FUNGSI JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA BRI CABANG MEDAN SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh
RAFIKA AGAVE NIM : 050200260
Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata BW
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2009 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
FUNGSI JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA BRI CABANG MEDAN
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh RAFIKA AGAVE NIM : 050200260
Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata BW
Disetujui Oleh Ketua Departemen Hukum Keperdataan
(PROF. DR. TAN KAMELLO, SH.MS) NIP.131746556
DOSEN PEMBIMBING I
DOSEN PEMBIMBING II
(PROF. DR. TAN KAMELLO, SH.MS) NIP.131746556
(MEGARITA , SH, CN, M.HUM) NIP. 131762538
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan atas berkat, kasih setia dan penyertaannya kepada penulis selama menjalani perkuliahan, hingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Skripsi ini berjudul “FIDUSIA SEBAGAI JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT BRI CABANG MEDAN” yang diangkat oleh penulis uleh jarena keingintahuan penulis akan bagaimana penerapan dan peran jaminan Fidusia berkaitan dengan pemberian kredit yang dalam hal ini penulis melakukan riset pada BRI Cabang Medan. selain itu, penulisan skripsi ini juga bertujuan memenuhi syarat Untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada para pihak yang telah banyak membantu, memberi dukungan kepada penulis hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Maka untuk semua itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr.Runtung, SH.Mum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH selaku Pembantu Dekan I, Bapak Syafruddin Hasibuan SH,MH,DFM sebagai Pembantu Dekan II, dan Bapak Muhammad Husni sebagai Pembantu Dekan III di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
3. Bapak Prof.Dr. Tan Kamello, SH, MS selaku Guru Besar, Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan juga selaku Dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan masukan serta nasehat kepada penulis hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik, 4. Ibu Megarita, SH, CN, M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II, yang juga telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan masukan serta nasehat kepada penulis hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik, 5. Bapak M.Siddik, SH, MH selaku dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan nasehat-nasehat selama masa perkuliahan kepada penulis, 6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberiakn ilmunya kepada penulis, serta kepada seluruh Staf Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu penulis dalam hal administrasi selama masa perkuliahan.
Dan terimakasih secara khusus kepada: Papa, mama, dan adik-adikku, Ando dan Lya yang ku kasihi, untuk , perhatian, cinta kasih serta telah mengusahakan segala yang terbaik.buatku, juga Keluarga besarku, untuk Oppung, Tante-tanteku, Uda-udaku, Tulang dan Nantulangku, Bapak tua dan Inang tuaku, namboru dan Amang boruku, sepupu-sepupuku, atas dukungan doa dan dukungan semangat kalian semua. Aku mengasihi kalian semua.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Saudara dan saudariku ”EKKLESIA”, Bang Iman, Ka Tuti, Bro Mangara ”Sugi”, Bro Freddy, dan Bro Johanes., adek-adek kelompok ku, Etta. Desy, Obbi, Rotua yang selalu menguatkanku dalam segala hal. Aku merasakan Dia dari melalui kalian semua. Untuk Teman doaku yang selalu slalu ”stand by” terimakasih buat kasih, dukungan doa, kebaikan, kesabaranmu dalam segala hal. Aku sangat mengasihimu. Juga untuk Bang Marthin, Ka Juli, Ka Indah, dan semua abang kakakku sepelayanan, serta Teman-Teman yang ku kasihi, Veronika,Uthi, , Tetty, Uli, Jones, Eki, Sandro, Emi, Kiris, Erwin. Deby, Tiomsi, Amelia, Christie, Frans, Reza, Kiki, semua teman-temanku Stambuk 2005, juga Adek-adekku, Tere, Duma, Satra, jojo Tare,Alboin, Ricky, Gading, Debo, semua Anak-anak ”GEMBEL”, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Sukses buat kalian semua..wish you all the best. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih banyak terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan Kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai bahan perbaikan Akhir kata semoga skripsi ini memberikan pengetahuan dan bermanfaat bagi para pembaca. Medan,
Maret 2009 Penulis
Rafika Agave
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
FUNGSI JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA BRI CABANG MEDAN
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar.........................................................................................................i Daftar Isi.................................................................................................................iv Abstraksi.................................................................................................................vi BAB I.
PENDAHULUAN................................................................................1 A. Latar Belakang.................................................................................1 B. Perumusan masalah................................................................ .........8 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan........................................................8 D. Keaslian Penulisan...........................................................................9 E. Tinjauan Kepustakaan....................................................................10 F. Metode Penelitian...........................................................................11 G. Sistematika Penulisan ....................................................................12
BAB II.
TINJAUAN UMUM TERHADAP BANK DAN KREDIT PERBANKAN....................................................................................14 A. Tinjauan terhadap bank secara umum.............................................14 1. Pengertian Bank.........................................................................14 2. Jenis-Jenis Bank.........................................................................15 3. Asas,fungsi dan tujuan Bank......................................................17 B. Tinjauan terhadap kredit secara umum...........................................18 1. Dasar-dasar pemberian kredit..................................................25 2. Prinsip-prinsip perkreditan.......................................................27
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
3. Unsur-unsur kredit...................................................................28 4. Macam-macam kredit...............................................................30 5. Berakhirnya kredit....................................................................33 BAB III. LEMBAGA JAMINAN SECARA UMUM DAN JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA DALAM PEMBERIAN KREDIT BANK ................................................................................35 A. Pengertian jaminan.........................................................................35 B. Fungsi jaminan...............................................................................38 C. Macam-macam jaminan ................................................................40 D. Jaminan Fidusia Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Dan Peranannya dalam Pemberian Kredit Bank..................................................................49 BAB 1V. FUNGSI JAMINAN FIDUSIASEBAGAI LEMBAGA JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA BRI CABANG MEDAN............................................................................59 A. Prosedur Pemberian Kredit dengan jaminan Fidusia Pada BRI Cabang Medan................................................ 59 B. Penerapan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan...............................................................70 C. Fungsi Jaminan Fidusia sebagai lembaga jaminan dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan.........................76 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan........................................................................................77 B. Saran..................................................................................................78 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
ABSTRAK
Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 serta penjelasannya, dikatakan bahwa pemberian kredit selalu mengandung risiko yang pada dasarnya risiko tersebut harus diatasi. Dalam hal ini salah satu cara mengatasi risiko mengatasi risiko adalah dengan menetapkan jaminan dalam pemberian kredit. Jaminan yang dijaminkan pada bank dapat merupakan jaminan pokok berupa barang, proyek usaha atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit tersebut. Sedangkan jaminan tambahan adalah berupa harta kekayaan dari Debitur. Salah satu bentuk pengikatan jaminan atas harta kekayaan adalah Fidusia yang merupakan perjanjian pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan hak kepemilikan atas benda yang dialihkan itu tetap berada dalam penguasaan si pemilik benda. Skripsi ini membahas mengenai Fungsi Jaminan Fidusia terhadap Pemberian Kredit pada BRI Cabang Medan dimana Penelitian yang dilakukan adalah dengan metode penelitian normatif disertai penelitian secara empiris guna memperoleh keterangan serta informasi yang diperlukan yang mendukung substansi dari skripsi ini. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Medan Merupakan Bank yang menyediakan usaha perkreditan yang telah menerapkan pemberian kredit dengan jaminan Fidusia berpedoman kepada ketentuan Undang-Undang Jaminan Fidusia. Hal ini dapat dilihat dari prosedur pemberian Jaminan Fidusia berkaitan dengan kredit yang dikeluarkan oleh BRI Cabang Medan dan melalui akta Jaminan Fidusia , sehingga dapat menjadi pengaman kredit, jika nasabah atau Debitur melakukan wanprestasi, yang dengan kata lain merupakan pelunasan utang dari hutang atau kredit tersebut melalui hasil penjualan barang jaminan tersebut. .
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Era Globalisasi membawa serta meningkatnya pembangunan di segala bidang. Pembangunan ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional yang menjadi salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. dalam rangka memelihara dan
meneruskan
pembangunan
yang
berkesinambungan,
para
pelaku
pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perorangan maupun badan hukum memerlukan dana yang besar. Seiring meningkatnya kegiatan pembangunan , meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan. Di satu sisi ada kelompok
masyarakat
yang
kelebihan
dana,
namun
tidak
mampu
mengusahakannya, dan di sisi lain ada kelompok masyarakat lain yang memiliki kemampuan untuk berusaha namun terkendala oleh dana yang sedikit, atau bahkan tidak ada sama sekali. Untuk mempertemukan keduanya, dibutuhkan intermediary yang akan bertindak selaku Kreditur yang akan menyediakan dana bagi Debitur. Dan dari sinilah timbul perjanjian utang piutang atau pemberian kredit. Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang paling penting peranannya dalam masyarakat. Dalam menjalankan perannya itu, maka bank bertindak sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
dan jasa keuangan lainnya. Adapun pemberian kredit itu dilakukan bank dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral 1 Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk melalui utang piutang antara pemberi utang (Kreditur) di satu pihak dan penerima pinjaman (Debitur) di pihak lain. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri Kreditur, yaitu menyerahkan uang yang diperjanjiakan kepada Debitur; dengan hak untuk menerima kembali uang tersebut dari Debitur pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat perjanjian pemberian kredit tersebut disetujui oleh para pihak. Hak dan kewajiban Debitur adalah bertimbal balik dengan hak dan kewajiban Kreditur. Selama proses itu tidak menghadapi masalah, dalam arti kedua belah pihak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan maka persoalan tidak akan muncul. Biasanya persoalan baru akan timbul apabila Debitur lalai dalam mengembalikan uang pinjaman pada saat yang telah ditentukan. Jika terjadi demikian, maka Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menentukan bahwa semua kebendaan yang menjadi milik seseorang, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi jaminan bagi perikatannya. Sehubungan dengan hal tersebut, terkait dengan pembangunan ekonomi saat ini, maka bidang hukum yang perlu mendapat perhatian adalah hukum Jaminan, karena bidang ini merupakan sarana mutlak sebagai penunjang dan sangat potensial dalam pengembangan suatu usaha. Di 1
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996) hal. 70 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
dalam pengembangan suatu usaha, modal sangat berperan penting dan jasa Bank berupa kredit telah merupakan urat nadi bagi para pengusaha. Dalam pemberian kredit perbankan jaminan merupakan unsur yang sangat penting dan Mempunyai peran dalam penentuan analisis kredit. Pada Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa: ”dalam memberikan Kredit Bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan” . Dari penjelasan Pasal tersebut, tersirat bahwa jaminan merupakan salah satu faktor dan syarat dalam pertimbangan pemberian kredit. Penilaian yang dilakukan bank biasanya dilakukan terhadap watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), Jaminan (collateral) , dan prospek usaha Debitur (condition of economic). 2 Dalam perjanjian kredit jaminan atau jaminan (collateral) hanya merupakan salah satu aspek saja, sehingga di sini peran jaminan dalam perjanjian kredit tidak jelas, tidak ada kata-kata yang secara tegas menyebut keharusan adanya jaminan (bandingkan dengan ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Perbankan (lama). Namun demikian dalam praktek ternyata peran jaminan sangat menentukan, hampir tidak ada bank yang berani memberikan kredit tanpa jaminan, karena tidak berani untuk menanggung risiko tinggi untuk kehilangan dana yang telah disalurkannya. 3 . Karena itu, dalam praktek pemberian kredit diharapkan selalu melalui analisa yang baik dan sehat. 2
Djuhaenah Hasan, Perjanjian jaminan dalam perjanjian kredit, seri Dasar Hukum Ekonomi 4, Hukum Jaminan Indonesia.(Jakarta: ELIPS. 1998) hal 59 3 Ibid. hal 60 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Sementara itu, jaminan menurut Gatot Supramono adalah suatu perikatan antara Kreditur dengan Debitur, dimana Debitur memperjanjikan sejumlah hartanya umtuk pelunasan utang menurut ketentuan yang berlaku, apabila dalam jangka waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran uang si Debitur. 4 Fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan utang di dalam perjanjian kredit atau dalam utang piutang atau kepastian realisasi atau prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan mengikat perjanjian jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia. Lembaga jaminan kebendaan dapat berupa Lembaga Hipotik, Gadai, Fidusia sedangkan lembaga jaminan perorangan dapat berupa lembaga penanggungan (bortocht), garansi bank, dan sebagainya. . Istilah Fidusia berasal dari Hukum Romawi dikenal sebagai gadai barang hak atas benda berdasarkan kepercayaan yang disepakati sebagai jaminan bagi pelunasan utang Kreditur. Fidusia lahir dari Yurisprudensi, yang seterusnya pada tahun 1971 Mahkamah Agung (MA) menetapkan bahwa perjanjian hak sebagai jaminan hak Fidusia itu sah sepanjang benda itu bergerak. MA menyatakan tidak sah penyerahan Fidusia atas bangunan dengan kata lain, lembaga Fidusia mulamula ditujukan terhadap benda-benda bergerak, tetapi lama-kelamaan lembaga jaminan Fidusia ini diberikan pula benda-benda tetap. Perjanjian Fidusia sepanjang mengenai benda-benda bergerak yang terdaftar dan mengenai bendabenda tetap terikat pada bentuk tetentu dan harus didaftarkan atau di catat dalam sertifikat haknya. Artinya, terjadi perkembangan baru, yaitu pada tahun 1985, 4
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis Jakarta:Djambatan. 1995) hal 35.
