Jurnal Bimbingan dan Konseling: Fitrah
Riset dan Inovatif Jurnal yang mengkhususkan untuk mempublikasikan hasil riset dalam bidang bimbingan dan konseling serta keilmuan pendidikan yang berwawasan inovatif. Terbit teratur dua kali dalam setahun pada bulan Maret dan Oktober.
PENANGGUNGJAWAB Dekan FKIP Universitas Lambung Mangkurat
PIMPINAN REDAKSI Ali Rachman, M.Pd
WAKIL PIMPINAN REDAKSI Nina Permata Sari, S.Psi, M.Pd
MITRA BESTARI Dr. Budi Purwoko, M.Pd (Universitas Negeri Surabaya)
DEWAN REDAKSI Muhammad Andri Setiawan, M.Pd Akhmad Sugianto, M.Pd Mubarak Al Qarni, S.Pd
ALAMAT PENYUNTING DAN PENERBIT Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat Alamat: Jl. Brigjend. H. Hasan Basry KP.87 Telp. (0511)6741015 Banjarmasin E-mail:
[email protected] Website: -
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH Riset dan Inovatif Volume 1 Nomor 2 Maret 2017, ISSN: 2541-6073
Pengembangan Instrumen Kecerdasan (Intelegensi) Akhmad Sugianto ............................................................................................................... 1-5 Hubungan Pola Asuh Demokratis dan Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Prososial pada Siswa Kelas X SMA Negeri 11 Banjarmasin Sulistiyana .......................................................................................................................... 6-14 Studi Evaluasi Program Layanan Konseling Kelompok Menggunakan Model CSE-UCLA di SMA Negeri 1 Mandastana Kabupaten Barito Kuala Akhmad Gazali, Ririanti Rachmayanie. J dan Karyono Ibnu Ahmad ............................... 15-23 Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Persepsi Perilaku Seks Bebas Dikalangan Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Unlam Banjarmasin Lutfi Nur Affandi, Ririanti Rachmayanie. J dan Sulistiyana .............................................. 24-29 Maksimalisasi Fungsi Layanan Bimbingan dan Konseling untuk Menciptakan Kesejahteraan Siswa (Student Well-Being) di Sekolah Muhammad Arsyad ........................................................................................................... 30-37
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
PENGEMBANGAN INSTRUMEN KECERDASAN (INTELEGENSI)
Akhmad Sugianto, M.Pd1
[email protected] Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRAK Intelegensi merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang yang menggambarkan intelegensi sebagai suatu yang fungsional, untuk melihat apakah seseorang cukup intelegen atau tidak, dapat diamati dari cara dan kemampuannya untuk mengubah dan melakukan suatu tindakan. setiap individu memiliki intelegensi yang berbedabeda yang dapat dilihat dan diukur menggunakan instrument yang baku. Dalam hal ini saya mencoba mengembangkan instrument kecerdasan tersebut dengan merujuk kepada sebuah teori Howard Gardner yaitu teori Multiple Intelegence. Tujuan dari pengembangan instrument kecerdasan adalah agar siswa mampu memahami dan mengenal kemampuan yang dimilikinta serta bertanggung jawab terhadap kemampuan atau potensi yang dimilikinya. Adapun sasaran dari pengguna instrument ini adalah siswa-siswi di sekolah menengah atas. Berdasarkan studi literature bahwa instrument kecerdasan mampu mengungkap potensi yang ada dalam diri siswa dan siswa mampu mengenal serta memahami dirinya supaya dapat bertanggung jawab terhadap potensi yang dimilikinya pada siswa di SMA. Kata Kunci: pengembangan instrumen, kecerdasan
dilihat dan diukur menggunakan instrument yang
PENDAHULUAN Inteligensi dapat diartikan ekspresi dari tingkat k emampuan individu pada satu
baku. Dalam hal ini saya mencoba mengembangkan
waktu
instrument kecerdasan tersebut dengan merujuk
tertentu dalam hubungan dengan norma usia tertentu
kepada sebuah teori Howard Gardner yaitu teori
rut Thomas R. Hoerr (2007: 35) intelegensi
Multiple Intelegence.
merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang terus
Teori kecerdasan majemuk diusulkan oleh
berkembang sejalan dengan proses kematangan
Howard Gardner pada 1983. Teori ini muncul
seseorang yang menggambarkan intelegensi sebagai
berdasarkan pengamatan Gardner, yang melihat
suatu yang fungsional, untuk melihat apakah
bahwa seorang anak di sekolah, dengan prestasi
seseorang cukup intelegen atau tidak, dapat diamati
akademik yang menonjol, tidak kemudian secara
dari cara dan kemampuannya untuk mengubah dan
otomatis dikatakan lebih pintar, dibandingkan
melakukan suatu tindakan. Sedangkan menurut
dengan anak yang terlihat susah payah mengikuti
Howard Gardner (2006: 54) kecerdasan adalah
pelajaran sekolah dan lebih banyak menghabiskan
kemampuan untuk memecahkan dan menyelesaikan
waktu untuk bermain atau berolahraga. Intelligence,
masalah dan menghasilkan produk mode yang
particularly as it is traditionally defined, does not
merupakan konsekuensi dalam suasana budaya atau
sufficiently encompass the wide variety of abilities
masyarakat tertentu. Berdasarkan pengertian dari
humans display. Menurutnya kepandaian anak tidak
para ahli di atas menunjukan bahwa setiap individu
dapat semata-mata dilihat dari prestasinya di
memiliki intelegensi yang berbeda-beda yang dapat
sekolah. Anak yang tertinggal pelajarannya di
1
Dosen tetap program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat
1
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
sekolah mungkin menonjol pada area kecerdasan
Hasil penelitian Ernawulan Syoidah dkk (2014)
lain. Misalnya saja olahraga, musik atau seni.
menyatakan
bahwa
pengembangan
instrument
Howard Gardner dalam bukunya The Theory of
kecerdasan dapat membantu siswa dalam mengenal
Multiple Intelegence mengusulkan Sembilan macam
gaya belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian
komponen kecerdasan yang disebutnya dengan
tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan
Multiple Intelegence (intelegensi ganda). Intelegensi
instrument kecerdasan masih dirasa perlu dalam
ganda tersebut meliputi: a). Kecerdasan Linguistik-
membantu siswa disekolah.
Verbal; b). Kecerdasan Logiko-Matematik; b). Kecerdasan Spasial-Visual; c). Kecerdasan Ritmik-
DESKRIPSI MASALAH
Musik; d) Kecerdasan Kinestetik; e). Kecerdasan
Howard Gardner (2006: 54) kecerdasan adalah
Interpersonal; f). Kecerdasan Intrapersonal; g).
kemampuan untuk memecahkan dan menyelesaikan
Kecerdasan Naturalis; h). Kecerdasan Eksistensial
masalah dan menghasilkan produk mode yang
Mengingat banyaknya komponen kecerdasan
merupakan konsekuensi dalam suasana budaya atau
yang di sebutkan oleh Howard Gardner dan
masyarakat tertentu. Intelegensi merupakan sisi
didukung dengan latar belakang peserta didik
tunggal dari karakteristik yang terus berkembang
disekolah yang berbeda-beda dan mempunyai
sejalan dengan proses kematangan seseorang yang
kecerdasan
yang
menggambarkan intelegensi sebagai suatu yang
instrument
kecerdasan
berbeda
sudah
seyogiyanya dengan
fungsional, untuk melihat apakah seseorang cukup
kepentingan untuk memberikan sudut pandang baru
intelegen atau tidak, dapat diamati dari cara dan
terhadap
kemampuannya untuk mengubah dan melakukan
kecerdasan
dikembangkan
peserta
didik
dan
mengidentifikasi kecerdasan secara universal, oleh
suatu tindakan.
karena itu saya merasa perlu mengembangkan istrumen
tersebut.
Instrument
yang
Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas
akan
menunjukan
bahwa
setiap
individu
memiliki
dikembangkan dalam hal ini adalah instrument
intelegensi yang berbeda-beda yang dapat dilihat
kecerdasan Linguistik-Verbal, Kecerdasan Logiko-
dan diukur menggunakan instrument yang valid &
Matematik dan Kecerdasan Spasial-Visual.
reliabel (Hembleton dkk, 2005: 95).
Tujuan
dari
pengembangan
instrument
kecerdasan adalah a). mengetahui potensi yang ada
METODE
pada dirinya peserta didik mampu mengembangkan
Rancangan penelitian ini adalah pengembangan
potensi tersebut; b). membantu peserta didik untuk
instrument kecerdasan dengan tahapan penmelitiasn
mampu mengembangkan berbagai aspek dalam
pengembangan
dirinya; c). membantu peserta didik menggali dan
responden
mengenali kemampuan yang ada dalam dirinya. d).
kecerdasan adalah siswa-siswi Sekolah Menengah
eningkatkan rasa tanggung jawab dan disiplin
Atas (SMA). Bentuk soal yang dikembangkan dalam
terhadap potensi yang dimiliki perserta didik; e).
tes kecerdasan ini berupa tes pengetahuan dasar, tes
membantu peserta didik dalam pemahaman dan
pemahaman, tes aritmatika, tes logika matematis, tes
penerimaan dirinya sendiri (Borsboom, 2005: 34).
verbal dan tes gambar. Ruang lingkup penggunaan
(Sugiyono,
yang
akan
2010: diberikan
56)
dengan
instrument
Aspek yang diukur dalam instrument ini adalah
instrument ini adalah pelajar SMA. Instrumen yang
merujuk kepada beberapa multiple intelegensi yaitu
sudah dibuat sebanyak 30 item yang terdiri atas
Kecerdasan
kecerdasan
bentuk soal diatas diujicobakan kepada siswa di
Linguistik-Verbal, dan Kecerdasan Spasial-Visual.
MAN 1 JEMBER kelas XI IPS 1 dan XI IPA 1. Data
Logiko-Matematik,
2
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
hasil ujicoba akan di analisis dengan menggunakan
KETERANGAN:
KETERANGAN:
a). tingkat kesukaran butir; b). uji daya beda; c). uji
SC: Sedang-Cukup
A: Diambil
distraktor; d). validitas; e). reliabilitas dan f).
SB: Sedang-Baik
T: Tidak Diambil
bivariate correlation. Pengambilan keputusan butir
MB: Mudah-Baik
soal berdasarkan hasil analisis data tersebut dan di
MJ: Mudah-Jelek
cocokan dengan kriteria kualitas butir soal dari
MC: Mudah-Cukup
Howard Gardner. Kecerdasan menurut Howard Gardner adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah dan
PEMBAHASAN Sebelum
mendapatkan
tabel
pengambilan
menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya
keputusan, instrument yang sudah dibagikan kepada
atau suatu kumpulan kemampuan atau ketrampilan
kelompok terbatas di analisi dengan tahapan:
yang
a. Tingkat kesukaran butir soal
multiple intelegence (kecerdasan majemuk) adalah
b. Uji daya beda
kecerdasan yang dimiliki oleh tiap individu lebih
c. Distraktor
dari satu macam. Menurut Howard Gardner setiap
d. Kriteria kualitas butir soal
individu delapan jenis kecerdasan di dalam dirinya
e. Validitas dan reliabilitas
yang
f.
intelligence).
Korelasi sederhana (Adi Atmoko, 2012: 6-45)
dapat
disebut
ditumbuhkembangkan.
kecerdasan
majemuk
Sedangkan
(multiple
Konsep multiple intelligence menurut Gardner
Perbandingan Hasil Tingkat Kesukaran Katagori dan Uji Daya Beda 1 SC A 2 SC A 3 SC A 4 SB A 5 SC A 6 SB A 7 SC A 8 SB A 9 SC A 10 SC A 11 SC A 12 SB A 13 SC A 14 MB A 15 MJ T 16 SB A 17 SC A 18 SB A 19 MC T 20 MC T 21 MB T 22 SC A 23 SC A 24 SC A 25 SC A 26 SC A 27 SB A 28 SC A 29 SC A 30 SB A Tabel 1 Tabel Pengambilan Keputusan
Nomor Butir Soal
(1983) dalam bukunya Frame or Mind: The Theory of
Multiple
Intelligences
ada
delapan
jenis
kecerdasan yang dimiliki setiap individu. Delapan jenis kecerdasan ini, setiap individu mengakses informasi yang akan masuk ke dalam dirinya. Berdasarkan uraian di atas, menurut pandangan teori tes klasik secara empiris mutu butir soal ditentukan oleh statistik butir soal yang meliputi: tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas distraktor. Menurut statistik butir, kualitas butir soal secara keseluruhan dapat dikategorikan sebagai berikut: Katagori Baik
Kriteria Penilaian Apabila (1). Tingkat kesukaran 0,25 ≤ p ≤ 0,75, (2). Korelasi biserial butir soal ≥ 0,40 dan (3). Korelasi
biserial
alternatif
jawaban
(distraktor)
bernialai
negatif. Revisi
Apabila (1). Tingkat kesukaran p < 0,25 atau p > 0,75 tetapi korelasi biserial butir ≥ 0,40 dan
3
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
korelasi
biserial
yang
distraktor
bisa
dipergunakan
untuk
Tingkat
mengukur aspek yang merujuk kepada beberapa
kesukaran 0,25 ≤ p ≤ 0,75 dan
multiple intelegensi yaitu Kecerdasan Logiko-
korelasi biserial butir soal ≥ 0,40
Matematik,
tetapi ada korelasi biserial pada
Kecerdasan Spasial-Visual dengan kualitas butir soal
distraktor yang bernilai positif,
yang
(3). Tingkat kesukaran 0,25 ≤ p ≤
dikembangkan ini masih tidak baku walapun beguti
0,75 dan korelasi biserial butir
untuk penggunaannya sudah bisa dipertanggung
soal antara 0,20 sampai 0,30
jawabkan karena tahapa pengembangan instrument
tetapi korelasi distraktor bernilai
ini menggunakan uji kelompok terbatas serta analisis
negatif selain kunci atau tidak ada
soal yang sistematis.
yang lebih besar nilainya dari
Saran
bernilai
negatif,
(2).
kecerdasan
baik.
Linguistik-Verbal,
Instrumen
kecerdasan
dan
yang
Mengingat banyaknya komponen kecerdasan
kunci jawaban. Tidak Baik
dikembangkan
Apabila (1). Tingkat kesukaran p
yang di sebutkan oleh Howard Gardner dan
< 0,25 atau p > 0,75 dan ada
didukung dengan latar belakang peserta didik di
korelasi biserial pada distraktor
sekolah
bernilai positif,
Korelasi
kecerdasan
yang
biserial butir soal < 0,20, (3).
instrument
kecerdasan
Korelasi biserial butir soal < 0,30
kepentingan untuk memberikan sudut pandang baru
dan korelasi biserial distraktor
terhadap
bernilai positif.
mengidentifikasi kecerdasan secara universal, oleh
(2).
yang
berbeda-beda berbeda
kecerdasan
dan
mempunyai
sudah
seyogyanya
dikembangkan
peserta
dengan
didik
dan
Tabel 2 Klasifikasi Kualitas Butir Soal
karena itu diharapkan kepada pembaca artukel ini
(George & Maria, 2006: 360)
dan pengembang instrument selanjutnya dapat mengambangkan dikembangkan
Berdasarkan tabel klasifikasi kualitas dalam
instrument sesuai
Howard Gardner.
pengambilan keputusan butir soal yang valid dan reliabel bahwa butir soal yang dapat diambil dalam katagori baik adalah butir soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29 dan 30. Sedangkan butir soal yang tidak diambil dan perlu direvisi adalah butir soal nomor 15, 19, 20, dan 21.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil tes uji coba lapangan dengan menggunakan analisis butir soal yaitu tingkat kesukaran butir soal, uji daya beda, distraktor (pengecoh), criteria kualitas butir soal, validitas, reliabilitas dan korelasi sederhana sampai dengan pengambilan menunjukkan hasil bahwa isntrumen
4
dengan
yang kecerdasan
belum dari
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
DAFTAR PUSTAKA
Atmoko, A. (2012). Bahan Ajar MataKuliah Desain Dan Analisis Data. Malang: Universitas Negeri Malang Program Pascasarjana. Borsboom, Denny. (2005). Measuring The Mind: Conceptual Issues In Contemporary Psychometrics. UK: Cambridge University Press. Domino, George & Domino Marla, L. (2006). Psychological Testing An Introduction. UK: Cambridge University Press. Gardner, Howard. (1983). Frame or Mind: The Theory of Multiple Intelligences. USA: Cambridge University Press. Hembleton, Ronald K, dkk. (2005). Adapting Educational and Psychological Tests for Cross-Cultural Asessment. London: Lawrence Erlbaum Associates Publisher. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
5
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 11 BANJARMASIN
Sulistiyana, S.Pd, M.Pd1
[email protected] Universitas Lambung Mangkurat ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya hubungan antara pola asuh demokratis dengan perilaku prososial, kecerdasan emosional dengan perilaku prososial, serta pola asuh demokratis dan kecerdasan secara bersamasama dengan perilaku prososial pada siswa kelas X SMA Negeri 11 Banjarmasin. Penelitian ini merupakan penelitian metode kuantitatif dengan jenis korelasi. Jumlah populasi penelitian adalah 250 orang dengan sampel 75 siswa SMA Negeri 11 Banjarmasin yang berada pada rentang usia remaja tengah (15-17 tahun). Teknik penarikan sampel menggunakan simple random sampling. Analisis peneitian menggunakan analisis regresi untuk menganalisis hubungan masingmasing variabel X1 dengan Y dan X2 dengan Y, serta hubungan variabel X1 dan X2 dengan Y secara bersama-sama. Hasil analisis regresi menggunakan SPSS versi 17.0 menunjukan nilai koefisien F = 18,581 > F tabel = 3,314 dan nilai R = 0,609, yang artinya terdapat hubungan dengan kategori kuat antara pola asuh demokratis dan kecerdasan emosional secara bersama-sama dengan perilaku prososial pada siswa kelas X SMA Negeri 11 Banjarmasin. Sumbangan efektif kedua variabel bebas terhadap variabel terikat ditunjukan dari nilai R2 = 0,371 yang artinya variabel pola asuh demokratis dan kecerdasan emosional secara bersama-sama memberikan peranan sebesar 37,1% terhadap perilaku prososial.
