T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
1
PENGARUH FAKTOR KARAKTERISTIK SPESIFIK BANK DAN MAKRO EKONOMI TERHADAP FINANCIAL DISTRESS DENGAN PROKSI SHAREHOLDER VALUE RATIO PADA SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA PADA PERIODE 2006-2010 Tsara Sarfina Zahra Tuahunse Nina Indriati Lestari Subiman Program studi S1 Reguler Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari hubungan faktor karakteristik spesifik bank dan faktor makro ekonomi terhadap financial distress yang terjadi pada sektor perbankan di Indonesia. Faktor-faktor karakteristik spesifik bank tersebut antara lain adalah profit efficiency, market power, diversifikasi pendapatan, risiko kredit, likuiditas, dan ukuran aset bank, serta faktor makro ekonomi yaitu tingkat pertumbuhan PDB. Dengan menggunakan sampel bank umum yang ada di Indonesia pada periode 2006 sampai 2010, penelitian ini menggunakan metode regresi panel. Ternyata penelitian ini tidak menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari profit efficiency, market share, diversifikasi pendapatan dan likuiditas terhadap financial distress yang terjadi pada sektor perbankan di Indonesia. Kata Kunci: Financial Distress, Banking, shareholder value ratio This study aims to examine the correlation between specific characteristics of bank and macroeconomics factors to financial distress that occurs in the banking sector in Indonesia. Factors specific characteristics of bank include the profit efficiency, market power, income diversification, credit risk, liquidity, and bank asset size, and level of GDP growth as macroeconomics factor. This research using a sample of commercial banks in Indonesia in the period 2006-2010 and uses panel regression method. Surprisingly, from the factors have been mentioned, profit efficiency, market share, income diversification, and liquidity does not influence significantly to financial distress that occurs in the banking sector in Indonesia Keywords: Financial Distress, Profit Efficiency, Market Share, Income Diversification, Credit Risk, Liquidity, Bank Asset Size, GDP Growth 1.
Latar Belakang Sektor perbankan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Salah satu peran perbankan di Indonesia adalah sebagai lembaga penghimpun dan
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
2
penyalur dana masyarakat serta menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional 1 . Dalam penelitiannya Jokipii dan Monnin (2012) menyebutkan bahwa kestabilan pada sektor perbankan merupakan salah satu indikator penting dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga digunakan oleh pemerintah sebagai dasar dalam menentukan kebijakan moneter di suatu negara. Selain itu, menurut Hadad, et.al. (2003), krisis perbankan yang terjadi pada tahun 1997/1998 memberikan pelajaran berharga bahwa, berbagai permasalahan di sektor perbankan yang tidak terdeteksi secara dini akan mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Selain itu, upaya pemulihan kondisi perbankan nasional dan peningkatan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Tercatat lebih dari Rp 500 triliun biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk menyelamatkan dan merehabilitasi sektor perbankan, termasuk didalamnya Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Rekapitalisasi Perbankan. Sepanjang tengah tahun 2012 yang dimulai dari Januari 2012 hingga Juli 2012 pertumbuhan laba setelah pajak bank umum di Indonesia terus mengalami peningkatan, dengan peningkatan CAGR laba setelah pajak sebesar 37%. Tingginya tingkat pertumbuhan laba akan mengakibatkan semakin ketatnya persaingan antar bank di Indonesia. Menurut Allen dan Gale (2004), tingginya tingkat persaingan antar bank akan mendorong setiap bank untuk membiayai proyek-proyek yang berisiko guna meraih profit margin yang tinggi, dan hal ini akan mengakibatkan tingginya kemungkinan terjadinya financial distress pada bank tersebut. Purnanandam (2008) mengartikan financial distress sebagai keadaan dimana perusahaan memiliki arus kas yang rendah sehingga menimbulkan kerugian tanpa mengalami kebangkrutan, seperti melanggar perjanjian utang. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya financial distress pada bank. Diamond dan Dybvid (1983) menjelaskan bahwa financial distress muncul ketika timbul inefisiensi ekuilibrium antara penyimpan dana dan bank itu sendiri, yang timbul ketika terjadi kegagalan koordinasi antara bank dan penyimpan dana yang menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap bank. Ali (2006) melihat bahwa berdasarkan literatur sebelumnya, mendapatkan bahwa penyebab makro ekonomi dapat mengakibatkan 1www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Ikhtisar+Perbankan/Lembaga+Perbankan/ (20 November 2012 pk.14.10)
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
3
