TINJAUAN PUSTAKA
Fenomenologi Sindrom Tourette Dito Anurogo Brain and Circulation Institute of Indonesia, Surya University, Serpong, Tangerang, Banten, Indonesia
ABSTRAK Sindrom Tourette (Tourette's syndrome, TS) adalah gangguan psychoneurogenobehavioral pada anak yang ditandai tik vokal dan motorik multipel. Artikel ini membahas berbagai aspek TS, meliputi: sejarah, epidemiologi, etiopatogenesis, potret klinis, komorbiditas, diagnosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, pencegahan. Kata kunci: Sindrom Tourette, etiopathogenesis, penatalaksanaan, pencegahan
ABSTRACT Tourette's syndrome (TS) is a common psychoneurogenobehavioral disorder in children characterized by multiple motor and vocal tics. This article discussed multiaspects of TS, including: history, epidemiology, etiopathogenesis, clinical portrait, comorbidity, diagnosis, supporting examination, management, and prevention. Dito Anurogo. Dito Anurogo. Phenomenology of Tourette Syndrome. Key words: Tourette syndrome, etiopathogenesis, management, prevention
INTRODUKSI Fenomena sindrom Tourette (Tourette's syndrome, TS) pertama kali dilaporkan oleh dokter Jean-Marc Gaspard Itard, pada seorang wanita Perancis berusia 26 tahun. Selanjutnya George Beard melaporkan 50 penderita tik motorik dan echolalia. Pada tahun 1885, 60 tahun setelah Itard mempublikasikan kasus itu, Georges Gilles de la Tourette (1857-1904), mempublikasikan artikel tentang delapan penderita tik motorik atau vokal, dan ia menamai sindrom ini “maladie (illness) of tics”. Di kemudian hari, sindrom ini dikenal sebagai sindrom Tourette.1,2 Sindrom Tourette adalah gangguan perilaku-perkembangan saraf-kejiwaan (psychoneurogenobehavioral disorder) berbasis neurotransmiter, dicirikan oleh aksi tak disadari, berlangsung cepat, bersifat genetik, diwariskan, dengan onset di masa anak, dan memiliki pola tik vocal-motorik yang menetap-menahun. Sindrom Tourette merupakan gangguan neurodevelopmentalneuropsychiatric dengan dasar neurogenetik.3 Sindrom Tourette disebut juga Tourette’s disorder atau Gilles de la Tourette syndrome. Alamat korespondensi
900
EPIDEMIOLOGI Pada mulanya insidens TS dilaporkan 4,6 per 1 juta penduduk, jumlah ini terus bertambah sesuai pertumbuhan penduduk dan berkembangnya metodologi riset.5 Riset terbaru menunjukkan insiden TS mencapai 1-10 per 1000 orang. Prevalensi sekitar 0,03–3%. Referensi lain menyebutkan prevalensi berkisar dari 1:20.000 hingga 1:2000. Prevalensi internasional rata-rata 1% di mayoritas kebudayaan dunia. TS dapat mengenai semua ras, lebih dominan pada pria, dengan rasio anak lelaki:anak wanita = 3-5:1.6 – 8 Banyak kasus ringan yang luput dari perhatian medis. Onset biasanya pada usia 7-8 tahun, puncaknya antara 8-12 tahun. Sumber lain menyebutkan, TS umum terjadi di usia 5-9 tahun, mencapai puncak di usia 10-12 tahun, dan berkurang di usia 13-16 tahun. Rentang usia penderita TS antara 2-21 tahun.9 Terutama terjadi di usia 10 tahun, namun hanya 5% yang menetap hingga dewasa. Sekitar dua pertiga penderita TS mengalami perbaikan gejala saat dewasa, namun perbaikan total jarang terjadi.10 Prevalensi tik di populasi pediatrik diperkirakan 6–12%.11-12 Prevalensi TS pada 447 pelajar dengan autisme anak-anak dan remaja di sembilan sekolah di London mencapai 8,1%.13
ETIOPATOGENESIS Etiopatogenesis pasti belum diketahui, diduga multifaktor. Faktor neurokimiawi, yaitu: lemahnya pengaturan dopamin di nekleus kaudatus; juga ketidakseimbangan serta hipersensitivitas terhadap neurotransmiter, terutama dopamin dan serotonin. Peran neurotransmiter dopamin amat penting; pada studi neuroimaging, ada ketidaknormalan sistem dopaminrgik di dalam korteks prefrontal dan striatum otak. Pada penderita TS, terjadi peningkatan densitas transporter dopamin presinaps dan reseptor dopamin D2 postsinaps, yang berarti terjadi peningkatan uptake dan release dopamin. Hipotesis supersensitivitas dopamin menjelaskan mengapa TS begitu responsif terhadap penghambat reseptor dopamin atau neuroleptik. Riset terbaru menunjukkan tidak ada bukti peningkatan inervasi dopaminrgik striatal pada penderita TS.14 Di sistem saraf pusat, neurotransmiter dopamin (DA) memperantarai bermacammacam fungsi fisiologis termasuk pengaturan aktivitas lokomotorik, proses kognitif, sekresi (pengeluaran) neuroendokrin, dan pengendalian perilaku yang termotivasi (motivated behaviors) termasuk mekanisme emosi, afek, dan pemberian penghargaan.15,16
email:
[email protected]
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA Jalur dopaminrgik bukanlah satu-satunya yang bertanggung-jawab atas munculnya gejala TS, faktor lain yang juga berperan, antara lain: rendahnya kadar serotonin, glutamate dan AMP siklik. Di sirkuit subkortikal frontal, abnormalitas reseptor glutamat, dopamin, serotonin, GABA, asetilkolin, noradrenalin, opioid, dan cannabinoid juga berperan dalam patogenesis TS. Overekspresi synaptogyrin-3 di sel-sel PC12 dan MN9D yang mirip saraf (neuronal-like) namun bukan di sel-sel HEK 293 nonneuronal, menghasilkan peningkatan aktivitas dopamin transporter (DAT) pada level transporter di membran plasma. Efek synaptogyrin-3 ini ditiadakan oleh keberadaan vesikular monoamine transporter-2 (VMAT2) inhibitor reserpine, memberi sugesti bahwa kemampuan