(
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
dimana Fidusia diatur oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Sususn. Dan Tahun 1992, diatur pula Fidusia di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1994 tentang Perumahan. Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ditentukan bahwa tanah girik dapat diletakkan sebagai jaminan dengan bentuk jaminan Fidusia.dan dalam prakteknya di Indonesia, dalam perkembangannya sekarang, Fidusia juga dapat tertuju atas benda tak bergerak yaitu Fidusia atas rumah di atas tanah hak sewa, Fidusia atas bangunan di atas tanah pengelolaan. Fidusia adalah lembaga yang berasal dari sistem hukum perdata barat yang eksistensi dan perkembangannya selalu dikaitkan dengan sisitem civil law berasal dari kata lain jus civil 5 . Jaminan Fidusia merupakan salah satu bentuk jaminan kebendaan yang merupakan perkembangan dari gadai. Pada ketentuan gadai mewajibkan kekuasaan atas benda yang dijaminkan harus pindah atau berada di tangan
gadai.
Hal
tersebut
menyebabkan
pemberi
gadai
tidak
dapat
mempergunakan benda jaminan tersebut untuk keperluan usahanya, sehingga dalam praktek timbul suatu perkembangan baru dimana si peminjam menyerahkan hak milik secara kepercayaan atas suatu benda yang dijaminkan (milik Debitur) kepada Kreditur dengan penguasaan fisik barang tersebut bukan lagi sebagai pemilik melainkan sebagai peminjam pakai. Jaminan Fidusia dan perkembangannya pada akhir-akhir ini semakin popular karena lembaga jaminan dengan Fidusia dapat memenuhi kebutuhan dalam praktek. Hal ini terjadi karena masalah lembaga Fidusia erat kaitannya 5
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan. (Bandung : Alumni. 2006) hal. 35 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
dengan perjanjian kredit bank, dimana Debitur yang akan meminjam kredit pada bank guna keperluan usahanya tidak dapat memberikan jaminan selain barang bergerak seperti mesin-mesin kendaraan, dan lain-lain yang sedang dipakai dalam kegiatan usahanya.oleh karena itu guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus
berkembang,
maka
Fidusia
diundangkannya Undang-Undang
ini
diberikan
kelegalitasan.
Dengan
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, lembaga jaminan Fidusia telah mendapat tempat khusus dalam hierarchi perundang-undangan
di
Indonesia.
Dengan
adanya
undang-undang
ini
dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat dengan pengaturan jaminan Fidusia sebagai sarana untuk membantu kegiataan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan yang pada umumnya lembaga ini muncul karena kebutuhan masyarakat akan kredit bagi pengembangan usaha perekonomiannya yang. Untuk itu diperlukan modal melalui kredit tersebut, dan untuk memperoleh kredit, diperlukan jaminan. Lembaga jaminan lain seperti gadai dan hipotik dianggap belum dapat memenuhi apa yang diinginkan masyarakat untuk memperoleh kresdit di bank, karena pada kedua lembaga jaminan ini, benda yang dijaminkan harus berada di tangan Kreditur, selain itu pada lembaga gadai tidak adanya ketentuan tentang cara penarikan dan piutang-piutang oleh si pemegang gadai. Gadai juga kurang memuaskan karena ketiadaan kepastian Akan perlindungan hukum yang kuat dalam hal benda gadai terlepas dari tangannya bukan atas kemauannya, yaitu seperti yang disebutkan pada Pasal 582 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam hal juga ketidakpastian dalam hal berkedudukan sebagai Kreditur terkuat
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
sebagaimana tampak dalam hasil eksekusi, Kreditur lain dapat berkedudukan lebih tinggi dari pemegang gadai. sedangkan pada jaminan Fidusia benda sebagai objek jaminan tersebut masih dapat dipergunakan oleh penerima kredit atau Debitur, karena dalam Fidusia ini benda jaminan tetap berada di tangan Debitur, agar dapat dipergunakan untuk kelancaran kegiatan usahanya. Disamping itu juga memberikan perlindungan yang kuat kepada Kreditur dalam upaya mendapatkan pelunasan piutang dari Debitur dikemudian hari. Berdasarkan uraian di atas, mengingat perkembangan jaminan Fidusia sekarang ini dan akan kebutuhan masyarakat serta pentingnya lembaga jaminan Fidusia ini dalam perkreditan perbankan sebagai jaminan dalam pemberian kredit bank kepada nasabah (Debitur) penulis merasa tertarik untuk mengangkat dan membahas beberapa permasalahan dalam hal kedudukan jaminan Fidusia dalam perkreditan perbankan dengan judul “FUNGSI JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN TERHADAP PEMBERIAN KREDIT PADA BRI CABANG MEDAN” di mana penulis akan menlakukan suatu penelitian pada salah satu bank yaitu pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Medan.
B. Perumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang di atas, Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana Prosedur Pemberian Kredit dengan jaminan Fidusia Pada BRI Cabang Medan?
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
2. Bagaiman Penerapan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan? 3. Bagaimana Fungsi Jaminan Fidusia sebagai lembaga jaminan dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Sesuai dengan judul pokok permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah untuk memperoleh gambaran secara jelas mengenai Prosedur Pemberian Kredit dengan jaminan Fidusia Pada BRI Cabang Medan, Bagaimana Penerapan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan dan Bagaimana Fungsi Jaminan Fidusia sebagai lembaga jaminan dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan Adapun kegunaan penelitian ini meliputi 2 (dua) hal, yaitu: 1. Kegunaan Teoretis Hasil penelitian dan penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dalam pengembangan hukum keperdataan khusuanya mengenai jaminan Fidusia terhadap perjanjian kredit Perbankan 2. Kegunaan Praktis a. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai prosedur pemberian jaminan Fidusia, penerapan ketentuan undang-undang yang
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
mengatur jaminan Fidusia serta peran jaminan Fidusia terhadap kredit perbankan khususnya pada BRI Cabang Medan b. Untuk dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut c. Untuk memenuhi salah satu syarat mencapai strata satu pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
D. Keaslian Penulisan Adapun judul dari skripsi ini adalah “JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN TERHADAP PEMBERIAN KREDIT PADA BRI CABANG MEDAN”. pembahasan skripsi ini difokuskan untuk membahas mengenai Prosedur Pemberian Kredit dengan jaminan Fidusia Pada BRI Cabang Medan, Penerapan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan,dan Fungsi Jaminan Fidusia sebagai lembaga jaminan dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan Berdasarkan penelitian dan pmeriksaan terhadap inventarisasi skripsi di Perpustakaan Fakultas Hukum USU yang dilakukan oleh penulis, ada beberapa skripsi yang membahas mengenai jaminan Fidusia, tetapi dengan redaksi judul, permasalahan , serta objek pembahasan yang berbeda dengan skripsi ini.dengan kata lain bahwa judul pada skripsi belum pernah ditulis sebelumnya
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
E. Tinjauan Kepustakaan Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan penjelasannya, dikatakan bahwa salah satu kegiatan usaha yang penting pada bank adalah Pemberian kredit, dimana dalam penerapan pemberian kredit itu sendiri mengandung risiko. Maka, sebagai salah satu cara untuk mengatasi risiko tersebut adalah dengan menetapkan adanya jaminan yang menyertai pemberian kredit. Dengan kata lain bahwa jaminan memiliki peranan penting yang berkaitan dengan pemberian kredit Lembaga jaminan itu sendiri terdiri atas beberapa macam antara lain Hipotik, credietverband, gadai dan Fidusia. Mengenai lembaga Fidusia telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang dibuat agar tidak terjadi kerancuan mengenai penyatuan jaminan Fidusia dan apa yang menjadi objek dari jaminan Fidusia, dimana dalam Undang-undang Jamian Fidusia ini, objek jaminan Fidusia adalah meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak.benda yang tidak bergerak yang dimaksud adalah bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan yaitu bagunan atas milik orang lain. Demikian jaminan Fidusia ini dipakai sebagai jaminan dalam pemerian kredit yang diharapkan dapat berperan sebagai pengaman kredit dalam hal jika Debitur tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
F. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Skripsi ini berjudul Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Pada BRI Cabang Medan, dimana Penulis melakukan studi lapangan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk Kantor Cabang Medan Putri Hijau yang berlokasi di Jalan Putri Hijau Nomor 2 Medan. 2. Jenis Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian dengan metode penelitian hukum secara normatif kualitatif atau yang dimaksud dengan studi kepustakaan dan penelitian hukum secara empiris Dalam metode normatif, pengumpulan data-data secara metode ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dengan bahan-bahan hukum primer berupa sumber-sumber hukum positif yang masih berlaku berkaitan dengan judul skripsi ini Selanjutnya sebagai data pendukung, dilakukan juga dengan penelitian empiris yang diperoleh melalui keterangan-keterangan dari Stake Holder yang berfungsi sebagai Informan, sehingga materi yang dituliskan dalam skripsi ini diharapkan menjadi lebih akurat. 3. Sumber Data Adapun yang menjadi data skripsi ini adalah data sekunder, yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan yang diambil dari literatur berupa bahan-bahan Hukum Primer yaitu sumber Hukum positif yang masih berlaku hingga saat ini seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia maupun peraturan lainnya, kemudian didukung
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
oleh bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer berupa literaturliteratur, buku-buku, keterangan-keterangan dari skripsi, yang berkaitan dengan pembahasan skripsi. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah a. Metode Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan melalui data literatur, buku-buku, serta peraturan yang relevan dengan materi yang dinahas dalam skripsi ini b. Metode Lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan pendekatan langsung kepada sumbernya untuk memperoleh keterangan , data dan informasi guna menambah bahan dari penulisan ini sehingga lebih memadai 5. Teknik Analisis Data Data yang telah diperoleh dari data primer dan sekunder di analisi secara kualitatif yaitu menganalisis data tanpa menggunakan rumus dan data sistematis dan berfokus pada analisis hukum
G. Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dimana tiap bab terbagi lagi atas tiap sub-sub bab, agar mempermudah pemaparan materi dari skripsi ini yang digambarkan sebagai berikut:
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
BAB I
:
Pendahuluan. Sub bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang, Latar Belakang Masalah, Perumiusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penilitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
:
Tinjauan Umum Terhadap Bank dan Kredit Perbankan. Dalam bab ini berisi tentang tinjauan terhadap bank secara umum yaitu mencakup Pengertian Bank, Jenis-jenis Bank, Asas, Fungsi dan Tujuan Bank dan Tinjauan Terhadap Kredit secara umum yang mencakup Pengertian Kredit, dasar-dasar Pemberian Kredit, Prinsip-prinsip perkreditan, unsur-unsur perkreditan, macammacam kredit serta berakhirnya kredit.
BAB III
:
Jaminan Secara Umum dan Jaminan Fidusia sebagai Jaminan Dalam Pemberian Kredit Bank. Dalam bab ini dibahas mengenai Pengertian jaminan, Fungsi jaminan, Macam-macam jaminan, serta Jaminan Fidusia Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dan peranannya dalam pemberian kredit bank.
BAB IV
:
Fungsi Jaminan Fidusia sebagai Lembaga Jaminan terhadap Pemberian Kredit pada BRI Cabang Medan. Bab ini berisi mengenai Prosedur Pemberian Kredit dengan jaminan Fidusia Pada BRI Cabang Medan, Penerapan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan serta Fungsi Jaminan Fidusia sebagai lembaga jaminan dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
BAB V
:
Kesimpulan dan Saran. Merupakan rangkaian dari bab-bab yang, yang memuat kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, dan dilengkapi dengan saran-saran.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP BANK DAN KREDIT PERBANKAN
A. Tinjauan terhadap bank secara umum 1. Pengertian Bank Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam UndangUndang Perbankan 1967 dimana pengertian bank mengalami penyempurnaan pada Undang-Undang Perbankan yang diubah. Dalam Undang-Undang Perbankan 1967 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Dikatakan adanya penyempurnaan karena pada undang-undang Perbankan yang diubah terlihat adanya saling kerjasama yang baik antara masyarakat di satu pihak dan lembaga keuangan khususnya bank di pihak lain atau kerjasama tersebut dapat diketahui dari adanya keikutsertaan masayarakat untuk menyalurkan dananya kepada lembaga keuangan (bank). Sedangkan pihak bank menyalurkan kembali dana yang terhimpun dari masyarakat tersebut kepada masyarakat yang tujuanya tidak lain adalah untuk meningkatkan kesejahteraan atau taraf hidup orang banyak. Hal ini terlihat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan padapPasal 1 angka (1) bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Sementara itu, dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, merupakan Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 pada Pasal 2 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari pengertian-pengertian tersebut jelaslah bahwa bank sebagai “financial interdmediary” dengan usaha utama menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran. Dua fungsi ini tidak bisa dipisahkan sebagai badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankannya. Sebaliknya, sebagai lembaga keuangan, bank memiliki kewajiban pokok menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja dengan sendirinya. 6 2
Jenis-jenis bank Dibandingkan dengan Undang-Undang Perbankan yang lama, pengaturan
mengenai jenis bank dalam Undang-Undang Perbankan yang diubah tampak lebih sederhana. Dalam Undang-Undang Perbankan tahun 1967, jenis bank dapat dibedakan dari segi fungsi dan kepemilikannya. Dari segi fungsinya ada 4 jenis, antara lain Bank Sentral, Bank Umum, Bank Tabungan, dan Bank Pembangunan.
