FORGIVENESS PADA DEWASA AWAL PUTRI YANG MENGALAMI KEKERASAN PADA MASA KANAK-KANAK
Nama : Yohana Yosephine NPM : 10507259 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Diana Rohayati, S.Psi., M.Psi
PENDAHULUAN Kekerasan yang dialami oleh anak di Indonesia terus meningkat dan menarik perhatian berbagai instansi. KPA mencatat ada 2.509 laporan kekerasan terhadap anak pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 jumlah ini terus meningkat menjadi 3.871 kasus kekerasan terhadap anak (Aby, 2013). Penderitaan akibat dampak kekerasan pada masa anak-anak tidak hanya terjadi setelah mengalami tindak kekerasan tapi juga dapat berpengaruh terhadap tugas perkembangan masa dewasa awal, seperti membentuk keluarga, mengasuh anak, mengelola rumah tangga, menerima atau mengambil tanggung jawab warga negara, dan menemukan kelompok sosial yang menyenangkan. Dampak ini akan terus berlanjut jika korban tidak mendapatkan pemulihan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui proses rekonsiliasi, pemulihan, dan pemaafan (forgiveness) terhadap pihak-pihak yang telah menimbulkan rasa sakit pada korban (Solihin, 2012). Penelitian ini memfokuskan pada subjek putri karena menurut UU Pasal 1 Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, korban terbanyak adalah wanita. Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah bagaimana gambaran forgiveness pada dewasa awal putri yang pernah mengalami kekerasan pada masa anak anak dan faktor faktor apa saja yang menyebabkan forgiveness pada dewasa awal putri yang pernah mengalami kekerasan pada masa anak anak.
LANDASAN TEORI A. Forgiveness Jampolsky (2001) menyebut istilah pemaafan adalah sama dengan rela memaafkan. Dengan rela memaafkan berarti kita bersedia untuk menanggalkan masa lalu yang menyakitkan, ini berarti menepis keinginan untuk menyakiti orang lain atau diri kita sendiri atas suatu hal yang telah terjadi (Jampolsky, 2001). Dimensi pemaafan terdiri dari beberapa dimensi, Exline & Sommer (dalam Worthington, 1998) mengkategorikan pemaafan dapat terjadi karena adanya dua dimensi yang terbentuk yaitu : Intrapsikis dan Interpersonal. Dimensi intrapsikis dan dimensi interpersonal ini saling berinteraksi yang akan menghasilkan beberapa kombinasi pemaafan: Interpersonal Act + No Intrapsychic State
Hollow Forgiveness
Intrapsychic State + No Interpersonal Act
Silent Forgiveness
Intrapsychic State + Interpersonal Act
Total Forgiveness
No
Intrapsychic
State
+
No Interpersonal Act No Forgiveness
LANDASAN TEORI Enright dan Coyle (1998) mengembangkan suatu model proses dalam pemaafan yang dibagi kedalam empat fase yaitu: fase membuka kembali (uncovering phase), fase memutuskan (decision phase), fase bekerja (work phase), dan fase pendalaman (deepeningphase). Ada beberapa faktor yang memengaruhi pemaafan pada seseorang. Menurut McCullough (2000), yaitu: proses emosional dan kognitif, kualitas dari suatu hubungan, dan faktor situasi B. Kekerasan Terhadap Anak Kekerasan terhadap anak menurut Andez (2006) adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi: penelantaran dan perlakuan buruk. Lawson (dalam Huraerah, 2007), menyebutkan ada empat macam abuse, yaitu : kekerasan fisik (physical abuse), kekerasan emosional (emotional abuse), kekerasan secara verbal (verbal abuse), dan kekerasan seksual (sexual abuse). Faktor-faktor yang menyebabkan orang tua melakukan kekerasan pada anak yaitu: kondisi anak, sosial persepsi masyarakat,dan kondisi orang tua. Sedangkan dampak kekerasan terhadap anak dapat terlihat pada fisik anak, tumbuh kembang anak, dan perilaku sosial anak di masyarakat
LANDASAN TEORI
C. Dewasa Awal Putri Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa muda (young adulthood) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Tugas tugas perkembangan dewasa awal menurut R.J. Havigfrurst (1953), adalah : mulai hidup berkeluarga, mengelola rumah tangga, mulai bekerja dalam suatu jabatan, mulai bertangungjawab sebagai warga Negara secara layak dan memperoleh kelompok sosial. Kartono (1992) mengatakan bahwa gambaran pribadi wanita dewasa adalah pribadi yang sudah punya bentuk dan relatif stabil. Dengan adanya kestabilan ini dimungkinkan usaha untuk memilih apa yang ia kehendaki. Dalam usia dewasa muda wanita mulai memahami konstitusi diri sendiri. Ia memahami keadaan sendiri dan batas batas kemampuannya. Dengan demikian wanita tersebut mulai merencanakan satu pola hidup bagi masa depan.
