FENOLOGI DAN DINAMIKA KANDUNGAN KLOROFIL PADA PEMBUNGAAN DUA SPESIES BELIMBING HUTAN (Averrhoa dolichocarpa dan Averrhoa leucopetala)
MANGUNAH
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
ABSTRAK MANGUNAH. Fenologi dan Dinamika Kandungan Klorofil pada Pembungaan Dua Spesies Belimbing Hutan (Averrhoa dolichocarpa dan Averrhoa leucopetala). Dibimbing oleh IBNUL QAYIM dan INGGIT PUJI ASTUTI. Averrhoa dolichocarpa merupakan belimbing hutan asal Gorontalo dan Averrhoa leucopetala berasal dari Papua. Kedua belimbing tersebut mempunyai keunikan karakter pada daun, infloresens, bunga, dan buahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenologi bunga dan dinamika kandungan klorofil daun pada pembungaan dua spesies belimbing hutan Averrhoa dolichocarpa dan Averrhoa leucopetala. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 dengan melakukan pengamatan pada belimbing hutan koleksi Kebun Raya Bogor. Averrhoa dolichocarpa memiliki waktu inisiasi infloresens selama (8-14) hari, fase kuncup kecil bunga tunggal (11-15) hari, fase kuncup besar 1 hari, fase anthesis 3 hari, dan perkembangan buah selama (40-45) hari. Tingkat kerontokan bunganya cukup tinggi dan faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kecepatan angin. Kandungan klorofil sangat dinamis serta dipengaruhi oleh keadaan lokasi dan besarnya kanopi tanaman tersebut. Averrhoa leucopetala memiliki waktu inisiasi infloresens selama (30-34) hari, fase kuncup kecil (12-15) hari, kuncup besar 1 hari, anthesis 5 hari, dan perkembangan buah (40-42) hari. Tingkat kerontokan bunga dan buah spesies ini juga cukup tinggi. Kandungan klorofilnya lebih statis dan cenderung mengalami kenaikan pada fase pembentukan buah. Kata kunci : Averrhoa dolichocarpa, Averrhoa leucopetala, Fenologi, Klorofil, Pembungaan.
ABSTRACT MANGUNAH. Phenology and Chlorophyll Content Dynamics in Flowering of Two Wild Starfruits Species (Averrhoa dolichocarpa and Averrhoa leucopetala). Supervised by IBNUL QAYIM and INGGIT PUJI ASTUTI . Averrhoa dolichocarpa is a wild starfruit from Gorontalo and Averrhoa leucopetala from Papua. Both starfruits have unique characters of the leaves, infloresens, flowers, and fruit. The aims of the research were to determine the phenology of flowers and leaf chlorophyll content dynamics in flowering of two wild starfruits species Averrhoa dolichocarpa and Averrhoa leucopetala. The study was conducted in February 2012 to May 2012 by doing observations on the wild starfruits collections of Bogor Botanical Garden. Averrhoa dolichocarpa has infloresens initiation time (8-14) days, single flower’s small bud phase (11-15) days, large bud phase 1 day, anthesis 3 days and fruit development (40-45) days. Flower and fruit drop rate is quite high and the most influential environment factor is the wind speed. The chlorophyll content is very dynamic and influenced by the state of the location and the large of plant canopy. Averrhoa leucopetala has infloresens initiation time (30-34) days, small bud phase (12-15) days, large bud phase 1 day, anthesis 5 days, and fruit development (40-42) days. Flower and fruit drop rate is also quite high. Chlorophyll content is more static and tends to increase in the fruit development phase. Keywords: Averrhoa dolichocarpa, Averrhoa leucopetala, Chlorophyll, Flowering, Phenology.
FENOLOGI DAN DINAMIKA KANDUNGAN KLOROFIL PADA PEMBUNGAAN DUA SPESIES BELIMBING HUTAN (Averrhoa dolichocarpa dan Averrhoa leucopetala)
MANGUNAH
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Fenologi dan Dinamika Kandungan Klorofil pada Pembungaan Dua Spesies Belimbing Hutan (Averrhoa dolichocarpa dan Averrhoa leucopetala) : Mangunah : G34080122
Disetujui
Dr. Ir. Ibnul Qayim Pembimbing I
Dra. Inggit Puji Astuti, M.Si Pembimbing II
Diketahui
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si Ketua Departemen Biologi
Tanggal Lulus
:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang selalu menjadi suri tauladan bagi kita. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Fenologi dan Dinamika Kandungan Klorofil pada Pembungaan Dua Spesies Belimbing Hutan (Averrhoa dolichocarpa dan Averrrhoa leucopetala) yang dilakukan di Kebun Raya Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ibnul Qayim dan Dra. Inggit Puji Astuti, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi, serta koreksi selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Dorly, M.Si selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan koreksinya. Terima kasih kepada pihak Kebun Raya Bogor yang telah memberikan ijin untuk mekakukan penelitian. Terima kasih kepada Bapak, Ibu, kakak, dan seluruh anggota keluarga atas kasih sayang, doa, serta dorongan semangat yang selalu diberikan. Terima kasih kepada Bapak Rubono yang telah membantu selama penelitian di Kebun Raya Bogor. Terima kasih kepada Siti Sulfiah, Siti Suraehah, Umi, Fitriani, Heru, Oktan, dan kak Yuda yang turut membantu dalam penelitian. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan (Kemala, kak Fafa, Hana, Nurul, Siti Saidah, Dalfit, serta teman-teman Biologi 45 lainnya), para sahabat (Mbak Via, April, serta teman-teman Bawoux), teman-teman Wisma Ar-rohmah, teman-teman KSR PMI Unit I IPB, teman-teman OWA Biologi, teman-teman di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Biologi IPB, dan temanteman OMDA IKAMANOS IPB yang selalu memberikan motivasi, inspirasi, dan doa hingga karya ilmiah ini bisa selesai. Semoga karya ilmiah ini bisa memberikan manfaat bagi pihak yang memerlukan.
Bogor, 29 April 2013
Mangunah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Februari 1990 di Wonosobo dari ayah Masrur dan ibu Pujiati sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK Pertiwi Kalierang pada tahun 1994, melanjutkan ke SD 1 Kalierang pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke MTsN Wonosobo pada tahun 2002, dan melanjutkan ke sekolah menengah atas di SMA 2 Wonosobo pada tahun 2005. Penulis lulus SMA tahun 2008 dan pada tahun yang sama lolos seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) menjadi mahasiswa Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi ketua divisi Infokom KSR PMI Unit I IPB tahun 2009/2010, anggota Gentra Kaheman IPB tahun 2009, Koordinator divisi PSDM Ikatan Mahasiswa Wonosobo IPB (IKAMANOS IPB) tahun 2010/2011, Sekretaris divisi Observasi Wahana Alam (OWA) HIMABIO IPB tahun 2011/2012, dan asisten praktikum Biologi Dasar TPB IPB tahun 2011. Penulis pernah lolos PKMK didanai DIKTI dengan judul “Sendok Sagu (Metroxylon spp.) Aneka Rasa Sebagai Inovasi Alat Makan yang Dapat Dimakan dan Kaya Karbohidrat Bagi Masyarakat” pada tahun 2011 dan pernah menjadi finalis lomba penulisan PKM dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa FMIPA (PIPA) tahun 2011. Penulis pernah turut serta sebagai Tim Pembibitan pada IPB Goes to Field 2011 dengan tema “Pemulihan Lahan Pertanian Pasca Erupsi Merapi” di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Penulis juga pernah melakukan kegiatan studi lapang di pantai Pangandaran dengan judul “Kelenjar Garam dan Dominansi Jenis Tanaman” serta melakukan kegiatan praktek lapangan di Unit Perkebunan Tanjungsari, PT Tambi, Wonosobo dengan judul “Pembibitan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) dengan setek di PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................
ix
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................................................. Tujuan ...............................................................................................................................
1 2
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ............................................................................................................ Bahan dan Alat .................................................................................................................. Pengamatan Perkembangan Bunga ................................................................................... Pengamatan Dinamika Kandungan Klorofil ..................................................................... Pengukuran Parameter Lingkungan .................................................................................. Analisis Data .....................................................................................................................
1 2 2 2 2 2
HASIL Perkembangan Bunga ....................................................................................................... Ritme Pembungaan ........................................................................................................... Tingkat Krontokan Bunga ................................................................................................. Dinamika Kandungan Klorofil ......................................................................................... Analisis Regresi Linier Berganda ....................................................................................
3 6 7 7 9
PEMBAHASAN ..........................................................................................................................
9
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ........................................................................................................................... 12 Saran ................................................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 12 LAMPIRAN ................................................................................................................................. 15
DAFTAR TABEL Halaman 1 Perkembangan bunga Averrhoa dolichocarpa pada setiap fase ................................................