synaptogyrin-3 untuk meregulasi (mengatur) aktivitas DAT bergantung pada sistem penyimpanan dopamin (DA) vesikular. Terdapat interaksi biokimiawi yang kompleks antara DAT, synaptogyrin-3, dan VMAT2, di samping juga ditemukan hubungan fisik dan fungsional antara DAT dan sistem DA vesikular.19 Saat penderita TS mengalami serangan tik, terjadi aktivasi multifokal di otak seperti di korteks premotorik lateral dan medial, korteks ciaguli anterior, korteks prefrontal dorsolateral-rostral, korteks parietal interior, putamen, nukleus kaudatus, korteks motorik primer, area Broca, girus temporal superior, insula, and klaustrum. Hal ini menunjukkan keterlibatan daerah paralimbik, bahasa, dan sensorimotorik. Secara spesifik, ketidaknormalan sirkuit kortiko-striato-talamo-kortikal melibatkan inhibitory interneurons di ganglia basal, yang dapat berhubungan dengan patogenesis dan persistensi beragam kasus TS. Malfungsi sirkuit ini dapat berkontribusi terhadap perilaku semi-otonom fragmenter yang bermanifestasi sebagai tik.20 Ganglia basal, terutama nukleus kaudatus dan korteks prefrontal inferior, berhubungan dengan perkembangan TS. Sirkuit ganglia basal dan kortikal juga berperan pada fungsi motorik dan pembentukan kebiasaan; disfungsi ganglia basal telah lama diketahui sebagai penyebab utama gejala tik.21,22 Selain itu, di otak penderita TS, terjadi penurunan 5% volume nukleus kaudatus, namun abnormalitas seluler yang mendasarinya belum jelas. Selain itu juga dijumpai 50%– 60% penurunan parvalbumin dan kolin
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
asetiltransterase interneuron kolinergik di nukleus kaudatus dan putamen. Penurunan interneuron kolinergik terlihat jelas di regio asosiatif dan sensorimotorik, namun tidak terlihat di regio limbik. Hal ini diketahui dari hasil penilaian densitas berbagai tipe interneuron dan medium spiny neurons di striatum otak postmortem penderita TS dengan analisis stereologis.23 Menurut teori autoimun, TS ditimbulkan oleh gangguan autoimun pada anak yang berhubungan dengan infeksi streptokokus (pediatric autoimmune neuropsychiatric disorder associated with streptococcal infections, PANDAS). Infeksi group A beta-haemolytic streptococcal (GABHS) juga berkaitan dengan TS.24,25 Hipotesis disregulasi sistem imun, termasuk: disregulasi sitokin, peranan interleukin (IL), misalnya: IL-1beta, IL-2, IL-6, IL12, serta tumor necrosis factor (TNF)-alfa masih memerlukan riset lanjutan.26 Kadar besi dan feritin yang lebih rendah pada penderita TS sesuai dengan keadaan gangguan gerak lain, memberi kesan bahwa rendahnya besi dapat menjadi penyebab tik. Simpanan besi yang rendah dapat berkontribusi terhadap hipoplasi nukleus kaudatus dan putamen, meningkatkan kerentanan terhadap tik atau memperberat tik.27 Beragam faktor epigenetik berperan dalam patogenesis TS, termasuk perinatal insults, pajanan androgen, stres psikologis, dan mekanisme otoimun pasca-infeksi. Peristiwa iskemia/hipoksia perinatal dan merokok di masa prenatal-maternal dilaporkan sebagai faktor risiko TS.28,29 Secara genetik, TS merupakan kondisi poligenetik yang berpola sex-influenced autosomal dominant. Lokus kandidat TS berhasil ditemukan pada lokus 18q22, pada gen SLITRK1 yang berlokasi di kromosom 13q31, dan pada tubulin-specific chaperone D (TBCD, region 17q25.3). Meskipun demikian, SLITRK1 bukanlah gen yang signifikan pada mayoritas individu dengan TS.30 Beragam candidate genes lain, antara lain: reseptor dopamin (DRD1, DRD2, DRD4, dan DRD5), transporter dopamin, berbagai gen noradrenergik (ADRA2a, ADRA2C, DBH, dan MAO-A), serta gen serotonergik (5HTT).31,32 Ditemukan pula delesi di region 22q11-q13.
Riset selanjutnya menemukan lokus potensial di kromosom 2p23.2, 3, 4q, 5, 8q, 9, 10, 11, 13, dan 19. TS terjadi 50% pada kembar monozigot dan 8% pada dizigot.33 Pada satu studi kasus-kontrol, penderita TS dengan (n=115) dan tanpa (n=110) ADHD menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) restriction enzyme assay yang dikembangkan untuk deteksi polimortisme nukleotida tunggal T-182C berdasarkan metodologi sequencing. Hasilnya tidak teridentifikasi asosiasi polimorfisme antara TS dan ADHD.34 Riset The Tourette Syndrome Association International Consortium for Genetics pada 2040 individu (238 keluarga inti, 304 pasang saudara kandung yang independen, 18 keluarga multigenerasi terpisah) menunjukkan bukti signifikan adanya linkage terhadap marker D2S144 pada kromosom 2p32.2.35 Hipotesis terbaru menyatakan bahwa beragam perbedaan di ekspresi akson dan splicing bermanfaat untuk memahami patofisiologi dan menegakkan diagnosis. The Genome Wide Association Study (GWAS) design diharapkan dapat mengatasi keterbatasan studi tentang linkage dan gen candidat, sehingga di masa mendatang dapat menemukan berbagai mutasi dan polimorfisme penyebab TS.37 POTRET KLINIS Klinis TS berupa tik motorik dan vokal, dapat berlangsung selama lebih dari satu tahun, biasanya muncul saat menyaksikan peristiwa tertentu. Tik motorik dapat sederhana (misalnya: mengejapkan mata berkali-kali, sering mengangkat-angkat bahu) atau kompleks (misalnya: meniru gerakan orang lain atau echopraxia). Tik motorik bisa juga multipel, misalnya: blinking (mengejapkan mata), grimacing (meringis, menyeringai, atau memainkan ekspresi wajah), jumping (melompat-lompat). Tik vokal dapat berupa kata-kata sederhana atau kata tunggal. Tik vokal klasik termasuk berkata jorok (coprolalia) dan menirukan atau mengulangi frase (palilalia), atau ucapan orang lain (echolalia). Tik fonik berupa suara atau bunyi, seperti: suara membersihkan tenggorokan/kerongkongan dari lendir atau benda asing, batuk, pilek. Setidak-tidaknya dijumpai satu tik vokal atau fonik, misalnya: grunting (mendengkur, mengorok) atau sniffing (seolah pilek, menghirup-hirup,
