Editorial
Berbagi & Berkoordinasi
F
itrah Bank Indonesia adalah berbagi dan berkoordinasi. Berbagi, terutama karena sejak awal tahun ini, fungsi bank sentral dalam pengaturan dan pengawasan bank beralih ke OJK. Dalam konstelasi baru ini, OJK akan menga wal kebijakan mikroprudensial perbankan, sedangkan BI menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensial. Pembagian ini tentu tidak serta merta mengenyam pingkan fungsi BI dalam ikut menjaga kesehatan industri perbankan nasional. Karena dalam lingkup tugas yang baru, BI harus bisa terus memastikan kontribusi konstruktif per bankan nasional dalam sistem keuangan. Bagi BI, menjalankan peran sebagai pengawal stabilitas sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensial bukan lah barang baru. Sesuai amanah Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang BI, upaya menjalankan fungsi itu sudah mulai dirintis sejak awal tahun 2000-an. Awalnya dibentuk Biro Stabilitas Sistem Keuangan (BSSK) dibawah naungan Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP). Beberapa ketentuan yang mengacu pada kebijakan makroprudensial sudah dihasilkan dan dirasakan manfaatnya. Secara rutin hasil penelitian diter bitkan sebagai Kajian Stabilitas Sistem Keuangan dalam website BI sejak 2003. Dengan beralihnya seluruh fungsi pengaturan dan pe
ngawasan perbankan ke OJK, telah dibentuk dua departe men baru sebagai metamorfosa BSSK. Yang pertama adalah Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) dan kedua Departemen Surveillance Sistem Keuangan (DSSK). Berkoordinasi juga menjadi fitrah BI. Misalnya dalam menjalankan tugas dan wewenang di bidang sistem pembayaran yang tidak berubah, sejak berlakunya UU No. 21/2011 tentang OJK. BI tetap memiliki peran sebagai regulator, operator maupun fasilitator di bidang sistem pembayaran, termasuk fungsi perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran. BI pun tetap dapat melakukan pemerik saan kepada bank jika dianggap perlu. Dengan begitu, koordinasi antara BI-OJK di bidang sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh bank menjadi hal yang mutlak dilakukan. Karena dalam pelaksanaan tugas ada banyak persinggungan antara kedua lembaga, misalnya terkait tugas di bidang perizinan, pengawasan sistem pem bayaran yang diselenggarakan oleh bank termasuk aspek perlindungan konsumen. Koordinasi juga menjadi sebuah keharusan, karena kemu dian dilembagakan menjadi Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dengan keterlibatan pemangku kepentingan yang lebih luas. Tidak hanya BI dan OJK, forum itu juga melibatkan Kementerian Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan.
2 GERAI INFO BANK INDONESIA
Tujuan Proses SID BI Yth. Redaksi Gerai Info Saya baru beberapa hari menutup kartu kredit, dan telah melunasi semua tagihan, serta telah diproses oleh pihak bank. Namun, tiba-tiba dari pihak pe nyelenggara kartu meminta saya untuk mengisi form Sistem Informasi Debitur (SID) BI, sedangkan saya tidak sedang mengajukan permohonan kredit atau kartu kredit atau pembiayaan lain nya pada bank/penyelenggara kartu tersebut. Apa maksud dan tujuan dari penyelenga ra kartu untuk meminta proses SID BI? Mohon pencerahannya. Terima kasih. Agus Ramadhan - Jakarta
REDAKSI Penanggung Jawab Tirta Segara Pemimpin Redaksi Peter Jacobs
Jawaban: Yth. Bapak Agus, Kami informasikan bahwa permintaan Infor masi Debitur Individual (IDI) dapat dilakukan oleh beberapa pihak yaitu, pelapor, debitur, dan pihak lain (pihak lain dalam pelaksanaan undangundang dan permintaannya harus ke Bank Indo nesia) Sepertinya pertanyaan Bapak terkait dengan tujuan dari permintaan IDI oleh Pelapor (Bank dan Lembaga Keuangan non Bank Pelapor SID). Pelapor dapat meminta IDI untuk 3 tujuan yaitu kelancaran proses penyediaan dana, penerapan manajemen risiko, dan identifikasi kualitas debitur untuk pemenuhan ketentuan (BI) yang berlaku.
Redaksi Pelaksana Rizana Noor Dwi Mukti Wibowo Ernawati Jatiningrum Wahyu Indra Sukma Surya Nanggala Dahlia Dessianayanthi Lina Ernawati
Selama Bapak masih merupakan debitur dan/atau calon debitur bank tersebut, bank dapat meminta IDI atas Bapak. Jika Bapak sudah bukan debitur dan bukan merupakan calon debitur (sedang mengajukan pembiayaan), bank tidak berwenang meminta IDI atas nama Bapak. Bahkan jika terdapat form permintaan dari debitur untuk keperluan debitur sendiri, bank tidak diperkenankan mengecek IDI karena debi tur hanya dapat mengajukan permintaan IDI kepada BI atau bank yang memberikan penye diaan dana kepada debitur. Semoga bermanfaat. Redaksi
Alamat Redaksi: Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2 - Jakarta, Telp. Contact Center BICARA: (Kode Area) 500131, e-mail:
[email protected], website: www.bi.go.id, @bank_indonesia flip.it/7A9uk bankindonesia BankIndonesiaChannel
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
Redaksi menerima kiriman naskah dan mengedit naskah sebelum dipublikasikan. Naskah dikirim ke
[email protected]
ARAH
Bank Sentral Sebagai Regulator Sistemik Agus DW Martowardojo Gubernur Bank Indonesia
K
2013 merupakan tahun yang tidak mudah bagi perekonomian Indonesia. Dinamika perekonomian global yang kurang menguntungkan, masih sebagai lanjutan krisis ekonomi dunia, telah memberikan tekanan pada perekonomian dan pasar keuangan domestik sepanjang tahun, baik melalui jalur perdagangan dan investasi, maupun melalui jalur ekspektasi dan sentimen. jual-beli aset keuangan dengan pelaku pasar keuangan setiap hari. Oleh karena itu bank sentral berada di posisi yang tepat untuk memonitor apa saja yang terjadi di pasar keuangan dan mendeteksi sejak awal persoalan yang membahayakan di sistem keuangan. Tidak ada lembaga publik lain yang memiliki pengeta huan dan akses pada sistem keuangan selain bank sentral. Kedua, mandat dari bank sentral untuk menjaga stabilitas makroekonomi selaras dengan peran menjaga stabilitas sistem keuangan. Sejarah mencatat kontraksi perekonomian yang parah di suatu negara selalu berasosiasi dengan krisis keuangan. Oleh karena itu bank sentral selalu mempertimbangkan interaksi anta ra sektor keuangan dan kebijakan moneter dalam melaksanakan tugas-tugas utamanya. Ketiga, keberhasilan pelaksanaan tugas regulator sistemik membutuhkan fokus dalam horizon jangka panjang, melebihi horizon dari siklus politik. Horizon panjang dari kebijakan bank sentral, beserta kredibilitas dan independensinya menjadikan bank sentral kandidat yang alamiah sebagai regulator sistemik. Keempat, bank sentral merupakan entitas satu-satunya yang dapat berfungsi sebagai pemberi pinjaman terakhir, yaitu dengan menyediakan pendanaan darurat saat terjadi krisis. Sebagai regu lator sistemik, bank sentral dapat memperoleh informasi tangan pertama melalui pemeriksaan on-site langsung pada lembagalembaga keuangan yang penting secara sistemik, sehingga dapat mengambil langkah yang tepat apakah kesulitan likuiditas suatu institusi keuangan perlu dibantu atau tidak. Walaupun terdapat argumen yang kuat, masih ada tantang an bank sentral dalam menjalankan peran sebagai regulator sistemik. Pertama, fokus untuk mencapai stabilitas harga dapat menjadi lebih kompleks saat bank sentral juga memiliki tujuan menjaga stabilitas keuangan. Kedua, ada potensi naiknya tekanan politik pada independensi bank sentral, saat bank sentral menge luarkan kebijakan untuk menahan atau mengendalikan perilaku yang berisiko dari suatu systemically important institution. Ketiga, bank sentral mungkin belum memiliki sumber daya yang cukup untuk menjalankan peran sebagai regulator sistemik. Namun demikian, mengingat pentingnya tujuan mencapai stabilitas keuangan dan harus ada institusi yang berperan seba gai regulator sistemik, bank sentral seyogyanya mengambil peran ini walaupun masih ada tantangan. Sejumlah hal dapat dilakukan untuk memitigasi persoalan yang mungkin timbul. Sebagai contoh, beberapa bank sentral seperti Bank Indonesia tetap menggunakan target inflasi numerik yang eksplisit untuk memastikan tujuan pen capaian stabilitas harga merupakan yang utama. Salah satu pelajaran utama dari krisis keuangan dunia ter akhir ini adalah tiap perekonomian sangat membutuhkan regu lator sistemik, dan tampaknya bank sentral merupakan satusatunya pilihan. Saya percaya Bank Indonesia sudah seyogyanya mengambil peran ini dan mulai bergerak aktif. Kami berharap pemerintah dan parlemen juga dapat sejalan dalam hal ini seba gai bagian dari dukungan terhadap independensi bank sentral. Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
3 GERAI INFO BANK INDONESIA
ondisi perekonomian global yang sebelumnya sudah mulai kondusif berubah pada tahun 2013, dipicu oleh bergesernya faktor-faktor global yang sebelumnya menguntungkan per ekonomian Indonesia. Krisis global sejak 2007 memang menghadirkan tantangan terbesar di bidang kebijakan ekonomi bagi generasi sekarang. Dari krisis yang berkepanjangan ini muncul kesadaran adanya tiga persoalan utama dalam mengelola perekonomian, yaitu: adanya ketidakstabilan dari tingkat harga, meningkatnya poten si risiko pada sistem keuangan terutama terkait leverage, dan meningkatnya hubungan ketergantungan antar berbagai jaring an insitusi keuangan. Ketiganya langsung atau tidak langsung berada dalam konteks ruang lingkup yang menjadi tanggung jawab bank sentral. Dan ketiganya dapat bersifat sistemik. Sebelum krisis terjadi, regulasi pada sektor keuangan di hampir semua negara dirancang dalam konteks mikroprudensial untuk memastikan kesehatan tiap individu institusi keuangan, terutama bank komersial. Fokus ini cenderung mengabaikan adanya interaksi yang penting, bahwa usaha dari suatu lembaga keuangan untuk bertahan hidup pada suatu krisis dapat berdam pak negatif pada lembaga keuangan lainnya, bahkan mempenga ruhi kestabilan sistem keuangan. Selain itu, fokus terhadap kelangsungan usaha institusi keuangan secara individual justru dapat menyebabkan regula tor mengabaikan perubahan penting pada sistem keuangan. Sebagai contoh, walaupun pasar dari aset sekuritisasi tum buh pesat menjelang krisis dan memberikan keuntungan bagi institusi keuangan yang memanfaatkannya, kewaspadaan dan pengaturan di area ini tidak secepat perkembangan yang ada sehingga meningkatkan risiko pada sistem keuangan. Kesadaran seperti di atas memunculkan kebutuhan perlu nya otoritas atau regulator yang mampu mengelola risiko-risiko di sistem keuangan. Lembaga ini mengatur dan mengawasi secara makroprudensial dan memprioritaskan terjaga nya sta bilitas sistem keuangan daripada kelangsungan usaha individual institusi keuangan. Pada tataran global, institusi ini dikenal seba gai otoritas makroprudensial atau regulator sistemik. Dalam men jalankan perannya, regulator ini akan melakukan hal-hal sebagai berikut: Pertama, mengumpulkan, menganalisis dan melaporkan informasi mengenai interaksi dan risiko yang signifikan di anta ra lembaga keuangan. Kedua, memutuskan lembaga-lembaga keuangan yang sedemikian signifikannya sehingga dapat berkon tribusi pada risiko sistemik di sistem keuangan. Ketiga, meran cang dan mengimplementasikan peraturan makroprudensial, seperti ketentuan modal yang lebih besar dan counter-cyclical bagi lembaga keuangan yang penting bagi sistem (systemically important financial institution). Keempat, berkoordinasi dengan regulator lain serta otoritas fiskal untuk mengelola krisis sistemik. Ada empat alasan untuk menjadikan bank sentral sebagai regulator sistemik. Pertama, bank sentral memiliki hubungan
SOrOt
BI Pasca OJK
4 GERAI INFO BANK INDONESIA
Mencegah Guncangan Ibarat hutan dan pepohonan, begitulah kiasan yang digunakan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah untuk menggambarkan hubungan antara kebijakan makroprudensial dan mikroprudential dalam sistem keuangan di Indonesia.
