i
ii
Jurnal Kajian Perempuan Islam
PEMIMPIN REDAKSI
Fathimiah
Zahra Nurafika
DEWAN REDAKSI
Vol. IV Nomor. 4, 2014 Diterbitkan oleh Badan Khusus FathimiahHPI Gulzar-e Shohada. Enghelab St.
Nurmin Sudding, Hanif Fitriyani Zahara M., Arsyi Fadhilah Tim Media Fathimiah ’13-’14
Muasses- e Amuzeshe Aali Bintul Huda Qom, Iran
EDITOR
Telp : 98-251-7747181
Hanif Fitriyani
Email:
[email protected]
Zahra Nurafika
www.fathimiah.com LAYOUT & DESAIN COVER M Habibie A
Jurnal Fathimiah menerima segala bentuk sumbangan tulisan ( diutamakan tulisan sendiri ) Serta kritik saran yang membangun
1
DAFTAR ISI IFTITAH ....................................................................................................................... 3 TIDAK MENJADI ALIEN DENGAN HIJAB ............................................................ 1 ZAINAB AL-KUBRA; SINGA KARBALA ............................................................. 12 CITA-CITA KARTINI TERNODAI ......................................................................... 29 PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM ............................. 37 KRITIK TERHADAP METODE FEMINIS AMINA WADUD ............................... 58 SAYYIDAH FATIMAH AS PEREMPUAN TELADAN ........................................ 69 DASAR TARBIYAH INSANIYYAH ....................................................................... 92 SEKELUMIT CATATAN TENTANG SYAHIDAH BINTUL HUDA ................. 114
2
IFTITAH Perempuan memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Islam. Sebagai seorang anak ia menjadi pintu kebaikan bagi kedua orang tuanya dan sebagai seorang istri ia menjadi wasilah kesempurnaan setengah dari agama suaminya dan sebagai ibu ia menjadi pintu kebaikan bagi anak – anaknya dengan menjadikan syurga berada di bawah telapak kakinya. Keberadaan perempuan merupakan berkah dan kebaikan yang tiada tara jika ia berjalan sesuai dengan fitrahnya. Namun akan menjadi sumber bencana jika ia berjalan menentang kodrat dan fitrahnya. Perempuan adalah wasilah yang Allah swt ciptakan agar tujuan penciptaan terealisasi. Dari perempuan terlahir generasi dan di tangannya manusia akan tumbuh menjadi orang – orang besar yang mampu membawa perubahan kepada kebaikan atau sebaliknya akan menjadikan mereka orang – orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Oleh karena itu kedudukan dan peran perempuan sangat penting dalam melukis geenerasi masa depan. Jika perempuan – perempuan memiliki kualitas karakter dan kepribadian yang baik maka anak – anak yang di lahirkan akan tumbuh dalam lingkungan kebaikan. Namun jika perempuan – perempuan kita tidak memiliki kepribadian yang mulia maka bisa kita prediksi apa yang akan terjadi pada generasi kita dan bagaimana wajah dunia ini jika dipenuhi oleh generasi yang tidak jelas. Oleh karena itu profil perempuan sebagai teladan dalam karakter, kepribadian, dan cara hidup merupakan kebutuhan bagi setiap muslimah. Untuk itu dalam kesempatan kali ini, jurnal Fathimiah menghadirkan beberapa profil perempuan – perempuan ideal dan konsep tarbiyah yang bisa menjadi teladan bagi muslimah.
3
TIDAK MENJADI ALIEN DENGAN HIJAB Oleh: Dhiya’an Fathiya Alifah1 Kecantikan hijab dan penutup (hijab) kecantikan, ini lah yang telah diupayakan oleh Zahra Rahnavard (lahir. 1945) untuk menjelaskan hijab secara menyeluruh. Uniknya, professor politik ini berhasil menunjukkan makna hijab secara komprehensif pada segala lapisan dan dimensinya dengan padat dan lugas, membuat kita sebagai umat muslim menonggakkan kepala, percaya diri sebagai wanita muslimah berhijab, seraya bersuara dalam lubuk bahwa ya, benar, hijab itu indah sebab dia memiliki makna yang menunjukkan hakikat keberadaan eksistensial diri yang agung dan indah. *** Dengan paparan retoris, pada 16 Dey (5 Januari ’86), Rahnavard menyampaikan pidatonya dengan judul ‘zeebai-e hejab va hejab-e zeebayi’ (Kecantikan Hijab dan Hijab 2 Kecantikan). Istri mantan Perdana Mentri Iran ini membuka tesisnya dengan analogi unik tentang wanita
berhijab. Hijab, ia menyimpan keindahan, dan diumpamakan bagai taman dengan panaroma yang mempesona, penuh warna, buah-buah tumbuh subur, menyegarkan, dan terasa damai melihatnya. Taman hijab ini dapat kita pandangi melalui salah satu dari banyak jendela yang ada.
1
Mahasiswi Maktab Nargis Al-Musthafa Internasional University, Mashad. (
[email protected]). Paper ini diadaptasikan dari pemaparan Zahra Rahnavard dalam seminar bertemakan Studying Hejab. Berlangsung pada 5 Januari 1986 di Farhank Hall, Teheran.Transkripannya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Dr. Sayyid Ali Raza Naqvi pada bulan Juli 1987. 2
1
Tergantung jendela mana yang kita pilih, bisa jadi jendela berbingkaikan kayu Sidra asal surga, dari situ taman bisa kita lihat jelas keindahannya, tak terlupakan, warna-warnanya terpancar ke kedalaman jiwa yang murni. Atau, bisa juga kita malah memilih jendela yang rusak dan kacanya buram nan kabur, jadinya yang kita lihat malah taman yang tidak ada bagusnya sama sekali. Begitulah hijab, misterinya begitu misterius. Lalu apa yang ingin disampaikan oleh Rahnavard sebetulnya? Zahra Rahnavard menggiring kita untuk melihat hijab dari jendela yang paling tepat, memperlihatkan taman ini dengan jujur dan misterinya dibuka dengan lebih jelas. Dia juga menganalisa hijab dari jendela yang buruk yang dia pandang harus dihindari dan tak digunakan, karena justru menjadikan makna hijab salah dipahami bahkan menyesatkan. Ketika terjun ke dunia sosial, maka kita didorong untuk menyesuaikan diri
2
dengan lingkungan dan kemudian menerima justifikasi-justifikasi dari masyarakat. Bagaimana pun, diri kita harus terjun ke masyarakat sosial karena dalam satu sisi manusia adalah makhluk sosial. Dengan demikian kita berada di tengah masyarakat dan menerima beragam perlakuan, mengenakan jenis pakaian tertentu, beserta segala hal lainnya yang musti kita pakai supaya dapat diterima oleh lingkungan. Termasuk di antaranya tempat tinggal, status, reputasi, kelas, baju, bentuk tubuh, paras, dsb. Semua ruang, waktu, momen, dan kejadian yang melibatkan hidup kita menjadi pakaian yang menutupi personalitas diri kita. Lantas, diri kita ini sebetulnya siapa? Jadi diri kita ini apa? Diri kita masing-masing ditodong untuk mempertanyakan identitas diri sebenarnya secara telanjang tanpa ada pakaian penutup apapun? Eksistensialisme menjelaskan jawabannya. Apa yang menjadi persoalan inti diri masyarakat Barat yang juga merebak dan menjangkit ke
seluruh lapisan dunia saat ini adalah keterasingan diri sendiri, tak mengenal diri masing-masing; alienasi diri. Manusia-manusia saat ini tidak memahami dirinya sendiri, tidak sadarkan diri, kesadarannya mengalami inersia, tidak aktif bekerja. Mereka semua terasingkan oleh dirinya sendiri di tengah kumpulan masyarakat, kehidupan sosialnya. Diri manusia terhadap kehidupan sosialnya seperti tubuh yang membutuhkan pakaianpakaian sebagai atribut sosialnya. Sebagaimana yang telah disinggung dan dipertanyakan, tubuh kita memang perlu dan tak bisa lepas dari pakaian sosialnya seperti status, reputasi, paras, dsb. Namun jangan terlena terlalu memikirkan pakaian yang mau dipakai, tapi kesehatan tubuh kita yang sedang tidak bagus kita hiraukan. Orang-orang yang teralienasi adalah orang yang tubuh ‘jiwa’nya sakit dan sedang borok tapi ditutupi aibnya dengan pakaianpakaian yang bagus, kalau memang bagus. Ini sama saja bohong! Apalah
artinya kekayaan dan kedudukan tinggi bila kesehatan diri kita kritis?! Tidak seperti Barat, masyarakat Timur sudah terbiasa dengan pencarian pengenalan diri secara eksistensial dalam segala aktifitas spiritualnya dan intektualnya. Dalam kemajuan pemikiran filsafatnya, sejak lahirnya pemikiran Ibnu Arabi (1665-1240) hakikat eksistensi telah mulai ditemukan gagasan metafisikanya secara matang; wahdatul wujud. Dengan begini, dari dasar filosofisnya, masyarakat Islam tertuntun pada pengenalan Diri, meskipun secara metafisika dan kurang akrab secara awam. Namun Toshihiko Izutsu (19141993) percaya krisis identitas saat ini, yang sumbernya dari problematika humanisme Barat, adalah persoalan bersama antara Timur maupun Barat. Yaitu bagaimana caranya refleksi metafisika eksistensialisme Timur dapat dielabolarasikan dengan eksistensialisme Barat yang berangkat dari humanisme. Eksistensialisme Barat akan butuh belajar banyak pada
3
rekannya dari Timur untuk menyelesaikan budaya nihilisme. Di Barat, benturan yang terjadi dalam mekanisme kehidupannya memunculkan adanya keresahan dan kegelisahan. Sedangkan pada filsafat Timur, untuk konteks ini, tidak terlihat mampu untuk melestarikan nilai spiritualitasnya agar merasuki problematika yang alami terus terjadi pada kehidupan secara aktual.1 Dengan elabolarasi yang tepat, jadilah solusi terhadap alienasi diri terungkapkan. Sebagaimana yang diinginkan Rahnavard, semua ini adalah tentang bagaimana menjadi insan yang penuh kesadaran diri dalam posisi yang berada ditengah masyarakat sosial. Pada kenyataannya, persoalan ini amat terkait dan melibatkan kondisi perempuan dan peran perempuan di tengah masyarakat. Memang, sejumlah pakaian perlu kita balutkan pada tubuh kita, namun ada juga yang tidak baik 1
Toshihoko Izutsu, Creation and the Timeless Order of Things: Esssays in Islamic Mystical
4
untuk kita kenakan. Hijab jenis yang kedua ini adalah pakaian yang justru menutupi diri kita secara hakiki, bahkan yang menjadi tersangka dimana membuat kita lupa diri, tak sadarkan diri, terasingkan, tidak mau merawat kesehatan jiwa. Hijab-hijab terkutuk ini adalah pakaian yang kudu ditanggalkan karena malah akan merusak keindahan identitas diri kita, kecantikan orisinil kita bisa terhapus. Sementara sejatinya keindahan diri kita adalah manifestasi dari keindahan Ilahi, turunan dari sifat Tuhan Yang Maha Indah. Dengan kata lain, kita boleh jadi memiliki keberhasilan dalam membina dan menjadi bagian dari masyarakat, tapi juga tetap jangan sampai jadi tidak memperhatikan kesuksesan kita dalam aspek eksistensial, jadi diri kita. Balik lagi pada poin utama yang ingin disampaikan pada bagian ini, perempuan-perempauan Islam menyadari urgennya keberadaan Philosophy. White Cloud Press: Oregon. 1993. Hal 186
mereka, betapa mereka menentukan kemaslahatan manusia-manusia baik untuk lahir dan batin, mereka adalah standar keselamatan umat, terutama sekali demi pencapaian substansi ilahi dan surgawi diri setiap insan, menuju pengenalan jati dirinya secara orisinil. Peran perempuan amat menolong manusia secara keseluruhan untuk mencapai kesempurnaan dirinya dan kemurniannya. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang telah menyucikan jiwanya.”1 Pada Islam, perempuan bukanlah dipahami dengan kecantikan dan fungsi seksualnya seperti yang disuarakan Barat, melainkan substansinya secara ilahi. Ruhullah Khomeini pernah berkata: “Dari pangkuan perempuanlah laki-laki dapat mendaki hingga sampai ke kaki langit.” Tidak seperti Barat, wanita-wanita Timur meyakini dan memperhatikan dua aspek diri, yaitu sisi eskternal, lahir, dan juga internal, batin. Lebih jauh lagi, tak hanya 1
dianugerahi akal dan jiwa sebagaimana laki-laki, namun mereka juga memiliki karakter jiwa yang unik. Keunikannya membuat mereka memiliki kelebihan tersendiri dan di antaranya memiliki keidentikan lebih erat dengan Eksistensi Diri Sejati. Perempuan Timur menyimpan nilai yang lebih radikal dan sejarah yang mengakar dibandingkan perempuan lainnya. Posisi spesial yang ditempatkan pada perempuan ini menjadikan laki-laki dipandang musti dibantu dengan peran perempuan yang layak demi pencapaian jati dirinya sendiri dan juga memperindah pakainnya demi kemaslahatan personal-eksistensial maupun sosial dalam kehidupan bermasyarakat. “Perempuan adalah manifestasi kehormatan yang agung dan sempurna bagi setiap insan.”, tulis Rahnavard. Ini artinya perempuan yang mengarahkan moral orang-orang sekitar, sebagaimana kehormatan
QS. Syams (91): 9
5
masyarakat dilihat dari adab dan moralitasnya. Pertanyaan selanjutnya, bagaimanakah supaya karakter perempuan menjadi layak disebut sebagai manifestasi kehormatan dan pangkauan laki-laki menuju langit itu? Rahnavard menegaskan, Islam menyodorkan, tanpa bermaksud idealis, sejumlah fakta yang memperlihatkan bahwa sistem hijab adalah wujud upaya pelestarian karakter perempuan yang terbaik, paling maju, (selalu) mutakhir, aji pamungkas. Justru, sistem hijab perempuan adalah manifestasi kehormatan manusia-manusia secara keseluruhan, dan khususnya sangat berkaitan dan identik dengan Islam, pelindung nilai-nilai utama, simbol, dan ejawantah karakter Islami. Hijab membuktikan keseimbangan lapisan lahir dan batin, menetralisasi penampakan spiritual dengan penampakan diri dalam bermasyarakat. Inilah perwujudan kemerdekaan diri, menuju insan kamil penuh kesadaran diri.