901
TINJAUAN PUSTAKA atau mencium-cium bau). Tik seringkali diperburuk oleh stres fisik atau emosional, membaik saat sendirian dan relaks. Tik juga dapat terjadi selama tidur dan berkaitan dengan berbagai problem tidur, termasuk insomnia, tidak cukup tidur, tidur gelisah, parasomnia (tidur berjalan dan sleep terrors). Tik selama tidur umumnya dikendalikan oleh thalamo-cortical oscillating dysrhythmia.38-40 Manifestasi lain yang penting namun kurang umum, seperti: meniru tingkah laku (echo phenomena), suka mengulang-ulang sendiri (pali phenomena), menyumpah tanpa sadar, di luar kemauan, dan tidak pantas (swearing involuntarily and inappropriately), perilaku melukai diri sendiri (self-injurious behaviours). Perilaku membahayakan atau mencederai diri ditemukan pada penderita malignant Tourette syndrome (MTS), misalnya: berulangulang memukul perut hingga memar dan merusakan organ dalam, memukulmukul mata sendiri, menikam leher sendiri, menelan benda asing, menggigiti bibir/ mulutnya hingga berdarah, menghentakhentakkan kaki dengan kuat hingga terjadi dislokasi pinggul, menggeleng-gelengkan kepala dan leher dengan kuat hingga cedera leher atau whiplash.41 Pada penderita TS, IQ verbal lebih tinggi secara signifikan dibandingkan IQ performance, menimbulkan problem kemampuan visuospatial, perseptual, dan motorik. Penderita TS juga merasa sulit memaksimalkan fungsi eksekutifnya, seperti: kemampuan memecahkan masalah, membagi perhatian, respons terhadap hambatan.42 KOMORBIDITAS Beragam komorbiditas penderita TS antara lain: cemas, depresi, kesulitan belajar, gangguan tidur, obsessive-compulsive disorder (OCD), hiperaktif atau ADHD (attention deficit hyperactivity disorder), gangguan perilaku, tik nervous, masalah pengendalian impuls, rasa malu, isolasi, dan ketakmampuan (disability) atau hendaya (impairment) fungsi sosial. Pada TS dan ADHD, diduga terjadi abnormalitas noradrenergik.43,44 Sebagian komorbiditas antara lain: alergi, aritmia jantung, asma, autisme, ADHD, bruxism, cemas, depresi, kejang, coprolalia, copropraxia, mengamuk/marah (rage), meningkatnya sensitivitas terhadap stimulus sensoris, migren,
902
OCD, autoimunitas, perilaku mencederai diri-sendiri, reaksi yang mengejutkan dan berlebihan, restless leg syndrome.45 DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis TS, ada tiga ciri khas yang sering muncul, yaitu: tik multipel, berkata jorok (coprolalia), dan latah atau suka membeo (echolalia). Kriteria yang dipakai secara internasional adalah Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR)46: 1. Onset sebelum usia 18 tahun. 2. Tik vokal dan motorik multipel berkali-kali hampir setiap hari, atau sebentar-sebentar berlangsung lebih dari 1 tahun. Selama itu tak ada periode bebas tik selama lebih dari 3 bulan berturut-turut. Tik tidak harus berlangsung bersamaan. 3. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung zat (seperti: stimulan) atau kondisi medis umum (seperti: penyakit Huntington, ensepalitis postviral). PEMERIKSAAN PENUNJANG Beragam pilihan kuesioner dapat dipakai untuk memastikan diagnosis TS: Tourette Syndrome Symptom List, Tourette Syndrome Questionnaire, The Motor Tic Obsessions and Compulsions Vocal Tic Evaluation Survey, Ohio Tourette Survey Questionnaire, Tourette Syndrome Global Scale, Tourette Syndrome Diagnostic Confidence Index, Tourettes Syndrome Severity Scale, Shapiro Tourette Syndrome Severity Scale, Yale Global Tic Severity Scale (YGTSS), Children’s Yale-Brown Obsessive-Compulsive Scale (CYBOCS), Hopkins Motor and Vocal Tic Severity Scale, Clinical Global Impressions–Improvement Scale, Diagnostic Confidence Interval, National Hospital Interview Scale, dll digunakan untuk interview, menegakkan diagnosis dan evaluasi klinis lain, seperti: menentukan derajat keparahan TS, menentukan terapi, keperluan riset, dsb. Untuk mengetahui kemampuan motorik, dapat menggunakan tes Purdue Pegboard. Baik-buruknya kemampuan motorik di masa anak-anak, berhubungan dengan meningkatnya derajat keparahan tik di masa dewasa. Untuk menilai IQ digunakan Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence (WASI). Obsesi-kompulsi dapat diketahui dengan Dimensional Yale-Brown ObsessiveCompulsive Scale (DYBOCS).47-52 Skor Yale Global Tic Severity Scale (YGTSS) berkisar 0-50, dengan rincian: tidak ada tik (YGTSS: 0), tik minimal (YGTSS: 1–9), tik ringan (YGTSS:
