKAIT Penguatan dan pemantauan pelaksanaan Rencana Kerja Pemberantasan Mafia RENCANA AKSI
Hukum Kepolisian, Kejaksaaan, Pengadilan, Pemasyarakatan, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Kejaksaan (KKRI), dan Komisi Yudisial (KY) yang komperhensif dan mampu menjawab permasalahan yang ada 1.1.
Pengkompilasian,
analisis
Adanya hasil kompilasi Rencana
dan up dating rencana kerja pemberantasan mafia hukum
Kerja
commit to user
PMH
masing-masing
lembaga penegak hukum serta
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang
telah
dibuat
Kepolisian,
oleh
pengawas external yang sudah
Kejaksaan,
dimutakhirkan dan analisis dan
Pengadilan,
berisikan
Pemasyarakatan, Kejaksaan
Komisi
kegiatan-kegiatan
sebagaimana disampaikan.
Republik
Indonesia (KKRI), Komisi Kepolisian
Nasional
(Kompolnas) dan Komisi Yudisial (KY). 1.2.
Pembahasan bersama untuk
Mahkamah Agung
Disepakatinya
menetapkan rencana kerja
(MA),
pemberantasan PMH yang lebih
pemberantasan mafia hukum
Republik Indonesia
komprehensif
pada
(Polri), Kejaksaan
menjawab
Agung
mafia
(Kejakgung),
lembaga,
Pemasyarakatan,
setidaknya rencana:
masing-masing
institusi secara definitif.
Kepolisian
Komisi
Yudisial
(KY),
Komisi
a.
dan akar
kerja
mampu
permasalahan
hukum
masing-masing
yang
berisikan
Pennyempurnaan sistem dan metode pengawasan
Kejaksaan Republik Indonesia
rencana
internal dan exsternal; b.
Perbaikan
sistem
(KKRI) dan Komisi
pendisiplinan/penjatuhan
Kepolisian
sanksi
Nasional
hukum;
(Kompolnas)
c.
aparat
penegak
Penyempurnaan etik
kode
(melalui
analisis
terhadap kode etik yang ada saat ini); d.
Revisi Standar Prosedur Operasional
(SPO)
penanganan perkara serta SPO
terkait
bagi
pemasyarakatan; e.
Perbaikan
substansi
dalam formulir-formulir pencatatan dan pelaporan
commit to user
penanganan
perkara
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Misalnya
substansi
dalam formulir register perkara di pengadilan, formulir laporan polisi, dan sebagainya) untuk memudahkan pemantauan perilaku dan kinerja aparat penegak hukum; f.
Penguatan KKRI
Kompolnas,
dan
KY
serta
lembaga
pengawasan
eksternal
pada
pemasyarakatan melalui penyusunan
diagnostic
assesment
terhadap
aturan yang ada saa ini serta
pengusulan
Undang-undang
dan
/
atau peraturan lain; g.
Transparansi di msaingmasing institusi penegak hukum
dan
lembaga
pengawas external; h.
Pembuatan yang
kebijakan memastikan
pemenuhan
kewajiban
pelaporan kekayaan oleh pejabat
kepolisian,
kejaksaan,
pengadilan
dan
pemasyarakatan
yang memenuhi Undangundang; i.
Khusus
rencana
Pembuatan
commit to user
oleh
MA
MA:
kebijakan untuk
mengizinkan para pihak
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang
berperkara
agar
dapat merekam proses persidangan
(untuk
memudahkan pembuktian
dalam
melaporkan
dugaan
pelanggaran etik/hukum). 1.3.
Public Launching: Rencana
Mahkamah Agung
Terselenggaranya
kerja pemberantasan mafia
(MA),
launching
hukum
Mahkamah
Republik Indonesia
Agung, Kepolisian Republik
(Polri), Kejaksaan
Indonesia,
Agung
oleh
Kejaksaan
Agung,
lembaga
Pemasyarakatan, Yudisial,
Komisi
KKRI
dan
kompolnas.
Kepolisian
public
rencana
kerja
pemberantasan mafia hukum.
(Kejakgung), Pemasyarakatan, Komisi
Yudisial
(KY),
Komisi
Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) 1.4.
Koordinasi, monitoring dan
Mahkamah Agung
Umum:
evaluasi
(KORMONEV)
(MA),
a.
bersama
secara
rutin
Republik Indonesia
KORMONEV dengan seluruh
pelaksanaan rencana kerja
(Polri), Kejaksaan
institusi
pemberantasan mafia hukum
Agung
setiap 2 bulan sekali serta
pada
(Kejakgung),
KORMONEV
Pemasyarakatan,
dengan
diatas.
Komisi
Yudisial
institusi
PMH
(KY),
Komisi
institusi
masing-masing yang
berisikan
kegiatan-kegiatan Selain dengan
itu
Satgas
persetujuan
masing-masing
dari
Kepolisian
Kejaksaan
Diselenggarakannya
rutin
terpisah
sesuai
dengan
kebutuhan. b.
Dilaksanakannya
Republik Indonesia
kerja
akan secara aktif ikut serta
(KKRI) dan Komisi
institusi
dalam
Kepolisian
keberhasilan
commit to user
setidaknya
masing-masing
lembaga
pelaksanaan
rapat
oleh
rencana
masing-masing
sesuai dan
indikator tenggat
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemerantasan mafia hukum.
Nasional (Kompolnas)
waktu yang ditetapkan. Khusus: Dari pelaksanaan masing-masing kegiatan
diatas
diharapkan
tercapai hal-hal berikut: a.
Ditetapkannya
peraturan
internal
tentang
penyempurnaan sistem dan metode pengawasan internal dan exsternal oleh masingmasing institusi. b.
