FENOLOGI PEMBUNGAAN PINANG YAKI (Areca vestiaria Giseke) DI KEBUN RAYA BOGOR
FITRIANI
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ABSTRAK FITRIANI. Fenologi Pembungaan Pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke) di Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh TRIADIATI dan JOKO RIDHO WITONO. Salah satu marga palem yang banyak terdapat di Indonesia adalah Areca. Areca vestiaria merupakan jenis palem endemik Sulawesi yang memiliki karakteristik unik dan merupakan salah satu komponen penting dalam suatu ekosistem hutan hujan tropis. Jenis ini memiliki kegunaan untuk bahan dasar kerajinan tangan, bahan baku obat diabetes, dan obat kuat laki-laki. Melihat manfaatnya yang besar memungkinkan manusia akan terus memanfaatkannya. Pemanfaatan yang tidak terkendali akan menyebabkan kepunahan. Oleh karena itu perlu adanya perhatian dalam segi konservasi yaitu melestarikannya. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian terhadap aspek fenologi pembungaan A. vestiaria. Pengamatan diawali dengan pemilihan sampel dari dua aksesi yaitu dataran rendah Sulawesi dan dataran tinggi Sulawesi. Kemudian dilakukan pengamatan fenologi, meliputi pengamatan waktu masa pembungaan, perubahan morfologi pada setiap fase, dan faktorfaktor iklim mikro. Pembungaan A. vestiaria dalam satu periode pembungaan meliputi inisiasi, kuncup menuju anthesis, anthesis, dan buah muda menuju kemasakan. Dalam setiap fasenya memiliki waktu yang berbeda-beda. Secara keseluruhan perubahan fase pembungaan tidak secara langsung dipengaruhi oleh faktor iklim mikro tertentu. Serangga pengunjung yang dominan adalah Trigona sp. dan faktor abiotik yang diduga mendukung penyerbukan adalah kecepatan angin. Kata Kunci: Areca vestiaria, fenologi bunga, Kebun Raya Bogor. ABSTRACT FITRIANI. Flowering Phenology of Pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke) in Bogor Botanical Garden. Supervised by TRIADIATI and JOKO RIDHO WITONO. One of the palm genus that available widely in Indonesia is Areca. Areca vestiaria is a palm species endemic in Sulawesi which has an unique characteristics and important components in a tropical rainforest. A. vestiaria has many functions, such as, materials for handicrafts, medicinal herb of diabetes, and for male tonic. Based on the benefits, people will continue to use it. Uncontrolled utilization will lead it to extinction. Hence, need of conservation to preserve it. For this reason, it is necessary assess aspects of flowering phenology of A. vestiaria. Samples consist of lowland and upland Sulawesi accessions. Parameter of flower phenology consist of period of development flowering time, at each development phase, and the micro-climate factors. Flowering of A. vestiaria includes of initiation, bud towards anthesis, anthesis, and young fruit until maturity. The result showed that in each phase has a different time. Overall, the flowering development was not directly affected by a particular micro-climate factors. The insects visitors dominant were Trigona sp. and windspeed was caused high persentage of pollination. Key word: Areca vestiaria, flowering phenology, Bogor Botanical Garden.
FENOLOGI PEMBUNGAAN PINANG YAKI (Areca vestiaria Giseke) DI KEBUN RAYA BOGOR
FITRIANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
Judul
: Fenologi Pembungaan Pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke) di Kebun Raya Bogor
Nama
: Fitriani
NRP
: G34080038
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Triadiati, M. Si NIP 19600224 198603 2 001
Dr. Joko Ridho Witono NIP 19701009 199403 1 004
Mengetahui, Ketua Departemen Biologi
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si NIP 19641002 198903 1 002
Tanggal Lulus:
PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang telah melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tetap tercurah kepada qudwah hasanah Muhammad SAW. Karya ilmiah ini diberi judul “Fenologi Pembungaan Pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke) di Kebun Raya Bogor”. Selama proses penulisan karya ilmiah ini penulis banyak memperoleh bantuan, arahan, dan dukungan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. Triadiati, M.Si dan Dr. Joko Ridho Witono selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, dan saran kepada penulis. Kepada Dr. Aris Tjahjoleksono sebagai dosen penguji yang banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis. Ibu, Mbak Ol, Mbak Aka, Mas Koni, Mas Tik, Mas Akim, dan ponakan-ponakan atas perhatian, kasih sayang, dukungan, dan doa. Bu inggit, Pak Harto, dan Pak Ending, Bu Tini, Mas Andi, Ayi, Uun, dan Heru atas bantuan dan kerjasamanya. Sahabat seperjuangan yang telah mendukung Mbak Anis, Elsa, Intan, Uun, dan Wulan. Teman-teman biologi 45 atas semangat dan dukungannya. Teman-teman Wisma Fairus, temanteman Rumah Al-Qur’an atas dukungannya. Terima kasih juga untuk adik-adik 46, 47, 48 atas dukungan dan doanya.