terjadinya krisis pada level agregat atau krisis secara umum. Penelitian yang dilakukan oleh Paul Krugman (1979) dan Flood dan Garber (1984) menjelaskan krisis dalam ketidakseimbangan keadaan makro ekonomi. Ali (2006) menyatakan bahwa harus dilakukan impikasi dari peraturan yang ada untuk menyesuaikan keadaan fundamental makro ekonomi baik melalui kebijakan fiskal maupun moneter. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cipollini dan Fiordelisi (2012), risiko kredit, risiko likuiditas, dan market power bank merupakan faktor yang paling mempengaruhi dalam terjadinya financial distress yang diukur dengan share holder value ratio. Cipollini dan Fiordelisi (2012) menyimpulkan tiga hal dalam penelitiannya, yaitu market power bank memiliki hubungan yang negatif terhadap financial distress, aset yang likuid memiliki hubungan yang negatif dengan financial distress, dan non performing loan memiliki hubungan yang positif terhadap financial distress. Ide penelitian sesuai jurnal utama yang diterapkan oleh penulis adalah untuk melihat dampak faktor karakteristik bank, yaitu profit efficiency, market share, diversifikasi pendapatan, risiko kredit,likuiditas, dan ukuran aset bank serta faktor makroekonomi, dalam hal ini adalah tingkat pertumbuhan PDB terhadap peluang terjadinya financial distress pada sektor perbankan. Cakupan dalam penelitian ini adalah bank umum di Indonesia sebanyak 108 perusahaan pada tahun 2006-2010. Bagian penelitian ini akan disusun sebagai berikut: Bab 2 penjelasan tinjauan pustaka. Metodologi penelitian pada bab 3. Hasil, analisis dan pembahasan pada bab 4 serta kesimpulan pada bab 5. 2.
Tinjauan Teoretis
2.1
Teori Mengenai Financial Distress Carapeto et al, (2010) mengkategorikan bank berada dalam keadaan distressed apabila rasio dari non-performing loans (NPL) terhadap jumlah pinjaman termasuk dalam dua nilai desil tertinggi dalam industri, dengan menggunankan moving average selama tiga tahun. Elebutte (1999) menjelaskan bahwa bank dikatakan berada dalam keadaan distress apabila bank tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada customers, shareholders, dan ekonomi, sebagai dampak dari lemahnya keadaan keuangan, kemampuan manajerial atau operasional, yang akan menyebabkan bank menjadi tidak likuid atau menjadi insolvent. Menurut Ali (2006), terdapat empat agen yang mempengaruhi keadaan lingkungan perbankan, yaitu pemerintah, bank sentral, bank
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
4
itu sendiri, dan nasabah bank (customer), baik nasabah yang menyimpan uang maupun client yang meminjam uang. Dalam penelitian kali ini bank dikatakan mengalami financial distress apabila memiliki nilai Shareholder value yang rendah. Hal tersebut dikarenakan salah satu tujuan dari sebuah perusahaan adalah untuk memaksimalkan value bagi para investornya. 2.2
Teori Mengenai Karakteristik Bank
2.2.1 Risiko Likuiditas Rose dan Hudgins (2008) dalam bukunya menyatakan bahwa lembaga keuangan harus berhati-hati atas kemungkinan untuk menjual investasi surat-surat berharganya lebih dahulu dibandingkan tanggal jatuh temponya dikarenakan adanya kebutuhan likuiditas. Di lain sisi, apabila bank menginvestasikan uangnya dalam jumlah yang banyak pada aset yang likuid akan cenderung menurunkan pendapatan aset rata-rata dan menurunkan profitabilitas yang dimiliki. Oleh karena itu manajemen menghadapi trade-off antara profitabilitas dan likuiditas, yang harus selalu dievaluasi secara harian sesuai dengan tingkat suku bunga pasar. 2.2.2 Risiko Kredit Risiko kredit oleh Cade (1997) diartikan sebagai risiko kerugian yang dihadapi oleh bank dikarenakan kelalaian yang dilakukan oleh obligor. Kelalaian didefinisikan sebagai segalah hal yang melanggar kontrak kewajiban untuk membayar pokok utang maupun bunga. Kasus debitur tidak dapat membayar utangnya kepada bank merupakan kasus yang biasa dialami oleh sektor perbankan, namun apabila kerugian yang dihadapi oleh bank karena hal ini terlalu besar sehingga mengganggu kemampuan bank untuk melunasi kewajibannya, hal ini yang akan membuat timbulnya financial distress pada bank tersebut. 2.2.3 Profit Efficiency Menurut Berger dan Mester (1997) profit efficiency menggambarkan seberapa besar kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan maksimum yang bisa didapat dengan menggunakan input dan output yang tersedia. Nilai maksimum dari profit efficiency adalah 1. Semakin mendekati angka 1 berarti nilai profit efisiensi yang dimiliki oleh perusahaan semakin baik. Selisih antara nilai profit efisiensi perusahaan dengan nilai 1 menggambarkan profit yang hilang yang sebenarnya bisa diperoleh dengan menggunakan input dan output yang ada. Bank memiliki kemungkinan mempunyai nilai profit efficiency bernilai negatif, karena bank bisa saja kehilangan profit yang sebenarnya bisa diperoleh lebih dari 100%.