Ditetapkannya
sistem
pendisiplinan yang: ·
Menjamin pelaku diberi sanksi
sesuai
tindakannya dengan
dengan (misalnya
memasukkan
jenis-jenis
sanksi
ke
setiap butir kode etik); ·
Proses penjatuhan sanksi berat secara terbuka dan melibatkan
pihak
eksternal; ·
Memungkinkan pengumuman aparat
nama
yang
melakukan
bersalah
pelanggaran
sedang dan berat; c.
Ditetapkannya kode etik yang baru
(apabila
berdasarkan
dibutuhkan)
hasil
analisis
terhadap kode etik yang saat ini berlaku sehingga memuat, antara lain: ·
commit to user
Secara
rinci
yang
dilarang
diperbolehkan
perilaku dan untuk
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan
oleh
aparat
penegak hukum; serta ·
Ancaman
hukum bagi
pelanggarannya. d.
Direvisinya SPO penanganan perkara oleh masing-masing institusi penegak hukum dan keadilan
serta
pemasyarakatan
sehingga
memuat, antara lain: ·
Batas waktu pelayanan tiap tahap perkara;
·
Biaya resmi pelayanan;
·
Diskresi dan yang kecil dan checks and balance dalam pelaksanaan tugas dan wewenang;
·
Keterbukaan
dan
Informasi
dan
akuntabilitas
(butir
penting
SPO
diumumkan, keadilan
pencari
dapat
akses
informasi penting, dsb); ·
Serta diterbitkannya SPO terkait
lagi
pemasyarakatan antara
yang
lain
indiaktor
memuat
yang
obyektif menentukan
lebih untuk
terpidana
yang
berhak
mendapatkan
remisi,
bebas bersyarat, dsb. e.
commit to user
Ditetapkannya formulir pelaporan
formulir-
pencatatan
dan
penanganan
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perkara
yang
memuat
informasi tambahan (selain yang sudah ada saat ini), antara lain memuat; ·
Nilai perkara (nilai uang, derajat kesalahan dalam pidana, dsb):
·
Identitas advokad yang menangani perkara;
·
Dan sebagainya (perlu diperiksa
kebutuhan
penambahan untuk
informasi
masing-masing
institusi). f.
Adanya rancangan peraturan perundang-undangan masing-masing
oleh lembaga
pengawas external yang dapat memastikan pengawas
lembaga eksternal
kepolisian,
pada
kejaksaan,
pegadilan
dan
pemasyarakatan
memiliki
kedudukan dan fungsi jelas, tugsa dan wewenang yang memadai
serta
didukung
mekanisme kerja yang baik berdasarkan assesment
diagnostic atas
benchmark
pengawasan eksternal yang ideal yang dibuat oleh satgas pemberantasan mafia hukum dan
diajukan
kepada
Depkumham dan Presiden. g.
commit to user
Adanya
peraturan
Internal
yang menjamin transparansi dan
akses
informasi
di
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
institusi penegak hukum dan keadilan serta PAS. h.
Adanya peraturan MA yang mengizinkan
para
pihak
untuk merekam persidangan yang terbuka untuk umum sehingga
mendorong
meningkatnya
kualitas
laporan
masyarakat
masuk
atas
yang
kejanggalan
dalam proses persidangan di Pengadilan;
2. 2.1.
Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Penyusunan dan penetapan
Diterbitkannya keputusan satgas
Standar
pemberantasan
Prosedur
Operasional
(SPO)
penanganan
pengaduan
tentang
mafia
SPO
hukum
pengaduan
masyarakat yang memuat prinsip
masyarakat yang masuk ke
cepat,
akuntabel,
dan
satgas pemberantasan mafia
diakses
hukum.
(khususnya pengadu) yang antara
oleh
mudah
masyarakat
lain mengatur dengan jelas, antara lain: a.
Kriteria memenuhi
laporan
yang
syarat
untuk
ditindaklanjuti; b.
Tahapan dan jangka waktu penanganan laporan;
c.
Mekanisme transparansi bagi pelapor;
d.
Mekanisme
monitoring
terhadap
progress
kemajuan
tindak
atau lanjut
laporan dan pengaduan oleh instansi terkait.
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.
Penerimaan
dan
penindaklanjutan
LPSK,
100% laporan masyarakat yang
Organisasi
memenuhi kriteria yang telah
Advokat, Pengawas
ditetapkan
dalamnya proses pencatatan
Internal
ditindaklanjuti oleh Satgas PMH.
laporan,
klarifikasi,
Eksternal
pencarian
data/bukti
Kepolisian,
masyarakat
tambahan
laporan
KPK,
(termasuk
sampai
di
dan
SPO)
pada
dengan
Kejaksaan,
koordinasi dengan lembaga
Pengadilan
terkait)
Pemasyarakatan, dsb
(sesuai
dan
(tergantung
jenis dan konteks pengaduannya)
Penguatan pelaksanaan Sistem Pengawasan dan Peningkatan Kinerja Polisi, Jaksa, 3. 3.1.
Hakim, dan Petugas PAS Penyusunan sistem pengawasan
benchmark dan
metode
internal
Lembaga pengawas
Ditetapkannya benchmark sistem
internal
dan metode pengawasan internal
pada
dan
Kepolisian,
dan eksternal, antara lain:
eksternal (dapat bekerjasama
Kejaksaan,
a.
dengan pihak eksternal)
Pengadilan
Instansi terkait.
Pemasyarakatan,
dan
dan Kompolnas.
Sistem
pengawasan
yang
efektif (instrumen, bussiness process, SDM); b.
Metode
penanganan
pengaduan masyarakat (sama dengan
SPO
pengaduan
satgas PMH); c.
Akses informasi bagi pelapor dan
masyarakat
luas
(transparansi
dan
akuntabilitas); d.
