Fithrah Nurhanifah
JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071
PERBEDAAN EFEKTIFITAS MASSAGE PUNGGUNG DAN KOMPRES HANGAT PAYUDARA TERHADAP PENINGKATAN KELANCARAN PRODUKSI ASI DI DESA MAJANG TENGAH WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMOTAN DAMPIT MALANG Differentiation between the effectiveness of back massage and lukewarm breast compress in the increasing of breast milk production Fithrah Nurhanifah Perawat pelaksana Rumah Sakit Umum Daerah Merauke Jalan Trikora No. 7 Merauke
ABSTRAK Faktor penghambat dalam pemberian ASI adalah produksi ASI itu sendiri. Beberapa cara untuk meningkatkan produksi ASI adalah dengan pemberian massage punggung dan kompres hangat payudara. . Desain penelitian ini adalah Quasy Eksperimental tanpa kelompok kontrol dengan pendekatan Pre-Pro test Design. Populasi penelitian ini adalah ibu menyusui bayi usia 1-3 bulan di Desa Majang Tengah wilayah kerja puskesmas Pamotan Dampit Malang sejumlah 32 orang. Sampel dalam penelitian sebanyak 32 orang dengan teknik “total sampling”. Analisa data menggunakan uji beda dua mean atau t test independen. Hasil didapatkan bahwa pemberian massage punggung lebih efektif daripada kompres hangat payudara untuk meningkatkan ASI. Untuk meningkatkan produksi ASI padaibu menyusui, maka pemberian massage punggung lebih ditingkatkan lagi. Kata Kunci: Massage Punggung, Kompres Hangat, ASI
ABSTRACT Some ways to increase of non pharmachology therapy that can increase milk production is by giving back massage and breast warm compression. This research design is quasy experimental without hearing and controlling group with Pre-Pro test Design. This research population are 32 mothers fedding 1-3 months babies in Central Majang village for Region of Pamotan’s Community Health Center in Dampit Malang. There were 32 samples with total sampling technique. Results that provision of back massage is more effective than breast warm compression to increase lactation. To improve lactation, mothers are encouraged to do back massage. Keywords: Back massage, Warm Compression, Breast Milk
LATAR BELAKANG Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting dalam menilai tingkat derajat kesehatan masyarakat di suatu negara. Oleh karena itu, pemerintah memerlukan upaya yang sinergis dan terpadu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di Indonesia khususnya dalam mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 yaitu AKI sebesar 102/100.000 kelahiran hidup. Tentunya hal ini merupakan
100
Juli 2013: 100 - 108
tantangan yang cukup berat bagi Pemerintah Indonesia (Depkes, 2006). Angka kematian bayi di Indonesia terhadap Negara lain menurut laporan World Health Organization (WHO), 2005 menunjukkan bahwa tercatat 46 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan dilihat dari data ASEAN Statistik Pocketbook dinegara asia bagian timur dan tengah angka kematian bayi di Muangthai 29, Filiphina 36, Srilanka 18, Malaysia 11 per 1000 kelahiran hidup (Data Menkokesra, 2009).