6
Kiranya, ada fenomena yang masih hangat dibincangkan saat ini dan layak direnungkan juga. Masih Alinejad, Seorang jurnalis Iran yang berkediaman di London membuat akun Facebook My Stealthy Freedom. Sejak 3 Mei ia merangkap perannya menjadi pejuang kebebasan berhijab secara online. Dengan alasan kebebasan yang-dipandang--layak diperjuangkan bagi perempuan-perempuan Iran, ia mengajak publik bersama-sama mengkritik kebijakan berhijab yang wajib. Hijab, baginya dan pendukungnya yang sudah mencapai 500 ribu likers, adalah bukan hal yang musti, namun sebuah pilihan. Setiap perempuan berhak menuntukan pilihannya memakai hijab atau tidak. Dapat kita simpan pertanyaan reflektif dari sini, apa sebetulnya makna hijab perempuan itu? Apakah layak kita pilih sebagai bagian dari sistem kehidupan kita? Sistem hijab merupakan solusi untuk menciptakan stabilitas moralitas masyarakat dunia. Penanaman
kesadaran hijab adalah upaya pengendalian ego manusia-manusia supaya tidak terjerumus pada jurang krisis identitas; yang seharusnya mendapatkan diri kembali pada jati diri kemanusiaannya, malah jatuh ke level hewani yang penuh hasrat pemenuhan nafsu dan materialisme. Fitrahnya manusia adalah menjadi manusia berakal dengan kesadaran moralitas yang luhur. Dengan demikian, hijab perempuan adalah hijab tercantik yang memperindah diri mereka dan para laki-laki, juga seluruh manusia secara umum. Kecantikan hijab adalah kemampuannya memelihara dan memperisai kecantikan jati diri manusia yang dihijabi sebagai pertanda kehormatannya yang tak ternilai dan layak dijaga. “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.”1 Hijab menjaga 1
eksistensialisme manusia luar dan dalam, mengajak kita melihat taman diri dari cakrawala jendela yang terbaik. Akan tetapi, sangat disayangkan, masih banyak orang yang melihat keindahan hijab dari jendela yang rusak. Dari jendela ekonomi-liberalis, mungkin kita akan merasa budaya hijab adalah upaya yang menurunkan komoditas. Pasalnya, penggunaan perempuan untuk memperbesar keuntungan, produksi, dan menambah nilai jual, serta bahan-bahan dan alat kecantikan akan laku begitu banyak. Selain itu, dari jendela materialis lainnya, mungkin juga di antara kita ada yang melihat sinis pemberlakuan hijab karena merusak kecantikan perempuan, menghilangkan keindahan perempuan. Rahnavard dengan lantang menuliskan, “Betapa anehnya mereka memaknai kecantikan!” Ya, sebetulnya jendela besar yang kita bicarakan ini adalah jendela materialisme yang
QS. al Ahzab (33): 59
7
memperlihatkan wujudnya dengan pemikiran liberalis dan sosialis. Untuk menilai cara pandang mereka tentang kecantikan hijab adalah dengan menimbang pola pandangan mereka tentang kecantikan wanita. Sejak awal inspirasi mereka dari peradaban Yunani yang nilai-nilainya masih dipertahankan hingga saat ini. Betapa mereka berkiblat bahwa kecantikan berkaitan dengan Venus, dewa cinta dan kecantikan, dan juga Helen si manusia setengah dewa. Lihat saja, Venus dan Helen adalah pahlawan kerusakan, gairah yang berlebihan, dan juga kelicikan. Inilah bentuk pemikiran dari peradaban yang diikuti oleh Barat. Pada akhirnya, dengan apologi ‘karena wanita itu sumber keindahan’ mereka melakukan amoralitas, mengeksploitasi kecantikan mereka. Lihatlah, betapa mereka acuh pada sosok ibu yang menjadi inspirasi lahirnya epik tentang pengorbanan. Universalitas moral dan nilai kebaikan mereka indahkan.
8
Kecantikan fisik sendiri adalah penilaian yang tidak pernah objektif, bergantung pada justifikasi publik. Sementara itu, pandangan publik dikendalikan oleh kalangan elit tertentu sehingga terarahkan untuk kembali pada mereka lagi demi keuntungan sendiri. Kalau begitu, bagaimana mereka bisa melihat keindahan hijab dan adanya keindahan eksistensial di baliknya, sementara kacamata mereka yang digunakan untuk menilai kecantikan berdasarkan standar fisik? Perempuan adalah alat bagi Barat; alat pemenuhan kebahagiaan, untuk mencapai kekuatan politik. Tak peduli diri mereka sendiri sebetulnya sakit. Dan bodohnya juga, para perempuan membiarkan nasibnya hancur secara batin dan lahir semata untuk dieksploitasi keberadaannya dirinya. Inilah yang disebut krisis eksistensial. Barat melakukannya. Jendela materialisme memang selalu gagal mengungkapkan jati diri manusia, padahal mereka terus membuat inovasi baru, berambisi mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dalam satu sisi Barat tampak menonjol sebagai neraca kekinian dan yang-modern, tapi aslinya dari dalam mereka mengidap kanker, kekeringan nilai spiritual dan teralienasi oleh dirinya sendiri. Hijab. Penguasa-penguasa dari kalangan liberalis bermaksud melepaskan perempuan dari pemakaian hijab yaitu supaya orang-orang ikut lupa pada diri dan eksitensi sejatinya. Islam dengan komitmen hijabnya adalah penghambat terbesar bagi rencana kolonialis mereka. kalau kesadaran berhijab bertahan maka mereka akan sadar tentang dirinya. Mereka tahu hal ini, tapi membangkang, mereka takut semua sadarkan diri karena pemberlakuan hijab. Begitupun kelompok sosialis urung dan hirau terhadap urgensi perempuan mengenakan hijab, padahal alangkah vitalnya perempuan demi kesejahteraan masyarakat sosial secara merata dalam segala lapisannya.
Dari semua ini, sejumlah garis besar dapat kita petik dan disusun menjadi sketsa pola-pola pandang hijab seperti jendela-jendela yang beragam, dan hijab adalah pusatnya yang menyimpan keindahan sejati diri manusia-manusia. Pertama, hal mendasar yang perlu diketahui adalah jati diri manusia adalah Diri yang sejati, bersifat immateri. Fitrahnya manusia cenderung untuk kembali pada Dirinya yang menyimpan keagungan sifat-sifat ilahi, menyerupakan Dirinya sedekat mungkin dengan nama-nama ilahi, dan di antaranya adalah Tuhan Yang Maha Indah. Kedua, diri manusia bagaimanapun tetap perlu dibaluti oleh pakaian yang baik dan cantik. Pakaian yang dikenakan untuk terjun pada ranah sosial itu tidak lah menutupi kesejatian diri yang terpancar pada dirinya, namun selalu dapat memberikan keselamatan bagi kesehatan diri dan justru memperisai keindahan diri sejati yang terhormat dan terjaga. Dari sini, dapat diketahui bahwa peran vital perempuan adalah poin penting
9
yang ketiga. Keseimbangan kehidupan manusia secara lahir dan batin ditentukan oleh peran serta perempuan di masyarakat. Setidaknya ada dua jendela kecil yang bisa digunakan, yaitu jendela moralitas dan jendela akal. Jendela moralitas memperlihatkan bahwa perempuan dapat mengendalikan moralitas masyarakat supaya terjaga dari mara bahaya virusvirus ego, sensualitas, dan semangat materialisme. Penyakit ini dapat menggerogoti jiwa manusia berubah menjadi makhluk bermentalkan hewan yang selalu haus pemuasan nafsu dan hasrat material, jatuh dari keluhuran level eksistensi manusiawinya. Adapun jendela akal adalah sisi yang menjadikan manusia bertahan dan terus melejit pada penyempurnaan dirinya, begerak menjadi manusia malaikat. Sejatinya, begitulah manusia, manusia yang kamil seutuhnya. Insan-insan ini, berkat perempuan, berhasil menaklukkan ego di bawah kendali akal sucinya.
10
Selanjutnya, yang ketiga adalah sistem hijab perempuan merupakan jalan terbaik yang ditawarkan Islam untuk menjaga stabilitas kehidupan manusiamanusia bermasyarakat. Hijab perempuan adalah solusi kerusakan moralitas manusia secara keseluruhan, menghindarkan kejatuhan manusia pada level hewani. Ia juga menjadi perisai yang menjaga kehormatan dan keluhuran identitas perempuan yang unik secara khusus, juga identitas setiap manusia secara umum. Hijab menolong setiap orang, baik perempuan sendiri maupun laki-laki, untuk melijit pada level sejatinya, manusia yang berintelek. Namun, penting juga untuk diketahui ada jendela besar lainnya yang harus dihindari, karena merusak penglihatan keindahan hijab dan kecantikan diri yang tersimpan di dalamnya. Yaitu jendela materialisme yang membentuk dua pola pandang liberalisme dan sosialisme. Jendela ini buram dan kotor, menodai keaslian diri yang direduksi dengan memberikan
penilaian secara fisik dan materialis, tidak objektif dan relatif. Kita harus waspada pada misi-misi materilisme pihak-pihak dominan tertentu. Bagaimanapun, liberalisme adalah sistem yang memusatkan kehidupan masyarakat sosial pada satu arah yaitu petinggi-petinggi pemilik modal, sementara kalangan bawah dengan segala tipu dayanya dikendalikan dan dimanipulasi identitas dirinya. Bagi mereka, bagaimana caranya supupa pihaknya selalu menang dan mengalahkan. Jawabannya dengan menjadikan publik ada dalam kontrol pola pandanganya, terhipnotis agar mengikuti kendalinya, hingga lupa pada indentitas jadi dirinya, dan teralienasi.
amal perbuatan yang menjaga kesejatian diri kita, tidak mengalami keterasingan. Kita punya hukum syariat yang memperlihatkan keindahan dan keagungan diri yang tersimpan, khususnya pada diri perempuan yang begitu vital. Kita memiliki sistem hijab. Maka, dalam segala dilematika dan benturan yang terjadi dalam ranah sosial, jangan sampai kita terpengaruh untuk melepaskan nilai-nilai ini. Maka, jangan sampai terlena untuk memakai jendela materialisme.[]
Dengan demikian, kita sebagai umat Islam telah ditanamkan tentang nilainilai kesejatian dan kehakikian. Kita juga sudah dituntun untuk melestarikan
11
ZAINAB AL-KUBRA; SINGA KARBALA Oleh: Euis Daryati1 Sayyidah Zainab al-Kubro tumbuh dan berkembang di rumah tempat para malaikat berlalu lalang. Di rumah tempat nama-nama suci Allah selalu dikumandangkan, yang para penghuninya merupakan pengejawantahan segala kesempurnaan; kezuhudan, keberanian, kedermawanan, ahklak mulia, penghambaan, keadilan dan segala sifat
sempurna lainnya. Kakeknya Rasulullah saw. yang merupakan manusia tersempurna di alam semesta dan penghulu para nabi cukup memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan kepribadian beliau. Nabi Muhammad saw. senantiasa memperhatikan para putra dan putri Sayyidah Fathimah Zahro as dengan sepenuhnya serta mengasihi mereka.
Dialah Zainab putri Nabi al-Amin Dialah simbol ketegaran dan keberanian Dialah putri Fathimah dan Ali al-Haidar washi Nabi Dialah saudari al-Hasan dan al-Husein cucu Nabi Kehadiran seorang figur dan teladan dalam kehidupan manusia adalah suatu hal yang aksiomatis karena merupakan kebutuhan fitri manusia. Hal ini dapat kita saksikan dalam kehidupan manusia 1
dari berbagai tingkat umur mulai masa kanak-kanak sampai manula sekalipun. Manusia akan senantiasa mencari figur yang akan diteladaninya dan menjadikan segala prilaku teladan
DR. Aisyah Binti Syathii, Bathalatu Karbala, edisi Persia, hal: 29-30.
12
sebagai cermin dalam kehidupannya. Pada usia muda, manusia mengalami masa transisi dan pencarian jati diri dan ia sangat membutuhkan kehadiran seorang figur di fase ini dibanding fase kehidupannya yang lain. Oleh karena itu, salah satu cara yang ditempuh oleh musuh Islam dalam rangka merusak kepribadian generasi muda dan menjauhkan mereka dari agama Islam adalah dengan memperkenalkan idola dan figur yang tidak islami kepada mereka. Sebagai contoh, kita bisa melihat kondisi sedang terjadi saat ini di bumi pertiwi kita. Generasi muda muslim mempunyai pengetahuan yang sangat minim tentang tokoh-tokoh Islam. Coba anda tanyakan kepada mereka berapa banyak tokoh dan figur muslim yang mereka kenal? Dan coba tanyakan kepada mereka tentang tokohtokoh non muslim khususnya bintang film, maka mereka akan dengan tangkas menyebut tokoh-tokoh seperti, Madonna, Demi Moore, dan lain sebagainya. Ini sebagai salah satu bukti kemenangan musuh dalam perusakan budaya dengan menjauhkan para
generasi muda muslim mereka.
dari
tokoh-tokoh
Salah satu figur agung yang tak banyak dikenal ialah Sayyidah Zainab alKubro. Beliau merupakan salah satu cucu Nabi Muhammad saw. Berapa banyak generasi muda yang mengenal kepribadian dan kehidupan beliau? Oleh karena itu, penulis menilai bahwa adalah suatu hal yang penting memperkenalkan Sayyidah Zainab alKubro kepada khalayak khususnya generasi muda. Kendati kita tidak dapat mengenal beliau secara utuh sebagaimana adanya karena perbedaan kedudukan beliau dengan kita, namun tak ada salahnya kita mencoba untuk mengenal kepribadian dan keutamaannya. Sebagaimana kaidah mengatakan: “Ma la yudraku kulluh la yutraku julluh.” “Tidak dapat dikenal semuanya bukan berarti harus ditinggalkan semuanya”. Kelahiran dan Nama Sayyidah Zainab as adalah putri dan anak ketiga dari pasangan manusia suci
13
lagi agung Imam Ali as dan Sayyidah Fathimah Zahro as. Ibunya Sayyidah Fathimah Zahro as adalah putri tercinta Rasulullah saw. dan wanita yang sangat mirip dengan Rasulullah saw. dalam hal kesempurnaan, keutamaan dan akhlak. Sayyidah Fathimah Zahro as memiliki segala kesempurnaan dan keutamaan yang tidak dimiliki oleh ketiga saudari lainnya Zainab, Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Ayahnya Imam Ali as adalah washi Rasulullah saww, orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullah saw. dan pahlawan dalam berbagai peperangan melawan orangorang kafir. Kakeknya Nabi Muhammad saw. adalah manusia tersuci dan tersempurna di seluruh alam semesta. Sedang neneknya adalah Sayyidah Khadijah, perempuan pertama yang beriman kepada Nabi Muhammad saw. Dalam pangkuan para manusia suci inilah Sayyidah Zainab as dididik dan dibesarkan. Beliau besar di bawah naungan pancaran wahyu Ilahi.1 1
DR. Aisyah Binti Syathii, Bathalatu Karbala, edisi Persia, hal: 29-30.