4
2 Perkembangan bunga Averrhoa leucopetala pada setiap fase ...................................................
5
3 Persentase kerontokan bunga Averrhoa dolichocarpa pada masing-masing fase ....................
7
4 Persentase kerontokan bunga Averrhoa leucopetala pada masing-masing fase ........................
7
2
5 Nilai Koefisien Determinasi (R ), Koefisien Determinasi yang disesuaikan (Adjusted R2), Standar Error, Uji F, dan Signifikasi Averrhoa dolichocarpa ........................
9
6 Nilai Uji t, Signifikasi model, dan Nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk Averrhoa dolichocarpa...................................................................................................
9
2
7 Nilai Koefisien Determinasi (R ), Koefisien Determinasi yang disesuaikan (Adjusted R2), Standar Error, Uji F, dan Signifikasi Averrhoa leucopetala ..............................
9
8 Nilai Uji t, Signifikasi model, dan Nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk Averrhoa leucopetala ......................................................................................................
9
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Habitus Averrhoa dolichocarpa (atas) dan Averrhoa leucopetala (bawah) .............................
2
2 Spot penelitian di Kebun Raya Bogor .......................................................................................
3
3 Perkembangan panjang rata-rata inisiasi infloresens , bunga tunggal hingga buah, serta fase pembungaan pada tiap bulan pada musim berbunga ..........................................................
6
4 Susunan bunga majemuk pada A. dolichocarpa (kiri) dan A. leucopetala (kanan). .................
7
5 Grafik dinamika kandungan klorofil selama penelitian pada Averrhoa dolichocarpa di tiap lokasi. .............................................................................................................................
8
6 Grafik dinamika kandungan klorofil selama penelitian pada Averrhoa leucopetala.................
8
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta wilayah dan peta aerial Kebun Raya Bogor ...................................................................... 15 2 Struktur Bunga A. dolichocarpa dan A. leucopetala ................................................................. 16 3 Foto-foto proses bunga mekar Averrhoa leucopetala ............................................................... 17 4 Foto-foto polinator serta hewan pengunjung bunga Averrhoa dolichocarpa dan Averrhoa leucopetala ............................................................................................................... 18 5 Rata-rata kandungan klorofil A. dolichocarpa tiap lokasi pengamatan.................................... 19 6 Rata-rata kandungan klorofil A. leucopetala tiap pengamatan .................................................. 20 7 Rata-Rata Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan A. dolichocarpa...................................... 21 8 Rata-Rata Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan A. leucopetala ........................................ 22 9 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Parameter Lingkungan Terhadap Persentase Kerontokan Bunga A. dolichocarpa. ....................................................................................... 23 10 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Parameter Lingkungan Terhadap Persentase Kerontokan Bunga A. leucopetala........................................................................................... 24
PENDAHULUAN Latar Belakang Fenologi adalah telaah penampakkan periodisitas pada tumbuhan, seperti waktu pembungaan dalam hubungannya dengan iklim (Abercrombie et al. 1997). Aspek yang biasanya menjadi kajian fenologi tanaman meliputi pembentukan tunas, perkembangan daun, absisi, pembungaan, fertilisasi, pembentukan biji, pembuahan, penyebaran biji, dan perkecambahan yang memiliki waktu masing-masing. Studi fenologi penting dilakukan untuk memahami interaksi spesies dengan fungsi komunitas sebagai aspek spasial (Fenner 1998). Menurut Michalski dan Durka (2007) waktu pembungaan dalam dan diantara individu merupakan kepentingan biologis yang fundamental karena pengaruhnya pada produksi biji total dan pada akhirnya pada fitness tanaman itu sendiri. Informasi tentang fenologi pembungaan dan pembuahan bisa dimanfaatkan untuk mengetahui masa berbunga, mengetahui kondisi lingkungan yang baik bagi tanaman, produktivitas buah, dan lain sebagainya. Bunga merupakan alat pembiak dari tumbuh-tumbuhan karena nantinya akan berkembang menjadi buah yang berisi biji. Pembungaan, penyerbukan, pembuahan, dan pembentukan buah adalah empat faktor penting yang mempengaruhi produktivitas tanaman. Adapun dari keempat faktor tersebut yang terpenting adalah pembungaan karena merupakan awal dari tahap-tahap selanjutnya (Darjatno dan Satifah 1990). Perkembangan bunga dan buah dimulai dari fase inisiasi bunga, kuncup kecil, kuncup besar, bunga terbuka (anthesis), dan perkembangan buah (Jamsari et al. 2007). Pola pembungaan pada setiap spesies sangat bervariasi. Waktu berbunga pada suatu individu bisa berubah pada kondisi suhu, curah hujan, iklim, dan panjang hari tertentu (Fenner 1998). Menurut Darjatno dan Satifah (1990) pembungaan dipengaruhi oleh suhu, curah hujan, cahaya, dan keadaan lingkungan lainnya, sedangkan faktor internalnya bisa berupa genetik, hormon, dan nutrisi yang tersedia. Beberapa hal yang penting pada buah tropis-subtropis yakni menghasilkan sejumlah besar bunga. Tingkat respirasi tumbuhan pada kondisi tersebut menjadi tinggi dan total kebutuhan karbohidrat harian selama bunga mekar seringkali melebihi produksi fotosintat biasanya (Lambers et al. 2008). Kebutuhan fotosintat pada masa pembungaan ini akan
dihubungkan dengan dinamika kandungan klorofil selama pembungaan. Warna daun berasal dari klorofil, pigmen warna hijau yang terdapat di dalam kloroplas. Klorofil menyerap energi cahaya untuk fotosintesis. Averrhoa leucopetala merupakan belimbing hutan yang berasal dari Gorontalo. Pohon tingginya berkisar (5-8) m, batang dengan percabangan dekat tanah, cokelat keabu-abuan, diameter (5-12) cm. Daun majemuk gasal, dengan jumlah anak daun 513 (Astuti & Rugayah 2009). Belimbing ini mempunyai susunan bunga cluster dengan beberapa bunga, ukuran bunga (0.6-0.7) cm panjang dan diameter 0.4 cm, warna sepal hijau pucat, warna petal putih, bentuk petal lanceolate dengan ukuran (6-10 x 2-3) mm, panjang benang sari bervariasi antara (3.5-7) mm bentuk glabrous dan panjang putiknya 1.2 mm (Rugayah & Sunarti 2008). Averrhoa dolichocarpa berasal dari Papua. Pohon tingginya mencapai 15 m, batangnya cokelat kehitaman, diameternya berkisar 15 cm, percabangannya (kadang) dekat dengan tanah. Daun majemuk gasal dengan jumlah anak daun 10-25 (Astuti & Rugayah 2009). Belimbing ini mempunyai susunan bunga cluster dengan bunga yang rapat penuh, ukuran bunga (0.8-1.0) cm panjang dan diameter 0.5 cm, warna sepal cokelat agak kekuningan, warna petal putih di luar, sisi bagian atas lobus dengan pola garis-garis ungu dan putih merah muda kecuali pada margin putih, bentuk petal oblong-ovate dengan ukuran (6-11 x 2.5-3) mm, panjang benang sari bervariasi antara 3-5 mm bentuk glabrous dan panjang putiknya (3.5-4.5) mm (Rugayah & Sunarti 2008). Averrhoa dolichocarpa dan Averrhoa leucopetala merupakan jenis belimbing yang baru diklasifikasikan menjadi spesies baru pada tahun 2008. Dalam segi morfologi, kedua spesies ini berbeda dengan dua spesies belimbing yang telah diketahui sebelumnya yaitu Averrhoa carambola. L dan A. bilimbi. L. Perbedaan ini bisa dilihat dari segi daun, infloresens, bunga, dan buahnya (Rugayah & Sunarti 2008). Pengelompokkan spesies ini juga telah dikarakterisasi dengan amplifikasi PCR-RAPD terhadap DNA genomnya dan menunjukkan ada radiasi adaptif sehingga berbeda dari Averrhoa carambola. L dan A. bilimbi. L (Yulita 2011). Penelitian pada kedua belimbing ini baru sampai pada tahap taksonomi, sehingga masih perlu dilakukan penelitian pada berbagai aspek.