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
5
2.2.4 Diversifikasi Pendapatan Vallacas et al (2012) mengemukakan bahwa belakangan ini bank telah berpindah dari aktivitas kredit tradisional menjadi jasa non-tradisional dimana menghasilkan komisi, perdagangan, dan non-interest income lainnya. Beberapa peneliti beranggapan bahwa diversifikasi yang dilakukan oleh bank akan mengurangi volatilitas dari pendapatan bank dan membuat bank lebih tahan dalam menghadapi financial distress. Nilai diversifikasi pendapatan yang dimiliki oleh bank nantinya akan menggambarkan apakah bank yang menjadi sampel merupakan bank tradisional yang memiliki tingkat kredit yang tinggi serta pendanaan berbasis deposit yang besar, sehingga pendapatannya mayoritas bersumber dari interest income, atau apakah sampel bank yang digunakan termasuk dalam bank yang melakukan diversifikasi pendapatan, dimana bank melakukan kegiatan-kegiatan lain sehingga memiliki porsi non-interest income yang tinggi. 2.2.5 Market Share Genchev (2012) menuliskan bahwa market share merefleksikan posisi kompetisi bank di pasar, sehingga bank yang mempunya market share yang tinggi dipandang memiliki kemampuan yang lebih untuk memenuhi keinginan nasabahnya dan memiliki competitive advantage dibandingkan pesaingnya yang memiliki market share yang kecil. Lebih lanjut Cetorelli dan Peretto (2000) menjelaskan bahwa bank yang sudah memiliki market share akan cenderung untuk menyaring dan mengelompokkan debitur berdasarkan kualitasnya dari yang paling rendah hingga tertinggi. Hal ini akan meningkatkan kualitas portofolio kredit yang diberikan oleh bank dan meningkatkan stabilitas bank. 2.3
Teori Mengenai Shareholder Value Ratio Fiordelisi dan Molyneux (2010) menyebutkan bahwa kinerja dari bank dapat memberikan pengaruh atau dampak yang penting pada alokasi modal yang efisien, pertumbuhan perusahaan, dan pengembangan ekonomi secara umum. Fiordelisi (2007) mengembangkan pengukuran baru dalam mengukur kinerja bank (merujuk pada efisiensi shareholder value) dengan keadaan dimana bank dapat menghasilkan kemungkinan economic value added (EVA) terbesar dengan menggunakan input dan output yang ada, hal tersebut didefinisikan sebagai shareholder value efisien. Menurut Marshall (1890) sebuah perusahaan akan menghasilkan value bagi para pemegang sahamnya ketika return dari modal yang diinvestasikannya lebih besar
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
6
dibandingkan opportunity cost yang ditanggungnya. Lebih lanjut Fiordelisi dan Molyneux (2010) menjelaskan bahwa shareholder value pada periode t-1, t (ψt-1, t) dapat dilihat dengan menghitung nilai abnormal return (AR) yang dihasilkan oleh modal yang diinvestasikan oleh para pemegang saham. EVA (ψt-1, t) dapat dihitung dari perbedaan antar pengukuran ekonomi dari pendapatan operasi bersih bank (π) dan beban kapital pada periode yang sama, yaitu antara modal yang diinvestasikan pada t1 (K) dan estimasi beban modal (k), yang dapat ditulis menjadi: ψt-1, t = πt-1,t – kKt-1. Sedangkan untuk penghitungan cost of capital disini hanya menggunakan cost of equity saja, karena menurut Tim Copeland dalam buku yang berjudul “Valuation : Measuring and Managing The Value of Companies”, dikatakan bahwa dalam menentukan cost of capital, pendekatan ekuitas lebih cocok dalam perhitungan biaya modal dalam sektor perbankan dibandingkan dengan penghitungan WACC dengan alasan pada