14
Berdasarkan pendapat termasyhur terdapat pendapat lain tentang hal ini beliau lahir pada tanggal lima 5 Jumadil Awal tahun 6 Hijrah Qomari di Madinah. Dalam sejarah disebutkan bahwa ketika berita kelahiran Sayyidah Zainab as sampai kepada Nabi Muhammad saww, beliau langsung menuju rumah Sayyidah Fathimah Zahro as. Sesampainya di rumah beliau berkata: “Wahai putriku, bawalah kemari cucuku”. Ketika bayi mungil tersebut berada di pangkuannya, beliau memeluk dan meletakkan pipi mulianya di pipi bayi tersebut. Kemudian beliau menangis dengan sangat keras hingga air matanya bercucuran. Menyaksikan hal itu kemudian Sayyidah Fathimah Zahro as bertanya: “Wahai ayahku, semoga Allah swt tidak membuat matamu menangis, kenapa engkau menangis?” “Wahai putriku, wahai Fathimah, ketahuilah. Bayi ini akan ditimpa berbagai musibah dan menghadapi berbagai cobaan. Wahai putriku,
wahai belahan jiwaku dan cahaya mataku, ketahuilah. Barang siapa yang menangis untuknya karena segala musibah yang menimpanya maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang menangis untuk kedua saudaranya,” jawab Rasulullah saw. Setelah itu kemudian Nabi Muhammad saw. memberi nama bayi tersebut Zainab.1 Dalam kitab Nasikh at-Tawarikh terdapat versi yang cukup berbeda tentang kisah penamaan Sayyidah Zainab as. Disebutkan bahwa setelah kelahiran Sayyidah Zainab as Imam Ali as tidak langsung memberikan nama kepadanya. Ini membuat Sayyidah Fathimah Zahro as menanyakan sebabnya kepada Imam Ali. Imam Ali as menjawab: “Kita tnggu saja sampai Rasulullah saw. sendiri yang memberikan nama kepadanya”. Setelah mendengar hal itu, Sayyidah Fathimah Zahro as menggendong bayinya dan menuju rumah Rasulullah saw. untuk 1
Sayyid Nuruddin Jazairi, Khashaishu Zainab, edisi Persia hal: 52-53.
mengemukakan perkara tersebut. Pada saat itu turunlah Malaikat Jibril as dan berkata kepada Rasulullah saww: “Wahai utusan Allah, Allah swt telah mengirim salam untukmu dan Dia berfirman: “Namakan ia Zainab”. Namun setelah itu Malaikat Jibril as menangis. Menyaksikan hal itu, Rasulullah saw. menanyakan sebab tangisan Jibril. Malaikat Jibril as menjawab: “Sejak awal sampai akhir, kehidupan bayi ini akan dipenuhi berbagai musibah dan cobaan”.2 Berkaitan dengan akar kata nama Sayyidah Zainab as terdapat beberapa pendapat. Sebagian mengatakan nama beliau hanya terdiri dari satu suku kata yang berarti nama salah satu pohon yang cantik dan harum baunya, sebagaimana yang disebutkan dalam kamus Lisanul Arab karya Ibnu Manzur. Kelompok lain berpendapat nama beliau terdiri dari dua suku kata yaitu Zain dan Abun yang berarti ‘perhiasan ayah’. Sebagaimana ibunya, 2
Muhammad Kazim Qazwini, Zainab al-Kubro minal Mahdi ilal Lahdi, edisi Persia, hal: 31.
15
Sayyidah Fathimah Zahro, memiliki gelar Ummu Abiiha (ibu ayahnya) yang mengisyaratkan hubungan yang amat dekat antara seorang anak perempuan dengan ayahnya, Sayyidah Zainab as juga memiliki gelar Zain Abiiha (hiasan ayahnya). Untuk mempersingkat nama atau karena telah sering digunakan maka alifnya dihapus dan menjadi ‘Zainab’.1 Yang pasti, baik nama Sayyidah Zainab hanya terdiri dari satu suku kata ataupun dua suku kata, kedua-duanya mengisyaratkan arti dan makna yang sangat tinggi dan indah. Masa Kanak-Kanak Sayyidah Zainab al-Kubro tumbuh dan berkembang di rumah tempat para malaikat berlalu lalang. Di rumah tempat nama-nama suci Allah selalu dikumandangkan, yang para penghuninya merupakan pengejawantahan segala kesempurnaan; kezuhudan, keberanian, kedermawanan, ahklak mulia, 1
Sayyid Nuruddin Jazairi, Khashaishu Zainab, edisi Persia, hal: 56.
16
penghambaan, keadilan dan segala sifat sempurna lainnya. Kakeknya Rasulullah saw. yang merupakan manusia tersempurna di alam semesta dan penghulu para nabi cukup memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan kepribadian beliau. Nabi Muhammad saw. senantiasa memperhatikan para putra dan putri Sayyidah Fathimah Zahro as dengan sepenuhnya serta mengasihi mereka. Tidak ada seorang kakek pun yang memberikan perhatian dan kasih sayang kepada cucunya lebih dari yang dilakukan Rasulullah saw. terhadap cucu-cucunya. Ketika beliau melihat para putra dan putri Sayyidah Fathimah Zahro as., beliau selalu mencium, memeluk, menempelkan pipinya yang suci ke pipi cucu-cucunya bahkan beliau bermain kuda-kudaan dengan mereka. Tentu saja perbuatan Rasulullah tersebut tidak hanya berdasarkan hubungan alamiah antara seorang kakek dan cucu saja.
Perbuatan beliau sebagai seorang nabi tidak dilakukan berdasarkan hawa nafsu sebagaimana dapat kita simak dari firman Allah saw. berikut ini: “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Nabi Muhammad saww) menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah berdasarkan wahyu yang diwahyukan 1 (kepadanya)”. Selain itu, segala prilaku beliau merupakan contoh dan teladan bagi umatnya dalam memperlakukan anak-anak. Hanya sebentar Sayyidah Zainab alKubro dapat merasakan kasih sayang kakeknya. Rasulullah saw. wafat di saat beliau berusia lima tahun. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Sayyidah Zainab al-Kubro masih kanak-kanak, beliau bermimpi buruk. Lantas beliau menceritakan mimpi tersebut kepada kakeknya seraya berkata: “Wahai kakekku, semalam aku bermimpi buruk. Aku melihat angin topan sangat kencang dan langit menjadi gelap. Angin kencang telah 1
membawaku ke sana dan ke mari. Tibatiba aku melihat sebuah pohon besar, lalu aku memegang pohon itu. Namun angin kencang telah membuat pohon besar tersebut tumbang dan jatuh ke atas tanah. Kemudian aku memegang salah satu dahannya yang besar, namun angin kencang juga membuatnya patah. Setelah itu akupun memegang dahan lainnya, namun sama seperti sebelumnya, angin kencang mematahkan dahan tersebut. Lalu aku memegang dahan ketiga dan keempat, sampai akhirnya aku terbangun”. Rasulullah saw. menangis setelah mendengarkan cerita beliau dan berkata: “Ketahuilah wahai cucuku, pohon besar itu adalah kakekmu. Sedangkan kedua dahan pohon besar tersebut ialah ayah dan ibumu. Sementara kedua dahan lainnya adalah kedua saudaramu Hasan dan Husain. Dengan ketiadaan mereka, dunia akan menjadi gelap gulita dan engkau akan memakai pakaian hitam sebagai lambang duka cita atas musibah yang
QS an-Najm: 3-4.
17
menimpa mereka”.1 Dari riwayat ini kita dapat memahami bahwa jauh hari, Sayyidah Zainab al-Kubro telah dipersiapkan secara mental dan spritual untuk menghadapi berbagai peristiwa pedih sehingga beliau dapat melaksanakan tugas yang dipikulnya dengan baik. Dan salah satu peristiwa pedih itu adalah peristiwa Asyuro.
akhirnya menyebabkan ibu tercintanya sakit.2 Musibah demi musibah telah menimpa putri mungil tersebut. Ibunnya syahid padahal kesedihan karena ketiadaan kakeknya belum seluruhnya sirna. Bersama para saudaranya, beliau juga ikut menemani sang ayah menguburkan jenazah ibunya di kesunyian malam.
Setelah kakeknya wafat, beliau menyaksikan berbagai penindasan yang menimpa ayah dan ibunya. Beliau menyaksikan bagaimana hak kekhalifahan ayahnya dirampas. Beliau menyaksikan bagaimana ibunya mendatangi satu persatu rumah para Muhajirin dan Anshar untuk mengingatkan baiat mereka kepada Imam Ali as di Ghadir Khum. Beliau menemani ibunya ketika menyampaikan khutbah di masjid. Beliau juga menyaksikan pembakaran dan pendobrakan rumahnya yang
Pernikahan dan Keluarga Sayyidah Zainab as.
1
dapat dilihat dalam berbagai sumber sejarah, baik di kalangan Suni maupun Syi’ah.
Muhammad Kazim Qazwini, Zainab al-Kubro minal Mahdi ilal Lahdi, edisi Persia, hal:40-41. 2 Penindasan yang telah menimpa Imam Ali as dan Sayyidah Zahro as pasca wafatnya Rasulullah saw
18
Sejarah tidak menjelaskan secara terperinci masa remaja Sayyidah Zainab as. Namun Thabari menukil ucapan beberapa orang yang melihat beliau: “Seakan-akan aku melihat seorang perempuan bagaikan mentari yang dengan cepat telah keluar dari dalam kemah”. Bahkan sewaktu Sayyidah Zainab as hendak berangkat ke Mesir pasca tragedi Karbala, Abdullah bin Ayub Anshori berkata: “ Sumpah demi Allah swt., aku tidak
pernah melihat wajah sepertinya yang bagaikan rembulan”. Padahal waktu itu beliau sudah berumur sekitar lima puluh tahun dan telah mengalami tragedi Karbala yang sangat menyedihkan. Sedikit banyaknya, peristiwa itu pasti mempengaruhi kondisi jasmani dan psikologis beliau. Tentu di masa remajanya, beliau lebih dari ungkapan-ungkapan yang diucapkan oleh orang-orang yang pernah melihat beliau. Ketika beliau telah mencapai usia pernikahan, banyak sekali orang yang datang menemui Imam Ali as untuk menyuntingnya. Namun Abdullah bin Jakfarlah yang beruntung dan paling cocok dari yang lainnya.1 Abdullah bin Jakfar adalah putra dari Jakfar bin Abdul Muthalib yang syahid dalam perang Mu’tah dan mendapat gelar ‘dzul jinahain’ yang berarti memiliki dua sayap. Gelar ini diberikan kepada beliau karena kedua tangan beliau putus disabet pedang musuh dalam 1
DR. Aisyah Binti Syathii, Bathlatu Karbala, edisi Persia, hal: 53, 58.
peperangan untuk mempertahankan bendera yang ada di tangannya. Mengenai putra-putra Jakfar bin Abdul Muthalib terdapat perbedaan pendapat. Syeikh Thabarsi dalam kitabnya A’lamur-Waraa menyebutkan bahwa putra-putri beliau adalah Ali, Jakfar, Aun Akbar dan Ummu Kultsum. Sementara dalam kitab Tadzkiratul Khawash karya Sibthi ibnu Jauzi disebutkan bahwa putra-putri beliau ialah Ali, Aun al-Akbar, Muhammad, Abbas dan Ummu Kultsum. Muhammad dan Aun juga syahid di Karbala.2 Kesempurnaan dan Keutamaan Sayyidah Zainab as merupakan manusia sempurna. Beliau memiliki berbagai keutamaan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam berbagai riwayat. Pada kesempatan ini kita hanya akan menjelaskan beberapa keutamaan saja melalui beberapa gelar beliau: 2
Muhammad Kazim Qazwini, Zainab al-Kubro minal Mahdi ilal Lahdi, edisi Persia, hal: 85.
19
1. Aqiilah Bani Hasyim Salah satu gelar termasyhur beliau ialah ‘Aqiilah’. Abul Faraj Ishfahani dalam karyanya ‘Muqotil at-Tholibin’, ketika menjelaskan biografi Aun bin Abdullah bin Jakfar berkata: “Ibunya adalah Zainab al-Aqiilah”. Ibnu Abbas meriwayatkan khutbah Fadak Fathimah Zahro darinya seraya berkata; “Aqiilah kami Zainab binti Ali telah meriwayatkan kepada kami...”. Berkaitan dengan kata ‘aqiilah’ terdapat beberapa pendapat. Ibnu Duraid dalam karyanya ‘Jamharotul Loghah’ berkata: “Fulanah Aqiilatul qaum” berarti perempuan itu ialah perempuan paling mulia dari kaumnya. Begitu juga pendapat Ibnu Zakaria dalam ‘Mujmal Lughoh’ dan Jauhari dalam ‘Shuhahul Luhgoh’. Pendapat ini merupakan pandangan beberapa sarjana bahasa. Namun sebenarnya dapat kita katakan bahwa ‘Aqiilah’ adalah shighoh mubalaghah (bentuk kata dalam tata bahasa arab yang 1
Ibid, hal:33-34.