2
Gambar 1 Habitus Averrhoa dolichocarpa (atas) dan Averrhoa leucopetala (bawah). Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenologi bunga dan dinamika kandungan klorofil daun pada pembungaan dua spesies belimbing hutan Averrhoa dolichocarpa dan Averrhoa leucopetala.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 di Kebun Raya Bogor dan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah lima pohon belimbing hutan asal Papua (Averrhoa dolicocarpa) dan lima pohon belimbing hutan asal Gorontalo (Averrhoa leucopetala) yang merupakan tanaman koleksi Kebun Raya Bogor. Alat-alat yang digunakan di lapang meliputi klorofil meter, Digital Instrument 4 in 1 (Lightmeter, Anemometer, Hygrometer, Termometer), data sekunder curah hujan dari stasiun klimatologi Kebun Raya Bogor, kamera digital, jangka sorong, tangga, label pohon, dan alat tulis. Pengamatan bunga di laboratorium digunakan mikroskop stereo. Metode Penelitian Pengamatan Perkembangan Bunga. Pengamatan dimulai sejak adanya tandatanda inisiasi bunga berupa munculnya benjolan pada ujung bakal tangkai bunga
sampai bunga terbuka (anthesis), kemudian dilakukan pengamatan perkembangan buah. Sampel bakal bunga yang ditandai untuk tujuan pengamatan perkembangan sebanyak 59 sampel pada A. dolichocarpa dan 54 sampel pada A. leucopetala. Tahapan-tahapan yang diamati meliputi inisiasi bunga, kuncup kecil, kuncup besar, dan bunga terbuka. Pada masing-masing stadia dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna dan bentuk serta morfologi bunga lainnya. Pengamatan ini dilakukan setiap 2 hari sekali. Panjang bunga dan buah diukur menggunakan jangka sorong. Tingkat kerontokan dihitung pada setiap fase pembungaannya. Pengamatan mikroskop dilakukan agar bisa melihat stadia-stadia perkembangan bunga yang kurang jelas, sehingga digunakan mikroskop stereo. Pengamatan Dinamika Kandungan Klorofil. Kandungan klorofil diukur pada daun menggunakan Klorofil Meter pada rentang antara pukul 10.00-14.00 setiap dua hari sekali. Pada masing-masing pohon, dilakukan lima kali pengukuran di daun yang berbeda. Daun yang diukur berupa daun yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda dengan posisi beberapa ruas dari pangkal tangkai daun dan terkena sinar matahari langsung (tidak ternaungi). Sensor Klorofil Meter ditempatkan pada bagian mesofil daun dengan menghindari bagian tulang daunnya. Kelima sampel daun yang diukur diambil rata-ratanya dan didapatkan nilai kandungan klorofil yang mewakili satu pohon. Hasil dari pengukuran ini selanjutnya dibuat grafik yang menggambarkan dinamika kandungan klorofil dengan mengambil rata-rata pengukuran pada setiap lokasi tanaman. Pengukuran Parameter Lingkungan. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan setiap dua hari sekali yang meliputi pengukuran intensitas cahaya, kecepatan angin, kelembaban, dan suhu udara menggunakan Digital instrument 4 in 1. Banyaknya curah hujan selama pengamatan digunakan data sekunder dari stasiun klimatologi Kebun Raya Bogor. Analisis Data. Data-data parameter lingkungan dan kerontokan bunga yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan software SPSS 16 dengan metode Analisis Regresi Linier Berganda untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh dalam pembungaan.
3
III
IV
II
I
U
Keterangan: = Lokasi tanaman A. dolichocarpa = Lokasi tanaman A. leucopetala I = Pembibitan selatan II = Fak. VII. D. No. 96-96a dan 98-98a III = Pembibitan dan Reintroduksi tanaman langka IV = Orchidarium Sumber: http://www.raincity.byethost4.com/FASILITA S.htm
Gambar 2 Spot penelitian di Kebun Raya Bogor
HASIL Perkembangan Bunga Tahap perkembangan bunga dimulai dari fase inisiasi. Pada Averrhoa dolichocarpa, fase ini ditunjukkan dengan adanya benjolan agak bulat berwarna putih kemerah mudaan (Tabel 1). Pada A. leucopetala bentuknya lebih memanjang dan warnanya putih kehijauan (Tabel 2). Bakal bunga pada kedua spesies tersebut tersebar pada sekitar batang. Tahap kedua yaitu fase kuncup kecil. Fase ini merupakan fase awal dimulainya pembentukan bunga-bunga tunggal. Segmentasi bunga-bunga pada bunga majemuk (infloresens) sudah mulai terlihat. Pada A.dolichocarpa penampakan luarnya berupa tonjolan berbentuk bulat dengan warna hijau kecoklatan dan pada bagian sepalnya terdapat garis merah muda. Jika dibelah membujur sudah mulai terlihat struktur bunganya yaitu karpel berwarna kehijauan, anther berwarna hyalin hingga putih susu, serta calon petal berwarna kehijauan dengan ujung merah muda (Tabel 1). Pada A. leucopetala penampakan luarnya berupa tonjolan bulat juga dengan warna hijau muda. Jika dibelah membujur akan tampak anther berwarna kuning, karpel agak merah muda, serta calon petal masih kehijauan dan belum tampak jelas (Tabel 2). Fase ketiga yaitu fase kuncup besar. Seperti terlihat pada Tabel 1 dan 2, mulainya fase ini ditunjukkan dengan adanya ujung petal yang mulai tampak keluar dari sepalnya. Penampakkan dalam bunganya bila dibelah secara membujur hampir sama dengan fase kuncup kecil hanya saja sudah lebih memanjang dari sebelumnya. Pada A.
leucopetala petalnya sudah terlihat jelas dan berwarna putih. Fase keempat yang diamati yaitu anthesis atau bunga mekar. Pada fase ini terlihat jelas petal sudah keluar dari sepalnya. Pada A. dolichocarpa terlihat petal yang berwarna merah muda dengan bagian putih di tepi dan pangkalnya, sepal berwarna hijau dengan garis merah muda di tepi, anther sudah dipenuhi serbuk sari berwarna putih (Tabel 1). Pada A. leucopetala akan tampak petal yang berwarna putih, anther dipenuhi serbuk sari berwarna kuning. Apabila sudah terjadi penyerbukan, lalu fertilisasi untuk mulai membentuk buah, filamen mulai berubah dari putih menjadi kecokelatan, serbuk sari menjadi kering, stigma juga menjadi cokelat, dan petal mulai layu (Tabel 2). Petal bunga pada kedua spesies ini akan mengatup kembali. Setelah mencapai akhir fase, biasanya petal bunga Averrhoa dolichocarpa akan mudah rontok dan jatuh, sedangkan pada A. leucopetala tampak petal yang semakin layu dan mengering meskipun tidak rontok jatuh atau dengan kata lain masih menempel pada bunganya meskipun sudah mulai membentuk buah. Fase terakhir yaitu perkembangan buah. Fase ini merupakan fase lanjutan setelah pembungaan. Buah yang awal terbentuk masih tertutup oleh sepal. Warnanya dimulai dari hijau kecokelatan, kemudian menjadi hijau muda, hijau tua, dan pada saat matang pada A. dolichocarpa akan berwarna hijau kekuningan, sedangkan pada A. leucopetala masih tampak hijau pekat dengan ujung agak kuning bahkan ada yang hijau murni (Tabel 1 dan 2).
4
Fase
Tabel 1 Perkembangan bunga Averrhoa dolichocarpa pada setiap fase Pengamatan langsung Pengamatan mikroskop Utuh Sayatan membujur
Inisiasi
Kuncup kecil
Kuncup besar
Bunga mekar (anthesis)
Buah
(awal)
(matang)
5
Fase
Tabel 2 Perkembangan bunga Averrhoa leucopetala pada setiap fase Pengamatan langsung Pengamatan mikroskop Utuh Sayatan membujur
Inisiasi
Kuncup kecil
Kuncup besar
Bunga mekar (anthesis)
Buah
(awal)
(matang)
6
Ritme Pembungaan Averrhoa dolichocarpa memiliki waktu inisisasi yang relatif cepat, berlangsung 8 sampai 14 hari. Panjang bakal bunga sekitar 2 sampai 3 mm. Fase kuncup kecil berlangsung sekitar 11 sampai 15 hari dengan panjang awal sekitar 0.12 sampai 0.18 cm dan pada akhir fase mencapai 0.4 hingga 0.66 cm. Fase kuncup besar hanya berlangsung sehari dengan ukuran antara 0.6 hingga 1.46 cm. Fase anthesis berlangsung selama 3 hari yang meliputi 1 hari terjadi mekar sempurna berukuran ± 1 cm dan 2 hari layu mahkota. Fase buah berlangsung antara (40-45) hari. Ukuran buah awal hanya sekitar 1.5 cm dan pada saat matang berukuran rata-rata 12 cm (Gambar 3). Pada Gambar 3 terlihat bahwa fase inisiasi pada A. leucopetala berlangsung antara 30 hinga 34 hari (1 bulan). Panjang bakal bunga sekitar 0.15 hingga 0.49 cm. Fase kuncup kecil berlangsung selama 12 hingga 15 hari dengan panjang awal 0.1 sampai 0.14 dan pada akhir fase mencapai 0.42 sampai 0.63
Keterangan: F0= Fase inisiasi F1= Fase kuncup kecil F2= Fase kuncup besar F3= Fase Anthesis (bunga mekar) F4= Fase buah
cm. Memasuki fase kuncup besar, panjang bunga berkisar antara 0.5 sampai 0.86 cm. Fase ini hanya berlangsung selama sehari. Fase anthesis berlangsung selama 5 hari yang meliputi 1 hari merupakan fase mekar sempurna dan 4 hari layu mahkota. Ukuran bunga mekar sekitar 0.66 sampai 0.86 cm. Pembentukan buah berlangsung selama 40 hingga 42 hari dengan ukuran pada awal pembentukan sekitar 0.85 hingga 1.6 cm dan pada saat matang panjang buahnya berukuran ± 7 cm. Bunga dari kedua belimbing ini merupakan bunga majemuk (infloresens) terbatas dengan bentuk paniculiform cyme pada A. dolichocarpa dan simple dichasium (cyme sederhana) biasa pada A. leucopetala (Gambar 4). Dengan bentuk bunga seperti ini, selang satu atau beberapa hari akan dimulai ritme yang sama untuk bunga tunggal lain dalam satu bunga majemuk. Bahkan untuk A. leucopetala, dalam satu infloresens ada bunga yang sudah membentuk buah kemudian baru muncul kuncup baru.