sektor perbankan nilai perusahaan dapat dihasilkan melalui sisi kewajiban dalam neraca, selain itu pembiayaan utama bank bersumber dari non-interest-bearing tabungan masyarakat bukan bersumber dari pasar modal seperti perusahaan biasa yang telah go-public. Akibatnya biaya modal untuk masing-masing tabungan akan sulit untuk diperkirakan. Secara legitimasi, fungsi bank retail merupakan bisnis yang terpisah sehingga tidak sama dengan fungsi treasury seperti perusahaan-perusahaan pada umumnya sehingga sulit untuk menilai biaya-biaya administrasi pada WACCnya, kemudian menguranginya dengan nilai sekarang setiap bisnis tabungannya. Dan yang terakhir adanya kesulitan dalam perbedaan antara bunga yang diterima dari pinjaman dengan bunga yang dibayarkan kepada nasabah sehingga dapat timbul kesalahan dalam memperkirakan biaya modal yang merupakan besarnya bunga yang dibayarkan kepada nasabahnya. Dengan demikian, untuk mengurangi kesalahan perhitungan, maka biaya ekuitas dijaadikan sebagai biaya modal dengan tidak mengikutsertakan biaya utangnya. Biaya ekuitas sendiri adalah tingkat pengembalian yang diinginkan investor saat melakukan investasi dalam bentuk ekuitas pada perusahaan. Biaya ekuitas dihiutng menggunakan metode Capital Asset Pricing Model (CAPM), yang dikembangkan oleh William Sharpe dan John Litner : CAPM = Rf + β [ Rm – Rf ]. Selain cost of capital, untuk menghitung EVA kita membutuhkan data capital invested. Capital invested adalah penjumlahan dari seluruh pendanaan perusahaan kecuali kewajiban jangka pendek dan pajak yang masih harus dibayar. Atau dengan
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
7
kata lain perhitungan capital invested merupakan penjumlahan dari ekuitas, seluruh kewajiban yang berbunga jangka pendek maupun jangka panjang, serta keajiban jangka panjang lainnya. 3.
Metode Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah bank umum yang ada di Indonesia kecuali bank syariah sampai dengan 31 Desember 2010. Sampai dengan akhir periode penelitian jumlah total populasi yang dijadikan objek dalam penelitian ini sebanyak 108 perusahaan. Sedangkan regresi dilakukan dengan metode general least square. Penelitian ini menggunakan metode regresi general least square dikarenakan uji asumsi klasik yang dilakukan memberikan hasil bahwa model yang digunakan belum bersifat BLUE. Oleh karena itu, agar model tersebut dapat tetap digunakan, maka dilakukan perlakuan khusus, yaitu menggunakan metode general least square, agar kekurangan yang terdapat pada model teratasi.
3.1
Model Penelitian Variabel independen yang diteliti membutuhkan waktu untuk pada akhirnya dianggap dapat memiliki pengaruh terhadap variabel independen. Pada penelitian kali ini, diasumsikan bahwa variabel independen akan memberikan efek kepada variabel independennya setelah dua tahun. Oleh karena itu model kali ini menggunakan lag t-2. Sehingga model dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y =β1 + GDPGt-2 β2 + LIQt-2 β3 + ID t-2 β4 + EFF t-2 β5 + HHI t-2 β6 +CR t-2 β7 + BAS t-2 β8 +εi Keterangan: GDPG
: Tingkat pertumbuhan PDB Tahunan
LIQ
: Rasio antara aset lancar dengan total aset bank
ID
: Rasio antara net non-interest income dengan net operating income
EFF
: Nilai profit efficiency bank, dengan menggunakan biaya personalia, aset tetap, dan modal disetor, serta dana pihak ketiga (y1), jumlah kredit yang diberikan (y2), serta aset (y3) sebagai output.