Kata Kunci: pola asuh demokratis, kecerdasan emosional, perilaku prososial, remaja tengah
yang menolong (Baron & Byrne, 2005: 93). Perilaku
PENDAHULUAN Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak
prososial mempunyai manfaat baik bagi individu
dapat lepas dari hubungan dengan manusia lainnya.
yang menolong maupun yang ditolong. Salah
Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain
satunya adalah pendapat Caprara & Bonino (Caprara
yang di dalamnya terdapat hubungan timbal balik
& Steca, 2007: 233) bahwa perilaku prososial
antar individu. Hal ini sesuai dengan yang
memiliki peranan penting di sepanjang kehidupan,
dikemukakan oleh Faturochman (2006 : 23) bahwa
terutama dalam hal meningkatkan penerimaan akan
setinggi apapun kemandirian seseorang, pada saat-
kebersamaan dan dukungan serta menjaga hubungan
saat tertentu dia akan membutuhkan orang lain
yang positif dengan orang lain. Artinya, perilaku
dalam menjalani
dalam
prososial dapat dikatakan sebagai cara atau media
keluarga,
untuk membangun interaksi yang baik dengan orang
kehidupan
hidup,
lingkungan
baik
di
terkecil,yaitu
lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat sekitar,
lain.
maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas. Perilaku
adalah
suatu
Batson,
Fortenbach,
&
McCarthy
tindakan
(Dayakisni & Hudaniah, 2006: 176) menyatakan
menolong yang menguntungkan orang lain tanpa
bahwa perilaku prososial mempunyai maksud untuk
harus memberikan suatu keuntungan langsung pada
menyokong kesejahteraan orang lain, sehingga
orang yang melakukan tindakan tersebut dan
dengan demikian kedermawanan, persahabatan,
mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang
kerjasama,
1
prososial
Fulzt,
menolong,
menyelamatkan,
Sekretaris program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat
6
dan
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
pengorbanan merupakan bentuk-bentuk prososial.
perkelahian antar pelajar sangat memprihatinkan
Sikap-sikap yang merupakan bentuk-bentuk perilaku
semua pihak. Mereka akan merasa canggung dan
prososial tersebut secara nyata diajarkan dalam
takut ditolak oleh pergaulan baik teman sebaya
kehidupan pendidikan di sekolah, sehingga seluruh
maupun orang dewasa. Kebanyakan para remaja
komponen pendidikan di sekolah baik guru pengajar,
mengekpresikan perasaanya dengan emosi yang
guru BK, sampai pasa siswa dapat menerapkan
meluap-luap
perilaku tersebut.
pergaulan sosial.
Dinamika hubungan
antar individu
dalam
menanggapi
situasi-situasi
dalam
Hal ini didukung oleh hasil studi pendahuluan
masyarakat tentunya akan terus terjadi. Perilaku
yang peneliti lakukan berupa wawancara dengan
yang dimunculkan oleh individu yang satu akan
seorang Guru BK di SMA Negeri 11 Banjarmasin
dapat menimbulkan respon perilaku dari individu
pada tanggal 2 April
lain. Hubungan antar individu dalam kehidupan
wawancara, didapat gambaran bahwa siswa kelas X
sosial ini merupakan sebuah interaksi sosial. Namun,
cenderung
fenomena yang terjadi di masyarakat menunjukkan
interpersonal, diantaranya adalah; terjadi beberapa
hal yang jauh berbeda. Saekoni (dalam Sabiq &
kali perkelahian antar siswa di sekolah dalam satu
Djalali, 2012: 53) menyatakan bahwa masalah-
semester. Kemudian, beberapa kali juga ditemukan
masalah sosial di negeri ini terlalu komplek, satu hal
siswa yang membolos pada saat jam pelajaran
yang paling esensial
meskipun telah disosialisasikan dan diterapkan
adalah
hilangnya sikap
2015. Berdasarkan hasil
mengalami
jelas.
Selain
permasalahan
prososial seperti gotong royong, toleransi diantara
peraturan
orang, dan kurangnya kepekaan antar sesama.
pengamatan kelas yang dilakukan Guru BK tersebut
Hilangnya sikap prososial, yang termanifestasi
yang
berbagai
itu,
menurut
selama mengajar mata pelajaran pengembangan diri,
dalam perilaku individu ini tidak hanya terjadi di
kadang
masyarakat
dunia
berkontribusi dalam kerja kelompok atau dengan
pendidikan di sekolah yang terlihat dari perilaku
kata lain enggan menolong kawan-kawannya saat
para siswa. Status siswa, dalam hal ini siswa sekolah
kerja kelompok.
umum,
tetapi
juga
dalam
menengah, secara umum berada pada rentang usia remaja. Terdapat suatu hal
dijumpai
siswa
yang
enggan
untuk
Berdasarkan fakta yang dijelaskan sebelumnya,
kontradiktif yang
dapat dikatakan bahwa para siswa yang tergolong
berhubungan dengan perilaku prososial yang terjadi
dalam
pada saat individu berada pada masa remaja. Masa
permasalahan perilaku prososial. Padahal, menurut
remaja, yang dimulai dari usia 12 hingga 21 tahun
Dovidio dkk. (dalam Taufik, 2012: 128), perilaku
merupakan masa badai dan stres (Hurlock dalam Ali
menolong atau prososial itu sangat sederhana, yaitu
& Asrori, 2011: 9).
sepanjang seseorang dapat meningkatkan kondisi
Pada
ini,
sedang
mengalami
dan
(dalam Dovidio dkk., 2006 ; Taufik, 2012 : 128)
membingungkan serta harapan masyarakat yang
juga menjelaskan bahwa perilaku menolong dapat
menginginkan mereka melakukan peran dewasa,
berbentuk hal-hal kecil (casual helping), seperti
sementara
meminjami pensil kepada teman di sekolah atau
mereka
yang
tekanan
ini
orang lain atau menjadikannya lebih baik. McGuire
sosial
terdapat
remaja
berupa
perubahan
masa
usia
begitu
belum
cepat
matang
secara
psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut
menunjukkan alamat seseorang.
membuat remaja cenderung berperilaku
Sekolah merupakan tempat individu menerima
membolos saat jam sekolah, berkelahi, menyontek,
pendidikan. Pendidikan menurut UUD nomor 20
tawuran
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
atau
bullying.
Selain
itu
berbagai
7
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
pada Bab I pasal 1, yaitu: “Pendidikan adalah usaha
asumsi luas hingga metode-metode rinci dalam
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
pengumpulan analisis data (Creswell, 2010:3).
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
Rancangan pada dasarnya merupakan keseluruhan
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
proses pemikiran dan penentuan matang tentang hal-
memiliki kekuatan spiritual
keagamaan,
hal yang akan dilakukan. Ia merupakan landasan
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
berpijak, serta dapat pula dijadikan dasar penilaian
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
baik oleh peneliti itu sendiri ataupun orang lain
masyarakat,
terhadap kegiatan penelitian. Rancangan penelitian
bangsa
dan
negara”.
Sekolah
merupakan pengorganisir pusat pengalaman dalam
bertujuan
untuk
kehidupan
terhadap
semua
sebagian
besar
remaja.
Sekolah
memberi langkah
pertanggungjawaban yang
akan
diambil
menawarkan peluang untuk belajar informasi,
(Margono, 2014 : 100). Rancangan penelitian ini
menguasai keterampilan baru, dan menajamkan
disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu untuk
keterampilan yang sudah ada, seperti berpartisipasi
mengkaji hubungan antara dua variabel bebas yaitu
dalam olahraga, seni dan aktivitas lain, serta tempat
pola asuh demokratis dan kecerdasan emosional
berkumpul bersama teman. Sekolah juga meluaskan
dengan variabel terikat yaitu perilaku prososial.
intelektual dan sosial. Meski
begitu, faktanya
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi,
sebagian remaja merasakan sekolah bukan sebagai
suatu penelitian yang bertujuan menyelidiki sejauh
peluang, melainkan sebagai rintangan menuju masa
mana variasi pada satu atau lebih variabel berkaitan
dewasa (Papalia, Olds, & Feldman., 2011: 231).
dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain,
Inilah yang dapat membuat remaja berperilaku yang
berdasarkan koefisien korelasi. Dengan penelitian
kurang tepat atau negatif di sekolah.
korelasional, pengukuran terhadap beberapa variabel
Berdasarkan konsep teoritis dan uraian diatas
serta saling-hubungan diantara diantara variabel-
maka peneliti berkesimpulan bahwa masih banyak
variabel tersebut dapat dikatakan serentak dalam
permasalahan yang terjadi dalam dunia remaja,
kondisi yang realistik. Selain itu, peneliti juga dapat
khususnya remaja tengah yang berkaitan dengan
memperoleh informasi mengenai taraf hubungan
perilaku prososial. Penelitian
penting
yang terjadi, bukan mengenai ada-tidaknya efek
dilakukan karena perilaku prososial remaja yang
variabel satu terhadap variabel yang lain (Azwar,
terjadi pada kelas X di SMA Negeri 11 Banjarmasin
2013 :8-9)
ini
perlu diteliti untuk mendapatkan solusi dengan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
penelitian secara keilmuan yang dipengaruhi oleh
adalah kuantitatif. Kuantitatif adalah suatu proses
pola asuh orang tua dalam hal ini demokratis yang
menemukan pengetahuan yang menggunakan data
mendukung
prososial
berupa angka sebagai alat menemukan keterangan
remaja (siswa kelas X SMA Negeri 11 Banjarmasin)
mengenai apa yang ingin kita ketahui. Pada
dan kecerdasan emosi mereka, dengan asumsi
umumnya penelitian kuantitatif dapat dilaksanakan
bahwa semakin
emosional
juga sebagai penelitian pemerian atau penelitian
perilaku prososial siswa semakin
deskriptif. Penelitian kuantitatif dapat pula berupa
siswa
berkembangnya
maka
tinggi
perilaku
kecerdasan
berkembang dengan baik.
penelitian
hubungan
atau
penelitian
penelitian
kuasi-eksperimental,
dan
korelasi, penelitian
eksperimental (Margono, 2014: 105-106).
METODE Rancangan penelitian merupakan rencana dan
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang
prosedur penelitian yang meliputi: dari asumsi-
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti
8
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
untuk
dipelajari
tentang
hal
sehingga
diperoleh
tersebut,
demokratis dengan perilaku prososial yang memiliki
informasi
kemudian
ditarik
arah
kesimpulannya (Sugiyono, 2011 : 38-39). Variabel
bebas
mempengaruhi
atau
adalah
variabel
yang
menjadi
hubungan
positif,
sehingga
pola
asuh
demokratis berhubungan positif dengan perilaku yang
prososial dan hubungan ini berlaku untuk poopuasi
sebab
penelitian. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pola asuh
perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Kedua
demokratis berhubungan positif dengan perilaku
variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi
prososial
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
siswa
kelas
X
SMA
Negeri
11
Banjarmasin.
bebas. Dalam penelitian ini, terdapat tiga variabel Hasil analisis yang telah dijelaskan sebelumnya
yang digunakan, yaitu pola asuh demokratis,
didukung oleh hasil penelitian Cahyono (2009 : 81)
kecerdasan emosional dan perilaku prososial.
yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa
pola asuh demokratis orang tua dengan perilaku
kelas X SMA Negeri 11 Banjarmasin yang
prososial pada remaja usia antara 14 – 17 tahun.
berjumlah 250 orang. Peneliti mengambil 30% dari
Hasil penelitian ini menemukan bahwa semakin
jumlah populasi sebagai sampel, yaitu kurang lebih
tinggi pola asuh demokratis yang diberikan orang
75
ini
tua, maka semakin tinggi pula perilaku prososial
menggunakan sampel acak sederhana atau simple
remaja. Selain itu, Cochran & Bo (1989 dalam
random sampling yang termasuk dalam probability
Twenge dkk., 2007) serta Romig & Bakken (dalam
sampling.
Twenge dkk., 2007) menyatakan bahwa anak-anak
orang.
Teknik
penarikan
sampel
dan remaja yang berasal dari keluarga yang padu dan memiliki sumber dukungan lain dari orang
PEMBAHASAN
dewasa lebih memungkinkan berperilaku peduli dan
Hubungan antara Pola Asuh Demokratis dengan
prososial.
Perilaku Prososial Siswa Kelas X SMA Negeri 11 Banjarmasin
padu
atau
kohesif
mengasuh dan membimbing anak dengan cinta,
dengan perilaku prososial sebesar 0,437. Jika
perhatian, kebijaksanaan, imajinasi, pengampunan,
berdasar pada pendapat Sugiyono (2007 dalam
dan kasih sayang sebagai manifestasi dari jiwa
Priyanto, 2008 : 54), maka nilai koefisien korelasi
spiritual orang tua (Safitri, 2007 : 20).
berada pada rentang sedang. Hal ini menunjukkan terdapat
yang
yang demokratis, yang salah satu cirinya adalah
Nilai koefisien korelasi pola asuh demokratis
bahwa
Keluarga
merupakan salah satu hasil dari pola asuh orang tua
hubungan
antara
pola
Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan
asuh
Perilaku Prososial Siswa Kelas X SMA Negeri 11
demokratis dengan perilaku prososial pada siswa
Banjarmasin
kelas X SMA Negeri 11 Banjarmasin, sehingga Ho
Nilai koefisien korelasi kecerdasan emosional
ditolak dan Ha diterima. Adapun arah hubungan
dengan
antara pola asuh demokratis dengan perilaku
perilaku
prososial sebesar0,604. Jika
berdasar pada pendapat Sugiyono (2007 dalam
prososial ini bernilai positif, sehingga semakin tinggi
Priyanto, 2008 : 54), maka nilai koefisien korelasi
nilai pola asuh demokratis, maka semakin tinggi
berada pada kategori kuat. Hal ini menunjukkan
juga perilaku prososial.
bahwa
Kemudian, berdasarkan tahap-tahap uji t yang
terdapat
hubungan
antara
kecerdasan
emosional dengan perilaku prososial pada siswa
telah diuraikan untuk mengetahui signifikansi
kelas X SMA Negeri 11 Banjarmasin, sehingga Ho
hubungan antara pola asuh demokratis dengan
ditolak dan Ha diterima. Adapun arah hubungan
perilaku prososial, didapatkan kesimpulan bahwa
antara
ada
prososial ini bernilai positif, sehingga semakin tinggi
hubungan
signifikan
antara
pola
asuh
9
kecerdasan
emosional
dengan
perilaku
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
nilai kecerdasan emosional, maka semakin tinggi
sumbangan peranan variabel bebas (pola asuh
juga perilaku prososial.
demokratis dan kecerdasan emosional) terhadap
Kemudian, berdasarkan tahap-tahap uji t yang
variabel terikat (perilaku prososial) pada siswa kelas
telah diuraikan untuk mengetahui signifikansi
X SMA Negeri 11 Banjarmasin sebesar 37,1%.
hubungan antara kecerdasan emosional dengan
Interpretasi lainnya adalah variasi variabel bebas
perilaku prososial, didapatkan kesimpulan bahwa
yang digunakan dalam model penelitian mampu
ada
kecerdasan
menjelaskan sebesar 37,1% variasi variabel terikat,
emosional dengan perilaku prososial yang memiliki
sedangkan sisanya sebesar 62,9% dijelaskan oleh
arah
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model
hubungan
signifikan
hubungan
positif,
antara
sehingga
kecerdasan
emosional berhubungan positif dengan perilaku
penelitian ini.
prososial dan hubungan ini berlaku untuk poopuasi penelitian.