20
menunjukkan amat atau sangat) dan memiliki akar kata ‘aqal’, yang artinya sangat berakal atau dengan kata lain kapasitas dan kesempurnaan akalnya amat besar.1 Gelar terhormat yang dimiliki pribadi agung seperti sayyidah Zainab as ini dapat lebih kita pahami jika kita menyimak dan menelaah secara seksama isi khutbah Fadak Sayyidah Fathimah Zahro as. Bagaimana tidak, khutbah beliau yang amat panjang, sangat fasih dan sarat dengan pembahasan yang sangat tinggi telah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Sayyidah Zainab as. Khutbah Fadak berisi pembahasan tentang kenabian dan risalah Nabi saww, falsafah dan hikmah hukum-hukum Islam, penuntutan hak-haknya yang telah dirampas, penghakiman atas Abu Qohafah (Abu Bakar) dan kondisi umat setelah wafatnya Nabi saw. dan lain sebagainya.2 Padahal, ketika Sayyidah Fathimah Zahro as menyampaikan 2
Muhammad Kazim Qazwini, Zainab al-Kubro minal Mahdi ilal Lahdi, edisi Persia, hal: 85.
khutbahnya, Sayyidah Zainab as kala itu baru berusia lima tahun. Terdapat kisah tentang Sayyidah Zainab as dalam berbagai sumber yang mengisyaratkan tentang kesempurnaan akal beliau. Dalam sejarah disebutkan bahwa pada suatu hari Sayyidah Zainab as yang masih kecil bertanya kepada ayahnya, “Ayahku sayang, apakah engkau mencintaiku?” Kemudian Imam Ali as menjawab: “Bagaimana mungkin aku tidak mencintaimu, kau adalah buah hatiku”. Lantas beliau berkata lagi: “Ayahku sayang, kecintaan hanyalah untuk Allah swt sementara kasih sayang untuk kita”. Dalam riwayat lain pula dijelaskan bahwa suatu hari Imam Ali as mendudukkan putrinya Zainab alKubro dipangkuannya lalu beliau mengelus-ngelus kepalanya seraya berkata: “Putriku sayang, katakan satu.” “Satu,” timpal beliau. Kemudian Imam Ali as melanjutkan ucapannya: “Putriku sayang, katakan
dua”. Namun Sayyidah Zainab as diam tidak menjawabnya. Lalu Imam Ali as mengulangi ucapannya seraya berkata: “Berkatalah wahai cahaya mataku”. Sayyidah Zainab as menjawab: “Ayahku sayang, aku tidak dapat mengatakan dua dengan lidahku yang dengannya aku katakan satu.” Mendengar hal itu lantas Imam Ali as memeluknya dan menciumnya dengan penuh rasa haru. Kisah di atas menunjukkan kematangan dan kemampuan daya pikir lebih yang dimiliki oleh Sayyidah Zainab as. Padahal beliau kala itu masih kanakkanak. Dalam usia dini beliau dapat memahami bahwa ketika beliau telah mengatakan Tuhan itu Esa maka beliau tidak dapat mengatakan Tuhan itu dua.1 Dengan kata lain beliau telah memahami kontradiksi antara konsep monoteisme dengan dualisme. Inilah salah satu perwujudan gelar ‘aqiilah (sangat berakal)’ yang disandang
1
Muhammad Kazim Qazwini, Zainab al-Kubro minal Mahdi ilal Lahdi, edisi Persia, hal: 39.
21
Sayyidah Zainab al-Kubro berupa kematangan dan kecerdasan akal tinggi. 2. Berilmu tanpa ada yang Mengajari (Aalimah Ghair Muta’allimah) Keutamaan lain yang dimiliki Sayyidah Zainab as ialah beliau memiliki ilmu tanpa ada yang mengajari. Gelar kehormatan ini dianugrahkan oleh Imam Ali Zainal Abidin as kepada beliau. Jelas penganugrahan gelar tersebut bukan atas dasar nepotisme karena beliau adalah bibinya akan tetapi atas dasar kedudukan tinggi yang memang dimiliki oleh Sayyidah Zainab as. Imam Ali Zainal Abidin as mengetahui keutamaan, kedudukan dan kemuliaan yang dimiliki bibinya. Imam Ali Zainal Abidin as berkata: “Wahai bibiku...dan engkau berilmu tanpa ada yang mengajarimu dan memahami (sesuatu permasalahan, pent.) tanpa ada yang memahamkannya (menerangkannya, pent).”
1
QS az-Zumar: 9.
22
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam beberapa sumber hukum Islam— Al- Qur’an dan hadis), salah satu bentuk kesempurnaan manusia adalah derajat keilmuan yang dimilikinya. Ilmu merupakan salah satu sumber kesempurnaan manusia dan merupakan santapan ruh. Ilmu merupakan salah satu sumber kemulian dan keagungan manusia. Al-Qur’an dengan jelas menerangkan tentang perbedaan kedudukan orang yang berilmu dan tidak berilmu: “Adakah sama kedudukan orang-orang yang mengetahui (berilmu) dan orang-orang yang tidak mengetahui (berilmu)”.1 Ayat ini bukan berarti Allah bertanya kepada manusia apakah sama orang yang mengetahui dan tidak mengetahui. Akan tetapi pertanyaan merupakan sebuah pernyataan yang menjelaskan bahwa kedudukan orang yang berilmu dan tidak berilmu tidaklah sama (istifham taqriri).2 Sebagian riwayat juga menjelaskan tentang kewajiban mencari ilmu, sebagaimana sabda 2
Sayyid Nuruddin Jazairi, Khashaishu Zainab, edisi Persia, hal:78-80.
Rasulullah saww: ”Mencari ilmu adalah kewajiban seorang muslim dan muslimah.” Masih banyak riwayat lain yang menjelaskan tentang keutamaan ilmu.1 Ilmu merupakan salah satu sumber kesempurnaan, kemuliaan, derajat tinggi bagi manusia sehingga Islam selalu memerintahkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu. Dan Sayyidah Zainab al-Kubro memiliki kesempurnaan tersebut tanpa ada yang mengajarinya sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Imam Ali Zainal Abidin as. Beliau berilmu tanpa belajar, apa itu bukan merupakan suatu kedudukan yang sangat agung? Karena tidak semua orang dapat mencapai maqam dan kedudukan tersebut. Beliau merupakan salah satu perwujudan hadis Rasulullah saw. yang berbunyi: “Ilmu adalah cahaya yang disematkan Allah swt pada hati orang-orang yang dikehendaki-Nya”.2 Dalam sejarah disebutkan bahwa ketika Sayyidah 1
Muhammad Rey Syahri, Muntakhab Mizan alHikmah, bab ilmu, hal: 396.
Zainab as bersama keluarganya tinggal di Kufah di masa pemerintahan Imam Ali as., para lelaki penduduk Kufah mendatangi Imam Ali as dan memohon kepada beliau supaya putrinya, Sayyidah Zainab as., mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada istri dan anakanak perempuan mereka. Imam Ali as menerima permohonan tersebut dan Sayyidah Zainab as pun mengajari mereka. Sejarah membuktikan dalam tempo empat tahun atau lebih, banyak para perempuan yang berguru dan belajar kepada beliau. Pada suatu hari Imam Ali as mendengar Sayyidah Zainab as mengajarkan tafsir hurufhuruf muqatta’ah (yang terpotongpotong) dari al-Qur’an. Khususnya tentang huruf permulaan surat Maryam, yaitu huruf “Kaaf, Haa, Yaa, Ain Shaad”. Seusai mengajar, Imam Ali as mendatangi beliau dan berkata kepadanya: “Wahai cahaya mataku, tahukah bahwa huruf-huruf ini (Kaaf, Haa, Yaa, Ain, Shaad) merupakan kunci rahasia peristiwa yang akan 2
Ibid, hal: 404.
23
menimpa engkau dan saudaramu Husain di padang Karbala?” Setelah itu lantas Imam Ali as menjelaskan secara terperinci kepada beliau tentang tragedi Asyuro yang akan 1 menimpanya. Derajat keilmuan beliau pun telah terbukti ketika beliau berdebat dan berdialog dengan Ibnu Ziyad di Kufah. Beliau menjawab dengan tangkas segala pernyataan Ibnu Ziyad. Sampai akhirnya Ibnu Ziyad marah kepadanya, karena setiap ia berkata Sayyidah Zainab as dengan tangkas akan mematahkan segala argumennya. Sampai akhirnya Ibnu Ziyad tidak mampu lagi berdialog dengannya dan berkata; “Sumpah demi Tuhan, perempuan ini penyair dan pandai berbicara seperti ayahnya”. Begitu pula khutbah-khutbah beliau lainnya yang disampaikan di Kufah maupun di Syam. 3. Kekasih Allah (Waliyatullah) 1
Muhammad Kazim Qazwini , Zainab al-Kubro minal Mahdi ilal Lahdi, edisi Persia, hal: 47.
24
Sayyidah Zainab as adalah wanita mulia yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga mulia, Ahlul Bayt Nabi para kekasih Ilahi. Beliau besar dalam lingkungan para urafa’ utama yang menjadi kiblat semua urafa’ yang ada. Maka bukanlah suatu hal yang mengherankan jika beliau pun akhirnya menjadi seorang arifah tangguh yang memiliki makrifat yang begitu tinggi. Sebagaimana yang telah diketahui, tujuan utama irfan adalah menyatu (fana’) dengan Sang Kekasih Sejati, pencipta alam semesta. Itulah puncak irfan yang didamba oleh setiap manusia sempurna kekasih Ilahi. Salah satu bukti tingkatan makrifat agung yang dimiliki oleh Sayyidah Zainab as adalah beliau selalu pasrah terhadap apapun yang dikehendaki oleh Kekasih Sejatinya. Pecinta sejati adalah pribadi yang selalu ‘sehati’ dan ‘serasa’ dengan kekasihnya, meskipun apa yang dikehendaki oleh Sang Kekasih sekilas begitu pahit, namun seorang pecinta
akan rela menerima kepahitan tersebut sebagai bukti cinta kasihnya terhadap Sang Kekasih Sejati. Inilah yang dilakukan Sayyidah Zainab as terhadap Kekasih Sejatinya dalam tragedi Karbala. Kendati beliau harus kehilangan imam yang dicintainya, anggota keluarga, sanak famili dan sahabat-sahabat setianya namun pada tragedi Karbala yang sangat memilukan hati itu, Sayyidah Zainab as berkata: “Ya Allah, hamba bersabar atas segala ketentuan-Mu”. Berbekal makrifat yang begitu tinggi, Sayyidah Zainab as yakin bahwa Sang Kekasih adalah Dzat yang maha benar, bijak, indah dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan lainnya. Segala sesuatu yang dirasa dan dilihat oleh beliau di alam semesta merupakan perwujudan dari sifat-sifat dan nama-nama Sang Kekasih. Semua tidak akan lepas dari Sang Kekasih karena Ia adalah maha pencipta. Keteraturan alam yang kadang diwarnai dengan pahit dan getir kehidupan merupakan konsekuensi 1
alam materi yang telah disifati dengan alam yang penuh gesekan (alam tazahum). Namun semua gesekan tadi meniscayakan keteraturan yang indah dan sesuai dengan hikmah Ilahi, Sang Kekasih Sejati. Oleh karena itu, ketika menyaksikan tragedi Karbala yang menyayat hati itu Sayyidah Zainab as masih sempat berkata: “Tidaklah aku lihat (semua musibah ini ) melainkan sesuatu yang indah”.1 Kesyahidan Imam Husein as dengan cara yang sangat tragis itu adalah kehendak Ilahi yang selalu sesuai dengan hikmah Ilahi dan keteraturan alam semesta. Inilah perwujudan dari iman terhadap takdir Ilahi. Tentu keyakinan ini tidak akan menjerumuskan manusia kepada keyakinan determinisme (Jabriyah), sebagaimana yang telah banyak disinggung dalam kajian teology (kalam) Syiah Imamiyah. Makrifat Ilahi telah mampu menghantarkan beliau pada tingkatan manusia sempurna (insan kamil). Cinta Ilahi telah menggelora di dalam hati
Ibid, hal: 306.
25
Sayyidah Zainab as. Cinta murni yang suci dan tulus itu mampu membakar segala cinta kasih terhadap selain-Nya. Kecintaan itu telah ditukar dengan berbagai kecintaan-kecintaan lainnya. Sayyidah Zainab as rela kehilangan saudara tercintanya (Abul Fadh Abbas), keponakan kesayangannya (Ali Akbar), sanak famili, kerabat dan sahabat lainnya demi keridhoaan Ilahi, Sang Kekasih Sejati. Bukan hanya itu, beliaupun rela mengorbankan imam yang merupakan al-Quran berbicara (al-Quran an-Nathiq) dan sekutu alQuran yang diam (al-Quran asShamith) yang keduanya sangat dicintai dan ditaati beliau sebagai penerus tongkat estafet kepemimpinan Ilahi di muka bumi. Itu semua direlakan oleh Sayyidah Zainab as demi keridhoan Sang Kekasih Ilahi. Oleh karena itu, setelah kesyahidan Imam Husein as beserta pasukannya yang berjumlah sangat sedikit itu dan rombongan tawanan akan diarak ke Kufah, beliau sempat berkata kepada Sang Kekasih
sejatinya dengan ungkapan: “Ya Allah, terimalah persembahan ini dari kami”.1 Ungkapan ini menunjukkan betapa tingginya makrifat Sayyidah Zainab as dan makrifat ini telah menghantarkan beliau kepada cinta Ilahi yang mampu menghilangkan ketergantungan kepada kecintaan manapun. Dengan bekal kecintaan sejati inilah akhirnya beliau sampai pada derajat fana’ (menyatu) dengan Allah. Menyatu dalam ridho dan cintaNya, sehingga akhirnya beliau mendapat gelar kekasih sejati Allah (waliyullah).
1
2
Ali Nadzari Munfarid, Qisheye Karbalo, hal: 410.
