HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Fakultas Makalah Non Seminar Jenis Karya Nama Mata Kuliah Judul Karya Ilmiah Tfi^ft
fie>-
r«4<
"0
Telah disetujui oleh dosen pengajar mat a kuliah untuk diunggah di lib.ui.ac.id/unggah dan dipublikasikan sebagai karya imiah sivitas akademika Universitas Indonesia
Dosen Mata Kuliah
: .™!^.Q|-
Ditetapkan di : .....
..............
Tanggal
••
( •»»»
tanda tangan
3013.
Tema kebebasan ..., Meranita Talentsa Ayu Suhartono, FIB UI, 2014
)
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASl TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
T«l
Skripsi/Tesis/Disertasi/Karya Ilmiah*:
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
beserta perangkat yang ada (ji^3 diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Pada tanggal Yang menyatakan
* Contoh Karya Ilmiah: makalah non seminar, laporan kerja praktek, laporan magang, dll
Tema kebebasan ..., Meranita Talentsa Ayu Suhartono, FIB UI, 2014
Tema Kebebasan dalam Roman Bonjour Tristesse karya Françoise Sagan
Meranita Talentsa Ayu S Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat, Indonesia Email:
[email protected] ABSTRAK Artikel ini menganalisis tema kebebasan dalam roman Bonjour Tristesse karya Françoise Sagan. Roman tersebut merupakan roman yang menuai pro dan kontra bagi masyarakat Prancis, sebab tema yang diangkat merupakan tema yang belum lazim pada zamannya, yakni kebebasan bertindak tokoh utama perempuan. Penggambaran tokoh tersebut telah mengubah ciri roman yang ada sebelumnya, yaitu cerita yang mengisahkan ksatria dengan nuansa melodramatis1, menjadi roman yang terbuka membicarakan segala hal sesuai dengan sudut pandang wanita yang menuntut kebebasan atas hidupnya. Sagan sebagai penulis roman ini juga mendefinisikan kebebasan sebagai perilaku yang terlepas dari norma-norma tertentu, yakni norma-norma bourgeois. Oleh karena, itu artikel ini akan menunjukkan bentuk penyampaian Sagan yang menolak norma-norma bourgeois melalui karakter tokoh utama dalam roman Bonjour Tristesse, yakni Cécile. Adapun data yang digunakan dalam penelitian singkat ini adalah roman Bonjour Tristesse karya Françoise Sagan, terbitan Julliard,1954. Kata kunci : Bonjour Tristesse, Françoise Sagan, tema, kebebasan, norma bourgeois, ABSTRACT This article analyses a freedom theme of Bonjour Tristesse, a roman by FranCoise Sagan. This roman reaps the pros and cons, because it has not been prevalent at that time, namely the freedom of the main female character. The description of these characters have changed some previous traits, which tells a story about the knight with the melodramatic theme, a roman which openly discusses all things according to woman perspective who demanded freedom for her life. Sagan as the author also defines freedom as the behavior of certain norms, bourgeois norms. Therefore, this article will show the submission models of Sagan who rejected bourgeois norms, through the main character of the roman Bonjour Tristesse, Cécile. The data which is used for this short research is a roman Bonjour Tristesse by Françoise Sagan, published by Julliard, 1954. Key word: Bonjour Tristesse, Françoise Sagan, theme, freedom, bourgeois norms.
1
KBBI, 1988:571 Melodramatis: bersifat melodrama; bersifat menggtarkan perasaan hati: kisah hidup yang menyedihkan itu sangat mengesankan dan--; sensasional.