Jadi,
dapat
disimpulkan
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan
bahwa
sebelumnya, didapatkan bahwa Ho ditolak dan Ha
kecerdasan emosional berhubungan positif dengan
diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat
perilaku prososial siswa kelas X SMA Negeri 11
hubungan
Banjarmasin.
kecerdasan emosional secara bersama-sama dengan
Hasil analisis yang telah dijelaskan sebelumnya
antara
pola
asuh
demokratis
dan
perilaku prososial pada siswa kelas X SMA Negeri
diperkuat oleh hasil penelitian Hanana (2015: 140)
11 Banjarmasin.
yang menemukan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku prososial
Jika dilakukan pembahasan secara lebih dalam,
pada rentang usia remaja. Selain itu, Caprara dan
pola asuh demokratis yang diberlakukan orang tua
Steca (2007: 222) mengatakan bahwa perilaku
kepada anak sejak dini dapat dianggap paling tepat.
prososial,
seperti
peduli
dan
menolong,
Terdapatnya
erat
kaitannya dengan kemampuan untuk mengendalikan
mengatakan
bahwa
mengendalikan
orang
tua,
tua dan anak, serta kehangatan dan kasih sayang
emosi. Salovey (dalam Triatna & Kharisma, 2008 : 7)
keterbukaan
memungkinkannya musyawarah verbal antara orang yang dilimpahkan orang tua kepada anak akan
atau
berdampak positif terhadap diri anak saat usia
mengelola emosi merupakan salah satu faktor
remaja. Santrock (2002 : 258) mengemukakan
kecerdasan emosional.
bahwa anak-anak yang mendapatkan pengasuhan
Hubungan antara Pola Asuh Demokratis dan
demokratis oleh orang tuanya sejak kecil akan
Kecerdasan Emosional secara Bersama-sama
memiliki kepercayaan diri, bertanggung jawab
dengan Perilaku Prososial Siswa Kelas X SMA
secara sosial, dan memiliki kompetensi sosial.
Negeri 11 Banjarmasin
Remaja yang mendapatkan pola asuh demokratis
Nilai koefisien korelasi ganda (R) antara pola
juga akan memiliki kemandirian yang tinggi, mampu
asuh demokratis dan kecerdasan emosi dengan
menjalin kerja sama dan persahabatan yang baik
perilaku prososial sebesar 0,609. Berdasar pada
dengan orang lain, memiliki kematangan sosial
pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien
dalam berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan
korelasi Sugiyono (2007 dalam Priyanto, 2008 : 78),
(Elibrahim, 2011: 61). Selain itu, para remaja akan
maka nilai R menunjukkan hubungan kuat antara pola asuh demokratis dan kecerdasan emosional
menjalani kehidupannya dengan penuh semangat
dengan perilaku prososial.
dan
Kemudian,
masih
berdasarkan
tabel
bahagia,
percaya
diri,
dan
memiliki
19.,
pengendalian diri dalam mengelola emosinya,
diperolah nilai R (R square) sebesar 0,371 atau
sehingga tidak akan bertindak anarkis (Baumrind
37,1%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase
dalam Elibrahim, 2011: 61).
2
10
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan
sebagian besar justru memiliki tingkat kecerdasan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pola asuh
emosi yang tinggi (92,42%) atau 61 dari 66 subjek.
yang baik, dalam hal ini pola asuh demokratis, dapat
Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih
membentuk
mendalam dan tingkat ketelitian yang tinggi agar
seorang
anak
remaja
yang
berketerampilan sosial, mampu mengendalikan diri,
mendapatikan
dan mampu mengelola emosi. Blos (dalam Sarwono,
komprehensif.
hasil
penelitian
yang
lebih
2012: 35) mengatakan bahwa salah satu ciri masa remaja tengah adalah remaja sangat membutuhkan
KESIMPULAN DAN SARAN
kawan-kawan dan remaja merasa senang jika banyak
Kesimpulan
teman yang menyukainya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat
Strayer (Husada, 2001: 274) menyatakan bahwa
disimpulkan bahwa sebagai berikut:
manusia dilahirkan dengan kapasitas biologis dan
1. Pola asuh demokratis siswa kelas X SMA
kognitif untuk merasakan empati, tetapi pengalaman
Negeri 11 Banjarmasin tergolong dalam kategori
spesifik masing-masing individu yang menentukan
tinggi
potensi bawaan tersebut dihambat atau menjadi
kategori sedang dengan persentase 16,67%, dan
bagian yang penting dari dirinya. Dalam hal ini,
tidak terdapat siswa yang tergolong dalam
peran lingungan memberikan peran yang cukup
kategori rendah.
penting,
termasuk
lingkungan
sekolah.
dengan
persentase sebesar 83,33%,
Lord
2. Kecerdasan emosional siswa kelas X SMA
(Husada, 2013: 274 ) mengatakan bahwa sekolah
Negeri 11 Banjarmasin tergolong dalam kategori
memiliki peran dalam pengembangan program
tinggi
pendidikan karakter.
kategori sedang dengan persentase 7,57%, dan
Namun, penjelasan yang diuraikan sebelumnya
kategori rendah.
Kintigh, 2012: 9) yang menemukan bahwa pada remaja
tengah,
Banjarmasin tergolong dalam kategori tinggi
untuk
dengan persentase sebesar 87,87%, kategori
mengambil resiko dari suatu tindakan sangat jelas
sedang dengan persentase 12,12%, dan tidak
dan konsisten terlihat serta mencapai puncaknya.
terdapat siswa yang tergolong dalam kategori
dan
sensasi
3. Perilaku prososial siswa kelas X SMA Negeri 11
dari
pengalaman-pengalaman
pencarian
persentase sebesar 92,42%,
tidak terdapat siswa yang tergolong dalam
berlawanan dengan pendapat Steinberg dkk. (dalam
masa
dengan
keinginan
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya masa
rendah.
remaja tengah merupakan puncak dari egosentrisme
4. Terdapat hubungan antara pola asuh demokratis
remaja, sementara egosentrisme tidaklah mencirikan
dengan perilaku prososial siswa kelas X SMA
kecerdasan emosional yang baik dan membuat
Negeri 11 Banjarmasin.
individu cenderung tidak berperilaku prososial.
5. Terdapat hubungan antara kecerdasan emosional
Kemudian, Harter & Monsour (dalam Steinberg
dengan perilaku prososial siswa kelas X SMA
& Morris, 2001: 91) menemukan bahwa remaja
Negeri 11 Banjarmasin.
tengah ditandai dengan penggambaran diri individu
6. Terdapat hubungan antara pola asuh demokratis
dengan cara yang kadang-kadang tidak sesuai,
dan kecerdasan emosional secara bersama-sama
seperti malu terhadap teman-teman atau malu keluar
dengan perilaku prososial siswa kelas X SMA
rumah. Fakta ini menjadikan suatu kontradiksi untuk
Negeri 11 Banjarmasin.
hasil penelitian ini dikarenakan para subjek yang
7. Persentase sumbangan peranan variabel bebas
notabene berada pada rentang usia remaja tengah
(pola
11
asuh
demokratis
dan
kecerdasan
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
emosional) terhadap variabel terikat (perilaku
Menggunakan subjek penelitian yang berbeda dan
prososial) pada siswa kelas X SMA Negeri 11
dengan
Banjarmasin sebesar 37,1%.
dibandingkan hasilnya, seperti dengan rentang usia
8. Hubungan antara pola asuh demokratis dan
yang lain.
bernilai positif, sehingga semakin tinggi pola asuh demokratis dan kecerdasan emosional siswa, maka semakin tinggi pula perilaku prososialnya. Saran Dari permasalahan yang telah diuraikan dalam ini, dapat disarankan kepada
pihak-pihak terkait beberapa hal berikut. 1.Kepala sekolah: mengusahakan agar dapat selalu meningkatkan
mutu
pendidikan
dan
mengembangkan sarana dan prasarana yang ada disekolah serta lebih memfasilitasi pertemuan antara pihak sekolah dengan orang tua/wali siswa untuk membahas berbagai masalah yang di hadapi siswa. 2.Konselor sekolah: hendaknya konselor sekolah dapat
mempertahankan
perhatian
terhadap
mengarahkan kecerdasan
siswa
dan
anak untuk
emosional
meningkatkan
didiknya, dapat
yang
bersedia memiliki
baik
serta
berkomunikasi secara lebih intens dengan orang tua/wali siswa mengenai manfaat pola asuh demokrtis bagi siswa, terutama dalam membentuk perilaku prososial pada diri siswa. 3.Guru bidang studi: dalam meningkatkan proses belajar hendaknya guru dapat membantu siswa dalam masalah belajar di sekolah. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan metode mengajar yang beragam serta memanfatakan teknologi yang berkembang saat ini guna lebih membantu siswa dalam proses pekembangan diri dan perilaku prososial siswa. 4.Peneliti selanjutnya: mengontrol faktor-faktor lain yang
berperan
perilaku
dalam penentuan
prososial
demokratis
dan
siswa
selain
kecerdasan
munculnya pola
emosional
yang
lebih
luas
untuk
yang lain dan latar belakang kehidupan subjek
kecerdasan emosional dengan perilaku prososial
penelitian
cakupan
asuh dan
12
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. & Asrori, M. (2011). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara. Al Tridhonanto. (2014). Mengembangkan Pola Asuh Demokratis. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S. (2011). Penyusunan Skala Psikologi. Edisi I Cetakan XV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Azwar, S. (2013). Metode Penelitian. Edisi XVI. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Baron, R.A. & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial. Terjemahan oleh Ratna D., Melanie M.P., Dyah Y., dan Lita P.L. Jakarta : Erlangga. Cahyono, A.M. (2009). Hubungan Pola Asuh Demokratis dengan Perilaku Prososial Remaja di SMK PGRI 3 Sidoardjo. Skripsi. Diakses pada 10 April 2016 dari http://digilib.uinsby.ac.id/7958/. Caprara, G.V. & Steca, P. (2007). Prosocial Agency : The Contribution of Values and Self-Efficacy Beliefs to Prosocial Behavior Across Age. Journal of Social and Clinical Psychology, Vol. 26, No.2, 218-239. Diakses pada 13 Agustus 2015 dari http://content.ebscohost.com/pdf19_22/pdf/2007/10P/ 01Feb07/24523810.pdf. Cohen, M.I. T.(tt) Adolescence: 11-21 Years (Ebook).Diakses pada 13 Maret 2015 dari http://www.brightfutures.org/bf2/pdf/pdf/AD.pdf. Creswell, W.J. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Terjemahan oleh Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Utomo, D. (2014). Intensi Perilaku Prososial Anak Ditinjau dari Gaya Pengasuhan. Jurnal Online Psikologi, Vol.02, No.01. Diakses pada 18 Maret 2015 dari http://ejournal.umm.ac.id. Dayakisni, T. & Hudaniah. (2012). Psikologi Sosial.Malang : UMM Press. Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan. Edisi VII. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Elibrahim, M.N. (2011). Psikologi Remaja. Depok: CV Arya Duta. Emzir. (2014). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitattif. Jakarta: Rajawali Pers. Fatimah, E. (2010). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: Pustaka Setia. Faturochman. (2006). Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka. Gentry, J.H. & Campbell, M. (2002). Developing Adolescents: A Reference for Professionals (Ebook). Diakses pada 13 Maret 2015 dari http://www.apa.org/pi/families/resources/develop.pdf. Hanana, N.F. (2015). Pengaruh Self-Esteem dan Kecerdasan Emosi terhadap Perilaku Prososial pada Santri Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta. Skripsi. Diakses pada 11 April 2016 dari http://repository.uinjkt.ac.id/. Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Ridwan M.S. Jakarta: Erlangga. Kintigh, B. (2012). Adolescent Development: Juveniles are Different than Adults. Artikel Ilmiah. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015 dari www.miccd.org. Margono, S. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Maryati, I. (2008). Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Keyakinan Diri dengan Kreativitas pada Siswa Akselerasi. Skripsi. Diakses tanggal 10 Februari dari http://eprints.ums.ac.id/3693/1/F100040097.pdf. Moffitt, T.E. (1993). Adolescence-Limited and Life-Course-Persistent Antisocial Behavior:A Developmental Taxonomy. Psychological Review, Vol.100, No.4, 674-701. Diakses pada tanggal 14 Maret 2015 dari https://soci.ucalgary.ca/brannigan/sites/soci.ucalgary.ca.brannigan/files/M offat%27sTaxonomy.pdf. Ormrod, J.E. (2012). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga. Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D.(2011). Human Development (Psikologi Perkembangan). Bagian V s.d. IX Edisi IX. Terjemahan oleh A.K. Anwar. Jakarta: Kencana. Ridhani, M.D. (2012). Studi Eksplorasi Social Loafing pada Individu dengan Tingkat Perilaku Prososial Rendah. Skipsi tidak diterbitkan. Banjarbaru : Program Studi Psikologi UNLAM. Russel, S. & Bakken, R.J. (2002). Development of Autonomy in Adolescence. Artikel Ilmiah. Diakses pada 12 Maret 2015 dari http://www.ianrpubs.unl.edu/epublic/archive/g1449/build/g1449.pdf. Sabiq, Z. & Djalali, M.A. (2012). Kecerdasan Emosi, Kecerdasan Spiritual, dan Perilaku Prososial Santri Pondok Pesantren Nasyrul Ulum Pamekasan. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, Vol. 1, No. 2, Hal. 53-65. Diakses pada 11 September 2015 dari http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/ persona/article/download/21/34. Safitri, R.(2007). Hubungan antara Spiritualitas dengan Pola Asuh Demokratis. Naskah Publikasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII. Santrock, J.W. (2002). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup.Terjemahan oleh Achmad Chusairi dan Juda Damanik.Jakarta : Erlangga. Santrock, J.W. (2007). Remaja. Terjemahan oleh Benedictine Widyasinta. Jakarta : Erlangga. Santrock, J.W. (2008). Psikologi Pendidikan. Terjemahan oleh Tri Wibowo B.S. Jakarta : Kencana. Santrock, J.W. (2009). Psikologi Pendidikan. Terjemahan oleh Diana A. Jakarta : Salemba Humanika. Sarwono, S.W. (2012). Psikologi Remaja. Edisi XV. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
13
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
Sarwono, S.W. & Meinarno, E.A.(2011). Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba Humanika. Savitri, D.S. (2008). Hubungan Persepsi Terhadap Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Skripsi. Diakses tanggal 10 Februari 2016 dari https://repository.usd.ac.id/1927/2/009114125.pdf. Spano, S. (2004). Stages of Adolescent Development. Research Facts and Findings. Artikel Ilmiah. Diakses pada 8 Maret 2015 dari http://www.actforyouth.net/resources/rf/rf_stages_0504.pdf. Steinberg, L. & Morris, A.S.(2001). Adolescent Development. Annual Reviews Psychology,52:83-110. Diakses pada 20 Februari 2015 dari http://www.colorado.edu/ibs/jessor/psych7536805/readings/steinberg_mor ris-2001_83-110.pdf. Sugiyono.(2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Taufik. (2012). Empati : Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Taylor, S.E., Peplau, L.A., & Sears, D.O.(2009). Psikologi Sosial. Terjemahan oleh Tri Wibowo B.S. Jakarta: Kencana. Triatna, C. & Kharisma, R. (2008). EQ Power: Panduan Meningkatkan Kecerdasan Emosional. Bandung: CV Citra Praya. Yusuf, S. & Nurihsan, J.A. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Yusuf, H. S.(2014). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
14
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
STUDI EVALUASI PROGRAM LAYANAN KONSELING KELOMPOK MENGGUNAKAN MODEL CSE-UCLA DI SMA NEGERI 1 MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA Akhmad Gazali, S.Pd1 Ririanti Rachmayanie. J, S.Psi, M.Pd2 Dr. H. Karyono Ibnu Ahmad3
[email protected] Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRAK Program bimbingan dan konseling yang ada di sekolah salah satunya kegiatan pemberian layanan konseling kelompok. Pemberian layanan ini untuk membantu siswa memecahkan masalah yang dialaminya sehingga siswa mampu mengembangkan potensi dirinya dan menjadi pribadi mandiri. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan konseling kelompok di SMA Negeri 1 Mandastana, Barito Kuala. Program layanan konseling kelompok di evaluasi dengan menggunakan model CSE-UCLA yang terdiri dari empat tahap yaitu: (1) Need Assesment, (2) Program Planning, (3) Formative Evaluation, (4) Summative Evaluation. Evaluasi terhadap program layanan konseling kelompok selain untuk mengetahui keberhasilan proses, pencapaian tujuan, juga untuk melakukan follow up sehingga dapat meningkatkan kualitas program. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, jenis penelitian adalah evaluasi program dengan menggunakan model CSE-UCLA. Objek penelitian ini adalah program layanan konseling kelompok di SMA Negeri 1 Mandastana, Barito Kuala. Subyek penelitian adalah konselor dan siswa SMA Negeri 1 Mandastana, Barito Kuala. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan triangulasi data yaitu: dokumentasi, observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan, layanan konseling kelompok yang dilakukan di SMAN 1 Mandastana, Barito Kuala sudah berjalan sesuai prosedur konseling kelompok. Kata Kunci: evaluasi program, model CSE-UCLA, konseling kelompok
dan konseling bertujuan membantu peserta didik
PENDAHULUAN Sekolah merupakan miniatur kecil masyarakat
agar memiliki kompetensi mengembangkan potensi
tempat para peserta didik belajar tentang kehidupan.
dirinya seoptimal mungkin atau mewujudkan nilai-
Ada banyak materi pelajaran yang dipelajari, baik
nilai
secara langsung yang diajarkan di depan kelas
perkembangan.
maupun diperoleh melalui interaksi antar anggota
di
sekolah,
maka
bimbingan
suasana kelompok. Disana ada konselor (yang
sekolah, diperlukan peran serta layanan bimbingan tujuannya
memecahkan
konseling perseorangan yang dilaksanakan didalam
Guna mengatasi beragam permasalahan di yang
Salah satu upaya membantu
Konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan
tataran individu, individu kontra, maupun kelompok.
konseling,
tugas-tugas
siswa
terkandung
konseling mengadakan layanan konseling kelompok.
tentu sekolah tidak sepi dari konflik, baik dalam
dan
dalam
masalah
sekolah. Sebagai sebuah “miniatur masyarakat”
yang
jumlahnya mungkin lebih dari satu orang) dan ada
memberikan
konseli,
pendampingan pada perkembangan dan membantu
yaitu
para
anggota
kelompok
yang
jumlahnya paling kurang dua orang (Prayitno, 2008:
mengembangkan potensi peserta didik. Bimbingan
311).
