TINJAUAN PUSTAKA
Sindrom OSA pada Anak Damar Prasetya AP Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK Sindrom apnea tidur obstruktif atau Obstructive Sleep Apnea (OSA) didefinisikan sebagai suatu kelainan pernapasan selama tidur yang ditandai dengan obstruksi saluran napas atas parsial berkepanjangan dan/atau obstruksi total intermiten yang menganggu ventilasi dan pola tidur normal. OSA menyerang 1-3% populasi anak. OSA pada anak dapat menyebabkan gagal tumbuh, gangguan perilaku, kelainan kardiovaskuler, dan penurunan kualitas hidup. Diagnosis dan penanganan OSA sebaiknya lebih dini agar proses tumbuh kembang anak dapat berjalan baik. Kata kunci: Anak, gangguan tidur, mengorok, sindroma apnea tidur obstruktif
ABSTRACT OSA syndrome in children is a breathing disorder during sleep characterized by prolonged partial upper airway obstruction and/or intermittent complete obstruction that disrupts normal ventilation during sleep and normal sleep patterns. The prevalence of OSA in pediatric population is 1-3%. OSA in childhood can disrupt normal growth and development, behavioral disorders, cardiovascular disorders, and decreased quality of life. Treatment and management should be earlier. Damar Prasetya AP. Obstructive Sleep Apnea in Childhood. Keywords: Children, obstructive sleep apnea, sleep disorder, snoring
PENDAHULUAN Mendengkur dan sindrom Obstructive Sleep Apnea (OSA) tidak hanya ditemukan pada dewasa, tetapi juga pada anak-anak. Gejala mendengkur terus-menerus pada anak terkadang mengkhawatirkan orang tua sehingga membawa anaknya ke dokter. Di Amerika Serikat, prevalensi OSA sebanyak 1-3%.1 Kejadian OSA pada anak cenderung meningkat seiring meningkatnya faktor risiko OSA seperti obesitas.2 DEFINISI Berdasarkan American Thoracic Society (ATS), OSA pada anak didefinisikan sebagai suatu kelainan pernapasan selama tidur yang ditandai dengan obstruksi saluran napas atas parsial berkepanjangan dan/atau obstruksi total intermiten yang menganggu ventilasi dan pola tidur normal.8 EPIDEMIOLOGI Angka kejadian OSA telah diteliti di beberapa negara. Di Amerika Serikat, angka kejadian OSA sebesar 1-3% dengan persentase tertinggi terdapat pada anak usia pra-sekolah.1 Pada anak-anak di India, Alamat korespondensi
angka kejadiannya sebesar 2-5%, dan pada anak-anak di Cina didapatkan prevalensi sebesar 5,8% untuk laki-laki dan 3,8% untuk perempuan.8-11 Di Indonesia, penelitian Supriyanto, dkk. mendapatkan kejadian mendengkur pada 31,6% pada anak usia 5-13 tahun berupa habitual snoring sebesar 5,2% dan occasional snoring sebesar 26,4%.6 ETIOLOGI Penyebab tersering adalah pembesaran tonsil dan adenoid. Pembesaran jaringan limfadenoid ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti paparan iritan lingkungan, seperti asap rokok, infeksi, rinitis alergi, dan asma. Beberapa studi kohort menunjukkan bahwa faktor genetik juga berpengaruh dengan kemungkinan pengaruh pada pusat ventilasi, anatomi, atau keduanya.5,6 Obesitas merupakan faktor risiko penting untuk OSA anak. Keparahan OSA berbanding lurus dengan derajat obesitas, peningkatan BMI 1 kg/m2 di atas rata-rata usia dan jenis
kelamin akan meningkatkan risiko OSA sebesar 12%.2 Beberapa sebab lain OSA pada anak meliputi sindrom Down, sindrom Pierre-Robin, palatoskizis, alergi, kelainan anatomi, dan lainlain.1.6.10 OSA lebih sering didapatkan pada etnis Afrika-Amerika.7 PATOFISIOLOGI OSA merupakan hasil akhir interaksi berbagai faktor yang menyebabkan kolaps saluran napas atas selama tidur, baik respons neuromotor pernapasan maupun faktorfaktor anatomis seperti retrognatia dan ukuran saluran napas atas. Patogenesis terpenting OSA pada anak adalah pembesaran jaringan limfoid saluran napas atas. Anak dengan OSA biasanya memiliki adenoid dan tonsil yang lebih besar dari anak seusia tanpa OSA. Selama tidur, terdapat penurunan bermakna tonus otot yang menyebabkan saluran napas menjadi lebih kecil; tonsil dan adenoid menghambat jalan napas, sehingga membuat aliran udara lebih sempit dan