1
Tema kebebasan ..., Meranita Talentsa Ayu Suhartono, FIB UI, 2014
Latar Belakang Françoise Sagan, yang memiliki nama asli Françoise Quoirez, lahir pada 21 Juni 1935 di Cajarc, di daerah Lot, Prancis Selatan. Ia mulai menggunakan nama Sagan ketika ia mulai menerbitkan karyanya yang pertama, yakni Bonjour Tristesse pada tahun 1954. Lewat karyanya tersebut Sagan meraih sukses yang luar biasa dan menjadi seorang penulis yang cukup ternama di Prancis. Roman tersebut dicetak ulang berkali-kali hingga mencapai dua juta eksemplar dalam kurun waktu 25 tahun setelah penerbitan pertamanya. Roman tersebut juga berhasil memperoleh penghargaan Prix des Critiques, „Hadiah dari Para Kritikus Sastra‟, pada tahun 1954. Tiga puluh tahun kemudian, Sagan juga mendapat penghargaan Prix de La Fondation dari Pangeran Pierre de Monaco untuk keseluruhan karyanya. (Nadya, 2009:5) Atas keberhasilan tersebut Bonjour Tristesse juga sempat difilmkan pada tahun 1957, disutradarai oleh Otto Preminger. Sagan dikenal sebagai penulis roman Prancis pada abad 20-an. Adapun beberapa roman yang telah ia tulis, antara lain Un certain sourire (1956), Dans un mois dans un an (1957), Aimez-vous Brahms… (1959), Les merveilleux nuages (1961), La chamade (1965). Selain menulis roman, Francoise Sagan juga menulis esai yang berjudul Brigitte Bardot dan Réponse. Ia juga kerap menulis beberapa naskah drama, antara lain Le château en Suede (1960), Des violons parfois (1961), La robe mauve de valentine (1963), Bonheur impair et passé (1964). Dari keseluruhan karyanya tersebut, Bonjour Tristesse merupakan roman yang dinilai paling sukses baik dari jumlah eksemplar yang diterbitkan maupun penghargaan yang diperolehnya. (Hutapea, 2003 :153) Keberhasilan Sagan atas novel pertamanya tersebut, yakni Bonjour Tristesse justru menuai polemik. Berdasarkan artikel dari New York Times yang berjudul “Françoise Sagan Who Had a Best Seller at 19, with Bonjour Tristesse, Dies at 69”, ditulis oleh Eric Pace (25 September 2004), menjelaskan bahwa beberapa kritikus menilai Bonjour Tristesse bukanlah karya yang patut untuk diapresiasi karena mengangkat tema yang tidak lazim, yakni kebebasan bertindak tokoh utama perempuan. Kebebasan bertindak yang dimaksud adalah penggambaran tokoh utama yang melakukan segala hal berdasarkan mengikuti keinginan
hatinya. Ia mengabaikan peraturan yang berlaku pada saat itu. Penggambaran tokoh perempuan yang bebas dan bertindak hanya dengan mengikuti kata hatinya tersebut telah mengubah ciri roman yang dikenal oleh masyarakat Prancis sebelumnya. Pada abad XIX roman Prancis dikenal bernuansa melodramatis. Berbeda dengan apa yang tertulis pada artikel tersebut di atas, Serge Gavronsky, seorang profesor Kesusastraan Prancis di Barnard College, New York, menilai Bonjour Tristesse sebagai karya yang cemerlang. Hal tersebut dapat dilihat dari gaya bercerita dan tema yang diangkat, sehingga mampu menghasilkan suatu karya sastra yang dapat menghubungkan antara karya sastra klasik dan karya sastra pada pertengahaan tahun 1900-an. Kritikus lain juga menilai bahwa karya ini merupakan simbol generasi pasca-perang dunia II. (Nadya, 2009 :6) Françoise Sagan merupakan penulis roman Prancis yang lahir bersama dengan penulis besar lainnya seperti Jean-Paul Sartre (1905-1980), Simone de Beauvoir (1908-1986), Albert Camus (1913-1960), dan Alain RobbeGrillet (1955). Oleh sebab itu, karya-karya Sagan juga dipengaruhi oleh pemikiranpemikiran mereka, terutama pemikiran Sartre mengenai kebebasan individual, khususnya gagasannya tentang kemuakan atau kejenuhan hidup. Hal tersebut terlihat dalam roman pertama Sagan, Bonjour Tristesse.