J
ika dianalogikan, kebijakan mikroprudensial tak ubahnya seperti upaya memantau setiap pohon untuk memastikan pertumbuhan yang sehat. Sedangkan, kebijakan makroprudensial menyang kut ruang lingkup yang lebih luas, yakni strategi untuk menjaga kondisi hutan secara keseluruhan. Sejak fungsi pengaturan dan pengawasan industri per bankan—yang merupakan kebijakan mikroprudensial— dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 31 Desember 2013, maka tidak berarti peran Bank Indonesia serta merta tereduksi. Saat ini, fokus BI melebar kepada kebijakan makro prudensial sebagai salah satu bagian dari pilar stabilitas Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
sistem keuangan pascapengalihan sebagian tugas kepada OJK. Dua pilar lain yang tak kalah penting adalah kebijakan moneter dan sistem pembayaran. Ketiga pilar tersebut menjadi instrumen utama untuk memastikan terciptanya stabilitas perekonomian. Sebuah tugas yang menantang, di tengah ancaman krisis ekonomi global yang semakin sering datang dan magnitude yang luar biasa besar. Lantas, apa sesungguhnya yang dilakukan oleh BI untuk menjalankan ketiga pilar tersebut? Bagaimana BI mengim plementasikan fungsi tersebut dalam bentuk kebijakan yang nyata? Dimulai dari kewenangan BI di bidang makropruden sial. Istilah makropudensial mulai muncul sejak masa
SOROT
Pada kenyataannya, dalam melaksanakan fungsi ini, BI berwenang melakukan pemeriksaan terhadap perbankan yang dinilai memiliki risiko sistemik sehingga membaha yakan kondisi keuangan secara keseluruhan. Dalam hal ini, pemeriksaan dilakukan bukan dalam rangka meme riksa tingkat kesehatan bank terkait, melainkan dilihat sebagai bagian integral dari satu gambaran penuh industri keuangan. Di sini lah terkadang terjadi persinggungan dengan fungsi dan tugas OJK dalam pengaturan dan peng awasan perbankan, yakni ketika setiap institusi melaku kan peme r iksaan terhadap bank. Namun, sesung guhnya ilustrasi yang disebutkan oleh Halim Alamsyah mengenai hutan dan pepohonan kurang lebih telah menjelaskan gambaran besar ruang lingkup kedua hal tersebut. Keduanya merupakan dua hal yang berbeda tetapi sangat erat berhubungan. Oleh sebab itu, koordi nasi mutlak diperlukan. Fungsi utama BI yang tak kalah pentingnya adalah kewenangan untuk mengambil kebijakan di bidang moneter. Kebijakan moneter BI tak melulu menyangkut pengaturan nilai tukar, penentuan suku bunga acuan, dan uang beredar. BI juga mengarahkan agar industri perbankan tumbuh lebih sehat. Sejumlah instrumen kebijakan diambil untuk mencapai tujuan ini, seperti penetapan suku bunga acuan yang cukup tinggi dan pembatasan nilai pinjaman (loan to value/LTV), khusus untuk kredit pemilikan rumah dan kredit kendaraan bermotor. Adapun, terkait sistem pembayaran, Bank Sentral berperan mengatur, mengawasi, dan menjadi fasilitator pengembangan industri sistem pembayaran domestik yang lebih efisien. Pengaturan sistem pembayaran men jadi semakin kompleks karena arah bisnis perbankan semakin berat ke arah electronic banking.
t Para pemimpin negara G20 dalam pertemuan di Seoul pada 2010 meminta Financial Stability Board (FSB), International Monetary Fund (IMF), dan Bank for International Settlement (BIS) untuk mengembangkan kerangka kebijakan makroprudensial guna mencegah terjadinya risiko sistemik pada sektor keuangan. g20.org
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
5 GERAI INFO BANK INDONESIA
pemulihan krisis keuangan Asia pada akhir 1990-an. Saat itu, dunia mulai sadar bahwa krisis keuangan yang terjadi bukan semata-mata bersumber dari industri jasa keuang an. Lebih dari itu, kondisi makroekonomi yang lebih luas sangat mempengaruhi stabilitas ekonomi secara keselu ruhan. Oleh karena itulah, dalam menentukan kebijakan, Bank Sentral harus melihat segala sesuatunya secara helicopter view alias menyeluruh. Istilah makroprudensial kemudian benar-benar populer pascakrisis keuangan 2008. Krisis mahadahsyat yang memporak-porandakan perekonomian dunia itu berasal dari masalah subprime mortgage pada sektor perbankan Amerika Serikat. Pengalaman pahit itu mengajarkan bahwa risiko yang terjadi di sektor finansial, terutama perbankan, dapat merembet sangat luas. Ada hubungan yang sangat erat antara makroekonomi dengan sektor perbankan. Berkaca pada tragedi tersebut, para pemimpin negara G20 dalam pertemuan di Seoul pada 2010 meminta Financial Stability Board (FSB), International Monetary Fund (IMF), dan Bank for International Settlement (BIS) untuk mengembangkan kerangka kebijakan makroprudensial guna mencegah terjadinya risiko sistemik pada sektor keuangan. Mereka tak ingin krisis keuangan kembali terjadi. Tujuan utama kebijakan makroprudensial adalah mencegah terjadinya guncangan terhadap stabilitas eko nomi. Oleh karena itu, seluruh kebijakan diarahkan untuk mencermati risiko sistemik di sektor keuangan, termasuk mencegah terbentuknya risiko kredit dan likuiditas akibat terseret pertumbuhan yang terlampau cepat. Upaya yang dilakukan bermacam-macam, yang secara singkat dapat dibagi ke dalam enam tahap. Dimulai dari monitoring terhadap sistem keuangan, identifikasi risiko, penilaian risiko, pemberian sinyal risiko, desain dan imple mentasi kebijakan, hingga evaluasi atas efektivitas kebi jakan yang diambil.
SOROT
Di sini lah peran BI sebagai pengatur, pengawas, seka ligus fasilitator di bidang sistem pembayaran diperlukan. Bank Sentral harus mengupayakan agar bisnis berkem bang baik, sekaligus memastikan pengawasan tidak ken dor.
6 GERAI INFO BANK INDONESIA
BAURAN KEBIJAKAN Pada praktiknya, kebijakan yang diambil oleh BI tak pernah dilakukan secara terpisah-pisah. Tantangan yang dihadapi cukup kompleks, sehingga apapun langkah yang diambil harus ditempuh secara seim bang, terukur, dan tepat. Sejumlah ‘amunisi’ disusun sedemikian rupa menjadi sebuah policy mix alias bau ran kebijakan yang menga rah kepada satu tujuan yang ingin dicapai. Kebijakan makroprudensial menjadi salah satu ele men yang digunakan untuk merespons tantangan yang ada selain elemen lainnya yakni kebijakan mon eter. Selain itu, bauran kebijakan juga melibatkan OJK sebagai pemegang otoritas kewenangan mikropruden sial di bidang industri jasa keuangan. Tentu saja, elemen yang tak kalah penting adalah kebijakan fiskal yang merupakan bagian dari fungsi pemerintah untuk mem perbaiki kondisi struktural. Di antara bentuk bauran kebijakan yang diambil untuk merespons kondisi ekonomi nasional maupun global adalah keputusan untuk menaikkan BI rate sebanyak 175 bps dalam lima tahap sepanjang tahun lalu. Kenaikan BI rate yang kemudian diikuti dengan kenaikan bunga kredit perbankan secara otomatis akan memperlambat laju pertumbuhan kredit. Kebijakan ini memang sengaja dirancang demikian untuk menjaga pertumbuhan yang berkualitas. Di saat yang bersamaan, lembaga yang dipimpin oleh Agus D.W. Martowardojo juga terus memperkuat operasi moneter guna menjaga stabilitas nilai tukar Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
rupiah. Ketika rupiah melemah akibat naiknya permin taan, Bank Sentral akan mengguyurkan valuta asing ke pasar guna menyeimbangkan kurva penawaran dan permintaan. Cara lain yang diambil untuk menahan fluktuasi rupiah adalah melakukan Foreign Exchange Swap (FX Swap) alias lelang valuta asing. Setelah melakukan FX Swap, BI akan mendapatkan pasokan valas untuk menambah cadanga n devisa yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan intervensi moneter jika diperlukan. Selain itu, instrumen ini juga diyakini dapat menjaga nilai tukar rupiah karena pembentukan harga rupiah dilakukan secara efisien dan transparan, yakni melalui lelang. Di sisi lain, upaya menjaga stabilitas juga dilakukan melalui pendalaman pasar keuangan domestik. Ketika dukungan dari dalam negeri kuat, maka ancaman krisis global setidaknya dapat ditahan. Pendalaman pasar keuangan di industri perbankan di antaranya dilakukan melalui pengembangan pasar Repo dengan menggunakan skema Master Repurchase Agreement (MRA). Implementasi dari kebijakan ini telah dilakukan di industri perbankan konvensional, dan tengah dirintis agar dapat juga dilakukan oleh industri perbankan syariah. Seluruh strategi tersebut dinilai masih sesuai dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi hingga 2015. Namun, tentu saja kemungkinan adanya sejumlah penyesuaian masih selalu terbuka. Dalam melaksanakan seluruh fungsi ini, BI selalu bekerja sama dengan stakeholder yang lain termasuk Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan tentu saja OJK. Pada akhirnya, tugas men jaga stabilitas sistem keuangan dan ekonomi nasional secara keseluruhan memerlukan dukungan dari semua pihak.