Volume 4, Nomor 2
Versi online / URL: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/2359
Dari laporan rutin Badan Pusat Statistik tahun 2010 di Jawa Timur terjadi 5.533 kematian bayi dari 589.482 kelahiran hidup. Jumlah kematian terbanyak di Kabupaten Jember 427 bayi, Kota Malang 292 bayi dan Kabupaten Sidoarjo 249 bayi. Sedangkan jumlah kematian terendah di kota Mojokerto 22 bayi dan Kota Pasuruan 27 bayi (Dinkes Jatimprov, 2010). Riset terbaru WHO padatahun 2005 menyebutkan bahwa 42% penyebab kematian balita di dunia adalah akibat penyakit, yang terbesar adalah ISPA 20%, selebihnya 58% terkait dengan malnutrisi yang sering kali terkait dengan asupan ASI (Siswono, 2006). Malnutrisi pada bayi di sebabkan karena semakin meningkatnya kebutuhan gizi bayi, sementara pemberian ASI semakin menurun dan pemberian makanan tambahan yang belum sesuai dengan kecukupan gizi bayi. Rendahnya sanitasi dan hygiene makanan tambahan tersebut memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh mikroba, hingga meningkatkan resiko dan infeksi lain antara lain gangguan perncernaan pada bayi seperti diar e, konstipasi, muntah dan alergi. Masyarakat pedesaan di Indonesia jenis makanan tambahan pada umumnya sudah diberikan kepada bayi sebelum usia 4 bulan. Kondisi tersebut diatas dapat menimbulkan kekurangan energi protein (KEP) pada bayi, rata-rata berat badan bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih ideal dari pada kelompok bayi yang diberikan makanan tambahan terlalu dini. Di Indonesia masalah pelaksanaan ASI eksklusif masih memprihatinkan. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 20052006 didapatkan hasil bahwa pemberian ASI eksklusif pada bayi dibawah enam bulan di perkotaan ber kisar antara 3%-18%, sedangkan di pedesaan 6%-19%. Presentasi ini menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi, yaitu 54% pada bayi 2-3 bulan dan 19% pada bayi 4-5 bulan, yang lebih memprihatinkan adalah 13% bayi di bawah
dua bulan telah diberikan susu formula dan 30% bayi berusia 2-3 bulan telah diberikan makanan tambahan. Keadaan tersebut menunjukan bahwa masih rendahnya presentase pemberian ASI eksklusif di Indonesia yaitu di bawah target nasional sebesar 80% (Depkes, 2006). Menurunnya angka pemberian ASI ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan ibu mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi, kurangnya dukungan dari petugas tenaga kesehatan, ibu bekerja, pemasaran susu formula mempengaruhi pemikiran ibu serta berkaitan erat dengan persepsi sosial budaya dan kebiasaan masyarakat memberikan makanan tambahan sebelum bayi berumur 6 bulan (Depkes, 2006). Kecenderungan ibu-ibu lebih pendek periode dalam memberikan ASI-nya sering di jumpai di negara sedang berkembang, terutama di daerah pedesaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya memeberikan pisang (57,3%) kepada bayinya sebelum usia 4 bulan (Litbangkes, 2003). Munculnya masalah pemberian makanan tambahan terlalu ini didasarkan pada alasanalasan antara lain hamil lagi, ibu bekerja, pembengakakan payudara, puting yang lecet, saluran yang tersumbat, infeksi pada ibu, dan produksi asi sedikit (Farrer, 2001). Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Majang Tengah, dari tiga posyandu didapat dari 32 ibu yang mempunyai bayi berusia dibawah 6 bulan, 22 ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif 0-6 bulan. Menurut bidan setempat, ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kurang setuju jika hanya memberikan ASI tanpa member ikan tambahan makanan dengan alasan karena dengan pemberian makanan tambahan kepada bayinya ibu merasa bayinya akan lebih tercukupi kebutuhan gizinya. Berdasarkan observasi dan wawancara langsung yang dilakukan peneliti pada 8 orang ibu-ibu, peneliti masih menemukan ibu-ibu yang memberikan
Perbedaan Efektifitas Massage Punggung dan Kompres Hangat Payudara Terhadap Peningkatan Kelancaran Produksi ASI di Desa Majang Tengah Wilayah Kerja Puskesmas Pamotan Dampit Malang