26
4. Banyak Beribadah (‘Abiidah) Maqam penghambaan merupakan salah satu kedudukan tertinggi seorang mukmin sejati. Al-Quran sendiri telah menjelaskan bahwa salah satu falsafah penciptaan manusia dan jin adalah agar manusia dan jin mencapai maqam ubudiyah. “Dan tidaklah Aku ciptakan manusia dan jin melainkan untuk menyembah-Ku”.2 Perwujudan QS, adz-Dzariyat: 56.
penghambaan dan penyembahan Allah swt ialah melalui ibadah, baik ibadah dalam makna khusus atau dalam makna umum. Ibadah dalam makna umum adalah melakukan segala perbuatan dengan niat karena Allah swt. Sementara ibadah dalam arti khusus adalah melakukan ritual-ritual agama tertentu baik yang bersifat wajib maupun mustahab. Sejarah telah mencatat ibadah beliau lakukan, baik ibadah wajib maupun nafilah yang tidak pernah beliau tinggalkan meskipun dalam kondisi sulit. Bahkan pada malam Asyuro beliau menghabiskan waktunya dengan shalat malam dan bermunajat kepada kekasih sejatinya, Allah swt.
Namun kadang-kadang di sebagian rumah beliau lakukan dalam keadaan duduk. Ketika aku menanyakan sebabnya beliau menjawab: Aku melaksanakan shalat sambil duduk karena rasa lapar dan lemah yang amat sangat. Sebab selama tiga malam aku telah memberikan bagian makananku kepada anak-anak. Dalam sehari semalam, mereka hanya memakan sepotong roti”.1 Peristiwa ini terjadi ketika Sayyidah Zainab as berada dalam kondisi tertawan dan diarak dari Kufah menuju menuju Syam. Teriknya matahari dan dinginnya malam telah menyiksa beliau dan rombongan tetapi beliau tidak meninggalkan shalat malamnya dalam kondisi sesulit itu.
Ketika menggambarkan maqam ubudiyyah Sayyidah Zainab as., Imam Ali Zainal Abidin as berkata: “Sesungguhnya bibiku Zainab telah mendirikan shalat wajib dan nafilahnya dalam keadaan berdiri.
5. Orator Ulung (kata-katanya sangat indah dan sesuai dengan kondisi audiens) Hal ini dapat kita lihat dalam khutbah beliau baik yang disampaikan di Kufah maupun di hadapan Yazid bin
1
Muhammad Kazim Qazwini, Zainab al-Kubro minal Mahdi ilal Lahdi, edisi Persia, hal: 189, 318319.
27
Muawiyah di Syam. Ketika beliau menyampaikan khutbahnya di hadapan penduduk Kufah, khutbah beliau mengingatkan orang-orang akan ayahnya, Imam Ali as. Mereka melihat seakan-akan Imam Ali as sendiri yang sedang berkhutbah. Kata-katanya yang indah dan isinya yang begitu mengena sehingga para pendengar menangis dan hanyut dalam kesedihan setelah mendengarnya. Begitupula khutbah beliau di hadapan Yazid bin Muawiyah di Syam yang mampu mengubah opini umum tentang Ahlul-Bayt. Para audiens terpesona dengan khutbah-
28
khutbah yang disampaikan Sayyidah Zainab as., baik dari sisi isi khutbah maupun ungkapannya (kalimat seperti ini dalam istilah bahasa Arab disebut fashih dan baligh). Jika orang yang ahli dalam bahasa Arab menelaah khutbahkhutbah Sayyidah Zainab as., ia akan memahami dan menikmati keindahan bahasa beliau. Kelebihan beliau dalam kefasihan dan kebalighan ini diwarisi dari kedua orang tua beliau, Imam Ali as dan Sayyidah Zahro as. Wallahua’lam. [www.al-hadj.com/ind]
CITA-CITA KARTINI TERNODAI Oleh: Siti Asriah1
Meminjam opini dari seseorang bahwa; “Wanita berasal dari kata: wani = orang; toto = hias; yang artinya orang yang dihias, hiasan. Sedangkan perempuan memiliki makna yang jauh lebih menghormatkan. Perempuan dari kata empu = pemilik. Jadi wanita adalah pemilik, yang dihormati”.2 Oleh karena itu alfakir memilih menggunakan istilah perempuan. Pada jaman jahiliyah perempuan tidak mendapat kedudukan yang layak. “…mereka tidak diberi kesempatan dalam pendidikan sehingga kurang kecerdasannya dan hanya dijadikan senang kepada perhiasan saja. Perempuan tidak mampu bersikap tegas...”3 Kebiasaan-kebiasaan jahil pun merajalela seperti mengubur bayibayi perempuan hidup-hidup, dan
semacamnya. Hingga islam telah datang dan mengentaskan mereka dari ketidakberdayaan menuju walaye insani yaitu kemuliaan sebagai manusia merdeka. Lantas mengapa pada perkembangannya hingga era kini masih banyak perempuan terperosok ke dalam kedidakberdayaan dan kenistaan? Berbagai hal telah berpengaruh terhadap hal tersebut; seperti ajaran islam yang telah sampai kepada sebagian masyarakat dunia tidak sepenuhnya murni karena bercampur dengan kultur asli maupun kultur baru masyarakat yang notabene bertolak dengan ajaran islam, dan faktor penjajahan. Sejarah mencatat dua faktor tersebut pernah membuat perempuan indonesia dalam tekanan.
1
Mahasiswi Fakultas Ma’arif Islam, Az-Zahra University, Iran (
[email protected]). http://www.goodreads.com/book/show/4526775-habis-gelap-terbitlah-terang 3 Catatan kaki no.782 , Surat Az-Zuhruf ayat 18, Syaamil Al-Qur’an terjemah perkata, hal. 490. 2
29
Maka muncullah tokoh-tokoh pergerakan perempuan seperti R.A. Kartini, Dewi Sartika dan yang lainnya. Meskipun banyak tokoh pergerakan perempuan di Indonesia, masyarakat lebih akrab dengan R.A. Kartini sebagai icon pahlawan perempuan Indonesia. R.A. Kartini, begitulah masyarakat indonesia menyebut tokoh pemerjuang emansipasi kaumnya ini. Beliau dilahirkan di Mayong, Jepara pada tanggal 21 April 1879 dan diusia relatif muda beliau telah menutup mata, yaitu pada tanggal 13 September 1904. Keberuntungan bagi Kartini karena diantara beribu anak perempuan pribumi, ia terlahir sebagai anak bangsawan dan mendapat hak pendidikan meskipun tidak sampai pada apa yang dicita-citakannya. Penjajahan dan adat telah mengukung perempuan saat itu untuk menikmati hak-haknya sebagai manusia meredeka. Sesuai adat pada saat itu anak perempuan yang menginjak masa
30
remaja akan menjalani pingitan, yaitu pembatasan ruang lingkup gerak dzahiri yang hanya diperbolehkan di dalam rumah saja atau bahkan lebih ekstrimnya di dalam kamar saja. Pada usia 12 tahun, Kartini dipingit dan hanya bisa belajar di dalam rumah saja. Namun, pingitan ternyata tidak bisa memenjarakan pikiran seseorang. Bahkan pingitan telah mendesak rasional seseorang untuk melakukan suatu pemberontakan, salah satunya pemberontakan dalam bentuk pemikiran. Kartini telah melakukan pemberontakan itu dan menyampaikannya dalam bentuk suratmenyurat dengan kawan-kawannya di Belanda. Surat-surat tersebut dalam bahasa Belanda dan setelah Kartini meninggal, J.H. Abendanon mengumpulkan dan menyusunnya menjadi sebuah buku memorial dengan judul Door Duisternis Tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Judul ini diambil karena kata-kata inilah yang seringkali muncul pada setiap suratnya.
Melalui buku tersebut nama Kartini menjadi sangat populer di Eropa dan Tanah Air. Pada tahun 1922 Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa melayu dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”, diterbitkan oleh Balai Pustaka; terjemahan Empat Saudara yang salah satunya adalah Armijn Pane, terkenal sebagai sastrawan pelopor. Sehingga buku ini bisa dinikmati masyarakat sampai sekarang. Buku tersebut disusun kembali oleh Armijn Pane menurut jalur pemikiran Kartini yang mengalami perkembangan dan perubahan sehingga dengan mudah fase-fase pemikiran Kartini terlihat. Kartini adalah seorang yang kritis dalam hal apapun termasuk dalam hal beragama. Ia telah protes dengan keadaan masa itu yang menurutnya masyarakat mempelajari Al-Qur’an tapi tidak mengerti arti dan maknanya. Sikap protesnya ini tertuang dalam suratnya yang dikirim kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899, RA Kartini menulis;
“Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya? AlQur’an terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca. Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya. Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?”
31
Berlanjut pada surat yang ditujukan kepada Ny. Abendanon, 15 Agustus 1902; Kartini menulis; “Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlunya dan apa manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Al-Quran, belajar menghafal perumpamaanperumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya, dan jangan-jangan guru-guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa, kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya”. 1 Kartini ingin beragama bukan karena agama nenek moyang tetapi lebih menekankan bahwa beragama itu harus benar-benar memahami ajaran agama yang dianutnya. Usahanya dalam mencari jati agamanya ini terus 1
http://www.goodreads.com/book/show/4526775 -habis-gelap-terbitlah-terang
32
berlanjut hingga ia bertemu dengan Kyai Haji Mohammad Sholeh bin Umar, dari Semarang. Ia tertarik dengan tafsir surat Al-Fatihah yang disampaikan Beliau. Terjadilah dialog antara Kartini dan Kyai Sholeh. Berikut cuplikan dari dialog antara keduanya; “Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?” Lalu ia mengajukan permohonan agar Kyai Sholeh menterjemah dan menafsirkan Al-Qur,an. Kyai
mengabulkan permohonan Kartini, meskipun ia tahu persis bahwa Para Ulama waktu itu terpaksa melarang penerjemahan dan penafsiran AlQur’an ke dalam bahasa Jawa karena desakan dan ancaman yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda. Belanda melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Qur’an karena takut akan kebangkitan umat islam di Jawa. Bahkan orang-orang Belanda saat itu mengusai bahasa Jawa dan aksara jawa dengan baik. Akhirnya Kyai Sholeh memiliki jalan keluar cukup unik dalam penulisan terjemah dan tafsir Al-Qur’an yang ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa dan huruf arab pegon (gundul) yg tidak dikuasai Belanda. Kyai menghadiahkan buku itu ketika Kartini menikah dengan R.M. Joyodiningrat, seorang Bupati Rembang. Tetapi sangat disayangkan belum selesai penerjemahannya, Kyai meninggal dan hanya diterjemah
sampai surat Ibrahim dengan nama Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran. Perasaan paling bahgia Kartini tersirat dari pernyataanya berikut; “Selama ini Al-Fatihah gelap bagi saya. Saya tak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini ia menjadi terangbenderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kyai telah menerangkannya dalam bahasa Jawa yang saya pahami”.1 Hal ini membuktikan betapa luhurnya cita-cita Kartini sebagai muslimah dalam rangka mencerahkan masyarakatnya untuk benar-benar mendalami agama islam yang memiliki nilai-nilai moral yang agung terhadap hak-hak asasi manusia dan ajaran akhlak luhur nan mulia karena uswahnya adalah Baginda Rasul Saw. Sebelum ia meninggal, banyak dari surat-suratnya mengulang kata-kata "Dari Gelap Kepada Cahaya" yang ia
1
http://www.goodreads.com/book/show/4526775 -habis-gelap-terbitlah-terang
33
ilhami dan terkesan saat mempelajari Al-Qur’an. Kata-kata itu ia temukan di dalam surat Al-Baqarah ayat 257 : ُّ َي َّال ِذيْنَ آ َمنُ ْوا ي ُْخ ِر ُج ُه ْم ِمن ت إِلَى النُّوْ ِر ِ الظلُ َما ُّ اَهللُ َو ِل َّ َ ْ ُ ََو الَّ ِذيْنَ َكف َُر ْوا أ ْو ِليَآؤُ ُه ُم الطاغ ْوتُ يُخ ِر ُج ْونَ ُهم ِمن ُّ النُّ ْو ِر ِإلَى ار ُه ْم ِف ْي َها ِ الظلُ َما ْ َت أُولَئِكَ أ ُ ص َح ِ َّاب الن َخَا ِلد ُْون Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orangorang yang kafir, pelindung-pelindung mereka adalah tagut yang mengeluarkan mereka dari cahaya (iman) kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Cita-cita dan semangat mudanya yang tidak hanya ingin maju dan memperoleh pendidikan sederajat akan tetapi lebih jauh dari itu yaitu memperjuangkan kemerdekaan dalam mendalami agamanya. Kartini telah membuktikan emansipasinya bukan berarti melepaskan kodratnya sebagai perempuan dan ibu. Kartini telah
34
melahirkan gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan luar biasa tentang peran wanita, kemanusiaan, agama, serta pikiran kemajuan lainnya untuk mewujudkan kaum perempuan yang terdidik. Tetapi perkembangannya di era kini, beberapa kelompok atas nama emansipasi dan dalih feminisme telah berbeda arah dan jauh dari apa yang dicita-citakan Kartini untuk kaumnya. Mereka atas nama meneruskan cita-cita Kartini dan menghargai serta menikmati jasa Kartini dengan menanggalkan baju kodrat dan fitrahnya sebagai perempuan. Mereka meninggalkan jauh agamanya dan memuja paham bebas seperti yang diajarkan feminisme barat. Bukankah ini adalah penodaan terhadap cita-cita luhur nan mulia seorang Kartini bangsa ini. Sungguh jika ibu kita Kartini masih ada saat ini, maka beliau tidak akan pernah rela. Penodaan cita-cita Kartini terus dilakukan masyarakat hingga saat ini. Seperti eksploitasi perempuan untuk iklan-iklan segala macam produk dan
jargon-jargon paham feminisme yang bertolak dari agama. Bahkan penodaanpenodaan itu pun dilakukan masyarakat sekolah saat memperingati hari Kartini yang jatuh pada setiap tanggal 21 April setiap tahunnya. Mereka menyelenggarakan peringatan perayaan hari lahir Kartini dengan mengadakan kontes putri luwes yang akhirnya menanamkan segenap impian pada remaja putri untuk jadi model sampul majalah (mulai dari majalah sekolah hingga majalah daerah dan seterusnya); menanamkan impian jadi putri-putrian daerah hingga miss univers, hingga membuat perempuan mampu menanggalkan rasa malunya. Remaja-remaja putri telah dirusak dengan atas nama emansipasi dan feminisme liberal dan menjadi manusia yang tertekan hingga jatuh dalam jurang kenistaan seperti freeseks, lesbi, aborsi, minum minuman keras, candu dan sebagainya. Jargon-jargon, film, lagu dan sebagainya telah memancing birahi anak-anak usia remaja dini. Jauh
dan jauh dari apa yang diperjuangkan Kartini. Ibu Kita Kartini, Putri sejati Putri Indonesia harum namanya Ibu kita Kartini pembela bangsa Pembela kaumnya untuk merdeka Wahai, ibu kita Kartini putri yang mulia Sungguh besar Indonesia
cita-citanya,
bagi
Begitulah, cuplikan syair lagu “Ibu Kita Kartini” yang sering kita dengar waktu upacara bendera dan peringatan Kartini. Tapi kini lagu itu semakin lirih dan jauh dari telinga anak-anak kita. Digantikan dengan lagu-lagu yang memancing birahi anak yang belum genap usia. Di jalan-jalan, di angkot, di pasar, bahkan di rumah-rumah masyarakat kampung yang muter lagu kencang-kencang dari lagu dangdut sampai campur sari yang isinya cinta,
35
putus cinta, bahkan tentang hubungan badan orang dewasa dan aborsi. Semoga kita mampu mengembalikan dan menegakkan kembali cita-cita Ibu kita Kartini yang luhur nan mulia itu.