6
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 2001) hal.59 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Sedang dilihat dari segi kepemilikannya, terdapat tiga jenis bank yaitu, Bank Negara, Bank Koperasi dan Bank Swasta 7 . Sedangkan dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 Pasal 5, dikatakan, menurut jenisnya, bank terdiri dari : A. Bank Umum Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan uasaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan sendirinya Bank Umum adalah bank pencipta uang giral. Bank umum daapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Kegiatan tertentu tersebut antara lain melaksanakan kegiatan pembiayaan untuk mengembangkan kopersi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah atau pengusaha kecil, pengembangan non migas, dan pengembangan pembangunan perumahan. B. Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang daalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan sendirinya Bank Perkreditan Rakyat adalah bukan bank pencipta uang giral, sebab Bank Perkreditan Rakyat tidak ikut memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 8
7
Gatot Supramono, Perbankan dan masalah kredit suatu tinjauan yuridis, (Jakarta: Djambatan, 1995) hal.3 8 Rachmadi Usman. Op.cit. hal.63 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
3. Asas, Fungsi, dan Tujuan Bank. Mengenai asas perbankan yang dianut di Indonesia dapat kita ketahui dari ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang mengemukakan bahwa, ”Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian” menurut penjelasan resminya yang dimaksud dengan demikrasi adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 9 Mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan di atas tidak ada penjelasannya secara resmi, tetapi dapat dikemukakan bahwa bank dan orangorang yang terlibat di dalamnya, terutama dalam membuat membuat kebijaksanaan dan menjalankan usahanya wajib mEnjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing secara cermat, teliti, dan professional sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat. Selain itu, bank membuat dalam kebijaksanaan dan kegiatan usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad baik. Kepercayaan masyarakat merupakan kata kunci utama bagi berkembang atau tidaknya suatu bank, dalam arti tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya. 10 Kemudian mengenai fungsi utama dari perbankan dapat dilihat pada Pasal 3 Undang-Undang Perbankan yang menyatakan, bahwa Perbankan Indonesia
9
Hermansyah. .Hukum Perbankan Nasional Indonesia.( Jakarta : Kencana. 2005 ) hal.18. Ibid.hal.18
10
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
mempunyai fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dari hal tersebut dapat disebutkan bahwa fungsi bank dalam masyarakat, adalah: 1. Sebagai lembaga yang menghimpun dana-dana masyarakat 2. Sebagai lembaga yang menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau sebagai lembaga pemberi kredit 3. Sebagai
lembaga
yang
melancarkan
transaksi
perdagangan
dan
pembayaran uang. Sejalan dengan fungsi utama dimaksud, tujuan strategis dari perbankan Indonesia tidak semata-mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang non-ekonomis seperti masalah menyangkut stabilitas nasional yang mencakup antara lain stabilitas politik dan stabilitas sosial. Secara lengkap mangenai hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Perbankan yang berbunyi, “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. 11 B. Tinjauan terhadap kredit secara umum Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 menetapkan pengertian bank adalah bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, dari rumusan pengertian bank sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan undang-undang tersebut di atas,
11
Ibid.hal.20
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
dapat diketahui bahwa kredit adalah salah satu bentuk kegiatan usaha dalam rangka penyaluran dananya kepada masyarakat. Kredit terkait dengan pelaksanaan fungsi bank sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Perbankan Indonesia
adalah sebagai penghimpunan dan penyalur dana
masyarakat. Pemberian kredit merupakan salah satu bentuk kegiatan usaha bank yang berkaitan dengan penyaluran dana bank Indonesia ke masyarakat 12 1. Pengertian kredit Secara etimologi pengertian Kredit berasal dari bahasa Latin “credere”, yang berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah Debitur yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah Debitur adalah kepercayaan. 13 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian Kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara merangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. Menurut O.P. Simorangkir (1988), kredut adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang. 14 Dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan. Seperti pengertian yang diberikan dalam Pasal 1 butir 11 UU Nomor 10 Tahun 1998 dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan yang atau tagihan yang 12
M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.2007.)hal.75 13 Hermansyah, Op.cit hal.55 14 H.R Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi “The Bankers Hand Book”.(Bandung: PT. CITRA ADITYA BAKTI, 2005) hal.123 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh Debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata-mata melunasi utangnya tetapi juga disertai bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Thomas Suyatno, dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Perkreditan, mengemukakan bahwa terdapat empat unsur pokok Kredit, terdiri atas 15 a. Kepercayaan, b. Tenggang waktu c. Degree of Risk (risiko) d. Prestasi Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Bertitik tolak dari pengertian ini, maka dapat dikemukakan bahwa selain unsur kepercayaan tersebut, dalam permohonan dan pemberian kredit juga mengandung unsur lain, yaitu unsur waktu, unsur risiko dan unsur prestasi. Mengenai tenggang waktu, artinya adalah bahwa ada suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi ynag akan diterima pada masa yang akan datang.dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai
15
Hermansyah,.Op.cit, hal 56
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
agio dari uang, yaitu uang yang sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. Degree of Risk, berarti bahwa dalam setiap pelepasan kredit jenis apapun, akan terkandung risiko di dalamnay, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari.semakin lama kredit diberikan, maka akan semakin tinggi pula tingkat risikonya. Adanya unsur risiko inilah, maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit. Menurut Subekti bahwa yang dimaksud dengan risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian16 . Berkaitan dengan pemberian kredit oleh bank, kepada Debitur, tentu pula mengandung risiko usaha bagi bank. Risiko di sini adalah risiko dari kemungkinan ketidakmampuan dari Debitur untuk membayar angsuran atau melunasi kreditnya karena sesuatu hal tertentu yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu, semakin lama jangka waktu atau tanggang waktu yang diberikan untuk pelunasan kredit, maka semakin besar juga risiko bagi bank. 17 Dalam hal prestasi atau objek kredit tidak hanya diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang, atau jasa. Namun karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang setiap kali dijumpai dalam praktik perkreditan. 16 17
Prof.Subekti, , Hukum Perjanjian, (Jakarta : PT. Intermasa 1979 ) hal 52 Hermansyah,. Op.cit hal 57
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah, maka pemberian kredit dilakukan dengan berpedoman kepada empat hal, antara lain: a. para pihak (Personality) Dalam hal ini, pihak bank mencari data lengkap mengenai kepribadian si pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya, pengalamannya dalam berusaha, pergaulan dalam masyarakat.hal ini diperlukan untuk menentukan persetujuan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit. b. tujuan (Purposse) Dalam pemberian kredit, bank juga harus mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai dengan line of business kredit bank yang bersangkutan. c. (analisis) Prospect Dalam hal ini bank harus melakukan analisis secara ceramt dan mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit. Misalnya, apakah usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit mempunyai prospek dikemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebuthan masyarakat. d. pembayaran (Payment) Bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan jelas mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang ditentukan. Hal-hal tersebut di atas tergantung pada bonafiditas yang diketahui dari analis penilaian terhadap kemungkinan pemberian kredit yang kemudian hari akan
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
mengakibatkan kegagalan usaha Debitur dan kemacetan total kreditnya. Penilian tersebut dikenal dengan istilah The Five C’S of Credit”, 18 antara lain: a. penilaian watak (Character) Bahwa calon nasabah memiliki watak, moral, sifat-sifat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemauan dari calon nasabah Debitur untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya. Informasi mengenai hal-hal ini dapat diperoleh dari bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha dan informasi dari usaha-usaha yang sejenis. b. penilaian kemampuan (Capacity) Dalam hal ini bahwa bank harus mneliti tentang keahlian calon Debitur dalam bidang usahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon Debiturnya dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya. 19 . pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan materiil, yaitu melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan rugi laba, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir. Melalui pendekatan ini, tentu dapat diketahui pula mengenai tingkat solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas usaha serta tingkat risikonya. Pada umumnya untuk menilai capacity seseorang didasarkan pada pengalamannya dalam dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari
18 19
Ibid. hal 60. Rachmadi Usman, Op. cit. hal 247
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
calon nasabah Debitur, serta kemampuan dan keunggulan perusahaaan dalam melakukan persaingan usaha dengan pesaing lainnya. c. penilaian terhadap modal (Capital) Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-mata didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi lebih difokuskan kepada bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga sagala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif. d. penilaian terhadap Jaminan Collateral) Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah Debitur di kemudian hari, misalnya terjadi kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit baik utang pokok maupun bunganya. e. penilaian terhadap prospek usaha nasabah Debitur (Condition of Economy) bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan konddisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut. 2. Dasar-dasar pemberian kredit Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank wajb memperhatikan hal- hal mana yang ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1)
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
dan (2) Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, yang berbunyi: Pasal 8 ayat (1): ”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud seseuai dengan diperjanjikan” Pasal 8 ayat (2): ”Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.” Berkaitan dengan itu, menurut penjelasan Pasal 8 ayat (2) dikemukakan bahwa pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian kredit dan pembiayaan adalah sebagai berikut: a. Pemberian kredit atau pembiyaan berdasarkan Prisip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah Debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan modal agunan dan proyek usaha dari nasabah Debitur. c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah Debitur dan atau pihak-pihak terafiliasi. f. Penyelesaian sengketa Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2) di atas merupakan dasar atau landasan begi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah Debitur. Lebih dari itu, karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan menerpakan Prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992. 20 3. Prinsip-prinsip Pemberian kredit Pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah Debitur berpedoman kepada dua prinsip, yaitu: a. Prinsip Kepercayaan Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah Debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah Debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah Debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
20
Hermansyah,. Hukum perbankan Nasional Indonesia.( Jakarta: Kencana. 2005) hal.58
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
b.