Françoise Sagan sebagai penulis roman Prancis Dalam dunia kesusastraan Prancis, Sagan dikenal sebagai penulis roman yang kerap mengangkat tema kebebasan pada tokoh utamanya. Ada pun definisi kebebasan menurut Sagan adalah kebebasan wanita yang tidak terikat oleh norma-norma sosial tertentu, yakni norma-norma bourgeois (Hutapea, 2003 :155), Perlu dipaparkan di sini perkembangan normanorma bourgeois pada abad XVIII dan XIX. Pada abad XVIII norma bourgeois dikenal sebagai norma yang memegang teguh prinsipprinsip kristiani, seperti berperilaku jujur, gemar menjadikan dirinya „besar‟, yakni melakukan suatu hal bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk kepentingan orang lain, serta bekerja keras untuk mencapai kemakmuran bersama. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, nilai-nilai itu pun berubah, sehingga pada abad XIX kaum bourgeois mulai meninggalkan prinsip-prinsip kristiani dan menjadi kaum
2
Tema kebebasan ..., Meranita Talentsa Ayu Suhartono, FIB UI, 2014
bourgeois yang bersifat patriotik, yakni menganggap dirinya sebagai orang yang paling berkuasa. Mereka juga menganggap bahwa diri mereka adalah tiang negara. Definisi kaum bourgeois saat itu adalah kaum yang tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar. Mereka yang dianggap pekerja kasar, antara lain, tukang sepatu (cordonnier), tukang batu (maçon), dan tukang kayu (charpentier). Kaum bourgeois juga dinilai sebagai kaum yang bermartabat lebih tinggi dibanding para pekerja kasar tersebut. (Benac, 1988 :63) Karya-karya Sagan juga selalu melihat segala sesuatu sesuai dengan sudut pandang perempuan, tidak melulu dari sudut pandang laki-laki. Ia juga menjadikan tokoh utama perempuan sebagai tokoh yang menguasai diri dan tubuhnya sendiri, sehingga kedudukan wanita tidak hanya sebagai objek pemuas lakilaki, melainkan setara. Semua pemikiran tersebut ia dapat dari Stendhal, seorang penulis Prancis yang muncul pada permulaan abad XIX. (Hutapea, 2003 :154) Oleh karena itu, ciri khas karya Sagan terdapat pada tema yang diangkat, yakni kebebasan, dan unsur feminis dari karyanya dapat dilihat dari penokohan dan sudut pandang Sagan dalam bercerita, yakni melihat segala hal dari perspektif wanita. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui norma-norma kaum bourgeois pada abad XIX. Norma-norma tersebut, antara lain, menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan (l’éducation), akhlak yang baik (la morale), kejujuran (l’honnêteté), patriotisme (le patriotisme), dan kesadaran mengenai kehidupan keluarga yang baik dan mapan (le sens de la famille). Selanjutnya dalam artikel ini akan dianalis tokoh utama perempuan yang menentang norma-norma tersebut.
Tokoh Cécile dalam Bonjour Tristesse
roman
Bonjour Tristesse sebagai roman yang ditulis Sagan ketika ia berumur 18 tahun, menceritakan tentang pergumulan batin tokoh utama, Cécile dalam menghadapi hal-hal baru dalam hidupnya. Di usianya yang masih belia, 15 tahun, ia telah dituntut untuk dapat beradaptasi dengan cepat terhadap hal-hal yang ada di sekelilingnya, terutama pada kehidupan ayahnya, Raymond. Raymond merupakan seorang dengan pribadi yang bebas, terlalu menganggap semua hal mudah, sederhana dan tidak menyukai hal-hal yang teratur serta mengikat, layaknya komitmen dalam suatu hubungan. Hal itu sesuai dengan
karakter Elsa, pasangannya, seorang wanita penghibur, yang sangat mengagumi Raymond, akan tetapi tidak tertarik pada pernikahan. Lingkungan hidup yang serba mewah, mudah, serta bebas membuatnya menjadi pribadi yang egois, kekanak-kanakkan, dan manja. Masalah pun mulai datang ketika Anne, wanita berusia 40 tahun, berperilaku anggun, cerdas dan teratur, mencintai Raymond. Cécile yang masih terlalu naïf, memandang kehadiran Anne sebagai suatu ancaman hidupnya dan juga hidup ayahnya. Ia menganggap perbedaan antarkeduanya terlalu banyak. Hal itu membuatnya berpikir, bahwa ia dapat kehilangan seluruh kebebasan serta kebahagiannya. Berdasarkan pada apa yang ia yakini tersebut, ia menyusun sebuah rencana untuk memisahkan Anne dan Raymond, sebagai upaya untuk mendapatkan kebebasannya kembali.