36
Wallahu a’lam bisshawwab. []
PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Leyla Nur Leyla1 Prolog Sosok ibu adalah sekolah untuk mencetak generasi, dengan kata lain seorang ibulah yang menumbuhkan sifat-sifat baik dalam diri sang anak, sekaligus memberikan bimbingan agar di masa depan sang anak sukses, menjadi tokoh penting di masyarakat. Orang-orang sukses para ilmuan termasyur tentu merasa berhutang budi pada ibunya karena tanpa ibu mereka tidak akan bisa menggapai prestasi yang di sandangnya, Napoleon bonaparte pernah berkata “Apa yang pernah kuperoleh semata-mata berasal dari sisi ibu”. dan di tempat lain ia juga pernah berkata “di balik setiap tokoh besar terdapat seorang perempuan (ibu)”.2 Dan Salah satu tanggungjawab 1 2
perempuan yang paling berat adalah menjadi seorang ibu. Dan tugas atau peran seorang ibu adalah mendidik anak, oleh karena itu betapa pentingnya mendidik anak. Dan hal terpenting dalam mendidik anak adalah anak perempuan karena mereka akan menjadi ibu dimasa mendatang serta penerus cikal bakal generasi manusia. Tuhan dengan sifat-Nya yang maha rahman dan rahim serta nabi-Nya Muhammad saw yang mempunyai sifat penyayang mempunyai implikasi dalam mendidik anak, yaitu dapat disimpulkan bahwa asas terpenting dalam mendidik anak dan pendidikan manusia adalah rasa cinta dan kasih sayang.
Mahasiswi Fakultas Theology Bintul Huda Higher Education Institute – Al Musthafa International University. Buaian Ibu di antara Surga dan Neraka, Ali Qoimi Hal :7
37
Tentunya peranan ibu dalam mendidik anak mempunyai asas-asas kuat dan pondamen sesuai dengan syariat Islam baik untuk laki-laki atau perempuan, seperti konsep pengenalan ketuhanan. Namun dalam makalah ini akan lebih ditekankan pada metodologi bagaimana pola pendekatan dalam mendidik anak khususnya anak perempuan. Karena perempuanlah tiang atau kunci dalam mendidik generasi manusia, yang akan membawa pada peradaban-peradaban baik bersifat materi atau non materi A.
Definisi pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok atau usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan mencakup proses perbuatan dan cara mendidik. Sedangkan dalam bahasa arab dari kata 1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan hal :204,
38
tarbiyyah yakni mengembangkan semua potensi yang ada pada diri manusia.1atau tarbiyyah menurut terminologi segala bentuk kegiatan yang dilakukan guru, orang tua atau siapa saja untuk menyampaikan pengaruh padanya baik berupa pengenalan(ilmu), prilaku sesuai dengan tujuan yang sebelumnya sudah direncanakan.2 Adapun maksud dari pendidikan perempuan secara islami adalah mengembangkan potensi manusia khususnya perempuan sebagai qodratnya menjadi seorang ibu bertujuan untuk mengikuti aturan dan ajaran Islam sehingga mencapai kesempurnaan yang hakiki yaitu mendekatkan diri kepada Allah swt, menjadi seorang mukminah yang bertakwa.
2
Shireh Tarbiyati Fayombar Saw va Ahli Bait, Muhammad Daud dan Syid Ali Husaini Zadeh, hal :10
Berkaitan dengan metodologi dan bagaimana mendidik anak khususnya permpuan, bisa dilihat dari 2 aspek yaitu teori dan praktek. Adapun aspek teorinya bermulai dari beberapa bahasan sangat urgen dalam mendidik anak perempuan diantaranya dilihat dari berbagai segi: 1. Kedudukan Islam
perempuan
dalam
Agama Islam sangat memuliakan dan mengagungkan kedudukan kaum perempuan, dengan menyamakan mereka dengan kaum laki-laki dalam mayoritas hukum-hukum syariat, dalam kewajiban bertauhid kepada Allah, menyempurnakan keimanan, dalam pahala dan siksaan, serta keumuman anjuran dan larangan dalam Islam. Allah Ta’ala berfirman, ت ِم ْن ذَك ٍَر أ َ ْو أ ُ ْنثَى َوه َُو ِ صا ِل َحا َّ {و َم ْن يَ ْع َم ْل ِمنَ ال َ ْ ْ }يرا ً ُمؤْ ِم ٌن فَأُولَئِكَ يَ ْد ُخلُونَ ال َجنَّةَ َوال يُظلَ ُمونَ نَ ِق “Barangsiapa yang mengerjakan amalamal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia orang yang
beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun” (QS anNisaa’:124). Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman, صا ِلحا ً ِم ْن ذَك ٍَر أ َ ْو أ ُ ْنثَى َوه َُو ُمؤْ ِم ٌن َ { َم ْن َع ِم َل َ َ ً َ َ س ِن َما كَانُوا َ ْفَلَنُحْ يِ َينَّهُ َحيَاة ً ط ِيبَة َولنَجْ ِز َينَّ ُه ْم أجْ َر ُه ْم بِأح } َيَ ْع َملُون Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupunperempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS an-Nahl: 97) Pemimpin Revolusi Islam Iran Ayatullah Udhma Sayid Ali Khamenei telah menyampaikan amanatnya pada sekelompok santri dan pengurus Hauzah Ilmiyah Qum. Beliau berkata “ Masyarakat Barat telah sekian lama melecehkan dan merendahkan
39
kedudukan perempuan sebagai manusia, padahal Islam sangat memuliakan perempuan, sementara barat sebaliknya. Mengapa mereka menyamaratakan etika moral laki-laki dan perempuan dan mempopulerkan mode pakaian yang bertentangan dengan pakaian perempuan menurut Islam. Para perempuan Islam yang lebih berorientasi agama, shaleh dan berpendidikan, telah membuktikan bahwa dirinya dapat mencapai kemuliaan dengan cara berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral yang luhur dan bergantung pada ajaranajaran Islam. Islam menjujnjung tinggi hak-hak manusia, dan Republik Islam akan memegang teguh hak-hak ini. Karenanya selama perempuan menekuni ajaran Islam, mereka pasti menggapai kemenangan di masa mendatang’’.1 2.
1
Peran dan tugas perempuan
Koran Keyhan International edisi 2, Des 1995
40
Sesungguhnya kaum wanita memiliki peran yang agung dan penting dalam upaya memperbaiki kondisi masyarakat, hal ini dikarenakan upaya memperbaiki kondisi masyarakat itu ditempuh dari dua sisi: pertama: perbaikan (kondisi) di luar (rumah), yang dilakukan di pasar, mesjid dan tempat-tempat lainnya di luar (rumah). Yang perbaikan ini didominasi oleh kaum laki-laki, karena merekalah orang-orang yang beraktifitas di luar (rumah). kedua: perbaikan di balik dinding (di dalam rumah), yang ini dilakukan di dalam rumah. Kaum perempuan adalah sosok pemimpin dalam rumah, inisesuai dengan sabda Rasulullah saw”perempuan adalah pemimpin dalam rumahnya dan yang bertanggungjawab terhadap semua yang dipinpinnya”.2 Oleh karena itu, tidak salah kalau sekiranya kita mengatakan: bahwa sesungguhnya kebaikan separuh atau bahkan lebih dari jumlah masyarakat disandarkan 2
Nahjul Fashahah Hal :315
kepada kaum wanita. Hal ini dikarenakan dua hal:1. Jumlah kaum wanita sama dengan jumlah laki-laki, bahkan lebih banyak dari laki-laki. Ini berarti umat manusia yang terbanyak adalah kaum wanita, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits-hadits Rasulullah saw. Berdasarkan semua ini, maka kaum wanita memiliki peran yang sangat besar dalam memperbaiki (kondisi) masyarakat. Dan yang ke 2. Awal mula tumbuhnya generasi baru adalah dalam asuhan para wanita, yang ini semua menunjukkan mulianya tugas kaum wanita dalam upaya memperbaiki masyarakat1. 3.
Pentingnya mendidik perempuan
ibu mempunyai tugas berat dalam mendidik anak, dalam hadist lain juga dijelaskan apabila seseorang telah berhasil dalam mendidik seorang anak berarti ia telah membangun masyarakat seluruhnya dengan baik. Oleh karena itu mendidik perempuan alangkah pentingnya. Kemudian riwayat dari Rasulullah saw bersabda :”surga berada di bawah telapak kaki ibu”2. Ini menandakan bahwa perempuan menentukan surga dan akhirat artinya betapa pentingnya mendidik perempuan karena akan jadi seoran ibu kelak di masa depan 4. Pentingnya mengenal perempuan dan laki-laki
Hadist Nabi dinyatakan “Ummu madrasatul ula” menjelaskan bahwa Ibu adalah pendidik yang paling utama dan pertama. Hadist nabi mengisyaratkan betapa pentingnya mendidik perempuan karena seorang
Kekhususan fisik dan psikis perempuan hal ini mencakup: qudrat perempuan (mengandung, melahirkan, menyusui dan menstruasi), gerak gerik perempuan, bentuk badan, suara khas dan otak. sedangkan kekhususan laki-
1
2
Buaian ibu di antara surga dan neraka Dr Ali Qoimi hal :5
Tafsir Nemuneh, Makarim Syirozi,Jilid 2 Hal :232
41
laki mencakup : dari segi fisik gerak gerik yang bebas, bentuk badan suara khas dan otak Dengan mengenal bahasan tersebut dapat diketahui kebutuhan- kebutuhan dalam mendidik anak perempuan, ada beberapa hal yang dibutuhkan yaitu : pertama kebutuhan fisik mencakup : pentingnya memenuhi sandang, pangan, papan, bermain dan bergerak serta kebersihan. Kedua kebutuhan psikis (ruhani), kebutuhan ini sangat pundamental bagi perempuan, kebutuhan ini terbagi dua: pertama kebutuhan kasih sayang diantaranya : mencintai, menyayangi, mengelusnya, memuji, butuh rasa aman, dan berbuat adil. Yang kedua kebutuhan untuk mengembangkan pikiran perempuan hal ini mencakup melatih berpikir kuat, berimajinasi dan berkhayal, perasa dan punya kehendak, mengatur perencanaan dan pandai mengenal diri, dunia dan Tuhan. B. AsasPerempuan
42
Asas
Pendidikan
Asas-asas dalam mendidik perempuan mencakup sebagai berikut : 1. Menerima anak perempuan, karena semua anak adalah amanat ilahi. Sebagai suri tauladan dalam pendidikan perempuan adalah Ibunya Maryam Binti Imran, sehingga Tuhan mengabulkan nazarnya dan menjadi sosok perempuan suci. 2. Memberikan pujian dan memuliakannya sebagaimana Rasulullah bersabda : ”Ketika nama anakmu dipanggil maka muliakanlah dan tempat duduk ia luaskanlah, dan janganlah mentakut-takuti dia”. Kemudian dalam hadist lain Beliau bersabda : ’’Apabila kamu punya anak perempuan maka jangan menghinakannya dan dahulukanlah anak perempuan dari anak laki-laki maka Tuhan akan memasukannya ke dalam surga ’’. 3. Asas mencintai dan kasih sayang, yaitu memberikan kepribadian yang
baik, menjaga dan pengetahuan padanya.1
memberikan
C. Fase-fase atau Priode dalam Pendidikan Perempuan Dalam mendidik anak perempuan terdiri dari beberapa fase, fase ini dilihat dari aspek psikologi anak dan bagaimana metode dalam mendidiknya sehingga dibutuhkan materi –materi khusus, serta asas-asas secara spesifik dalam mendidik anak perempuan. Tentunya dalam fase-fase atau periode pendidikan anak baik laki-laki atau perempuan mempunyai hal-hal yang bersamaan tapi ada juga sesuatu yang khusus perempuan seperti pada masa remaja. Adapun beberapa hal terpenting yang harus diperhatikan sebagai berikut : 1. Usia 3 tahun pertama, otak dan pikiran bayi berkembang pesat namun badan bayi masih lemah, akal belum 1
Islam dan pendidikan perempuan, Dr Ali Koimi hal 62 Jurnal “ Syamime Mehr” edisi 6 1986 hal 24 2 Agar Tak Salah Mendidik, Ibrahim Amini hal :203
sempurna keinginannya terbatas dan masih berpandangan sempit. Ibu seperti suster dan bayi sangat butuh padanya serta sangat ketergantungan pada sang ibu. Konsep pendidikan dalam masa ini sebagai berikut : Mencintai dan menerima sang bayi sebagai anugrah terindah, sehati dan kebersamaan, menjaga kesehatan bayi karena akan membuat ketenangan jiwanya.2 Dan juga mengatur dalam perencanaan hidup seperti mengatur waktu makan, tidur mandi dan bermain; melatih dan menggerakakan rasa ingin tahu; menjaga kebersihan; membentuk kebiasaan yang akhlaqi serta membantu dalam perkembangan bayi.3 2. Usia 3-7 tahun (masa anak-anak), mempunyai sifat khusus diantaranya : sangat perasa dan ingin hidup penuh dengan kebebasan ; Aktualisasi diri; 3
Rawonshenosi Umumi, Fzuhaskadeh tahkikot e Islami Hal :90
43
berpikir lemah atau kurang sempurna; perkembangan kemampuan berbahasa, cara berpikir, dan sosialisasi anak; menonjolkan kemampuannya; dan kemampuan berimajinasi tinggi. Masa ini termasuk masa yang sangat sensitif bagi perkembangan kemampuan bahasa, cara berpikir, dan sosialisasi anak. Di dalamnya terjadilah proses pembentukan jiwa anak yang menjadi dasar keselamatan mental dan moralnya. Pada saat ini, orang tua harus mengarahkan dan memberikan perhatian ekstra terhadap masalah pendidikan anak serta mempersiapkannya untuk menjadi insan yang handal dan aktif di masyarakatnya. Oleh karena itu masa ini disebut masa yang paling penting dalam mendidik anak begitu pula anak akan cepat menerima ransangan pendidikan dari orang tuanya. Konsep pendidikan dalam masa ini sebagai 1
Jurnal “ Syamime Mehr” edisi 6 1986 hal 24
44
berikut : Mendidik kpribadian, membina kepekaan pancaindra seperti belajar mencoba dan eksperiment, membina keinginannya. Dalam masa ini laki-laki dan perempuan mengenal dirinya. Sehingga peran agama sangat penting, seperti melatih ibadah, mengetahui najis dan cara bersuci.1 Adapun materi-materi khusus pada masa ini adalah: Mengenalkan Anak kepada Allah SWT Imam Muhammad Baqir Artinya: ’’Jika anak telah berumur tiga tahun, ajarilah ia kalimat “Laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan selain Allah) sebanyak tujuh kali lalu tinggalkan ia. Saat ia berusia tiga tahun tujuh bulan dua puluh hari, katakan kepadanya “Muhammad Rasulullah” (Muhammad adalah utusan Allah) sebanyak tujuh kali, lalu tinggalkan sampai ia berumur empat tahun. Kemudian, ajarilah ia untuk mengucapkan “Shallallaah ‘alaa Muhammad wa aalihi” (Salam
sejahtera atas Muhammad dan keluarganya) sebanyak tujuh kali dan tinggalkan Menanamkan cinta kepada Nabi dan Ahlu Bait-Nya . Rasulullah bersabda : ’’didiklah anak kalian tentang 3 hal, cinta kepada nabi kalian, cinta kepada ahlu bait-Nya dan membaca Al Qur`an.’’.1 Mendidikan anak untuk mentaati dan mematuhi orang tua, Imam Hasan Al Askari berkata : ’’Kelancangan anak terhadap ayahnya sejak kecil akan membawa kedurhakaan setelah besar nanti’’. Menghormati Anak, Rasulullah bersabda saw : ’’semoga Allah merahmati hamba yang membantu anaknya untuk taat kepadanya dengan memperlakukannya dengan baik, mencintai, mengajari dan mendidiknya ’’. 1
140 ribu tentang pend anak, Akbar Dehkon hal 37
Bersikap lemah lembut penuh kasih sayang Imam Baqir berkata : ’’Ayah yang paling buruk adalah ayah yang berlebihan dalam menyayangi anaknya karena perbuatan baik yang ia lakukan dan semoga Allah merahmati seorang ayah yang berusaha mendidik anak dengan penuh kasih sayang agar menghormati orang tua mereka ‘ .2 Sikap adil terhadap semua anak Rasulullah bersabda ’’Berlakulah adil terhadap anak-anak kalian sebagaimana kalian ingin diperlakukan adil dalam hal ketaatandan kebaikan’’. Kebebasan bermain Rasulullah saw bersabda “Biarkan anakmu bermain sesuka hatinya sampai umur 7 tahun (tujuh tahun pertama)”3.