HHI
: Nilai market share dari sisi kredit yang dimiliki oleh bank
CR
: Rasio antara loan – loss provision dengan total loan
BAS
: Nilai logaritma dari total aset yang dimiliki bank
βi,1,..,8
: Koefesien Variabel
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
: Nilai Error
ε
3.2
8
Hipotesis Penelitian Hipotesis 1: profit efficiency (EFF) mempengaruhi financial distress yang diukur dengan proksi shareholder value ratio. Profit adalah salah satu indikator yang menunjukkan hasil dari kinerja bank dan merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian utama investor. Berbagai hal dilakukan oleh bank tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan profit atau keuntungan yang diterima. Hipotesis 2: market share mempengaruhi financial distress yang diukur dengan proksi shareholder value ratio. Market share merefleksikan posisi kompetisi bank di pasar, sehingga bank yang mempunya market share yang tinggi dipandang memiliki kemampuan yang lebih untuk memenuhi keinginan nasabahnya dan memiliki competitive advantage dibandingkan pesaingnya yang memiliki market share yang kecil. (Genchev, 2012) Hipotesis 3: diversifikasi pendapatan mempengaruhi financial distress yang diukur dengan proksi shareholder value ratio. Vallacas, et al (2012) dalam hasil penelitiannya membantah argumentasi beberapa peneliti
yang mengatakan bahwa diversifikasi yang dilakukan oleh bank akan
meningkatkan ketahanan bank dalam menghadapi distress atau krisis. Vallacas menunjukkan bahwa bank yang melakukan diversifikasi sebelum krisis justru mengalami penurunan paling besar pada saat terjadi krisis keuangan. Hipotesis 4: risiko kredit mempengaruhi financial yang diukur dengan proksi shareholder value ratio. Semakin tinggi risiko kredit yang dimiliki oleh bank, maka kemampuan bank tersebut untuk memnuhi kewajibannya akan semakin berkurang. Selain itu tingginya risiko kredit yang dimiliki akan mengurangi kemampuan bank untuk menyalurkan kredit kepada investor lainnya, sehingga mengurangi profitabilitas yang dimiliki oleh bank tersebut. Hipotesis 5: likuiditas bank mempengaruhi financial distress yang diukur dengan proksi shareholder value ratio. Bank harus menjaga likuiditas yang dimilikinya agar bank dapat membayar cicilan utang, tidak dapat memenuhi penarikan uang dari nasabah, atau komitmen lainnya dengan tepat waktu. Berdasarkan Basel III: International framework for
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
9
liquidity risk, measurement, standards and monitoring (2010) dinyatakan bahwa bank harus memastikan memiliki dan menyimpan aset yang likuid dalam jumlah yang cukup, yang dapat diubah menjadi kas untuk dapat memenuhi kebutuhan likuiditas bank untuk 30 hari kalender. Hipotesis 6: jumlah aset bank mempengaruhi financial distress yang diukur dengan proksi shareholder value ratio. Mayoritas peneliti cenderung beranggapan bahwa bank yang besar akan cenderung memiliki komposisi aset portofolio yang terdiversifikasi dibandingkan dengan bank kecil. Namun demikian, risiko yang ditanggung oleh bank yang besar tidak lebih kecil dibandingkan dengan bank kecil. Hal ini dikarenakan bank dengan ukuran besar akan menggunakan keunggulannya tersebut untuk meningkatkan risiko dalam aktivitasnya, seperti dengan membiayai proyek yang berisiko atau beroperasi dengan kapital yang sedikit tapi tidak beroperasi pada risiko yang rendah (Lee, 2008). Hipotesis 7: tingkat pertumbuhan PDB mempengaruhi financial distress yang diukur dengan proksi shareholder value ratio. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldsmith (1969) menunjukkan bahwa dari 35 sampel negara yang digunakan membuktikan adanya hubungan korelasi yang positif antara pengembangan sektor keuangan dengan pertumbuhan ekonomi. Joan Robinson (1952) menyebutkan bahwa pengembangan sektor keuangan akan mengikuti pertumbuhan yang ada sebagai respon otomatis dari permintaan yang muncul untuk berbagai pengaturan keuangan yang berbeda.
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
4.
10
Analisis dan Pembahasan Penelitian Tabel 1 Hasil Regresi Model Penelitian %-&MM>M'S*R&7:;6*RP'>M'-R'M6=LH!6-'U-'MMR&7 %&'(RSR'7*MN6U'7'-:;R.'+6;':M*6M^T:-' /:7';MN6O&P&MQ'+:M*RS %&--';:*R&7N67&6:T*&S&--';:*R&7 ,M*RP:*'M6S&9:-R:7S'MN6@ ,M*RP:*'M6:T*&S&--';:*R&7MN6? ,M*RP:*'+6S&'((RSR'7*MN6@@4
]TP\'-6&(6&\MN64B? ]TP\'-6&(6U-&TWM6N6@?A VRP'6W'-R&+MN64 X:;+6SORFY@@BZ6[6EED)4B /-&\606SORF6[6?)????