Prinsip Kehati-hatian (prudential principle) bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah Debitur harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan. 21
4. Unsur-unsur kredit Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana tersebut di atas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut 22 . a. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang . Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa pemberian/penerbitan garansi bank, dan penyediaan dana untuk pembukaan letter of credit (LC) b. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain 21 22
Hermansyah. Op.cit hal 61 M.Bahsan ,.Op.cit. hal.76
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Hal ini merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan dengan penyediaan uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminmjam dibuat oleh bank dengan pihak Debitur yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kredit. Perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan Debitur lazim disebut perjanjian kredit, surat perjanjian kredit, atau akad kredit. Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) merupakan undang-undang bagi bank dan Debitur. Ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang berjanji. c. Adanya kewajiban melunasi utang Pinjam- meminjam uang adalah suatu utang bagi peminjam. Peminjam wajib melunasi sesuai dengan yang diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada Debitur adalah suatu pinjaman uang, dan Debitur wajib melakukan pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang tekah disepakatinya, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana bank yang diberikan secara cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatu utang yang harus dibayar kembali oleh Debitur. d. Adanya jangka waktu tertentu Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka waktu tertentu jangka waktu tersebut ditetapkan pada perjanjian kredit yang dibuat bank denagn Debitur.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Jangka waktu yang ditetapkan merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan dana pinjaman dan menunjukkan kesempatan dilunasinya kredit. 23 e. Adanya pemberian bunga kredit. Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank kepada debitu. Namun, sering pula disebut sebagai balas jasa atas penggunaan uang oleh Debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayarannya oleh Debitur, akan merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama bagi bank. Kelima unsur yang terdapat dalam pengertian kredit sebagaimana yang disebutkan di atas harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk dapat disebut sebagai kredit dibidang perbankan. Walaupun istilah kredit banyak pula digunakan untuk kegiatan perutangan lainnya di masyarakat, hendaknya untuk istilah kredit dalam kegiatan perbankan selalu dikaitkan dengan pengertian yang ditentukan oleh ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 5. Macam-macam Kredit. Dalam Undang-Undang Perbankan tidak disinggung mengenai macammacam kredit. Meskipun demikian, dalam praktek perbankan, kredit-kredit yang
23
Ibid. hal.77
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
pernah diberikan kepada para nasabahnya dapat dilihat dari beberapa segi, sebagai berikut : a. Menurut jangka waktunya, Dari segi jangka waktunya, terdapat tiga macam kredit yaitu: 1) Kredit jangka pendek, yaitu jredit yang diberikan dengan tidak melebihi jangka waktu 1(satu) tahun. 2) Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun tetapi tidak lebih dari 3(tiga) tahun. 3) Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari 3 (tiga) tahun 24 b. Menurut kegunaannya Dari segi kegunaannya, maka kredit dapat digolongkan, antara lain: 1) Kredit Investasi, artinya adalah penanaman modal. Dengan demikina kredit investasi adalah kredit yang diberikan kepada nasabah untuk keperluan penanaman modal yang bersifat ekspansi, modernisasi, maupun rehabilitasi perusahaan. Misalnya, kredit untuk keperluan mendirikan suatu proyek tambak udang. 2) Kredit Modal Kerja, yang artinya adalah kredit yang diberikan untuk kepentingan kelancaran modal kerja nasabah. Jadi, kredit ini sasarannya adalah untuk membiayai operasi usaha nasabah. Kredit bank dipergunakan untuk membeli bahan dasar, alat-alat Bantu maupun membayar biaya lainnya
24
H.R Daeng Naja,Op.cit. hal.126
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
3) Kredit Profesi Kredit ini diberikan bank kepada nasabah semata-mata untuk kepentingan profesinya. Misalnya, kredit yang diberikan kepada seorang dokter untuk membeli seperangkat peralatan medis. Namun sebenarnya, kredit tersebut tidak jauh berbeda dengan kredit Investasi. Yang berbeda hanya terletak pada kedudukan (status) nasabah 25 c. Menurut pemakaiannya Menurut pemakaiannya, kredit terdiri atas: 1) Kredit Konsumtif Kredit konsumtif adalah kredit yang diberikan kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Misalnya, kredit yang diberikan untuk membeli alat-alat rumah tangga, seperti televisi, kendaraan. Semua barang-barang yang dibiayai bank dan tujuannya untuk dipakai sampai habis oleh nasabah. 2) Kredit Produktif Berbeda dengan konsumtif, pada kredit produktif ini pembiayaan bank ditujukan untuk keperluan usaha nasabah agar produktivitas akan bertambah meningkat. Bentuk kredit Produktif dapat berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja, karena kedua kredit tersebut diberikan nasabah untuk meningkatkan produktivitas usahanya. 26
25 26
Gatot Supramono.Op.cit. hal 30 Gatot Supramo. Op.cit. hal.31
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
d. Menurut Sektor yang dibiayai Di samping macam-macam kredit yang tlah diterangkan di atas, masih ada beberapa macam kredit yang diberikan nasabah dipandang dari sektor yang dibiayai bank, sebagai berikut; Kredit Pertanian, Kredit Pemborongan, Kredit Pertanian, Kredit Peternakan, Kredit Perhotelan, Kredit Percetakan, Kredit Pengangkutan, Kredit Perindustrian. 27 6. Berakhirnya Kredit. . Jika terhadap kredit yang diberikan berjalan dengan baik, dan Debitur melunasinya sesuai dengan yang diperjanjiakan dalam perjanjian kredit, maka hubungan usaha antara bank dengan Debitur menjadi berakhir. Dengan kata lain menunjukkan berakhirnya kredit, dimana hak dan kewajiban dari masing-masing pihak telah dipenuhi. Namun mengingat juga bahwa
pemberian kredit juga
mengandung risiko kegagalan pelunasan, terdapat kemungkinan terjadinya kredit bermasalah. Kredit bermasalah dapat terjadi pada bank berpotensi terhadap kerugian bank yang bersangkutan. Bila kerugian bank yang timbul karena adanya kredit bermasalah, yang tidak dapat diselesaikan sehingga digolongkan sebagai kredit hapus buku atau hapus tagih, maka akan dapat mengurangi modal bank. Namun sehubungan dengan itu, untuk mengurangi kerugiannya, bank harus segera menangani kredit bermasalah yang dihadapinya melalui pedoman dan prosedur tertulis yang ditetapkan oleh peraturan internnya. Dalam pedoman tertulis tersebut ditetapkan tentang kebijakan penanganan kredit bermasalah yang dapat berupa penyelamatan kredit atau penyelesaian, masing-masing disertai dengan cara-cara
27
Ibid.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
dan prosedur yang harus dilalui, dan hal ini berkaitan dengan kondisi masingmasing bank 28
28
M. Bahsan. Op.cit. hal. 101
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
BAB III JAMINAN SECARA UMUM DAN JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT BANK
A.
Pengertian Jaminan Pada dasarnya belum ada pemahaman yang sama mengenai pengertian
jaminan kredit. Sebagian kalangan perbankan menafsirkan jaminan kredit adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Debitur untuk melunasi utangnya sesuai yang diperjanjikan. Sebagian lagi menafsirkan bahwa jaminan kredit yang dimaksudkan adalah agunan yang diberikan nasabah Debitur. Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa jaminan kredit dapat diartikan dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, jaminan kredit bukan saja persoalan agunan yang diberikan nasabah Debitur tetapi juga meliputi faktor-faktor lain seperti bonafiditas dan prospek usaha. Dalam arti sempit jaminan kredit hanya ditujukan kepada benda agunan yang diberikan nasabah Debitur yang lazim disebut dengan tambahan berupa harta benda. 29 Tidak seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967, Dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, tidak disebutkan lagi secara tegas mengenai kewajiban atau keharusan tersedianya jaminan atas kredit yang dimohonkan atas calon Debitur/Debitur.
29
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan.( Bandung :Alumni. 2006) hal.185 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Selengkapnya dapat dibandingkan bunyi Pasal dalam Undang-Undang Perbankan yang mengatur mengenai masalah jaminan tersebut, yaitu: Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967: “Bank umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga” Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 “Dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan” Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud seseuai dengan diperjanjikan” Dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 secara tersurat jelas ditekankan keharusan adanya jaminan atas setiap pemberian kredit kepada siapapun. Sedangkan dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, keharusan adanya jaminan terkandung secara tersirat alam kalimat ”keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah Debitur” dan sekaligus mencerminkan apa yang disebut dengan “the five C’Sekretaris of credit” yang salah satunya adalah jaminan (collateral) Pasal 8 Undang-undang tersebut yang menyebutkan bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Sedangkan kata “jaminan” itu sendiri dalam peraturan perundangundangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan penjelasan Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. namun di dalam kedua peraturan tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan jaminan. Namun, meskipun demikian dari kedua ketentuan itu pula, dapat diketahui bahwa jaminan erat hubungannya dengan masalah utang 30 Menurut Oey Hoey Tiong, istilah Jaminan berasal dari kata “jamin” yang berarti hak tanggungan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah tanggungan atas segala perikatan dari seseorang seperti yang ditentukan dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun tanggungan atas perikatan dari seseorang
seperti
yang
diatur
dalam Pasal
1139-1149
(piutang
yang
diistimewakan), Pasal 1150-1160 (gadai), Pasal 1162-1178 (hipotik) Pasal 18201850 (penanggungan utang), dan akhirnya seperti yang ditetapkan oleh yurisprudensi ialah Fidusia. 31 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Perbankan pada Pasal 24 ayat (1) menyebutkan bahwa “Bank umum tidak memberi Kredit tanpa jaminan
30
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis. (Jakarta:Djambatan. 1995) hal.56. 31 Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan.( Jakarta: Ghalia Indonesia. 1985.) hal. 14. Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
kepada siapapun”, berarti bahwa nilai dan legalitas jaminan yang dikuasai oleh bank atau yang disediakan oleh Debitur harus cukup untuk menjamin fasilitas kredit yang diterima nasabah atau Debitur. 32 Dari uraian di atas, maka dapat diberi kesimpulan mengenai pengertian bahwa jaminan adalah suatu perikatan antara Kreditur dengan Debitur, dimana Debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku apabila waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si Debitur. 33 B.
Fungsi Jaminan Dalam hal fungsi jaminan terhadap kredit perbankan, antara lain adalah
sebagai berikut: a. Jaminan kredit sebagai pelunsan kredit, Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada Debitur wajib melakukan upaya pengamanan agar kredit yang tidak dilunasi oleh debitir baik seluruhnya maupun sebagian akan merupakan kerugian bagi bank. Oleh karena itu, sekecil apapun nilai unag dari kredit yang telah diberikan kepada Debitur harus tetap diamankan sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Secara umum pengamanan kredit dapat dilakukan melalui tahap analisis kredit melalui penerapan hukum yang berlaku. Keterkaitan jaminan kredit dengan pengamanan kredit ini dapat disimpulkan dari ketentuan 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sehingga merupakan alternatif yang dapat digunakan bank untuk 32
Thomas Suyatno, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan Edisi Keempat. (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.1995) hal.88 33 Gatot Supramono, Op.cit. Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
memperoleh pelunasan kredit pada waktu Debitur ingkar janji kepada bank 34 . Dengan adanya jaminan kredit, ini memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barangbarang jaminan tersebut, yaitu apabila nasabah melakukan cidera janji yaitu tidak membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. b. Dengan adanya jaminan kredit, akan menjamin agar nasabah berperan serta
di
dalam
transaksi
untuk
membiayai
usahanya,
sehingga
kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahannya dapat dicegah atau sekurangkurangnya memperkecil terjadinya hal atau perbuatan yang demikian. c. Jaminan kredit sebagai pendorong motivasi Debitur Pengikatan jaminan kredit yag berupa harta milik Debitur yang dilakukan oleh pihak bank, tentunya Debitur yang bersangkutan akan takut kehilangan hartanya tersebut. Hal ini mendorong Debitur berupaya untuk melunasi kreditnya kepada bank agar hartanya yang dijadikan jaminan kredit tersebut tidak hilang karena harus dicairkan oleh bank. Dengan kata lain, dalam hal khususnya pembayaran kembali, sesuai dengan syaratsyarat yang telah disetujui, agar ia tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank
34
M. Bahsan,. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia.(Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. 2007) Hal.103 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
C.
Macam-macam jaminan Dalam hal ini, Jaminan terdiri atas jaminan yang timbul dari Undang-
undang, dan ada pula jaminan yang timbul dari perjanjian. Jaminan yang timbul dari undang-undang adalah bentuk-bentuk jaminan atau hak-hak jaminan yang telah ditentukan suatu undang-undang. Jaminan yang timbul dari undang-undang adalah jaminan berdasarkan Pasal 1131 dab 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Dalam Pasal-Pasal tersebut dinyatakan bahwa seluruh harta kekayaan dari Debitur dijadikan jaminan bagi perikatannya dengan para Krediturnya. Hal ini menunjukkan bahwa jaminan yang timbul dari undang-undang ini menimbulkan jaminan umum. Dengan ketentuan Pasal 1331 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, berarti seorang Kreditur telah diberikan jaminan berupa harta benda dan milik Debitur tanpa khusunya diperjanjikan terlebih dahulu 35 . Mengenai jaminan yang lahir dari perjanjian adalah jaminan dan hak-hak jaminan yang ada karena diperjanjikan terlebih dahulu oleh Kreditur dan Debitur. Jaminan ini menimbulkan adanya jaminan khusus yang dapat berupa jaminan perorangan atau jaminan kebendaan
36
artinya, mengenai jaminan yang timbul
karena perjanjian dapat dibedakan menjadi dua bentuk. Yaitu: 1.
Jaminan Perseorangan (Personal Guarantee) Hak jaminan perseorangan timbul dari perjanjian jamianan antara Kreditur
35
Hartono Hadisoeprapto. Hukum perikatan dan hukum jaminan.(Jakarta: Liberty.1989.)