101
Fithrah Nurhanifah
makanan selain ASI pada bayi mereka yang masih berusia antara 1,5-2 bulan, dengan alasan karena air susu tidak lancar sehingga bayi sering menangis karena lapar sehingga akan berhenti menangis dan tertidur nyenyak setelah diberi makanan tambahan. Faktor penghambat dalam pemberian ASI adalah produksi ASI itu sendiri. Produksi ASI yang kurang dan lambat keluar dapat menyebabkan ibu tidak memberikan ASI pada bayinya dengan cukup. Selain hormon prolaktin, proses laktasi juga bergantung pada hormon oksitosin, yang dilepas dari hipofise posterior sebagai reaksi terhadap pengisapan puting. Oksitosin mempengaruhi sel – sel mioepitel yang mengelilingi alveoli mammae sehingga alveoli berkontraksi dan mengeluarkan air susu yang sudah disekresikan oleh kelenjar mammae (Farrer, 2001). Refleks oksitosin ini dipengaruhi oleh jiwa ibu. Jika ada rasa cemas, stress dan ragu yang terjadi, maka pengeluaran ASI bisa jadi akan terhambat (Kodrat, 2010). Perawat dibutuhkan dalam memberikan asuhan keper awatan pada ibu dalam pr oses menyusui, adapun peran perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan dalam meningkatkan produksi ASI pada Ibu menyusui, maka perawat dapat memberikan konseling tentang menyusui (memberikan panduan antisipasi untuk masalah potensial misalnya pembengkakan, nyeri, produksi ASI berkurang, perasaan kecewa/ marah, depresi, rasa bersalah, dan ketidakadekuatan (Nanda, 2006). Salah satu cara untuk menstimulasi refleks oksitosin dapat juga dilakukan dengan memijat punggung ibu untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat pembengkakan atau untuk membuat ibu menjadi rileks ketika ibu mengalami kesulitan untuk mengeluarkan ASI. Massage punggung adalah sebuah teknik akupresur yang telah direkomendasikan oleh pemimpin La Leche League International (LLLI) selama bertahun-tahun. Cara yang dilakukan adalah ibu duduk di kursi dan seseorang berdiri di belakang leher lalu menggosok dengan buku102
Juli 2013: 100 - 108
JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071
buku jari tangan dari pangkal leher ibu ke bagian bawah tulang belikatnya di kedua sisi tulang punggungnya (Riordan, 2005). Punggung atas adalah titik akupr esur digunakan untuk memperlancar proses laktasi. Saraf yang mempersarafi payudara berasal dari tulang belakang bagian atas, antara tulang belikat. Daerah ini adalah daerah dimana perempuan sering mengalami ketegangan otot. Memijat punggung atas dapat merilekskan bahu dan menstimulasi refleks let-down. Selain massage punggung, ASI tidak lancar dapat diatasi dengan kompres hangat payudara. Kompres hangat payudara selama pemberian ASI akan dapat meningkatkan aliran ASI dari kelenjar-kelenjar penghasil ASI. Manfaat lain dari kompres hangat payudara antara lain; stimulasi refleks let down; mencegah bendungan pada payudara yang bisa menyebabkan payudara bengkak; memperlancar peredaran darah pada daerah payudara (Saryono & Roischa, 2009). METODE Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian Quasy Eksperimental tanpa kelompok kontrol dengan pendekatan Pre-Pro test Design. Pada kedua kelompok diawali dengan diberi pretest (sebelum diberi perlakuan) dan setelahnnya diberi post test (setelah perlakuan) dan selanjutnya di observasi hasilnya. Populasi pada penelitian ini adalah ibu menyusui bayi usia 1-3 bulan di Desa Majang Tengah wilayah kerja puskesmas Pamotan Dampit Malang sejumlah 32 orang. Pengujian masing-masing intervensi terhadap peningkatan kelancaran produksi ASI antara kelompok massage punggung dan kelompok kompres hangat payudara menggunakan perhitungan statistik dengan uji T-Paired atau (T test) dependen dan untuk menganalisa efektivitas massage punggung dan kompres hangat payudara terhadap peningkatan kelancaran produksi ASI menggunakan uji T-Non paired atau (T test) Independen.