Manajemen
akuntabilitas
yang meliputi antara lain; § Manajemen pengawasan
proses internal
dan
eksternal yang jelas, mudah dipahami oleh masyarakat
commit to user
dan
tidak
pengawasan
mempersulit
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelaksanaannya; § Adanya konsekuensi yang jelas terhadap pelanggaran atau ketidaktaatan terhadap manajemen
proses
pengawasan. 3.2.
Bekerjasama
dengan
Pengawas internal
Adanya
peningkatan
jumlah
lembaga pengawas internal
pada
laporan
masyarakat
yang
dan eksternal pada lembaga
kepolisian,
memenuhi kriteria sebagai laporan
kepolisian,
kejaksaan,
kejaksaan,
yang dapat ditindaklanjuti.
pengadilan
dan
pengadilan
pemasyrakatan
untuk
lembaga
dan
pemasyarakatan
membuat program-program
serta KY, KKRI,
penguatan
dan Kompolnas.
kapasitas
masyarakat
sipil
melakukan
atau
pemantauan
terhadap proses penegakan hukum
dan
pengadilan
(antara
lain
penguatan
kapasitas
monitoring
perkara, investigasi, dsb). 3.3.
Evaluasi sanksi yang telah
MA,
Kepolisian,
Terselenggaranya rapat evaluasi
dijatuhkan lembaga penegak
Kejaksaan,
KY,
dengan
hukum selama ini (untuk
KKRI
dan
internal dan eksternal mengenai
mengetahui apakah sanksi
Kompolnas.
lembaga
penjatuhan
pengawas
sanksi
sehingga
yang
dijatuhkan
sudah
dijatuhkan sanksi yang lebih tegas
sesuai
dengan
tingkat
bagi aparat penegak hukum di
kesalahan dan menimbulkan
masa mendatang.
efek jera dan pencegahan) 3.4.
Kordinasi, monitoring dan
Adanya
evaluasi
percepetan penanganan dugaan
kerja
khusus
lembaga
rencana
tindak
lanjut
Pengawas
pelanggaraan
Eksternal
pengawas internal dan exsternal
kepolisian,
kejaksaan,
(dalam hal ditemukan adanya
pengadilan
dan
Internal
dan
commit to user
dugaan
oleh
atau
pelanggaran
lembaga
yang
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemasyarakatan
(dalam
didukung bukti yang memadai
kasus tertentu dimungkinkan
tidak
pula satgas untuk memonitor
ditindaklanjuti secara lambat).
dan
ditindaklanjuti
atau
mengevaluasi
pengawasan pada lembaga hukum
lain,
penyidik
misalnya
pajak,
dsb)
menangani
dugaan
pelanggaran
hukum/kode
etik yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. 3.5.
Mengusulkan
Diajukannya
usul
UKP-PPP,
sebagaimana
dimaksud
kebijakan agar kepolisian
Kepolisian,
kepada Presiden
dan kejaksaan memberikan
Kejaksaan,
perlindungan maximal dan
Pengadilan
kemudahan
Dephumkam.
Presiden
kepada
untuk
seseorang
membuat
kepada
Menpan,
KPK,
a.
b. dan
Meningkatnya jumlah pihak terlibat mafia hukum yang mau memberikan kesaksian
saksi/pelapor
(namun juga pelaku mafia hukum) dalam kasus mafia hukum (semacam pemberian plea bargin/immunity) 3.6.
Mendorong memberikan
LPSK
untuk
perlindungan
LPSK, Kepolisian,
LPSK memberikan perlindungan
Kejaksaan.
kepada saksi dan korban yang
kepada saksi dan korban
menurut
Satgas
PMH
perlu
mafia hukum.
dilindungi, dengan berkoordinasi dengan polri dan kejaksaan jika dibutuhkan.
Pemantauan dan tindak lanjut penanganan perkara-perkara strategis (khususnya 4. 4.1.
perkara tipikor, narkoba, kepailitan dan pepajakan) Monitoring penegakan
proses hukum
dan
persidangan perkara-perkara
KPK,
Kepolisian,
Kejaksaan
a.
dan
dilaksanakan sesuai ketentuan
Kemenhumkam
yang berlaku dan sesuai azas
besar dan menarik perhatian publik, terutama yang:
Proses penanganan perkara
kepatutan dan kewajaran;
commit to user
b.
Dilanjutkannya perkara yang
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
b.
Berskala besar/menarik
telah dihentikan tanpa alasan
perhatian publik;
hukum yang wajar;
Proses penyelesaiannya
c.
Ditemukannya indikasi/bukti
tidak wajar;
yang
c.
Ada indikasi KKN;
pelanggaran
d.
Melibatkan
penegakan hukum;
aparat/hakim/advokad
kuat
terjadinya kode
etik
d.
Pelaku tertangkap tangan.
a.
Adanya
yang dikenal tidak jujur 5. 5.1.
Penguatan pelaksanaan Reformasi Birokrasi Mendorong
perbaikan
Menpan,
pelaksanaan
reformasi
UKP-PPP,
management Sumber Daya
Kepolisisan,
Manusia
Kejaksaan
kinerja;
birokrasi
secara
(dengan Menpan
umum
mendukung dengan
lembaga
terkait dalam memperbaiki
Pengadilan
KPK,
dan
b.
Dephumkam.
perbaikan
(SDM)
sistem
berbasis
Adanya efisiensi penggunaan SDM (termasuk pengurangan
konsep reformasi birokrasi
jumlah aparat penegak hukum
yang berjalan saat ini serta
serta pengawal pada lembaga
membantu
penegak hukum dalam hal
evaluasi
penilaian kinerja lembaga penegak
hukum
pelaksanaan
dibutuhkan;
dalam
c.
reformasi
Perbaikan sistem pengelolaan keuangan dan aset;
birokrasi)
d.