SOROT
BI Baru itu, Diisi Semangat dan Harapan Baru Oleh: Dody Budi Waluyo
Direktur Eksekutif Departemen Manajemen Strategis dan Tata Kelola
S
Apabila ada masyarakat bertanya ke mana Bank Indonesia akan menuju setelah 31 Desember 2013, jawabannya adalah ke sebuah tempat di mana BI akan bertransformasi menuju “BI baru”. Di sana, BI akan terus menumbuhkan kekuatan secara internal dan mengembangkan pengaruh-pengaruh positif bagi bangsa dan negara. ini ekonomi dunia menuntut bank sentral terjun langsung mempe ngaruhi industri keuangan, tidak hanya perbankan. Survei Bank International of Settlement menunjukkan 90% bank sentral memiliki tanggung jawab dalam menetapkan kebijakan dan mengawasi sistem keuangan. Ini berarti, BI harus mempunyai penga ruh pada stabilitas sistem keuangan bank maupun non bak melalui kebijakan makroprudensial. Penjelasan Pasal 7 UU Otoritas Jasa Keuangan jelas menyebutkan peran BI di bidang makroprudensial, baik pengaturan maupun pengawasan. Sementara OJK di bidang mikroprudensial.
Belum tersentuh Saat ini, BI mempunyai 41 kantor perwakilan di daerah dan akan terus bertambah. Ada ruang yang belum tersentuh pada isu fungsi kantor perwakilan. Isu pertama mengenai pe nguatan cara-cara untuk mengendalikan laju inflasi. Kita mafhum inflasi dipengaruhi oleh lebih banyak sisi penawaran dibandingkan sisi permintaan. Apakah dengan demikian, BI akan terjun ke sektor riil, ada “operasi pasar” untuk melengkapi operasi moneter? Jangan-jangan itu benar dan bukan sekadar bercanda. Kantor perwakilan saat ini fokus pada koordinasi dan advisory. Kedepan, kerjasama langsung dengan ber bagai institusi daerah akan meningkat. Tanda-tanda itu telah muncul sejalan dengan permintaan perlunya TPID di setiap kabupaten. Kedua, kita perlu sepakat bahwa sebenarnya pembangunan nasional adalah fungsi dari keterkaitan antarpembangunan daerah. Daerah bukan lagi tumbuh karena faktor sumber daya yang dimiliki tetapi karena kontribusi sumber daya daerah lain. Forum Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional sudah lama dimulai dan kita dapat mengembangkannya untuk merajut pembangunan daerah tersebut. 2015 sudah di depan mata. Dengan mulai diimplementasikannya Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun itu, persaingan keras antarnegara Asean semakin kentara. Pilihannya tinggal dua, yaitu apakah Indonesia “ditinggalkan” atau “meninggalkan”. Fungsi intelejen dan diplomasi Kantor Perwakilan di luar negeri harus ditingkatkan. BI harus siap punya informasi awal rencana-rencana kebijakan negaranegara tetangga yang akan mempengaruhi ekonomi Indonesia. BI saat ini mempunyai nilai-nilai strategis yang baru, yaitu Trust & Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Cooperation & Teamwork. Semua itu diharapkan mendukung pencapaian visi BI untuk menjadi lembaga yang kredibel dan terbaik di regional. “BI pasca OJK” adalah “BI baru” yang harus dipandang sebagai harapan, tantangan, dan peluang. Semoga kita dapat mewujudkannya. Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
7 GERAI INFO BANK INDONESIA
ejak pertama kali berdiri dalam era Indonesia merdeka, Bank Indonesia mengalami metaformosa sebanyak tiga kali. Ditetapkan sebagai “Bank Indonesia” pada 1953, 1968 diberi wewenang sebagai pengawas bank, dan kemudian pada 1999 dinyatakan sebagai bank sentral yang independen. Akhir 2013, fung si pengaturan dan pengawasan perbankan tidak lagi berada di BI. Kelenturan dalam beradaptasi mengikuti perkembangan zaman dan perubahan paradigma politik itu membuat BI menjadi lembaga yang tidak kaku. Namun tetap kuat dan tetap berada pada sejatinya suatu bank sentral yaitu sebagai bankers bank, circulation bank, dan pengawal kestabilan ekonomi makro. Itu semua seharusnya memberikan keyakinan kepada masyara kat bahwa tidak ada yang hilang pada BI dengan berkurangnya fungsi perbankan sejak 31 Desember 2013. Justru, tanggal tersebut menjadi titik balik melesat ke atas. Mungkin kita tidak menyadari masih banyak ruang kreasi yang belum tersentuh oleh “BI lama”. Apabila BI memanfaatkan kesempatan itu, hilang satu tumbuh seribu bukan lagi layaknya sebagai peribahasa. Sekarang kita masuk ke hal-hal yang lebih konkrit. Moneter yang dulu hanya identik dengan suku bunga, nilai tukar, harga, dan uang beredar, kemudian meluas dengan memasukkan komponen seperti kredit dan permodalan bank, sistem pembayaran, komunikasi, serta koordinasi dengan pemerintah. Dulu hanya melihat dari kacamata agregat nasional, di masa depan akan masuk ke ruang-ruang regional. Sistem pembayaran yang aman dan efisien mungkin bukan lagi jargon yang pas. BI tidak akan melihat sistem pembayaran sebagai sekadar sarana untuk efektivitas kebijakan moneter, melainkan men jadi bagian dari kebijakan utama. Ke depan, kebijakan sistem pem bayaran akan mempengaruhi pencapaian tujuan BI secara langsung, sebagaimana kebijakan suku bunga acuan BI rate. Ini bukan sekedar mandat dan kewenangan, namun bagian dari efektivitas kebijakan BI. “Perginya” pengaturan dan pengawasan perbankan ke OJK menyisakan pertanyaan, atau bisa juga disebut persoalan, apakah perbankan tidak dapat disentuh secara langsung oleh kebijakan BI. Secara halus kita harus menjawab “tidak”. Bank-bank itu harus siap diatur dan diawasi oleh banyak pihak, termasuk BI. Ada sisi makro, selain mikro kegiatan perbankan. Perbankan bukan hanya tentang kesehatan, kehati-hatian, dan kelembagaan. Perbankan punya kaitan dengan aspek makro. Bersama dengan lembaga keuangan lain, kegiatan usaha yang dihasilkan mempe ngaruhi stabilitas sistem keuangan. Buku teks lama memang bicara hubungan kebijakan moneter dengan stabilitas sistem moneter. Saat
SOROT
Kebijakan Makroprudensial
Dari Hong Kong hingga Eropa Tak ada satu ramuan tunggal untuk mengatasi setiap jenis penyakit. Demikian pula, tak ada satu formula kebijakan makroprudensial tertentu yang dapat dengan sempurna diberlakukan untuk setiap negara.
S
8 GERAI INFO BANK INDONESIA
eperti dokter yang tak selalu memberikan antibiotik untuk seluruh jenis penyakit, maka bank sentral sebuah negara pun tak mesti mencontoh strategi negara lain untuk men jaga stabilitas sistem keuangan di negaranya. Setiap kebijakan dan tindakan yang diambil harus selalu disesuaikan dengan ge jala yang muncul. Tujuan utama dari kebijakan makroprudensial, sesungguh nya, adalah menjaga stabilitas sistem keuangan. Apapun strategi yang diambil, hasil akhirnya harus dapat dinilai secara terukur. Sejumlah negara mungkin saja menggunakan strategi yang hampir sama, karena latar belakang masalahnya serupa. Ambil contoh, Indonesia dan Hong Kong. Hong Kong yang disebut-sebut sebagai salah satu Macan Asia mencatatkan pertumbuhan ekonomi mencengangkan selama beberapa waktu terakhir. Namun ternyata, di balik pertumbuhan yang impresif tersembunyi potensi krisis yang mengintai. Penyebabnya, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang oleh konsumsi, terutama di sektor properti. Industri perbankan gen car menyalurkan kredit perumahan hingga muncul potensi property bubble yang mengancam stabilitas ekonomi jika sampai kebablasan.
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
Melihat gejala seperti itu, Otoritas Moneter Hong Kong meng ambil kebijakan makroprudensial berupa pembatasan rasio pem biayaan terhadap pendanaan (loan to deposit ratio/LDR) dan pem batasan besaran pinjaman (loan to value/LTV) dalam penyaluran kredit, khususnya di sektor properti. Indonesia kurang lebih mengalami kondisi serupa, terlihat dari kencangnya realisasi kredit ke sektor konsumsi terutama properti dan kendaraan. Di sisi lain, likuiditas perbankan mulai mengetat, ter cermin dari pertumbuhan penghimpunan dana yang tak seagresif pertumbuhan kredit. Jika dibiarkan tak tertangani, kombinasi dari kedua hal tersebut dapat meruntuhkan stabilitas ekonomi. Tak perlu menunggu hingga gejala-gejala ‘penyakit’ itu sema kin memburuk, Bank Indonesia segera mengambil langkah anti sipasi dengan menelurkan kebijakan pembatasan LDR dan LTV. Harapannya, pertumbuhan dapat lebih stabil dan sehat. Formulasi berbeda diambil oleh negara-negara di kawasan Zona Euro. Kebijakan makroprudensial di wilayah tersebut lebih diarahkan pada pembatasan eksposur interbank, sebab memang sumber masalahnya ada di sana. Sejumlah bank bertumbangan di Yunani dan Spanyol. Jika Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) tidak bergerak cepat untuk membatasi eksposure interbank, maka bukan tidak mungkin bank-bank gagal itu akan menarik bank dari wilayah lain ke dalam krisis keuangan. Brasil, Meksiko, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Korea, bisa jadi menerapkan strategi yang sama sekali berbeda. Namun tetap saja, seluruh upaya tersebut dilakukan untuk menjaga sta bilitas sistem keuangan.