email:
[email protected]
CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016
101
TINJAUAN PUSTAKA usaha napas bertambah.5,6 Resistensi jalan napas atas selama tidur meningkat, dengan penyempitan saluran napas karena pengurangan aktivitas tonus M. dilator faringeal. Tekanan negatif terbentuk selama inspirasi, yang dalam kondisi normal, diimbangi oleh aktivitas M. dilator faringeal, sehingga tidak menyebabkan kolaps saluran napas atas. Pada anak dengan OSA, mekanisme ini gagal.2,10 OSA pada anak sangat berhubungan dengan faktor anatomis. Diperkirakan anak dengan OSA memiliki struktur wajah yang berbeda dari anak normal, terutama retrognatia mandibular, tulang hyoid yang rendah, dan perbedaan panjang dan lebar wajah. Perubahan ini dapat bawaan atau sekunder akibat obstruksi saluran napas atas kronis.2,12 DIAGNOSIS Anamnesis Keluhan anak dengan gangguan napas terkait tidur tergantung usia. Pada anak berusia di bawah lima tahun, mendengkur merupakan keluhan yang paling sering. Keluhan mendengkur dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni occasional snoring dan habitual snoring. Anak disebut mengalami occasional snoring bila episode mendengkur terjadi <3 kali per minggu dan mengalami habitual snoring bila mendengkur ≥3 kali per minggu.6 Tidak seluruh anak yang mengalami habitual snoring diklasifikasikan OSA. Hal yang membedakan adalah pada habitual snoring tidak didapatkan apnea obstruktif, hipopnea, episode terbangun untuk bernapas ataupun pertukaran gas abnormal.6,7
Skrining riwayat tidur anak secara rinci sebaiknya menjadi bagian dari pemeriksaan rutin kesehatan anak, walaupun anamnesis saja sulit membedakan dengkuran primer dengan OSA pada anak.7,11-12 Informasi subjektif pasien dan guru di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan survei Obstructive Sleep Disorders-6 (OSD-6) yang telah divalidasi untuk menilai keparahan, gangguan tidur, stres emosional, dan keterbatasan aktivitas pada pasien dengan gangguan tidur obstruktif.7,12 Pemeriksaan Fisik Berat dan tinggi badan anak dengan OSA harus dinilai karena anak dengan OSA empat atau lima kali lebih sering memiliki berat badan berlebih dibandingkan anak tanpa OSA. Penilaian fisik kepala dan leher menilai ada tidaknya stigmata-stigmata kelainan genetik. Selanjutnya menilai rongga hidung dan mulut; dilihat adanya makroglosia, pembesaran tonsil, dan kelainan lain.12 Pemeriksaan fisik anak dengan OSA terutama untuk menilai keadaan anatomis yang menyebabkan penyempitan jalan napas atas, walaupun bukan menjadi baku emas penegakan diagnosis OSA. Kombinasi pemeriksaan meliputi penentuan klasifikasi Mallampati, abnormalitas faring, dan indeks massa tubuh,5-7 dapat memperkirakan ada tidaknya dan derajat beratnya OSA. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan mengingat rendahnya sensitivitas dan spesifisitas anamnesis dan pemeriksaan fisik semata dalam menilai OSA.3,7