1
Alumni Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat. Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat. 3 Dosen Tetap Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat. 2
15
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
Dari pendapat ahli lain, Wingkel menjelaskan
Henderson di c1counseling.blogspot.com bahwa
tentang konseling kelompok merupakan konseling
kapan dan seberapa sering sebuah distrik melakukan
yang dilakukan antara seorang konselor profesional
evaluasi program tergantung pada tujuan yang akan
dan beberapa konseli sekaligus dalam kelompok
dicapai. Untuk keperluan belajar sendiri American
kecil (Lubis, 2011: 12).
school
Adapun tujuan konseling kelompok secara umum
menurut
berkembangnya khususnya
Prayitno
adalah
kemampuan
dalam
Assosiation
merekomendasikan
bahwa
(ASCA:
evaluasi
2005) program
untuk
dilakukan ketika sebuah program sedang dirancang
siswa,
dan tahunan sesudahnya. Terdapat beberapa definisi
berkomunikasi
tentang evaluasi, Cross menyatakan evaluasi adalah
sosialisasi
kemampuan
Counselor
sebagai wujud dari pengembangan potensi diri.
evaluasi
Melalui layanan konseling kelompok juga dapat
kondisi, dimana suatu tujuan telah dapat dicapai
dientaskan
masalah
yang
menentukan
dengan
(Sukardi, 2012: 1). Definisi ini menerangkan secara langsung hubungan evaluasi dengan tujuan suatu
demikian program konseling kelompok sangat
kegiatan yang mengukur derajat, dimana suatu
penting dalam rangka membantu siswa agar dapat
tujuan dapat dicapai. Sebenarnya evaluasi juga
menyelesaikan
merupakan
dinamika
(siswa)
proses
Dengan
memanfaatkan
konseli
merupakan
kelompok.
masalahnya
dengan
layanan
konseling kelompok di sekolah (Tohirin 2007: 181).
proses
mendapatkan
memahami,
dan
memberi
mengomunikasikan
arti, suatu
Upaya untuk meningkatkan mutu bimbingan
informasi bagi keperluan pengambil keputusan.
konseling di sekolah, khususnya program konseling
(Sukardi, 2012: 1). Sedangkan menurut Moh Surya
kelompok maka perlu dilakukan evaluasi terhadap
dan Rohman Natawidjaya (Farid Mashudi, 2013: 15)
program konseling kelompok. Hal ini dilakukan agar
evaluasi adalah upaya menelaah atau menganalisis
mengetahui apakah program tersebut membawa
program layanan BK yang telah dan sedang
dampak atau hasil-hasil tertentu terhadap klien atau
dilaksanakan
belum.
program
memperbaiki program bimbingan secara khusus dan
konseling kelompok dilakukan untuk mengetahui
program pendidikan disekolah (termasuk madrasah)
keberhasilan program konseling kelompok itu
secara umum.
Dengan
kata
lain,
evaluasi
sendiri.
untuk
mengembangkan
dan
Evaluasi terhadap program konseling kelompok
Menurut Undang-undang Republik Indonesia
selain
untuk
mengetahui
keberhasilan
proses,
Nomor 20 tahun 23 tentang sistem pendidikan
pencapaian tujuan, juga untuk melakukan follow up
nasional pasal 57 ayat 1, evaluasi dilakukan dalam
misalnya
rangka
secara
kelompok, sehingga pada gilirannya akan dapat
akuntabilitas
meningkatkan mutu atau kualitas program itu sendiri
pengendalian
nasioanal
sebagai
mutu
pendidikan
bentuk
penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak
untuk
perbaikan
program
konseling
baik di sekolah maupun madrasah.
yang berkepentingan diantaranya terhadap peserta
Evaluasi program layanan konseling kelompok
didik, lembaga, dan program pendidikan.
dilaksanakan di SMA Negeri 1 Mandastana, Barito
Mengacu pada undang-undang diatas tentang
Kuala. Tujuan dari evaluasi program konseling
sistem pendidikan nasional dalam hal meningkatkan
kelompok yang dilakukan di SMA Negeri 1
mutu dan kualitas pendidikan, evaluasi sangat perlu
Mandastana ini adalah untuk mengetahui sejauh
dilaksanakan
mana
mana keberhasilan layanan konseling kelompok di
berkembangnya peserta didik, lembaga, maupun
sekolah tersebut. Adapun yang di evaluasi dari
program. Menurut Norman C. Gysbers dan Patrisia
program layanan konseling kelompok tersebut
untuk
menilai
sejauh
16
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
adalah pemusatan masalah, perencanaan layanan,
Berdasarkan observasi dari guru mata pelajaran
proses konseling kelompok, dan hasil dari konseling
terlihat adanya penurunan semangat belajar siswa
kelompok tersebut dengan menggunakan model
baik dari kelas jurusan IPS maupun jurusan IPA.
evaluasi CSE-UCLA yang mana model ini di bagi
Dari hasil observasi tersebut konselor menggali data
menjadi empat tahap yaitu Need assessment dalam
dengan menggunakan AUM (Alat Ungkap Masalah)
tahap ini evaluator memusatkan perhatian pada
untuk memastikan dan mengetahui apakah siswa
penentuan masalah, Program planning dalam tahap
memiliki masalah yang berdampak pada prestasi
kedua dari CSE model ini evaluator mengumpulkan
akademis. Hasilnya konselor mendapatkan data
data yang terkait langsung dengan pembelajaran dan
bahwa terdapat beberapa masalah yang cenderung
mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang telah di
sama disetiap kelas. Masalahnya yaitu tidak bisa
identifikasi
Dalam tahap
membagi waktu antara belajar dangan kegiatan di
perencanaan ini proses konseling di evaluasi dengan
luar sekolah. Sehingga di sekolah siswa terlihat
cermat
kelelahan dan tidak bersemangat saat mengikuti
pada
untuk
pembelajaran
tahap
kesatu.
mengetahui
telah
disusun
apakah
rencana
berdasarkan
hasil
pelajaran.
analisis kebutuhan. Evaluasi tahap ini tidak lepas
Upaya
konselor untuk mengatasi
masalah
dari tujuaan yang telah dirumuskan, Formatif
tersebut dengan mengadakan konseling kelompok.
evaluation, dalam tahap
ketiga ini evaluator
Metode konseling kelompok yang digunakan adalah
memusatkan perhatian pada keterlaksanaan program.
metode Brainstorming atau curah pendapat yaitu
Dengan demikian evaluator diharapkan betul-betul
suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan,
terlibat dalam program karena harus mengumpulkan
pendapat,
informasi,
pengetahuan,
pengalaman, dari semua peserta, tujuan curah
data dan berbagai informasi dari pengembang
pendapat
program dan Summative evaluation dalam tahap ke
adalah
untuk
membuat
kompilasi
(kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua
empat, yaitu evaluasi sumatif, para evaluator
peserta yang sama atau berbeda. Namun yang
diharapkan dapat mengumpulkan semua data tentang
menjadi permasalahan adalah tidak adanya waktu
hasil dan dampak dari program (Arikunto, 2010: 44).
khusus untuk bimbingan konseling masuk kelas
Alasan peneliti menggunakan model ini karena
serta ruangan bimbingan konseling yang tidak begitu
model ini mengevaluasi mulai dari pemusatan
besar sehingga tidak bisa menampung anggota
masalah
konseling
kelompok. Dengan demikian jika proses konseling
kelompok, dan juga model ini banyak dipakai oleh
kelompok di SMA Negeri 1 Mandastana tetap
para evaluator di bandingkan dengan model-model
dilaksanakan
lain.
ditakutkan kegiatan konseling kelompok tidak
sampai
hasil
dari
proses
didalam
ruangan
tersebut
maka
tentang
berjalan dengan efektif. Dan menurut konselor selain
pelaksanaan program konseling kelompok disana,
waktu dan tempat yang jadi permasalahan adalah
peneliti mendapat data dari pihak sekolah melalui
saat
konselor sekolah mengatakan bahwa di SMA Negeri
kepercayaan anggota kelompok terhadap anggota
1 Mandastana juga terdapat program konseling
kelompok lainya, mereka merasa malu dan takut
kelompok,
menceritakan permasalahan yang mereka hadapi.
Dari
hasil
dan
studi
kegiatan
pendahuluan
konseling
kelompok
kegiatan
berlangsung
yaitu
kurangnya
tersebut dilakukan ketika adanya permasalah siswa
Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti
yang sama, untuk mengetahui permasalahan tersebut
merasa perlu diadakan penelitian untuk mengetahui
konselor menggali data dengan menggunakan
hasil dari program konseling kelompok apakah
instrumen berupa angket dan laporan dari guru mata
terlaksana secara efektif atau tidak. Oleh karena itu,
pelajaran ataupun wali kelas.
peneliti tertarik dengan mengambil judul penelitian
17
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
“Studi
Evaluasi
Program
Layanan
Konseling
Aspek yang
Subvariabel
Dievaluasi
Kelompok Menggunakan Model CSE-UCLA di
Indikator
SMA Negeri 1 Mandastana Kabupaten Barito Kuala”
Evaluasi
Penggalian
needs
assessment
data/masalah
(Pemusatan
Memfokuskan
Data
Masalah)
METODE
masalah
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian
Program
planning
Perencanaan
Perencanaan
(Perencanaan
yang dipakai dalam penelitian ini adalah evaluasi
kegiatan Membuat tujuan
Program)
Alokasi waktu
program. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1
Metode
Mandastana.
Kendala
Sumber data dalam penelitian ini yaitu: (1). Formative
Responden yaitu, Konselor dan Siswa SMA Negeri
Kendala dalam
Pelaksanaan
Evaluation
pelaksanaan
1 Mandastana, (2). Dokumen yaitu, data-data
Upaya mengatasi kendala
mengenai program layanan konseling khususnya layanan
konseling
pengumpulan data,
kelompok.
Sebagai
Media
teknik
pendukung Ketepatan media
instrument penelitian yang
digunakan adalah dokumentasi, observasi, dan
Sumative Evaluation
Ketercapaian
Hasil kegiatan
wawancara.
tujuaan
Fokus monitoring dan evaluasi berdasarkan tahapan
monitoring
dan
evaluasi
Kendala
(Evaluasi Hasil)
awal
CSE-UCLA
hasil Upaya mengatasi
dikemukakan sebagai berikut: (1). Penilaian Need assessment
meliputi
tahapan
penentuan
masalah,
(2).
pemusatan
Penilaian
dari sampai
masalah
pada
Tabel 1 Indikator-indikator Evaluasi
Program
Planning, data dikumpulkan selama tahap penilaian
HASIL DAN PEMBAHASAN
digunakan sebagai pengambilan keputusan dari
Kegiatan evaluasi program dengan model CSA
tujuan yang telah dirumuskan, (3). Penilaian
UCLA
Formative Evaluation, memfokuskan perhatian pada
(Penentuan
keterlaksanaan program. Penilaian ini berkaitan
dilakukan
langsung dengan pelaksanaan kegiatan, aktivitas
masalah siswa dilakukan dengan cara menggunakan
bimbingan,
Penilaian
instrument seperti angket (AUM), adanya laporan
Summative Evaluation, pengumpulan semua data
dari dewan guru atau wali kelas, dan laporan dari
tentang hasil dan dampak dari program. Melalui
teman sekelasnya.
penggunaan
media,
(4).
ini
dimulai Masalah).
dengan
dari Hasil
Needs
Assessment
wawancara
yang
konselor bahwa penggalian
Setelah konselor memperoleh data tentang
evaluasi sumatif ini, diharapkan dapat diketahui
beberapa masalah yang dihadapi siswa, kemudian
apakah tujuaan yang dirumuskan untuk program
konselor menganalisa masalah mana yang paling
sudah tercapai, dan jika belum dicari bagian mana
dominan dan memiliki pengaruh
yang belum dan apa penyebabnya.
yang besar
terhadap siswa sehingga perlu mendapat penanganan
Indikator memudahkan monitoring evaluasi,
secara langsung dengan konseling kelompok. ini
maka perlu dilihat indikator-indikator yang terdapat
sesuai dengan tahap pertama model CSE-UCLA
dalam need assessment, program planning, formatif
yaitu dalam tahap ini evaluator memusatkan
evaluasi dan sumatif evaluasi yang digunakan dalam
perhatian pada penentuan masalah.
monitoring evaluasi ini, yaitu:
18
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
Adapun pertimbangan yang dilakukan oleh
konseling kelompok. Terkait pelaksanaan konseling
konselor dalam menentukan topik permasalahan
kelompok, alokasi waktu untuk kegiatan yaitu 2 jam
yang akan menjadi tema dari konseling kelompok
mata pelajaran atau 90 menit waktu normal. Tetapi
yaitu dilihat dari tingkat pengaruhnya terhadap diri
tidak menutup kemungkinan waktu akan ditambah
siswa yang dapat mengganggu prestasi di sekolah
jika masalah belum terselesaikan atau bisa juga
dan menganggu siswa baik secara fisik maupun
mengadakan pertemuan lagi di hari yang berbeda.
psikologisnya.
Untuk metode yang digunakan dalam proses
Masalah yang diangkat sebagai tema dalam
konseling kelompok yaitu menggunakan metode
konseling kelompok adalah siswa yang kesulitan
curah pendapat (brainstorming) yaitu semua anggota
membagi waktu antara belajar dengan kegiatannya
kelompok diharuskan memberi pendapat dalam
dirumah. Adapun pertimbangan konselor membahas
upaya pemecahan masalah.
masalah ini dalam konseling kelompok yaitu karena memiliki pengaruh yang besar
Untuk
pelaksanaan
konseling
kelompok
terhadap kegiatan
mengalami kendala untuk tempat dan waktu.
belajar siswa disekolah. Dimana siswa terlihat
Dimana ruangan bimbingan dan konseling di SMAN
kelelahan dan tidak bisa berkonsentrasi dalam
1 Mandastana tidak terlalu besar sehingga tidak bisa
mengikuti mata pelajaran. Hal ini bila dibiarkan
menampung anggota kelompok. Namun kendala
akan dapat menyebabkan menurunnya prestasi
tersebut dapat diatasi dengan memakai mushola,
belajar.
perpustakaan, maupun laboraturium yang ada di
Program
Planning
dengan
sekolah tersebut. Sedangkan dari segi waktu,
mengumpulkan data yang terkait langsung dengan
sehubungan dengan berlakunya kurikulum 2013
pembelajaran
dan
(Perencanaan)
pada pemenuhan
maka bimbingan konseling tidak mendapatkan jam
kebutuhan yang telah di identifikasi pada tahap
mengarah
pelajaran tersendiri. Biasanya hanya memanfaatkan
kesatu. Dalam tahap perencanaan ini proses belajar
jam
mengajar (PBM) dievaluasi dengan cermat untuk
berhalangan hadir ataupun ada urusan keluar
mengetahui apakah rencana pembelajaran telah
sekolah. Jika keadaan mendesak maka konselor
disusun
meminta izin pada guru bersangkutan untuk
berdasarkan
hasil
analisis
kebutuhan.