36
Sutarno. Apek-Aspek Hukum Prerkreditan Pada Bank. ( Jakarta: CV. Alfabeta. 2003)
hal.5 .hal. 146. Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
(bank) dan pihak ketiga.hal ini menunjukkan pengertian bahwa jaminan perseorangan atau jaminan pribadi adalah jaminan seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari Debitur. Dalam pengertian lain, dikatakan bahwa jaminan perseorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (Kreditur) dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari si berutang (Debitur). Ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) pengetahuan si berutang tersebut. 37 Djuhaenah Hasan mengemukakan bahwa dengan adanya jaminan perorangan, Kreditur akan merasa lebih aman daripada tidak ada jaminan sama sekali, karena dengan adanya jaminan perorangan Kreditur dapat menafih tidak hanya kepada Debitur, tetapi juga kepada pihak ketiga yang menjamin yang kadang-kadang terdiri dari beberapa orang. Perjanjian jaminan perorangan dapat berupa penanggung (Borgtocht), bank garansi, ataupun jaminan perusahaan. Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa : “penanggungan adalah persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentungan yang berutang (Debitur) mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan yang berutang apabila ia tidak memenuhi” Dalam hal ini pihak ketiga berkedudukan sebagai penjamin dalam hal pemenuhan kewajiban Debitur, berarti perjanjian jaminan perseorangan merupakan janji atau kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban Debitur apabila Debitur wanprestasi dalam jaminan perseorangan tidak ada benda
37
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. (Jakarta: Kencana. 2005) hal.70
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
tertentu yang diikat dalam jaminan sehingga tidak jelas benda apa dan yang mana milik pihak ketiga yang dapat dijadikan jaminan apabila Debitur wanprestasi. 38 Dalam
jaminan
perseorangan
selalu
dimaksudkan
bahwa
untuk
pemenuhan kewajiban-kewajiban si berutang yang dijamin pemenuhan seluruhnya atau sampai suatu bagian (jumlah) tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) bisa disita atau dilelang menurut ketentuan- ketentuan perihal pelakanaan (eksekusi) putusan-putusan pengadilan. 2. Jaminan Kebendaan Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak (absolut) atas suatu benda tertentu yang menjadi objek jaminan suatu utang, yang suatu waktu dapat diuangkan bagi pelunasan utang Debitur apabila Debitur ingkar janji. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan Debitur sendiri atau kekayaan orang ketiga. Dalam jaminan kebendaan ini hak mutlak atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bandanya di tangan siapapun benda itu berada (Droit de suite) dan dapat dialihkan. 39 ) Selain itu, jaminan kebendaan juga dikatakan sebagai jaminan yang menyangkut harta kekayaan baik benda maupun hak kebendaan yang diberikan dengan cara pemisahan bagian oleh harta kekayaan baik dari si Debitur maupun pihak ketiga guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban Debitur kepada pihak Kreditur apabila Debitur yang bersangkutan wanprestasi 40
38
H.R. Daeng Naja. Hukum Kredit dan Bank Garansi The Bankers Hand (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 2005) hal. 210. 39 Sutarno,, Op.cit hal. 147. 40 H.R. Daeng Naja. Op.cit. hal.213
Book.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Hak jaminan kebendaan adalah hak-hak Kreditur untuk didahulukan dalam pengambilan pelunasan daripada Kreditur-Kreditur, atas hasil penjualan suatu benda tertentu atau sekelompok benda tertentu yang secara khusus harus diperhatikan. Sebelumnya, telah diuraikan mengenai hak-hak jaminan yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu hak-hak jaminan yang timbul dari undang-undang yang dinamakan hak istimewa (privelege), sedang mengenai hak-hak jaminan yang timbul dari perjanjian dikelompokkan pula menjadi dua, yaitu yang bersifat perorangan dan yang bersifat kebendaan. Adapun dalam hal jaminan yang bersifat kebendaan, ada yang diatur menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada pula yang diatur di luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam hal yang dikenal dan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah jaminan kebendaan berupa gadai dan hipotik, sedangkan yang jaminan kebendaan yang diatur di luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat dalam Koninklijk Besluit yaitu Credietverband, Oogstverband. Selain itu masih ada juga jaminan yang berada di luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang timbul dalam praktek yang kemudian diakui dengan Yurisprudensi yaitu jaminan Fidusia. Meskipun tidak ada pencabutannya secara tegas, namun berdasarkan Pasal 26
Undang-Undang
Hak
Tanggungan,
maka
Credietverband
dan
Oogstverband.dinyatakan sudah tidak berlaku lagi. a. Hipotik dan Credietverband Kedua lembaga ini adalah lembaga jaminan dimana ketentuan-ketentuan pembebanannya juga dapat dilihat pada pasa 51 UUPA yang menyebutkan bahwa
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Hak Tanggungan yang yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan tersebut pada Pasal 25, Pasal 33 dan Pasal 39 diatur dengan undang-undang. Dan melalui Pasal 57 UUPA berlakulah ketentuanketentuan mengenai Hipotik tersebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam S. 1905-452 jo. S. 1909-586 dan S. 1909-584 sebagaimana yang telah diubah dengan S. 1937-190 jo. S. 1937191 41 . Dalam hal objeknya, semula terdapat perbedaan antara hipotik dengan Credietverband , yang didasarkan pada perbedaan jenis hak-hak atas tanah yaitu bahwa objek lembaga jaminan hipotik adalah tanah dan hak-haknya yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sedangkan objek Credietverband adalah tanah-tanah milik adat yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan berlakunya UUPA dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya yang berhubungan, maka perbedaan tersebut ditiadakan
terutama dengan
berlakunya Peraturan Menteri Agraria Nomor 15 Tahun 1961 di mana semua tanah dan hak-hak atas tanah yang berupa hak milik, Hak guna bangunan, dan Hak guna usaha dapat dibebani dengan hipotik dan Credietverband. hipotik dan Credietverband metupakan perjanjian acessoir, maka tentunya sebelum pembebanan hipotik dan Credietverband dilakukan atas suatu objek atau jaminan, sebelumnya didahului dengan adanya perjanjian kredit atau pengakuan utang sebagai perjanjian pokoknya.
41
Ibid. hal.244
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Pemberian hipotik dan Credietverband dilakukan oleh dan dihadapan Pejaba Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang selanjutnya disebut akta hipotik dan Credietverband Mengenai hapusnya hipotik adalah terdapat pada Pasal 1209 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu disebabkan oleh: 1.
karena hapusnya perikatan pokok
2.
karena pelepasan hipotiknya oleh si berpiutang
3.
karena penetapan hakim dan Sedangkan Mengenai hapusnya Credietverband adalah sama sebagaimana
halnya hipotik, yaitu dikarenakan oleh hapusnya perjanjian pokoknya.dan oleh karena beban yang berada diatas hipotik maupun Credietverband adalah hak dengan adanya asas bahwa setiap orang berhak melepaskan haknya maka sebagaimana pada pemegang hipotik, pemegang Credietverband pun bebas melepaskan haknya yang dengan demikian penyebab lain dari hapusnya Credietverband adalah dapat berupa lepasnya hak tersebut oleh Kreditur. Ketentuan hapusnya Credietverband dapat dilihat pada Pasal 29 S. 1908 : 542 ketentuan Credietverband. b..Hak Tanggungan Mengenai hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah (Undang-Undang Hak Tanggungan), disebutkan dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok Agraria yang disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), sudah disediakan
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
lembaga hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah yaitu Hak Tanggungan sebagai pengganti lembaga hipotik dan Credietverband. Mengenai hubungan antara Hak Tanggungan dengan Hipotik (dan Credietverband ), pada dasarnya diketahui bahwa kedua lembaga tersebut yaitu Hipotik (dan Credietverband ), adalah lembaga jaminan yang berkaitan dengan tanah. Maka mengenai hubungannya dengan Hak Tanggungan adalah terdapat pada Pasal 29 Undang-Undang Hak Tanggungan, dimana dikatakan bahwa: “Dengan berlakunya undang-undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut dalam staatsblad 1908-584 sebagaimana yang telah diubah dengan staatsblaad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191dan ketentuan mengenai hypotheek sebagaimana disebut dalam buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanah Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta dengan benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi” 42 Kalau dari judul atau nama Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 kita telah menyimpulkan objek pengaturannya sebagaimana tersebut di aats, maka jika kita hubungkan itu dengan kata-kata “sepanjang mengenai tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi” dalam Pasal 29 Undang-Undang Hak Tanggungan, maka dapat kita simpulkan bahwa UndangUndang Hak Tanggungan bermaksud untuk menggantikan lembaga Hipotik, namun sepanjang objeknya adalah tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Jadi, dengan keluarnya Undang-Undang Hak Tanggungan, lembaga hipotik dinyatakan tidak berlaku lagi. Namun berlainan sekali pengaruh dari Pasal 29 tersebut dengan lembaga Credietverband karena di sana dengan tegas dikatakan bahwa ketentuan-ketentuan tentang Credietverband untuk selanjutnya sudah tidak 42
J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan (Bandung : PT.CITRA ADITYA BAKTI.2007) Hal.293 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
berlaku lagi. Dengan demikian untuk selanjutnya mengenai objek jaminan, Hak Tanggungan sudah tidak ada kaitan apapun lagi dengan Credietverband. 43 mengenai objek dari Hak Tanggungan itu sendiri, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan pada Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan yang mengatakan bahwa: ”(1). Hak atas tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah: a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna Bangunan (2). Selain hak-hak atas tanah ,sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hak pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibabani dengan hak tanggungan.” Walaupun tidak disebutkan secara tegas, tetapi mengingat Hak Tanggungan merupakan bagian dari pengaturan Undang-Undang Pokok Agraria (Vide Psal 51 jo. Pasal 57 Undang-Undang Pokok Agraria), maka kiranya bisa kita simpulkan, bahwa hak-hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan, sebagaimana yang disebutkan di atas, adalah hak-hak atas tanah menurut UndangUndang Pokok Agraria (bahwa di dalam penjelasan atas Pasal 4 ayat (1) UndangUndang Hak Tanggungan ditegaskan, bahwa memang yang dimaksud adalah hakhak atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria) c. Gadai Gadai merupakan jaminan yang yang haknya lahir karena penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada Kreditur pemegang gadai yang dilakukan oleh Debitur pemberi gadai atau orang lain atas nama Debitur dimana barang yang menjadi objek gadai tersebut hanyalah barang bergerak, dan Kreditur pemegang 43
Ibid.hal 294
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
gadai berhak untuk mengambil pelunasan barang gadai lebih dahulu daripada Kreditur-Kreditur lainnya
44
. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1150 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang memberi pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memeberikan kekuasaan kepada Si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biayabiaya mana harus didahulukan. Dari pengertian tersebut, dapat disebutkan bahwa gadai memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 2. Gadai bersifat accesoir arinya sebagai pelengkap dari perjanjian pokok yaitu utang-piutang. Jadi, adanya gadai tergantung pada perjanjian pokok.tanpa perjanjian utang-piutang tidak ada gadai. 2. Gadai bersifat jaminan utang artinya benda harus dikuasai dan disimpan oleh Kreditur, 3. Gadai tidak dapat dibagi-bagi, artinya tidak hapus dengan pembayaran sebagian utang Debitur (Pasal 1160 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
44
H.R Daeng Naja. Hukum Kredit dan Bank Garansi The Bankers Hand Book. (Bandung: P.T Citra Aditya Bakti. 2005) hal. 269 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
D. Fidusia sebagai Bentuk Pengikatan barang jaminan pada Bank 1. Jaminan Fidusia Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. a. Istilah dan pengertian Fidusia Istilah Fidusia berasal dari Bahasa Belanda yaitu fiducie, sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut Fidusiary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan. Di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan Fidusia dijumpai bahwa pengertian Fidusia adalah : “ pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu” Pengalihan hak kepemilikan berarti pemindahan hak kepemilikan dari pemberi Fidusia kepada penerima Fidusia atas dasar kepercayaan dengan syarat bahwa benda yang menjadi objeknya tetap berada di tangan pemberi Fidusia Di samping istilah Fidusia, dikenal juga istilah jaminan Fidusia. Istilah jaminan Fidusia ini dikenal dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yaitu: “ Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 terntak Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang terentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima Fidusia terhadap Kreditur lainnya” Maka, unsur-unsur jaminan Fidusia adalah: 1. adanya hak jaminan 2. utang yang dijamin jumlahnya tertentu
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
3. adanya objek, yaitu benda bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Ini berkatan dengan pembebanan jaminan rumah susun. 4. benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi Fidusia 5. memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur.45 b. Objek dan Subjek jaminan Fidusia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka yang menjadi objek jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor. Oleh karena guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ini, objek jaminan Fidusia diberi pengertian yang lebih luas, yaitu: 1.
benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan
2.
benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani Hak Tanggungan.
Yang dimaksud dengan bangunan yang tidak dibebani Hak Tanggungan di sini dalam kaitannya dengan bangunan rumah susun. Ketentuan mengenai objek dari jaminan Fidusia adalah diatur lebih jelas pada Pasal 1 angka 2, dan sebagaimana 45
H. Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia ( Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada 2004 ) hal.57 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 4 dan Pasal 3, serta penjabarannya lebih lanjut dalam Pasal 9 Undang-Undang Fidusia Mengenai subjek dari jaminan Fidusia adalah para pihak yaitu pemberri Fidusia dan penerima Fidusia. Pemberi Fidusia atau Debitur adalah orang perorangan atau juga korporasi pemilik benda yang dijadikan objek Fidusia,yang dimaksud dengan korporasi di sini adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum atau badan usaha yang bukan berbadan hukum, di mana untuk membuktikan bahwa benda yang menjadi objek jaminan Fidusia milik sah pemberi Fidusia, maka harus dilihat dulu bukti-bukti kepemilikan benda-benda jaminan tersebut. Sedangkan penerima Fidusia atau Kreditur adalah orang perorangan atau korporasi Yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan Fidusia. Yang dimaksud dengan korporasi dalam hal ini adalah badan usaha yang berbadan hukum yang memiliki usaha dibidang pinjaman-meminjam uang seperti perbankan 46 c. Pembebanan Jaminan Fidusia Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Fidusia menyebutkan bahwa Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Jadi, perjanjian jaminan Fidusia merupakan perjanjian accesoir seperti halnya dengan hak tanggungan, hipotik dan gadai. Dengan demikian untuk membuat suatu perjanjian jaminan Fidusia terlebih dahulu haruslah ada perjanjian pokok yaitu perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit. 46
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank.( Bandung: CV.Alfabeta. 2003)
hal.212 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Oleh sebab itu, ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal perkreditan bank dalam hal pembebanan Fidusia terhadap suatu jaminan, antara lain sebagai berikut: 1) keharusan adanya perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok yang mendahului perjanjian jaminan Fidusia 2) akta perjanjian jaminan Fidusia harus dibuat dalam bentuk akta notaries, sebagaimana yang ditegaskan oleh Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Fidusia, 3) benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia wajib didaftarkan sebagaimana dengan yang ditentukan oleh Pasal 11 ayat (1) UndangUndang Fidusia karena terjadinya atau lahirnya jaminan Fidusia pada tanggal tercatatnya jaminan Fidusia dalam bentuk buku daftar Fidusia, sebagaimana diatur oleh Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Fidusia 47 . Pembebanan jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.berlakunya Undang-Undang Fidusia memberikan ketentuan yang lebih jelas yaitu pembebanan kebendaan yang dijaminkan dengan jaminan Fidusia yang dibuat dalam Bahasa Indonesia yang merupakan akta jaminan Fidusia (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Fidusia). ,seperti yang diatur dalam Pasal 6 (enam) UndangUndang Fidusia,Pembebanan jaminan Fidusia dilakukan dengan cara: 1. dibuat dengan akta notaris, sekurang-kurangnya memuat: a) Identitas pihak pemberi dan penerima Fidusia,
47
H.R. Daeng Naja. Op.cit. hal.287
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
b) Data perjanjian pokok yang dijamin Fidusia, yaitu mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan Fidusia c) Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan Fidusia Uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya d) Nilai penjaminan e) nilai benda yang menjadi jaminan Fidusia 48 mengenai utang yang pelunasannya dijaminkan dengan jaminan Fidusia adalah: a) utang yang telah ada b) utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu c) utang yang pada utang eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi d) jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima Fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari penerima Fidusia e) Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian. Pembebanan jaminan atas benda piutang yang diperoleh kemudian tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri, kacuali diperjanjikan lain, seperti: 48
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia.( Jakarta : RajaGrafindo Persada. 2003 ) hal.142 Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
1)
Jaminan Fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
2)
Jaminan Fidusia meliputi klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek jaminan Fidusia diasuransikan.