= akhir fase bunga, mulai fase buah = akhir fase buah, muncul inisiasi bunga baru pada pohon
Gambar 3 Perkembangan panjang rata-rata inisiasi infloresens, bunga tunggal hingga buah, serta fase pembungaan pada tiap bulan pada musim berbunga.
7
paniculiform cyme
simple dichasium (cyme sederhana)
Gambar 4 Susunan bunga majemuk pada A. dolichocarpa (kiri) dan A. leucopetala (kanan). Aktivitas bunga mekar terjadi pada pukul 04.00 malam hingga pukul 06.00 pagi. Polinator mulai berdatangan begitu bunga telah mekar sempurna. Pada A. dolichocarpa polinator aktif dari pagi hingga sore hari, sedangkan pada A. leucopetala polinator paling aktif pada pukul 06.00-08.00 pagi. Tingkat Kerontokan Bunga Pengamatan tingkat kerontokan bunga pada A. dolichocarpa digunakan 59 sampel. Dari sampel-sampel tersebut terdapat 35.59% gagal membentuk bunga karena telah rontok pada fase inisiasi. Sebesar 39.47% bunga rontok pada fase kuncup kecil dan gagal membentuk kuncup besar. Bunga yang berhasil mekar dari kuncup besar sebanyak 86.96%. Bunga yang rontok pada fase anthesis sebesar 60% sehingga yang berhasil menjadi buah sebesar 40%. Kerontokan buah sebelum menjadi matang cukup tinggi yakni sebesar 87.5% (Tabel 3). Tabel 3 Persentase kerontokan bunga Averrhoa dolichocarpa pada masing-masing fase Fase Persentase Persentase Kerontokan Keberhasilan (%) (%) Inisiasi 35.59 64.41 Kuncup kecil 39.47 60.53 Kuncup besar 13.04 86.96 Anthesis 60 40 Buah 87.5 12.5 Matang 100 0 Keterangan: Buah yang matang pada akhirnya rontok semua.
Pada Averrhoa leucopetala pengamatan persentase kerontokan bunga dan buah digunakan 54 sampel. Seperti yang terlihat pada Tabel 4, bakal bunga yang telah kering atau rontok pada fase inisiasi sebesar 24.07%. Kerontokan pada fase kuncup kecil sebanyak 31.7%. Pada pengamatan ini tidak dijumpai kerontokan pada fase kuncup besar, akan tetapi terjadi kerontokan sebanyak 64.29% pada fase anthesis sehingga bunga yang berhasil menjadi buah sebanyak 35.71%. Kerontokan buah cukup tinggi yaitu sebesar 90% dan yang berhasil menjadi matang sebesar 10%. Tabel 4 Persentase kerontokan bunga Averrhoa leucopetala pada masing-masing fase Fase Persentase Persentase Kerontokan Keberhasilan (%) (%) Inisiasi 24.07 75.93 Kuncup kecil 31.70 68.30 Kuncup besar 0 100 Anthesis 64.29 35.71 Buah 90 10 Matang 100 0 Keterangan: Buah yang matang pada akhirnya rontok semua Dinamika Kandungan Klorofil Pada Averrhoa dolichocarpa dilakukan pengukuran pada 5 individu yaitu A, B, C, D, dan E. Kelima pohon tersebar ke dalam 3 lokasi. Individu A berada pada lokasi II, Individu B, C, D berada di lokasi III, dan Individu E berada di lokasi I (Gambar 1). Begitu pula pada A. leucopetala, pengukuran kandungan dilakukan pada individu F, G, H, I, dan J yang semuanya berada di lokasi IV. Grafik dinamika kandungan klorofil merupakan rata-rata kandungan klorofil pada tiap lokasi pengamatan (Gambar 5 dan 6). Musim bunga mekar A. dolichocarpa ditemui dua kali selama 3 bulan pengamatan yaitu pada akhir Februari hingga awal Maret dan pertengahan April. Namun, musim bunga pada bulan April tidak sebanyak pada bulan Februari-Maret dan bersamaan dengan aktivitas pembuahan. Amatan ke 7-14 pada Gambar 5 merupakan rentang periode pemekaran bunga. Pada amatan ini banyak ditemui kuncup besar yang kemudian banyak ditemui pula fase anthesis cukup dominan dari amatan ke-8 hingga ke-12. Antara amatan ke 13-14 masih ditemui aktivitas bunga mekar tetapi jumlahnya sudah mulai menurun. Fase pembungaan periode April juga demikian.
8
Rata-rata kandungan klorofil (unit SPAD)
Kandungan klorofil paling tinggi terdapat pada individu E pada saat ditemui aktivitas pemekaran bunga, akan tetapi kondisi terendah individu E juga didapati pada pada periode ini. Kandungan klorofil terendah dari seluruh pengamatan rata-rata kandungan klorofil tiap lokasi dijumpai pada individu A pada periode pemekaran bunga bulan April. Rata-rata kandungan klorofil B, C, dan D memiliki aktivitas tertinggi pada amatan ke-7 serta ke-39 dan kandungan terendahnya pada amatan ke-46. 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Musim bunga A. leucopetala terjadi setiap bulan, namun rentangnya lebih singkat dari A. dolichocarpa. Grafik yang terbentuk pada spesies ini juga lebih statis. Kandungan yang cukup tinggi dijumpai pada amatan ke-29 dan ke-46 yang berada pada fase pembentukan buah serta inisiasi, namun kisaran kandungan klorofil terukur cenderung lebih rendah daripada A. dolichocarpa. Kandungan klorofil terendahnya ada pada amatan ke-16 (Gambar 6).
Akhir Feb-Awal Mar
April
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 Pengamatan keIndividu A Keterangan:
Rata-rata B, C, dan D
Individu E
: Daerah aktivitas pembungaan cukup tinggi (banyak dijumpai bunga mekar)
Rata-rata kandungan klorofil (unit SPAD)
Gambar 5 Grafik dinamika kandungan klorofil selama penelitian pada Averrhoa dolichocarpa di tiap lokasi.
April
35 30 25 20 15 10 5 0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 Pengamatan keRata-rata kandungan klorofil individu F, G, H, I, dan J
Keterangan:
: Daerah aktivitas pembungaan cukup tinggi (banyak dijumpai bunga mekar)
Gambar 6 Grafik dinamika kandungan klorofil selama penelitian pada Averrhoa leucopetala.