Evaluasi tahap ini tidak lepas dari tujuan yang telah
pelajaran
yang
guru
mata
pelajaranya
melaksanakan program BK.
dirumuskan.
Formative Evaluation (Evaluasi Pelaksanaan)
Setelah diperoleh data tentang permasalahan
dimulai dengan membuat rencana pelaksanaan
yang dialami siswa maka dilakukan analisis dan
konseling kelompok, selanjutnya melaksanakan
ditentukan
konseling
konseling kelompok. Menurut Lubis (2011: 213)
akan membentuk kelompok
tahap permulaan ditandai dengan dibentuknya
yang beranggotakan siswa-siswa yang memiliki
struktur kelompok. Sebelum kegiatan inti konseling
masalah yang sama seperti yang sudah ditentukan
kelompok dimulai, konselor menerangkan maksud
pada tahap pertama. Selanjutnya konselor membuat
dan tujuan diadakannya konseling kelompok ini,
tujuan untuk menguatkan alasan melaksanakan
selain itu juga konselor menjelaskan aturan-aturan
kegiatan konseling kelompok tersebut, kemudian
yang wajib dipatuhi oleh semua anggota kelompok.
konselor membuat Rencana Program Layanan (RPL)
Tidak ada kendala pada tahap permulaan ini, karena
dan menyiapkan segala kelengkapan administrasi
semua anggota kelompok bisa memahami penjelasan
terkait
dan dapat melaksanakan aturan-aturan yang sudah
topik
untuk
kelompok, konselor
kegiatan
menentukan
konseling
tempat
dan
kegiatan
kelompok, waktu
serta
pelaksanaan
dijelaskan oleh konselor.
19
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
Setelah melalui tahap permulaan, kemudian masuk pada tahap transisi, disebut juga
penyebabnya. sehingga konselor dapat melakukan
sebagai
langkah
selanjutnya
tahap peralihan. Hal umum yang sering kali muncul
tindakan.
pada
tahap
ini
adalah
menyusun
rencana
Pada tahap ini anggota kelompok
suasana
diharapkan telah dapat membuka dirinya lebih jauh
masing-masing
dan menghilangkan defensifnya, adanya perilaku
anggota kelompok. Konselor diharapkan dapat
modeling yang diperoleh dari mempelajari tingkah
membuka permasalahan masing-masing anggota
laku baru serta belajar untuk bertanggung jawab
sehingga masalah tersebut bisa bersama-sama
pada tindakan dan tingkah laku.
ketidaseimbangan
dirumuskan
dalam
diri
penyebabnya.
Menurut peneliti, pada tahap kerja inilah rentan
Konselor selaku pimpinan kelompok harus dapat
terhadap konflik, kesalah pahaman dan ketegangan.
mengontrol dan mengarahkan anggotanya untuk
Tetapi pada konseling kelompok yang diadakan di
merasa nyaman dan menjadikan anggota kelompok
SMA
sebagai keluarganya sendiri.
kesalahpahaman antar kelompok tidak terlihat, yang
Saat
dan
terjadinya
yaitu
tahap
diketahuinya
transisi
Mandastana
konflik
dan
terlihat hanya ketegangan yang di sebabkan karena
konseling kelompok ada kendala yang terjadi yaitu
saking seriusnya anggota kelompok berdebat dan
ketidak
anggota
berpikir dalam upaya mencari penyelesaian masalah.
ataupun
Upaya konselor dalam mengurangi ketegangan
yang dialaminya.
saat pelaksanaan konseling kelompok yaitu dengan
Kendala tersebut dapat diatasi konselor dengan cara
menggunakan game atau permainan. Permainan
meyakinkan setiap siswa dan membuat perjanjian
inipun juga dilakukan sebelum memulai kegiatan,
dengan semua anggota kelompok agar tidak akan
fungsi permainan ini selain mencairkan suasana juga
pernah menceritakan masalah yang dialami masing-
mampu
masing anggota kelompok kepada teman-teman lain
Penggunaan media permainan tersebut sejauh ini
diluar anggota kelompok ataupun dengan orang lain
cukup berperngaruh terhadap pelaksanaan konseling
di luar sekolah.
kelompok, karena sejauh ini pemberian permainan
kelompok
dan
dalam
menceritakan
tahap
1
peralihan
beranian
atau
Negeri
keragu-raguan mengutarakan
masalah
yang
mengakrabkan
anggota
kelompok.
Setelah selesai tahap transisi selanjutnya masuk
dapat mencairkan suasana dan terkesan santai
ke tahap kerja yang diawali menanyakan masalah
namun tetap serius saat pelaksanaan konseling
apa yang sedang dihadapi siswa berkaiatan dengan
kelompok.
topik yang sudah ditentukan. Dalam tahap ini semua
Selanjutnya masuk tahap akhir, adalah tahapan
anggota kelompok sudah cukup berani bercerita
dimana anggota kelompok mulai mencoba perilaku
mengenai masalah mereka, dan anggota kelompok
baru yang telah mereka pelajari dan dapatkan dari
yang lain merespon dengan mendengarkan sembari
kelompok. Dimana perilaku tersebut adalah siswa
memberi
Berdasarkan
mampu mengatur antara waktu belajar dengan
bersungguh-sungguh
kegiatan lain di rumah. Umpan balik adalah hal
melaksanakan konseling kelompok ini, dapat dilihat
penting yang sebaliknya dilakukan oleh masing-
dari keseriusan mereka mendengarkan dan tidak ada
masing anggota kelompok. Hal ini dilakukan untuk
yang
menilai dan memperbaiki perilaku kelompok apabila
masukan
atau
pengamatan peneliti siswa
main-main
saran.
dalam memberikan
masukan
ataupun saran. Tahap kerja ini menurut peneliti
belum
cukup sesuai dengan tahap kerja yang di jelaskan
brainstorming masing-masing anggota kelompok
oleh Prayitno, yaitu tahap ini dilakukan setelah
dipandu oleh
permasalahan
kepada satu sama lain. Dari hasil pengamatan
anggota
kelompok
diketahui
20
sesuai.
Dengan
menggunakan
metode
konselor dapat memberikan saran
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
peneliti para anggota kelompok dapat menerima
data tentang hasil dan dampak dari program. Melalui
saran yang diberikan dan nampak antusias mencatat
evaluasi sumatif ini diharapkan dapat diketahui
masukan tersebut. Pahap akhir ini dianggap sebagai
apakah tujuaan yang dirumuskan untuk program
tahap melatih diri klien untuk melakukan perubahan
sudah tercapai, dan jika belum dicari bagian mana
Berdasarkan pengamatan peneliti, pelaksanaan
yang belum dan apa penyebabnya (Arikunto, 2010:
kegiatan konseling kelompok di SMA Negeri 1
44).
Mandastana sudah sesuai dengan langkah-langkah
Kendala yang ditemui dari awal penggalian
konseling kelompok. Sehingga dapat disimpulkan
masalah sampai berlangsungnya proses konseling
bahwa proses konseling kelompok yang dijalankan
tidak terlalu berpengaruh dan mengganggu program
sudah cukup memadai dalam membantu mengatasi
layanan konseling kelompok yang di laksanakan di
permasalahan siswa. Bila dikaitkan dengan pokok
SMA Negeri 1 Mandastana. Hal ini terbukti konselor bisa mengatasi kendala tersebut dan proses
materi pada tahap ketiga model CSE-UCLA yaitu evaluator
memusatkan
perhatian
konseling kelompok dapat terlaksana sesuai dengan
pada
langkah-langkah yang sudah ditentukan. Sedangkan
keterlaksanaan program, terlihat evaluator terlibat
untuk
dalam program dengan mengumpulkan data dan
Sumative Evaluation (Evaluasi Hasil), tahap ini tahap
mengevaluasi
pasca-konseling,
hasil
dari
konselor
kegiatan
keberhasilan
proses
konseling
kelompok, konselor membuat lembar penilaian hasil
berbagai informasi dari pengembangan program.
disebut
menilai
konseling kelompok.
Tujuannya adalah untuk
mengetahui
dalam
apakah
proses
konseling
kelompok tersebut konseli merasa puas atau tidak
konseling
dengan kegiatan tersebut.
kelompok yang telah dilaksanakan, adapun evaluasi
Peneliti dapat memberi catatan atas pengamatan
dilakukan untuk mengetahui kendala selama proses
dari evaluasi program, dimana konseling kelompok
konseling berlangsung. Menurut Lubis (2011:213)
yang dilaksanakan dapat di evaluasi menggunakan
“Jika proses konseling telah berakhir, sebaiknya
model CSE UCLA dengan merekam data-data yang
konselor menetapkan adanya evaluasi sebagai
sudah tergali dari tahap-tahap model tersebut.
bentuk tindak lanjut dari konseling kelompok.
Namun masih ditemukan beberapa keterbatasan
Evaluasi bahkan sangat diperlukan apabila terdapat
dari pelaksanaan konseling kelompok yaitu terlihat
hambatan
ketegangan
dan
pelaksanaan anggota
kendala
kegiatan
kelompok
yang
terjadi
dan
perubahan
setelah
proses
dalam
karena saking
konseling
dalam upaya mencari penyelesaian masalah. Hal ini sesuai dengan Keterbatasan konseling kelompok, diantaranya Meningkatnya ketegangan, kecemasan,
Melalui wawancara dan observasi kegiatan
dan keterlibatan yang terjadi dapat menimbulkan
konseling kelompok di SMA Negeri 1 Mandastana,
akibat yang tak dinginkan dan kesulitan menjadwal
tujuan dari pelaksanaan konseling kelompok sudah
konseling
tercapai, terlihat pada proses pelaksanaan konseling
mengeluarkan
kelompok
dalam
adegan
sekolah
(Kurnanto, 2013: 32). Di SMAN 1 Mandastana
kelompok siswa sudah tidak terlihat sungkan dan untuk
sebabkan
perilaku
berakhir”.
malu
yang di
seriusnya anggota kelompok berdebat dan berpikir
kesulitan menjadwal konseling kelompok karena
pendapatnya,
program BK tidak diberikan waktu masuk kelas,
menceritakan masalahnya dan dapat memberikan
juga ruangan BK tidak terlalu besar sehingga tidak
saran kepada anggota kelompok yang lain.
dapat menampung anggota kelompok.
Kondisi ini sesuai dengan tahap keempat atau
Dengan adanya pelayanan konseling kelompok
tahap akhir dari model CSE-UCLA yaitu para
memungkinkan
evaluator diharapkan dapat mengumpulkan semua
kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan
21
peserta
didik
memperoleh
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
masalah
yang
dialaminya,
melalui
dinamika
akhir. Dan kegiatan pada semua tahap dapat direkam
kelompok (Sukardi, 2010:68).
dengan baik. Keempat, gambaran pada Sumative Evaluation
KESIMPULAN DAN SARAN
(Evaluasi Hasil) disebut tahap pasca-konseling,
Kesimpulan
konselor mengevaluasi hasil dari kegiatan konseling
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat
kelompok
yang
telah
dilaksanakan,
evaluasi
disimpulkan sebagai berikut: pertama, gambaran
dilakukan untuk mengetahui kendala selama proses
Needs Assessment (Penentuan Masalah) dalam
konseling berlangsung. Secara keseluruhan proses
pelaksanaan konseling kelompok berpusat pada
konseling berlangsung sudah sesuai prosedur,
penentuan masalah siswa dan sudah ditentukan
terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya
masalahnya, sehingga para siswa yang memiliki
namun masih bisa diatasi dan tidak mengganggu
masalah yang sama diberi konseling kelompok
jalannya proses pelaksanaan.
untuk mengentaskan masalahnya.
Saran
Kedua,
gambaran
Program
Planning
Kepada
Kepala
Sekolah
diharapkan
bisa
(Perencanaan Program) evaluator mengumpulkan
mengupayakan ruang bimbingan dan konseling yang
data yang terkait langsung dengan pembelajaran dan
memadai dan sesuai standar. Selain itu juga
mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang telah di
diharapkan dapat menyediakan jam khusus untuk
identifikasi pada tahap kesatu. Konselor menyiapkan
BK dalam memberikan layanan konseling guna
kelompok yang beranggotakan siswa-siswa yang
membantu siswa mencapai perkembangan dari
memiliki masalah yang sama seperti yang sudah
berbagai aspek seperti bimbingan belajar, pribadi,
ditentukan pada tahap pertama, dilanjutkan konselor
sosial dan karier secara optimal.
membuat
tujuan
alasan
Kepada Guru Bidang Studi hendaknya ada
kelompok
kerjasama yang baik dengan konselor sekolah,
tersebut.Selanjutnya konselor membuat Rencana
sehingga memudahkan dalam pemberian informasi
Program Layanan (RPL) dan menyiapkan segala
mengenai perkembangan siswa, maupun kesulitan
kelengkapan administrasi terkait kegiatan konseling
yang dialami siswa dalam pencapaian hasil belajar
kelompok, serta menentukan tempat dan waktu
yang optimal, sehingga permasalahan yang dialami
pelaksanaan konseling kelompok. Di karenakan
siswa dapat segera ditindak lanjuti dengan baik.
melaksanakan
untuk
kegiatan
menguatkan konseling
ruang BK tidak terlalu besar sehingga tidak mampu
Kepada Konselor Sekolah hendaknya dapat
menampung anggota kelompok untuk melaksanakan
melaksanakan program BK di sekolah secara
konseling kelompok maka digunakan tempat lain
proporsional, baik pemberian layanan klasikal,
seperti mushola, perpustakaan, maupun laboraturium
kelompok, bimbingan kelompok, bimbingan pada
yang ada di sekolah tersebut. Adapun waktu
empat bidang dan kegiatan pendukung. Sehingga
pelaksanaan pada jam efektif sekolah dengan cara
tujuan BK untuk membantu siswa mengembangkan
meminta ijin siswa pada guru mata pelajaran untuk
potensinya dapat tercapai.
mengikuti konseling kelompok, dengan catatan
Kepada
siswa tidak ada ulangan/ujian.
Peneliti
Selanjutnya
hendaknya
berdasarkan proses pengumpulan data di lapangan,
Ketiga, gambaran pada Formative Evaluation
ada beberapa keterbatasan yang harus diperhatikan
(Evaluasi Pelaksanaan) melaksanakan konseling
bagi
kelompok
mengantisipasi kendala-kendala di lapangan.
dengan
empat
tahap
yaitu:
tahap
permulaan, tahap transisi, tahap kerja,dan tahap
22
peneliti
selanjutnya
sehingga
dapat
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safruddin Abdul.(2010). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Kurnanti, Edi. (2013). Konseling Kelompok. Bandung: Alfabeta Lubis, Namora Lumongga. (2011). Memahami Dasar-dasar Konseling. Jakarta: Karisma Putra Utama Prayitno dan Erman Amti. (2008). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Asdi Mahasatya Sukardi. (2012). Evaluasi Pendidikan dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara Tohirin. (2011). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada
23
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
STUDI DESKRIPTIF KUANTITATIF TENTANG PERSEPSI PERILAKU SEKS BEBAS DIKALANGAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN Lutfi Nur Affandi, S.Pd1 Ririanti Rachmayanie. J, S.Psi, M.Pd2 Sulistiyana, S.Pd, M.Pd 3
[email protected] Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRAK Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksual mengakibatkan munculnya penafsiran, persepsi dan sikap yang kurang tepat dalam memandang perilaku seks bebas. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran persepsi seks bebas mahasiswa FKIP Unlam Banjarmasin program studi Bimbingan dan Konseling. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi bimbingan konseling FKIP Unlam Banjarmasin Angkatan 2010-2013. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 233 siswa. Teknik penarikan sampelnya menggunakan Purposive Random Sampling dengan jumlah sampel 30 orang mahasiswa. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif Kuantitatif. Hasil penelitian ini dengan Bahwa dari hasil angket tersebut dapat dilihat persepsi mereka yang tidak mendukung dengan perilaku seks bebas yang mereka ketahui dari macam-macam jenis seks bebas seperti berciuman, bercumbu, berpelukan dan bersenggama sehingga persepsi mereka tidak mendukung terjadinya perilaku seks bebas tersebut. Sedangkan dari interpretasi prosentasi persepsi seks bebas yaitu interpretasi tertinggi adalah kategori sedang dengan prosentasi 92,5%, sedangkan interpretasi sedang atau menengah yaitu kategori rendah dengan prosensi 2,5%, kemudian interpretasi rendah yaitu kategori tinggi dengan prosensi 5%. Dengan demikian diinterpretasikan bahwa cukup besar yaitu interpretasi (sedang) dari mereka mengetahui tentang persepsi seks bebas yang mereka ketahui. Kata Kunci: persepsi, perilaku seks bebas
perasaan cemas lainnya. Akibat kurang adanya
PENDAHULUAN Masa perkembangan remaja telah dilewati dan
pengertian dan perhatian mengenai jiwa para remaja,
orang tua bersyukur karena masa itu dapat dilewati.
maka remaja sekarang banyak terjerumus dalam
Anak
pergaulan bebas.
akan
menjadi
semakin
mandiri
dan
penyesuaian dirinya akan semakin meningkat.