10–19), tik sedang atau lebih berat (YGTSS: ≥20). Skor YGTSS > 15 mengindikasikan tik yang secara klinis signifikan. Sedangkan skor Clinical Global Impressions–Improvement Scale berkisar 1-8, skor 1 berarti perkembangannya sangat baik, skor 8 berarti sangat buruk.53 Instrumen DISC (Diagnostic Interview Schedule for Children) digunakan untuk mengetahui profil diagnostik penderita TS. DISC adalah interview semistructured berbasis komputer yang terdiri dari 15 sub-bagian, meliputi: gangguan tic (TS, gangguan tic kronis, transient tic disorder), OCD, ADHD, fobia sosial, fobia spesifik, separation anxiety disorder, gangguan panik, gangguan perilaku, agoraphobia, generalized anxiety disorder, post-traumatic stress disorder, trichotillomania, major depressive episode, dysthymic disorder,dan oppositional defiant disorder.54 Pemeriksaan darah lengkap dilakukan sesuai indikasi dan/atau untuk keperluan riset, yaitu mengetahui ekspresi gen (RNA) yang diukur menggunakan whole genome Affymetrix microarrays.55 Pencitraan dilakukan bila perlu atau untuk riset. Melalui pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging), diketahui penderita TS memiliki area dorsolateral prefrontal yang lebih besar dan peningkatan substantia alba di lobus frontal kanan. Volume nucleus caudatus yang lebih kecil pada MRI di masa anak berhubungan dengan meningkatnya derajat keparahan tik di masa dewasa.56 Pemeriksaan lain menggunakan voxel-based morphometry (VBM) dan magnetization transfer imaging (MTI) yang lebih sensitif terhadap perubahan jaringan dibandingkan MRI konvensional. Keduanya merupakan pengukuran kuantitatif integritas makrostruktur. Pada VBM, penderita TS menunjukkan penurunan volume substantia nigra di area prefrontal, girus cinguli anterior, area sensorimotorik, nukleus kaudatus kiri, dan girus postsentral kiri secara signifikan. Penurunan volume substantia alba terdeteksi di girus frontal inferior kanan, girus frontal superior kiri, dan anterior corpus callosum. Peningkatan dijumpai di girus frontal pertengahan kiri dan area sensorimotor kiri. Dengan MRI, reduksi substantia alba terlihat di girus frontal medial kanan, girus frontal inferior bilateral, dan girus cinguli kanan.57
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA PENATALAKSANAAN Bila gejala ringan, penderita dan anggota keluarganya hanya memerlukan edukasi dan konseling. Berbagai teknik psikoterapi, seperti: psikoterapi suportif, terapi kognitif, assertiveness training, dan self-monitoring dapat juga diberikan. Pendekatan comprehensive behavioral intervention for tics (CBIT), berdasarkan habit reversal training/therapy, efektif mengurangi tik serta perburukan yang berhubungan dengan tik (tics-related impairment) pada anak dan remaja penderita TS dengan tingkat keparahan sedang atau berat. Terapi suportif dan edukasi dapat sebagai pelengkap dan pendukung CBIT.58 Banyak anak TS yang berhasil ditangani tanpa terapi obat. Farmakoterapi diberikan sesuai indikasi. Berikut beberapa pilihan terapi TS44, 59-62 : a. Golongan neuroleptik atau penyekat dopamin seperti haloperidol, pimozid, aripiprazol, olanzapin, risperidon. b. Golongan obat serotonergik, seperti fluoxetine, clomipramine. c. Golongan agonis alfa-2, seperti: clonidine, guanfacine. d. Golongan antagonis dopamin, seperti metaclopramid. e. Golongan lain, seperti benzodiazepin (misalnya: klonazepam, diazepam), antipsitatik atipikal (misalnya: olanzapin, quetiapin, ziprasidon), penyakit kanal kalsium (misalnya: nifedipin, verapamil, flunarizin), obat GABAergic (misalnya: baklofen, levetirasetam, topiramat, vigabatrin, zolpidem), agonis dopamin (misalnya: pergolid, pramipeksol), antagonis 5-HT2 (ketanserin) dan 5-HT3 (ondansetron) reseptor, obat yang beraksi pada reseptor kanabinoid (Δ-9-tetrahidrokanabinol), penghambat androgen dan androgen (flutamid dan finasterid), baklofen, nalokson. Dua agen neuroleptik yang paling banyak digunakan untuk terapi TS dan tik adalah pimozid dan risperidone. Sedangkan medikasi yang paling efektif adalah dopamin blockers. Obat golongan antipsikotik merupakan terapi lini pertama untuk tik sedang hingga berat, sering memiliki efek samping yang berat.63,64 Golongan penyakit dopamin banyak yang merupakan obat antipsikotik, serotonergic drugs bermanfaat terutama untuk obsessivecompulsive disorder, sedangkan noradrenergic drugs (alfa-agonist) efektif terutama untuk
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
Tabel 1 Farmakoterapi TS73-76 Medikasi A
Dosis Permulaan (mg/hari)
Dosis (mg/hari)
Keterangan
0,25 – 0,50
1–4
Bukti empiris: A CEBM pada dewasa: tinggi CEBM pada anak: tinggi ESO: EPS, sedasi, berat badan naik Bukti empiris: A CEBM pada dewasa: tinggi CEBM pada anak: tinggi ESO: pemanjangan QTc, sedasi
Antipsikotik
Neuroleptik tipikal 1
Haloperidol
2
Pimozide
0,5 – 1,0
2–8
3
Fluphenazine
0,5 – 1,0
1,5 – 10
Bukti empiris: B CEBM pada dewasa: rendah CEBM pada anak: rendah ESO: lebih baik ditoleransi daripada haloperidol
Neuroleptik atipikal 4
Risperidone
0,25 – 0,50
1 – 3,5 (1 – 3)
Bukti empiris: A CEBM pada dewasa: tinggi CEBM pada anak: tinggi ESO: sedasi, berat badan naik, metabolisme lemak abnormal.
5
Ziprasidone
5 – 10 (20)
10 – 80 (20 – 80)
Bukti empiris: B CEBM pada dewasa: rendah CEBM pada anak: tinggi ESO: pemanjangan QTc, sedasi, berat badan naik.
6
Aripiprazole
2,5 – 5
10 – 20
CEBM pada dewasa: rendah CEBM pada anak: rendah ESO: sedasi, berat badan naik.
7
Olanzapine
2,5 – 5
10 – 20
CEBM pada dewasa: rendah CEBM pada anak: rendah ESO: sedasi, berat badan naik.
8
Quetiapine
25 – 50
75 – 250
CEBM pada dewasa: rendah CEBM pada anak: rendah ESO: sedasi, berat badan naik.