POtret Daerah
Kantor Perwakilan BI Wilayah II Kalimantan
Stabilisasi dari Pasar Terapung Hingga Kajian Ekonomi Oleh: M. Dadi Aryadi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Kalimantan
Kantor Bank Indonesia di daerah memang tidak tersebar di seluruh pelosok nusantara. Jumlahnya hanya 41, itu pun lebih banyak berada di ibu kota provinsi. Malah ada provinsi yang tidak ada kantor BI-nya.
D
i Kalimantan Selatan (Kalsel), kantor BI hanya ada di Kota Banjarmasin dan berfung si se bagai kantor wilayah se-Kalimantan. Namun hal itu tidak membatasi peranan BI untuk berkiprah di 12 kota/kabupaten lainnya. Bahkan, meskipun pengawasan bank sudah tidak lagi men jadi tugas BI, tapi tugas di bidang lainnya tidak bisa dipandang sebelah mata. Kantor Perwakilan BI Wilayah II Kalimantan yang Rakor TPID se-Kalim antan Selatan. berkeduduk an di Kalsel telah membentuk Tim r. nja Ba , an int Ba ok Lh g un sar terap Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) tingkat provinsi Penukaran uang di pa dan 10 TPID di tingkat kabupaten. Meskipun hanya Salah satu kegiatannya adalah Program Penguatan Ketahanan dua daerah yang dihitung inflasinya oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tapi BI turut mendorong kelahiran TPID di seluruh Pangan dalam bentuk pengembangan klaster. Program yang dilaksanakan adalah klaster cabai besar merah kabupaten/kota di Kalsel. Diperkirakan di awal tahun ini, terben tuk TPID 13 kabupaten/kota. Dengan upaya itu, program peme di Kab. Hulu Sungai Selatan, klaster padi unggul di Kab. Tanah Bumbu, klaster sapi di Kab. Tanah Laut, klaster kerajinan anyam rintah dapat lebih tersinergi dengan upaya pengendalian inflasi. TPID Kalsel pada tahun ini mengeluarkan program 6 M untuk an purun dan ilung di Kabupaten Hulu Sungai Utara, serta klaster pengendalian inflasi, yaitu enam topik kegiatan untuk mengen bawang merah di Kabupaten Tapin. Program ini dijalankan dalikan inflasi, yaitu meningkatkan produksi pangan, memper bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalsel lancar distribusi barang, memberi kepastian ketersediaan energi, dan Kanwil Badan Pertanahan Nasional Kalsel. Pada tahun ini, BI Kalimantan juga berkoordinasi dengan memperkuat kelembagaan dan koordinasi TPID, meningkatkan kerjasama antardaerah, dan meningkatkan diseminasi/informasi Pemprov sebagai dukungan pengoperasian PT Jamkrida Kalsel. Keberadaan perusahaan penjaminan ini akan membantu dan kepada publik. memudahkan UMKM dalam mengakses pembiayaan melalui penerbitan Peraturan Daerah No. 15/2012 tentang Perusahaan SISTEM PEMBAYARAN Meski fungsi pengawasan bank kini ditangani Otoritas Jasa Penjaminan Kredit Daerah Kalimantan Selatan. Saat ini, BI pun dikenal sebagai lembaga yang memiliki kajian Keuangan, BI masih tetap memiliki kewenangan dalam meng awasi sistem pembayaran di bank. Sebagai bankers bank, BI ekonomi dan keuangan regional (KEKR). Dengan publikasi KEKR masih menerima setoran perbankan dan menyalurkan uang setiap bulan dan dikomunikasikan melalui media massa, serta seminar menunjukkan kebijakan BI didukung dengan kajian tunai kepada perbankan. Kantor Perwakilan BI Wilayah II setiap harinya juga mem ekonomi yang aktual dan komprehensif. Kajian ekonomi dari Kantor Perwakilan BI Wilayah II sering buka layanan penukaran uang bagi masyarakat. Penukaran uang tidak hanya dilayani di kantor, tapi melalui kas keliling menjadi rujukan untuk pengembangan ekonomi di Kalsel. di daerah yang tidak terjangkau. Selain mobil, kas keliling Bahkan akhir-akhir ini, dari tingkat kabupaten/kota juga memin juga menggunakan perahu untuk melayani masyarakat di ta masukan dari BI mengenai prospek ekonomi mereka dalam rangka perencanaan pembangunan ke depan. pasar terapung. Pada akhirnya, semua kegiatan itu bermuara pada tujuan Untuk meningkatkan akses layanan keuangan, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), Kantor utama BI yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Perwakilan BI Wilayah II memberikan bantuan teknis berupa Dengan BI yang lebih dikenal, maka kebijakan bank sentral lebih penelitian, pelatihan, penyediaan informasi dan/atau fasilitasi. mudah diterima masyarakat.
9
GERAI INFO BANK INDONESIA
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
PERSPEKTIF
Stabilitas Sistem Keuangan
Mikroprudensial Saja Tidak Lagi Memadai Oleh: Darsono Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial
Cepatnya perkembangan sektor keuangan dekade terakhir, baik lembaga maupun produknya berdampak terhadap meningkatnya kompleksitas dan koneksitas antarlembaga keuangan dalam suatu sistem, sehingga potensi risiko dan instabilitas yang dihadapi semakin besar.
P
aska krisis 2008, menjaga stabilitas sistem keuangan menjadi aspek yang semakin penting, bahkan menjadi prioritas bagi bank sentral di berbagai negara. Krisis yang bersumber dari permasalahan subprime mortgage pada sektor perbankan Amerika Serikat tersebut, tidak hanya memperburuk kinerja sektor keuangan, tapi juga berdampak negatif terhadap indikator makroekonomi di negara lain. Untuk menghindari berulangnya kembali krisis, disadari bahwa kebijakan mikroprudensial semata tidak lagi memadai. Namun, perlu didukung oleh kebijakan makroprudensial. Secara best practise, kebanyakan bank sentral di dunia mulai menerapkan kerangka kerja kebijakan makroprudensial sebagai bagian tugas bank sentral untuk mendukung stabilitas sistem keuangan.
10 GERAI INFO BANK INDONESIA
Kebijakan Makroprudensial di Indonesia. Sejak pendirian Biro Stabilitas Sistem Keuangan di Bank Indone sia (BI) pada 2003, BI telah terlibat dalam mendukung terjadinya ke stabilan sistem keuangan. Hal ini kemudian dipertegas melalui UU No.21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menyatakan pengaturan dan pengawasan makroprudensial merupakan kewena ngan BI. Hal inilah yang menjadi dasar bagi BI untuk melaksanakan kebijakan makroprudensial. Selanjutnya, kebijakan makroprudensial menjadi bagian dari strategi bauran kebijakan BI untuk mendukung stabilitas perekonomian. Kebijakan makroprudensial ditujukan untuk mengatur dan mengawasi sistem keuangan, termasuk perbankan dalam rangka mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, serta meningkatkan akses dan efisiensi sistem keuangan. Penerapan kebijakan di bidang makroprudensial di BI dilakukan melalui fungsi pengaturan, pengawasan (surveillance), serta pengembangan dan perluasan akses keuangan. Berbeda dengan kebijakan mikroprudensial yang lebih berorientasi kepada kesehatan individu lembaga keuangan dan perlindungan nasabah, kebijakan makroprudensial lebih berorientasi pada sistem keuangan secara agregat. Walaupun bersifat makro, kebijakan makroprudensial dapat diarahkan untuk mengendalikan risiko sektor tertentu (targeted), seperti kebijakan Loan to Value Ratio untuk kredit perumahan dan batasan uang muka minimum sektor otomotif. Selain itu, sifat kebijakan makroprudensial yang countercyclical bermanfaat dalam meredam volatilitas makro ekonomi. Sampai saat ini, BI telah menerbitkan tiga kebijakan makropruden Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
sial, yaitu pembatasan pemberian kredit (Loan to Value-LTV) untuk mencegah penyaluran kredit perumahan rakyat dan kredit kendaraan bermotor yang berlebihan, kebijakan dalam menjaga keseimbang an antara kecukupan likuiditas dan pelaksanaan fungsi intermediasi secara optimal melalui pengaturan likuiditas (Giro Wajib Minimum Sekunder dan Giro Wajib Minimum-Loan to Deposit), dan pengaturan transparansi informasi suku bunga dasar kredit (SBDK) untuk mening katkan transparansi pricing suku bunga kredit, sekaligus mencermin kan efektivitas transmisi suku bunga kebijakan dari bank sentral. Secara keseluruhan, kebijakan-kebijakan ini telah mendukung terjaganya stabilitas sistem keuangan Indonesia sampai saat ini. Tantangan ke Depan Memperhatikan international best practise dan kondisi Indonesia saat ini dan masa mendatang, instrumen kebijakan makroprudensial yang perlu dikembangkan di Indonesia antara lain: 1. Instrumen pengaturan untuk mencegah dan mengurangi pertumbuhan kredit yang berlebihan antara lain penetapan acuan risiko pertumbuhan kredit dalam rencana bisnis lembaga keuangan, pengaturan rasio kredit terhadap nilai pasar agunan (load to value ratio) dan rasio hutang terhadap pendapatan (debt to income ratio). 2. Instrumen pengaturan untuk mencegah dan mengurangi leverage yang berlebihan antara lain pengaturan tambahan permodalan untuk antisipasi kondisi siklikal, dan macroprudential leverage ratio. 3. Instrumen pengaturan untuk mencegah dan mengurangi maturity mismatch yang berlebihan dan tidak likuidnya pasar antara lain pengaturan macroprudencial adjustment to liquidity ratio (liqudity coverage ratio), macroprudencial restrictions on funding sources (net stable funding ratio). 4. Instrumen pengaturan untuk membatasi konsentrasi eksposur antara lain pengaturan batasan pemberian kredit kepada sektor tertentu dan persyaratan central counterparties (CCP). 5. Instrumen pengaturan untuk membatasi dampak sistemik dari systemically important financial institutions antara lain pengaturan tambahan permodalan (capital surcharges). 6. Instrumen pengaturan untuk memperkuat ketahanan infrastruktur sistem keuangan antara lain pengaturan disclosure (transparansi) dan persyaratan margin dan haircut terhadap central counterparties . Bank Indonesia berkomitmen untuk memperkuat kerja sama dan koordinasi dengan Kementerian Keuangan, OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional.