Walaupun polisomnografi merupakan pemeriksaan baku emas untuk anak dengan OSA, penggunaannya secara rutin tidak dilakukan. Indikasi polisomnografi pada anak (ATS) dapat dilihat pada tabel 1.8,12 Polisomnografi dapat menilai adanya episode apnea selama anak tidur. Selain itu, juga dapat digunakan untuk menilai fungsi kardiorespiratori anak dengan penyakit paru atau neuromuskuler kronis. Pemeriksaan polisomnografi pada anak membutuhkan atmosfir yang nyaman dan pendekatan khusus mengingat risiko rewelnya anak saat tidur.3,6,12 Kriteria diagnostik OSA pada anak berbeda dari kriteria untuk OSA pada dewasa. Pada orang dewasa, nilai AHI dikategorikan menjadi 5-15/jam sebagai ringan, 15-30/ jam sebagai sedang, dan >30/jam sebagai berat. Pada anak-anak, AHI >1 dan desaturasi oksigen ≥4% merupakan indikator adanya OSA ringan, nilai AHI 5-10 mengindikasikan OSA ringan sampai dengan sedang, dan nilai AHI >10 pada anak usia 12 tahun atau kurang menandakan OSA sedang sampai dengan berat. Nilai AHI lebih dari 5 pada anak mengindikasikan dimulainya terapi.3,10 Indeks Apnea-Hipopnea (Apnoea-Hypopnea Index/AHI) adalah indeks keparahan apnea saat tidur yang menggabungkan apnea dan hipopnea. AHI adalah jumlah apnea dan hipopnea. Beberapa pemeriksaan diagnostik lain untuk OSA adalah oksimetri nokturnal, perekaman video, dan pemeriksaan tidur. Namun, pemeriksaan tersebut tidak dapat menilai
Tabel 1. Indikasi polisomnografi pada anak12
Keluhan lain yang dilaporkan orang tua antara lain bernapas melalui mulut, diaforesis, gerakan dada paradoksal, sering terbangun, dan episode apnea. Sedangkan anak berusia lima tahun atau lebih seringkali menunjukkan enuresis, masalah perilaku, gangguan perhatian, dan gagal tumbuh.6-8 Terdapat tiga tanda kardinal OSA yang membedakannya dengan keluhan mendengkur biasa. Tanda kardinal tersebut adalah adanya habitual snoring (≥3 malam/ minggu), peningkatan usaha bernapas, dan terganggunya tidur.7
102
CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016
TINJAUAN PUSTAKA periode tidur REM yang saat kejadian OSA justru sering terjadi.6-8,12 Pertimbangan Diagnosis Walaupun polisomnografi merupakan pemeriksaan baku emas untuk diagnosis OSA, pemeriksaan tersebut termasuk mahal, menghabiskan waktu, dan tidak secara umum tersedia di seluruh pusat kesehatan. Kombinasi observasi orang tua, temuan klinis, dan pemeriksaan radiologis adanya penyempitan saluran napas atas dapat berguna sebagai skrining awal sebelum pasien dirujuk untuk menjalani polisomnografi.12,13 KOMPLIKASI Dampak Neurobehavior Salah satu dampak OSA pada anak adalah gangguan perilaku dan neurokognitif. Selain itu, juga dapat menyebabkan hiperaktivitas, gangguan perhatian, dan defisit kognitif. Mekanisme pasti hal ini belum dibuktikan. Namun, kemungkinan besar disebabkan karena fragmentasi tidur dan hipoksia episodik selama tidur menyebabkan perubahan substrat neurokimiawi korteks prefrontal yang berujung pada disfungsi dan hilangnya sel neuron.5,12,14
pada anak dapat menyebabkan kelainan kardiovaskuler. Pada anak dengan OSA ditemukan perubahan pengaturan tekanan darah, hipertensi sistemik, dan perubahan ukuran ventrikel kiri. Perubahan ini akibat peningkatan aktivitas dan reaktivitas simpatis yang terus berkembang seiring OSA.5,17 Pada OSA, terjadi respons inflamasi yang ditandai peningkatan nilai CRP. Respons inflamasi pada pembuluh darah kecil pasien menyebabkan disfungsi endotel yang memperburuk kualitas kardiovaskuler pasien. Hipoksia yang terjadi saat anak tidur juga meningkatkan tekanan arteri pulmonal yang menyebabkan disfungsi ventrikel kanan.5,17 Resistensi Insulin, Diabetes Tipe 2, dan Sindrom Metabolik OSA juga dikenali sebagai salah satu faktor risiko sindrom metabolik pada dewasa. Pada anak, resistensi insulin dan perubahan profil lipid terutama dipengaruhi oleh obesitas. Bila pasien obesitas juga menderita OSA, risiko menderita sindrom metabolik meningkat enam kali lipat dibandingkan pasien obesitas tanpa OSA.5,12