Bogor, Maret 2013
Fitriani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 1 April 1990 dari ayah Musa (Alm) dan Ibu Rahayu. Penulis merupakan anak terakhir dari enam bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA N 1 Kajen dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten paraktikum mata kuliah Fisiologi Tumbuhan pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar 2012/2013, asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2010/2011 dan tahun ajaran 2011/2012. Pada bulan Juli-Agustus 2011 penulis melaksanakan Praktik Lapang berjudul Analisis Sampel Darah di Laboratorium Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pekalongan. Penulis terdaftar sebagai penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari DIKTI dan beasiswa penelitian dari BNI. Pada tahun 2013 penulis menjadi penyaji makalah dalam konferensi Ikatan Ahli Faal Indonesia (IAIFI) di Bogor. Selama perkuliahan penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, tahun 2008-2009 penulis aktif di Lembaga Dakwah Kampus (LDK) IPB dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Bersama IPB. Tahun 2010 penulis aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FMIPA IPB. Tahun 2011 penulis aktif di Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) FMIPA.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. i DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................... i PENDAHULUAN............................................................................................................................. 1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1 Tujuan ........................................................................................................................................... 1 BAHAN DAN METODE ................................................................................................................. 1 Waktu dan Tempat ........................................................................................................................ 1 Bahan dan Alat .............................................................................................................................. 1 Metode .......................................................................................................................................... 1 Pemilihan Sampel Pengamatan. ................................................................................................ 1 Pengamatan Fenologi. ............................................................................................................... 2 Analisis Data Pengamatan. ........................................................................................................ 2 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................................... 2 Morfologi dan Masa Pembungaan A. vestiaria ............................................................................. 2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembungaan A.vestiaria ....................................................... 7 Korelasi Rasio Bunga Betina dengan Persentase Keberhasilan Penyerbukan............................... 9 SIMPULAN .................................................................................................................................... 10 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 10 LAMPIRAN .................................................................................................................................... 11
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4
Rata-rata jangka waktu fase pembungaan A. vestiaria di Kebun Raya Bogor ............ Fase-fase pembungaan pada A. vestiaria ...................................................................... Serangga pengunjung bunga A. vestiaria .................................................................... Faktor iklim mikro lokasi XIV. A. 54 (aksesi dataran rendah Sulawesi) di Kebun Raya Bogor .................................................................................................. 5 Faktor ikim mikro lokasi XII. A. 226 dan V. J. 41 (aksesi Dataran tinggi Sulawesi) di Kebun Raya Bogor ..........................................................
3 4 7 8 8
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Fase inisiasi pembungaan A. vestiaria .......................................................................... Fase kuncup menuju anthesis. ...................................................................................... Fase anthesis ................................................................................................................. Fase buah muda menuju kemasakan sampel aksesi dataran rendah Sulawesi .............. Fase buah muda menuju kemasakan sampel aksesi dataran tinggi Sulawesi ............... Pembungaan A. vestiaria .............................................................................................. Persentase keberhasilan penyerbukan A. vestiaria aksesi dataran tinggi dan dataran rendah Sulawesi. ........................................................................................................... 8 Korelasi rasio bunga betina dengan persentase keberhasilan penyerbukan A. vestiaria aksesi dataran rendah Sulawesi. .................................................................... 9 Korelasi rasio bunga betina dengan persentase keberhasilan penyerbukan A. vestiaria aksesi dataran tinggi Sulawesi. .....................................................................
5 5 6 6 6 6 9 9 9