Versi online / URL: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/2359
Volume 4, Nomor 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelancaran produksi ASI Pre dan Post Intervensi
Hasil Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kelancaran produksi ASI Pre-Post Intervensi Pre-test Kelompok Eksperimen
Mean
SD
Massage Punggung
2,50
0,97
Kompres Hangat Payudara
2,31
0,79
Berdasarkan tabel 1 di atas, dari 16 responden sebelum diberikan eksperimen massage punggung, memiliki rentang skor kelancaran produksi ASI antara 1 – 4 dengan rata-rata sebesar 2,50 dan simpangan baku (SD) sebesar 0,97. Setelah diber ikan eksperimen massage punggung, rentang skor kelancaran produksi ASI meningkat menjadi 3 – 5 dengan rata-rata sebesar 3,81 dan simpangan baku sebesar 0,83. Dari 16 responden sebelum diberikan eksperimen kompres hangat payudara, memiliki rentang skor kelancaran produksi ASI antara 1 – 4 dengan rata-rata sebesar 2,31 dan simpangan baku (SD) sebesar 0,79. Setelah diberikan
Post-test
Min - Max
Mean
SD
Min - Max
1–4
3,81
0,83
3–5
1-4
3,06
0,68
2–4
eksperimen kompres hangat payudara, rentang skor kelancaran produksi ASI meningkat menjadi 2 – 4 dengan rata-rata sebesar 3,06 dan simpangan baku sebesar 0,68. Analisa Pengaruh Massage Punggung terhadap Kelancaran Produksi ASI Pengukuran kelancaran produksi ASI pada responden dilakukan pada sebelum dan sesudah diberikan massage punggung. Berikut deskriptif data kelancaran produksi ASI responden pada sebelum dan sesudah diberikan massage punggung :
Tabel 2. Deskriptif Kelancaran produksi ASI Pre-Post Massage Punggung Variabel
Mean
SD
SE
p-value
N
2,50
0,97
0,24
0,000
16
3,81
0,83
0,21
Kelancaran produksi ASI - Pre- Intervensi (Massage Punggung) - Post- Intervensi (Massage Punggung)
Berdasarkan analisis deskriptif di atas, dapat dijelaskan bahwa rata-rata kelancaran produksi ASI responden pada pre intervensi adalah sebesar 2,50 dan pada post intervensi sebesar 3,81. Dari tabel tersebut terlihat bahwa kelancaran produksi ASI pada post intervensi lebih tinggi daripada pada pre
16
intervensi. Namun, sebelum dibuat kesimpulan bahwa terdapat peningkatan kelancaran produksi ASI yang signifikan atau tidak, diperlukan pengujian secara statistik dengan menggunakan uji t berpasangan. Berikut hasil pengujian dengan menggunakan uji t berpasangan.
Tabel 3. Analisa Pengaruh Pengaruh Massage Punggung terhadap Kelancaran Produksi ASI thitung -6,619
Signifikansi 0,000
Pengujian hipotesis pada tabel 3 dengan menggunakan uji t berpasangan ini dilakukan untuk mengetahui pengar uh massage
ttabel (df=15, α=0,05) 2,131
Keputusan Tolak H0
punggung terhadap peningkatan kelancaran produksi ASI. Dengan menggunakan uji t didapatkan nilai thitung sebesar -6,619 dengan
Perbedaan Efektifitas Massage Punggung dan Kompres Hangat Payudara Terhadap Peningkatan Kelancaran Produksi ASI di Desa Majang Tengah Wilayah Kerja Puskesmas Pamotan Dampit Malang
103
Fithrah Nurhanifah
JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071
nilai Signifikansi = 0,000. ttabel dengan derajat bebas 15 untuk á = 0,05 didapatkan nilai 2,131. Langkah selanjutnya dilakukan perbandingan, dimana nilai |thitung | lebih besar daripada ttabel (6,619 > 2,131), dan selain itu nilai signifikansi kurang dari á = 0,05 (0,000 < 0,05) sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak. Sehingga dari pengujian ini dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kelancaran produksi ASI yang signifikan antara pre intervensi dengan kelancaran produksi ASI post intervensi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pember ian massage punggung dapat meningkatkan kelancaran produksi ASI. Pengujian Pengaruh Kompres Hangat Payudara terhadap Kelancaran Produksi ASI Pengukuran kelancaran produksi ASI pada responden dilakukan pada sebelum dan sesudah diberikan kompres hangat payudara. Berikut deskriptif data kelancaran produksi ASI responden pada sebelum dan sesudah diberikan kompres hangat payudara:
Tabel 4 Deskriptif Kelancaran produksi ASI Pre-Post Kompres hangat payudara Variabel
Mean
SD
SE
p-value
N
- Pre- Intervensi (Kompres hangat payudara)
2,31
0,79
0,198
0,002
16
- Post- Intervensi (Kompres hangat payudara)
3,06
0,68
0,170
Kelancaran produksi ASI
Berdasarkan analisis deskriptif di atas, dapat dijelaskan bahwa rata-rata kelancaran produksi ASI responden pada pre intervensi adalah sebesar 2,31 dan pada post intervensi sebesar 3,06. Dari tabel tersebut terlihat bahwa kelancaran produksi ASI pada post intervensi lebih tinggi daripada pada pre
16
intervensi. Namun, sebelum dibuat kesimpulan bahwa terdapat peningkatan kelancaran produksi ASI yang signifikan atau tidak, diperlukan pengujian secara statistik dengan menggunakan uji t berpasangan. Berikut hasil pengujian dengan menggunakan uji t berpasangan.