d. Jaminan Fidusia Sebagai lembaga jaminan dalam pemberian kredit bank. Bank merupakan lembaga keuanga yang menjadi tempat bagi perusahaan pemerintah dan swasta maupun orang perorangan menyimpan dan meminjam dana Dalam hal menjalankan fungsinya sebagi penyalur dana kepada masyarakat bank melakukan secara aktif usahanya yakni memberikan kredit kepada masyarakat yang menjadi nasabah atau Debitur, dengan didasarkan kepada prinsip kehati-hatian yang terlihat dalam sistem penilaian yang dilakukan bank yaitu prinsip keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah Debitur untuki melunasi kewajibannya. Sistem ini dilakukan melalui analisis terhadap keyakinan tersebut hanya merupakan suatu paradigma bank dengan menggunakan beberapa faktor sebagai indikator. Jaminan adalah cara menurut hukum sebagai pengamanan dalam hal pembayaran kembali dari kredit yang dilakukan. Jaminan secara umum memiliki fungsi sebagai sarana perlindungan bagi para Kreditur untuk menjamin kepastian akan pelunasan bagi utang Debitur. Maka untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak, baik Debitur dan Kreditur berkenaan dengan jaminan Fidusia, maka oleh Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia diiatur suatu prosedur yang harus dilalui oleh para pihak khususnya bagi Debitur dalam hal
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
pengikatan jaminan kredit yaitu sepert yang dimuat dalam Pasal 6 UndangUndang Jaminan Fidusia seperti telah diuraikan sebelumnya yang merupakan proses pembebanan Fidusia., dimana disimpulkan bahwa dalam rangka menjalankan fungsi perbankan sebagai penyalur dana kepada masyarakat, jaminan Fidusia adalah salah satu sarana perlindungan hukum bagi keamanan bank, yakni sebagai suatu kepastian bahwa nasabah Debitur akan melunasi pinjaman kredit, dimana perjanjian jaminan Fidusia bukan suatu hak jaminan yang lahir karena undang-undang melainkan harus diperjanjikan terlabih dahulu antara bank dengan nasabah Debitur. Oleh karena itu fungsi yuridis pengikatan jaminan Fidusia lebih bersifat khusus jika dibandingkan jaminan yang lahir berdasarkan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Fungsi yuridis pengikatan Jaminan Fidusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit. Dengan fungsi yuridis jaminan Fidusia yang dinyatakan dalam akta jaminan Fidusia semakin meneguhkan kededekan bank sebagai Kreditur preferen. Selain itu, Kreditur penerima Fidusia akan memperoleh kepastian terhadap pengembalian utang Debitur. Fungsi yuridis ini juga akan mengurangi tingkat risiko bank dalam menjalankan usahanya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan. 49 e. Hapusnya jaminan Fidusia Sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia, jaminan Fidusia ini merupakan perjanjian accesoir dari perjanjian dasar yang menerbitkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Sebagai suatu 49
.Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan.( Bandung: P.T. Alumni. 2004 ) Hal.189
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
perjanjian Accesoir, jaminan Fidusia ini hapus demi hukum, apabila utang dari perjanjian pokok yang menjadi sumber lahirnya perjanjian penjaminan Fidusia atau utang yang dijamin dengan jaminan Fidusia hapus. Di samping itu, Pasal 25 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan secara tegas bahwa jaminan Fidusia hapus karena: 1) hapusnya utang yang dijamin dengan Fidusia ; 2) pelepasan hak atas jaminan Fidusia oleh penerima Fidusia ; atau 3) musnahnya benda yang menjadi objek jaminan Fidusia Sesuai dengan sifat ikutan dari jaminan Fidusia , maka adanya jaminan Fidusia tergantung dari adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya utang karena pelepasan, maka dengan sendirinya jaminan Fidusia yang bersangkutan akan menjadi hapus. “Hapusnya utang” ini antara lain dibuktikan dengan bukti pelunasan atau bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat oleh Kreditur. Dalam hal musnahnya benda yang menjadi objek jaminan Fidusia, maka klaim asuransi akan menjadi pengganti jaminan Fidusia tersebut. Dalam hal penerima Fidusia menentukan kepada kreditur pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya Jaminan dan kantor pendaftaran Fidusia menerbitkan hak yang menyatakan sertifikat Jaminan tidak berlaku lagi. Dalam hal Kreditur wanprestasi, pada Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia dikatakan bahwa Debitur dan Kreditur dalam
jaminan Fidusia
berkewajiban untuk memenuhi prestasi, dimana apabila salah satu pihak Debitur atau Kreditur tidak memenuhi kewajiban melakukan prestasi, salah satu pihak
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
dikatakan wanprestasi. Fokus perhatian dalam masalah jaminan adalah wanprestasi dari pihak Debitur pemberi Fidusia. Berkaitan dengan Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam hukum perjanjian jika seorang Debitur tidak memenuhi isi perjanjian atau tidak melakukan hal-halyang dijanjikan maka Debitur tersebut telah melakukan wanprestasi dengan segala akibat hukumnya. Namun dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak masyarakat,menggunakan kata “wanprestasi” melainkan “cedera janji”. Cedera janji seorang Debitur pemberi Fidusia memiliki akibat hukum penting. Oleh karena itu, harus terlebih dahulu diatur dalam perjanjian jaminan Fidusia. Apabila Debitur pemberi Fidusia menyangkal tidak adanya cedera janji dalam pelaksanaan perjanjian tersebut, hal itu harus dibuktikan dalam sidang pengadilan. Dalam praktek peradilan, kasus cedera janji yang dilakukan oleh Debitur pemberi Fidusia pada umumnya adalah Debitur tidak memenuhi kewajiban membayar utang atau angsuran kredit kepada bank. Akibatnya adalah Kreditur penerima Fidusia melakukan penyitaan terhadap benda jaminan Fidusia dan Debitur harus membayar bunga,ongkos dan biaya perkara 50
50
Ibid, hal 238
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
BAB IV FUNGSI JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN TERHADAP PEMBERIAN KREDIT PADA BRI CABANG MEDAN
A. Prosedur Pemberian Kredit dengan jaminan Fidusia Pada BRI Cabang Medan. Kredit dengan jaminan Fidusia cukup diminati oleh nasabah atau Debitur pada BRI Cabang Medan. Baik itu objek jaminan Fidusia yang yang dijadikan jaminan pokok, maupun yang menjadi jaminan pelengkap dari jaminan pokoknya. Proses pemberian kredit dengan jaminan Fidusia pada BRI Cabang Medan dimulai dengan membuat surat pernyataan kepada notaris BRI Cabang Medan dengan maksud untuk melakukan pengikatan atas fasilitas kredit dengan jaminan Fidusia. Sesuai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa Pemberian Jaminan Fidusia sebagai jaminan dalam kredit merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. artinya bahwa pemberian jaminan Fidusia dituangkan di dalam perjanjian dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang berkaitan dengan utang-piutang. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu pihak yang berkedudukan sebagai Pejabat Kredit Lini (PKL) yaitu pihak yang langsung berhubungan dan menangani kredit pada Bank BRI Cabang Medan, menjelaskan
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
bahwa mengenai Posedur pemberian kredit dengan jamiann Fidusia diawali dengan tahap pemberian kredit melalui perjanjian kredit antara BRI Cabang Medan dengan calon nasabah atau Debitur. Dalam hal ini, BRI Cabang Medan memiliki kebijakan atau peraturan tersendiri menyangkut pemberian kredit. Pada BRI Cabang Medan, terdapat dua jenis kredit berkaitan dengan penggunaannya yaitu : 1.
Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usahanya yang peruntukannya dapat berupa kredit sebagai modal kerja yang diberikan untuk membiayai kebutuhan usaha-usahanya termasuk guna menutupi biaya produksi untuk meningkatkan prodiuksi atau penjualan pada usaha tersebut, atau dapat berupa kredit investasi yang diberikan untuk pengadaan modal atau jasa untuk menghasilkan suatu barang atau jasa dalam usaha tersebut.
2.
Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh pihak BRI Cabang Medan kepada orang perorangan
dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan konsumtifnya. Dari 2 bentuk kredit di tersebut, kredit yang kebanyakan di perjanjikan antara pihak nasabah sebagai Debitur adalah Kredit produktif, atau yang disebut dengan kredit usaha, dimana, kredit yang diberikan adalah berkaitan dengan usaha pengembangan seseorang.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Pemberian kredit terdiri dari beberapa Tahap mulai dari tahap permohonan sampai pada kredit dibayar lunas. Tahap-tahap pemberian kredit pada BRI Cabang Medan,antara lain: 1. Calon Debitur mengajukan permohonan kredit kepada BRI Cabang Medan 2. BRI Cabang Medan akan melakukan pemeriksaan dan menganalisa permohonan kredit dari calon debitur tersebut 3. Pemberian Putusan kredit oleh pejabat Pemutus 4. Adanya Pembayaran (realisasi) 5. Pengawasan Kredit dan pembinaan nasabah oleh BRI Cabang Medan. Ad. 1 mengajukan permohonan kredit kepada BRI Cabang Medan Nasabah yang membutuhkan Kredit pada BRI Cabang Medan harus terlebih dahulu mengajukan suatu permohonan yang mana permohonan tersebut diajukan oleh nasabah dalam bentuk tertulis, dari calon debitur harus menyebutkan tujuan penggunaan dana kredit tersebut dan besarnya kredit yang diperlukan. Permohonan kredit mencakup: 1) Permohonan baru guna mendapatkan suatu jenis kredit 2) Permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan 3) Permohonan memperpanjang masa kredit yang telah berakhir jangka waktunya 4) Permohonan-permohonan
lainnya,
untuk
penukaran
jaminan,
perubahan pengunduran jadwal angsuran kredit dan lain sebagainya
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Setiap permohonan kredit dari calon Debitur BRI Cabang Medan juga terdiri atas: a. Surat permohonan yang dibuat calon debitur tersebut dan harus ditandatangani b. BRI Cabang Medan menyediakan blangko dan calon debitur ini harus mengisinya dengan lengkap c. Surat bukti dari calon debitur misalnya KTP, Sertifikat (bukti jaminan). Akta notaris yang disahkan oleh Pengadilan Negeri dan surat-surat lain yang diperlukan. Surat domisili dari calon debitur juga dibutuhkan untuk dapat dipergunakan oleh BRI Cabang Medan untuk meninjau tempat tinggal pemohon Surat bukti pemilikan jamina diperlikan sebagai lampiran permohonan kredit dari debitur guna menghindarkan diri debitur guna menghindari risiko akan kemungkinan apa yang dijaminkan ternyata adalah fiktif. Untuk badan usaha yang mengajukan kredit maka pihak BRI akan melakukan analisa terlebih dahulu, antara lain 1. calon Debitur harus memiliki usaha dan usaha tersebut haruslah memiliki izin usaha, seperti Tanda Daftar Perusahaan (TDP), surat Izin Usaha (SIU), dan izin usaha lainnya 2. usaha tersebut telah berjalan selama paling sedikit 2 (dua) tahun 3. usaha tersebut bukan usaha yang dilarang atau yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah, misalnya usaha-usaha yang dapat mengganggu ketertiban umum dan kesusilaan, karena apabila bank membiyai usaha
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
seperti ini, pada akhirnya akan berpotensi untuk menjadi kredit bermasalah dan berakibat kerugian bagi pihak-pihak yang bersangkutan. 4. calon Debitur dan usahanya tidak pernah tercatat dalam buku Hitam BRI Apabila syarat permohonan kredit telah dipenuhi seluruhnya maka si calon debitur dapat mengisi daftar isian permohonan kredit Ad. 2. BRI Cabang Medan akan melakukan pemeriksaan dan menganalisa permohonan kredit dari calon debitur tersebut Seperti bank pada umumnya, dalam hal pemberian kredit, pada BRI Cabang Medan ini juga menerapkan atau menggunakan analisis penilaian yang biasa dikenal dengan The Five C’S of Credit” seperti yang telah di bahas pada bab sebelumnya, yang terdiri atas: a.
penilaian watak (Character) menyangkut penilaian terhadap pribadi calon Debitur, berkenaan dengan sifat-sifat dan itikad baik seperti kejujuran, integritas yang dimiliki oleh calon Debitur dalam menjalani ushanya, serta tanggung jawab yang ia miliki dalam hal memenuhi kewajibannya. Penilaian ini dilakukan melalui pengamatan langsung atau diperoleh dari informasi teman usaha calon debitur, tetangga calon debitur atau dari orang-orang lain yang dekat dengan debitur
b.