9
Tiapride
50 – 150
150 – 500
Bukti empiris: B
B
Non-antipsikotik 0,025 – 0,050
0,2 – 0,4 (0,1 – 0,3)
0,5 – 1,0
2–4 (1,5 – 3)
0,025 setiap 2 hari
0,15 – 0,45
Bukti empiris: B
Tik motorik: 50-75 U Tik vokal: 1-2,5 U
1-2,5
Bukti empiris: B
Agonis alfa-2 1
Clonidine
2
Guanfacine
Bukti empiris: B CEBM pada dewasa: rendah CEBM pada anak: tinggi ESO: sedasi, hipotensi Bukti empiris: B CEBM pada dewasa: rendah CEBM pada anak: tinggi ESO: sedasi, sensasi berputar/pening
Lainnya 3
Pergolide
4
Botulinum toxin A
Keterangan: Dosis di dalam kurung (…) adalah dosis alternatif yang juga diperbolehkan. Bukti empiris A: efektivitas ditunjang sedikitnya 2 randomized placebo-controlled trials dengan hasil positif dan keamanan jangka pendek baik. Bukti empiris B: data suportif ditunjang oleh sedikitnya 1 studi positive placebo-controlled. Derajat CEBM tinggi: efektivitasnya terbukti pada randomized, double-blind trials. Derajat CEBM rendah: efektivitasnya “probable” pada studi observasi. CEBM: Center for Evidence-based Medicine. ESO: Efek Samping Obat. EPS: Extra Pyramidal Syndrome.
tik dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Aripiprazol dan olanzapin termasuk “off-label use“.65 Untuk terapi OCD pada TS, boleh dipertimbangkan golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti
fluokstin, fluvoksamin, paroksetin, sertralin, escitalopram, dan citalopram. Klomipramin uga efektif karena memiliki serotonin reuptake action. SSRI dapat dikombinasikan dengan antipsikotik atipikal.65
903
TINJAUAN PUSTAKA Umumnya, terapi dimulai dengan agonist clonidine dosis rendah dan ditingkatkan dosis dan frekuensinya secara bertahap, sampai hasilnya memuaskan. Guanfacin (0,5–2 mg/ hari) merupakan golongan agonis baru yang disukai karena dosisnya hanya sekali sehari. Bila tidak efektif, dapat diberi antipsikotik. Neuroleptik atipikal (risperidon 0,25–16 mg/ hari, olanzapine 2,5–15 mg/hari, ziprasidon 20–200 mg/hari) dipilih karena rendahnya risiko efek samping ekstrapiramidal. Jika tidak efektif, dapat diberikan neuroleptik klasik, seperti haloperidol, fluphenazin, atau pimozid.66,67 Modalitas terapi lain juga dapat dipertimbangkan. Suntikan botulinum toxin tipe A efektif mengendalikan tik vokal yang melibatkan kumpulan otot kecil (localized tics). Tindakan atau intervensi yang lebih invasif seperti: deep brain stimulation, transcranial magnetic stimulation (TMS), dan bedah saraf (neurosurgery) boleh dipertimbangkan. TMS repetitif adalah pendekatan efektif untuk kasus berat. Rangkuman farmakoterapi TS dapat dilihat di tabel 1. Selain itu, kombinasi 0,5 mEq/kgBB. magnesium dan 2 mg/kgBB. vitamin B6 mampu mengurangi tik fonik-motorik serta ketidakmampuan pada kasus TS anak usia 7–14 tahun.77 Terapi nonfarmakologis berupa: edukasi penderita, anggota keluarga, teman sekolah, modifikasi lingkungan sekolah sehingga penderita tidak merasa bosan, stres, tegang, atau tertekan, konseling suportif yang dapat dilakukan saat di sekolah dan di luar sekolah. Teknik relaksasi dapat meringankan tik. Terapi pembalikan kebiasaan (habit reversal therapy) juga pilihan efektif untuk TS.76,78 Terapi lain berupa complementary and alternative medicine (CAM), misalnya: berdoasholat (pray), vitamin, pijat, suplemen diet, manipulasi chiropractic, meditasi, perubahan diet, yoga, akupunktur, hipnosis, homeopati,
dan EEG biofeedback. Meskipun alami dan tak berbahaya, perlu riset lanjutan untuk mempelajari keamanan dan efektivitasnya.79 Beberapa strategi cerdas dan efektif melalui pendekatan psikoedukasi dipergunakan untuk memperlakukan, merawat, dan mengevaluasi anak TS. Lingkungan nyaman, higienis, pola tidur teratur dapat bermanfaat. Berbagai faktor seperti: stres, lelah, penyakit fisik dapat memperburuk tics untuk sementara. Berbagai aktivitas seperti: memainkan alat musik, berolahraga, menari atau berdansa bermanfaat dan membantu anak untuk mengalihkan atau meredakan tik. Konsentrasi yang terutama melibatkan aktivitas motorik, sering dapat memperbaiki tik. Medikasi tik berfokus pada upaya meminimalkan impairment, bukan menghilangkan tik. Pada mayoritas kasus, tik membaik selama masa remaja. Komorbiditas umum dijumpai pada TS, dapat menyebabkan perburukan atau gangguan yang lebih besar daripada tik. Anak TS berisiko tinggi menjadi OCD selama masa remaja dan dewasa muda. Edukasi dan terapi perilaku agresif gejalagejala OCD sangat membantu meminimalkan pengaruh jangka panjang. Akurasi diagnosis, termasuk identifikasi komorbiditas amat perlu sebelum menentukan farmakoterapi yang sesuai.42,80 Penyalahgunaan zat, terutama kokain atau amfetamin, sering memperburuk tik. Keturunan penderita TS memiliki peluang 10% berkembang menjadi tik, jika pasangan hidupnya tidak memiliki riwayat keluarga tik. Banyak orang dewasa dapat menikmati kehidupan meskipun mengalami tik.81 PENCEGAHAN Strategi pencegahan TS dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Penderita TS harus menghindari kafein karena dapat mengeksaserbasi tik.84 Penderita TS perlu diberi ruang gerak untuk menyalurkan hobi dan bakat. Edukasi dan konseling keluarga, kelompok, individu secara rutin, teratur, dan terarah sangat membantu penderita untuk beradaptasi dan mempercepat