Tabel 5. Analisa Pengaruh Kompres Hangat Payudara terhadap Kelancaran Produksi ASI thitung -3,873
Signifikansi 0,002
Pengujian hipotesis pada Tabel 5 dengan menggunakan uji t berpasangan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kompres hangat payudara terhadap peningkatan kelancaran produksi ASI. Dengan menggunakan uji t didapatkan nilai thitung sebesar -3,873 dengan nilai Signifikansi = 0,002. ttabel dengan derajat bebas 15 untuk á = 0,05 didapatkan nilai 2,131. Langkah selanjutnya dilakukan perbandingan, dimana nilai |thitung | lebih besar daripada ttabel (3,873 > 2,131), dan selain itu nilai signifikansi kurang dari á = 0,05 (0,002 < 0,05) sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak. Sehingga dari pengujian ini dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kelancaran produksi ASI 104
Juli 2013: 100 - 108
ttabel (df=15, α=0,05) 2,131
Keputusan Tolak H0
yang signifikan antara pre intervensi dengan kelancaran produksi ASI post intervensi. Atau dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa pemberian kompres hangat payudara mampu meningkatkan kelancaran produksi ASI. Perbedaan Efektifitas Massage Punggung dan Kompres Hangat Payudara terhadap Kelancaran Produksi ASI Untuk membandingkan kelancaran produksi ASI pada masing-masing eksperimen, dilakukan pengujian dengan
Versi online / URL: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/2359
Volume 4, Nomor 2
menggunakan uji t tidak berpasangan (independent sample t – test). Berikut
deskriptif post test pada masing-masing kelompok eksperimen :
Tabel 6. Deskriptif Kelancaran Produksi ASI Massage Punggung dan Kompres hangat payudara Variabel
Mean
SD
SE
p-value
N
3,81
,83
,21
0,009
16
3,06
,68
,17
Kelancaran produksi ASI - Massage Punggung - Kompres Hangat Payudara
Berdasarkan analisis deskriptif di atas, dapat dijelaskan bahwa rata-rata kelancaran produksi ASI post test kelompok intervensi massage punggung adalah sebesar 3,81 dengan simpangan baku (SD) sebesar 0,83. Dan pada kelompok intervensi kompres hangat payudara adalah sebesar 3,06 dengan simpangan baku (SD) sebesar 0,68. Dari tabel tersebut terlihat bahwa kelancaran produksi ASI pada kelompok intervensi massage punggung lebih tinggi daripada kompres hangat payudara. Namun, sebelum dibuat kesimpulan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kelancaran produksi ASI yang signifikan atau tidak pada kedua kelompok eksperimen tersebut, diperlukan pengujian secara statistik dengan menggunakan uji t. Namun, sebelum dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t, terlebih dahulu dilakukan pengujian apakah ragam dari kedua kelompok intervensi tersebut sama atau tidak. Jika ragam kedua kelompok tersebut sama, maka uji t yang digunakan adalah uji t dengan diasumsikan ragam kedua kelompok sama (equal variances assummed). Namun, jika ragam kedua kelompok berbeda, maka uji t yang digunakan adalah uji t dengan tidak diasumsikan ragam kedua kelompok sama (equal variances not assummed). Pengujian
16
ragam kedua kelompok tersebut dilakukan dengan menggunakan uji Levene. Dengan menggunakan bantuan software SPSS didapatkan hasil uji Levene sebagai berikut : Tabel 7. Uji Levene Skor Kelancaran Produksi ASI F-hitung
F-tabel
Signifikansi
Keterangan
2,439
4,171
0,129
Homogen
