Febrina Erwanto
S.I.S
Penerbit ARF Production Nulisbuku.com
S.I.S Oleh: Febrina Erwanto Copyright © 2014 by Febrina Erwanto Penerbit ARF Production arfebrina.wordpress.com
[email protected] Nulisbuku.com Desain Sampul: Febrina Erwanto
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
2
Ucapan Terimakasih: Biggest gratitude to Allah SWT Thank you to my Mom, my little brother, Rian and all of my family members. Without them, I cannot see the light of the world. Thank you to all of my friends that I cannot mention one by one. Without you guys, the world cannot be this fun.
3
4
~1~
Pukul 05.30 pagi, Erin terbangun ketika mendengar jam wekernya berbunyi. Ia meregangkan badannya sebentar dan mencari-cari sisir yang selalu diletakkan di meja samping tempat tidurnya. Kemudian ia berjalan ke kaca, menyisir rambut panjangnya yang berkilau lembut. Setelah terlihat agak rapi, ia tersenyum, mengikat rambutnya menjadi cepol dan bersiap untuk mandi. Di kamar lain, Syilla masih bergelung di bawah selimutnya setelah melempar jam weker yang berderingdering mengganggu tidurnya. Ia baru membuka mata ketika mendengar ketokan pintu dan suara Papa-nya yang membangunkannya. Syilla mengulet sebentar lalu bangkit dan menuju jendela kamarnya. Ia kemudian mengambil kerikil yang sudah disiapkan dan melempar kaca rumah sebelah sambil berteriak, “LEXTER BANGUN!!!!!” Syilla terus melempari kaca kamar Lexter hingga seorang cowok dengan tampang mengantuk menampakkan diri di jendela. Melihat itu Syilla hanya nyengir lebar dan langsung beranjak ke kamar mandi. Ia memang biasa dengan tugas membangunkan sepupu yang juga tetangganya itu tiap pagi. Erin baru selesai mandi ketika ia mendengar Syilla berteriak untuk membangunkan Lexter. Ia segera memakai seragam sekolahnya, menyisir rambutnya hingga rapih, memakai bedak di wajahnya dan lipgloss di bibirnya, lalu menyemperotkan parfum ke tubuhnya. Sebelum ke luar kamar ia mengecek dirinya lagi di depan kacanya yang seukuran tubuh. Rambut panjangnya lurus berkilau, mata 5
belok-nya terlihat segar, pipinya juga bersemu kemerahan, “Hari ini gue juga cantik!” serunya riang dengan senyuman lebar menghiasi bibirnya. Setelah melewati libur 2 minggu yang hanya diisi dengan banyak main dan sedikit belajar untuk ujian akhir, sudah saatnya untuk kembali masuk ke sekolah. Apalagi mengingat bahwa pagi itu adalah awal semester baru namun juga semester terakhir mereka di SMA. Erin menuruni tangga dan menuju ruang makan untuk sarapan. Dilihatnya kedua orang tuanya sudah ada di meja makan, siap menyantap sarapan mereka. Papa tirinya menyeruput kopi sambil membaca koran dan Mama-nya sedang mengoleskan selai cokelat di atas roti. “Pagi, Pa, Ma!” sapanya riang lalu bergabung dengan mereka. “Syilla belum siap, Rin?” tanya Ny. Sherlin. “Enggak tahu, terakhir aku dengar dia lagi teriak-teriak ke tetangga sebelah,” jawab Erin sekenanya sambil mengoleskan selai ke rotinya. Menurutnya urusan dirinya dan Syilla adalah urusan masing-masing, ia tidak mau berurusan dengan Syilla jika memang tidak benar-benar terpaksa. Erin dan Syilla adalah kakak beradik namun bukanlah saudara kandung. Mereka sekarang sama-sama duduk di kelas XII SMA Cahaya Harapan. Ayah Syilla menikah dengan Ibu Erin sekitar 3 tahun yang lalu, karena jumlah anggota keluarga mereka bertambah maka mereka pindah ke rumah yang lebih besar. Kebetulan rumah baru mereka bersebelahan dengan rumah Om-nya Syilla, yang merupakan ayahnya Lexter, yang tadi jendela rumahnya dilempari kerikil oleh Syilla. 6