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu pusat keragaman palem (Palmae) di dunia. Dari 190 marga palem dunia (Govaerts & Dransfield 2005), 46 marga diantaranya berada di Indonesia dan 29 marga merupakan palem endemik. Jumlah tersebut kemungkinan akan bertambah, mengingat masih luasnya daerah yang belum diinventarisasi (Witono et al. 2000). Salah satu marga palem yang banyak terdapat di Indonesia adalah Areca. Dalam klasifikasi botani, Areca termasuk dalam anak suku Arecoideae, tribus Areceae, dan anak tribus Arecinae bersama-sama dengan marga Pinanga, Nenga, dan Hydriastele. Marga Areca memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari semak belukar hingga pohon yang tinggi. Beberapa jenis dari marga Areca adalah A. catechu, A. vestiaria, A. macrocalyx, A. novohibernica, A. oxycarpa, A. tiandra, dan lain-lain (Dransfield et al. 2008). Areca vestiaria atau yang lebih dikenal dengan pinang yaki merupakan jenis palem endemik Sulawesi yang memiliki karakteristik yang unik dan merupakan salah satu komponen penting dalam suatu ekosistem hutan hujan tropis, daging buahnya sebagai salah satu sumber makanan bagi monyet hitam (Macaca nigra) yang juga merupakan satwa endemik Sulawesi. Habitat tumbuh A. vestiaria terutama di kawasan hutan yang agak terbuka, tersebar pada ketinggian 3001.200 m dpl (Simbala 2007). Jenis-jenis palem dari marga Areca memiliki banyak kegunaan. Batang dan daunnya dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan lantai dan atap rumah, buahnya dapat digunakan untuk obat. Warga Sulawesi Selatan sering memanfaatkan buah A. vestiaria untuk obat kuat laki-laki dan bijinya juga sangat penting sebagai bahan baku obat diabetes (Heatubun 2009). Berdasarkan hasil penelitian keanekaragaman tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, ditemukan 121 jenis tumbuhan obat. A. vestiaria merupakan tumbuhan yang paling berpotensi untuk dikembangkan. Melihat manfaat dari jenis A. vestiaria yang tidak sedikit ini memungkinkan manusia akan terus memanfaatkannya. Masyarakat setempat saat ini memanfaatkan A. vestiaria secara besarbesaran, sehingga ada kekhawatiran suatu saat jenis ini terancam punah (Simbala 2007). Manusia tidak hanya menghabiskan sumberdaya yang telah tersedia di alam, tapi
juga perlu adanya perhatian dalam segi konservasi yaitu melestarikannya. Untuk itu pengkajian terhadap aspek fenologi pembungaan A. vestiaria perlu dilakukan. Fenologi adalah ilmu tentang periode fase-fase yang terjadi secara alami pada tumbuhan. Berlangsungnya fase-fase tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar, seperti lamanya penyinaran, suhu, dan kelembapan udara (Fewless 2006). Fenologi pembungaan suatu jenis tumbuhan adalah suatu karakter penting dalam siklus hidup tumbuhan untuk berkembang biak. Pola pembungaan pada berbagai tumbuhan berbeda, tetapi pada umumnya diawali dengan pemunculan kuncup bunga dan diakhiri dengan terjadinya penyerbukan (Tabla & Vargas 2004). Bunga merupakan alat perkembangbiakan bagi tumbuhan. Pembungaan, penyerbukan, dan pembuahan merupakan peristiwa-peristiwa penting dalam reproduksi tumbuhan. Pembungaan dipengaruhi oleh faktor iklim mikro yaitu suhu, curah hujan, intensitas cahaya (Darjanto & Satifah 1990). Tujuan Mengetahui fase-fase dan waktu periode pembungaan, faktor-faktor yang mempengaruhi pembungaan, serta perubahan morfologi bunga A. vestiaria Giseke.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2012. Tiga koleksi A. vestiaria yang diamati dengan nomer koleksi V.J.41, XII.A.226, dan XIV.A.54 di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat (Lampiran 1). Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga individu A. vestiaria di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Alat-alat yang digunakan adalah kamera digital, lensa pembesar, pinset, penggaris, jangka sorong, yellow label with lace, Lutron LM 8000 (termometer, higrometer, light meter, anemometer) dan tangga. Metode Pemilihan Sampel Pengamatan. Pengamatan fenologi pembungaan A. vestiaria dilakukan pada satu individu A. vestiaria aksesi dataran rendah Sulawesi (XIV.A.54) dan dua individu aksesi dataran tinggi Sulawesi (XII.A.226 dan V.J.41) pada
2
ketinggian di bawah 300 m dpl. Tumbuhan yang dipilih adalah individu yang telah memasuki tahap inisiasi bunga, dipilih secara acak. Sampel yang terpilih diberi tanda dengan yellow label with lace untuk memudahkan pengamatan. Pengamatan Fenologi. Pengamatan fase perkembangan bunga dimulai dari munculnya pembungaan sampai terjadi penyerbukan. Aspek yang diamati meliputi waktu, morfologi, dan faktor-faktor iklim mikro. Waktu. Pengamatan dilakukan terhadap lamanya periode inisiasi bunga, kuncup menuju anthesis, bunga anthesis, dan buah muda menuju kemasakan. Selanjutnya dilakukan perhitungan jangka waktu berlangsungnya masing-masing fase tersebut. Selama pengamatan periode fase-fase tersebut dilakukan pula pengamatan morfologi dan faktor-faktor iklim mikro. Morfologi. Perkembangan bunga A.vestiaria didokumentasikan dengan cara difoto untuk mendapatkan data sekuensial. Pengamatan perubahan morfologi organ reproduksi yang diamati berupa bentuk, ukuran, dan warna. Pengukuran organ-organ bunga dilakukan menggunakan jangka sorong dan penggaris. Perhitungan jumlah bunga jantan dan betina dilakukan untuk menghitung persentase bunga betina yang berhasil diserbuki. Faktor-faktor iklim mikro. Faktor iklim mikro yang diamati meliputi faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yang diamati yaitu jenisjenis serangga pengunjung yang diduga mempengaruhi penyerbukan. Serangga yang berada di sekitar pembungaan ditangkap atau difoto kemudian diidentifikasi. Pengamatan faktor biotik dilakukan pada tiga waktu yaitu pagi (06.00-08.00 WIB), siang (08.00-11.00 WIB), dan sore (15.00-17.00 WIB). Faktor abiotik yang diamati yaitu intensitas cahaya, suhu, kelembapan, dan kecepatan angin. Pengamatan faktor abiotik dilakukan pada pukul 06.00-12.00 WIB dengan menggunakan alat Lutron LM 8000. Analisis Data Pengamatan. Analisis data dilakukan untuk menentukan fase-fase perkembangan bunga. Data deskriptif yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan karakter (bentuk, warna, dan ukuran). Data iklim mikro yang diperoleh diambil nilai maksimal dan minimal. Hasil pengamatan dari masing-masing sampel dibandingkan berdasarkan aksesi (dataran
rendah dan dataran tinggi Sulawesi) untuk mendapatkan fase pembungaan pada A. vestiaria.
HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi dan Masa Pembungaan A. vestiaria Ketiga individu sampel berasal dari dua aksesi yang berbeda, yaitu aksesi dataran rendah Sulawesi dan aksesi dataran tinggi Sulawesi. Individu A. vestiaria yang tumbuh pada dataran tinggi memiliki warna yang lebih menarik dibandingkan individu yang tumbuh pada dataran rendah, yaitu pada bagian bawah tajuk pelepah, seludang, dan bunga berwarna jingga hingga kemerahan. Untuk mendapatkan warna-warna yang menarik, sebaiknya A. vestiaria ditanam pada ketinggian antara 6001200 m dpl. Jika berada di bawah ketinggian tersebut maka warna yang muncul hanya kecokelatan pada batangnya serta hijau kekuningan pada bunganya (Simbala 2007). Warna-warna menarik dijumpai pada individu dengan nomor koleksi XII. A. 226 dan V. J. 41. Pada bagian bawah tajuk pelepah, seludang, dan bunga berwarna jingga hingga kemerahan. Pada individu dengan nomor koleksi XIV. A. 54 memiliki warna cokelat pada bawah tajuk pelepah dan hijau hingga kuning pada seludang dan bunga. A. vestiaria yang ditanam di Kebun Raya Bogor dengan ketinggian <300 m dpl memiliki warna pada bagian bawah tajuk pelepah, seludang, dan bunga hijau kekuningan (XIV. A. 54) dan jingga hingga kemerahan (XII. A. 226 dan V. J. 41). Warnawarna ini masih sesuai dengan warna pada saat pengambilan sampel yaitu dari dataran tinggi dan dataran rendah Sulawesi. Pada individu aksesi dataran tinggi warnanya masih tetap jingga walaupun sudah ditanam pada ketinggian < 300 m dpl dan dengan umur tanam lebih dari 100 tahun, begitu pula pada individu aksesi dataran rendah Sulawesi yang memiliki warna hijau hingga kekuningan. Dalam hal ini warna bunga tidak dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Diduga warna bunga dipengaruhi oleh gen yang ekspresinya tidak dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Warnawarna menarik pada individu aksesi dataran tinggi Sulawesi bukan merupakan warna yang muncul karena faktor fisiologis akan tetapi merupakan faktor genetik. Hal ini ditunjukkan dengan warna jingga hingga kemerahan pada bagian bawah tajuk pelepah, seludang, dan bunga tidak mengalami perubahan warna walaupun sudah ditanam pada habitat yang
3
berbeda yaitu dari datarn tinggi ke dataran rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak berpengaruh terhadap warna morfologi bunga A. vestiaria dengan ketinggian tempat tumbuh. Hasil pengamatan fenologi pembungaan A. vestiaria di tiga lokasi Kebun Raya Bogor memiliki masa pembungaan 75 sampai 98 hari (Tabel 1). Masa pembungaan adalah periode waktu antara terbentuknya bunga (jantan dan betina), kemudian terjadi penyerbukan dan diikuti terbentuknya bakal buah (Campbell et al. 2001). Dalam setiap masa pembungaannya meliputi empat fase, yaitu fase inisiasi bunga, fase kuncup menuju anthesis, fase anthesis, dan fase buah muda menuju kemasakan. Tabel 1 Rata-rata jangka waktu fase pembungaan A. vestiaria. Jangka waktu (hari) Fase Pembungaan XIV. XII.A V.J. A.54 .226 41 Inisiasi 8 5 8 Kuncup menuju 46 29 29 anthesis Anthesis 22 19 21 Buah muda menuju 22 22 17 kemasakan Total Jangka waktu 98 75 75 Fase inisiasi bunga merupakan tahap ketika perubahan morfologis bunga menjadi bentuk kuncup reproduktif mulai dapat terdeteksi secara makroskopis untuk pertama kalinya. Bunga terbungkus dalam seludang dan tumbuh pada batang di bawah tajuk pelepah. Batang tempat melekatnya pelepah akan membesar saat memasuki fase inisiasi bunga, karena terdapat seludang di balik pelepah daun. Fase inisiasi ditandai dengan layunya pelepah daun yaitu berwarna cokelat (Tabel 2). Ukuran seludang akan semakin membesar seiring bertambahnya waktu. Membesarnya ukuran seludang akan menyebabkan pelepah daun sobek dan lepas dari batang. Lepasnya pelepah daun menunjukkan akhir dari fase inisiasi bunga. Fase inisiasi bunga diakhiri dengan sobeknya sebagian pelepah daun pada pukul 05.0007.00 WIB dan pelepah daun akan terlepas dari batangnya pada sore hari pukul 16.3018.00 WIB. Rata-rata jangka waktu inisiasi bunga sekitar 5-8 hari (Tabel 1). Waktu yang dibutuhkan untuk melepasnya pelepah daun berbeda-beda untuk setiap pembungaan. Fase selanjutnya adalah fase perkembangan kuncup bunga menuju anthesis, ditandai dengan terjadinya
diferensiasi bagian-bagian bunga. Pada fase ini pelepah daun lepas dan bunga berada di dalam seludang (Tabel 2), serta terjadi pembentukan struktur bunga jantan dan bunga betina di dalam seludang, ditandai dengan semakin membesarnya ukuran gelendong (seludang) pembungaan. Seiring dengan itu terjadi perubahan warna seludang menjadi semakin tua dan kemiringan terhadap batang yang semakin besar pada tiap pertambahan waktu. Pada fase ini membutuhkan jangka waktu paling lama dibanding fase-fase yang lain yaitu 29-46 hari (Tabel 1). Fase kuncup bunga menuju anthesis pada individu aksesi dataran rendah Sulawesi (XIV. A. 54) membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding dengan individu aksesi dataran tinggi Sulawesi (XII. A. 226 dan V. J. 41). Karena pada fase ini pembungaan A. vestiaria di lokasi XIV. A. 54 membutuhkan waktu yang lama untuk menuju fase anthesis. Pembungaan akan memasuki anthesis setelah adanya perubahan warna seludang dari hijau menuju kuning. Fase anthesis merupakan fase bunga mekar bersamaan dengan masaknya organ reproduksi jantan dan betina (Khanduri 2011). Saat bunga mekar berbentuk mirip dengan mahkota. Bunga mekar membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu 29-46 hari (Tabel 1). Dalam satu perbungaan memiliki dua jenis bunga yaitu bunga jantan dan bunga betina yang mekar bersamaan. Masa penyerbukan, berawal dari sobeknya seludang sampai luruhnya bunga jantan. Sebelum anthesis A.vestiaria aksesi dataran tinggi Sulawesi (XII.A.226 dan V.J.41) dijumpai banyak semut pada sebagian seludang yang sobek dan tidak dijumpai perubahan warna seludang. Disisi lain A. vestiaria dataran rendah Sulawesi akan berwarna kuning tua pada seluruh permukaan seludang ketika menjelang anthesis. Anthesis berawal dengan sobeknya seludang pada pukul 05.00-06.00 WIB. Seludang yang telah terbuka akan terlepas dari pembungaan, akan tetapi pada beberapa pembungaan seludang tetap menempel pada pembungaan, sehingga menghalangi bunga betina dari bunga jantan untuk diserbuki. Pembungaan A. vestiaria tidak memiliki pola khusus dalam peristiwa sobeknya seludang dan lepasnya seludang dari pembungaan. Akan tetapi sebagian besar pembungaan A. vestiaria aksesi dataran tinggi Sulawesi nomor koleksi XII.A.226 dan V.J.41 Kebun Raya Bogor memerlukan waktu yang cukup lama untuk melepaskan seludang dari pembungaan, bahkan beberapa tidak terlepas. Akhir dari
4
fase ini adalah meluruhnya seluruh bunga jantan. Fase yang terakhir adalah perkembangan buah muda menuju kemasakan buah. Pada fase ini bunga sudah tampak menjadi biji dengan mengalami perubahan warna dari krem atau jingga menjadi hijau sampai merah (Tabel 2). Bunga yang gagal diserbuki akan
terlepas dari rakilanya. Masaknya buah akan diikuti dengan layunya ujung rakila, sehingga yang tersisa hanya bagian yang masih meninggalkan buah.
Tabel 2 Fase-fase pembungaan pada A. vestiaria
Inisiasi
Bunga terlindung seludang di dalam pelepah daun (Gambar 1a); pelepah layu berwarna kuningcokelat (Gambar 1c); akhir inisiasi ditandai dengan sobeknya pelepah daun (Gambar 1d).