penyembuhan. Perlu dibentuk wadah, grup, kelompok, atau forum diskusi untuk mendukung penderita dan anggota keluarga. Diperlukan buku saku atau brosur berisi informasi lengkap tentang TS untuk edukasi keluarga, guru, pengasuh anak, masyarakat, dan penderita. Diseminasi informasi TS perlu dilakukan bersama-sama dinas kesehatan, sekolah, komunitas ilmiah, dan instansi terkait lainnya. Sosialisasi dapat dilakukan melalui kegiatan ilmiah (seminar, workshop, dsb), media offline (surat kabar, TV, radio), media online (milis, website, dsb). Untuk lebih meningkatkan kepedulian dan kesadaran secara lebih terorganisisasi, lebih sistematis, dan berkelanjutan, perlu dipertimbangkan pembentukan organisasi, lembaga, atau badan nirlaba khusus, seperti Tourette Syndrome Associations and Foundations. Bila perlu, pemerintah bersama IDI dapat membentuk komite nasional yang khusus menangani TS, seperti yang dimiliki Eropa yaitu: European Society for the Study of Tourette Syndrome (ESSTS) atau Tourette Syndrome Association Medical Advisory Board.42,43,52,73,83,85 RANGKUMAN Fenomena sindrom Tourette (TS) pertama kali dilaporkan dokter Perancis Jean-Marc Gaspard Itard. Istilah TS populer setelah pada tahun 1885, neurolog Perancis, Georges Gilles de la Tourette, mempublikasikan (kembali) kasus itu. Insiden TS mencapai 1-10 per 1000 orang. Prevalensi internasional sekitar 1%. Etiopatogenesis belum diketahui pasti, diduga multifaktor, meliputi: faktor neurokimiawi, autoimun, epigenetik, genetika. Potret klinis TS: tics motorik-vokal, berlangsung lebih dari setahun. Komorbiditas tersering adalah OCD dan ADHD. Diagnosis TS ditegakkan dengan DSM-IV-TR. Pemeriksaan penunjang TS misalnya: kuesioner (YGTSS, DISC, dsb), pemeriksaan darah lengkap, pencitraan (MRI, VBM, MTI) dilakukan sesuai indikasi. Farmakoterapi diberikan sesuai indikasi, misal: neuroleptik (tipikal-atipikal), agonis alfa-2, dsb. Strategi pencegahan TS dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Penanganan komprehensif, holistik, dan paripurna perlu melibatkan kerjasama multisektor dan lintas disiplin ilmu.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Kushner HI. Medical fictions: The case of the cursing marquise and the (re)construction of Gilles de la Tourette Syndrome. Bulletin of the History of Medicine 1995;69:224–54.
2.
Tourette G. Etude sur une affection nerveuse caracaterisee par de l’incoordination motrice accompagenee d’echolalie et de coprolalie. Archives de Neurologie 1885;9:19–42.
3.
Walkup JT, Mink JW, Hollenbeck PJ. Advances in neurology: Tourette syndrome. First edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006.
904
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA 4.
The Tourette Syndrome Classification Study Group. Definitions and classification of tic disorders. Arch Neurol. 1993;500:1013-6.
5.
Robertson MM. Annotation: Gilles de la Tourette syndrome—An update. Journal of Child Psychology and Psychiatry 1994;35:597–611.
6.
Apter A, Pauls DL, Bleich A, Zohar AH, Kron S, Ratzoni G, Dycian A, Kotler M, Weizman A, Gadot N, et al. An epidemiologic study of Gilles de la Tourette’s syndrome in Israel. Arch Gen Psychiatry 1993;50:734–8.
7.
Robertson MM: Diagnosing Tourette syndrome: is it a common disorder? J Psychosom Res 2003;55:3-6.
8.
Robertson MM, Eapen V, Cavanna AE. The international prevalence, epidemiology, and clinical phenomenology of Tourette syndrome: A cross-cultural perspective. Journal of Psychosomatic Research. 2009;67:475–83.
9.
Leckman JF, Zhang H, Vitale A, Lahnin F, Lynch K, Bondi C, Kim YS, Peterson BS. Course of tic severity in Tourette’s syndrome: the first two decades. Pediatrics 1998;102:14–9.
10. Robertson MM. The Prevalence and Epidemiology of Gilles de la Tourette syndrome. Part 1: The epidemiological and prevalence studies. Journal of Psychosomatic Research 2008;65:461– 72. 11. Kurlan R, McDermott MP, Deeley C, Como PG, Brower C, Eapen S, Andresen EM, Miller B. Prevalence of tics in schoolchildren and association with placement in special education. Neurology 2001;57:1383–8. 12. CDC. Prevalence of diagnosed Tourette syndrome in persons aged 6–17 years – United States, 2007. Morb Mortal Wkly Rep (MMWR). 2009;58:581–5. 13. Baron-Cohen S, Scahill VL, Izaguirre J, Hornsey H, Robertson MM. The prevalence of Gilles de la Tourette syndrome in children and adolescents with autism: a large scale study. Psychological Medicine Sept 1999;29(05):1151-9. 14. Albin RL, Koeppe RA, Wernette K, Zhuang W, Nichols T, Kilbourn MR, Frey KA. Striatal [11C]dihydrotetrabenazine and [11C]methylphenidate binding in Tourette syndrome. Neurology 2009;72:1390–6. 15. Cohen JD, Braver TS, Brown JW. Computational perspectives on dopamine function in prefrontal cortex. Curr Opin Neurobiol 2002;12:223-9. 16. Heise CA, Wanschura V, Albrecht B, Uebel H, Roessner V, Himpel S, et.al. Voluntary motor drive: possible reduction in Tourette syndrome. J Neural Transm 2008;115:857–61. 17. Yoon DY, Gause CD, Leckman JF, Singer HS. Frontal dopaminergic abnormality in Tourette syndrome: a postmortem analysis. J Neurol Sci 2007;255:50−6. 18. Diaz-Anzaldua A, Joober R, Riviere JB, et al. Tourette syndrome and dopaminergic genes: a family-based association study in the French Canadian founder population. Mol Psychiatry 2004;9:272−7. 19. Egaña LA, Cuevas RA, Baust TB, Parra LA, Leak RK, Hochendoner S, et.al. Physical and functional interaction between the dopamine transporter and the synaptic vesicle protein synaptogyrin-3. J Neurosci. 2009 April 8;29(14):4592–604. 20. Leckman JF, Riddle MA. Tourette’s syndrome: when habitforming systems form habits of their own? Neuron 2000;28:349−54. 21. Leckman JF. Tourette’s syndrome. Lancet 2002;360:1577−86. 