Restrukturisasi kelembagaan kepolisian,
kejaksaan,
pengadilan
dan
pemasyarakatan; e.
Adanya
peningkatan
remunerasi yang diberikan setelah ada reformasi yang meaningful dan terukur; f.
Adanya
peningkatan
anggaran lembaga penegak hukum disertai peningkatan kinerja mereka; g.
Adanya
indikator
kinerja/keberhasilan
commit to user
jelas
bagi
yang
pelaksanaan
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
reformasi
birokrasi
di
lembaga penegak hukum; h.
Terselenggaranya pelayanan publik sesuai ketentuan dan azas kepatutan;
i.
Diselenggarakannya
rapat-
rapat evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi dengan melibatkan satgas PMH.
6. 6.1.
Mendorong Transparansi/Perbaikan Akses Informasi Penilaian
pelaksanaan
sistem
informasi
pengadilan,
a.
di
forum KORMONEV;
dan
pemasyarakatan
penilaian
dan hasilnya dibawa kedalam
kepolisian,
kejaksaan
Dilaksanakannya
b.
(SIMARI,
Diketahuinya/ditemukannya informasi
SIMKARI, dsb)
tentang
penyelenggaraan Informasi
sistem
Tekhnologi
(IT)
yang berlaku pada lembaga penegak
hukum
sehingga
bisa
terkait, dilakukan
langkah-langkah penyempurnaan. 6.2.
Evaluasi tindaklanjut MA dan
Kejagung
BPKP, Ahli IT
dalam
Terlaksananya
tindak
lanjut
temuan dari penilaian pelaksanaan
mengimplementasikan hasil
sistem
Audit
informasi.
Adanya
SIMARI
dan
komitmen dari MA, Kejaksaan,
yang
sudah
Kepolisian dan Pemasyarakatan
evaluasi
untuk mengimplementasikan hasil
Sistem IT Kepolisian dan
audit IT (bagi MA dan Kejaksaan)
Pemasyarakatan.
serta
SIMKARI dilakukan
dan
melakukan audit IT
di
kepolisian dan pemasyarakatan jika diperlukan. 6.3.
Mendorong
(melakukan
Komisi Informasi,
koordinasi)
Komisi
Kepolisian,
PMH
Informasi untuk membantu
Kejaksaan,
Informasi,
commit to user
a.
Rapat bersama antara Satgas dengan
Komisi Kepolisian,
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lembaga serta
penegak
lembaga
hukum
pengawas
eksternal
untuk
Pemasyarakatan,
Kejaksaan,
Pengadilan, KKRI,
Pemasyarakatan,
Kompolnas, KY
Kompolnas, dan KY;
mengimplementasikan
Pengadilan KKRI,
b. Diterbitkannya aturan internal
Undang-undang
tentang pelaksanaan UU KIP
Keterbukaan
Informasi
di
Kepolisian,
Kejaksaan,
Publik (UU KIP), termasuk
Pengadilan, Pemasyarakatan,
untuk menerbitkan aturan
KKRI, Kompolnas, KY.
internal tentang pelaksanaan UU KIP. 6.4.
Menyediakan strategis
informasi
bagi
berkaitan
a.
masyarakat
dengan
Tersedianya strategis
upaya-
informasi
bagi
berkaitan
masyarakat
dengan
upaya-
upaya pemberantasan mafia
upaya pemberantasan mafia
hukum
hukum yang dilakukan oleh
yang
dilakukan
satgas PMH. Memberikan
satgas PMH;
kemudahan bagi masyarakat untuk
b.
menyampaikan
Terdapatnya prasarana
sarana
bagi
dan
masyarakat
informasi atau pengaduan
untuk
menyampaikan
tentang terjadinya praktek
informasi
mafia hukum.
tentang praktek mafia hukum.
atau
pengaduan
Mendorong Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terkait Pencegahan 7.
dan Pemberantasan Mafia Hukum (dan KKN secara umum); memperkuat kedudukan hukum peraturan yang sudah ada.
7.1.
Mendorong Kemenkumham/
Kemenhumkam
Pemerintah untuk: a.
Menyiapkan peraturan
Menyiapkan/membuat rancangan produk
revisi/penyempurnaan terhadap:
perundang-
a.
KUHAP (pendetailan syarat
undangan yang terkait
pelaksanaan
pencegahan
paksa,dsb);
pemberantasan
b.
Kemenhumkam:
dan mafia
b.
upaya
KUHP dan Undang-Undang
hukum;
terkait
Melakukan
limitasi penahanan,dsb);
penyempurnaan terhadap
c. undang-
undang terkait, antara
commit to user
UU
(deskriminasasi,
Korupsi
untuk pembuktian
(khususnya mengadopsi
terbalik
untuk
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lain: KUHAP, KUHP,
membuktikkan
UU Perlindungan Saksi
kekayaan yang tidak wajar);
dan
Korban,
Penyelenggara
UU
d.
Negara
adanya
UU Perlindungan Saksi dan Korban (antara lain untuk
Yang Bersih dan Bebas
memungkinkan
kepolisian
KKN, UU Korupsi, UU
dan,
terutama,
kejaksaan
Pengadilan
untuk
tidak
UU,
dan
terkait
Korupsi,
memproses
peraturan
perkara atau memperingan
Lembaga
tuntutan
Pengawas Eksternal.
bagi
saksi
dan
korban yang juga merupakan pelaku tindak pidana dengan LPSK); e.
Undang-Undang Penyelenggaraan
Negara
Yang Bersih Bebas KKN (laporan kekayaan berkala, kewenangan sumber tidak
pemeriksaan
kekayaan, melapor,
sanksi
pemberian
kewenangan
kepada
pengawas
eksternal
internal
untuk
dan periksa
LKHPN,dsb); f.