PERSPEKTIF
Edukasi Keuangan Inklusif
Simulasi Untuk Cegah Sikap Konsumtif Oleh: Pungky Purnomo Wibowo Direktur Departemen Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
P
Keuangan inklusif dan stabilitas sistem keuangan dipercaya merupakan dua hal yang bertalian erat, terutama bagi negara berkembang yang penduduknya masih banyak yang belum terhubung dengan sektor keuangan formal. dalam mengelola keuangan sehari-hari secara mudah dengan memanfaatkan layanan jasa dan produk keuangan. Perilaku konsumtif Edukasi keuangan merupakan backbone atas kesuksesan dari program keuangan inklusif secara keseluruhan, yaitu: • Program Layanan Keuangan Digital (dulunya branchless banking) adalah channel layanan keuangan dengan memanfaatkan teknolo gi dan jaringan agen, dan menggunakan uang elektronik registered. Ini adalah tahapan awal untuk masuk ke produk dan layanan per bankan yang lebih luas, lebih mudah dan terjangkau. LKD yang menggunakan handphone dalam bertransaksi meru pakan konsep baru, sehingga perlu dikomunikasikan secara tepat. Melalui edukasi LKD yang disertai simulasi, masyarakat dapat memanfaatkan layanan dengan aman, murah, mudah dan bijaksana, sehingga tidak terjebak perilaku konsumtif. • Program penyediaan sistem informasi bagi petani dan nelayan (SIPN) adalah penyediaan informasi input output berbasis handphone. informasi ini berisi harga input, harga output, dan pendukung. Kultur baru ini harus diajarkan, sehingga membantu untuk membuat keputusan lebih baik. • Financial Identity Number (FIN), yaitu penyediaan data basic unbanked dalam bentuk nomor unik sehingga membantu mengurangi assymetric information, sekaligus menyediakan market pembiayaan kredit mikro/kecil baru bagi perbankan. Hal ini perlu didukung oleh edukasi kepada calon penerima FIN akan manfaatnya dan mempermudah perbankan mengenal mereka apabila suatu saat memerlukan jasa dari perbankan. • Program penyaluran bantuan pemerintah. Program Keluarga Harapan (PKH) kepada masyarakat miskin saat ini dilakukan berbasis cash melalui kantor pos. Untuk efisiensi dan memberikan value added, penyaluran dapat diarahkan sebagian atas dasar account based dengan media e-money, sehingga masyarakat tidak perlu antri sekaligus mendapat sarana untuk menyimpan dan mengurangi tendensi konsumtif. Progam G2P ini akan dihubungkan dengan LKD untuk kemudahannya. Program di atas akan dibarengi dengan edukasi keuangan, sehingga meningkatkan tingkat literasi keuangan sekaligus ke uangan inklusif. Peningkatan kapabilitas masyarakat itu diharap kan membantu menghindari low income trap dan poverty alleviation secara gradual sambil membantu efektivitas tugas utama BI. Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
11 GERAI INFO BANK INDONESIA
enyediaan akses keuangan dengan produk yang sesuai hingga ke pelosok daerah akan memberikan dampak positif bagi perbankan. Sebab, hal itu dapat membantu me nurunkan tekanan risiko likuiditas dan risiko kredit melalui diversifikasi dikedua aspek tersebut. Hal ini juga mendorong terjadinya peningkatan persaingan di retail banking sehingga mendorong peningkatan efisiensi. Bagi Bank Indonesia, keuangan inklusif mempunyai dampak besar atas tugas dan fungsinya baik di sisi moneter, sistem pembayaran maupun fungsi baru di bidang makroprudensial. Dari sisi moneter, keuangan inklusif membantu efektivitas kebijakan suku bunga karena perubahan tingkat suku bunga berdampak langsung ke seluruh nasabah hingga pelosok daerah. Sementara dari sisi sistem pembayaran, keuangan inklusif membantu terhubungnya masyarakat dengan jasa sistem pembayaran formal serta mendukung kebijakan less cash society. Hal ini membantu efesiensi transaksi keuangan baik bagi masyarakat maupun perekonomian secara keseluruhan. Dari sisi makroprudensial, keuangan inklusif membuka market retail baru yang dulunya sulit dan mahal dijangkau. Market retail baru menjadi tambahan sumber dana ritel yang tercatat relatif lebih stabil serta pasar untuk diversifikasi portfolio kredit skala UMK. Lebih jauh, sektor perbankan sebagai pemain dominan menjadi lebih tahan terhadap goncangan. Namun demikian, upaya keuangan inklusif apabila tidak dilakukan secara benar dan hati-hati dapat berpotensi risiko bagi pelaku sendiri, perekonomian dan stabilitas. Upaya mitigasi risiko harus dilakukan, salah satunya melalui pemberian edukasi secara konsisten, terutama aspek keuangan. Implementasi edukasi memiliki tantangan besar karena bersifat jangka panjang, target masyarakat yang besar, dan tingkat melek keuangan yang rendah. Untuk itu diperlukan keterlibatan berbagai instansi untuk percepatannya. Dengan adanya Otoritas Jasa keuangan (OJK), yang juga mempunyai tugas di bidang perlindungan konsumen, akan sangat membantu percepatan implementasi edukasi di bidang keuangan. Adanya OJK, program edukasi keuangan BI mengalami penyesuaian strategi untuk menciptakan sinergi, yaitu yang semula berfokus pada pengenalan produk keuangan, kini ditekankan pada pengelolaan keuangan sederhana. Formulasi ini mampu membantu memberi pemahaman masyarakat unbanked
LIPUTAN LIPUTAN
Merajut Mimpi Dusun Mandiri
G 12 GERAI INFO BANK INDONESIA
adis-gadis remaja cantik ber pakaian tradisional khas Lom bok menyiapkan bokor-bokor berisi kain tenun indah untuk upacara, remaja pria yang gagah bersiap memainkan gamelan dan demonstrasi tabuhan perkusi khas Lombok. Beberapa pejabat berpakaian batik, tidak biasanya tampak di Bun Mudrak, kali ini hadir seperti pamer keanggunan. Oleh: Rizana Noor Perhatian penduduk dusun itu kemu Departemen Komunikasi dian terfokus pada nyaringnya suara tabuhan gamelan dan perkusi, menyambut kedatangan rombong an Wakil Gubernur NTB dan Deputi Gubernur Senior BI. Mobil rombongan seperti magnit yang mengundang semua kemeriahan yang disiapkan lama. Hari itu memang puncak pencapaian, peraya an setelah proses panjang untuk mewujudkan mimpi Bun Mudrak menjadi dusun ekonomi mandiri. Berawal dari 2010, Komunitas Sasak sebagai pendamping meng ajukan proposal pengembangan yang ditangkap Ikatan Pegawai Bank Indonesia (IPEBI). Dusun Bun Mudrak kemudian diangkat men jadi Desa Binaan, dan bantuan diberikan dalam bentuk pembangun an infrastruktur. Melihat potensi yang tersedia, pada 2011 ditandata ngani nota kesepahaman antara Pemkab Lombok dan BI untuk men jalankan program Desa Mandiri Eko nomi. Bantuan lebih luas diberikan berupa pemberdayaan ekonomi melalui pelatihan dan bantuan tek nis, serta penyediaan sarana dan prasarana fisik.
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
Sinar mentari pagi yang cerah menerangi Bun Mudrak, sebuah dusun di desa Sukarara, terletak di sisi By Pass Kota Mataram menuju bandara Selaparang, Lombok Tengah. Suasana pagi itu sangat terasa lain dari biasanya, akan ada kemeriahan dan penduduk dusun tampak sibuk menyiapkan perayaan. Perayaan yang meriah memang wajar dilakukan, “Dusun Bun Mudrak telah bertransformasi, dari desa yang secara sosial dan ekonomi tertinggal, menjadi desa yang mandiri secara ekonomi dan modern dalam tataran konsep lingkungan pemukiman,” kata Junaifin, mantan Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Nusa Tenggara Barat (NTB) yang intens mengawal proses program pengembang an dusun Bun Mudrak. Sebelumnya, penduduk hidup dari berternak dan bertani. Seka rang dari perternakan juga dihasilkan Bio Digester dan Pupuk Organik. Yang pertama adalah bahan bakar alternatif yang diolah dari kotoran sapi, menjadi pengganti minyak tanah. Sebagian besar keluarga telah memanfaatkan bahan bakar ini untuk memasak. Yang kedua, Pupuk Organik, adalah pupuk yang berasal dari kotoran sapi yang diolah menjadi bentuk butiran (granul). Produk itu kini telah mendapat sertifikasi uji lab dari BPTB provinsi NTB. Pupuk Organik ini dimanfaatkan untuk lahan pertanian anggota kelompok dan juga dijual ke petani lain di sekitar dusun. Permintaan pun sudah datang dari Dinas Pertanian setempat. Selain berternak sapi, peduduk juga berternak kambing Etawa. Pembibitannya mengalami perkembangan signifikan, karena kelompok sudah menerapkan manajemen ternak yang baik. Popu lasi berkembang menjadi 62 ekor dari 29 induk, beberapa dijual untuk memberikan penghasilan tambahan. Susu segar kambing Etawa diolah dan menghasilkan produk turunan susu, seperti permen.
LIPUTAN
Ibu-ibu rumah tangga di Bun Mudrak telah dapat menghasil kan kain tenun yang indah, relatif lebih baik dari hasil tenun dusun lainnya, berkat pendampingan dan pelatihan teknis disain produk maupun pewarnaan yang difasilitasi BI. Waktu keseharian dapat dimanfaatkan secara produktif, menghasilkan nilai tambah dan meningkatkan produktivitas dan daya saing di tingkat dusun. Memang inilah tujuan utama Program Desa Mandiri Ekonomi. Peningkatan produktivitas dan daya saing dihasilkan melalui pemberdayaan masyarakat dalam skim Program Bantuan Sosial BI (PSBI). Meliputi antara lain penguatan kelembagaan kelompok, manajemen kelembagaan dusun, manajemen usaha, manajemen pemasaran, dan bantuan untuk meningkatkan akses pemasaran. Kepala KPw BI Provinsi NTB, Bambang Himawan mengatakan program sosial BI merupakan ide dan bentuk tanggung jawab sosial untuk membantu membangun dan memberdayakan warga dusun Bun Mudrak. “Ini ibarat anak panah yang dilepas dari dusun dan telah memberikan manfaat kesekelilingnya.” Pada hari itu, perayaan yang meriah dilakukan dalam rangka penandatanganan prasasti desa binaan. Maksudnya sebagai peri ngatan penyerahan dusun setelah selesainya pelaksanaan pro
gram kepada pemerintah setempat. Pada kesempatan itu, Wakil Gubernur NTB Muhammad Amin menyatakan program sangat berarti dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Pemerintah Lombok Tengah mengucapkan terima kasih kepada BI yang menjadikan dusun ini sebagai desa binaan. Program seperti ini sangat berarti dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.”