Analisis tokoh dalam roman Bonjour Tristesse a) Tokoh Anne sebagai representasi kaum bourgeois Kebebasan menurut Sagan adalah bebas dari norma-norma bourgeois, dan norma-norma tersebut terlihat pada tokoh Anne. Ia adalah seorang perempuan intelek, yang menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan, mengutamakan akhlak yang baik, kejujuran, serta memiliki kesadaran mengenai kehidupan keluarga yang baik dan mapan. Anne juga berpakaian layaknya wanita yang terhormat dan bermartabat tinggi. ..En une semaine, elle m’avait habillé avec gout et appris à vivre….. » « C’était une femme très séduisante, très recherchée, avec un beau visage orgueilleux et las, indifférent…. » (Bonjour Tristesse, 13) “Dalam waktu seminggu, ia telah mengajariku cara berpakaian anggun, dan mengenalkanku pada cara hidup…. ” “Ia adalah seseorang yang sangat mengagumkan, didekati banyak orang, dengan parasnya yang cantik, angkuh, namun juga acuh….” Dari kutipan dialog di atas, dapat dilihat bahwa Anne adalah seorang perempuan yang menjunjung tinggi norma-norma bourgeois. Hal tersebut dapat dilihat dari caranya mengajarkan Cécile untuk berpakaian rapi dan santun supaya
3
Tema kebebasan ..., Meranita Talentsa Ayu Suhartono, FIB UI, 2014
terkesan anggun. Selain hal itu, Anne juga mengenalkan Cécile cara-cara hidup. Pola pikir Anne yang dewasa, selalu berperilaku dengan anggun, berpendidikan tinggi, dan memiliki relasi dengan banyak orang penting. « D’ailleurs nous n’avions pas les mêmes relations : elle fréquentait des gens fins, intelligents, discrets…… » (Bonjour Tristesse, 13) “Di sisi lain, kami juga tidak memiliki relasi dari kalangan yang sama : ia lebih sering bergaul dan bertemu dengan orang-orang bermartabat tinggi, yang cerdas, dan berwibawa” Representasi Anne sebagai kaum bourgeois dalam kutipan tersebut dapat dilihat dari cara ia bergaul dan relasi yang ia miliki. Kaum bourgeois kerap menganggap diri mereka adalah kaum yang paling baik, sebab mereka cerdas dan berwibawa, dan hal tersebut terdapat pada penggambaran tokoh Anne. Sikap Anne yang mengatur Cécile, mulai dari penampilan fisik, memperhatikan nilainilainya di sekolah, hingga meminta Cécile untuk menjauhi Cyril, sebab sikap Cyril dinilai tidak memiliki sopan santun. « Vous devez prendre trois kilos pour être présentable. Vous avez la joue creuse et on voit vos cotes….. » (Bonjour Tristesse, 31) “Kamu harus menurunkan berat badanmu sekitar tiga kilo. Wajahmu terlalu tirus, bahkan aku sampai dapat melihat tulang pipimu….” « Je compte ne plus vous revoir », dit-elle. « Vous devriez savoir que ce genre de distractions finit généralement en clinique », dit-elle. (Bonjour Tristesse, 67-68) “Saya harap saya tidak bertemu dengannya lagi!”, serunya. “Kau harus tahu bahwa perilaku seperti itu biasanya berakhir di klinik persalinan!” Dari kutipan di atas dapat dilihat representasi Anne sebagai kaum bourgeois khususnya pendapatnya tentang moral. Hal tersebut dapat dilihat dari ketidaksukaannya pada Cyril, yang menurutnya tidak memiliki moral dan bersikap barbar. (teks sebelumnya menceritakan bahwa Cyril dan Cécile baru saja
berciuman, pada saat Cyril yang bertelanjang dada). Pemikiran Anne bahwa pendidikan adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan. « Et votre examen ? » « Loupe ! » dis je avec entrain. Bien loupe ! ….. « Il faut qu’elle travaille, ces vacances » dit Anne en refermant les yeux pour clore l’entretien. (Bonjour Tristesse, 35-36) “Dan bagaimana ujianmu?” “Gagal ! jawabku girang. Gagal total !” ”Kau harus belajar liburan ini, kata Anne sambil menutu matanya menandakan bahwa pembicaraan ini usai”. Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa Anne menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan. Anne menganggap bahwa pendidikan adalah aspek penting dalam kehidupan. Hal tersebut sesuai dengan pandangan kaum bourgeois yang mengutamakan pendidikan tinggi.