9
Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh parameter lingkungan pada kerontokan bunga A. dolichocarpa dan A. leucopetala. Persen kerontokan tiap pengamatan menjadi variabel dependen atau konstan dan parameter lingkungan menjadi variabel independen. Analisis pada tanaman A. dolichoarpa didapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.339 artinya 33.9% kerontokan bisa dijelaskan oleh faktor lingkungan terukur, sedangkan 66.1% oleh variabel-variabel lain. Tingkat signifikasi kurang dari 0.05 yaitu 0.009 menunjukkan bahwa model regresi cukup signifikan dan layak untuk memprediksi variabel dependen (Tabel 5). Namun, pada uji t (Tabel 6) terlihat bahwa hanya kecepatan angin yang signifikan. Hal ini berarti kecepatan angin merupakan variabel yang paling mempengaruhi kerontokan bunga. Uji VIF juga menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel parameter lingkungan dalam mempengaruhi kerontokan bunga karena nilainya kurang dari 5. Tabel 5 Nilai Koefisien Determinasi (R2), Koefisien Determinasi yang disesuaikan (Adjusted R2), Standar Error, Uji F, dan Signifikasi Averrhoa dolichocarpa Standar Adjusted Model R2 Eror F Sig. 2 R (SEE) 1
.339
.247
.28779 3.685 .009a
Tabel 6 Nilai Uji t, Signifikasi model, dan Nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk Averrhoa dolichocarpa Uji Kolinearitas Model t Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) Suhu Kelembaban Kecepatan angin Intensitas cahaya Curah hujan
-1.472 1.404 1.696 3.775
.150 .169 .099 .001
.316 .297 .863
3.169 3.364 1.159
-1.340 .189
.894
1.119
.884
1.132
.920
.364
Dependent Variable: persen kerontokan Analisis regresi linier berganda Averrhoa leucopetala seperti tertera pada tabel 7 dihasilkan koefisien determinasi (R2) sebesar
0.123. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 12.3% kerontokan bunga yang bisa dijelaskan oleh faktor lingkungan terukur, sedangkan 87.7% oleh variabel-variabel lain. Tingkat signifikasi lebih dari 0.05 menunjukkan bahwa model regresi tidak signifikan (kurang layak untuk memprediksi variabel tergantung) dan belum bisa menjelaskan pengaruh parameter lingkungan pada kerontokan bunga. Begitu pula pada uji t (Tabel 8) terlihat bahwa tidak ada variabel yang signifikan. Tabel 7 Nilai Koefisien Determinasi (R2), Koefisien Determinasi yang disesuaikan (Adjusted R2), Standar Error, Uji F, dan Signifikasi Averrhoa leucopetala Standar Adjusted Model R2 Eror F Sig. R2 (SEE) 1
.123
.002
.76990 1.014 .424a
Tabel 8 Nilai Uji t, Signifikasi model, dan Nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk Averrhoa leucopetala Uji Kolinearitas Model t Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) Suhu Kelembaban Kecepatan angin Intensitas cahaya Curah hujan
.665 -.167 -1.382 -.406
.510 .869 .175 .687
.457 .430 .841
2.186 2.328 1.190
.164
.871
.933
1.072
1.811 .079
.859
1.164
Dependent Variable: persen kerontokan
PEMBAHASAN Averrhoa termasuk ke dalam famili Oxalidaceae. Famili ini memiliki tipe perbungaan (infloresens) berbentuk cyme. Cyme merupakan tipe bunga majemuk terbatas. Bunga bagian ujung atau di bagian tengah infloresens mekar terlebih dahulu kemudian diikuti bunga-bunga lateralnya sehingga infloresens tidak bertambah panjang. Kelompok Averrhoa memiliki bunga yang biseksual dan aktinomorf. Calyx merupakan aposepalous dengan 5 sepal penutup. Korola berbentuk aposepalous, stamen biseriat, anther longitudinal pada dehiscence, gynoecium syncarpous dengan ovary yang superior.
10
Bentuk sederhana dari tipe cyme adalah simple dichasium yang bunga-bunganya hanya bercabang di sumbu utama bunga majemuk. Tipe bunga tersebut dimilki oleh A. leucopetala (Gambar 4). Tipe yang lebih kompleks adalah paniculiform cyme. Tipe ini merupakan perkembangan dari simple dichasium yang memiliki cabang bunga yang lebih muda di sumbu bunga sekunder dan memiliki cabang bunga yang lebih muda lagi di sumbu tertier. Tipe tersebut dimiliki oleh bunga A. dolichocarpa (Gambar 4). Bentuk bunga paniculiform cyme pada Averrhoa dolichocarpa menyebabkan terjadinya beberapa kali proses pemekaran bunga dalam 1 infloresens. Bentuk bunga ini menunjukkan bahwa dalam satu musim bunga bisa terjadi 3-4 kali proses pemekaran secara bertahap antara bunga yang lebih tua di sumbu utama infloresens dan bunga yang lebih muda di cabang sumbu infloresens. Ritme pembungaan pada Gambar 3 hanya menunjukkan rata-rata proses pembungaan untuk bunga tunggal, bukan total pada infloresens. Meskipun demikian, waktu yang dibutuhkan dalam setiap fase pembungaan bunga tunggal sudah dapat diketahui. Polinator Averrhoa dolichocarpa aktif menyerbuki setelah bunga mekar dari pagi hingga sore hari. Penyerbukan bunganya dibantu oleh beberapa jenis polinator. Beberapa hewan yang ditemui dan diduga polinator antara lain lebah madu, lebah hitam, dan Trigona sp., sedangkan dua jenis semut, dan hewan kecil yang belum diketahui jenisnya (Lampiran 4) diduga hanya sebagai pengunjung. Nama spesiesnya belum diketahui secara pasti karena tidak dilakukan penangkapan dan identifikasi lebih lanjut. Jenis-jenis polinator yang ditemukan kemungkinan tidak jauh berbeda dengan yang biasa ditemukan di belimbing lain. Menurut Castro (2002) pada A. carambola Asia tropik, bunga biasanya dikunjungi oleh lebah madu (Apis cerana), lalat, dan insekta lain seperti yang ditemukan di India. Pengunjung belimbing di daerah Malaysia juga ditemukan dari kelompok Apis cerana dan Trigona thoracicia. Berdasarkan grafik dinamika kandungan klorofil yang terbentuk dari hasil pengamatan, tidak dijumpai adanya kenaikan kandungan klorofil yang kontinyu selama masa bunga mekar. Meskipun menurut Mclaughlin & Williams (2000) pada saat infloresens mekar, akan dijumpai aktivitas fotosintesis yang menjadi naik untuk memproduksi karbohidrat
lebih banyak dan dialokasikan ke pembungaan dan produksi buah. Seperti yang sudah dijelaskan pada hasil, kandungan klorofil tertinggi A. dolichocarpa terdapat pada individu E amatan ke-9 sebesar 40.72 Unit SPAD (Lampiran 5) pada saat banyak ditemui fase kuncup besar dan anthesis bunga. Kandungan terendah dari seluruh pengamatan ditemui pada individu A amatan ke-34 sebesar 26.56 Unit SPAD dengan fase sama (Gambar 5). Kandungan yang rendah pada individu E juga ditemui di dua titik. Pertama ketika banyak ditemui fase kuncup besar serta anthesis dan kedua ketika banyak dijumpai fase kuncup kecil serta inisiasi. Titik tertinggi dan terendah rata-rata kandungan klorofil pada individu B, C, D juga dijumpai pada fase-fase bunga yang bervariasi (Gambar 5). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kandungan klorofil spesies ini kurang berkorelasi dengan fase pembentukan bunga dan sangat dinamis. Faktor yang berpengaruh kemungkinan adalah suasana di lokasi tanaman yang berubah-berubah terkait hujan, penutupan awan, maupun kondisi terik sehingga berpengaruh pada serapan cahaya untuk fotosintesis. Cahaya merupakan faktor lingkungan yang kompleks dengan sinyal komponen yang berkaitan dengan kualitas cahaya, intensitas cahaya, dan fotoperiodisitas yang secara langsung mempengaruhi perbedaan dalam banyak aspek perkembangan tanaman (Ausin et al. 2005). Rentang kandungan klorofil antar lokasi tanaman memiliki kisaran yang berbeda-beda meskipun masih dalam satu spesies. Individu A cenderung lebih rendah (26.56-35.9 Unit SPAD), individu E cenderung lebih tinggi (32.6-40.72 Unit SPAD), dan rata-rata B, C, D berada di pertengahan (31.2-37.27 Unit SPAD) (Lampiran 5). Faktor yang mempengaruhi kemungkinan adalah lokasi tempat tumbuh dan besarnya kanopi tanaman tersebut. Individu A, B, C, D, dan E memiliki umur yang sama yaitu 25 tahun. Akan tetapi, pertumbuhan tanaman di tiap lokasi sangat berbeda yang kemungkinan terkait dengan faktor kecukupan nutrisi pada lokasi tempat tumbuh. Individu A tingginya baru mencapai ± 2 m, sehingga walaupun tanaman ini sudah menghasilkan bunga, hanya terdiri atas beberapa infloresens. Kanopi tanaman ini juga cukup kecil dibandingkan keempat pohon lainnya. Individu B, C, dan D berada pada satu lokasi. Tinggi tanaman berkisar (5.5–7.2) m, lebar kanopinya sedang dengan kondisi lingkungan yang cukup terbuka serta terpapar cahaya langsung. Individu E paling subur
11
diantara yang lain, tingginya mencapai 13 m dan paling banyak menghasilkan bunga. Kanopi pohonnya juga paling besar diantara yang lain. Menurut Schulrze dan Caldwell (1995) habitat dan penutupan kanopi pada tempat tanaman tumbuh mempengaruhi variasi integrasi intensitas cahaya atau photon flux density (PFD) harian. Perubahan besar dalam PFD juga dialami daun ketika ada perubahan penutupan awan yang menghalangi sinar matahari. Kerontokan bunga spesies A. dolichocarpa bisa dikatakan cukup tinggi dan paling banyak terjadi kegagalan pada fase perkembangan buah yaitu sebesar 87.5%. Kerontokan paling sedikit terjadi ketika berada pada fase kuncup besar hingga mekar sebesar 13.04% (Tabel 3). Berdasarkan analisis regresi linier berganda antara persen kerontokan tiap pengamatan dengan parameter lingkungan diketahui bahwa kecepatan angin adalah variabel yang berpengaruh secara signifikan (Tabel 6) pada kerontokan. Tetapi analisis ini hanya bisa menjelaskan sebesar 33.9% pengaruh variabel dan 66.1% persen oleh variabel-variabel lain. Pada penelitian belimbing (A. carambola) di daerah subtropis Florida selatan, angin menyebabkan kerontokan belimbing karena menyebabkan kerusakan buah pada musim dingin yang berasosiasi dengan temperatur rendah dan peningkatan radiasi matahari yang menekan pertumbuhan tanaman, sedangkan kanopi tanamannya rendah (Nunez-Elisea & Crane1998). Dalam kasus ini, dimungkinkan kecepatan angin berpengaruh karena lokasi tempat tumbuh yang terbuka dan besar kanopinya kurang menghalangi angin, sehingga bunga dan buah menjadi mudah rontok. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa Averrhoa leucopetala mempunyai bentuk cyme sederhana (simple dichasium) yang hanya terdapat satu sumbu infloresens. Walaupun demikian, bunga-bunga tunggal muncul secara bertahap, bahkan bunga tunggal yang paling muda didapati muncul ketika bunga tunggal yang paling tua sudah memasuki fase buah. Hal ini mengkibatkan dalam 1 infloresens bisa terjadi dua kali musim bunga. Buah yang berhasil dihasilkan dari 1 infloresens berjumlah 1-3 dengan persen keberhasilan dari bunga yang bertahan hingga fase ini sebesar 35.71%, tetapi hanya 10% yang bertahan hingga matang (Tabel 4). Semua sampel pohon A. leucopetala berada pada satu lokasi. Umur tanaman kelima individu juga sama yaitu 11 tahun. Grafik yang terbentuk pada spesies A.