Undang-Undang
Pengadilan
Korupsi (misal, sentralisasi keberadaan
pengadilan
khusus korupsi, dsb); g.
Undang-Undang peraturan
terkait
Pengawas (penguatan
dan Lembaga Eksternal
institusi
KY,
Kompolnas dan KKRI) Mendorong lahirnya Agen Perubahan (Agents of Change and Champions) di 8. 8.1.
Institusi Penegak Hukum dan Lembaga Pengawas Eksternal. a.
Melakukan
assesment
Kompolnas, KKRI,
Diberikannya
terhadap integritas dan
KY, KPK, BPKP,
penilaian kepada Presiden dan
kinerja unsur pimpinan
commit tolembaga user advokad,
Pimpinan
database
lembaga
hasil
penegak
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
institusi penegak hukum
pemerintah
(pejabat esselon 1 s/d
swasta
pejabat esselon III yang
relevan.
menempati
dan yang
posisi
strategis) melalui: § Penjaringan
dan
verifikasi
masukan
masyarakat/pihak yang
kerap
berinteraksi
dengan
aparat
penegak
hukum
guna
mendapatkan
rekam
jejak (integritas dan kinerja)
pejabat
penting di lembaga penegak hukum serta pejabat yang dalam waktu dua tahun ke depan
berpeluang
menduduki
jabatan
penting; § Evaluasi
Kewajaran
LHKPN; § Evaluasi dalam
kinerja menjalankan
Reformasi
Birokrasi
ketegasan
dalam
penjatuhan
sanksi,
kecepetan
dan
ketepatan merespons kasus-kasus menarik perhatian kinerja penanganan
publik, dalam perkara
besar, dsb) b.
Menyusun
database
commit to user
hukum, dan lembaga pengawas exsternal secara lengkap.
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hasil penilaian di atas (sebagai
acuan
penempatan dan
bagi
personel, promosi
dikemudian
hari)
(Program Kerja Satgas Pemberantasan
Mafia
Hukum, 2010:2-12).
(Program Kerja Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, 2010:2-12).
5. Team Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Menurut Kepurusan Presiden No.37 tahun 2009 dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Satgas dapat membentuk tim asistensi yang diangkat oleh ketua satgas dan berkoordinasi dengan sekertaris satgas pemberantasan mafia hukum. Dalam Surat Keputusan Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Nomor SKEP. 01/SATGAS/I/2010 tentang Tim Asistensi Keputusan Presiden No 37 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam diktum pertama yang dimaskud dengan Tim Asistensi ialah bertugas memberikan dukungan teknis, administratif dan substantif bagi pelaksanaan kegiatan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Tim Asistensi juga bertanggung jawab kepada Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia hukum dan segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Tim Asistensi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Masa kerja Tim Asistensi adalah selama dua tahun dan dapat diperpanjang apabila diperlukan, susunan anggota tim asistensi yaitu:
Tabel 2: Susunan Anggota Tim Assistensi No Nama Harimuddin 1 2
Jabatan Keanggotaan Pengaduan Masyarakat Tri Atmojo Sejati Pengaduan Masyarakat commit to user
Asal Instansi SKP Bidang KumHamTasKor SKP Bidang KumHamTasKor
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3
Fajrimei A. Gofar
Pengaduan Masyarakat Pengaduan Masyarakat Pengaduan Masyarakat Kajian dan Riset
SKP Bidang KumHamTasKor SKP Bidang KumHamTasKor PPATK
4
M. Kilal Abidin
5
Sarwono Sutikno
6 7
Tjokorda Nirarta Samadi Heru Prasetyo
Kajian dan Riset
UKP-PPP
8
Tara Hidayat
Kajian dan Riset
UKP-PPP
9
Rudyanto
Kajian dan Riset
UKP-PPP
10
Sigit Danang Joyo
Kajian dan Riset
11
Zamrony
Kajian dan Riset
12
Dimas Kenn Syahrir
Kajian dan Riset
SKP Bidang KumHamTasKor SKP Bidang KumHamTasKor PPATK
13
Rifqi S. Assegaf
Kajian dan Riset
Lelp
14
Josi Katharina
Kajian dan Riset
Lelp
15
17
Mukhlis
18
Yusuf Setyadi
19
Wagiman
20
Riko Sunarko
21
Sjahriati Rochmah
Koreksi dan Monitoring Koreksi dan Monitoring Koreksi dan Monitoring Koreksi dan Monitoring Koreksi dan Monitoring Koreksi dan Monitoring Manajemen Internal
Kejaksaan Agung
16
Godang Riadi Siregar Ranu Mihardja
22
Hilmy Insana Purnaningtyas
Manajemen Internal
Manajemen Internal
25
Gusti Ika Purnama Sari Musyarofah Noor Rohmah Triyanta
26
Demak Tampuboloncommit Manajemen to user Internal
23 24
Manajemen Internal Manajemen Internal
UKP-PPP
Kejaksaan Agung Kejaksaan Agung Mabes Polri Mabes Polri Mabes Polri SKP Bidang KumHamTasKor SKP Bidang KumHamTasKor SKP Bidang KumHamTasKor SKP Bidang KumHamTasKor UKP-PPP UKP-PPP
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
27
Hendro Sujayanto
Manajemen Internal
UKP-PPP
28
Eka Deny Mansjur
Manajemen Internal
UKP-PPP
29
Deny Saputra
Manajemen Internal
UKP-PPP
30
Supriyati
Manajemen Internal
UKP-PPP
31
Warijo
Manajemen Internal
UKP-PPP
32
Budi saiful Haris
PPATK
33 34
Muhammad Natsir kongah Bambang Hadi P.