Berbeda dengan Syilla, Erin mendukung Mamanya untuk menikah lagi dengan Ayahnya Syilla. Ia bahkan langsung menyebutnya Papa begitu mereka menikah. Berbeda dengan Syilla yang sampai saat ini masih belum bisa memanggil Mamanya Erin dengan sebutan ‘Mama’, ia masih memanggilnya Tante, padahal sudah 3 tahun berlalu sejak pernikahan itu. Syilla bukannya tidak mau, tapi dia tidak bisa. Pernah Syilla sudah hampir bisa mengucapkannya, tapi yang keluar bukannya mengucap kata ‘Mama’ tapi ‘madam’. Meskipun begitu Syilla tidak pernah membenci Mama barunya itu dan Mama barunya juga tidak pernah memperlakukannya laiknya anak tiri di sinetron-sinetron. Papanya bernama Pak Anton dan Mamanya bernama Ny. Sherlyn. Masing-masing dari mereka bisa dikatakan punya reputasi di sekolah mereka, SMA Cahaya Harapan. Erin karena cantik dan populer sementara itu Syilla dikenal karena sangat cerdas. Tetapi, berbeda dengan Erin yang disayang para guru karena keramahannya, gaya Syilla yang agak santai dan cuek membuat guru antipati. Ditambah lagi, Syilla adalah bagian dari The Cupus, kelompok yang dianggap ’pembuat onar’ di SMA Cahaya Harapan yang cukup dikenal sebagai SMA elit dengan anak baik-baik. “Jangan-jangan dia ketiduran di kamar mandi, Mas?” tanya Ny. Sherlyn khawatir, memegang pipinya dengan wajah cemas. “Tu anak enggak pernah berubah. Coba Papa cek dulu.” Pak Anton meletakkan koran yang tadi dibacanya lalu bergegas bangkit, tapi sebelum ia ke atas seorang cewek
7
dengan kulit putih bagaikan porselen dan rambut hitam acak-acakkan sudah muncul menuruni tangga. “Tenang, Pa hari ini aku enggak ketiduran, kok!” kata Syilla semangat, ia membalas senyuman ayahnya yang kembali terduduk di kursi. Syilla sudah memakai seragam putih abu-abunya dengan rapih, sayangnya tidak dengan rambutnya. Sekitar pukul 06.30, terdengar suara klakson mobil. Erin bangkit dari duduknya. “Itu pasti Andre!!” sahutnya senang. Syilla sedang memperhatikan Erin yang kegirangan ketika di sudut matanya ia melihat sebuah sosok muncul di ambang pintu masuk dan mengucapkan salam. Sosok itu terlihat tinggi namun tampak proporsional dan kuat. Ia terlihat tampan dengan garis rahangnya yang sempurna, rambut pendeknya yang terlihat segar dan matanya yang kecoklatan. “Pagi, Om, Tante…” sapanya ramah, seperti biasa mulutnya hanya terbuka sedikit. Lalu Andre memandang Syilla. “Pagi, Syilla…” sapanya dengan nada agak canggung. Syilla tersenyum, “Yoo!! Sarapan?” tanyanya sambil menunjuk roti yang dipegangnya. Syilla menunggu jawaban Andre, tapi ternyata Erin yang menjawabnya, dengan sedikit jutek seperti biasanya. “Andre udah sarapan, kok...” ucapnya jutek tanpa melihat ke arah Syilla. Lalu, ia menghampiri cowoknya itu, ”Kita berangkat sekarang, ya Ndre.” Erin langsung menggandeng tangan Andre dengan sedikit menariknya. “Pergi dulu, Om, Tante…” kata Andre, Pak Anton dan Ny. Sherlyn mengangguk sambil tersenyum. “Syill, enggak mau bareng?” tawar Andre. 8
Karena setiap pagi Andre menawarkan untuk bareng, ia tidak kaget lagi. Tapi, Syilla bisa melihat tatapan ketidak sukaan Erin setiap Andre menawarkan ini kepadanya. Entah kenapa Andre terus melakukannya meskipun Erin jelas-jelas menunjukkan sikapnya. Mungkin Andre memang mempunyai sifat ramah yang berada di level tertinggi sehingga ia selalu menunjukkannya meski itu hanya basabasi. Syilla menggeleng, “Enggak, Ndre makasih. Gue nanti bareng sama Lexter.” Andre tersenyum mengerti, kemudian ia dan Erin berlalu pergi. Beberapa menit setelah Erin pergi, seorang