Mengembangkan Emosi Anak
Anak dan Masalah Seksual Imam Ja’far Shadiq a.s. berkataRasulullah SAWW bersabda, 2 3
Mustadrak al Wasail juz 2 hal : 626 Wasailussyiah, Hur Amuli jilid 15 hal :194
45
”Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika seorang lelaki mengumpuli isterinya sedang di dalam rumah ada anak kecil”. Hal-hal yang harus diperhatikan pula dalam masa ini adalah menghormati rasa ingin tahu anak, belajar berbuat adil, menbina kpribadian, menampakkan kasih sayang, sifat kepekaan yang mendalam, dialog dengan anak belajar dengan bermain dan mulai berpikir yang mantiqi. 3. Usia 7 -14 tahun (masa remaja) memiliki sifat-sifat tertentu yaitu : perkembangan fisik yang sesuai, penggunaan anggota badan sesuai antara keinginan dengan gerak, bisa membedakan baik dan buruk (mumayyiz), berbuat adil dan mempunyai pendapat dan mengenal kehidupan social serta berkembang pesat dalam berbicara. Dalam hadis dari Imam Shadiq : “Ajarkanlah menulis
1
Ibid Jilid 15 hal 194
46
dan membaca selama tujuh tahun (tujuh tahun ke dua)” .1 Masa remaja memiliki karakter dan ciri-ciri tertentu yaitu perkembangan badan sangat cepat, berkembangnya keinginan, pencarian jati diri, ciri-ciri baligh mulai tampak, mulai menyukai lawan jenis, akrab dan percaya dengan teman (membangun persahabatan), takut dengan kenyataan, suka berkhayal, merenung dan menyendiri, potensi yang diinginkan tidak sesuai dalam kenyataan, punya bakat dan bisa berpikir mandiri serta memecahkan masalah. Di masa ini anak tengah mempersiapkan dirinya untuk menjadi manusia matang dan satu anggota dari masyarakatnya. Pada fase ini, anak mulai menghilangkan kebiasaannya meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa dan mulai memperhatikan alam dan lingkungan sekitarnya. Saat itulah daya pikir anak mulai terbuka dan mampu untuk berimajinasi dan
menangkap banyak masalah yang tidak kasat mata. Ia mulai berpikir tentang dirinya sendiri. Ia memandang dirinya sebagai salah satu mahluk yang hidup, berdiri sendiri, dan memiliki kehendak yang lain dari kehendak orang lain. Cara yang dilakukannya untuk menunjukkan keberadaan dirinya itu seringkali berupa perlawanan dan penentangan terhadap apa yang selama ini biasa ia lakukan. Ia berusaha untuk menampakkan jati dirinya dengan menentang dan membuat keluarganya marah demi menunjukkan kepada mereka bahwa ia adalah dirinya Anak seperti ini akan memilih jenis dan warna pakaiannya sendiri, ingin bebas menentukan pelajaran yang ia sukai, dan berhubungan dengan siapa pun yang ia sukai dan dengan cara semaunya. Pada masa inilah orang tua harus memberikan perhatian ekstra terhadap pendidikannya karena kini ia tengah berada di awal hubungan sosialnya dalam lingkup yang lebih luas dengan
masuknya ia ke sekolah. Sekolah sendiri berpotensi besar dalam membangun kepribadian anak dengan adanya banyak anak di sana yang masing-masing mempunyai tingkat kecerdasan dan kegesitan tersendiri. Anak akan tergugah untuk bersaing dengan mereka dan hal itu sangat berpengaruh pada karekternya. Beberapa faktor penting yang berkaitan dengan pembangunan karakter anak dalam fase ini antara lain adalah pola interaksinya dengan ayah, ibu, dan seluruh anggota keluarga yang lain, keadaan fisiknya, seperti tinggi dan berat badannya, serta hal-hal yang didengar dan dipelajarinya. Kebutuhan anak di fase remaja ini berbeda dengan kebutuhannya di fase-fase sebelumnya. Hal ini harus diperhatikan oleh orang tua dan diusahakan untuk memenuhinya. Materi-materi yang harus dipelajari adalah membina kepribadian, berpikir yang masuk akal, banyak eksperiment, percaya diri, sabar, mengenal kenyataan, mengenal
47
peran dan tugas hidup, musyawarah dalam masalah social, bertanggungjawab, belajar menjadi berbagai peran manusia, ragu-ragu dan bimbang, Metode mendidik dalam masa ini harus penuh dengan rasa cinta dan keridhoan, jauhkan dari sifat memaksa, jangan terlalu sering memuji karena akan mengakibatkan kurang bertanggungjawab. Kebutuhan anak tersebut antara lain adalah sebagai berikut: Kebutuhan primer, seperti makanan, minuman, dan pakaian. Kebutuhan psikis, seperti ketenangan jiwa(akhlak) dan emosi.1 Kebutuhan terhadap penerimaan dirinya oleh masyarakat. 1
Khonevodeh va tarbiyate mahdawi , Murtadha tehrani, Muhammad Baqir Haidari Kashani Hal 379
48
Kebutuhan terhadap perhatian dan penghormatan atas dirinya. Kebutuhan untuk mempelajari banyak hal yang dapat memupuk bakatnya sebagai bekal menempuh perjalanan panjang kehidupannya. Kebutuhan untuk mengenal pemikiran-pemikiran yang menjadi wacana dalam masyarakat dan mengenal isi dunia, yang tentu saja, disesuaikan dengan kemampuan dan kematangan anak seusia ini. Adapun materi-materi khusus pada masa ini adalah menciptakan hubungan dengan teladan yang baik, pencegahan atas perilaku asusila, pengawasan anak melatih anak untuk patuh, belajar memahami hal-hal yang mendasar seperti agama, membina cita-cita, membina kepribadian, bergaul dengan sesama dan keluarga, belajar akhlaq,
belajar madzhab dan terakhir megenal diri serta bisa mengatur perencanaan lalu melaksanakannya. Materi-materi yang harus dipelajari adalah membina kepribadian, berpikir yang masuk akal, banyak eksperiment, percaya diri, sabar, mengenal kenyataan, mengenal peran dan tugas hidup, musyawarah dalam masalah social, bertanggungjawab, belajar menjadi berbagai peran manusia, ragu-ragu dan bimbang.
masa depan, berkembangnya cita-cita, memilih istri, pekerjaan, ketenangan, tergesa-gesa dalam bertindak, panic dan gelisah, ingin kebebasan, punya skill dan menyukai sesuatu yang indah. Dalam masa ini sudah merasakan adab dan norma serta merasa bertanggungjawab dalam segala sesuatu.
Metode mendidik dalam masa ini harus penuh dengan rasa cinta dan keridhoan, jauhkan dari sifat memaksa, jangan terlalu sering memuji karena akan mengakibatkan kurang bertanggungjawab. Perlu ditekankan masa ini masa paling rawan apalagi buat perempuan di mana masa baligh, masa segala amal perbuatannya dia sendiri yang tanggung. Artinya dia harus bisa membedakan mana pripasi dirinya sebagai perempuan.
Materi-materi yang harus dipelajari adalah menelaah perkembangan budaya, membina adab, norma dan maknawiat, berkembangnya keinginan, belajar menerima kenyataan, mengembangkan potensi mengenal diri dan mengetahui tipuan orang lain. Metode mendidik dalam masa ini menjaga hubungan, memuliakannya menjaga kehormatannya, memelihara akhlaq dan keadilan serta kemaknawiatan, menjaga hak-hak mereka, memahami pemikirannya menjaga kepribadian serta menjaga dari pekerjaan yang sia-sia.
4. Masa pemuda memiliki karakter dan ciri-ciri tertentu yaitu berpikir
Fase-fase di atas akan membantu kita khususnya seorang ibu dalam mendidik
49
anak, sehingga akan lahir anak-anak yang shaleh menjalankan perintah ilahi dan mencintai Ahlu Bait serta mempunyai jiwa bertaqwa. Adapun konsep secara umum dalam mendidik anak dijelaskan dari Rasulullah saw bersabda :” Anak adalah tuan selama tujuh tahun, budak selama tujuh tahun, dan menteri selama tujuh tahun”.1 Pendidikan ekstra ketat sangat dipentingkan, selain berusaha diperlukan juga doa supaya diberi petunjuk oleh Tuhan dalam mendidik anak. Hadis ini menjadi pedoman umum dan menyeluruh; menjadi dasar metode pendidikan yang sehat di setiap segi kehidupan pribadi dan sosial serta pembentukan watak dan kejiwaan. Jika kedua orang tua mampu menerapkan metode pendidikan ini dengan tepat, dapat dipastikan bahwa si anak kelak akan menjadi anggota masyarakat yang baik.
1
Wasailussyiah Hur Amuli Jilid 21 Hal 474
50
Sejarah mencatat bahwa Ahlul Bait a.s. senantiasa menerapkan metode yang tepat dalam mendidik anak-anak mereka. Anak-anak mereka dipersiapkan dan dididik secara sempurna sehingga ketika dewasa mereka memiliki akhlak mulia serta menjadi teladan dalam segala hal. Contohnya Fatimatuzzahra putri Rasulullah yang menjadi perempuan paling agung di dunia dan di akhirat dan juga Ali, beliau melewati masa kecilnya di rumah Rasulullah saw semasa beliau belum dilantik sebagai nabi. Ketika Rasulullah berdakwah, Ali adalah orang yang pertama kali menyatakan keimanan. Keimanan beliau itu betulbetul tulus yang ditunjukkan dengan ketaatan mutlak terhadap Allah dan rasul-Nya. Ketika dewasa, beliau menjadi teladan tanpa tanding dalam hal keberanian, pengorbanan, kedermawanan, kerendahhatian, kejujuran, dan seluruh keutamaan akhlak lainnya. Pada gilirannya, Imam
Ali kemudian mendidik anak-anaknya dengan cara yang serupa sehingga mengantarkan mereka sampai ke puncak kesempurnaan akhlak. Demikian juga yang terjadi pada para imam berikutnya. Beban yang dipikul oleh orang tua dalam mendidik anak akan makin berat seandainya masyarakat tempat mereka tinggal makin jauh dari Islam. Atau, bisa jadi secara realitas masyarakatnya beragama Islam, tetapi bentuk kehidupan yang Islami tidak termanifestasikan di dalamnya. Penyebabnya bermacam-macam, seperti pengaruh tradisi dan sikap konservatif, atau pengaruh kerancuan sistem pendidikan anak-anak, yang terutama, biasa kita dapatkan dari media massa seperti radio, televisi, film, dan lain-lain. Perlu dicatat juga bahwa pendidikan jasmani anak termasuk ke dalam bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan jiwa, mental, dan kepribadian.