adenotonsilektomi mencapai 85%; lebih rendah jika dikaitkan dengan adanya gangguan stuktur wajah seperti retrognatia dan deviasi septum.8,12 Rekomendasi terkini menyatakan bahwa jika anak memiliki OSA dan hipertrofi adenotonsiler, adenotonsilektomi dianjurkan sebagai lini pertama terapi. Namun, jika anak OSA tanpa hipertrofi adenotonsiler, terapi lain harus dipertimbangkan terlebih dahulu. Kontraindikasi adenotonsilektomi pada anak ditunjukkan pada tabel 2.8 Kebanyakan pasien OSA dapat menjalani terapi operatif secara rawat jalan atau pelayanan satu hari. Pasien berisiko tinggi seperti OSA derajat berat pada polisomnografi, usia ≤3 tahun, dan anak dengan kondisi medis terkait yang menyulitkan harus menjalani rawat inap setelah operasi. Kriteria pasien risiko tinggi yang harus menjalani rawat inap dapat dilihat di tabel 3.8 Setelah adenotonsilektomi, dilakukan evaluasi ulang untuk menentukan terapi lanjutan yang diperlukan. Komplikasi adenotonsilektomi pada pasien OSA terTabel 2. Kontraindikasi adenotonsilektomi7
Mengantuk Berlebih pada Siang Hari Pada 13-20% anak dengan OSA didapatkan mengantuk berlebih pada siang hari atau excessive daytime sleepiness (EDS). Hal ini sangat mengganggu kegiatan tumbuh kembang anak saat siang hari. Mengantuk berlebih pada siang hari mengganggu aktivitas belajar dan bermain di sekolah.5,15 Kualitas Hidup dan Depresi OSA, apalagi bila dibarengi dengan obesitas, dapat menurunkan kualitas hidup anak. Terganggunya tidur akan meningkatkan kelelahan yang menyebabkan irritability, gangguan konsentrasi, mood depresif, dan penurunan minat pada aktivitas harian. Penurunan kualitas hidup harian berpengaruh pada hubungan anak dengan keluarga, sekolah, dan teman sebaya. Beberapa penelitian menyatakan adanya hubungan antara OSA dengan kualitas hidup harian pasien.5,16 Dampak Kardiovaskuler Seperti komplikasi pada orang dewasa, OSA
CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016
Gangguan Pertumbuhan Somatik Gangguan pertumbuhan pada anak dengan OSA terjadi pada 5% pasien, di dasari oleh penurunan kadar insulin-like growth factor I dan hormon pertumbuhan. Gangguan pertumbuhan kebanyakan akan menghilang setelah terapi.5,12
Kontraindikasi Absolut Tidak adanya jaringan adenotonsiler (jaringan telah diangkat) Kontraindikasi Relatif Tonsil/adenoid yang sangat kecil Obesitas derajat berat dan tonsil/adenoid yang kecil
TERAPI Penanganan OSA pada anak ditujukan terutama pada kondisi terkait yang mendasari terjadinya OSA, seperti obesitas, hipertrofi tonsil/adenoid, dan penyakit kardiovaskuler. Berdasarkan rekomendasi American Academy of Pediatrics, langkah penting pertama adalah skrining. Saat kunjungan rutin kesehatan, dokter harus menanyakan apakah anaknya mengorok. Bila ya, harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan lebih lanjut.6,12
Kelainan perdarahan yang tidak dapat diatasi Palatoskizis submukosa Kondisi medis lain yang membuat pasien tidak stabil saat operasi Tabel 3. Faktor risiko komplikasi pernapasan post-operatif pada anak dengan OSA7
Tindakan Bedah Adenotonsilektomi merupakan standar terapi utama OSA pada anak dengan gambaran kraniofasial normal. Keberhasilan
103
TINJAUAN PUSTAKA masuk dehidrasi, perdarahan, dan insufisiensi velofaringeal.8,12
di laboraturium pemeriksaan tidur sebelum penggunaan rutin.8,21