Deskripsi Bunga Aksesi Dataran Tinggi (Nomor Koleksi XII.A.226 dan V.J.41) Bunga terlindung seludang di dalam pelepah daun (Gambar 1b); pelepah layu berwarna jingga kemerahan (Gambar 1c); akhir inisiasi ditandai dengan sobeknya pelepah daun (Gambar 1d).
Kuncup menuju anthesis
Gelendong; hijau-kuning; panjang 22-30 cm; sudut kemiringan bunga terhadap batang 50-700. (Gambar 2a dan 2b).
Gelendong; jingga kemerahan; panjang 28-33 cm; sudut kemiringan bunga terhadap batang 50-650 (Gambar 2c).
Anthesis
Seludang sobek di bagian depan atau belakang (Gambar 3a); infloresen infrafoliar (Gambar 3b & 6a); tipe bunga triad (satu bunga betina diapit dua bunga jantan) (Gambar 6d); jumlah rakila 18-27; panjang 9.5-20.4 cm; untuk setiap pembungaan dengan kurang lebih setengah panjang rakila adalah bunga betina, selebihnya adalah bunga jantan yang berpasangan (Gambar 6b). Panjang dan diameter bunga jantan 0.4-0.87 x 0.3 cm; triangular; asimetris; tersusun spiral pada rakila; putih-kekuningan; 3 petal; 6 stamen (Gambar 6c & 6f). Panjang dan diameter bunga betina 0.6-0.77 x 0.42-0.64 cm; kremputih/putih kehijauan; asimetris; 3 petal; 3 sepal (Gambar 6e).
Seludang sobek di bagian depan atau belakang (Gambar 3a); infloresen infrafoliar (Gambar 3b & 6a); tipe bunga triad (satu bunga betina diapit dua bunga jantan) (Gambar 6d); jumlah rakila 11-36; panjang 15-21 cm; untuk setiap pembungaan dengan kurang lebih setengah panjang rakila adalah bunga betina, selebihnya adalah bunga jantan yang berpasangan (Gambar 6b). Panjang dan diameter bunga jantan 0.5-1.2 x 0.3 cm triangular; asimetris; tersusun spiral pada rakila; kuning tua-jingga 3 petal; 6 stamen (Gambar 6c & 6f). Panjang dan diameter bunga betina 0.53-1.0 x 0.38-0.72 cm; asimetris; 3 petal; 3 sepal. (Gambar 6e).
Buah muda menuju kemasakan
Hanya tersisa bunga betina dengan ujung rakila layu (Gambar 4a); hijau-kemerahan (Gambar 4b & 4d); Panjang dan diameter buah 1.3-1.5 x 1.1-1.2 cm (Gambar 4c)
Hanya tersisa bunga jantan dengan ujung rakila layu (Gambar 5a); jingga-hijau; panjang dan diameter buah1.5-2.0 x 1.2-1.6 cm. (Gambar 5b).
Fase Pembungaan
Deskripsi Bunga Aksesi Dataran Rendah (Nomor Koleksi XIV.A.54)
5
Buah berbentuk bulat atau lonjong, berwarna hijau waktu muda setelah matang berwarna jingga, dan setelah masak berwarna merah, daging buah berserat dan berbiji satu (Simbala 2006). Fase buah muda menuju kemasakan membutuhkan waktu 17-22 hari. Data rata-rata jangka waktu fase pembungaan dan masa pembungaan yang telah diperoleh pada pembungaan A. vestiaria dapat digunakan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan dalam setiap produksi buah sehingga dapat diketahui waktu untuk pemanenan buah A. vestiaria. Jika dilihat dari data hasil pengamatan masa pembungaan A. vestiaria diperoleh bahwa satu periode pembungaan terpanjang
a
adalah pada individu aksesi dataran rendah (98 hari). Waktu terpanjang yang dibutuhkan adalah pada saat fase kuncup menuju anthesis (46 hari). Pada fase ini individu aksesi dataran rendah Sulawesi membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan aksesi dataran tinggi Sulawesi, karena pada fase ini kuncup bunga aksesi dataran rendah akan mengalami anthesis setelah mengalami perubahan warna dari hijau menuju kuning. Berbeda dengan aksesi dataran tinggi, yang tidak perlu terjadi perubahan warna untuk menuju fase anthesis. Antara aksesi dataran rendah dan dataran tinggi memiliki masa pembungaan pada fase kuncup menuju anthesis yang berbeda.
b
c
d
Gambar 1 Fase inisiasi pembungaan A. vestiaria. a. Bunga aksesi dataran rendah terlindung seludang di dalam pelepah daun (awal inisiasi); b. Bunga aksesi dataran tinggi terlindung seludang di dalam pelepah daun (awal inisiasi); c. Pelepah daun layu; d. Pelepah daun sobek (akhir inisiasi).
c
b
a
Gambar 2 Fase kuncup menuju anthesis. a. Bunga di dalam seludang (awal fase kuncup menuju anthesis) aksesi dataran rendah; b. Bunga di dalam seludang (akhir fase kuncup menuju anthesis) aksesi dataran rendah; c. Fase kuncup menuju anthesis aksesi dataran tinggi.
a
b
c
6
a
b
d
c
Gambar 3 Fase anthesis. a. Seludang bunga sobek (awal anthesis); b. Seludang terlepas dari pembungaan; c. Pembungaan A. vestiaria; d. Luruhnya seluruh bunga jantan (akhir anthesis).
c
b c d a aksesi dataran rendah Sulawesi. a Fase buah muda menuju kemasakan sampel a. Awal buah c a
Gambar 4
muda; b. Buah muda menuju masak; c. Buah muda menuju masak dengan ukuran semakin membesar; d. Buah masak.
D
b a aksesi
a
Gambar 5 Fase buah muda menuju kemasakan sampel dataran tinggi Sulawesi. a. Awal buah muda; b. Buah muda menuju masak.
c
e
b1
c b2
a Gambar 6
b
d
f
Pembungaan A. vestiaria. a. Infloresen infrafoliar; b. Rakila; b1. Kumpulan A B betina; c. Satu bunga C jantan; d. TriadD bunga jantan; b2. Kumpulan bunga (bunga betina diapit 2 bunga jantan); e. Sayatan melintang triad; f. Bunga jantan mekar.