H&U6;RQ';RO&&+N6EBD)AF3F !"#$ ,== ""8 8G %$ H8I JK! LG/L
%&'() >?)?@A@BAC ?)3FCA@3B >D)BF,>?E >?)@C?BB@B >?)4@BC?C ?)?CFAFAC F)D4F44@
!*+),--) ?)?D??A4@ @)4BB@34 C)A4,>?E ?)?4F3CB ?)DDB@FCE ?)?F3DB4A ?)CF@BE?C
. >?)E ?)E >?)BB >D)FF >@)4B F)BA D)F@
/01.1 23456%&7()687*'-9:;< ?)4BE >?)?CC@@BD ?)?B?A@E3 ?)4BA >F)?3ACBA D)34BDAC ?)EED >@)AA?,>?4 @)F?,>?4 ?)??@ >?)FCBFEA4 >?)?EEE@BF ?)@FD >@)@E34A4 ?)@B?@C@F ?)?@D ?)?@4D@@3 ?)@D?DB44 ?)??F ?)AAF@?3C D)CBF4DD
Berdasarkan hasil regresi dapat diketahui bahwa risiko kredit bank memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap shareholder value ratio. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cipollini dan Fiordelisi (2012) bahwa salah satu faktor yang signifikan mempengaruhi shareholder value ratio adalah risiko kredit yang dimiliki oleh bank. Semakin tinggi risiko timbulnya kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh obligor, maka nilai dari shareholder value ratio yang dimiliki oleh bank akan semakin rendah dan kemungkinan bank tersebut akan mengalami financial distress akan semakin tinggi. Kelalaian disini didefinisikan sebagai segalah hal yang melanggar kontrak kewajiban untuk membayar pokok utang maupun bunga. Pelanggaran yang paling umum dilakukan adalah kegagalan untuk membayar secara penuh dan pada tanggal jatuh tempo. Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa setiap kenaikan risiko kredit yang dimiliki oleh bank akan menurunkan nilai shareholder value ratio bank sebesar 0.1704 dengan asumsi ceteris paribus. Berdasarkan hasil regresi dapat diketahui bahwa jumlah aset yang dimiliki bank memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap shareholder value ratio. Semakin besar nilai aset yang dimiliki oleh perusahaan maka akan semakin tinggi pula nilai shareholder value ratio yang dimiliki oleh bank tersebut. Altunbas et al. (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa seperti yang diutarakan oleh Huang et al.
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
11
(2011), Tarashev (2011), dan Tarashev et al. (2009) bahwa ukuran aset bank bisa menjadi salah satu faktor yang menentukan dari risiko yang akan dihadapi oleh bank. Lebih lanjut Altunbas et al. mengemukakan apa yang dijelaskan oleh Demirgiic-Kunt dan Huizinga (2010) bahwa dibandingkan dengan bank yang memiliki ukuran yang lebih kecil, bank yang lebih besar memiliki insentif sesuai dengan istilah “too big to fail”. Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa setiap kenaikan aset yang dimiliki oleh bank akan meningkatkan nilai shareholder value ratio bank sebesar 0.0728 dengan asumsi ceteris paribus. Berdasarkan hasil regresi dapat diketahui bahwa tingkat pertumbuhan PDB Indonesia memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap shareholder value ratio. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Goldsmith (1969) yang menunjukkan bahwa dari 35 sampel negara yang digunakan membuktikan adanya hubungan korelasi yang positif antara pengembangan sektor keuangan dengan pertumbuhan ekonomi. Berkembangnya sektor keuangan tersebut juga akan berdampak pada meningkatnya shareholder value ratio yang dimiliki oleh bank. Selain itu Joan Robinson (1952) menyebutkan bahwa pengembangan sektor keuangan akan mengikuti pertumbuhan yang ada sebagai respon otomatis dari permintaan yang muncul untuk berbagai pengaturan keuangan yang berbeda. Oleh karena itu apabila pertumbuhan ekonomi di suatu negara terus meningkat maka sektor keuangan secara umum dan perbankan secara khusus akan ikut meningkat dan nilai dari shareholder value juga akan meningkat. Dari persamaan diatas, dapat dilihat bahwa setiap kenaikan pertumbuhan PDB Indonesia akan meningkatkan nilai shareholder value ratio bank sebesar 2,3525 dengan asumsi ceteris paribus. 5.