Tindakan operatif bermanfaat mengurangi gejala dan memperbaiki perilaku, kualitas hidup, dan temuan polisomnografi, sehingga lebih baik dilakukan lebih dini pada anak usia sekolah.18 Adenotonsilektomi memberikan hasil yang memuaskan pada kebanyakan kasus anak dengan OSA. Anak dengan usia lebih besar, obesitas, OSA derajat berat atau dengan penyakit asma memiliki risiko lebih besar mengalami gejala sisa OSA.20
CPAP efektif menghilangkan OSA pada 85% anak dan memperbaiki saturasi oksigen nadir dan fase REM tidur. Anak berusia lebih dari dua tahun sering tidak nyaman menggunakan CPAP seperti yang dialami orang dewasa.12
Modifikasi Gaya Hidup dan Penurunan Berat Badan Dengan obesitas sebagai faktor risiko nyata OSA pada anak, penurunan berat badan yang bermakna dapat menurunkan bahkan menghilangkan OSA pada anak.2,8,12 CPAP Penggunaan continuous positive airway pressure (CPAP) direkomendasikan pada yang tidak dapat menjalani adenotonsilektomi atau pada pasien yang memiliki gejala sisa OSA setelah operasi.6-8,12 CPAP menggunakan peralatan elektronik yang mengalirkan tekanan udara konstan melalui sungkup nasal. Aliran tekanan udara ini bertujuan untuk penyesuaian mekanis saluran napas atas dan memperbaiki kapasitas residual fungsional paru. Tekanan untuk tiap anak berbeda, sehingga CPAP harus diatur dan dicoba terlebih dahulu
Kortikosteroid Intranasal Penggunaan kortikosteroid intranasal ditujukan untuk menangani pembesaran adenotonsilar pada anak. Preparat kortikosteroid sistemik dengan efek antiinflamasi dan efek limfolitik mampu mengecilkan ukuran jaringan limfoid.8 Kortikosteroid intranasal menjadi pilihan untuk anak dengan OSA ringan dengan kontraindikasi adenotonsilektomi atau OSA ringan yang masih bergejala setelah operasi. Kortikosteroid intranasal juga direkomendasikan pada OSA anak dengan rinitis dan obstruksi saluran napas atas akibat hipertrofi adenotonsilar.8 Preparat yang telah diteliti penggunaannya untuk OSA pada anak adalah steroid nasal topikal dan inhibitor anti-leukotrin seperti Montelukast.21 Suatu penelitian menemukan manfaat penggunaan mometasone furoate selama empat minggu untuk pasien anak dengan gangguan tidur yang disertai hipertrofi adenoid.22 PROGNOSIS Prognosis OSA pada anak sering lebih
baik dibandingkan OSA dewasa. Setelah ditangani terutama adenotonsilektomi, 87,7% anak mengalami perbaikan bermakna kualitas hidup jangka pendek dan 74,5% mengalami perbaikan besar kualitas hidup. Hanya 5,1% anak menyatakan penurunan kualitas hidup setelah operasi. Selain peningkatan kualitas hidup, setelah terapi, kebanyakan anak juga mengalami peningkatan tinggi dan berat badan serta perbaikan performa di sekolah.11 Prognosis OSA yang tidak diterapi pada anak dapat berat akibat dampak jangka panjang seperti hipertensi, iskemia miokard, gagal jantung kongestif, dan stroke. Selain itu, OSA yang dibiarkan tidak diterapi juga dapat menyebabkan gagal tumbuh dan gangguan belajar pada anak.12 SIMPULAN Angka kejadian OSA pada anak perlu dicermati seiring dengan meningkatnya faktor risiko seperti obesitas. Anamnesis gejala dan riwayat klinis sering tidak mampu menilai derajat OSA sehingga dibutuhkan pemeriksaan lanjutan berupa polisomnografi sebagai baku emas. Penatalaksanaan OSA pada anak meliputi adenotonsilektomi, CPAP, atau kortikosteroid intranasal. Tindakan operatif masih menjadi pilihan utama pada kebanyakan kasus OSA pada anak, karena dapat menyebabkan gangguan aktivitas harian anak dan mengganggu proses tumbuh kembang. Skrining diagnosis dan penanganan OSA pada anak perlu cermat untuk mencegah komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Constantin E, Tewfik TL, Brouillete RT. Can the OSA-18 quality-of-life questionnaire detect obstructive sleep apnea in children? Pediatrics. 2010; 125.