7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembungaan A.vestiaria Faktor-faktor iklim mikro yang diamati meliputi faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik yang diamati dari pembungaan A.vestiaria adalah jenis serangga pengunjung bunga. Kunjungan serangga pada A. vestiaria terjadi pada pukul 06.00-18.00 WIB pada fase anthesis, yaitu sejak sobeknya seludang hingga luruhnya bunga jantan. Frekuensi kunjungan serangga tertinggi terjadi pada pukul 08.00-11.00 WIB. Serangga yang mengunjungi A. vestiaria adalah Trigona sp., lebah, Formicidae 1, dan Formicidae 2 ditemukan pada semua lokasi. Lalat hijau hanya ditemukan pada sampel nomor koleksi XIV. A. 54 (Tabel 3). Pada saat pukul 08.00-11.00 WIB dijumpai seluruh jenis serangga pengunjung, sedangkan pada waktu lainnya hanya dijumpai Formicidae 1 dan Formicidae 2. Dari keempat serangga tersebut Trigona sp. merupakan serangga pengunjung yang paling dominan, sehingga dapat diduga bahwa Trigona sp. berpotensi menjadi serangga penyerbuk pembungaan A. vestiaria. Hal ini disebabkan karena Trigona sp. merupakan lebah yang memiliki ciri-ciri adanya korbikula (pollen basket) pada permukaan luar tibia tungkai belakang, memiliki rambut pada tubuhnya dan proboscis yang panjang. Struktur tubuh inilah yang menjadikan Trigona sp. sebagai penyerbuk utama pada banyak spesies tumbuhan (Michener 2000). Seperti pada bunga pala (Myristica fragrans), bunga pacar air (Impatiens balsmina), dan bunga kakao (Masfufah 2010, Khairiah 2012). Tabel 3 Kode Tanaman
Serangga pengunjung bunga A. vestiaria Jenis serangga
XIV.A.54
Trigona sp., Lebah, Drosophila melanogaster, Formicidae 1, Formicidae 2, lalat hijau.
XII.A.226
Trigona sp., Lebah, Drosophila melanogaster, Formicidae 1, Formicidae 2.
V.J.41
Trigona sp., Lebah, Formicidae 1, Formicidae 2.
Sampel nomor koleksi XIV. A. 54 dan XII. A. 226 dijumpai serangga D. melanogaster dan lalat hijau. Pada umumnya kedua jenis serangga ini tidak dijumpai pada pembungaan. Kedua lokasi merupakan lokasi
yang dekat dengan tempat pembuangan sampah, jalan raya, dan pasar (Lampiran 1), sehingga wajar apabila dijum-pai kedua serangga ini. Berbeda dengan dua lokasi lainnya, pada lokasi V. J. 54 hanya dijumpai serangga Trigona sp, Formicidae 1, dan formicidae 2. Karena lokasi ini jauh dari tempat pembuangan sampah, jalan raya, dan pasar (Lampiran 1). Sehingga tidak dijumpai D. melanogaster dan lalat hijau. Secara keseluruhan perubahan fase pembungaan A. vestiaria yang diamati tidak secara langsung dipengaruhi oleh faktor iklim mikro abiotik tertentu baik intensitas cahaya, suhu angin, kelembapan, dan kecepatan angin. Pada saat pengamatan berlangsung kondisi lingkungan sekitar Kebun Raya Bogor cenderung stabil (Tabel 4 & 5). Cahaya matahari merupakan faktor iklim yang sangat berperan bagi tumbuhan. Intensitas cahaya dapat mempengaruhi proses metabolisme dalam tumbuhan. Pengaruh intensitas cahaya dalam metabolisme tumbuhan pada akhirnya mempengaruhi morfologi, anatomi dan perkembangan tumbuhan (Ardhie 2006). Intensitas cahaya dan suhu angin tertinggi terjadi pada saat fase inisiasi bunga atau lebih tepatnya adalah pada saat lepasnya pelepah daun dari batang (Tabel 4 & 5). Widiastuti et al. (2004) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang tinggi dapat memacu pembungaan, inisiasi bunga sebagai awalan dari pembungaan membutuhkan lingkungan dengan intensitas cahaya yang tinggi. Faktor iklim mikro yang mempengaruhi inisiasi bunga adalah suhu, intensitas cahaya, dan presipitasi (kelembapan) (Ratchke & Lacey 1985). Menurut Taiz dan Zeiger (2002) bahwa tanaman yang tumbuh pada kondisi intensitas cahaya rendah mengalami fase juvenil yang lebih lama atau kembali menjadi juvenil. Kelembapan udara tertinggi dijumpai pada saat membukanya seludang yang merupakan awal anthesis. Pada nomor koleksi XII.A.226 dan V.J.41 kecepatan angin tertinggi terjadi pada saat membukanya seludang. Pada XIV.A.54, kecepatan angin tertinggi terjadi pada saat luruhnya bunga jantan. Kedua parameter tersebut merupakan awal dan akhir dari fase anthesis (Tabel 4 & 5). Faktor iklim mikro abiotik yang diduga kuat mempengaruhi pembungaan A. vestiaria adalah kecepatan angin. Melihat letak bunga jantan yang berada di atas bunga betina serta triad sangat memungkinkan terbawanya pollen ke kepala putik untuk penyerbukan melalui kecepatan angin yang tinggi.