leucopetala lebih statis daripada A. dolichocarpa. Kisaran kandungan klorofil terukur pada A. leucopetala lebih rendah dari A. dolichocarpa. A. dolichocarpa berkisar antara 26.56 sampai 40.72 Unit SPAD sedangkan A. leucopetala antara 24.74 sampai 29.84 Unit SPAD. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan jumlah bunga yang dihasilkan oleh A. leucopetala lebih sedikit daripada A. dolichocarpa. Perbedaan tinggi tanaman pada spesies A. leucopetala ini tidak terlalu jauh yaitu berkisar (1.7–3) m. Faktor lain yang mempengaruhi kemungkinan adalah bentuk daun A. leucopetala yang lebih kecil dengan warna yang lebih muda dan jumlah daun daun tunggal pada tangkai daun majemuk yang lebih sedikit daripada A. dolichocarpa. Daun-daunnya yang terlalu terpapar cahaya juga cepat mengalami kerontokan dan kadang daun pengganti belum cukup ideal untuk dijadikan sampel. Kerontokan ini diakibatkan adaptasinya pada kondisi lingkungan seperti cahaya dan angin. Angin bisa menambah kecepatan transpirasi dan menentukan elastisitas daun (Decoteu 2005). Kecepatan angin terukur paling besar didapati ketika menjelang hujan bisa mencapai 1.2 m/s. Kandungan klorofil yang cukup tinggi ditemui pada pengamatan ke-29 sebesar 28.73 Unit SPAD ketika banyak ditemui inisiasi serta pembentukan buah dan pengamatan ke46 sebesar 29.84 Unit SPAD yang juga berada pada fase pembentukan buah. Kandungan klorofil yang cukup rendah ditemui pada pengamatan ke 2, 16, dan 40 yang semuanya berada pada fase pembentukan buah (Gambar 6) dengan kisaran kandungan klorofilnya berturut-turut 25.24; 24.74; dan 25.26 Unit SPAD (lampiran 6). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada saat fase pembentukan buah terjadi kenaikan kandungan klorofil yang cukup tinggi meskipun awalnya berada pada titik yang rendah saat bersamaan dengan fase inisiasi. Tinggi rendahnya kandungan klorofil A. leucopetala ini kemungkinan berhubungan dengan besarnya kanopi dari kelima individu yang agak berbeda dan ada sedikit penutupan kanopi pohon lain yang lebih tinggi. Faktor lingkungan penting yang mempengaruhi fotosintesis adalah struktur kanopi karena akan berpengaruh pada penyerapan cahaya dan konversi energi (McDonald 2003). Aktivitas bunga mekar pada A. leucopetala terjadi sekitar pukul 04.00 malam sampai 06.00 pagi (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa bunga Averrhoa
12
memiliki sensitifitas pada kondisi suhu rendah dan kondisi kelembaban di malam hari menjelang pagi untuk merangsang aktivitas bunga mekar. Berbeda dengan A dolichocarpa, polinator pada spesies ini paling aktif pada pagi hari sekitar pukul 06.00 hingga pukul 08.00 pagi. Hal ini dimungkinkan karena A. leucopetala mempunyai bunga mekar untuk diserbuki yang lebih sedikit dari A. dolichocarpa sesuai bentuk infloresensnya. Warna bunga dari kedua spesies ini juga berbeda sehingga dimungkinkan menimbulkan ketertarikan pada polinator yang agak berbeda pula. Hewan yang diduga polinator antara lain lebah madu dan Trigona sp., sedangkan 1 jenis semut, serta ada pengunjung dari kelompok lalat (Lampiran 4) diduga hanya sebagai pengunjung. Tingkat kerontokan bunga pada A. leucopetala juga bisa dikatakan cukup tinggi seperti halnya A. dolichocarpa. Kerontokan bunga tertinggi dijumpai pada fase anthesis sebesar 64.29%. Kerontokan yang terjadi pada fase buah lebih tinggi lagi yakni sebesar 90%. Model analisis regresi linier berganda tidak signifikan, sehingga belum bisa menjelaskan pengaruh parameter lingkungan pada kerontokannya. Namun, bukan berarti parameter lingkungan tidak berpengaruh karena bisa saja kondisi lingkungan berubahubah dalam satu hari di luar jam pengamatan. Menurut Sugiartini & Soebagio (2007), kerontokan bunga pada tanaman belimbing biasanya terjadi pada kondisi iklim yang tidak mendukung seperti musim kering panjang dengan suhu udara yang sangat panas atau intensitas hujan tinggi. Kerontokan bunga dan buah belimbing juga bisa disebabkan oleh hormon endogen seperti auksin dan giberelin yang kurang optimal (Kurniawati 2008). Hambatan perkembangan bunga pada kedua spesies selain disebabkan oleh kerontokan juga terjadi karena kekeringan pada waktu inisiasi dan gagal membentuk bunga. Kemungkinan hal ini disebabkan kanopi pohon dan jumlah daun sebagai tempat utama fotosintesis kurang optimal sehingga kebutuhan nutrisi untuk perkembangan bunga kurang tercukupi. Menurut Kinet et al. (1985) kurang ketersediaannya karbohidrat ke bunga bisa menghambat perkembangan bunga dan mengakibatkan rontok kuncup. Keberhasilan perkembangan bunga tertinggi kedua spesies ditemui saat perkembangan dari kuncup besar hingga anthesis. Hal ini disebabkan karena waktu yang dibutuhkan untuk proses perkembangan tersebut relatif cepat yaitu 1
hari sehingga tidak banyak mengalami gangguan dari keadaan lingkungan yang kurang mendukung.
SIMPULAN Averrhoa dolichocarpa memiliki waktu inisiasi infloresens selama (8-14) hari, fase kuncup kecil bunga tunggal (11-15) hari, fase kuncup besar 1 hari, fase anthesis 3 hari, dan perkembangan buah selama (40-45) hari. Tingkat kerontokan bunga cukup tinggi dan faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah kecepatan angin. Kandungan klorofil sangat dinamis dan dipengaruhi oleh keadaan lokasi dan besarnya kanopi tanaman. Averrhoa leucopetala memiliki waktu inisiasi infloresens selama (30-34) hari, fase kuncup kecil (12-15) hari, kuncup besar 1 hari, anthesis 5 hari, dan perkembangan buah (40-42) hari. Tingkat kerontokan bunga dan buah cukup tinggi. Kandungan klorofil lebih statis dan cenderung mengalami kenaikan kandungan klorofil pada fase perkembangan buah.