Remaja merupakan masa perkembangan sikap
Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik
tergantung terhadap orang tua kearah kemandirian,
dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai
minat seksual, perenungan diri dan perhatian
bentuk tubuh orang dewasa. Selain itu pola perpikir
terhadap nilai estetika dan isu moral. Seiring
akan semakin abstrak dan mulai melepas diri secara
dengan matangnya fungsi seksual kadang timbul
emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan
pula
peran sosialnya yang baru. Namun, perasaan lega
memuaskan seksual. Ketika kontrol orang tua,
yang baru saja timbul ini kemudian digantikan oleh
masyarakat dan pembinaan demikian minimnya
1
berbagai
dorongan
Alumni Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat. Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat. 3 Sekretaris Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat. 2
24
dan
keingin
untuk
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
mengakibatkan khususnya
fenomena
pergaulan
bebas
kelamin. Adapun pengetahuan tentang masalah
yang berkaitan dengan perilaku seks
seksualitas, berkaitan dengan anatomi seksual
bebas.
(organ-organ tubuh), fungsi hormon seksual, dan
Pada masa remaja merupakan tahap dimana
perilaku seksual dalam kehidupan sosial.
seseorang sedang mengalami periode penting dalam
Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
yang
hidupnya yakni transisi dari masa anak- anak
dimaksud dengan perilaku seks bebas adalah adanya
menuju masa dewasa. Kematangan seksual pada usia
dorongan organ seksual dan perubahan hormon dua
remaja menyebabkan munculnya minat seksual
orang
dan keingintahuan yang tinggi tentang seksualitas.
mendapatkan kesenangan seksual dengan lawan
Rendahnya
jenis yang dilakukan tanpa ikatan pernikahan yang
pengetahuan
tentang
kesehatan
reproduksi dan seksual mengakibatkan munculnya
yang
berlainan
jenis
kelamin
untuk
sah.
penafsiran, persepsi dan sikap yang kurang tepat
Menurut
Slameto
(2010:
102) persepsi
dalam memandang perilaku seks bebas. Sedangkan
adalah proses yang menyangkut masuknya pesan
masalah yang di
atau informasi kedalam otak manusia. Melalui
alami
remaja
yaitu
karena
remaja sekarang begitu mudah mengiyakan ajakan
persepsi
lawan jenis untuk melakukan hubungan seks
hubungan
sebelum menikah dengan alasan karena suka sama
dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihatan,
suka dan saling mencintai satu sama lain. Remaja
pendengar, peraba, perasa dan pencium.
tidak pernah berfikir kerugian apa yang akan
manusia
Melalui
dengan
studi
terus-menerus
mengadakan
lingkungannya.hubungan
pendahuluan
peneliti
ini
ingin
diterimanya jika melakukan hubungan seksual di
mengetahui seberapa besar persepsi tentang seks
luar pernikahan. Kebanyakan remaja menginginkan
bebas yang beraneka ragam untuk di kalangan
hubungan seks karena remaja sekarang dalam
kampus, khususnya FKIP Unlam Banjarmasin
menjalani hubungan berpacaran sangat berani,
Program Studi Bimbingan Konseling, sehingga
misalnya berciuman, berpelukan, memegang buah
memperoleh
dada di atas baju dan melakukan perilaku seks
mahasiswa yang terdiri dari 4 angkatan yaitu
tersebut (Pawestri, 2012).
angkatan 2010 dengan jumlah 40 mahasiswa,
hasil
data
dengan
jumlah
233
Menurut Desmita (2005) perilaku seks bebas
angkatan 2011 dengan jumlah 44, angkatan 2012
pada remaja adalah cara remaja mengekspresikan
dengan jumlah 63 mahasiswa, dan angkatan 2013
dan melepaskan dorongan seksual, yang berasal dari
dengan jumlah 86 mahasiswa. Dari jumlah data
kematangan organ seksual dan perubahan hormonal
tersebut maka peneliti mengobservasi apa yang
dalam berbagai bentuk tingkah laku seksual, seperti
terjadi dilapangan sehingga dapat diketahui tentang
berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan
persepsi mereka terhadap perilaku seks bebas di
kontak seksual. Tetapi perilaku tersebut dinilai tidak
Kalangan
sesuai dengan norma karena remaja belum memiliki
Konseling FKIP Unlam Banjarmasin.
pengalaman tentang seksual. Sedangkan
Dariyo
(2004:87)
Kampus Program Studi Bimbingan
Dari hasil observasi di atas dan mengenai mengatakan
fenomena pemicu seks bebas dilingkungan kampus
perilaku seks lebih tepat untuk menunjukkan alat
FKIP program studi bimbingan dan konseling, yang
kelamin. Namun, sering kali masyarakat umum
dapat menimbulkan syahwat yaitu bahwa cara
awam memiliki pengertian bahwa istilah seks lebih
berpakian para wanita atau mahasiswinya memakai
mengarah pada bagaimana masalah hubungan
pakaian yang terlalu ketat sehingga terlihat bentuk
seksual antara dua orang yang berlainan jenis
tubuhnya dan mengundang syahwat bagi orang yang
25
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
melihatnya. Selain itu juga yang menjadi faktor seks
Puskesmas se Kota Banjarmasin yang bekerjasama
bebas terjadi karena mareka dapat mengakses atau
dengan UKS (Unit Kesehatan Sekolah) untuk
mempunyai film porno dan juga kebebasan dari
jenjang
orang tua, lingkungan sekitar mereka tinggal, dan
Banjarmasin. Dengan rentang usia dari 9 tahun
tempat-tempat yang membebaskan berhubungan
hingga 19 tahun. "Berdasarkan data kumpulan dari
seks yaitu seperti tempat prostitusian yang dapat
26 Puskesmas yang tersebar se Kota Banjarmasin
mengakibatkan pemicu terjadinya seks bebas itu
dan telah dievaluasi Dinkes," ujarnya, Selasa
terjadi.
(21/2/2012).
SMP
dan
SMA
di
seluruh
Kota
Menurut Sarwono (2002) bentuk-bentuk dari
Dengan adanya survei tersebut, dapat di ketahui
perilaku seks bebas dapat berupa berkencan intim,
bahwa pergeseran norma sosial yang terjadi di
berciuman,
bersenggama.
masyarakat semakin terbuka mengeni hubungan
Sedangkan Desmita (2005) mengemukakan berbagai
seks. Hubungan seksual yang di anggap sebagai hal
bentuk tingkah laku seksual,
yang sakral dan hanya di lakukan dengan ikatan
intim,
bercumbu,
bercumbu,
dan
sampai
seperti
berkencan
melakukan
kontak
perkawinan, kini sudah di anggap suatu hal yang
seksual.
wajar meskipun tidak dalam ikatan perkawinan.
Berita dari GeSchool.net, 29 September 2012
Dampak dari seks bebas tersebut bila dibiarkan
“Prilaku Seks Bebas di Kalangan Remaja” menurut
maka
data hasil survey KPAI, sebanyak 32 persen remaja
terinfeksi virus HIV dan AIDS, dan Aborsi.
usia 14-18 tahun di Jakarta, Surabaya, dan Bandung
Sehingga sangat penting bagi mereka mengetahui
pernah berhubungan seks. Salah satu pemicunya,
gambaran tentang seks bebas apa saja masalah
muatan pornografi yang diakses via internet.
seks bebas itu, dengan itu harapan peneliti ingin
Fakta lainnya, sekitar 21,2 persen remaja putri di
akan
mengakibatkan
seperti
impotensi,
memberikan informasi yang lebih jelas melalui
Indonesia pernah melakukan aborsi. Selebihnya,
gambaran
separuh remaja wanita mengaku pernah bercumbu.
mengetahui arti tentang seks bebas dan persepsi
Survei KPAI juga menyebutkan, 97 persen perilaku
mereka lebih bisa memahami apa itu seks bebas dan
seks remaja diilhami
internet.
mereka dapat berusaha menghindar dari perilaku
Dunia internet adalah dunia yang menyebarkan
seks bebas tersebut, sehingga ketika mereka terjun
"kebohongan yang positif", termasuk soal seks.
kelapangan mereka membuat langkah-langkah yang
pornografi
di
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Hasil
tentang
seks
bebas,
agar
mereka
baik untuk dapat membantu peserta didik.
mencengangkan diutarakan Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin mengenai prilaku seks bebas di
METODE
kalangan remaja. Angka seks bebas di kalangan remaja
mengalami
drastis
proses pemikiran dan penentuan matang tentang hal-
dibandingkan data 2010. Berdasarkan data Dinkes
hal yang akan di lakukan. Ia merupakan landasan
Kota
berpijak,
Banjarmasin,
kenaikan
hingga
yang
Rancangan penelitian merupakan keseluruhan
akhir
2011
ada
serta
dapat
pula dijadikan
dasar
peningkatan pada persalinan remaja. Dari sebanyak
penilaian baik oleh peneliti itu sendiri maupun
50 orang pada 2010, melonjak menjadi 235 orang
orang lain terhadap kegiatan penelitian. (Margono,
pada 2011. Data lainnya terjadi pada kasus KTD
2010:100).
(Kehamilan yang tidak diinginkan), dari 35 orang 2010,
melonjak
2011.
Data
menjadi
220
orang
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam
pada
penelitian ini adalah
tersebut berdasarkan acuan dari 26
Pendekatan
26
kuantitatif
pendekatan
kuantitatif.
adalah metode penelitian
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
masuknya
digunakan untuk meneliti pada populasi atau
manusia. Melalui persepsi, manusia terus-menerus
sampel
tertentu, teknik
mengadakan
pada
umumnya
pengumpulan
pengambilan
dilakuka
data
sampel
secara random,
menggunakan
hubungan dilakukan
lewat
Perilaku seks lebih tepat untuk menunjukkan alat kelamin. Namun,
adalah
ini
dengan
peraba, perasa dan pencium (Slameto, 2010: 102).
ditetapkan (Sugiyono, 2010: 14). sampling
informasi kedalam otak
inderanya, yaitu indera penglihatan, pendengar,
dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
purposive
atau
lingkungannya.hubungan
instrumen
penelitian, anlisis data bersifat kuantitatif/ statistik
Teknik
pesan
(awam)
teknik
memiliki
seringkali
masyarakat
umum
pengertian bahwa istilah seks
penentuan sampel yang digunakan dengan instrumen
lebih mengarah pada bagaimana masalah hubungan
pengambilan data menggunakan angket melalui
seksual antara dua orang yang berlainan jenis kelamin. Adapun pengetahuan tentang masalah
perhitungan analisis presentase.
seksualitas, berkaitan dengan anatomi seksual (organ-organ tubuh), fungsi hormon seksual, dan
PEMBAHASAN
perilaku
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa dari
seksual
dalam
kehidupan
sosial
(Dariyo,2004:87).
233 Mahasiswa Bimbingan Konseling FKIP Unlam
Hasil yang sama juga dapat dilihat dari hasil
yang diwakilkan 40 orang responden dan 30 butir
peneltian relevan oleh Pawestri dan Setyowati,
soal angket yang sudah valid maka diketahui bahwa
(2012). “Gambaran Perilaku Seksual Pranikah pada
dari hasil
dilihat
Mahasiswa Pelaku Seks Pranikah di Universitas X
persepsi mereka yang tidak mendukung dengan
Semarang”. Hasil penelitian bahwa sebesar 12%
perilaku seks bebas yang mereka ketahui dari
subyek penelitian setuju jika hubungan
macam-macam
jenis
seperti
dilakukan oleh pasangan yang telah berkomitmen
berciuman,
bercumbu,
dan
untuk menikah. Tempat berhubungan seksual di
tidak
Rumah, tempat kost dan hotel. Pengawasan orang
angket
bersenggama
tersebut
dapat
seks
sehingga
bebas berpelukan
persepsi
mereka
tua sebanyak 50 % mendapatkan pengawasan yang
mendukung terjadinya perilaku seks bebas tersebut.
sangat ketat dan aktifitas yang dilakukan responden
Sedangkan dari interpretasi prosentasi persepsi
berbincang-bincang
seks bebas yaitu interpretasi Tertinggi adalah
menggunakan
subjek setuju bahwa hubungan seks dilakukan
kost,
main
waktu
luangnya untuk bersama
seksualitas didapat dari koran, majalah, internet,
sedangkan interpretasi Sedang atau
radio, televise, dari teman kost.
menengah yaitu kategori rendah dengan prosensi sebesar
teman
dengan pasangan seksualnya. Informasi terkait
pasangan yang sudah memiki ikatan atau
menikah,
dengan
komputer, menonton film pornografi, memilih
kategori sedang dengan prosentasi sebesar 92,5% oleh
seks
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan
2,5% tidak takut dari akibat seks yang
mereka lakukan seperti HIV dan AIDS, kemudian
bahwa
persepsi
mahasiswa
Program
Studi
interpretasi Rendah yaitu kategori tinggi dengan
Bimbingan Konseling FKIP Unlam angkatan 2010-
prosensi sebesar 5% bahwa hubungan seks bebas
2013 adalah cukup baik mengetahui persepsi seks
bisa dilakukan dengan seperti bercumbu, berciuman,
bebas.
petting dan berpelukan. Dengan demikian diinterpretasikan bahwa cukup besar yaitu interpretasi mengetahui
tentang
(sedang) persepsi
mereka ketahui. Proses
dari
KESIMPULAN DAN SARAN
mereka
Kesimpulan
seks bebas yang
yang
Dengan memperhatikan alasan yang paling
menyangkut
dominan yang ada serta di dasarkan pada hasil
27
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
analisa data dan penelitian di lapangan dengan
memberikan informasi bahwa Pengajar atau dosen
berdasarkan pedoman penelitian yang telah di
bisa membantu mahasiswa dalam menyelesaikan
uraikan maka dapat di tarik kesimpulan sebagai
permasalahnnya optimal, sehingga permasalahan
berikut bahwa dari hasil angket tersebut dapat dilihat
yang dialami siswa dapat segera ditindak lanjuti
persepsi mereka yang tidak mendukung dengan
dengan baik.
perilaku seks bebas
yang mereka ketahui dari
Kepada mahasiswa program studi bimbingan
macam-macam jenis seks bebas seperti berciuman,
dan konseling digunakan sebagai informasi yang
bercumbu, berpelukan dan bersenggama sehingga
bermanfaat, agar mahasiswa dapat mengetahui
persepsi
tentang gambaran persepsi seks bebas sehingga
mereka tidak mendukung terjadinya
perilaku seks bebas tersebut.
mereka dapat mengatasi dan menghindari perilaku
Sedangkan dari interpretasi prosentasi persepsi
seks bebas.