Berdasarkan pada tabel 7 di atas, didapatkan koefisien F-hitung sebesar 2,439 dengan nilai signifikansi sebesar 0,129. Pada tingkat kesalahan 5% (á = 0,05), didapatkan nilai F-tabel sebesar 4,171. Jika F-hitung dibandingkan dengan dengan F-tabel, dapat dipastikan bahwa F-hitung lebih kecil daripada F-tabel (2,439 < 4,171). Dan jika nilai signifikansi dibandingkan dengan á = 0,05, maka dapat dipastikan bahwa nilai signifikansi lebih besar daripada á = 0,05 (0,129 > 0,05). Sehingga, dari pengujian ini dapat disimpulkan bahwa ragam kedua kelompok eksperimen sama (homogen). Oleh karena itu, uji t yang digunakan adalah uji t dengan diasumsikan ragam kedua kelompok sama (equal variances assummed). Berikut hasil uji t dengan menggunakan bantuan software SPSS : Tabel 8. Pengujian Perbandingan Kelancaran Produksi ASI Eksperimen Massage Punggung dengan Kompres Hangat Payudara thitung 2,787
Signifikansi 0,009
Pengujian hipotesis pada tabel 8 dengan menggunakan uji t ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kelancaran produksi ASI pada kelompok
ttabel (df=30, α=0,05) 2,042
Keputusan Tolak H0
Intervensi Massage Punggung dengan Kompres Hangat Payudara. Dengan menggunakan uji t didapatkan nilai t hitung sebesar 2,787 dengan nilai Signifikansi =
Perbedaan Efektifitas Massage Punggung dan Kompres Hangat Payudara Terhadap Peningkatan Kelancaran Produksi ASI di Desa Majang Tengah Wilayah Kerja Puskesmas Pamotan Dampit Malang
105
Fithrah Nurhanifah
0,009. ttabel dengan derajat bebas 30 untuk á = 0,05 didapatkan nilai 2,042. Langkah selanjutnya dilakukan perbandingan, dimana nilai thitung lebih besar daripada ttabel (2,787> 2,042), dan selain itu nilai signifikansi kurang dari á = 0,05 (0,009 < 0,05) sehingga dapat disimpulkan H 0 ditolak. Sehingga dari pengujian ini dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kelancaran produksi ASI yang signifikan antara intervensi Massage Punggung dengan Kompres Hangat Payudara, dimana pada kelompok intervensi massage punggung didapatkan nilai p-value lebih kecil dari nilai p-value intervensi kompres hangat payudara (0.000<0.002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian intervensi massage punggung lebih efektif melancarkan produksi ASI daripada intervensi kompres hangat payudara. Pembahasan Hasil observasi saat dilakukan pemijatan punggung, air susu ibu terkadang mengalir secara spontan selama massage punggung. Kondisi ini dikarenakan saat dimassage, saraf punggung akan merangsang pengeluaran endorfin di dalam tubuh yang secara tidak langsung akan merangsang refleks oksitosin (Sukhe et al 2012). Ketika diberikan massage punggung, saraf punggung akan mengirimkan sinyal ke otak untuk mengeluarkan oksitosin, yang akan menyebabkan kontraksi sel myoepitel yang akan mendorong keluarnya ASI, karena saraf payudara dipersarafi oleh saraf punggung (saraf dorsal) yang menyebar disepanjang tulang belakang. Lancarnya pengeluaran ASI disebabkan juga karena meningkatnya sirkulasi darah pada daerah payudara setelah diberikan massage punggung. Menurut Dalimartha (2008) teknik pemijatan pada titik ter tentu dapat menghilangkan sumbatan dalam darah sehingga aliran darah dan energi di dalam tubuh akan kembali lancar. Sisk et al (2001), menyatakan bahwa massage mempunyai manfaat baik secara
106
Juli 2013: 100 - 108
JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071