35
Denny Ardiyanto
Komunikasi dan Informasi Komunikasi dan Informasi Komunikasi dan Informasi Komunikasi dan Informasi
PPATK PPATK SKP Bidang KumHamTasKor
Pembagian tugas Tim Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum adalah sebagai berikut : a. Divisi Pengaduan Masyarakat (Denny Indrayana dan Mas Achmad Santosa, koordinator tim asistensi : Harimuddin) 1) Menerima laporan pengaduan dari divisi manajemen internal masyarakat atau lembaga lain; 2) Meregistrasi laporan pengaduan dalam database divisi pengaduan masyarakat; 3) Mengklasifikasikan laporan pengaduan berdasarkan jenis dan sifat pengaduan; 4) Melakukan penelaahan laporan pengaduan; 5) Menyampaikan hasil penelaahan kepada Satgas PMH pada rapat mingguan; 6) Melakukan komunikasi dengan pihak pelapor dan pihak terkait sehubungan dengan pengaduan hanya berdasarkan arahan dari Satgas; 7) Menyampaikan statistic progres report penanganan pengaduan kepada Satgas PMH secara berkala; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
8) Menyerahkan progress report penanganan pengaduan kepada pelapor dan/atau masyarakat melalui administrator website untuk ditampilkan di website Satgas PMH; 9) Berkoordinasi dengan divisi administrasi persuratan terkait surat tindak lanjut kepada lembaga lain; 10) Memonitor tindak lanjut dari keputusan Satgas PMH kepada instansi terkait atau berwenang menindaklanjuti. b. Divisi Kajian dan Riset (Mas Achmad Santosa dan Yunus Husein, koordinator tim asistensi : Rifqi dan Koni) 1) Menjalin komunikasi dan interaksi dengan lembaga penegak hukum terkait dengan sitem dan mekanisme kerja lembaga penegak hukum; 2) Menjalin komunikasi dengan lembaga riset dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang fokus pada isu pemberantasan mafia hukum hanya berdasarkan arahan dari Satgas PMH; 3) Melakukan kajian dan/atau riset perbaikan dan/atau pembaharuan sistem Lembaga Penegak Hukum; 4) Melakukan kajian dan/atau riset perbaikan dan/atau pembaharuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan mafia hukum; 5) Memberikan masukan bahan (feeding) kepada Anggota Satgas sehubungan dengan agenda pertemuan Satgas PMH dengan pihak atau lembaga lain; 6) Melakukan riset bekerjasama dengan perguruan tinggi atau lembaga riset lainnya; 7) Melakukan kajian yang bersifat isidental berdasarkan permintaan Satgas PMH; 8) Menyiapkan kerjasama dengan lembaga lain terkait dengan program pemberantasan mafia hukum. c. Divisi Koreksi dan Monitoring (Darmono dan Herman Effendi, commit to user koordinator tim asistensi : Godang, Yusuf, dkk)
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
1) Membantu Satgas PMH dalam melaksanakan fungsi koreksi dan monitoring; 2) Melakukan identifikasi lembaga, sector, dan titik rawan terjadinya praktik mafia hukum yang perlu mendapatkan koreksi dari Satgas PMH; 3) Melakukan koreksi dan monitoring terhadap pelaksanaan program pemberantasan mafia hukum di lembaga penegak hukum; 4) Membantu koordinasi dan komunikasi dengan lembaga penegak hukum dalam hal adanya tindak lanjut terkait pengaduan yang ditangani Satgas PMH; 5) Menindaklanjuti rekomendasi dari Satgas PMH dalam rangka melaksanakan fungsi koreksi dan monitoring dengan berkoordinasi dengan divisi pengaduan masyarakat. d. Divisi Manajemen Internal (Denny Indrayana, koordinator tim asistensi : TJ dan Demak) 1) Menerima, meregistrasi dan mengklasifikasi surat dan/atau dokumen yang masuk; 2) Menyusun surat keluar untuk direvisi oleh sekertaris Satgas PMH dan ditandatangani oleh Ketua Satgas PMH; 3) Mengirimkan surat keluar kepada pihak penerima dan instansi terkait, baik melalui pos, fax ataupun secara langsung; 4) Mengkonfirmasi pengiriman surat dan/atau dokumen kepada pihak penerima; 5) Menerima telepon dari pelapor terkait konfirmasi laporan pengaduan; 6) Menyusun kompilasi data dan statistik pengaduan; 7) Menyusun talking point meeting Satgas PMH; 8) Menyusun minutes of meeting Satgas PMH; 9) Menyusun arsip dokumen Satgas PMH; 10) Menyusun rencana kegiatan secara menyeluruh; commit to user 11) Menyiapkan pelaporan-pelaporan;
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12) Menyiapkan Surat perintah Perjalanan Dinas Beserta kelengkapan administrasi lainnya sehubungan dengan perjalanan dinas yang akan dilakukan oleh Satgas PMH; 13) Menyiapkan tiket dan akomodasi sehubungan dengan perjalanan dinas Satgas keluar kota; 14) Menyusun aggaran tahunan Satgas PMH; 15) Mencairkan anggaran Satgas PMH berdasarkan disposisi Satgas PMH; 16) Memfasilitasi persiapan sarana dan prasarana pelaksanaan rapatrapat Satgas PMH. e. Divisi Komunikasi dan Informasi (Yunus Husein, koordinator tim asistensi : Sarwono dan Natsir) 1) Menyusun laporan media mingguan; 2) Melakukan analisa media content yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari Satgas PMH; 3) Menjalin komunikasi dan koordinasi dengan wartawan/pimpinan media massa sehubungan dengan publikasi kegiatan Satgas PMH; 4) Mengelola persiapan audiensi pihak masyarakat atau lembaga negara lain; 5) Menghimpun dan mengelola data, informasidari seluruh divisi untuk dijadikan bahan publikasi di website sesuai dengan arahan Satgas PMH; 6) Mendokumentasikan aktivitas, baik secara audio visual. 6. Laporan Triwulan 30 Desember 2009 – 30 Maret 2010 Sejak dikeluarkannya Keppres No.37 tahun 2009, Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH) telah melakukan berbagai langkah untuk melaksanakan amanat Keppres tersebut, antara lain: a. Penguatan kelembagaan, diantaranya dengan membentuk mekanisme kerja internal, pengisian posisi asisten Satgas PMH dan perencanaan anggaran.