Perlu pemberdayaan
Monetaria
Apa Itu Kebijakan Makroprudensial?
S
ebagaimana disebutkan dalam UndangUndang No. 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), peran Bank Indonesia adalah untuk menjalankan kebijakan makro prudensial. Apa sesungguhnya yang dimak sud dengan kebijakan makroprudensial? Ada beragam sumber yang menye butkan arti dan bentuk-bentuk kebijakan ma kroprudensial. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kebijakan makroprudensial yang menjadi tugas utama Bank Indonesia adalah seluruh upaya yang dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Apapun bentuknya. Di Indonesia, ketika risiko instabilitas sistem keuangan berasal dari tekanan inflasi dan volatilitas nilai tukar rupiah, maka kebi
jakan makroprudensial yang diambil oleh BI akan selalu mengarah kepada usaha untuk menuntaskan kedua masalah tersebut. Sebut saja, misalnya, pengetatan moneter melalui penaikan suku bunga acuan. Ketika suku bunga acuan naik, maka secara otomatis akan mengerek bunga kredit perbankan. Akibatnya bisa ditebak, yakni permintaan kredit akan melambat. BI sengaja mengambil kebijakan ini untuk menjaga pertumbuhan kredit agar tidak terlalu tinggi, terutama kredit konsumsi yang ditopang oleh kredit perumahan dan kendaraan. BI tak mau ada pertumbuh an yang terlampau cepat karena dapat mengancam stabilitas jika mendadak ter jadi krisis keuangan.
BI benar-benar serius untuk menge rem kredit. Selain menaikkan suku bunga, Bank Sentral juga menaikkan batas pin jaman (loan to value/LTV) untuk kredit perumahan dan kendaraan. Sementara itu, nilai rupiah dijaga sedemikian rupa agar stabil. Stabil, bukan selalu berarti rendah, namun disesuaikan dengan kebutuhan. Kebijakan makroprudensial dimulai sejak tahap awal yakni pemetaan dan pemantauan risiko, hingga berlanjut ke tahap pemilihan instrumen kebijakan yang diperlukan beirkut implementasi nya. Tahap terakhir adalah evaluasi untuk mengetahui efektivitas tindakan yang diambil.
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
13 GERAI INFO BANK INDONESIA
Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengungkap kan BI siap memberikan bantuan untuk menciptakan desa binaan serupa di wilayah lain. “Tentunya masih banyak dusun lain yang perlu pemberdayaan seperti ini dan BI siap membantu,” ujar Mirza saat memberikan sambutan di Dusun Bun Mudrak. BI, lanjutnya, siap membantu pendanaan, tenaga ahli, ataupun dalam bentuk pelatihan. Tentunya dengan melihat proposal yang diajukan kelompok masyarakat dan potensi yang tersedia. Keberadaan Dusun Bun Mudrak terbukti berdampak positif terha dap perekonomian masyarakat setempat. Dia mencontohkan warga dusun dapat memperluas pasar pemasaran kerajinan tenun yang sudah menjadi tradisi turun menurun. Di sisi lain, penduduk setempat juga dapat menghasilkan pupuk organik dan menjualnya ke wilayah sekitar Lombok. Program seperti ini, diungkapkan Mirza, juga mempertegas keberadaan dan keterlibatan Bank Sentral dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Melalui desa binaan, masyarakat yang awam fungsi Bank Sentral juga sekaligus tersosiali sasikan akan peranan BI. “Kami ingin dekat ke masyarakat, bahwa ada juga kegiatan langsung yang menyentuh masyarakat,” tuturnya. Bagi BI, program di Dusun Bun Mudrak adalah potongan kecil, yang bersama potongan-potongan kecil lainnya akan membentuk gambaran mimpi besar masyarakat negara yang mandiri. Panas semakin terik, tapi gema tabuhan perkusi pemuda Dusun Bun Mudrak terus bergema mengawal semangat untuk mewujudkan mimpi kemandirian.
Tak Kalah Strategis B
Oleh: Peter Jacobs Direktur Departemen Komunikasi
uat orang yang bekerja, paling tidak nyaman keti ka ditanya, “Kamu kerjanya apa aja sih?” karena dalam pertanyaan itu terdapat asumsi bahwa yang bertanya meragukan pentingnya pekerjaan yang sedang kita lakukan. Suatu kali ada orang bertanya, “Apa lagi pekerjaan Bank Indonesia setelah fungsi pengawasan bank pindah ke Otoritas Jasa Keuangan?“. Pertanyaan yang dimuat suatu media ini langsung menarik perhatian, kare na kemudian dikaitan dengan gaji pegawai BI yang dianggap terlalu tinggi. Apakah memang tugas mengawasi dan mengatur bank merupakan tugas yang selama ini paling penting? Tak kenal maka tak sayang. Ketidakta huan tentang tugas dan fungsi BI diluar fungsi pengawasan dan pengaturan bank menjadi penyebab berbagai pandangan keliru di atas. Menariknya, krisis ekonomi
di Asia tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia bukan saja telah menimbulkan gagasan pemisahan fungsi bank sentral di atas, tapi juga mengagas peran lain yang sangat strategis dalam menghadapi krisis ekonomi. Selain tugas pokok yang selama ini telah dijalan kan dengan baik, yaitu menjaga kestabilan nilai rupi ah, Bank Indonesia akan menjadi lembaga istime wa karena juga dituntut untuk menjaga kestabilan sistem keuangan di Indonesia. BI pun ditantang untuk mengembangkan sistem pembayaran yang mampu mendukung transaksi keuangan menjadi lebih cepat, aman dan efisien. Kebijakan yang akan dihasilkan juga berbaur menjadi sinergi yang akan mengawal pereko nomian Indonesia menjadi lebih baik. Hilangnya satu peran melahirkan peran lain yang tak kalah strategis bagi perekonomian Indonesia. BI, OJK, LPS, dan Pemerintah akan menjadi lembaga penting dalam menjaga pilar perekonomian bangsa. Tentu saja koordinasi akan mejadi kata kuncinya.
Dinamika
Acungan Jempol The Economist untuk BI 14
D
GERAI INFO BANK INDONESIA
ua majalah ekonomi, The Economist dan Financial Times, mengapreasi kebi jakan Bank Indonesia dalam meng atasi gejolak ekonomi 2013. The Economist mengacungkan jempol atas langkah BI meningkatkan suku bunga lebih awal diban dingkan negara Fragile Five lainnya yang dianggap menunggu ter lalu lama dan pada akhirnya malah overreacted ketika merespons gejolak ekonomi yang terjadi di negaranya. Fragile five merujuk pada julukan dari Morgan Stanley terhadap Indonesia, Brazil, Afrika Selatan, India, dan Turki. Indonesia dinilai paling berhasil menghadapi gejolak ekonomi selama 2013 di antara negaranegara tersebut. Penilaian itu diulas oleh Majalah The Economist dalam artikel pada 22 Februari 2014 dengan judul “Capital Flow In Indonesia: Fragile No More”. The Economist yang secara tidak langsung mengapresiasi langkah BI dalam mengatasi gejolak ekonomi. Langkah BI menaikkan suku bunga lebih awal dianggap mampu meredam permintaan dan tidak menyebabkan resesi. Selain itu, depresiasi nilai tukar yang tidak direspons
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
BI secara agresif dianggap langkah tepat karena kurs yang melemah mem buat ekspor makin murah dan impor semakin mahal. Kondisi itu mengu rangi defisit transaksi berjalan sampai dengan 2% dari Produk Domestik Bruto pada akhir 2013. Pengakuan tidak hanya datang dari The Economist. Sebelumnya, media massa keuangan terkenal dunia, Financial Times, menobatkan BI sebagai bank sentral yang secara ahead of the curve paling mampu mengarahkan perekonomian dan pasar keuangan. BI dimasukkan dalam kelompok Bank Sentral yang disebut sebagai The Guiders. Sebagai pengarah dari pasar, BI dihormati atas kebi jakannya yang semakin market-friendly, serta stance moneter yang secara agresif diarahkan kepada siklus pengetatan sepanjang semester II tahun lalu. Pengakuan yang menggembirakan tersebut meru pakan hasil kerja keras bersama. Hal ini semoga menjadi motivasi bagi kita semua, untuk dapat berkiprah lebih baik lagi.
Dinamika
Program Sosial BI, Kail Bagi Pengungsi Sinabung
K
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah memberikan batuan program budidaya ikan lele menggunakan media drum kepada pengungsi Posko Tanjung Mbelang dan Tanjung Pulo.
antor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Wilayah IX Sumut dan Aceh menyalurkan bantuan tahap ketiga bagi korban erupsi Gunung Sinabung, Sumatera Utara. Hingga 6 Februari 2014, korban erupsi gunung tersebut 16 jiwa meninggal dunia dan memaksa 31.400 orang mengungsi. Para pengungsi telah menempati posko selama kurang lebih tiga bulan dan umumnya tidak memiliki kegiatan produktif. Beranjak dari hal terse but, KPw BI Wilayah IX menyerahkan bantuan tahap ketiga melalui Pro gram Sosial Bank Indonesia (PSBI), di Posko Media Center Kabanjahe, pada 8 Februari 2014. Bantuan diserahkan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah kepada perwakilan pengungsi di Posko Tanjung Mbelang dan Tanjung Pulo dengan total 352 kepala keluarga. Bantuan ini difokuskan pada upaya pemulihan psikologis dan produk tivitas seperti terapi trauma, peningkatan keterampilan bagi ibu-ibu dan remaja berupa pelatihan kerajinan dan rajutan, membuat aksesoris kristal, serta membuat kue/snack. Program produktif bagi pria adalah budidaya di bidang pertanian tanaman sayuran dan budidaya ikan lele menggunakan media drum. Kepedulian Bank Indonesia ini sangat dihargai masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Karo, dan mereka berharap kegiatan yang akan dilaksanakan bermanfaat secara optimal bagi mereka.