fisiologis maupun psikologis. Manfaat massage meliputi menciptakan respon relaksasi, menigkatkan proses metabolisme, meningkatkan proses metabolisme, menigkatkan fungsi jaringan limfatik, mempercepat penyembuhan dan relaksasi otot, mengurangi ketegangan otot dan tingkat stres. Turner & Merriman (2005) dikutip Mulyati (2009) menyatakan bahwa efek massage juga dapat meningkatkan kadar serotonin dan dopamine sehingga memicu penurunan ketidaknyamanan, kelelahan, stres dan depresi. Kondisi ini sama yang dirasakan post massage punggung, responden merasa rileks dan nyaman. Penggurangan ketidaknyamanan, kelelahan, stres dan depresi pada ibu menyusui akan membantu lancarnya pengeluaran ASI. Hal ini sesuai dengan Breastfeeding Counseling: A Training Course WHO/ UNICEF (2008) yang menunjukkan bahwa massage punggung merupakan salah satu cara untuk menstimulasi hormon oksitosin yang dapat merangsang let down reflex. Let down reflex ini penting untuk menjaga kestabilan produksi ASI, tetapi dapat terhalangi apabila ibu mengalami stres. Ibu yang mengalami kesulitan menyusui akibat kurangnya refleks let down ini, dapat dibantu dengan pemberian massage punggung. Sensasi let down reflex sangat bervariasi dan terlihat selama pemijtan, menurut Ariani (2009) sensasi refleks ini sering berupa perasaan hangat atau seperti kesemutan pada payudara. Tanda bekerjanya refleks ini dapat di lihat dengan melambatnya isapan bayi, bayi menghisap dengan dalam dan teratur. Pemberian kompres hangat payudara mampu meningkatkan kelancaran produksi ASI. Menurut Huang et al (2007), beberapa efek fisiologis dari kompres hangat antara lain efek vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler, meningkatkan metabolisme selular, merelaksasi otot, meningkatkan aliran darah ke suatu area. Penggunaan kompres hangat untuk area yang tegang dan nyeri dapat meredakan nyeri dengan mengurangi spasme
Volume 4, Nomor 2
Versi online / URL: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/2359
otot yang disebabkan oleh iskemia. Selain itu menurut Sisks et al (2002) terapi kompres hangat juga merupakan tindakan untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengur angi atau mencegah terjadinya spasme otot, merangsang peristaltik usus ,dan memberikan rasa hangat. Perpindahan panas dari buli-buli panas kedalam perut akan merangsang kontraksi usus sehingga terjadilah flatus. Pada hasil observasi setelah dilakukan kompres hangat payudara, terlihat responden tampak lebih nyaman dan rileks setelah pemberian kompres hangat payudara. Kondisi ini dikarenakan, saat dilakukan kompres hangat, payudara akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus di rangsang, sistem efektor menguarkan sinyal dengan vasodilatasi perifer (Potter, 2005). Kompres hangat juga dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi nyeri, mencegah terjadinya spasme otot, dan memberikan rasa hangat pada payudara. Kurang lancarnya penegeluaran ASI yang disebabkan oleh adanya gangguan letdown reflex sehingga ASI tertahan dalam sinusnya dapat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif oleh ibu. Kompres hangat payudara selama pemberian ASI akan dapat meningkatkan pengeluaran ASI dari kelenjarkelenjar penghasil ASI. Menurut Huang et al (2007), beberapa efek fisiologis dari pemberian kompres hangat antara lain efek vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler, merelaksasi otot dan meningkatkan aliran darah ke suatu area. Peningkatan sirkulasi darah pada daerah payudara, mengakibatkan semakin banyak oksitosin yang mengalir menuju payudara dan membuat pengeluaran ASI semakin lancar. KESIMPULAN DAN SARAN Terdapat per bedaan kelancaran produksi ASI sebelum dan sesudah diberikan