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Menerima dan memproses dugaan praktik mafia hukum berdasarkan pengaduan masyarakat maupun temuan Satgas PMH. Hingga 30 Maret 2010 Satgas PMH telah dan sedang menindaklanjuti 381 (tiga ratus delapan puluh satu) pengaduan yang masuk serta beberapa kasus lain berdasarkan temuan Satgas PMH dengan berkoordinasi penuh dengan lembaga-lembaga terkait. Beberapa laporan yang telah dan sedang ditindaklanjuti adalah: 1) Berdasarkan informasi yang diterima terkait praktik pemberian fasilitas khusus kepada Artalyta Suryani alias Ayin dirumah tahanan (rutan) Pondok Bambu, Satgas PMH melakukan inspeksi mendadak setelah berkoordinasi dengan mentri Hukum dan Ham. Hasil Isnpeksi mendadak tersebut membuktikan terjadinya pemberian fasilitas mewah kepada Ayin serta beberapa narapidana dan tahanan lainya. Kementrian Hukum dan Ham secara cepat telah
menindaklanjuti
temuan
tersebut
dengan
melakukan
pemeriksaan, memberikan sanksi disiplin, serta mutasi terhadap oknum yang diduga terlibat serta bertanggung jawab. Selain itu, Satgas PMH bersama dengan Kementrian Hukum dan Ham sedang melakukan upaya perbaikan sistem di pemasyarakatan secara berkelanjutan. 2) Berdasarkan
laporan
masyarakat,
Satgas
PMH
melakukan
monitoring terhadap dugaan rekayasa kasus kepimilikan narkoba yang dituduhkan kepada Susandhi Sukatma alias Aan oleh oknum kepolisian, dugaan penganiayaan oleh oknum PT Maritim Timur Jaya, dan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum penyidik Polda Maluku. Dari hasil pemantauan Satgas PMH terhadap laporan yang masuk dan kesaksian yang diberikan berbagai pihak, Satgas PMH menduga kuat bahwa telah terjadi penyelewenganpenyelewengan sebagaimana dijelaskan diatas. Lebih jauh lagi, Satgas PMH menemukan indikasi kuat bahwa adanya praktik commit to user berbagai pejabat penting yang mafia hukum yang melibatkan
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melatarbelakangi terjadinya kasus Aan. Dugaan rekayasa tersebut dikuatkan pula oleh temuan Divisi Propam Mabes Polri saat masih dijabat oleh Irjen (Pol) Oegroseno. Namun, setelah terjadi pergantian pimpinan, Kadiv Propam yang baru Irjen (Pol) Budi Gunawan , menyimpulkan sebaliknya: tidak ada rekayasa kasus Aan, tidak ada pemukulan terhadap Aan, dan tidak ada penyalahgunaan
wewenang
oleh
penyidik
Polda
Maluku.
Meskipun demikian, Satgas PMH masih terus memantau kasus Aan. Saat ini yang bersangkutan sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negri Jakarta Selatan atas tuduhan kepemilikan Narkoba. 3) Terkait laporan Komjen Pol. Drs. Susno Duaji, S.H, M.H, M.sc tentang adanya praktik mafia hukum dalam penanganan kasus pajak dengan pelaku utama Gayus H Tambunan, pegawai pajak golongan IIIA yang memiliki puluhan deposito senilai lebih dari 25 milyar, Satgas PMH telah melakukan pemantauan dan koordinasi dengan Jaksa Agung, Kapolri, Komisi Yudisial, PPATK, Ditjen Pajak, dan Kompolnas. Dari koordinasi Satgas PMH dengan Kapolri dengan jaksa Agung telah diperoleh keterangan yang memberikan indikasi kuat terjadinya penyimpangan prosedur dan praktik mafia hukum dalam penanganan perkara pidana atas nama terdakwa Gayus H Tambunan. Sebagai tindak lanjut dari koordinasi tersebut, Kapolri telah membentuk tim independen untuk menuntaskan dugaan mafia hukum dalam penanganan kasus dimaksud dan melakukan tindakan yang tegas terhadap semua pejabat yang terlibat dalam praktik mafia hukum tersebut, selain itu, Kejaksaan dan Komisi Yudisial sedang melakukan pengkajian terhadap kemungkinan keterlibatan oknum kejaksaan dan hakim dalam kasus ini. 4) Berdasarkan informasi yang diperoleh Satgas PMH, proses to user pajak AAG yang merugikan penanganan kasuscommit penggelapan
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Negara sekitar 1,3 triliyun telah berlarut-larut selama beberapa tahun tanpa kejelasan. Karena itu Satgas PMH berinisiatif untuk melakukan pemantauan perkembangan kasus tersebut, dengan mengunjungi Vincentius Amin Sutanto, terdakwa kasus pencucian uang yang juga merupakan saksi kunci untuk membongkar kasus penggelapan
pajak
AAG.