cowok tampan, dengan pakaian seragam lengkap yang tidak terlalu rapih, rambutnya-pun berantakan ala rock star, namun wajahnya terlihat segar seperti habis mandi, muncul di rumah Syilla. “Pagi, Om, Tante,” sapanya dan dibalas dengan senyuman oleh Ny. Sherlyn. ”Papa kamu udah berangkat kerja, Lex?” tanya Papa-nya Syilla. ”Kemarin kayaknya Dad lembur, jadi waktu aku berangkat tadi belum bangun, Om,” ucap Lexter sembari duduk di meja makan, mengambil roti dari atas piring Syilla yang duduk di sebelahnya. Ayah Lexter seorang pengacara litigasi yang sedang membangun law firm yang baru didirikannya, jadi terkadang weekend-pun dia harus kerja untuk membantu anggota paralegal-nya melakukan pengumpulan materi. Lexter adalah sepupunya Syilla yang tinggal di sebelah rumah, jadi rumahnya Syilla memang sudah seperti rumahnya sendiri. Ditenggarai sebagai cowok tertampan di 9
SMA Cahaya Harapan, bahkan melebihi Andre, dengan kulit putih bersih dan mata tajam berwarna kecoklatan. Selain itu meski kurus proporsi tubuhnya bisa dibilang sangat sempurna untuk ukuran anak SMA. Hanya saja, Lexter tidak pernah merasa dirinya tampan dan bahkan tidak peduli kalau dia punya groupies. “Lex, Bill di mana?” tanya Syilla dengan mulut yang masih sibuk mengunyah, menyebutkan nama salah satu sahabat mereka yang juga anggota The Cupus. “Tadi gue telepon, sih udah jalan. Rob agak ngaret seperti biasanya,” jawab Lexter santai, menyebut nama sahabat mereka yang ditenggarai pernah bertapa di gua bertahun-tahun itu. Ia mengambil susu coklat Syilla dan meminumnya hingga setengah gelas. Syilla, Lexter, Rob, dan Bill adalah kelompok yang dikenal di SMA Cahaya Harapan dengan nama The Cupus karena mereka terlalu berantakan untuk jadi anggota D’Pops, tapi terlalu keren untuk disebut sebagai Loser. Entah siapa yang memberi mereka nama itu, tapi mungkin nama itu muncul karena mereka adalah kelompok netral di SMA Cahaya Harapan yang selalu pergi kemanamana berempat dan juga selalu pergi ke sekolah dan pulang bareng naik mobil VW kodok bututnya Bill. Tiba-tiba dari luar terdengar suara klakson mobil yang terdengar seperti kodok menelan balon. Disusul dengan teriakan dari Rob, “Woi, Lexter, Syilla! Cepetan! Kita udah telat, neh!” “Dia sendiri yang telat jemput, kok kita yang disalahin!” gumam Syilla sambil beranjak dari tempat duduknya dan menyampirkan tasnya ke satu bahu. “Pergi dulu, ya. 10
Assalamualaikum.” Ia pamit ke orang tuanya dan bersama Lexter bergegas keluar dan naik ke mobil. “Lama amat, sih!” Rob sewot. “Heh, ada juga elo yang telat!” kata Lexter dingin, membanting tubuhnya di jok VW yang sempit “Udah, ini salah loe juga. Duduk yang bener terus pasang seatbelt-nya,” ujar Bill sambil menoyor kepala Rob. Lima belas menit kemudian, dan ratusan jedukan kepala karena VW yang memang suka jalan kedut-kedutan, Bill sudah memarkir mobilnya tepat ketika bel masuk berbunyi. Mereka bergegas turun dari mobil dan memasuki gerbang sekolah. Untunglah sekolah mereka terletak dekat dengan kompleks perumahan mereka, kalau jauh pasti sekarang mereka sudah telat. Di gerbang, seperti biasa ada pemeriksaan seragam dan isi tas oleh Pak Yatno, guru BP yang terkenal strict soal peraturan. “Kamu dan kamu,” Pak Yatno menunjuk ke arah Lexter dan Rob, “Masukkan baju kalian!” bentaknya. Rob dan Lexter buru-buru memasukkan baju seragam mereka dengan asal-asalan sambil menggerutu. Di belakangnya, Syilla dan Bill cekikikan. Setelah pemeriksaan selesai, mereka langsung berlari memasuki kelas masing-masing.
11