massage punggung. Sebelum diberikan intervensi massage punggung, rentang skor kelancaran produksi ASI antara 1 – 4 dengan rata-rata sebesar 2, 50. Setelah diberikan eksperimen massage punggung, rentang skor kelancaran produksi ASI meningkat menjadi 3 – 5 dengan rata-rata sebesar 3,81. Terdapat perbedaan kelancaran produksi ASI sebelum dan sesudah diberikan kompres hangat payudara. Sebelum diberikan intervensi kompres hangat payudara, rentang skor kelancaran produksi ASI antara 1 – 4 dengan rata-rata sebesar 2, 31. Setelah diberikan intervensi kompres hangat payudara, rentang skor kelancaran produksi ASI meningkat menjadi 2 – 4 dengan rata-rata sebesar 3,06. Terdapat per bedaan efektifitas massage punggung dan kompres hangat payudara terhadap peningkatan kelancaran produksi ASI, dimana pada kelompok intervensi massage punggung didapatkan nilai p-value lebih kecil dari nilai p-value intervensi kompres hangat payudara (0.000<0.002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian intervensi massage punggung lebih efektif melancarkan produksi ASI daripada intervensi kompres hangat payudara. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan ibu dapat menjadikan massage punggung dan kompres hangat payudara sebagai tindakan alternatif tambahan untuk meningkatkan produksi ASI. Dalam penelitian ini peneliti memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan dalam melakukan penelitian, diantaranya meliputi keterbatasan dalam observasi, waktu melakukan penelitian tiap responden yang tidak sama, dan belum menganalisa sejauh mana hubungan karakteristik responden dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi ASI. Diharapkan bagi penelitian selanjutnya peneliti lebih memperhatikan faktor pendukung lainya, kebutuhan waktu pelaksanaan dan pengamatan atau observasi sebaiknya dilakukan langsung oleh peneliti. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan bahan
Perbedaan Efektifitas Massage Punggung dan Kompres Hangat Payudara Terhadap Peningkatan Kelancaran Produksi ASI di Desa Majang Tengah Wilayah Kerja Puskesmas Pamotan Dampit Malang
107
Fithrah Nurhanifah
pertimbangan, tambahan pengetahuan dan bisa mengaplikasikan terapi massage punggung dan kompres hangat payudara kepada ibu-ibu menyusui untuk meningkatkan produksi ASI. DAFTAR PUSTAKA Ariani, 2009. Ibu Sususi Aku. Bandung: Khazanah Intelektual. Departemen Kesehatan (Depkes), 2006. Profil Kesehatan Indonesia 2006. (online) ; http;///www.depkes.go.id/ dowload.php?file=download/pusdation peta. Farrer, H. 2011. Buku Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC Potter, PA & Perr y. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, proses, dan Praktik. Edd/4 Vol.1. Jakarta: EGC. Sisk, P, Quandt, S, Parson, N, & Tucker, J 2010, Breast milk expression and maintenance in mothers of very low birth weight infants: supports and barriers, Journal of Human Lactation, Vol. 26, Issue 4, pp. 368-375. Sukhee, A, Jinhee, K & Jungsuk, C 2011, Effects of breast massage on breast pain, breast milk sodium, and newborn sucking in early postpartum mothers, J Korean Acad Nurs, Vol. 41, Issue 4, pp. 451-459. Huang, W, Luo, M, & Lin, X 2007, Effect of the breast’s et-hot spreading massage on the secretion of breast milk, Modern Clinical Nursing, WHO. 2005. Global health indicator, (online) http;//www.who.int/whosiu/2005/en/ index.html,diauses (Tanggal 16 Maret 2010)
108
Juli 2013: 100 - 108
JURNAL KEPERAWATAN, ISSN 2086-3071