Kesimpulan Secara keseluruhan, dengan menggunakan variabel bebas profit efficiency, market share, diversifikasi pendapatan, risiko kredit, likuiditas, ukuran aset bank, dan tingkat pertumbuhan PDB dan variabel terikat shareholder value ratio didapatkan hasil bahwa variabel yang signifikan mempengaruhi shareholder value ratio adalah risiko kredit, ukuran aset bank, dan tingkat pertumbuhan PDB Indonesia. Sedangkan faktor lainnya tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap shareholder value. Risiko kredit memiliki hubungan yang negatif dengan shareholder value ratio. Setiap kenaikan pada variabel bebas tersebut akan menurunkan nilai shareholder value ratio yang dimiliki oleh bank. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi risiko
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
12
kredit yang dimiliki oleh bank maka akan mengganggu kemampuan bank untuk dapat memenuhi kewajibannya, selain itu risiko kredit yang tinggi juga akan mengurangi kemampuan bank untuk menyalurkan kredit kepada para kreditur lainnya. Berbeda dengan risiko kredit, jumlah aset yang dimiliki bank memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap financial distress yang diukur dengan dengan proksi shareholder value ratio. Hal tersebut dikarenakan semakin besar aset yang dimiliki oleh bank maka peluang bank untuk dapat menghasilkan keuntungan juga meningkat, sehingga nilai shareholder value juga meningkat. Selain ukuran aset, tingkat pertumbuhan PDB Indonesia juga memiliki hubungan yang positif dengan shareholder value ratio. Perubahan PDB menggambarkan keadaan perekonomian negara dan memberikan sinyal kepada masyarakat serta investor. Oleh karena itu apabila PDB meningkat maka akan memberikan sinyal positif bagi investor untuk melakukan investasi dan melakukan pinjaman ke bank, hal tersebut akan mengakibatkan nilai shareholder value yang dimiliki bank ikut naik. Hasil regresi yang dilakukan juga memberikan kesimpulan bahwa faktor profit efficiency, market share, diversifikasi pendapatan, dan likuiditas tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap shareholder value ratio. Profit efficiency tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap shareholder value ratio dikarenakan bank menghadapi trade-off antara berbagai tindakan yang dilakukan oleh bank. Bank memiliki tujuan untuk meningkatkan shareholder value dengan meningkatkan efisiensi pada bank, tetapi tindakan yang dilakukan dapat memberikan konsekuensi yang berbeda yang dapat memberikan dampak yang negatif terhadap shareholder value. Oleh karena itu perubahan pada profit efficiency tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai shareholder value ratio bank. Market share bank tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress yang diukur dengan dengan proksi shareholder value ratio. Hal tersebut dikarenakan semakin besar market share yang dimiliki oleh bank maka bank dianggap memiliki memiliki kemampuan yang lebih untuk memenuhi keinginan nasabahnya dan memiliki competitive advantage dibandingkan pesaingnya yang memiliki market share yang kecil. Sedangkan dilain pihak dengan meningkatnya market share yang dimiliki oleh bank maka risiko kredit yang ditanggung juga semakin tinggi. Diversifikasi pendapatan yang dilakukan oleh bank tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress yang diukur dengan dengan proksi shareholder value ratio. Hal tersebut dikarenakan diversifikasi yang dilakukan oleh bank tidak
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
13
meningkatkan ketahanan bank dalam menghadapi distress dan tidak mempengaruhi peningkatan nilai shareholder value yang dimiliki bank. Likuiditas bank memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap financial distress yang diukur dengan dengan proksi shareholder value ratio. Tingginya likuiditas yang dimiliki tidak selalu mengindikasikan bank tersebut baik, tetapi tingginya likuiditas yang dimiliki juga mengindikasikan bahwa banyaknya idle money yang dimiliki dan rendahnya profitabilitas bank 6. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 108 bank umum yang ada di Indonesia pada periode 2006-2010 terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk penelitian mendatang, bagi akademisi untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti dengan periode waktu penelitian yang lebih panjang, meneliti lebih banyak faktor lain yang diharapkan agar hasil penelitian dapat menjelaskan lebih baik lagi faktor-faktor yang mempengaruhi faktor yang mempengaruhi nilai shareholder value ratio. Selain itu penelitian selanjutnya juga diharapkan tidak berhenti pada melihat bagaimana pengaruh antara variabel bebas yang dipilih dengan shareholder value ratio, tetapi juga melakukan forecasting untuk tahun mendatang, dan menganalisa hasil dari kedua hal tersebut, serta dapat membandingkan bagaimana sektor perbankan di Indonesia dengan di negara lain. Sedangkan bagi regulator, penelitian ini baiknya dijadikan sebagai pertimbangan dalam memutuskan kebijakan moneter yang akan diambil. Regulator mengambil kebijakan strategis yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kinerja perbankan secara umum. Regulator diharapkan dapat membuat kebijakan yang dapat memberikan dampak yang positif terhadap sektor perbankan. Bagi perbankan, diharapkan perbankan terus memperbaiki dan meningkatkan kebijakan kredit yang dimilikinya, dengan tujuan untuk meminimalisir risiko kredit yang ditanggung oleh bank. Dan bagi investor, sebagai pertimbangan dalam melakukan investasi. Investor dapat melihat risiko kredit yang dimiliki oleh bank sebagai pertimbangan dalam melakukan investasi. 7. Referensi Allen, F., Gale, D., 2004. Competition and systemic stability. Journal of Money, Credit and Banking 36, 453-480.