8
Tabel 4 Faktor iklim mikro sampel nomor koleksi XIV.A.54 (Aksesi dataran rendah Sulawesi) di Kebun Raya Bogor. Faktor iklim mikro Parameter
Intensitas Cahaya (Lux)
Suhu (0C)
Kelembapan (%RH)
Kecepatan angin (m/detik) 0
Lepasnya pelepah daun
2120-16280
32.1-33.3
60.8-68.0
Membukanya seludang
518-8550
25.1-32.0
62.0-86.6
0
Luruhnya bunga jantan Menjadi biji
1747-8260 1004-17470
29.9-34.5 28.1-34.1
54.3-72.0 56.6-74.8
0-1.2 0-0.3
Tabel 5 Faktor iklim mikro sampel nomor koleksi XII.A.226 dan V.J.41 (Aksesi dataran tinggi Sulawesi) di Kebun Raya Bogor. Faktor iklim mikro Kecepatan Parameter Intensitas Cahaya Kelembapan Suhu (0C) angin (Lux) (%RH) (m/detik) Lepasnya pelepah daun 2620-5900 31.7-33.2 62.0-70.0 0 Membukanya seludang
2210-5600
27.4-32.3
62.1-82.0
0-0.4
Habisnya bunga jantan Menjadi biji
1399-4340 738-3190
30.3-33.6 20.4-32.3
53.5-70.8 63.4-65.4
0-0.1 0
Simbala (2007) menyatakan bahwa wilayah Taman Nasional Bogani Nani Warta Bone Sulawesi berada pada ketinggian 3001.200 m dpl dengan curah hujan rata-rata adalah 1.700-2.200 mm per tahun, adapun suhu angin rata-ratanya adalah 20-28 0C. Kebun Raya Bogor terletak pada ketinggian 260 m dpl dengan curah hujan rata-rata 3.0004.300 mm per tahun dan suhu angin rataratanya 25-35 0C. Kondisi habitat yang berbeda antara aksesi sampel dengan Kebun Raya Bogor. Apabila tumbuhan ditanam diluar habitat asalnya, maka produktivitasnya sering tidak sesuai dengan yang diharapkan PEH (2010). Akan tetapi individu A. vestiaria aksesi Sulawesi yang ditanam di Kebun Raya Bogor telah berumur lebih dari 100 tahun. Sehingga diduga telah mampu beradaptasi dengan habitat Kebun Raya Bogor. Menurut Balakhrisnan et al. (1994), menyatakan bahwa setiap tumbuhan dalam lingkungannya mempunyai kemampuan hidup untuk menduduki lingkungan yang baru dengan kemampuan yang bervariasi. Selanjutnya Krebs (1994) menyatakan bahwa keberhasilan setiap jenis untuk mengokupasi suatu area dipengaruhi oleh kemampuannya beradaptasi secara optimal terhadap seluruh faktor iklim mikro abiotik (suhu, cahaya,tanah, kelembapan, dan sebagainya) dan faktor biotik (interaksi antar jenis, kompetisi).
Persentase Keberhasilan Penyerbukan Persentase keberhasilan penyerbukan dari semua sampel lebih dari 50% (Gambar 7). Persentase keberhasilan ini diperoleh dari perhitungan jumlah bunga betina sebelum penyerbukan (awal anthesis) dan jumlah bunga betina setelah terjadi penyerbukan (fase buah muda menuju kemasakan). Tingkat keberhasilan penyerbukan dapat dipengaruhi oleh kualitas penyerbukan. Faktor iklim mikro yang diduga mempengaruhi penyerbukan bunga A.vestiaria adalah kecepatan angin dan Trigona sp. Serangga pengunjung bunga dalam satu waktu akan mengunjungi bunga yang berbeda, sehingga aktifitas ini akan menguntungkan bagi penyerbukan pohon-pohon dalam suatu tegakan (Ratnaningrum 1998). Walaupun persentase keberhasilan penyerbukannya tinggi, akan tetapi sebagian besar pembungaan mengalami kegagalan atau mati pada saat pemasakan buah (fase buah muda menuju kemasakan). Hal ini terjadi karena seludang bunga tidak terlepas dari pembungaan sehingga menyebabkan bunga membusuk.
9
Korelasi Rasio Bunga Betina dengan Persentase Keberhasilan Penyerbukan Korelasi rasio jumlah bunga betina terhadap bunga jantan dengan persentase keberhasilan penyerbukan sangat kecil (R2<0.2) (Gambar 8&9).
80 70 60 50 30 20 10 0 A C A B B C
D D E E
FF G H G H
II
JJ
Kode bunga A. vestiaria
Gambar 7
Persentasetase keberhasilan penyerbukan A. vestiaria aksesi dataran tinggi dan dataran rendah. A, B, C, D, E, dan F pada tanaman XIV.A.54; G pada tanaman XII.A.226; H, I, J pada tanaman V.J.41).
Bunga A.vestiaria termasuk bunga yang memiliki ukuran bunga yang seragam dan relatif kecil, dengan ukuran bunga betina lebih besar dibandingkan bunga jantan. Ukuran bunga yang relatif kecil akan menyebabkan bunga mudah rontok. Sebagian besar individu A. vestiaria nomor koleksi XII.A.226 dan V.J.41 mengalami kegagalan pembungaan, karena terjadi browning pada saat awal anthesis, seludang atau daun pelindung tidak terbuka sampai akhirnya bunga layu dan mati. Pada sampel nomor koleksi XIV.A.54 atau sampel aksesi dataran rendah Sulawesi akan mengalami layu pada saat mulai terbentuk buah muda yaitu gugurnya buah dari rakila. Witono (1998) menyatakan bahwa A. vestiaria mulai berbuah setelah berumur 5-6 tahun dan mandul setelah berumur 60 tahun. Pada tahap awal pertumbuhannya memiliki produktivitas (pembungaan) yang relatif kecil akan tetapi produktivitas akan semakin banyak sesuai pertambahan umur tumbuhan. Masa produksinya dapat berlangsung selama 15 tahun dan setelah itu produksinya akan menurun. Pembungaan pada tumbuhan dapat dipengaruhi oleh faktor endogen, seperti umur dan ukuran tumbuhan (Taiz & Zeiger 2002). Keseluruhan sampel aksesi Sulawesi telah berumur lebih dari 100 tahun sehingga hal ini dapat menyebabkan kecilnya keberhasilan pembungaan.
Persen keberhasilan penyerbukan
40
120 y = 4.3219x + 34.692 R² = 0.1209
100 80 60 40 20 0 0
1:5
5
1:10
10 1:15
15
Rasio jumlah bunga betina terhadap bunga jantan
Gambar 8 Korelasi rasio bunga betina dengan persentase keberhasilan penyerbukan A. vestiaria aksesi dataran rendah Sulawesi.