b) Tokoh Cécile sebagai tokoh yang menentang semua norma bourgeois Semua sifat dan tingkah laku Anne sangat berbeda dengan Cécile, tokoh perempuan utama dalam roman ini. Di sini terlihat bahwa Cécile tidak mengindahkan semua peraturan yang telah dibuat oleh Anne. Cécile mengabaikan permintaan Anne agar ia lebih serius dalam menuntut ilmu. « ..tu devrais travailler un peu, Cécile. Tu ne veux quand même pas refaire une philosophie ? » « Que veux-tu que ca me fasse ? » répondis-je brièvement. (Bonjour Tristesse, 70) “Kau harus belajar, meski hanya sedikit, Cecile. Kau tidak mau lagi mengulang kelas filsafatmu bukan?” “Memangnya aku peduli?” Dari dialog di atas diketahui bahwa Cécile tidak peduli dengan sekolahnya. Ia juga tidak mengindahkan perkataan Anne untuk belajar. Hal tersebut menegaskan bahwa Cécile menolak norma-norma kaum bourgeois yang menjunjung tinggi pedidikan. Cécile bertutur kata dengan kasar, Hal ini berbeda dengan sifat Anne. « Et son devoir de putain ? » dis-je.
4
Tema kebebasan ..., Meranita Talentsa Ayu Suhartono, FIB UI, 2014
« Je n’aime pas les grossièretés » dit Anne, « même paradoxales » (Bonjour Tristesse, 46) “Dan tugasnya sebagai wanita simpanan untuk melacur ? “ “Saya tidak suka tutur kata kasar, tegur Anne, begitu pula yang sifatnya paradoksal”. Kutipan di atas menunjukkan bahwa Cécile menanggapi perkataan kawan bicaraya dengan kasar. Berdasarkan tanggapan Cécile tersebut, Anne menegurnya dan meminta tidak bertutur kata kasar. Anne menganggap bahwa perkataan itu mencerminkan perilaku moral orang yang berbicara, Cécile tampak tidak menghiraukan teguran Anne tersebut. Perilaku bebas Cécile dalam bertindak didasarkan atas keinginannya dan menentang norma-norma bourgeoise juga dapat terlihat dalam kutipan berikut: Cette conception me séduisait : des amours rapides, violentes et passagères. Je n’étais pas a l’âge ou la fidélité séduit (Bonjour Tristesse, 16) “Konsep tersebut memikatku. Percintaan yang singkat, namun dahsyat dan menggoda. Usiaku bukanlah usia yang dapat terlena oleh kesetiaan”. Dari dialog tersebut dapat dilihat pandangan Cécile terhadap kepelikan cinta, menurutnya cinta hanyalah sebatas khayalan, sehingga ia menolak keseriusan, kesetiaan, dan komitmen. Hal tersebut menunjukkan keengganannya terlibat dalam suatu aturan yang pasti, karena dalam kehidupan percintaan, selalu didasarkan atas komitmen. Dalam norma bourgeois terdapat penjabaran mengenai kehidupan keluarga yang baik. Cécile menentang gagasan itu.. .. la liberté de penser, et de mal penser et de penser peu, la liberté de choisir moi-même ma vie, de me choisir moi-même. Je ne peux dire « d’être moi-même » puisque je n’étais rien qu’une pate modelable, mais celle de refuser les moules. (Bonjour Tristesse, 74) “Bebas untuk berpikir, berpikir salah, ataupun jarang berpikir, bebas untuk memilih hidupku sendiri, memilih pilihanku. Aku tidak dapat mengatakan “menjadi diri aku