SARAN Masih perlu diamati secara lebih detail mengenai jenis polinator pada kedua spesies belimbing hutan, pola perkembangan bunga untuk infloresens, perkembangan biji dan buahnya, serta uji viabilitas polen untuk menentukan jumlah biji yang bisa terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA Abercrombie M, Hickman M, Johnson ML, Thain M. 1997. Kamus Lengkap Biologi. Ed ke-8. Sutarmi S, Sugiri N, penerjemah. Terjemahan dari: Dictionary of Biology. Astuti IP, Rugayah. 2009. Averrhoa spp. di Kebun Raya Bogor dan upaya konservasinya. Di dalam: Kurniawan A, Undaharta NKE, Wibawa IPAH, Tirta IG, Sujarwo W, editor. Prosiding Peranan Konservasi Flora Indonesia dalam Mengatasi Dampak Pemanasan Global; Bali, 14 Juli 2009. Jakarta: LIPI Press. 2009. hlm 261-264. Ausin I, Blanko CA, Miguei J, Zapater M. 2005. Environmental regulation of flowering. Int J Dev Biol 49:689-705. Castro MS. 2002. Bee fauna of some tropical and exotic fruit potential pollinator and their conversation. Di dalam: Kevan P,
13
Fonseca VLI, editor. Pollinating Bees: The Conservation Link Between Agriculture and Nature. Brasilia: Ministry of Environment. hlm 275-288. Darjatno, Satifah S. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. Jakarta: PT Gramedia. Decoteau DR. 2005. Principles of Plant Science: Environmental Factors and Technology in Growing Plants. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Fenner M. 1998. The phenology of growth and reproduction in plants. Perspective in Plant Ecology, Evolution, and Systematic 1(1):78-91. Jamsari, Yaswendri, Kasim M. 2007. Fenologi perkembangan bunga dan buah spesies Uncaria gambir. Biodiversitas 8(2):141146. Kinet JM, Sachs RM, Bernier G. 1985. The Physiology of Flowering. Florida: CRC Press, Inc. Kurniawati B. 2008. Respon fisiologi dan tingkat kerontokan buah tanaman belimbing (Averrhoa carambola L.) terhadap aplikasi GA3 dan 2,4-D [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lambers H, Chapin FS, Pons TL. 2008. Plant Physiological Ecology. New York: Springer. McDonald MS. 2003. Photobiology of Higher Plants. London: John Willey & Son Ltd. Mclaughlin SP, Williams RR. 2000. Carbohydrates and Flowering in Hesperaloe funifera (Koch) Trel. (Samandoque). Bol Soc Bot Mexico 66:67-72. Michalski SG, Durka W. 2007. Synchronous pulsed flowering: analysis of the flowering phenology in Juncus (Juncaceae). Annals of Bot 100:12711285. Nunez-Elisea R, Crane JH. 1998. Phenology, shoot development, and floral initiation of carambola (Averrhoa carambola L. CV. Arkin) in a subtropical environment. Proc Fla State Hort Soc 111:310-312. Rugayah, Sunarti S. 2008. Two new wild species of Averrhoa (Oxalidaceae) from Indonesia. Reinwardtia 12(4):325-331. Schulze ED, Caldwell MM. 1995. Ecophysiology of Photosynthesis. Heidelberg: Springer. Sugiantini E, Soebagio H. 2007. Strategi pengelolaan potensi tanaman belimbing di Jagarasa, Jakarta Selatan. J Perencanaan IPTEK 5(1):37-42.
Yulita KS. 2011. Variasi dan kekerabatan genetik pada dua jenis baru belimbing (Averrhoa leucopetala Rugayah et Sunarti sp nov dan A. dolichocarpa Rugayah et Sunarti sp nov., Oxalidaceae) berdasarkan profil Random Amplified Polimorphic DNA. J Biol Indonesia 7(2):321-330.
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Peta wilayah dan peta aerial Kebun Raya Bogor
Keterangan: = Lokasi tanaman A. dolichocarpa = Lokasi tanaman A. leucopetala
Sumber: http://bogorbotanicgardeniw2010.files.wordpress.com/
16
Lampiran 2 Struktur Bunga A. dolichocarpa dan A. leucopetala
Petal
Anther Stamen Filament
Stigma
Carpel Style
Ovary Sepal Reseptakel A. dolichocarpa
Anther
Stamen
Filament
Petal
Sepal Stigma Style Ovary
Reseptakel
Carpel A. leucopetala
17
Lampiran 3 Foto-foto proses bunga mekar Averrhoa leucopetala
Pukul 04.34
Pukul 04.54
Pukul 05.32
Pukul 06.00
Pukul 06.13
Pukul 05.01
Pukul 06.06
18
Lampiran 4 Foto-foto polinator serta hewan pengunjung bunga Averrhoa dolichocarpa dan Averrhoa leucopetala Averrhoa dolichocarpa Polinator
Lebah Madu
Lebah Hitam
Trigona sp.
Hewan Pengunjung
Perbesaran 400 kali
Semut 1
Semut 2
Hewan kecil
Averrhoa leucopetala Polinator
Lebah Madu
Trigona sp. Hewan Pengunjung
Semut
Lalat
19
Lampiran 5 Rata-rata kandungan klorofil A. dolichocarpa tiap lokasi pengamatan Rata-rata kandungan pada pengamatan ke- (Unit SPAD)
A
35.26
32.04
31.54
32.5
33.36
31.02
33.18
35
35.08
35.58
32.44
34.14
33.26
34.4
15 07Mar 34.58
Rataan BCD
32.83
35.30
34.45
33.57
36.21
35.48
36.91
33.60
33.58
32.59
36.77
33.71
36.77
35.50
36.36
E
35.8
34.98
36.44
36.84
36.88
37
38.9
32.6
40.72
37.76
34.66
37.94
39.04
38.84
38.76
Individu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
08-Feb
10-Feb
12-Feb
14-Feb
16-Feb
18-Feb
20-Feb
22-Feb
24-Feb
26-Feb
28-Feb
01-Mar
03-Mar
05-Mar
16 09Mar 33.04
Rata-rata kandungan pada pengamatan ke- (Unit SPAD) Individu
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
11-Mar
13-Mar
15-Mar
17-Mar
19-Mar
21-Mar
23-Mar
25-Mar
27-Mar
29-Mar
31-Mar
02-Apr
04-Apr
06-Apr
08-Apr
32.54
33.32
33.94
33.64
35.4
35.64
34.6
31
31.06
35.9
35.84
32.18
32.9
34.18
34.5
Rataan BCD
36.41
33.78
35.47
32.21
36.22
33.49
36.01
31.97
36.19
36.28
31.62
35.13
32.97
E
35.72
39.04
37.64
37.36
37.24
39.7
33.28
37.3
37.74
35.34
36.52
37.04
35.16
A
Rata-rata kandungan pada pengamatan ke- (Unit SPAD) Individu
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
10-Apr
12-Apr
14-Apr
16-Apr
18-Apr
20-Apr
22-Apr
24-Apr
26-Apr
28-Apr
30-Apr
02-Mei
04-Mei
06-Mei
08-Mei
33.18
32.36
26.56
31.82
33.3
33.1
35.16
35.4
34.88
34.76
32.88
33.72
33.78
32.9
35.34
Rataan BCD
32.44
34.40
32.79
36.36
35.58
37.27
35.57
36.09
36.25
36.31
36.51
31.20
E
37.3
37.62
37.34
36.16
36.42
38.06
38.62
36.18
35
35.02
35.84
33.72
A
Keterangan: - Pengamatan ke 16, 17, 24, 32, 35, dan 42 ada kendala dalam pengukuran di lapang - Individu A berada di lokasi III
- Individu B, C, dan D berada di lokasi II - Individu E berada di lokasi I
20
Lampiran 6 Rata-rata kandungan klorofil A. leucopetala tiap pengamatan Rata-rata kandungan pada pengamatan ke- (Unit SPAD) Individu
Rataan F. G. H. I. J
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
08-Feb
10-Feb
12-Feb
14-Feb
16-Feb
18-Feb
20-Feb
22-Feb
24-Feb
26-Feb
28-Feb
01-Mar
03-Mar
05-Mar
26.12
25.24
26.27
27.18
27.37
27.6
26.83
27.03
27.86
25.27
27.06
25.88
26.20
25.86
Rata-rata kandungan pada pengamatan ke- (Unit SPAD) Individu
Rataan F. G. H. I. J
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
07-Mar
09-Mar
11-Mar
13-Mar
15-Mar
17-Mar
19-Mar
21-Mar
23-Mar
25-Mar
27-Mar
29-Mar
31-Mar
02-Apr
26.33
24.74
26.85
26.43
27.26
27.08
26.92
27.03
26.70
26.55
25.52
27.23
26.66
26.20
Rata-rata kandungan pada pengamatan ke- (Unit SPAD) Individu
Rataan F. G. H. I. J
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
04-Apr
06-Apr
08-Apr
10-Apr
12-Apr
14-Apr
16-Apr
18-Apr
20-Apr
22-Apr
24-Apr
26-Apr
28-Apr
30-Apr
28.73
27.61
27.42
26.36
26.62
26.67
26.34
25.42
26.00
25.48
26.54
25.26
27.62
Rata-rata kandungan pada pengamatan ke- (Unit SPAD) Individu
Rataan F. G. H. I. J
43
44
45
46
02-Mei
04-Mei
06-Mei
08-Mei
27.69
27.92
27.78
29.84
Keterangan: Individu F, G, H, I, dan J berada pada lokasi IV
21
Lampiran 7 Rata-Rata Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan A. dolichocarpa No.