2.
Dayyat E, Kheirandish-Gozal L, Capdevilla OS, Muna MA, Gozal D. Obstructive sleep apnea in children: Relative contributions of body mass index and adenotonsillar hypertrophy. Chest.
3.
Beck SE, Marcus CL. Pediatric polysomnography. Sleep Med Clin. 2009; 4(3): 393-406.
4.
Khatwa U, Ramgopal S, Singh K, Loddenkemper T, Zarowski M, Kothare SV. The diagnostic yield of pediatric polysomnography based on the professional background of referring
5.
Dayyat E, Kheirandish-Gozal L, Gozal D. Childhood obstructive sleep apnea: One or two distinct entities? Sleep Med Clin. 2007; 2(3): 433-44.
6.
Kaswandani N. Obstructive sleep apnea syndrome pada anak. Maj Kedokt Indon. 2010; 60(7): 295-6.
7.
American Academy of Pediatrics. Diagnosis and management of childhood obstructive sleep apnea syndrome. Pediatrics. 2012; 130(3): 576-84.
8.
Lumeng JC, Chervin RD. Epidemiology of pediatric obstructive sleep apnea. Proceedings of the American Thoracic Society. 2008; 5(2): 242-52.
9.
Izu SC, Itamoto CH, Pradella-Hallinan M, Pizarro GU, Tufik S, Pignatari S, et al. Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) in mouth breathing children. Braz j otorhinolaryngol (impr). 2010;
2009; 136(1): 137-44.
physicians. Clin Pediatr. 2013; 52(12): 1154-60.
76(5). 10. Surya PB, Randeep G, Sushil KK. Obstructive sleep apnea syndrome in children. Int J Med Med Sci. 2014; 1(2): 14-20. 11. Li AM, So HK, Au CT, Ho C, Lau J, Ng SK, et al. Epidemiology of obstructive sleep apnoea syndrome in Chinese children: A two-phase community study. Thorax. 2010; 65: 991-7. 12. Welch KC, Goldberg AN. Sleep disorders. In: Lalwani AK, editor. Current diagnosis and treatment otolaryngology head and neck surgery. USA: Mc Graw Hill; 2012. p.567-9. 13. Xu Z, Cheuk DKL, Lee SL. Clinical evaluation in predicting childhood obstructive Sleep apnea. Chest. 2006; 130(6): 1765-71.
104
CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016
TINJAUAN PUSTAKA 14. Beebe D. Neurobehavioral morbidity associated with disordered breathing during sleep in children: A comprehensive review. SLEEP. 2006; 29(9): 1115-34. 15. Capdevila OS, Kheirandish-Gozal L, Dayyat E, Gozal D. Pediatric obstructive sleep apnea. Proceedings of the American Thoracic Society. 2008; 5(2): 274-82. 16. Jackman AR, Biggs SN, Walter LM, Embuldeniya US, Davey MJ, Nixon GM, et al. Sleep disordered breathing in early childhood: Quality of life for children and families. Sleep. 2013; 36(11): 1639-46. 17. Ng DK, Chan CH. Childhood obstructive sleep apnea contributes to a leading health Burden. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 2009; 179(9): 853. 18. Marcus CL, Moore RH, Rosen CL, Giordani B, Garetz SL, HG Taylor, et al. A randomized trial of adenotonsillectomy for childhood sleep apnea. N Engl J Med. 2013; 368(25): 2366-76. 19. Won CHJ, Li KK, Guilleminault C. Surgical treatment of obstructive sleep apnea. Proceedings of the American Thoracic Society. 2008; 5(2): 193-9. 20. Urquhart DS. Investigation and management of childhood sleep apnoea. Hippokratia. 2013; 17(3): 196-202. 21. Bhattacharjee R, Kheirandish-Gozal L, Spruyt K, Mitchell RB, Promchiarak J, SImakajornboon N, et al. Adenotonsillectomy outcomes in treatment of obstructive sleep apnea in children. Am J Respir Cirt Care Med. 2010; 182: 676-83.
CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016
105