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
14
Altunbas, Y., Manganelli, S., Ibanez, D.M., 2011. Bank risk during the financial crisis, do business models matter?. Working Paper No. 1394. European Central Bank. Basel Committee on Banking Supervision. 2010. Basel III: international framework for liquidity risk measurement, standards and monitoring. Switzerland: Bank for International Settlements Communications. Berger, A.N., Mester, L.J., 1997. Inside the black box: what explains differences in the efficiencies of financial institutions? Journal of banking and Finance 21, 895-947. Cade, Eddie. 1997. Managing banking risks. England: Gresham Books. Carapeto M., S. Moeller, A. Faelten, V. Vitkova, L. Bortolotto, 2010. Distress Resolution Strategies in the Banking Sector: Implications for Global Financial Cetorelli, N., Peretto, P., 2000. Oligopoly banking and capital accumulation. Working Paper 2000-12, Federal Reserve Bank of Chicago. Cipollini, A., Fiordelisi, F., 2012. Economic value, competition and financial distress in the European banking system. Journal of Banking and Finance 36, 3101-3109. Copeland, Tim & McKinsey Company, Valuation – measuring and managing the value of companies, 3rd edition (University edition), Canada: John Wiley & Sons, 1998. Demirgiic-Kunt, A., Huizinga, H., P., 2010. Bank activity and funding strategies: the impact on risk and return. Jornal of Financial Economics, forthcoming. Diamond, D.W., P.H. Dybvig. 1983. Bank runs, deposit insurance, and liquidity. Journal of Political Economy, Vol.91(3),pp. 401-419. Elebute, K. 1999. The Role of External Auditors in Resolving Distress. This Day Newspaper, [Online]. Available at: http://www.freewebs.com/bizadmin/publication4.htm (8 Desember 2012. pk: 15.29) Fiordelisi, F., Molyneux, P., 2010. The determinants of shareholder value in European banking. Journal of Banking and Finance 35, 1315-1326. Flood, R. and Garber, P., 1984. Collapsing exchange rate regimes: some linear examples. Journal of International Economics 17:1-13 Genchev, Evgeni Resenov. 2012. Effects of market share on the bank’s profitability. Review of Applied Socio-Economic Research, Vol. 3, No.1, pp. 87. Goldsmith, R. W., 1969. Financial structure and development. Yale Univ. Press, New Haven, CT. Hadad, M.D., Santoso, W., Arianto, B., Indikator Awal Krisis Keuangan 2. 2003.
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013
T.Sarfina, N. Indriati / FEUI (2013)
15
Huang, X., Zhou, H., Zhu, H., 2011. Systemic risk contributions. Federal Reserve Board Finance and Economics Discussion Series 2011-08. Jokipii, T., Monnin, P., 2012. The impact of banking sector stability on the real economy. Journal of International Money and Finance xxx, 1-16. Krugman, Paul, 1979. A model of balance-of-payments crises. Journal of Money, Credit and Banking, Vol. 11 (3), pp 311-325. Lee, Seok Weon, 2008. Asset size, risk-taking and profitability in Korean banking industry. Banks and Bank Systems, Vol. 3 (4). Pp 50-54. Marshall, A., 1890. Principles of Economics. The Macmillan Press Ltd., London. Purnanandam, A., 2008. Financial distress and corporate risk management : theory and evidence. Journal of Financial Economics 87, 706-739. Robinson, J., 1952. The rate of interest and other essays. Macmillian, London. Rose, P. S., & Hudgins, S. C., 2008. Bank Management & Financial Services 7th ed. NewYork: McGraw-Hill. Salman, S.A., 2006. Financial Distress and Bank Failure: Lessons from Closure of Ihlas Finans in Turkey. Islamic Economic Studies, Vol. 14, No. 1 & 2. Tarashev, N., Borio, C., Tsatsaronis, K., 2009. The systemic importance of financial institutions. Bank for International Settlements Quarterly Review, September. Tarashev, N., Drehmann, M., 2011. Systemic importance: some simple indicators. Bank for International Settlements Quarterly Review, Bank for International Settlements, March. Vallacas, F., Crespi, F., Hagendorff, J., 2012. Income diversification and bank performance during the financial crisis. Working Paper Series. Available at SSRN:http//ssrn.com/abstract=1793232 or http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.1793232. [27 Desember 2012, Pk:11.51]
Pengaruh faktor..., Tsara Sarfina Zahra Tuahunse, FE-UI, 2013