sendiri”, sebab aku hanyalah adonan yang dapat dibentuk oleh orang lain, hanya saja aku bebas menolak cetakan kuenya”. Dari kutipan tersebut tampakpengakuan Cécile terhadap dirinya sendiri, bahwa ia adalah seorang perempuan yang mengutamakan kesenangan dan kebahagiaannya sendiri. Ia tidak suka dikekang, sebab hal tersebut hanyalah membuatnya kehilangan kesenangan yang ia miliki. Hal tersebut bertentangan dengan normanorma bourgeois, yang mengutamakan kehidupan yang tertata dan mematuhi segala peraturan yang ada. « Je m’en veux beaucoup » reprit-il en poussant le bateau a la mer… « il n’y a pas de quoi » dis-je allégrement. (Bonjour Tristesse, 32 ) “Aku marah sekali pada diriku”, gumamnya, seraya mendorong perahu ke laut. “Itu tidak berarti apa-apa, tak perlu marah”, celetukku ringan. Dari dialog tersebut dapat tampak sikap Cécile yang menganggap ciuman sebagai hal yang biasa. Hal tersebut bertentangan dengan norma bourgeois yang mengangap perilaku tersebut adalah perilaku barbar dan tidak bermoral. « Elle a donc élève cet enfant. Elle s’est probablement épargné les angoisses, les troubles de l’adultère. ……… Elle était dans la situation d’une jeune bourgeoise épouse et mère et elle n’a rien fait pour en sortir. Elle se glorifie de n’avoir fait ni ceci ni cela et non pas d’avoir accompli quelque chose » (Bonjour Tristesse, 46) “Jadi dia membesarkan anaknya. Menjauhkannya dari berbagai pengaruh buruk, masalah orang dewasa…… Ia hidup dalam situasi borjuis, dan tidak bersedia keluar dari kehidupan tersebut. Ia bangga dengan tidak melakukan ini-itu, bukannnya bangga karena telah melakukan sesuatu”. Hal tersebut menunjukkan pandangan Cécile terhadap kehidupan seorang ibu sekaligus seorang istri dan suami dianggap sebagai anugerah. Anugerah yang dimaksud adalah kekayaan, kasta sosial yang tinggi seperti yang dimiliki oleh kaum bourgeois.
5
Tema kebebasan ..., Meranita Talentsa Ayu Suhartono, FIB UI, 2014
Dari pernyataan itu juga terlihat bahwa ia tidak setuju akan gagasan tersebut. .. Il me rattrapait régulièrement avant la maison, s’abattait sur moi en criant victoire, me roulait, dans les aiguilles de pins, me ligotait, m’embrassait.. (Bonjour Tristesse, 66) “Ia terus mengejarku, menangkapku dalam perjalanan menuju rumah, menerjangku sambil bersorak penuh kemenangan, menggulingkanku di atas jarum-jarum pinus, mengikatku, menciumiku… Je pensais à Cyril qui m’attendait sur la crique dorée, au balancement doux du bateau, au gout de nos baisers…… (Bonjour Tristesse, 72) Aku terpikir tentang Cyril yang menungguku di teluk keemasan, buaian lembut, ciuman-ciuman kami…. Dari kutipan tersebut dipaparkan percintaan Cécile dan Cyril yang semakin dalam : mereka sering berlayar bersama, berciuman, tidur bersama di pantai dengan keadaan setengah telanjang. Hal tersebut dianggap sebagai perbuatan yang tidak senonoh dan barbar bagi kaum bourgeois. .. la liberté de penser, et de mal penser et de penser peu, la liberté de choisir moi-même ma vie, de me choisir moi-même. Je ne peux dire « d’être moi-même » puisque je n’étais rien qu’une pate modelable, mais celle de refuser les moules. (Bonjour Tristesse, chapitre 6) “Bebas untuk berpikir, berpikir salah, ataupun jarang berpikir, bebas untuk memilih hidupku sendiri, memilih pilihanku. Aku tidak dapat mengatakan “menjadi diri aku sendiri”, sebab aku hanyalah adonan yang dapat dibentuk oleh orang lain, hanya saja aku bebas menolak cetakan kuenya”. Dari kutipan tersebut terlihat anggapan Cécile bahwa ia dilahirkan untuk kebahagiaan, kehangatan, dan kebebasan. Ia tidak suka dikekang atas suatu hal atau norma, termasuk di dalamnya norma-norma bourgeois.