Forgiveness pada dewasa awal putri yang mengalami kekerasan pada masa anak anak Kekerasan pada anak cenderung terjadi dalam masyarakat yang memandang kekerasan sebagai cara yang tepat untuk mengatasi masalah. Mereka tidak melaporkan atau menceritakan tindak kekerasan yang telah mereka alami karena budaya dan dogma di Indonesia mengharuskan anak sejak kecil patuh dan taat kepada orang tua. Sebagai akibatnya, anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya terluka secara fisik tapi juga secara psikis, dan terpendam selama bertahun tahun, hingga akhimya menggangu kejiwaan anak. Dampak ini juga akan berpengaruh terhadap tugas perkembangan pada masa dewasa awal, seperti membentuk keluarga, mengasuh anak, mengelola rumah tangga, menerima atau mengambil tanggung jawab warga negara, dan menemukan kelompok sosial yang menyenangkan. Meski dengan memberi maaf, korban tetap tidak dapat merubah peristiwa yang sudah terjadi. la bisa merubah persepsi, emosi, dan pemahaman akan makna dari peristiwa yang telah dialaminya (Worthington,2003). Forgiveness (pemaafan) dapat menjadi salah satu cara untuk memfasilitasi penyembuhan luka dalam diri seseorang dan antarpribadi yang bermusuhan dan menyakiti. Penulis mengangkat subjek putri karena menurut sumber UU Pasal 1 Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, korban terbanyak adalah wanita, dan menurut Zahn-Waxier dan Smith (dalam Davies, 1999) mengatakan beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak perempuan lebih banyak menunjukkan perilaku
prososial dan empati terhadap orang lain, dibandingkan anak laki-laki. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa wanita lebih empatik dan relasional daripada pria (misalnya, Eisenberg & Lennon, 1983; Lcnnon & Eisenberg, 1987). Dengan kata lain, wanita memiliki kecendrungan untuk pemaafan dibanding laki-laki didasarkan atas tingginya rasa empati yang dimiliki mereka. Penulis mengangkat subjek putri karena menurut sumber UU Pasal 1 Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, korban terbanyak adalah wanita, dan menurut Zahn-Waxier dan Smith (dalam Davies, 1999) mengatakan beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak perempuan lebih banyak menunjukkan perilaku prososial dan empati terhadap orang lain, dibandingkan anak laki-laki. penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa wanita lebih empatik dan relasional daripada pria (misalnya, Eisenberg & Lennon, 1983; Lcnnon & Eisenberg, 1987). Dengan kata lain, wanita memiliki kecendrungan untuk pemaafan dibanding laki-laki didasarkan atas tingginya rasa empati yang dimiliki mereka. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan subjek yang diteliti adalah seorang dewasa awal putri berusia antara 20 hingga 40 tahun yang pernah mengalami kekerasan pada masa kanak kanak.
Penelitian ini akan menggunakan teknik pengumpulan data observasi dan wawancara sebagai metode untuk memperoleh data secara menyeluruh dan memberi kesepakatan kepada subjek penelitian untuk memberi pandangan-pandangannya terhadap masalah yang dihadapi. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman umum. Sedangkan observasi yang digunakan adalah observasi sistematik dan observasi non partisipan. Peneliti menggunakan beberapa alat bantu penelitian yang berfungsi untuk mempermudah melakukan penelitian, yaitu : pedoman wawancara, pedoman observasi, alat tulis, dan perekam suara (Tape Recorder). Untuk menjaga keakuratan, peneliti mengacu pada triangulasi data yaitu sumber data diperoleh melalui wawancara dan observasi yang dilakukan ke subjek dengan waktu yang tidak bersamaan. Begitu juga sumber data yang diperoleh melalui significant others, menggunakan waktu yang tidak bersamaan dengan proses wawancara subjek, Adapun proses analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini akan dianalisa dengan teknik analisa data kualitatif.