penilaian kemampuan (Capacity) , yang menyangkut mengenai pengalaman calon
Debitur
dalam
menangani
usahanya
yang
nantinya
akan
mempengaruhi peluang usahanya, kemampuan calon debitur dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan terknologi, kemampuan usaha dari Debitur dalam menghasilkan hasil produksi yang berkualitas yang
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
dapat mempengaruhi daya beli orang lain terhadap hasil produksi tersebut, kemampuan usaha dari Debitur tersebut yang mempengaruhi kemampuan Debitur untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit, laba rugi usaha yang hasil penilaian dari kesemuanya itu memungkinkan BRI Cabang Medan untuk memberikan kredit kepada calon Debitur yang bersangkutan c.
penilaian terhadap kekayaan dan modal (Capital) , berkaitan dengan penilaian yang diklakukan oleh BRI Cabang Medan terhadap jumlah modal calon debitur yang telah tersedia, yang juga menentukan besar kecilnya kredit yang dapat diberikan sebagai tambahan modal, mengenai bagaimana rencana pendistribusian modal atau alokasi dari modal tersebu akan t ditempatkan oleh calon debitur, atau penggunaan modal tersebut, apakah tepat guna atau tidak.
d.
penilaian terhadap jaminan (Collateral), merupakan penilaian terhadap jaminan sebagai sarana pengaman yang mendukung persetujuan pemberian kredit untuk mengantisipasi akan adanaya risiko yang mungkin terjadi, yang berupa perbuatan “wanprestasi” oleh nasabah Debitur di kemudian hari, misalnya terjadi kredit macet. Dimana, Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit baik utang pokok maupun bunganya. Penilaian terhadap jaminan ini juga disesuaikan dengan usaha yang dihargai dengan jumlah kredit yang dibutuhkan. Dengan adanya jaminan, BRI Cabang Medan akan mendapat kepastia bahwa kredit yang diberikan tersebut akan kembali pada saat yang telah ditentukan,
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
e.
penilaian terhadap prospek usaha nasabah Debitur (Condition of Economy), menyangkut penilaian terhadap kondisi ekonomi secara umum dan konddisi sektor usaha calon Debitur pemohon kredit. Penilaian terhadap kesemua hal di atas dilakukan oleh pihak Marketing
(pemasaran) atau yang di kenal dengan Pejabat Kredit Lini (PKL) pada BRI Cabang Medan guna untuk mengetahui kondisi semua hal menyangkut calon Debiturnya serta sebagai pertimbangan diberikannya kredit atau dikabulkannya permononan krediot yang diajukan oleh pihak bank. Ad. 3. Pemberian Putusan kredit oleh pejabat Pemutus Dari Pejabat Kredit Lini (PKL), hasil analisis dan penilaian terhadap segala hal menyangkut calon Debitur pemohon kredit, di serahkan kepada Pejabat Pemutus dalam hal ini Pimpinan Cabang BRI yang bersangkutan untuk kembali dipertimbangkan. Apabila memenuhi kriteria untuk menerima kredit,
maka
Pejabat Pemutus akan memberikan Putusan sebagai persetujuan secara tertulis, bahwa bank yang dalam hal ini BRI Cabang Medan bersedia untuk memberikan kredit kepada calon Debitur yang bersangkutan. Setelah diputus atau dikeluarkan persetujuan dari Pejabat Pemutus, maka pihak Bank yaitu pihak Administrasi kredit pada BRI Cabang Medan akan membuat syarat-syarat kredit yang akan dituangkan dalam perjanjian kredit yang dilengkapi keterangan mengenai Calon Debitur berkaitan dengan pemohon kreditnya untuk dapat diserahkan kepada Pejabat Notaris, sehingga dapat dibuat akta kreditnya.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Ad. 4. Tahap pembayaran (Realisasi) Dengan telah dibuatnya perjanjian kredit yang mengikat debitur dengan pihak BRI Cabang Medan, maka pihak BRI Cabang Medan dapat menyediakan fasilitas kredit Sesuai yang diperjanjikan kepada pihak debitur. Dan dengan demikian selanjutnya bahwa debituir juga harus memenuhi kewajibannya dengan melunasi utang-utangnya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan . Pembayaran atau realisasi kredit ini dapat dilakukan dengan pembayaran atau pemindahbukuan atas beban rekening pinjaman atau fasilitas lainnya, alat pencairan kredit seperti cek, kuitansi, nota pemindahbukuan dan dokumen lainnya menjadi alat bukti pembukuan. Ad.5 Pengawasan dan Pembinaan Bank Dalam pelepasan kredit selalu mengandung resiko, bank bergantung pada kreditur setelah terjadi realisasi kredit maka bank tidak dapat berpangku tangan untuk melepaskan sepenuhnya tanggung jawab pada pemakai kredit, tetapi bank harus mengadakan pengawasan dan pembinaan atas penggunaan kredit tersebut agar tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan sampai dengan dilunasinya kredit tersebut. Sesuai dengan Putusan persetujuan secara tertulis oleh Pejabat Pemutus, Dengan telah dikeluarkannya perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok oleh notaris, sesuai dengan sifatnya sebagai perjajian ikutan, maka mengenai jaminan Fidusia harus terlebih dahulu dituangkan di dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian pembebanan objek dengan jaminan Fidusia, yang dibuat melalui AKTA Notaris sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Pada dasarnya, dilakukan pula pendaftaran objek jaminan Fidusia, sama halnya yang diatur pada Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia yang tegas memuat bahwa Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan, yang dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia dan berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman. Dalam hal pendaftaran jaminan Fidusia ini, BRI Cabang Medan telah cukup menerapkan Pasal-Pasal yang diatur dalam Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Namun meskipun demikian berdasarkan wawancara penulis dengan Pihak yang merupakan salah satu pegawai pada BRI Cabang Medan, masih ada terdapat beberapa pihak yang mengadakan perjanjian dengan jaminan kredit di bawah tangan yang jaminan Fidusianya tidak didaftarkan ke kantor pendaftaran jaminan. Dikarenakan bahwa tidak semua calon nasabah yang mengajukan kredit merupakan orang yang mampu secara finansial dengan kata lain termasuk masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah dan hal ini juga sering terjadi pada permohonan kredit yang jumlahnya kecil. Tidak didaftarkannya Jaminan Fidusia terjadi disebabkan oleh bahwa dalam pembuatan akta guna pendaftaran Jaminan Fidusia memakan biaya yang tidak sedikit dan membutuhkan waktu yang lama. yang berarti bahwa hak-hak kedua belah pihak tidak dilindungi secara pasti oleh hukum. Hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak jika suatu waktu terjadi permasalahan dalam perjanjian kredit tersebut. Namun apabila terdapat hal yang demikian pun pihak BRI tetap berusaha untuk mengambil langkah antisipasi mendaftarkan terlebih dahulu jaminan
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Fidusia yang dijaminkan dalam perjanjian kredit sebelum dijadikan sebagai jaminan yang sah dengan melampirkan berkas yang disebut berkas Model PJ-07 dan PJ-08, yang merupakan berkas lampiran dari BRI Cabang Medan berkaitan dengan jaminan dengan barang sebagai objeknya dan biasanya untuk objek yang dijaminkan untuk jaminan Fidusia. Sesuai
Pasal
13
Undang-Undang
Jaminan
Fidusia,
Permohonan
pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia, yang antara lain memuat: a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia; b. tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang memuat akta Jaminan Fidusia; c. data perjanjian pokok yang dijamin Fidusia; d. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; e. nilai penjaminan; dan f. nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Kesemuanya ini dimuat dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dengan mencantumkan Irah-Irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Salinan dari Buku Daftar Fidusia memuat catatan tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia,. Hal ini sesuai dengan yang diature pada Pasal 14 Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila Debitur wanprestasi, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri Maka Selanjutnya dibuatlah akta Jaminan Fidusia yaitu sesuai Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia maka Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Dengan demikian akta jaminan fidusia ini menjadi bukti yang mengikat pihak debitur dengan pihak BRI Cabang Medan berkaitan dengan benda yang dijaminkan dengan jaminan Fidusia
sebagai
jaminan terhadap pemberian kredit oleh Pihak BRI Cabang Medan sebagai penerima jaminan fidusia dengan pihak debitur sebagai pihak pemberi jaminan fidusia dimana hak kepemilikan beralih kepada pihak BRI Cabang Medan sebagai penerima jaminan fidusia namun benda yang menjadi objek dari jaminan Fidusia tetap berada ditangan debitur sebagai pihak pemberi jaminan fidusia hingga dilunasinya pembayaran terhadap utang-utang dari pihak debitur tersebut. B. Penerapan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan Dalam hal pemberian dengan Jaminan Fidusia, BRI Cabang Medan Telah menerapkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang mengatur tentang Jaminan Fidusia. Hal ini dapat dilihat pada Akta Jaminan Fidusia yang dibuat oleh pihak BRI Cabang Medan. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah isi dari Akta
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
jaminan Fidusia dari nasabah BRI Cabang Medan yaitu antara Tuan Syafrizal dan nyonya Susiati Dengan Tuan Shubhan sebagai perwakilan dari BRI Cabang Medan., dengan Nomor Akta 183, tertanggal 25 Juni Tahun 2008 Dalam Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia secara tegas menyatakan bahwa asas jaminan Fidusia merupakan perjanjian utang dari suatu perjanjian pokok. Pasal ini juga diterapkan dalam praktek pemberian kredit dengan jaminan Fidusia di BRI Cabang Medan yaitu dapat dilihat melalui Pasal 11 yang isinya : ”Akta ini merupakan bagian terpenting yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian kredit yang tersebut dibawah ini, yaitu akta perjanjian kredit tanggal 25 Juni 2008 Nomor 182 yang dibuat dihadapan saya, notaris. Demikian pula kuasa yang diberikan dalam akta ini merupakan bagian yang terpenting serta tidak terpisahkan dari akta ini tanpa adanya akta ini dan kuasa tersebut niscaya perjanjian kredit tersebut, demikian pula akta ini tidak akan diterima dan diteruskan diantara para pihak yang bersangkutan, oleh karenanya akta ini tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan selama berlakunya perjanjian kredit tersebut dan kuasa tersebut tidak akan batal atau berakhir karena sebab yang dapat mengakhiri pemberian sesuatu kuasa, termasuk sebab yang disebutkan dalam Pasal 1813, 1814 dan 1816 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.” Dengan adanya isi Pasal di atas dapat diketahui bahwa BRI Cabang Medan telah menerapkan Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia dalam praktek pemberian kredit dengan jaminan Fidusia. Sesuai dengan sifat jaminan Fidusia yaitu sifat accesoir, dengan asas yang disebut dengan asas asesoritas maka hapusnya jaminan Fidusia ini ditentukan oleh hapusnya utang atau karena pelepasan hak atas jaminan Fidusia oleh Kreditur sebagai penerima Fidusia. Hal ini sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang Fidusia. Pasal ini diterapkan pula oleh BRI Cabang Medan yaitu pada Pasal 10 Akta Jaminan Fidusia yang isinya :
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
”Pembebanan jaminan Fidusia ini dilakukan oleh pemberi Fidusia kepada penerima Fidusia dengan syarat-syarat yang memutuskan (onder de ontbindende voorwaarden), yakni samapai dengan Debitur telah memenuhi atau membayar lunas semua yang wajib dibayar oleh Debitur kepada Kreditur sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian kredit.” Dengan adanya Pasal diatas, kita dapat memberi pengertian bahwa jaminan Fidusia dilakukan dengan syarat-syarat yang memutuskan yakni sampai dengan Debitur telah memenuhi semua apa yang wajib dibayar kepada Kreditur yang artinya apabila Debitur telah memenuhi kewajibannya untuk melunasi pinjaman dari Kreditur maka hapus juga hak atas jaminan Fidusia yang dimiliki oleh Kreditur sebagai penerima jaminan Fidusia. Selain dari itu, penerapan terhadap Pasal-Pasal lain yang terdapat pada Undang-Undang Jaminan Fidusia adalah penerapan Pasal 17 Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang di dalam akta jaminan Fidusia pada BRI Cabang Medan adalah dimuat pada Pasal 6, yang menyatakan: ”Pemberi Fidusia tidak berhak untuk melakukan Fidusia ulang atas jaminan Fidusia. Pemberi Fidusia juga tidak diperkenankan untuk membebankan dengan cara apapun menggadaikan atau menjual atau mengalihkan dengan cara apapun objek jamunan Fidusia kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima Fidusia”. Hal ini berarti Fidusia ulang oleh Pemberi Fidusia, baik Debitur maupun penjaminan pihak ketiga, tidak dimungkinkan atas benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia karena hak kepemilikan atas Benda tersebut telah beralih kepada Penerima Fidusia.