..Je cherchais désespérément quelque belle phrase équivoque. Je ne voulais pas l’épouser, je ne voulais épouser personne, j’étais fatiguée….. (Bonjour Tristesse, 100) Aku mencari-cari alasan. Aku tidak mau menikahinya, aku tidak mau menikahi siapa pun, aku lelah……. Kutipan tersebut menggambarkan penolakan Cécile terhadap permintaan Cyril untuk menikahinya. Alasan Cécile menolak hal itu karena ia tidak mau terikat oleh komitmen, dan merasa letih akan nilai dalam kehidupan keluarga yang baik dan mapan. Hal tersebut sangat bertentangan dengan nilai kaum bourgeois yang mengutamakan le sens de la famille.
c) Tokoh Raymond dan Elsa sebagai tokoh pecinta kebebasan Raymond adalah ayah Cécile, ia seorang duda berumur 40 tahun, pemuja kesenangan dan kenikmatan, dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat mengekang. Dalam roman ini tokoh Raymond benar-benar mencirikan sebagai tokoh yang jauh berbeda dengan apa yang ditanamkan pada norma keluarga bourgeois. Ada pun deskripsi Raymond sebagai pria yang hanya mengutamakan kebebasan dalam hidupnya. C’était un homme léger, habille en affaires, toujours curieux et vite lasse, et qui plaisait aux femmes.. (Bonjour Tristesse, 8) “Ia pria yang ringan, piawai berbisnis, selalu penasaran terhadap hal-hal baru, namun lekas jenuh, dan senantiasa memancarkan daya pikat terhadap wanita”. Dari penggambaran tersebut dapat dilihat bahwa kebebasan melekat penuh pada tokoh Raymond. Ia adalah tokoh yang tidak menyukai komitmen. Ia selalu hidup dalam kesenangan yang menurutnya timbul dari kebebasan yang ia miliki. Il refusait systématiquement les notions de fidélité, de gravite, d’engagement. Il m’expliquait qu’elles étaient arbitraires, stériles. D’un autre que lui, cela m’eut choquée. Mais je savais que dans son cas, cela n’excluait ni la tendresse ni la dévotion, sentiments qui lui venaient d’autant plus
6
Tema kebebasan ..., Meranita Talentsa Ayu Suhartono, FIB UI, 2014
facilement qu’il voulait, les savait provisoires. (Bonjour Tristesse, 15-16) “Dia menolak mentah-mentah konsep mengenai kesetiaan, keseriusan, dan komitmen, dia menjelaskan padaku bahwa gagasangagasan tersebut bersifat arbitrer dan sia-sia. Mungkin bila orang lain yang berkata demikian, aku akan terkejut, namun aku paham penjelasannya, bahwa bukan berarti Ayah tidak memiliki kasih sayang maupun ikatan batin, hanya saja ia sadar bahwa segala hal tersebut hanya akan berlangsung sementara”. Dari kutipan tersebut juga terlihat bahwa Raymond menentang penuh komitmen. Ia memilih hidup seperti itu karena ia berpikir bahwa komitmen hanyalah suatu hal yang siasia. Oleh karena itu, ia lebih memilih hidup dalam kebebasan. Tokoh Elsa dalam karya ini digambarkan sebagai kekasih Raymond yang tidak memiliki keinginan untuk menikah dengan Raymond. Elsa adalah seorang wanita dengan pandangan hidup yang sama dengan Raymond, yakni hidup santai, bebas tanpa ada aturan dan komitmen yang mengatur segala perilakunya. Hal tersebut dapat dilihat dari: ..C’était une grande fille rousse, micréation, mi-mondaine, qui faisait