Kampoeng Organik Picu Kemandirian Petani antor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah mencanangkan kawasan Kampoeng Organik di Desa Bulupontu Jaya, Kabupaten Sigi. Kampoeng Organik adalah kawasan yang mensinergikan beberapa unsur pertanian secara terpadu, yakni peternakan, perikanan, penyediaan pupuk orga nik, termasuk penyediaan sumber energi terbarukan. Dalam pencanangannya 22 Januari, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulteng, Purjoko mengemukakan salah satu tujuan dari Kampoeng Organik meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan petani setempat. “Pertanian yang terintegrasi akan meningkatkan ketersediaan pupuk organik bagi petani, dan menghasilkan energi yang ter barukan, meningkatkan pendapatan kelompok petani, termasuk penyediaan produk hasil pertanian yang sehat melalui produksi tanaman organik tadi,” kata Purjoko pada pencanangan yang dihadiri oleh Gubernur Sulteng Longki Djanggola dan Bupati Sigi, Aswadin Randalembah di kawasan transmigrasi tersebut. Longki Djanggola, mengapresiasi langkah BI bersama sejum lah lembaga pertanian, akademisi dan pemerintah daerah, dengan menghadirkan sistem pertanian terpadu dalam satu kawasan kampung organik melalui pemberdayaan kelompok tani mandiri (Hipetanik). Seperti halnya pengembangan pertanian di Desa Sidondo III (binaan BI) yang berhasil meningkatkan produktivitas petani, Gubernur Sulteng meminta pengembangan pertanian terpadu melalui Kampung Organik dikembangkan di daerah lain di
GERAI INFO BANK INDONESIA
K
15
Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola dan Kepala Kantor Perwakilan BI Sulawesi Tengah Purjoko meninjau Kampoeng Organik.
provinsi tersebut. Jika keberhasilannya berkesinambungan dan menunjukkan perubahan signifikan bagi peningkatan produksi dan kesejahte raan masyarakat maka sudah selayaknya kawasan kampung organik ini direplikasi lebih luas. Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
Agar Turis Tak Cuma
Datang dan Pergi Kerisauan terhadap gencarnya serbuan budaya dari luar membuat beberapa desa di Bali mengembangkan konsep wisata berbasis komunitas. Upaya menjaga kearifan lokal, sekaligus memastikan manfaat ekonomi merembes sampai ke bawah.
P 16 GERAI INFO BANK INDONESIA
ulau Dewata dengan segala pesona dan eksotikanya telah lama identik dengan ingar-bingar dunia pariwisata. Saban hari penuh-sesak oleh pelancong, tak jarang nama Bali jauh lebih kondang ketimbang Indonesia. Tak sedikit yang mulai khawatir serbuan budaya pendatang itu pada gilirannya akan mengikis ciri kultural yang justru men jadi daya tarik unik mereka. Norma-norma yang dulu dipegang teguh bisa saja longgar dan kerisauan itulah yang mendorong mereka berpikir ulang tentang konsep pariwisata. Lalu, bagaimana cara mempertahankan kearifan lokal Bali dalam gilasan arus deras industri wisata? Datanglah ke Desa Penglipuran di Kabupaten Bangli. Berjarak sekitar 45 km, arah timur laut Denpasar, masyarakat yang bermukim di ke tinggian 700 meter dari permukaan laut itu bahu-mem bahu merancang konsep pariwisata community based tourism. Sejak dari pintu gerbang utama desa, kawasan yang dikelilingi hutan bambu dan perkebunan kopi itu tam pak nyata keunikannya. Deretan rumah-rumah beratap bilah bambu yang disusun dan berdinding gedek di kirikanan jalan memperlihatkan corak bangunan dan arsi tektur yang berbeda dari perkampungan lain di wilayah Bangli. Deretan rumah warga terbagi menjadi jejer Timur dan jejer Barat. Warga Penglipuran menyebut kearifan arsitektur ini dengan istilah “Tri Mandala” atau tiga ling karan atau kawasan fungsi. Bagian depan rumah diper cayai sebagai tempat suci, yang biasanya dilambangkan dengan tempat pemujaan, bagian tengah dan dapur sebagai tempat tinggal semua anggota keluarga, dan bagian belakang yang berfungsi sebagai kandang bagi
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
hewan peliharaan. Geliat pariwisata di Penglipuran secara langsung digerak kan oleh masyarakat di bawah lembaga bernama Kelompok Sa dar Wisata. Kedatangan tamu, akomodasi, konsumsi, dan paket atraksi dirancang melibatkan tokoh masyarakat, pemangku adat, anak-anak muda, hingga ibu-ibu rumah tangga. “Selama ini kami hanya melihat tamu-tamu yang datang dan pergi. Tapi sekarang, kami dapat berbicara langsung dan me nyiapkan segala macam kebutuhan mereka,” kata I Wayan Budi arta (33), anak muda Penglipuran yang saban hari mengurus ope rasional paket-paket wisata, dalam bincang-bincang pada suatu petang di Bale Banjar.
BI PEDULI
Wayan pula yang selama ini bertugas sebagai pemandu tamu, karena ia sarjana bahasa Inggris. Ia pun kini membimbing se jumlah rekannya untuk dipersiapkan menjadi pemandu, sebab kian hari jumlah pengunjung terutama wisatawan mancanegara semakin meningkat. Program sosial Bank Indonesia melengkapi fasilitas penginapan milik pemerintah desa itu dengan furniture, televisi, dan perangkat lain sebagai penunjang kenyamanan tamu. Ada pula 10 rumah war ga yang ditata sebagai penginapan, yang fasilitas pendukungnya juga dibantu oleh Bank Indonesia. Meski dari segi jumlah belum dapat dikatakan memadai, tamutamu yang menginap di Penglipuran menghidupkan aktivitas ekonomi warga setempat. Ibu-ibu rumah tangga berperan aktif dalam pelayanan makanan, para seniman mementaskan
“Selama ini kami hanya melihat tamu-tamu yang datang dan pergi. Tapi sekarang, kami dapat berbicara langsung dan menyiapkan segala macam kebutuhan mereka.”
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
17 GERAI INFO BANK INDONESIA
pertunjukan musik dan tari, sedangkan pengrajin dapat menjual produk cinderamata. “Untuk promosi, Bank Indonesia juga memberikan bantuan dalam bentuk brosur, penunjuk arah, bak sampah, dan kartu nama para pengelola paket wisata di sana, reservasi online,” kata I Nengah Moneng (55), pensiunan PNS yang dipercaya sebagai ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Penglipuran. Sejak Penglipuran ditetapkan sebagai desa wisata, kesadar an masyarakat untuk menjaga nilai kearifan lokal semakin kuat. Rumah beratap bambu dan berdinding gedek khas Bali semakin banyak jumlahnya, bahkan yang terlanjur membangun rumah permanen dengan arsitektur modern, tak segan mengemba likannya menjadi rumah khas Penglipuran. “Itulah yang sesung guhnya hendak kami capai. Kesadaran melestarikan nilai luhur warisan nenek moyang,” ujar I Nengah Moneng. Lain Penglipuran, lain pula dengan desa wisata Pinge di Kabupaten Tabanan. Masyarakat yang juga bermukim di datar an tinggi berhawa sejuk, lebih kurang 45 km di sebelah utara Denpasar itu menonjolkan keunikan desa mereka dengan semboyan Unique Accomodation. Kelompok Sadar Wisata yang dipimpin I Made Denayasa bekerja sama dengan agensi wisata My Bali Homestay dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Desa ini punya kuliner unik seperti kue Mbung Gdang dan juga berbagai paket wisata khas, seperti village tracking (berjalan keliling kampung) dan kesenian tari sakral Gebyok dan Leko yang ditampilkan sebagai atraksi menyambut tamu. Desa ini pun memiliki banyak seniman musik tradisional yang bukan saja dapat mempertontonkan pertunjukan, tapi juga memproduksi alat musik seperti Rindik dan Saxoflute. Rindik adalah sejenis instrumen perkusi dari bahan bambu, sedangkan Saxoflute sejenis alat musik tradisional yang merupakan kombi nasi antara seruling dan saksofon. Seniman musik I Wayan Sadriana (39) telah memproduksi alatalat musik semacam itu sejak lama. Selain bermain musik, dalam paket-paket wisata Desa Pinge, ia juga bisa memperlihatkan cara kerja pembuatan alat musik, bahkan mengajarkannya pada para pengunjung yang berminat. Sebagaimana bantuan fasilitas pendukung di Penglipuran, di Pinge pun Bank Indonesia mengarahkan programnya berupa kelengkapan penunjang seperti website, brosur, penunjuk arah, hingga fasilitas penyokong pekerjaan di kantor pengelola dan Bale Banjar, yang kerap dirancang sebagai ruang pertemuan un tuk pengunjung. Dukungan serupa diterima oleh Kelompok Sadar Wisata Desa Bedulu, Kabupaten Gianyar. Desa yang berjarak 5 km dari Ibukota Kabupaten Gianyar itu pun memiliki keunikan, seperti situs arkeologi Goa Gajah, Sarcophagi, dan relief Yeh Wulu. Dalam program Bank Indonesia di wilayah Provinsi Bali, ada 7 desa wisata yang menerima bantuan fasilitas pendukung, an tara lain; Penglipuran (Bangli), Bedulu (Gianyar), Pinge (Taba nan), Jasri (Karangasem), Budakeling (Karangasem), Blimbing sari (Jembrana), dan Pancasari (Buleleng). Untuk menentukan desa-desa yang layak masuk kategori sebagai desa wisata, Bank Indonesia bekerja sama dengan Bali Hotel Asociation (BHA).