seks bebas yaitu interpretasi tertinggi adalah kategori
sedang
dengan
prosentasi
92,5%
,
sedangkan interpretasi sedang atau menengah yaitu kategori rendah dengan prosensi 2,5% , kemudian interpretasi rendah yaitu kategori tinggi dengan prosensi 5%. Dengan
demikian
diinterpretasikan
bahwa
cukup besar yaitu interpretasi (sedang) dari mereka mengetahui tentang persepsi seks bebas yang mereka ketahui. Dari permasalahan tersebut dan kendala-kendala yang ada pada mahasiswa Program Studi Bimbingan Konseling FKIP Unlam Banjarmasin yaitu peran dari orang tua dan dari diri sendiri, sangat penting dalam menyikapi semua perkembangan yang ada di diri mahasiswa tersebut agar dapat mengembangkan potensi yang positif mereka miliki secara optimal dan membuat mahasiswa tersebut tidak
merasa
tertekan
atau
dibatasi
dalam
pergaulannya bersama teman- temannya. Saran Kepada Ketua program studi bimbingan dan konseling sebagai melakukan
informasi
penagawasan
tambahan terhadap
dalam kegiatan
mahasiswa dan mengetahui bantuan yang bisa diberikan
untuk
membantu
mahasiswa
dalam
menemukan potensi dirinya. Kepada dosen program studi bimbingan dan konseling sebagai informasi untuk memaksimalkan kinerjanya dalam membantu mahasiswa, serta
28
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Dariyo, Agoes. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya offset Geldard, Kathryn. (2012). Konseling Remaja Intervensi Praktis Bagi Remaja Beresiko. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Gunarsa, Yulia Singgih D. & Singgih D. Gunarsa. (2012).Psikologi Remaja. Jakarta: Libri Jalaludin, Rahmat. (2003). Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Kartono, Kartini. (2005). Patologi Sosial. Jakarta: RajaGrafindo Persada Kartono, Kartini. (2006). Psikologi Wanita 1 Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Bandung: Mandar Maju Kartono, Kartini. (2006). Psikologi Wanita. Bandung: Mandar Maju Kartono, Kartini. (2007). Psikologi Wanita 2 Mengenal Wanita Sebagai Ibu dan Nenek. Bandung: Mandar Maju Margono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Miftah, Thoha. (2003). Kepemimpian Dalam Manajemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Miles, Matthew B and A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Suryabrata, Sumadi. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Rajagrafindo Sarwono, Sarlito Wirawan. (2002). Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka Sarwono, Sarlito Wirawan. (2010). Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Sunarya. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGD Sutopo H.B. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press Walgito, Bimo. 2010. Bimbingan dan Konseling Studi dan Karier. Yogyakarta: Andi
29
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
MAKSIMALISASI FUNGSI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENCIPTAKAN KESEJAHTERAAN SISWA (STUDENT WELL-BEING) DI SEKOLAH Muhammad Arsyad, M. Psi., Psikolog1
[email protected] Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRAK Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil pembelajaran dan perkembangan adalah kesejahteraan. Kesejahteraan siswa merupakan suatu keadaan yang berkesinambungan dari kondisi mood positif dan sikap, ketahanan (resiliensi) dan kepuasan diri, keamanan sekolah dan kesehatan mental. Untuk mampu mewujudkan kesejahteraan siswa di sekolah perlu adanya suatu lembaya yang berperan sebagai pembinaan siswa di sekolah. Salah satu subbidang pembinaan siswa di sekolah adalah dengan adanya layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Mkasimalnya fungsi layanan bimbingan dan konseling dapat menunjang terwujudnya suatu kesejahteraan bagi siswa di sekolah. Artikel ini bertujuan mengkaji maksimalisasi fungsi layanan bimbingan dan konseling untuk menciptakan kesejahteraan siswa di sekolah. Kesejahteraan siswa di sekolah dapat terwujud dengan tujuha jalur menuju siswa sejahtera, yaitu membangun komunitas sekolah yang saling mendukung, menghargai dan terbuka; mengembangkan nilai-nilai prososial; menyediakan lingkungan belajar yang aman; meningkatkan pembelajaran sosial-emosional; menggunakan pendekatan berbasis kekuatan; menumbuhkan rasa kebermaknaan dan tujuan; dan mendorong siswa untuk bergaya hidup sehat. Tujuh jalur tersebut dapat diwujudkan dengan dimilikinya suatu sumberdaya konselor yang mampu menjalankan fungsi dari layanan bimbingan dan konseling sebagaimana semestinya dengan modal personal, profesional dan modal sarana dan prasarana seperti tempat dan instrumen yang mendukung dalam mengidentifikasi permasalahan atau hambatan siswa di sekolah dalam mengembangkan potensinya secara maksimal. Kata Kunci: kesejahteraan siswa (student well-being), fungsi layanan BK
masalah lainnya. Namun dari hasil survey terhadap
PENDAHULUAN Josef dan Hidayat (2011) dalam penelitiannya terhadap
1.200
siswa
Indonesia,
kasus yang menempati peringkat pertama adalah
menemukan bahwa 4,6% responden mengalami
kasus bullying di sekolah atau sebanyak 28 % dari
ketidakpuasan
permasalahan siswa SMP Negeri Kota Yogyakarta.
akut
remaja
terhadap
di
berbagai permasalahan tersebut, didapatkan bahwa
sekolah,
65%
responden mengalami masalah psikososial dan
Beberapa tahun terakhir, kasus bullying di
kesehatan mental dalam tingkat sedang, dan satu
Indonesia mulai marak dan bermunculan di berbagai
dari delapan siswa (12%) pernah mengalami
media. Dari berita yang dituliskan KPAI dalam
serangan fisik yang sengaja dilakukan oleh siswa
halaman webnya (www.kpai.go.id tertanggal 16
lain. Hasil survey lain yang dilakukan Oktaviana
Oktober 2014) mengatakan bahwa kasus bullying
(2014) dalam penelitiannya yang bertempat di SMP
saat ini menduduki peringkat teratas dari pengaduan
Negeri
bahwa
masyarakat. KPAI mencatat dari tahun 2011 hingga
Kota
2014, sedikitnya ada 369 pengaduan terkait masalah
Yogyakarta antaralain seperti bullying, masalah
bullying. Jumlah itu sekitar 25% dari total
prestasi, kelelahan, keluarga, pribadi, dan beberapa
pengaduan di bidang pendidikan atau sebanyak
Kota
permasalahan
1
Yogyakarta, siswa
di
didapatkan SMP
Negeri
Dosen Tetap Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat.
30
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
1.480 kasus. Bullying yang disebut KPAI merupakan
kepada siswa dalam hal –hal yang tidak ditangani
suatu bentuk kekerasan di sekolah. Kasus tersebut
dalam
mengalahkan kasus tawuran pelajar, diskriminasi
diperlukan
pendidikan, ataupun aduan pungutan liar (republika,
pendidikan yang mereka terima selama waktu
Rabu 15 oktober 2014).
bersekolah atau untuk menjamin kesejahteraan
Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil pembelajaran
oleh
pengajaran,
siswa
untuk
namun
membulatkan
meraka dalam unsur keseharatan jasmani, kesehatan mental,
2010).
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu
Kesejahteraan atau well-being dalam hal ini lebih
subbidang dari bidang pembinaan siswa yang
terkait dengan kesejahteraan secara psikologis di
mempunyai fungsi khas bila dibandingkan dengan
sekolah. Kesejahteraan siswa (student well-being)
subbidang
didefinisikan
atau
perkembangan
program
adalah
kesejahteraan
dan
rangka
well-being
sebagai
(Frost,
keadaan
dan perkembangan
yang
lain.
kehidupan
Fungsi
dari
rohani.
pelayanan
yang
bimbingan dan konseling yang khas bersumber pada
berkesinambungan dari kondisi mood positif dan
corak pelayanan bimbingan sebagai bantuan yang
sikap, ketahanan (resiliensi) dan kepuasan diri, serta
bersifat psikis atau psikologis.
hubungan dan pengalaman di sekolah (Noble,
Menurut anggapan dari kebanyakan siswa, guru
McGrath, Roffey & Rowling, 2008) Hal ini berarti
bimbingan dan konseling menjadi seorang polisi
bahwa kesejahteraan (well-being) mempunyai peran
sekolah, selain itu lembaga bimbingan dan konseling
yang sangat penting dalam proses pendidikan di
berubah fungsi menjadi administrasi siswa yang
sekolah. Kesejahteraan (Well-being) yang tinggi
bertujuan
berhubungan dengan peningkatan hasil akademik,
memberikan hukuman (Rahman, 2010). Hal tersebut
kehadiran di sekolah, perilaku prososial, keamanan
menjadi
sekolah dan kesehatan mental (Noble, McGrath,
lembaga bimbingan dan konseling di sekolah,
Roffey & Rowling, 2008). Artinya siswa yang
sehingga tidak berjalan sebagaimana seharusnya
kurang atau merasa tidak sejahtera di sekolah cukup
yang berakibat pada kesejahteraan atau well-being
rentan terhadap permasalahan yang ada di sekolah
bagi sebagian besar siswa belum terpenuhi.
yang menunjukkan bahwa siswa kurang sehat secara
mendisiplinkan,
bias
persepsi
menertibkan
terhadap
dan
berfungsinya
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas
mental ataupun menunjukkan hasil akademik yang
maka,
kurang maksimal sebagaimana potensinya.
memaksimalkan fungsi dari layanan Bimbingan dan
Menurut Winkel & Sri Astuti (2007), untuk
peneliti
Konseling
di
mencoba
sekolah
mengkaji
sebagai
bagaimana
upaya
untuk
mencapai perkembangan optimal siswa, sesuai
menciptakan kesejahteraan siswa di sekolah (student
dengan tujuan institusional, lembaga pendidikan
well-being). Hal ini didasarkan bahwa Bimbingan
pada dasarnuya membina tiga usaha pokok, yaitu (1)
dan Konseling sekolah merupakan pusat layanan
pengelolaan administrasi sekolah, (2) pengembangan
bagi siswa untuk pengembangan potensi dan juga
pemahaman dan pengetahuan, nilai dan sikap, serta
membantu siswa dalam mengentaskan permasalahan
keterampilan
yang sedang dialami, baik dari segi sosial, pribadi,
melalui
program
kegiatan
intrakurikuler dan kokulikuler, dan (3) pelayanan
karir dan juga belajar.
khusus kepada siswa dalam berbagai bidang yang membulatkan pendidikan siswa dan/ atau menunjang
METODE
keejahteraan siswa. Salah satu diantara bidang
Metode dalam penulisan artikel ini adalah studi
pelayanan kepada siswa adalah pembinaan siswa,
literatur. Artinya peneliti mencoba untuk mengkaji
fungsi bidang ini ialah memberikan pelayanan
fungsi layanan dari Bimbingan dan Konseling di
31
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
sekolah dari berbagai sumber, baik buku maupun
individu. Artinya bahwa bimbingan membantu
dari berbagai jurnal penelitian.
seseorang
dalam
prosesnya
untuk
mengaktualisasikan dirinya sepenuhnya. Selain itu Mathewson (dalam Salahudin, 2010) mengatakan
PEMBAHASAN Berdasarkan
hasil
studi
penjajakan
pada
bahwa
bimbingan
merupakan
pendidikan
dan
pendekatan kesejahteraan siswa di Australia oleh
pengembangan yang menekankan proses belajar
Noble, McGrath, Roffey & Rowling (2008) di
yang sistematis. Sedangkan konseling adalah proses
dapatkan diagram jalur menuju siswa sejahtera
bantuan yang diberikan kepada klien dalam bentuk
adalah sebagai berikut:
hubungan terapeutik antara konselor dan klien agar klien dapat meningkatkan kepercayaan diri dan penyesuaian diri, atau berperilaku baru sehingga memperoleh kebahagiaan (Saam, 2013). Jadi dapat di artikan bahwa bimbingan dan konseling dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu dengan bentuk hubungan terapeutik antara seseorang yang terlatih atau ahli sebagai konselor dengan klien yang bertujuan agar individu dapat
mengaktualisasikan
dirinya
dengan
lingkungan serta dapat memahami, mengarahkan dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan untuk pengembangan potensi diri secara optimal dalam rangka Gambar 1.
mencapai
kesejahteraan
dirinya
dan
kesejahteraan masyarakat.
Student Well-being Pathways Diagram
Melalui lembaga bimbingan dan konseling di
(Noble, McGrath, Roffey & Rowling, 2008)
sekolah, sangat mungkin bahwa kesejahteraan siswa di sekolah akan terwujud, jika lembaga bimbingan
Diagram diatas menunjukkan tujuh jalur dalam
dan konseling di sekolah mampu terlaksanan
menuju kesejahteraan siswa, yaitu membangun komunitas
sekolah
yang
sebagaimana fungsinya.
mendukung,
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menghargai dan terbuka; mengembangkan nilai-nilai
Republik Indonesia No. 111 Tahun 2014 Tentang
prososial; menyediakan lingkungan belajar yang
Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar
aman; meningkatkan pembelajaran sosial-emosional;
dan Pendidikan Menengah pasal 1, menyebutkan
menggunakan
kekuatan;
bahwa “bimbingan dan konseling adalah upaya
menumbuhkan rasa kebermaknaan dan tujuan; dan
sistematis, logis, dan berkelanjutan serta terprogram
mendorong siswa untuk bergaya hidup sehat. Tujuh
yang dilakukan oleh konselor atau guru bimbingan
jalur menuju siswa sejahtera dapat diwujudkan
dan konseling untuk memfasilitasi perkembangan
melalui salah satu subbidang yang berfungsi sebagai
peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian
pembinaan siswa, yaitu lembaga bimbingan dan
dalam kehidupan”. Oleh sebab itu untuk dapat
konseling di sekolah.
menciptakan kesejahteraan bagi siswa di sekolah,
pendekatan
saling
berbasis
Bernard dan Fullmer (dalam Salahudin, 2010)
maka sudah seharusnya semua lembaga pendidikan
mengatakan bahwa bimbingan merupakan kegiatan
sekolah
yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap
nasional bangsa dan usaha dasar pembangunan
32
berpedoman
pada
tujuan
pendidikan
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
nasional seperti yang tercantum dalam Undang –
lingkungan atau suatu keadaan tertentu guna
Undang dasar 1945, yaitu melindungi segenap
mencapai satu tujuan pembelajaran di sekolah.
bangsa Indonesia dan seluruh
Misalnya, siswa harus dibantu untuk bergaul secara
Indonesia,
memajukan
mencerdaskan
tumpah darah
kesejahteraan
kehidupan
bangsa
umum,
dan
memuaskan dengan menentukan sikap di tengah-
ikut
tengah
kehidupan
keluarga
(adjustment).
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
Penyesuaian siswa yang baik di sekolah akan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
menciptakan suatu hubungan dan interaksi yang
Maka
pelayanan
hangat diantara individu di sekolah sehingga akan
bimbingan dan konseling sekolah sebagai subbidang
terbagung suatu komunitas sekolah yang saling
pembinaan siswa menjadi kunci usaha dalam
mendukung, menghargai dan terbuka serta dapat
menciptakan kesejahteraan siswa di sekolah.
berkembangnya suatu sikap pro sosial diantara
maksimalisasi
Layanan
fungsi
bimbingan
dari
konseling
individu yang ada di sekolah, baik guru dengan
mempersiapkan siswa untuk meningkatkan tanggung
dan
siswa, siswa dengan siswa, guru dengan guru, dan
jawab atas keputusan mereka dan mengembangkan
juga secara luas yaitu sekolah dengan keluarga
kemampuannya dalam memahami dan menerima
siswa.
hasil yang telah mereka pilih (Gibson & Kauchak
Fungsi ketiga adalah fungsi pengadaptasian,
dalam Lunenburg, 2010). Pelayanan bimbingan dan
yaitu fungsi bimbingan sebagai nara sumber bagi
konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak
tenaga-tenaga pendidk yang lain di sekolah,
dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan
khususnya pimpinan sekolah dan staf pengajar,
dan konseling. Winkel & Sri Astuti (2007)
dalam
merumuskan bahwa fungsi pokok dari pelayanan
pendidikan dan pengajaran supaya sesuai dengan
bimbingan di sekolah, yaitu: (1) Fungsi penyaluran,
kebutuhan para siswa. Pada fungsi ini, layanan tidak
(2)
langsung diberikan kepada siswa, tetapi layanan
fungsi
penyesuaian,
dan
(3)
fungsi
pengadaptasian.
hal
mengarahkan
rangkaian
kegiatan
diberikan melalui sesama tenaga pendidik dengan
Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan
memberikan informasi dan usulan kepada sesama
dalam membantu siswa mendapatkan program studi
tenaga
yang sesuai baginya dalam rangka kurikulum
pendidikan di sekolah serta terbinanya kesejahteraan
pengajaran yang disediakan di sekolah, memilih
para siswa. Fungsi ini secara implisit dapat
kegiatan ekstrakulikuler yang cocok baginya selama
menciptakan suatu kondisi yang aman dan nyaman
menjadi peserta didik di sekolah yang bersangkutan,
bagi proses belajar siswa.
menentukan program studi lanjutan yang sesuai
pendidik
Fungsi
lain
demi
dari
keberhasilan
layanan
program
bimbingan
dan
baginya setelah tamat dan merencanakan bidang
konseling di sekolah ditinjau dari kegunaan atau
pekerjaan yang cocok baginya di masa mendatang.
manfaat,
Artinya bahwa siswa akan dibantu untuk memilih
diperoleh melalui pelayanan tersebut disebutkan
alternatif pengambilan keputusan (decision making)
oleh Ismaya (2015), bahwa fungsi-fungsi bimbingan menjadi
minat dan bakatnya. Fungsi penyesuaian, yaitu bimbingan
dalam
membantu
keuntungan-keuntungan
yang
dan konseling banyak dan dapat dikelompokkan
bagi dirinya sendiri yang sesuai dengan bidang
fungsi
ataupun
empat
pemahaman,
siswa
menemukan cara menempatkan diri secara tepat dalam berbagai keadaan dan situasi yang dihadapi.
fungsi fungsi
pengentasan,dan
fungsi
pengembangan.