de la figuration dans les studios et les bars des Champs-Elysées. Elle était gentille, assez simple et sans prétentions sérieuses.. (Bonjour Tristesse, 8) “Ia perempuan jangkung berambut merah, ia adalah wanita simpanan yang agak berkelas, yang sering tampil di film-film (sebagai figuran) dan beredar di kawasan ChampsElysees. Ia cukup baik dan menyenangkan, tidak ribet dan tidak tertarik dengan hal-hal serius, seperti menikah”. Dari penggambaran tersebut dapat dilihat bahwa Elsa merupakan tokoh perempuan yag juga mencintai kebebasan dalam hidupnya. Ia merasa bahwa kebebasan membawanya pada kesenangan hidup. Oleh karena itu, ia tidak tertarik pada hal-hal serius seperti pernikahan dan kehidupan dalam berkeluarga. Hal tersebut bertentangan dengan norma bourgeois mengenai makna dari berkeluarga (le sens de la famille).
Kesimpulan Dalam roman Bonjour Tristesse karya Françoise Sagan, dapat dilihat bahwa kebebasan merupakan hal yang kerap dibicarakan. Bentuk kebebasan yang ditunjukkan Sagan melalui roman ini merupakan perilaku yang menentang norma-norma bourgeois pada abad ke-19. Hal tersebut digambarkan dalam karakter pada tokoh Cécile, Raymond, dan Elsa. Mereka semua memiliki pandangan hidup yang sama, yakni mengutamakan kesenangan dan kenikmatan dalam hidup dengan menggunakan kebebasan yang mereka miliki. Pada tokoh Anne, pandangan hidup seperti itu adalah pandangan seseorang yang tidak memiliiki tujuan hidup, hanya menghabiskan waktu dan menyia-nyiakan hidupnya. Oleh sebab itu, dalam roman ini dapat dilihat bahwa kehadiran Anne merupakan ancaman bagi kebahagiaan Cécile untuk tetap dapat hidup bebas Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kebebasan merupakan hal yang utama dibahas dalam roman ini, dan hal tersebut pula yang akhirnya menjadikan roman tersebut menuai sukses besar dan mampu melejitkan namanya dalam dunia kesusastraan Prancis, serta membuatnya menjadi ikon penulis muda yang berani mengangkat tema kebebasan dalam setiap karya-karya berikutnya yang ia terbitkan.
Daftar Pustaka Benac, Henri. 1988. Guide des Idées Literaires. Paris : Librairie Hachette. Bernstein, Adam. (2004, September 27) “Francoise Sagan, Eccentric Writer of „Bonjour Tritesse‟ Dies at 69”. Washington Post. Oktober 5, 2012. Hutapea, Kooshendrati Soeparto. (2003). “Françoise Sagan (1935). Pengarang Novel Populer yang Dicemburui Para Ahli Sastra”, dalam Wanita dalam Kesusastraan Prancis. Magelang : Indonesiatera. Pace, Eric. (2004, September 25). “Françoise Sagan Who Had a Best Seller at 19, with „Bonjour Tristesse‟, Dies at 69”. New York Times. Oktober 3, 2012. Paramitha, Anggie Natalia. (2009). “Unsur Feminisme dalam Roman Les
7
Tema kebebasan ..., Meranita Talentsa Ayu Suhartono, FIB UI, 2014
Merveilleux Nuages karya Françoise Sagan”. Depok : Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Sagan, Françoise. 2009. Lara Kusapa. (Ken Nadya, Penerjemah). Jakarta : Forum Jakarta-Paris. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
8
Tema kebebasan ..., Meranita Talentsa Ayu Suhartono, FIB UI, 2014