Berdasarkan
informasi
yang
bersangkutan, diperoleh dugaan kuat bahwa telah terjadi kegiatan penggelapan pajak secara terorganisir oleh AAG. Karena itu pula Satgas PMH mengupayakan penempatan Vincent dalam program perlindungan saksi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memudahkan proses pembuktian ini nantinya. Berdasarkan informasi tersebut pula, Satgas PMH telah melakukan ekspose perkara dengan Ditjen Pajak dan Kejaksaan Agung untuk segera menuntaskan kasus ini agar dapat diajukan kepengadilan. 5) Berdasarkan laporan yang diterima Satgas PMH, diduga terjadi praktik mafia hukum mengenai penanganan perkara antara PT. Duta Inti Perkasa Mineral melawan Bupati Konawe Utara mengenai wilayah kuasa pertambangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari. Kasus ini penting karena berpotensi menimbulkan kerugian Negara yang diperkirakan mencapai 80 triliyun. Menyadari hal ini, Satgas PMH berkoordinasi dengan Komisi Yudisial melakukan pemantauan perkara ini, termasuk melakuak pemantauan proses persidangannya. Mengingat perkara ini masih dalam proses persidangan, Satgas PMH belum mengambil langkah-langkah korektif, namun tetap terus memantau perkara ini. 6) Berdasarkan laporan masyarakat diperoleh informasi bahwa telah terjadi pemberian uang beberapa ratus juta oleh seorang advokat kepada hakim disebuah pengadilan negri untuk penyelesaian suatu perkara. Menindaklajuti perkara tersebut, Satgas PMH melakukan to user pengumpulan datacommit dan memverifikasi informasi secara tertutup
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terkait suap/gratifikasi. Penanganan laporan pengaduan ini masih terus berlangsung, bekerjasama dengan PPATK dan KPK. Selama ini, hampir seluruh temuan Satgas PMH ditindaklanjuti oleh lembaga terkait, baik Kepolisian, Kejaksaan, Kementrian Hukum dan Ham, Ditjen Pajak, KPK, serta Komisi Yudisial. Kecuali, terhadap dugaan rekayasa perkara dalam kasus AAN (butir ke-2) masih diperlukan tindaklanjut yang konkrit dari Kepolisian. c. Kajian pemetaan modus operandi, akar masalah serta strategi pemberantasan pembenahan
mafia sistemik
hukum
serta
kajian
dilembaga penegak
untuk
mendorong
hukum
(Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan dan Pemasyarakatan)
Statistik Laporan Pengaduan Per 27 Desember 2010:
Tabel 3: Laporan Pengaduan Berdasarkan Jenis Kasus Jenis Kasus Jumlah Kasus Sengketa Tanah 417 Korupsi, Kolusi, Nepotisme 260 Penipuan dan Penggelapan 185 Pemalsuan 91 Penyalahgunaan Wewenang 115 Lain – lain 594 JUMLAH 1.662 http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November 2010 pukul 22.00] Gambar 2: Laporan Pengaduan Berdasarkan Jenis Kasus
commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November 2010 pukul 22.00]
Tabel 4 : Laporan Pengaduan Berdasarkan Lembaga Yang Diadukan Lembaga / Instansi Jumlah Kasus Pengadilan ( PN, PT, MA ) 510 Kepolisian 517 Kejaksaan 309 Pemda/DPRD 133 BPN 90 Lain – lain 287 JUMLAH 1.846 http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November 2010 pukul 22.00]
Gambar 3 : Laporan Pengaduan Berdasarkan Lembaga Yang Diadukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November 2010 pukul 22.00]
Tabel 5: Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Instansi Lembaga / Instansi Jumlah Kasus Mabes Polri 26 Kejaksaan Agung 29 Komisi Yudisial 7 KPK 4 Mahkamah Agung 16 Kemenkuham 1 Polda Jawa Timur 1 Polda Sumatera Utara 3 Polda Kalimantan Barat 1 Polda Riau 1 Kejati Sulteng 1 Kejari Bantul 1 Gubernur DKI Jakarta 1 Kemenbudpar 1 JUMLAH 95 commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November 2010 pukul 22.00] Gambar 4: Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Instansi
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November 2010 pukul 22.00]
Tabel 6: Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Wilayah Lembaga/Instansi Jumlah DKI Jakarta 360 Jawa Timur 179 Sumatera Utara 161 Jawa Barat 137 Jawa Tengah 93 Lain – lain 585 JUMLAH 1.515 http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November 2010 pukul 22.00] commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 5: Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Wilayah
http://www.satgas-pmh.go.id/satgaspmhdev/?q=node/21 > [09 November 2010 pukul 22.00]
commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1. Latar belakang dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang dibentuk oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 30 Desember 2009 melalui Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum adalah: a. Membantu presiden menjalankan fungsinya sebagai pemegang pemerintahan seperti yang terdapat didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 4 ayat 1 “ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar “. b. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) 2. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum didalam menjalankan tugas dan wewenangnya berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009
yaitu
melakukan
koordinasi,
evaluasi,
koreksi,
dan
pemantauan/monitoring. B. Saran 1. Untuk menguatkan kedudukan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum
dalam
Hukum
Tata
Negara
Indonesia,
diperlukan
pembentukan melalui Undang-Undang yang akan memperjelas kedudukan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Sehingga upaya pemberantasan mafia hukum tidak hanya berpatokan kepada waktu sesuai dalam keputusan presiden yang tentunya akan berdampak pada kinerja satuan tugas pemberantasan mafia hukum tersebut.
commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Percepatan penyelesaian kasus-kasus yang masuk dari masyarakat dan dipublikasikan mengenai hasil konkrit yang didapat. Kerjasama yang dilakukan secara intensif dan berkesinambungan serta mengabaikan semua unsur-unsur politis yang ada dalam upaya pemberantasan mafia hukum dan menciptakan peradilan yang bersih dan berwibawa.
commit to user