Pertama,
pokok,
yaitu
pencegahan,
fungsi
pemeliharaan fungsi
fungsi dan
pemahaman
berkaitan dengan pemahaman seseorang tentang
Artinya siswa mampu menyesuaikan diri dengan
permasalahan
33
yang
dihadapi
klien
dan
juga
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
latarbelakang dari klien itu sendiri. Jika berdasarkan
sebut saja, namun perwujudannya yang bersifat
fokus utama pelayanan bimbingan konseling, yaitu
operasional konkret belum banyak terlihat. Bagi
klien dengan permasalahannya dan dengan tujuan-
konselor profesional yang misi tugasnya dipenuhi
tujuan konseling, maka pemahaman yang sangat
dengan perjuangan untuk menyingkirkan berbagai
perlu dihasilkan oleh layanan bimbingan konseling
hambatan
yang
individu,
upaya
adalah pemahaman tentang diri klien sendiri beserta permasalahannya dan pemahaman oleh pihak-pihak
dapat
menghalangi
pencegahan
berbagai
tidak
sekedar
merupakan ide yang bagus, tetapi adalah suatu
yang akan membantu klien, serta pemahaman
keharusan yang bersifat etis (Horner & McElhaney
lingkungan klien oleh klien.
dalam Ismaya, 2015). Oleh karena itu fungsi
Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak
pencegahan bagi konselor merupakan bagian dari
upaya memberikan bantuan terhadap klien. seorang konselor perlu terlebih dahulu memahami individu
tugas kewajiban yang amat penting. Pencegahan
yang akan dibantu sebelum seorang konselor atau
yang dimaksud adalah sebagai upaya memengaruhi
pihak-pihak lain memberikan bantuan. Oleh karena
dengan cara yang positif dan bijaksana, lingkungan
itu seorang konselor tidak hanya sekedar paham dan
yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian
mengenal diri klien tetapi lebih jauh lagi, yaitu
sebelum kerugian dan kesulitan itu benar-benar
pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi
terjadi (Horner & McElhaney dalam Ismaya, 2015).
klien, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi
Dengan kata lain pencegahan berati bahwa seorang
lingkungannya. Selain itu, pemahaman tentang
konselor
masalah
mengantisipasi potensi masalah sehingga masalah
klien,
terutama
menyangkut
jenis
masalahnya, intensitasnya, sangkut-pautnya, sebab-
tidak
sebabnya, dan kemungkinan berkembangnya (jika
memengaruhi
menjadi
lebih
rumit
untuk
atau
mengalami masalah dianggap berada dalam suatu
lingkungan diartikan sebagai kondisi sekitar individu langsung
tertentu
Fungsi ketiga adalah pengentasan. Orang yang
tentang lingkungan yang lebih luas. Secara sempit secara
berkembang
upaya
menimbulkan efek yang lebih parah.
tidak segera diatasi). Selanjutnya adalah pemahaman
yang
melakukan
keadaan yang tidak mengenakkan sehingga perlu
individu
tersebut, seperti keadaan rumah tempat tinggal,
dianggap atau dikeluarkan dari bendanya yang tidak
keadaan
mengenakkan. Upaya yang dilakukannya itu untuk
sosio-ekonomi
dan
sosio-emosional
keluarga, keadaan hubungan antar tetangga dan
mengatasi
teman sebaya, dan hubungan interaksi lainnya
bimbingan dan konseling. Dengan demikian, secara
dengan
sederhana
orang-orang
disekitar.
Sedangkan
permasalahannya
terdapat
melalui
kesejajaran
lingkungan yang lebih luas yang dimaksud seperti
penyembuhan
lingkungan sekolah bagi para siswa dan lingkungan
pengentasan pelayanan konselor.
kerja dan industri bagi para karyawan. Termasuk
pengembangan.
infirmasi yang dibutuhkan oleh individu. Fungsi meningkatkan
dapat
membantu
pembelajaran
dari
siswa
dalam
segi
sosial-
dokter
antara
fungsi
dan
fungsi
Fungsi keempat adalah fungsi peneliharaan dan
lingkungan yang lebih luas karena merupakan suatu pemahaman
pelayanan
pelayanan
Fungsi
pemeliharaan
berarti
memelihara segala sesuatu yang baik yang ada pada diri individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai
emosional, sehingga siswa dapat lebih adaptif dan
selalma ini. Dalam pelayanan bimbingan konseling,
koperatif dalam mengikuti aktivitas yang ada di
fungsi
sekolah termasuk proses belajar mengajar.
pemeliharaan
dan
pengembangan
Kedua adalah fungsi pencegahan. Pencegahan
dilaksanakan dengan berbagai pengaturan, kegiatan
diterima sebagai suatu yang baik dan perlu
dan program sesuai dengan proses pengamatan
dilaksanakan, tetapi hal itu kebanyakan baru disebut-
entang potensi yang dimiliki siswa. Fungsi ini dapat
34
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
membantu siswa dalam mengembangkan potensinya
tentunya seorang konselor juga harus mempunyai
sehingga
melakukan
modal profesional. Modal profesional ini mencakup
pendekatan berdasarkan kekuatan atau potensi siswa
kematangan wawasan, pengetahuan, keterampilan,
dengan tetap berlandasan pada individual differences
nilai dan sikap dalam bidang kajian pelayanan
(perbedaan individu)
bimbingan dan konseling. Semua itu dapat diperoleh
guru
dapat
memahami
Keseluruhan fungsi-fungsi tersebut diwujudkan
melalui pendidikan dan/atau pelatihan khusus dalam
melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan
program bimbingan dan konseling. Selain dua hal
dan kegiatan bimbingan dan konseling untuk
tersebut modal yang harusnya juga dimiliki sekolah
mencapai hasil sebagaimana terkandung di dalam
adalah, adanya instrumen yang menunjang sebagai
masing-masing fungsi tersebut. Setiap layanan dan
bentuk sarana dan prasarana dalam proses pelayanan
kegiatan
yang
bimbingan dan konseling di sekolah, seperti ruangan
dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada
yang memadai dan standar, instrumen bimbingan
satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasil-hasil
dan konseling yang mampu membantu dalam
yang
menajring atau melakukan asesmen terhadap peserta
bimbingan
hendak
dan
dicapainya
konseling
secara
jelas
dapat
diidentifikasi dan dievaluasi. Agar suatu fungsu
didik, serta sarana pendukung lainnya.
dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan manajemen yang baik dalam penyelenggaraan
KESIMPULAN
kegiatan dari layanan bimbingan dan konseling.
Berdasarkan kajian megenai fungsi dari layanan
Berdasarkan buku II pelayanan bimbingn dan
bimbingan konseling di sekolah maka dapat
konslingh di SLTP (Prayitno, 1997), menyebutkan
disimpulkan bahwa untuk dapat memaksimalkan
bahwa
untuk
dapat
dan
suatu fungsi dari layanan bimbingan dan konseling
dan
di sekolah tentunya harus memiliki sumberdaya
konseling dengan pengertian, tujuan, fungsi, prinsip,
manusia yang memadai sebagai konselor. Selain itu
asas, jenis-jenis layanan dan kegiatan pendukung,
penyelenggaraan kegiatan layanan bimbingan dan
serta jenis-jenis program sebagaimana dikemukakan,
koseling di sekolah tentu harus disertai dengan
maka
modal
mengembangkan
pelayanan
diperlukan
tenaga
mengemban bimbingan
yang
benar-benar
personal
dan
profesional
dari
para
berkemampuan, baik ditinjau dari personalitasnya
konselornya dalam menjalankan layanan. Selain itu
maupun profesionalitasnya. Modal dasar yang akan
juga dengan tersedianya sarana dan prasara dari
menjamin suksesnya penyelenggaraan pelayanan
dilakukannya layanan seperti ketersedian ruangan
bimbingan dan konsleing di sekolah adalah berbagai
yang memadai dan terstandar serta dengan memiliki
ciri personal yang ada dan memiliki secara pribadi
alat instrumentasi yang dapat mendukung proses
oleh
dan
identifikasi permasalahan atau hambatan siswa di
adalah,
sekolah. Maksimalnya fungsi layanan bimbingan
berwawasan luas, mempunyai kasih sayang terhadap
dan konseling di sekolah dengan didukung berbagai
anak terutama peserta didik, bersikap sabar dan
modal tersebut diatas maka, akan berimplikasi
bijaksana, lembut dan baik hati, tekun dan teliti,
terhadap
mampu menjadi contoh bagi peserta didik, tanggap
mengurangi persepsi negatif siswa akan layanan
dan mampu mengambil tindakan, serta mampu
bimbingan dan konseling di sekolah. Kesejahteraan
memahami dan bersikap positif terhadap pelayanan
siswa di sekolah dapat dilihat dari terciptanya
bimbingan konseling. Selain modal personal yang
kondisi mental siswa yang lebih baik. Terdapat tujuh
harus dimiliki oleh seorang konselor sekolah,
jalur dalam menuju kesejahteraan siswa, yaitu
tenaga
konseling.
penyelenggara
Modal
personal
bimbingan tersebut
35
kesejahteraan
siswa
disekolah
dan
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 2 MARET 2017
membangun
komunitas
mendukung,
sekolah
menghargai
yang
dan
saling terbuka;
mengembangkan nilai-nilai prososial; menyediakan lingkungan
belajar yang aman;
pembelajaran
sosial-emosional;
meningkatkan menggunakan
pendekatan berbasis kekuatan; menumbuhkan rasa kebermaknaan dan tujuan; dan mendorong siswa untuk
bergaya
hidup
sehat.
Dengn
adanya
sumberdaya konselor yang mampu melaksanakan fungsi layanan bimbingan dan konseling, serta tujuh jalur dalam menuju kesejahteraan siswa di sekolah, maka hal tersebut dalam menjadikan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa. Adapun saran dalam penulisan artikel ini antaralain, bagi konselor di sekolah hendaknya terus meningkatkan kompetensinya dalam memberikan layanan kepada siswa baik dari segi pengetahuan, keterampilan atau personalnya, sehingga siswa tidak lagi mempersepsi konselor sekolah adalah polisi sekolah yang kerjanya hanya memberikan hukuman. Konselor harus mampu menjadi sahabat bagi siswa dalam membantu mengatasi permsalahan siswa dan mampu mengarahkan siswa dalam mengembangkan bakat dan potensinya menjadi lebih baik dan positif. Selalu berpegang teguh pada fungsi dari layanan bimbingan konseling dan mengarahkan fungsi tersebut kepada tujuha jalur menuju kesejahteraan siswa di sekolah.
36
DAFTAR PUSTAKA Frost, P. (2010). The Effectiveness of Student Well-being Programs and Services. Victorian AuditorGeneral's Report. Diunduh dari http://download.audit.vic.gov.aulfiles/290110-StudentWellbeing-FullReport.pdf. Ismaya, Bambang. 2015. Bimbingan & Konseling: Studi, Karier, dan Keluarga. Bandung: PT. Refika Aditama Josef, F. M. & Hidayat, R. (2011). Pokok-Pokok Temuan Survei Penjajagan Kebutuhan Pengembangan Karakter dan Kesehatan Mental Remaja. Yogyakarta: Palang Merah Norwegia – CPMH Fakultas Psikologi UGM. Lunenburg, F. C. 2010. School guidance and Counseling Service. Sam Houston State University. Schooling Volume 1 No. 1. http://www.nationalforum.com. (diakses tanggal 13 November 2016) Noble, T., McGrath, H., Roffey, S., & Rowling, L. (2008). A scoping study on student wellbeing. Canberra, ACT, Australia: Department of Education, Employment & Workplace Relations. Oktaviana, E. (2014). Peran efikasi Diri dan Dukungan Teman Sebaya terhadap School Well-Being pada Siswa Negeri di Kota Yogyakarta. Tesis. Fakultas psikologi universitas gadjah mada (tidak diterbitkan). Pemerintah. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Prayitno. 1997. Buku II: Pelayanan Bimbingan dan Konseling Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta: Penebar Aksara. Rahman, F. 2010. Revitalisasi Peran dan fungsi Guru bimbingan dan Konseling Dalam Suasana Pendidikan. Artikel. Sleman. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/OPTIMALISASI%20PERAN%20DAN%20FUNGSI%20GURU %20BIMBINGAN%20DAN%20KONSELING%20DALAM%20SUASANA%20PENDIDIKAN.pdf Republik Indonesia. 1945. Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Pemerintah RI. Saam, Z. (2013). Psikologi Konseling. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Salahudin, A. (2010). Bimbingan & Konseling. Bandung: CV. Pustaka Setia. Winkel,W. S & Hastuti, Sri. M. M. 2007. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi. http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter/ (diakses 20 April 2016) http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/14/10/15/ndh4sp-aduan-bullying-tertinggi (diakses 20 April 2016).
37
PETUNJUK PENULISAN NASKAH
A. Petunjuk Umum Naskah yang dikirim adalah naskah hasil karya asli para penulis dengan ketentuan bebas dari plagiat sesuai dengan peraturan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Selain itu naskah yang dimaksud belum pernah dipublikasikan baik di media massa, media cetak, dan media online. Naskah yang dikirim ke Jurnal Bimbingan dan Konseling Fitrah memiliki relevansi dengan bidang bimbingan dan konseling serta keilmuan pendidikan, naskah tersebut adalah artikel hasil riset dan artikel ulasan berupa telaah kritis pemikiran-teori, studi kasus, implementasi metode dan teknik yang mewakili bidang bimbingan dan konseling yang berbasis inovatif.
B. Ketentuan Penulisan Naskah diketik di atas kertas HVS ukuran kwarto spasi 1,5 dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Diketik menggunakan MS. Word dengan menggunakan type penyimpanan penyimpanan file Microsoft Word 97-2003 Document. 2. Panjang tulisan berkisar antara 5-8 halaman dengan layout halaman dua kolom. 3. Artikel hasil riset harus memuat: Judul tulisan tidak lebih dari 2 baris dengan maksimal 12 kata Nama penulis beserta alamat email dan nama institusi Abstrak ditulis tidak lebih dari 220 kata dan kata kunci maksimal 6 kata A. Pendahuluan B. Metode Riset C. Hasil Penelitian D. Pembahasan E. Kesimpulan dan Saran 4. Artikel ulasan harus memuat: Judul tulisan tidak lebih dari 2 baris dengan maksimal 12 kata Nama penulis beserta alamat email dan nama institusi Abstrak ditulis tidak lebih dari 220 kata dan kata kunci maksimal 6 kata A. Pendahuluan B. Deskripsi Masalah C. Pemecahan D. Penutup 5. Identitas penulis harus dicantumkan pada halaman pertama tulisan dalam bentuk foot note (catatan kaki).
6. Daftar kutipan dibuat dalam bentuk in note, contoh: (Ali, 2016: 7), sedangkan daftar pustaka atau rujukan dicantumkan pada halaman akhir dengan menggunakan standar APA dengan pustaka yang digunakan minimal 10 pustaka dan ditekankan 80% adalah pustaka primer terbaru (10 tahun terakhir). Daftar pustaka hanya memuat pustaka yang benar dirujuk dalam teks. 7. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang baik dan benar, sesuai dengan kaidah umum dan tata bahasa yang berlaku. 8. Naskah yang masuk di-review dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan tata cara lainnya.
C. Prosedur Penyerahan Naskah Naskah diserahkan melalui via surat elektronik (surel) melalui alamat
[email protected]. Pada surel, pengirim naskah hendaknya menyertakan nama lengkap dan gelar, email, nomor kontak, posisi dalam institusi, institusi pengirim naskah dan deskripsi singkat diri pengirim naskah dalam dua baris kalimat. Pengirim naskah dapat pula menyerahkan langsung naskah pada alamat redaksi jurnal melalui alamat penyunting dan penerbit. Penyerahan naskah yang bersifat langsung dalam format CD yang telah di-burning dan pada wadah CD yang bertuliskan nama lengkap pengirim naskah. Pengirim naskah yang dinyatakan layak muat akan dihubungi via surat elektronik (surel.) jurnal dan dikenakan biaya pemuatan naskah. Pengelola jurnal tidak bertanggungjawab atas kontak yang tidak melalui surat elektronik (surel) yang tidak tertera pada kontak resmi jurnal. Biaya pemuatan naskah per artikel sebesar Rp.300.000,00 dan dapat ditransfer melalui a/n Ali Rachaman, M.Pd dengan Nomor Rekening 031-00-0591309-3 Bank Mandiri Pangeran Samudera. Biaya pemuatan naskah yang telah ditransfer tidak bisa dikembalikan lagi. Naskah yang telah dinyatakan layak muat dengan demikian menjadi hak milik redaksi dan redaksi dapat menyunting dan menyelaraskan naskah sesuai dengan kebutuhan pemuatan dengan tidak mengubah keseluruhan substansi naskah dan memperhatikan hak pengirim naskah sesuai dengan ketentuan berlaku. Pengirim naskah memperoleh hasil cetak jurnal sebanyak 2 (dua) eksemplar dan dikirim via pos melalui alamat pengirim naskah yang dicantumkan pada surel.