22. Mink JW. Basal ganglia dysfunction in Tourette’s syndrome: A new hypothesis. Pediatr Neurol, 2001;25:190–8. 23. Kataoka Y, Kalanithi PSA, Grantz H, Schwartz ML, Saper C, Leckman JF, Vaccarino FM, et.al. Decreased number of parvalbumin and cholinergic interneurons in the striatum of individuals with Tourette syndrome. J Comp Neurol 2010;518:277–91. 24. Singer HS, Gause C, Morris C, Lopez P. Serial immune markers do not correlate with clinical exacerbations in pediatric autoimmune neuropsychiatric disorders associated with streptococcal infections. Pediatrics 2008;121:1198–205. 25. Leslie DL, Kozma L, Martin A, Landeros A, Katsovich L, King RA, et al. Neuropsychiatric disorders associated with streptococcal infection: A case–control study among privately insured children. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 2008;47(10):1166–72. 26. Gabbay V, Coffey BJ, Guttman LE, Gottlieb L, Katz Y, Babb JS. A cytokine study in children and adolescents with Tourette’s disorder. Prog Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry. 2009 August 31;33(6):967–71. 27. Gorman DA, Zhu H, Anderson GM, Davies M, Peterson BS. Ferritin levels and their association with regional brain volumes in Tourette’s syndrome. Am J Psychiatry. 2006 July;163(7):1264– 72. 28. Khalifa N, von Knorring AL. Tourette syndrome and other tic disorders in a total population of children: clinical assessment and background. Acta Paediatr 2005;94:1608−14. 29. Mathews CA, Bimson B, Lowe TL, et al. Association between maternal smoking and increased symptom severity in Tourette’s syndrome. Am J Psychiatry 2006;163:1066−73. 30. Cuker A, et.al. Candidate locus for Gilles de la Tourette syndrome/obsessive compulsive disorder/chronic tic disorder at 18q22. Am J Med Genet A 2004;130:7. 31. Cheon KA, Ryu YH, Namkoong K, Kim CH, Kim JJ, Lee JD. Dopamine transporter density of the basal ganglia assessed with [123I]IPT SPECT in drug-naive children with Tourette`s disorder. Psychiatry Res 2004;130:85-95. 32. Lee CC, Chou IC, Tsai CH, Wang TR, Li TC, Tsai FJ. Dopamine receptor D2 gene polymorphisms are associated in Taiwanese children with Tourette syndrome. Pediatr Neurol 2005;33:272-6. 33. O’Rourke JA., Scharf JM, Yu D., Pauls DL. The Genetics of Tourette syndrome: A review. Journal of Psychosomatic Research 2009;67:533-45. 34. Rippel CA, Kobets AJ, Yoon DY, Williams PN, Shugart YY, Bridges DD, et al. Norepinephrine transporter polymorphisms in Tourette syndrome with and without attention deficit hyperactivity disorder: no evidence for significant association. Psychiatric Genetics Oct 2006;16(5):179-80. 35. The Tourette Syndrome Association International Consortium for Genetics. Genome scan for Tourette disorder in affected-sibling-pair and multigenerational families. Am J Hum Genet 2007;80:265–72. 36. Tian Y, Liao IH, Zhan X, Gunther JR, Ander BP, Liu D, et al. Exon expression and alternatively spliced genes in tourette syndrome. Am J Med Genet 2011;156:72–8. 37. Pauls DL. A genome-wide scan and fine mapping in Tourette Syndrome families. Adv Neurol 2006;99:130–5. 38. Bloch MH, Leckman JF. Clinical course of Tourette syndrome. Journal of Psychosomatic Research 2009;67:497–501. 39. Leckman JF, Bloch MH, Scahill L, King RA. Tourette syndrome: the self under siege. J Child Neurol 2006;21:642−9. 40. Hawley JS, Gray SK. Tourette Syndrome. eMedicine. Updated: Jun 23, 2008. 41. Cheung MY, Shahed J, Jankovic J. Malignant tourette syndrome. Movement Disorders 2007;22:1743–50. 42. Woods DW, Piacentini JC, Walkup JT (Eds). Treating tourette syndrome: A guide for practitioners. Guilford Press: New York. 2007. 43. Olive MF. Tourette syndrome. Chelsea House Infobase Publishing. New York USA. 2010.
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013
905
TINJAUAN PUSTAKA 44. Singer HS, Walkup JT. Tourette syndrome and other tic disorders. Diagnosis, pathophysiology, and treatment. Medicine 1991;70(1):15-32. 45. Grimaldi BL. The central role of magnesium deficiency in Tourette’s syndrome: Causal relationships between magnesium deficiency, altered biochemical pathways and symptoms relating to Tourette’s syndrome and several reported comorbid conditions. Medical Hypotheses 2002;58(1):47–60. 46. American Psychiatric Association (APA). Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 4th ed, text rev. APA. Washington, DC. 2000. 47. Stefl ME, Rubin M. Tourette syndrome in the classroom: Special problems, special needs. Journal of School Health 1985;55:72–5. 48. Kompoliti K, Goetz CG. Clinical rating and quantitative assessment of tics. Neurologic Clinics May 1997;15(2):239–54. 49. Scahill L, Riddle MA, McSwiggin-Hardin M, Ort SI, King RA, Goodman WK, Cicchetti D, Leckman JF. Children’s Yale-Brown obsessive compulsive scale: Reliability and validity. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1997;36:844–52. 50. Shapiro AK, Shapiro ES, Young JG, Feinberg TE. Gilles de la Tourette syndrome. 2nd edition. Raven Press, New York. 1988. 51. Wechsler D. Wechsler Abbreviated Scale of Intelligence. San Antonio, TX: Psychological Corporation 1999. 52. Cath DC, Hedderly T, Ludolph AG, Stern JS, Murphy T, Hartmann A, et al. European clinical guidelines for Tourette syndrome and other tic disorders. Part I: assessment. Eur Child Adolesc Psychiatry 2011;20:155–71. 53. Leckman JF, Riddle MA, Hardin MT, Ort SI, Swartz KL, Stevenson J, Cohen DJ. The Yale Global Tic Severity scale: initial testing of a clinician-rated scale of tic severity. Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry July 1989;28(4):566-73. 54. Shaffer D, Fisher P, Lucas CP, Dulcan MK, Schwab-Stone ME. NIMH Diagnostic intervieschedule for children version IV (NIMH DISC-IV): Description, differences from previous versions, and reliability of some common diagnoses. Journal of American Child and Adolescent Psychiatry 2000;39:28–38. 55. Albin RL, Mink JW. Recent advances in Tourette syndrome research. Trends Neurosci 2006;29:175. 56. Bohlhalter S, Goldfine A, Matteson S, Garraux G, Hanakawa T, Kansaku K, et al. Neural correlates of tic generation in Tourette syndrome: an event-related functional MRI study. Brain. Aug 2006;129:2029-37. 57. Müller-Vahl KR. Kaufmann J. Grosskreutz J. Dengler R. Emrich HM. Peschel T. Prefrontal and anterior cingulate cortex abnormalities in Tourette Syndrome: Evidence from voxel-based morphometry and magnetization transfer imaging. BMC Neuroscience 2009;10:47 doi:10.1186/1471-2202-10-47. 58. Piacentini J, Woods DW, Scahill L, Wilhelm S, Peterson AL, Chang S, et. al. Behavior therapy for children with Tourette disorder: A Randomized Controlled Trial. JAMA. 2010;303(19):192937. 59. Müller-Vahl KR. The treatment of Tourette’s syndrome: current opinions. Expert Opin Pharmacother 2002;3:899–914. 60. Awaad Y, Michon AM, Minarik S. Use of levetiracetam to treat tics in children and adolescents with Tourette syndrome. Mov Disord. 2005;20: 714–8. 61. Moe PG, Benke TA, Bernard TJ. Neurologic and Muscular Disorders. In: Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th edition. Edited by: Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. International Edition. Lange Medical Books-McGraw-Hill. USA. 2007;23:761-2. 62. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J (Eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. USA. 2012. Chapter 372. 63. Bruggeman R, van der Linden C, Buitelaar JK, Gericke GS, Hawkridge SM, Temlett JA. Risperidone versus pimozide in Tourette`s disorder: a comparative double-blind parallel-group study. J Clin Psychiatry 2001;62:50-6. 64. Bruun RD, Budman CL. Risperidone as a treatment for Tourette`s syndrome. J Clin Psychiatry 1996;57:29-31. 65. Shprecher D, Kurlan R. The management of tics. Mov Disord 2009;24:15–24. 66. Jankovic J. 2001. Tourette’s syndrome. N Engl J Med, 345:1184–92. 67. Jiménez-Jiménez FJ, García-Ruiz PJ. Pharmacological options for the treatment of Tourette’s disorder. Drugs 2001;61:2207–20. 68. Kwak CH, Hanna PA, Jankovic J. Botulinum toxin in the treatment of tics. Arch Neurol 2000;57:1190-3. 69. Marras C, Andrews D, Sime E, Lang AE. Botulinum toxin for simple motor tics: a randomized, double-blind, controlled clinical trial. Neurology 2001;56:605-10. 70. Porta M, Maggioni G, Ottaviani F, Schindler A. Treatment of phonic tics in patients with Tourette`s syndrome using botulinum toxin type A. Neurol Sci 2004;24:420-3. 71. Houeto JL, Karachi C, Mallet L, et al. Tourette’s syndrome and deep brain stimulation. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2005;76:992–5. 72. Hardesty DE, Sackeim HA. Deep brain stimulation in movement and psychiatric disorders. Biol Psychiatry 2007;61:831–5. 73. Scahill L, Erenberg G, Berlin CM Jr, et al. Tourette Syndrome Association Medical Advisory Board: Practice Committee. Contemporary assessment and pharmacotherapy of Tourette syndrome. NeuroRx 2006;3:192-206. 74. Swain JE, Scahill L, Lombroso PJ, King RA, Leckman JF. Tourette Syndrome and Tic Disorders: A Decade of Progress. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 2007;46(8):947-68. 75. Bloch MH. Emerging treatments for Tourette’s disorder. Curr Psychiatry Rep 2008;10:323−30. 76. Du JC, Chiu TF, Lee KM, Wu HL, Yang YC, Hsu SY, et al. Tourette syndrome in children: An updated review. Pediatr Neonatol 2010;51(5):255−64. 77. Garcia-Lopez R, Perea-Milla E, Garcia CR, Rivas-Ruiz F, Romero-Gonzalez J, Moreno JL, et al. New therapeutic approach to Tourette syndrome in children based on a randomized placebocontrolled double-blind phase IV study of the effectiveness and safety of magnesium and vitamin B6. Trials 2009;10:16. doi:10.1186/1745-6215-10-6. 78. Leckman JF, King RA, Cohen DJ. Tics and tic disorders. In: Tourette`s Syndrome Tics, Obsessions, Compulsions: Developmental Psychopathology and Clinical Care, Leckman JF, Cohen DJ (Eds). New York: Wiley.1999:23-42. 79. Kompoliti K, Fan W, Leurgans S. Complementary and alternative medicine use in Gilles de la Tourette syndrome. Movement Disorders 2009;24(13):2015-9. 80. Erenberg G, Berlin Jr CM, Budman C, Coffey BJ, Jankovic J, Kiessling L, et al. Contemporary assessment and pharmacotherapy of Tourette syndrome. NeuroRX. April 2006;3(2):192–206. 81. Woods DW, Piacentini JC, Chang S, et al. Managing Tourette’s syndrome: A behavioral intervention for children and adults. Oxford University Press. New York. 2008. 82. Monaco F, Servo S, Cavanna AE. Famous people with Gilles de la Tourette syndrome? Journal of Psychosomatic Research 2009;67:485-90. 83. Bjorklund R. Tourette syndrome. Marshall Cavendish Corporation. New York: USA.2010:1-62. 84. Davis RE, Osorio I. Childhood caffeine tic syndrome. Pediatrics 1998;101:E4. 85. Verdellen CW, Keijsers GP, Cath DC, Hoogduin CA. Exposure with response prevention versus habit reversal in Tourette`s syndrome: a controlled study. Behav Res Ther 2004;42:501-11.
906
CDK-211/ vol. 40 no. 12, th. 2013