Persen keberhasilan penyerbukan
Persen keberhasilan penyerbukan
90
120 100
y = 1,8714x + 57,642 R² = 0,1966
80 60 40 20 0 0 5 1:1010 15 20 1:30 25 1:20 Rasio jumlah bunga betina terhadap bunga jantan
Gambar 9 Korelasi rasio bunga betina dengan persentase keberhasilan penyerbukan A. vestiaria aksesi dataran tinggi Sulawesi. Pada kedua aksesi yaitu dataran rendah Sulawesi dan dataran Tinggi Sulawesi memiliki nilai R2 yang tidak berbeda jauh. Hal ini menunjukkan bahwa persentase keberhasilan penyerbukan tidak dipengaruhi oleh rasio bunga betina terhadap bunga jantan. Jumlah bunga betina yang tinggi tidak diikuti dengan persentase keberhasilan penyerbukan yang tinggi. Ukuran bunga yang relatif kecil menyebabkan bunga mudah gugur pada saat
10
sebelum masa penyerbukan. Gugurnya bunga dapat disebabkan oleh kecepatan angin yang tinggi atau aktifitas serangga penyerbuk. Pada sampel nomor koleksi V.J.41 bunga betina terhalangi oleh seludang, sehingga sulit untuk diserbuki.
SIMPULAN Pembungaan A.vestiaria dalam satu periode pembungaan meliputi inisiasi, kuncup menuju anthesis, anthesis, dan buah muda menuju kemasakan. Dalam setiap fasenya memiliki waktu yang berbeda-beda, dengan masa pembungaan 75 sampai 98 hari. Serangga pengunjung bunga A. vestiaria adalah Trigona sp., Lebah, Drosophila melanogaster, Formicidae 1, Formicidae 2, lalat hijau dan yang dominan adalah Trigona sp. Sehingga Trigona sp. diduga sebagai serangga agen penyerbuk A. vestiaria. Namun, Secara keseluruhan perubahan fase pembungaan A. vestiaria yang diamati tidak secara langsung dipengaruhi oleh faktor iklim mikro tertentu. Faktor abiotik yang diduga mendukung penyerbukan adalah kecepatan angin.
DAFTAR PUSTAKA Ardie SW. 2006. Pengaruh intensitas cahaya dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan pembungaan Hoya diversifolia Blume. [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Balakrishnan MR, Borgstrom R, Bie SW. 1994. Tropical Ecosystem, a Synthesis of Tropical Ecology and Conservation. USA: International Science Publisher. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2001. Biology Concept and Connection. Ed ke-2. San Fransisco: Benjamin Cumming. Darjanto, Satifah S. 1990. Pengetahuan Dasar Fenologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Buatan. Jakarta: Gramedia. Dransfield J et al. 2008. Genera Palmarum: The Evolution and Classsification of Palms. Kew: Royal Botanic Gardens Kew, UK. Fewless, G. 2006. Phenology. hhtp://www.uwgb.edu/biodiversity/phenol ogy/index.htm. (accessed 24 November 2012). Govaerts R, Dransfield J. 2005. World Checklist of Arecaceae. The Board of
Trustees of the Royal Botanic Gardens, Kew. Update on the internet; http://www.kew.org/wcsp/, (accessed 1 November 2012). Heatubun CD. 2009. Systematics and evolution of palm genus Areca. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Masfifah I. 2010. Keanekaragaman serangga penyerbuk dan efektivitasnya dalam pembentukan buah pala (Myristica fragrans). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Khairiah N, Dahelmi, Syamsuardi. 2012. Jenis-jenis serangga pengunjung bunga Pacar Air (Impatiens balsmina). J. Bio. UA, 1 (1):9-14. Khanduri VP. 2011. Variation in anthesis and pollen production in plant. AmericanEurasian J. Agric & Environ Sci., 11 (6):834-839. Krebs CJ. 1994. Ecological Methodology. New York: Harper and Row Publisher. Michener CD. 2000. The Bees of the World. Maryland: JHU Press. Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). 2010. Monitoring Fenologi Tumbuhan Mangrove Di Resort Perengan, SPTNW 1 Bekol. Baluran: Balai Taman Nasional. Ratchke, B.J, Lacey E.P. 1985. Phenological pattern of terrestrial plants. Annual Review of Ecology and Systematic 16 :179 - 214. Ratnaningrum YWN. 1998. Studi fenologis pembungaan, penyerbukan dan pembuahan F. Moell. [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Simbala HEI. 2006. Kajian etnobotani, proksimat dan fitokimia pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke). Eugeina 12: 173183. Simbala HEI. 2007. Keanekaragaman floristik dan pemanfaatannya sebagai tumbuhan obat di kawasan konservasi II Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. [disertasi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Tabla VP, Vargas CF. 2004. Phenology and phenotypic natural selection on the
11
flowering time of a deceit-pollinated tropical orchid, Mymecophilachristinae. Annals of Botany 94: 243-250. Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology. Third Edition. Sinauer Associates Inc. Publishers. Massachussetts. Widiastuti L, Tohari, Sulistyaningsih E. 2004. Pengaruh intensitas cahaya dan kadar daminosida terhadap iklim mikro dan pertumbuhan tanaman Krisan dalam pot. Ilmu Pertanian, 11 (2):35-42.
Witono JR. 1998. Koleksi Palem Kebun Raya Bogor. UPT Balai Pengembangan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Witono JR, Suhatman N, Suryana, Purwantoro SR. 2000. Koleksi Palem Kebun Raya Cibodas. Seri Koleksi Kebun Raya-LIPI Vol II, No I, Sindang LayaCianjur.
12
LAMPIRAN
13
Lampiran 1 Denah lokasi koleksi tanaman Kebun Raya Bogor .
Lokasi XIV. A
Istana Bogor
Lokasi XII. A
Lokasi V. J
Pintu Masuk Utama (Pintu I)