Mengenai pendaftaran dalam Jaminan Fidusia, Dalam prakteknya jaminan Fidusia harus didaftarkan ke kantor pendaftaran Fidusia. Hal ini sesuai dengan yang disebut sebagai asas publikasi yang diatur oleh Undang-Undang
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Jaminan Fidusia yaitu pada Pasal 12 yang melahirkan perjanjian hukum dari jaminan Fidusia. Pada praktek pemberian kredit dengan jaminan Fidusia pada BRI Cabang Medan tidak semua jaminan kredit dilakukan dengan akta notaris, tetapi ada juga jaminan perjanjian jaminan Fidusia yang dilakukan notaris. Dari pendaftaran jaminan Fidusia ini maka akan dikeluarkan sertifikat jaminan Fidusia yang pada Akta Jaminan Fidusia ini terlihat pada Pasal 11 yang menyatakan bahwa : ”Pemberi Fidusia dengan ini memberikan kuasa kepada penerima Fidusia, yang menyatakan menerima kuasa dari pemberi Fidusia untuk melaksanakan pendaftaran jaminan Fidusia tersebut, untuk keperluan tersebut mengahadap dihadapan pejabat atau instansi yang berwenang (termasuk kantor pendaftaran Fidusia) memberikan keterangan, menandatangani surat/formulir, mendaftarkan jaminan Fidusia, serta untuk mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan dalam hal terjadi perubahan atas data yang tercantum dalam sertifikat jaminan Fidusia dan/atau pernyataan perubahan serta dokumen-dokumen lain yang bertalian untuk keperluan itu membayar semua biaya dan menerima kwitansi segala uang keperluan itu serta selanjutnya melakukan segala tindakan yang perlu dan berguna untuk melaksanakan ketentuan dari akta ini.” Dengan telah dibuatnya akta Fidusia yang diproses kurang lebih selama 3 (tiga) Bulan, maka pihak Notaris akan memberi surat keterangan bahwa telah diterbitkannya akta Jaminan Fidusia oleh Notarrs kepada BRI Cabang Medan yang kesemuanya itu akan diserahkan kepada Pihak BRI Cabang Medan sebagai bukti. Sesuai dengan hasil wawancara dengan Salah satu Pihak yang berkedudukan sebagai Pegawai ADK, Bapak Ferdian Syam, yang menerangkan bahwa jaminan Fidusia itu sendirti, baik sebagai jaminan pokok maupun sebagai jaminan tambahan diterapkan dengan harapan bahwa kedudukannya dapat mem
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
”back up” pemberian kredit. Artinya bahwa dengan adanya jaminan Fidusia, akan membantu apabila terjadi wanprestasi oleh debitur atau dengan kata lain juga, adanya jaminan Fidusia, akan menjadi cadangan pengaman dalam pemberian kredit, dimana objek atau benda yang dijaminkan dengan jaminan Fidusia tersebiut dapat dieksekusi sebagai pelunasan utang nasabah atau debitur kepada pihak Bank. Hal ini juga sesuai dengan apa yang dimuat dalam akta Jaminan Fidusia yaitu terhadap Tuan Syafrizal, nyonya Susiati dan Tuan Shubhan, dengan Nomor Akta 183 pada BRI Cabang Medan yang berbunyi bahwa, ”untuk menjamin dan menanggung terbayarnya dengan baik segala sesuatu yang terutang dan harus dibayar oleh Debitur sebagaimana yang diatur dalam perjanjian kredit tersebut, Pemberi Fidusia diwajibkan untuk memberikan jaminan Fidusia atas mesin milik pemberi Fidusia untuk kepentingan penerima Fidusia” Selain itu, penerapan terhadap Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia juga tampak pada Pasal-Pasal pada akta Jaminan Fidusia pada BRI Cabang Medan ini, yaitu mengenai hal dimana debitur tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam pemberian kredit, berkenaan dengan yang diatur Dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 serta penjelasannya, dikatakan bahwa pemberian kredit selalu mengandung risiko yang pada dasarnya risiko tersebut harus diatasi. Risiko yang mungkin terjadi dalam pemberian kredit adalah adanya nasabah atau debitur yang tidak dapat manjalankan atau memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur dalam perjanjian pemberian kredit atau terhadap yang diatur dalam akta jaminan Fidusia. Dengan terjadinya hal yang demikian maka penyelesaian yang diambil oleh Pihak BRI Cabang Medan adalah seperti yang
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
diatur dalam Pasal 6 Akta Jaminan Fidusia pada BRI Cabang Medan, yang menyatakan bahwa: ”Bilamana Pemberi Fidusia tidak memenuhi dengan seksama kewajinbannya menurut yang telah ditentukan dalam akta iniu atau Debitur tidak memenuhi kewajiaban berdasarkan Perjanjian Kredit maka lewat waktu yang ditentukan untuk memenuhi kewajiban tersebut saja sudah cukup membuktikan tentang adanya pelanggaran atau kelalaian Pemberi Fidusia atau Debitur dalam memenuhi kewajiban tersebut, dalam hal mana hak Pemberi Fidusia untuk meminjam pakai Objek Jaminan Fidusia tersebut menjaedi berakhir dan Objek Jaminan Fidusia harus diserahkan dengan segera oleh pemberi Fidusia kepada Penerima Fidusia, setelah diberitahukan oleh penerima Fidusia” Selain itu, juga diatur dalam Pasal 8 Akta Jaminan Fidusia tersebut yang menyebutkan: ”Dalam hal Pemberi Fidusia dan/atau Debitur tidak menjalankan atau memenuhi salah satu ketentuan dalam akta ini dan/atau salah satu ketentuan dalam perjanjian kredit, terutama dalam hal pemberi Fidusia dan/atau Debitur lalai, sedangkan kelalaian tersebut senmata-mata tebukti dengan lewatnya waktu ditentukan, tanpa untuk itu diperlukan lagi sesuatu syarat teguran juru sita atau surat lain yang serupa dengan itu, maka atas kekuasaannya sendiri Penerima Fidusia berhak: (I) untuk menjual objek jaminan Fidusia tersebut atas dasar titell eksekutorial, atau melalui pelelangan di muka umum, atau melalui penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan yang dilakukan Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak; (II) apabila hasil penjualan dari objek Jamian Fidusia tesebuit tidak dapat mencukupi untuk melunasi semua apa yang wajib dibayar oleh Debitur kepada Kreditur, maka Debitur tetapI terikat mambayar lunas sisa uang yang masih harus dibayar oleh Debitur kepada Kreditur ”. Pasal 8 dari Akta Jaminan Fidusia pada BRI Cabang Medan ini merupakan penerapan dari Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia yang pelaksanaan titell eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia. Hal ini diatur dalam Pasal 29 sub a Undang-Undang Jaminan Fidusia. Selain itu, Pasal 8 tersebut juga menerapkan apa yang diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia Pasal 29 sub b yang menyatakan:
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
” penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan” Selain itu Dalam Pasal 13 memuat pula: “segala perselisihan yang mungkin timbul di antara ke dua belah pihak mengenai akta ini yang tidak dapat diselesaikan diantara kedua belah pihak sendiri, maka kedua bnelah pihak akan memilih domosdili hukum yang tetap dan seumumnya di kepaniteraan Pengadilan Negeri Kelas I-A Medan” Pasal menunjukkan bahwa BRI Cabang Medan juga menempuh penyelesaian terhadap wanprestasi oleh nasabah atau debitur melalui jalur litigasi atau pengadilan., apabila terjadi perselisihan yang tidak dapat diselesaikan melalui jalur perdamaian diantara kedua belah pihak. C. Fungsi Jaminan Fidusia sebagai lembaga jaminan dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan Dengan melihat pada akta perjanjian kredit dan akta Jaminan Fidusia yang dikeluarkan oleh BRI Cabang Medan, adanya Jaminan Fidusia sebagai lembaga jaminan dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan ini adalah bahwa kedudukannya dapat mem”backup” pemberian kredit. Artinya bahwa dengan adanya jaminan Fidusia, akan membantu apabila terjadi hal yang tidak diinginkan terkait dengan tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur sesuai dengan yang diperjanjikan, dimana pengambil kredit dalam hal ini debitur, sehubungan dengan adanya akta perjanjian kredit dengan jaminan Fidusia tersebuit memindahkan dan menyerahkan apa yang mennjadi miliknya secara kepercayaan. Maka sesuai pula dengan apa yang dimuat dalam akta jaminan fidusia bahwa objek dari jaminan tersebut akan menjadi jaminan pelunasan utang dari debitur atau dengan kata lain juga, adanya jaminan Fidusia, akan menjadi
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
cadangan pengaman dalam pemberian kredit, dimana objek atau benda yang dijaminkan dengan jaminan Fidusia tersebiut dapat dieksekusi sebagai pelunasan utang nasabah atau Debitur kepada pihak Bank.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Dalam hal prosedur pemberian kredit dengan Jaminan Fidusia pada BRI Cabang Medan dapat disimpulkan Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu pihak yang berkedudukan sebagai Pejabat Kredit Lini (PKL) yaitu pihak yang langsung berhubungan dan menangani kredit pada Bank BRI Cabang Medan, menjelaskan bahwa mengenai Posedur pemberian kredit dengan jamiann Fidusia diawali dengan tahap pemberian kredit melalui perjanjian kredit antara BRI Cabang Medan dengan calon nasabah atau debitur. hal ini sesuai dengan sifat Accesoir dari Jaminan Fidusia yang artinya pembuatan akta jaminan Fidusia adalah setelah pembuatan akta atau perjanjian kreditnya, yang dilakukan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.Mengenai jaminan Fidusia telah diatur secara khusus dalam UndangUndang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dimana telah diatur suatu prosedur yang harus dilalui oleh para pihak khususnya bagi Debitur dalam hal pengikatan jaminan kredit yaitu seperti yang dimuat dalam Pasal 6 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang merupakan proses pembebanan Fidusia. 2. Melihat pada akta jaminan Fidusia yang dikeluarkan oleh pihak BRI Cabang Medan, Penerapan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
fidusia dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan dapat dikatakan sudah baik. 3. Fungsi Jaminan Fidusia sebagai lembaga jaminan dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Medan adalah sebagai sarana pengaman dalam pemberian kredit apabila terjadi wanprestasi oleh nasabah atau debitur atau apabila nasabah atau debitur tersebut tidak dapat memenuhi salah satu ketentuan yang diperjanjikan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
B. Saran Pada dasarnya BRI Cabang Medan telah cukup menerapkan Pasal-Pasal yang diatur dalam Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Meskipun demikian dalam pelaksanaan prosedur pemberian Jaminan Fidusia itu sendiri terhadap kredit yang dilakukan oleh pihak BRI Cabang Medan, berdasarkan wawancara penulis dengan Pihak yang merupakan salah satu pegawai pada BRI Cabang Medan, masih ada terdapat beberapa pihak yang mengadakan perjanjian dengan jaminan kredit di bawah tangan yang jaminan Fidusianya tidak didaftarkan ke kantor pendaftaran jaminan. yang berarti bahwa hak-hak kedua belah pihak tidak dilindungi secara pasti oleh hukum yang dapat menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak jika suatu waktu terjadi permasalahan dalam perjanjian kredit tersebut. Sebaiknya dalam setiap perjanjian kredit dengan jaminan Fidusia yang dilakukan, terhadap jamian Fidusia tersebut dilakukan pendaftaran ke kantor pendaftaran jaminan Fidusia untuk memperoleh kepastian perlindungan hukum atas hak-hak yang dimiliki oleh kedua belah pihak yang
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
secara langsung akan mendukung peningkatan dalam prosedur pemberian jaminan Fidusia terhadap kredit pada BRI Cabang Medan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Badrulzaman, Mariam Darus, 1991. Bab-bab Tentang Credietverband Gadai dan Fidusia. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Bahsan M, 2007. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. Djumhana Muhammad, 1996. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Fuady Munir, 2000. Jaminan Fidusia. PT. Citra Aditya Bakti. Gunarto Suhardi, 2003. Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada Hamzah, A, Manullang Senjum. 1987. Lembaga Fidusia dan Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Ind Hill Co. Hadisoeprapto Hartono, 1989. Hukum perikatan dan hukum jaminan. Yogyakarta: Liberty. Hasan Djuhaenah, 1998. Perjanjian jaminan dalam perjanjian kredit, seri Dasar Hukum Ekonomi 4, Hukum Jaminan Indonesia. Jakarta: ELIPS. Hasibuan Malayu, 2002. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta ; Bumi Aksara. Hermansyah, 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Naja Daeng H.R., 2005. Hukum Kredit dan Bank Garansi” The Bankers Hand Book.” Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. . Oey Hoey Tiong, 1985. Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Satrio J, 2007. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. Subekti, 1979. Hukum Perjanjian, Jakarta : PT. Intermasa Supramono Gatot, 1995. Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta: Djambatan
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008
Sutarno, 2003. Aspek-Aspek Hukum Prerkreditan Pada Bank. Jakarta: CV. Alfabeta. Suyatno Thomas, dkk, 1995. Dasar-Dasar Perkreditan Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Tan Kamello, 2006. Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Didambakan. Bandung : Alumni.
Yang
Usman Rachmadi, 2001. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Widjaja Gunawan & Ahmad Yani, 2003. Jaminan Fidusia. Jakarta : RajaGrafindo Persada. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Rafika Agave : Fungsi Jaminan Fidusia Sebagai Lembaga Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada BRI Cabang Medan, 2009 USU Repository © 2008