Tanggal
Suhu %RH Kec. Angin (ºC) (m/s) 1 8-Feb 32.60 68.83 0 2 10-Feb 31.57 65.13 0 3 12-Feb 30.97 69.80 0 4 14-Feb 31.93 66.43 0 5 16-Feb 30.66 74.26 0 6 18-Feb 29.14 74.3 0 7 20-Feb 29.14 72.14 0 8 22-Feb 30.24 70.04 0 9 24-Feb 32.78 66.36 0 10 26-Feb 30.9 73.22 0 11 28-Feb 29.92 73.32 0 12 1-Mar 29.84 74.88 0 13 3-Mar 30.38 66.84 0 14 5-Mar 29.54 68.08 0.2 15 7-Mar 30.26 62.16 0.76 16 9-Mar 33.32 63.56 0 17 11-Mar 29.92 67.38 0 18 13-Mar 27.74 78.98 0 19 15-Mar 31.38 65.08 0 20 17-Mar 28.72 66.9 0 21 19-Mar 30.42 65.64 0 22 21-Mar 30.26 68.32 0 23 23-Mar 31.76 60.8 0 24 25-Mar 30.9 65.12 0 25 27-Mar 33.12 58.52 0 26 29-Mar 32.48 61.52 0 27 31-Mar 33.26 58.84 0.02 28 2-Apr 31.98 67.08 0 29 4-Apr 32.1 62.92 0 30 6-Apr 30.9 65.56 0.16 31 8-Apr 30.46 71 0 32 10-Apr 35 52.84 0.12 33 12-Apr 30.42 68.08 0 34 14-Apr 30.88 67.08 0 35 16-Apr 31.28 66.62 0 36 18-Apr 30.08 72.26 0 37 20-Apr 30.52 76.5 0 38 22-Apr 28.14 81.24 0 39 24-Apr 31.88 65.72 0 40 26-Apr 32.26 59.72 0 41 28-Apr 31.2 62.04 0 42 30-Apr 27.7 88.64 0 43 2-May 30.1 69.94 0 44 4-May 29.32 65.32 0 45 6-May 30.22 71.74 0 46 8-May 29.34 69.84 0.06 Keterangan: Waktu pengukuran pukul 10.00-14.00
Intensitas Cahaya (Lux) 4390.80 15580.48 36558.89 2176.03 4968.968 4740.856 7936.576 6279.536 7269.456 4215.768 7745.048 10803.04 6380.68 5862.048 5115.304 10988.11 8506.856 9690.456 6062.184 5950.28 9847.552 11285.09 3598.144 13589.88 4609.584 7607.32 11476.62 8076.456 10768.61 7297.432 11224.83 14795 10807.34 8676.864 6589.424 5489.752 7290.976 6488.28 9260.056 5263.792 4964.664 6849.816 6105.224 7678.336 5313.288 3860.688
Curah hujan (mm) 34 106 26 12.6 53 0 0 10 16 0 24.6 7 3.7 0 3.4 1 0 0 0 0 0 0 5.3 3 7.2 1 0 35.8 0.5 0 7.5 19.7 48 0 2 2.4 31.3 0 0 0 28.2 0 18.4 5.3 0
22
Lampiran 8 Rata-Rata Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan A. leucopetala No.
Tanggal
Suhu %RH Kec. Angin (ºC) (m/s) 1 8-Feb 31.4 62.1 0 2 10-Feb 30.2 68.9 0 3 12-Feb 29 73.3 0 4 14-Feb 30.3 72.3 0 5 16-Feb 30.5 70.94 0 6 18-Feb 30.68 69.8 0 7 20-Feb 31.44 63.42 0 8 22-Feb 29.48 75.72 0 9 24-Feb 32.48 71.86 0 10 26-Feb 30.76 70.46 0 11 28-Feb 31.68 70.22 0 12 1-Mar 30 71.88 0 13 3-Mar 32.32 60.84 0 14 5-Mar 32.44 62.34 0.02 15 7-Mar 33.16 54.22 0.18 16 9-Mar 31.74 69.92 0 17 11-Mar 30.66 67.14 0 18 13-Mar 29.72 73.98 0 19 15-Mar 31.52 63.18 0.08 20 17-Mar 29.16 63.84 0 21 19-Mar 32.26 61.02 0 22 21-Mar 31.3 65.98 0 23 23-Mar 32.04 61.2 0.48 24 25-Mar 32.54 60.44 0 25 27-Mar 32.18 66.36 0 26 29-Mar 32.5 64.52 0 27 31-Mar 33.56 62.58 0 28 2-Apr 31.22 70.82 0 29 4-Apr 31.08 65.66 0 30 6-Apr 31.66 64.06 0.18 31 8-Apr 31.56 69.18 0 32 10-Apr 31.74 63.5 0 33 12-Apr 31.2 68.74 0 34 14-Apr 32.08 70.14 0 35 16-Apr 31.86 70.2 0 36 18-Apr 30.78 74.6 0 37 20-Apr 31.08 75.16 0 38 22-Apr 28.92 79.6 0 39 24-Apr 32.06 66.7 0 40 26-Apr 32.2 65.88 0 41 28-Apr 32.82 60.32 0 42 30-Apr 27.58 81.56 0 43 2-May 32.4 66.9 0 44 4-May 30.94 62.66 0 45 6-May 31.74 67.94 0 46 8-May 31.12 69.22 0 Keterangan: Waktu pengukuran pukul 10.00-14.00
Intensitas Cahaya (Lux) 5164.8 32064.8 41533.6 8608 4711.374 5998.485 3284.382 2882.819 4508.655 2321.362 22495.29 6219.495 4815.746 7013.798 4406.435 4460.02 7420.096 5765.854 6851.968 4081.698 7904.942 14117.12 2759.94 4334.343 1980.055 4256.226 7264.722 1327.784 6608.577 3935.362 4595.811 3344.854 4398.473 6299.765 4716.108 4624.648 4916.459 1852.442 5446.282 4324.444 6211.834 1785.945 5116.595 4349.192 5885.935 5234.955
Curah hujan (mm) 34 106 26 12.6 53 0 0 10 16 0 24.6 7 3.7 0 3.4 1 0 0 0 0 0 0 5.3 3 7.2 1 0 35.8 0.5 0 7.5 19.7 48 0 2 2.4 31.3 0 0 0 28.2 0 18.4 5.3 0
23
Lampiran 9 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Parameter Lingkungan Terhadap Persentase Kerontokan Bunga A. dolichocarpa Model Summaryb Model 1
R .582
R Square Adjusted R Square a
.339
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
.28779
1.442
.247
a. Predictors: (Constant), curah_hujan, intensitas_cahaya, kecepatan_angin, suhu, kelembaban b. Dependent Variable: persen_kerontokan ANOVAb Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1 Regression
1.526
5
.305
3.685
.009a
Residual
2.982
36
.083
Total
4.508
41
a. Predictors: (Constant), curah_hujan, intensitas_cahaya, kecepatan_angin, suhu, kelembaban b. Dependent Variable: persen_kerontokan Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
-3.420
2.322
suhu
.073
.052
kelembaban
.021
kecepatan_angin
1.485
Standardized Coefficients t
Sig.
-1.472
.150
.339
1.404
.013
.422
.393
intensitas_cahaya -2.369E-5 curah_hujan
(Constant)
.003
Tolerance
VIF
.169
.316
3.169
1.696
.099
.297
3.364
.551
3.775
.001
.863
1.159
.000
-.192
-1.340
.189
.894
1.119
.004
.133
.920
.364
.884
1.132
a. Dependent Variable: persen_kerontokan
Beta
Collinearity Statistics
24
Lampiran 10 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Parameter Lingkungan Terhadap Persentase Kerontokan Bunga A. leucopetala Model Summaryb Model 1
R .351
a
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
.123
.002
.76990
2.289
a. Predictors: (Constant), curah_hujan, intensitas_cahaya, kecepatan_angin, suhu, Kelembaban b. Dependent Variable: persen_kerontokan ANOVAb Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1 Regression
3.004
5
.601
1.014
.424a
Residual
21.339
36
.593
Total
24.343
41
a. Predictors: (Constant), curah_hujan, intensitas_cahaya, kecepatan_angin, suhu, kelembaban b. Dependent Variable: persen_kerontokan Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B
Std. Error
(Constant)
4.272
6.426
suhu
-.025
.150
kelembaban
-.046
kecepatan_angin
-.644
Standardized Coefficients t
Sig.
.665
.510
-.038
-.167
.033
-.329
1.584
intensitas_cahaya 5.898E-6 curah_hujan
.017
Tolerance
VIF
.869
.457
2.186
-1.382
.175
.430
2.328
-.069
-.406
.687
.841
1.190
.000
.027
.164
.871
.933
1.072
.010
.305
1.811
.079
.859
1.164
a. Dependent Variable: persen_kerontokan
Beta
Collinearity Statistics