KORIDOR
Kewenangan BI Tidak Berubah Dea, ibu muda karyawati sebuah perusahaan konsultan di Jakarta, kaget melihat tagihan kartu kredit yang diterimanya lewat surat elektronik. Tagihannya Oleh Rosmaya Hadi Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran
Rp25 juta, padahal selama ini rata-rata tagihan kartu kreditnya sekitar Rp7 juta. Setelah diteliti, ternyata Rp18 juta sisanya dilakukan oleh pihak lain untuk
S
18 GERAI INFO BANK INDONESIA
aat itu juga Dea menelepon call center bank penerbit kartu kredit untuk menyampaikan keluhan atas transaksi yang ti dak dilakukannya. Dia merasa tidak puas dengan respon dari call center yang hanya menginformasikan bahwa secara sistem, transaksi senilai Rp18 juta benar tercatat dan keluhannya itu akan diinvestigasi lebih lanjut. Ketidakpuasan Dea kembali berlanjut karena merasa di ping-pong oleh pihak bank penerbit saat menindaklanjuti permasalahannya. Dea lalu menyampaikan keluhannya kepada Bank Indonesia (BI), karena dia tahu bank sentral memiliki fungsi konsultasi dan fasilitasi. Akhir nya keluhan pemegang kartu kredit itu dapat diselesaikan melalui ke sepakatan antara pemegang kartu dengan bank penerbit kartu. Kasus di atas hanya satu contoh dari sekian banyak keluhan pengguna kartu kredit. BI juga sering menerima keluhan pengguna instrumen pembayaran non tunai lainnya, seperti kartu ATM, kartu debet, uang elektronik, atau cek dan bilyet giro. Penggunaan instrumen pembayaran non tunai dalam beberapa tahun terakhir memang berkembang pesat. Yang banyak diguna kan adalah alat pembayaran kartu (APMK), sepertikartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit. Penggunaan cek, bilyet giro, transfer kredit elektronik melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia juga masih banyak diguna kan untuk melakukan pembayaran. Instrumen pembayaran non tu nai yang paling mutakhir berkembang di masyarakat adalah uang elektronik. Selama 2013 rata-rata per hari transaksi menggunakan instru men pembayaran non tunai dan SKNBI mencapai Rp21,38 triliun. Seiring dengan meningkatnya aktivitas dari transaksi pembayaran menggunakan instrumen itu, muncul berbagai permasalahan yang dihadapi nasabah. Sebagai respons atas berbagai keluhan masyarakat, BI yang me miliki fungsi perlindungan konsumen akan membantu nasabah pengguna jasa sistem pembayaran menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Sejak berlakunya UU No. 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuang an (OJK), fungsi pengaturan dan pengawasan bank beralih kepada lembaga tersebut. Sejatinya, pengalihan tugas tersebut tidak terlalu berpengaruh pada tugas BI di bidang sistem pembayaran. Alasan nya, sebelum beralih maupun pasca pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan bank, tugas dan wewenang BI di bidang sistem pembayaran dalam UU BI tidak berubah. Dengan demikian, BI tetap memiliki peran sebagai Regulator, Operator dan Fasilitator di bidang sistem pembayaran, termasuk fungsi perlindungan kon
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
berbelanja online. sumen jasa sistem pembayaran. Adapun ruang lingkup perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran adalah perlindungan terhadap pengguna instrumen cek dan bilyet giro, APMK, uang elektronik, layanan transfer dana, serta penyediaan/penyetoran uang Rupiah, baik yang diseleng garakan oleh bank maupun lembaga selain bank. Melihat cakupan tersebut, sangat dimungkinkan adanya irisan permasalahan dalam hal permintaan informasi maupun pengaduan konsumen. BI dan OJK memiliki mekanisme koordinasi untuk menyelesaikan per masalahan yang beririsan, sehingga pengaduan masyarakat tetap dapat ditangani.
Penyelesaian akhir Sebagai Regulator di bidang sistem pembayaran, BI berwenang membuat peraturan dan kebijakan di bidang sistem pembayaran, termasuk aspek perizinan, pengawasan dan perlindungan kon sumen. Sementara sebagai Operator, BI merupakan penyelenggara sistem pembayaran dan penyelesaian akhir pembayaran (setelmen), baik untuk nilai di atas Rp500 juta atau bersifat urgent melalui Sistem BI-RTGS maupun nilai di bawah Rp500juta melalui SKNBI. Selanjut nya, peran BI sebagai Fasilitator adalah melakukan kegiatan fasilitasi terhadap industri sistem pembayaran, seperti pengembangan infra struktur setelmen transaksi sistem pembayaran ritel. Terkait kewenangan BI selaku pengawas sistem pembayaran, BI berwenang mengawasi sistem pembayaran baik yang diselengga rakan oleh BI maupun pihak selain BI. Sistem pembayaran yang diselenggarakan BI meliputi Sistem BI-RTGS, Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS), dan SKNBI, sedangkan yang diselenggarakan pihak selain BI meliputi penyelenggaraan APMK, uang elektronik, dan transfer dana. Pengawasan tersebut dilakukan melalui metode monitoring, asesmen maupun mendorong per ubahan (inducing change). Pasca pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan bank ke pada OJK, menuntut sinergi dan koordinasi BI dan OJK terkait tugas di bidang sistem pembayaran, seperti perizinan dan pengawasan sistem pembayaran, termasuk aspek perlindungan konsumen. Kondisi tersebut diperlukan agar tidak terjadi hambatan dalam pelaksanaan tugas yang memiliki persinggungan antara kedua lembaga. Dalam pemberian izin dan pengawasan penyelenggara sistem pembayaran, BI berkoordinasi dengan OJK dalam bentuk tukarmenukar informasi dan penyusunan pengaturan, sesuai dengan mekanisme koordinasi yang telah disepakati.
RILEKS
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 diperkirakan berada pada kisaran 5,5%-5,9% dengan sumber pertumbuhan yang lebih seimbang antara permintaan eksternal dan permintaan domestik. Permintaan eksternal diperkirakan terus membaik sehingga ekspor akan meningkat, sedangkan permintaan domestik masih moderat sehingga impor dan inflasi akan tetap terkendali. Dengan demikian, rasio defisit transaksi berjalan terhadap PDB diperkirakan akan menurun menjadi di bawah 3,0% dan laju inflasi diperkirakan akan berada pada kisaran sasaran 4,5%±1%.
Info Grafis
Prospek Ekonomi 2014 Pertumbuhan Ekonomi
5,5-5,9%
2014
Inflasi
4,5+1% Rasio Defisit Transaksi Berjalan terhadap PDB
<3%
Sumber: Bank Indonesia
KUIS Jawab pertanyaan di bawah ini dan dapatkan hadiah menarik dari Gerai Info Bank Indonesia: 1. Apa tujuan utama dari kebijakan makroprudensial? 2. Apa nama dusun, tempat dilaksanakannya Program Desa Mandiri Ekonomi yang diulas dalam Gerai Info edisi sekarang?
Tebak Kata 1. Pembiayaan 2. Aktiva 3. Inflasi 4. Angsur 5. Bank 6. Bunga 7. UMKM 8. Moneter 9. Progresif 10. Keuangan
Jawaban KUIS dan TEBAK KATA di email ke:
[email protected] paling lambat 30 Juni 2014. Di dalam subyek email cantumkan “Kuis” atau “Tebak Kata” Edisi 46 / 2014,” dan sertakan pula nama lengkap, alamat, profesi, dan nomor telpon yang dapat dihubungi. Pemenang akan diumumkan dalam Gerai Info Bank Indonesia edisi selanjutnya.
Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
19 GERAI INFO BANK INDONESIA
Carilah 10 istilah ekonomi pada rangkaian huruf yang disusun mendatar, menurun atau diagonal.
EKSPOSE
Komunitas Ekonomi Asean 2015
BI Perkuat Pondasi Makroekonomi Bank Indonesia (BI) menyiapkan sejumlah bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, terutama di sektor keuangan.
Hendar menilai strategi tersebut tepat dan berjalan secara efektif. Simpulan itu merujuk pada berbagai indikator yang menunjukkan bahwa bauran kebijakan yang telah diambil mulai menunjukkan hasil. Pertumbuhan ekonomi 2013 bisa tumbuh dengan tingkat yang lebih sehat sebesar 5,8%, cukup kuat untuk digunakan sebagai cushion aktivitas perekonomian. Tingkat inflasi telah kembali ke lintasan normal setelah meningkat tajam pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 2013. Inflasi Maret 2014 sebesar 7,23% year on year menunjukkan tren penurunan yang masih terus berlanjut. Pada sisi eksternal, defisit current account juga bergerak ke arah yang lebih sehat dan pada tingkat yang sustainable. Defisit neraca pada triwulan terakhir 2013 tercatat 1,98% dari produk domestik bruto (PDB), menurun dibandingkan posisi pada triwu lan sebelumnya sebesar 3,85% dari PDB. Kinerja perdagangan pun terus membaik. Neraca perdaga ngan Indonesia kembali mencatat surplus 0,79 miliar dolar AS pada Februari 2014, yang didukung surplus neraca perdagangan nonmigas. Pada akhirnya, fundamental perekonomian yang baik meng hasilkan dampak positif pada nilai tukar Rupiah. Pada akhir Maret 2014, Rupiah telah mengalami apresiasi 6,62% (year to date) dan premi credit default swap turun dari 233 bps pada Desember 2013 ke 178 bps. Seluruh indikator positif tersebut pada akhirnya telah mem bawa perekonomian Indonesia lepas dari kelompok the fragile five. Edisi 46 | 2014 | Tahun 5 | Newsletter Bank Indonesia
20 GERAI INFO BANK INDONESIA
S
tabilitas merupakan pondasi utama guna menciptakan daya saing nasional yang kompetitif, di antaranya untuk menghadapi implementasi Komunitas Ekonomi Asean pada 2015 mendatang. Hendar, Deputi Gubernur BI, mengatakan bahwa sebagai oto ritas moneter, BI senantiasa memantau kondisi ekonomi terkini. Bank Sentral juga selalu siap merespons berbagai tantangan yang tengah dan akan dihadapi di masa mendatang. Menurutnya, sektor keuangan memiliki fungsi penting se bagai katalisator pertumbuhan nasional, khususnya dalam peningkatan kapasitas perekonomian. Untuk menjaga stabilitas perekonomian, bauran kebijakan yang telah dihasilkan BI di antaranya adalah penaikan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 175 bps yang dimulai pada Juni 2013. BI Rate naik dari posisi 5,75% menjadi 7,5% dalam tiga tahap. Menurut Hendar, kebijakan terkait suku bunga ini meru pakan sebuah keputusan yang berorientasi jauh ke depan untuk mengelola ekspektasi inflasi. Kebijakan ini diambil saat emerging market lainnya bahkan belum melakukan pengetatan suku bunga. Dalam mengelola nilai tukar, BI membiarkan rupiah lebih fleksibel dengan nilai sesuai dengan faktor-faktor fundamental nya. BI juga memperkuat operasi moneter, kebijakan makro prudensial, serta melakukan pendalaman pasar keuangan untuk meredam gejolak dan potensi risiko di pasar keuangan baik global maupun domestik. Selain itu,Bank Sentral juga berupaya terus meningkatkan kualitas koordinasi dengan pemerintah.