Namun hal yang terpenting dalam mendidik perempuan adalah mengajarkan masalah-masalah agama dan madzhab. Dengan melihat riwayat dari para maksumin yaitu materi pendidikan yang harus diajarkan kepada anak adalah mengenal Tuhan, karena anak-anak telah mengenal Tuhan, lahir dalam keadaan suci, dalam kehidupan mempunyai hukum ketergantungan, dalam menghadapi kesusahan dan kesulitan harus siap dan siaga, tugas serta perannya tidak mungin tanpa arti dan tidak mungkin berbuat dosa karena anak punya fitrah dan lahir tanpa dosa. Oleh karena itu tugas sebagai pendidik khususnya seorang ibu harus benarbenar diperhatikan. Kemudian pendidikan akhlaq (adab dan norma) bagian yang paling penting dalam mendidik anak. Pendidikan akhlaq terbagi 2 bagian : pertama menghiasi diri (iffat), kasih sayang, adab bergauldan jauhi akhlak yangtercela seperti sombong, riya, menghina dll.
51
Dan yang kedua menghiasi hal-hal yang bersifat lahiriah seperti memakai hijab, pakaian sesuai syariat. D. Langkah mendidik anak
praktis
dalam
Agar seorang perempuan berhasil mengemban tugas mulia ini, maka dia perlu menyiapkan dalam dirinya faktorfaktor yang sangat menentukan dalam hal ini, di antaranya: 1- Berusaha sendiri
memperbaiki
diri
Faktor ini sangat penting, karena bagaimana mungkin seorang ibu bisa mendidik anaknya menjadi orang yang baik, kalau dia sendiri tidak memiliki kebaikan tersebut dalam dirinya? Kaidah filsafat yang terkenal 1 َّ mengatakan: “ فاقِدُ الش ْي ِء ال يُ ْع ِط ْي ِهSesuatu yang tidak punya tidak bisa memberikan apa-apa”.Maka kebaikan dan ketakwaan seorang pendidik sangat menetukan keberhasilannya dalam 1
Bidayatul hikmah, Husain Taba`tabai Hal :205
52
mengarahkan anak didiknya kepada kebaikan. Oleh karena itu, para ulama sangat menekankan kewajiban meneliti keadaan seorang yang akan dijadikan sebagai pendidik dalam agama. 2- Menjadi teladan yang baik bagi anak-anak. Faktor ini sangat berhubungan erat dengan faktor yang pertama, yang perlu kami jelaskan tersendiri karena pentingnya.Menampilkan teladan yang baik dalam sikap dan tingkah laku di depan anak didik termasuk metode pendidikan yang paling baik dan utama. Bahkan para ulama menjelaskan bahwa pengaruh yang ditimbulkan dari perbuatan dan tingkah laku yang langsung terlihat terkadang lebih besar dari pada pengaruh ucapan. Hal ini disebabkan jiwa manusia itu lebih mudah mengambil teladan dari contoh yang terlihat di hadapannya, dan menjadikannya lebih semangat dalam
beramal serta kebaikan.1
bersegera
dalam
3- Memilih metode pendidikan yang baik bagi anak
Oleh karena itulah, dalam banyak ayat al-Qur’an Allah Ta’ala menceritakan kisah-kisah para Nabi yang terdahulu, serta kuatnya kesabaran dan keteguhan mereka dalam mendakwahkan agama Allah Ta’ala, untuk meneguhkan hati Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan mengambil teladan yang baik dari mereka Allah Ta’ala berfirman,
Yang menentukan keberhasilan pembinaan anak, susah atau mudahnya, adalah kemudahan taufik dari Allah Ta’ala, dan jika seorang hamba bertakwa kepada Allah serta berusaha menempuh metode pembinaan yang sesuai dengan syariat Islam, maka Allah akan memudahkan urusannya dalam mendidik anak, Allah Ta’ala berfirman,
{وكال نقص عليك من أنباء الرسل ما نثبت به وجاءك في هذه الحق وموعظة وذكرى،فؤادك }للمؤمنين “Dan semua kisah para Rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (QS Hud:120).
َّ ق }ًاَّللَ َيجْ َع ْل لَهُ ِم ْن أ َ ْم ِر ِه يُسْرا ِ َّ {و َم ْن َيت َ “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4) Termasuk metode pendidikan yang benar adalah membiasakan anak-anak sejak dini melaksanakan perintah Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya, sebelum mereka mencapai usia dewasa,
1
Usul Va Raveshoe tarbiat dar Islam Ahmad Ahmadi Hal 248
53
agar mereka terbiasa dalam ketaatan. misalnya dengan mebiasakannya ke mesjid atau mengenalkan kegiatan yang berbau agama. 4- Kesungguhan dan keseriusan dalam mendidik anak Anak-anak adalah amanah (titipan Allah Ta’ala) kepada kedua orang tua atau orang yang bertanggungjawab atas urusan mereka. Maka syariat (Islam) mewajibkan mereka menunaikan amanah ini dengan mendidik mereka berdasarkan petunjuk (agama) Islam, serta mengajarkan kepada mereka halhal yang menjadi kewajiban mereka, dalam urusan agama maupun dunia. Kewajiban yang pertama yang harus diajarkan pada anak adalah: menanamkan ideologi tentang iman kepada Allah, kenabian dan hari akhirat, supaya dalam jiwa mereka, agar menyatu ke dalam relung hati mereka. Kemudian mengajarkan ahkam atau syariat Islam pada diri mereka, menyuruh mereka mendirikan shalat, menjaga kejernihan sifat-sifat
54
bawaan mereka yang baik, menumbuhkan watak mereka akhlak yang mulia dan tingkah laku yang baik, serta menjaga mereka dari teman pergaulan dan pengaruh luar yang buruk. Anak-anak pada masa awal pertumbuhan mereka, yang selalu bersama mereka adalah seorang ibu, maka jika sang ibu memiliki akhlak baik, tentu mereka akan tumbuh dan berkembang dengan baik dalam asuhannya, dan ini akan memberikan dampak positif yang besar bagi perbaikan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi seorang perempuan yang mempunyai anak, untuk memberikan perhatian besar kepada anaknya dan berusaha mendidiknya dengan pendidikan yang baik. Kalau dia tidak mampu melakukannya seorang diri, maka dia bisa meminta tolong kepada suaminya atau orang yang bertanggung jawab atas urusan anak tersebut. Dan tidak pantas seorang ibu bersikap pasrah dengan kenyataan (buruk yang ada),
tapi harus berusaha dengan pendekatan yang baik sehingga kondisi anak berubah. bahkan Allah sendiri tidak mengizinkan Rasul-Nya bersikap pasrah dalam mendidik umatnya. Allah memerintahkan kepada beliau:“Maka sampaikanlah (secara terangterangan) segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah (jangan pedulikan) orang-orang yang musyrik” (QS alHijr:94)”. Tapi kalau seandainya kondisi anak tidak berubah, dihadapan tuhan kita termasuk orang diampuni karena telah melaksanakan tugas amal m`ruf nahi munkar. Epilog Islam adalah agama yang paling sempurna, segala urusan dari yang terbesar sampai terkecil semuanya telah dibahas tuntas. Begitupun masalah perempuan dan masalah sekitarnya telah dijelaskan secara khusus dalam masalah hukum (ahkam). Kemudian teori pendidikan dan nasihat-nasihat khusus terkandung dalam Al Qur`an
dan Riwayat para maksumin, karena dalam Islam masalah keturunan dan kesalehan social sangat diperhatikan. Hal ini untuk menyiarkan ajaran Islam dan ini menjadi tugas bagi perempuan sebagai peran seorang ibu dalam mendidik anak khususnya anak perempuan. Bahwa mendidik anak memerlukan kesabaran yang kuat, kesadaran, tekad besar dan konsistensi tinggi. Namun inilah tugas dan tanggungjawab orang tua khususnya seorang ibu yang akan diminta pertanggungjawaban dari-Nya yang telah memberi amanah kepada kita. Model apapun pilihan orang tua dalam mendidik anak hasilnya kelak akan kembali kepada diri kita sendiri. Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya (An Najm : 53) Seorang pendidik harus mengetahui tujuan dalam pendidikan yaitu menjadikan manusia yang sempurna, beriman sehingga generasi seterusnya akan dididik dengan baik dan hubungan
55
sosial juga sehat. oleh karena itu kepribadian perempuan harus dikenal dan untuk mendidiknya harus berusaha.
Selamat jadi pendidik yang sukses dan mendapat ridho-Nya.
Daftar Pustaka 1. Al Qur`anul Karim 2. Ahmadi, Ahmad, Usul Va Raveshoe tarbiat dar Islam, Ishfahan, Jahod, 1364. 3. Amini, Ibrahim, Agar Tak Salah Mendidik, Jakarta, Al Huda, 2006. 4. Amuli, Hur,Wasailus syiah, Muassasah Ahlu Bait, Qom, cetakan pertama, 5. Daud, Muhammad. Daud dan Husaini Zadeh, Syid Ali, Shireh Tarbiyati Fayombar Saw va Ahli Bait, Qom, Intisyarat Fzuhes Goh Hauzah va Doneshgoh 1389 6. Dehkon, Akbar, Yeksado Va Chohordah Nukteh Az Qura`n Karim va Hadist, Qom, Intisyorot Haram, 1383. 7. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka. 1995. 8. Fzuhaskadeh tahkikot e Islami, Rawonshenosi Umumi, Qom, Zamzam Hidayat, 1387. 9. Garawiyon Banu, Memahami Gejolak Emosi Anak, Penerbit Cahaya, Bogor, 2002. 10. Koran Keyhan International, edisi 2, Des 1995 11. Nuri , Husain bin Muhammad Taqi. Mustadrak al Wasail Qom ,Muassasah Ahlu Bait AS 1427 H 12. Poyandeh, Abul Qasim, Nahjul Fashahah, Qom, Anshariyan, 1385. 13. Qoimi, Ali, Islam dan pendidikan perempuan, Jurnal “ Syamime Mehr” edisi 6 1986. 14. Qoimi, Ali, Buaian Ibu di antara Surga dan Neraka, Penerbit Cahaya, Bogor,
56
2002. 15. Syirozi, Makarim, Tafsir Nemuneh, Tehran, Darul Kutub Islamiyah, cetakan kedua, 1353. 16. Taba`tabai, Husain, Bidayatul hikmah, Qom, Darul Fikr, 1387. 17. Tehrani, Murtadha. Haidari, Muhammad Baqir, Khonevodeh va tarbiyate mahdawi Kashani, Tehran, Kitabe Yusuf, 1389.
57
KRITIK TERHADAP METODE FEMINIS AMINA WADUD Oleh: Nurmin sudding1 Pendahuluan Membahas tentang perempuan adalah hal yang sangat unik dan tak akan pernah habis sepanjang masa, apalagi membahasnya dari segi kebebasan, kesetaraan maupun perannya terhadap sosial. Karna uniknya, banyak yang berprasangka bahwa perempuan adalah masyarakat kelas dua, kaum yang tertindas, beban keluarga, dan bahkan aib bagi sebuah peradaban. Dengan isuisu yang muncul dikalangan masyarakat seluruh dunia maka para perempuan pun tidak tinggal diam. Demi menjaga martabatnya sebagai makhluk yang juga menurut mereka mempunyai peran serta hak yang sama dan setara dengan laki-laki maka mereka berusaha hadir dan muncul 1
kepermukaan untuk menyuarakan hakhak mereka sebagai makhluk yang merasa dinomor duakan, bukan saja itu mereka hadir menyerukan kesetaraan gender atas nama keadilan. Pendekatan gender mulai dilakukan para aktivis, seiring dengan maraknya isu kesetaraan dan kemitrasejajaran antara perempuan dan laki-laki. Pendekatan gender melahirkan kesadaran sosial bahwa selama dalam realitas sosial telah terjadi diskrimasi dan penganiayaan yang secara langsung atau tidak langsung dirasakan terhadap dan oleh kaum perempuan itu sendiri. Di antara hal baru yang giat mereka lakukan adalah analisis atas beberapa atribut sosial dan keagamaan yang selama ini menjadi justifikasi
Ketua Badan Khusus Fathimiah-HPI Periode 2013-2014, Alumni Pasca Sarjana Universitas Kashan, Iran. Mahasisiwi Sekolah Tinggi Bintul Huda, Universitas Internasional Almusthafa, (
[email protected]).
58
ketidakadilan sosial. Merekalah aktivis-aktivis perempuan yang senantiasa hadir untuk menyuarakan hak-hak perempuan, memperjuangkan keadilan gender demi sebuah keadilan yang proporsioanal. Salah satu aktivis itu adalah Amina Wadud yang berusaha dan mencoba merekonstruksi metodologis tentang bagaimana menafsirkan al-Qur’an agar dapat menghasilkan sebuah penafsiran yang sensitif gender dan berkeadilan. Dasar kerangka pemikiran beliau adalah, al-Qur'an yang baginya merupakan sumber tertinggi yang secara adil mendudukkan laki-laki dan perempuan setara, meskipun dalam hal ini hadits atau riwayat sangat sedikit digunakan Amina Wadud dalam menafsirkan ayat-ayat gender sebagai pelengkap penjelasannya. Menurut penulis, tulisan-tulisan Amina Wadud yang berkaitan tentang ayatayat gender yang banyak ia tafsirkan, masih banyak memiliki titik kelemahan yang seharusnya perlu diluruskan kembali dengan telaah serta kajian yang
mendalam lagi. Menelaah dan menafsirkan alQur’an adalah hal yang tidak mudah, apalagi menyangkut tentang kemaslahatan umat manusia. Bukankah alQur’an diturunkan sebagai rahmat seluruh alam?. Al Qur’an pun hadir dimuka bumi ini sebagai kitab suci yang memberikan kedamaian, ketentraman serta ketenangan, tapi bukan menjadi tekanan, ancaman, percekcokan bahkan mengaburkan hakhak perempuan seperti yang dituduhkan oleh Amina wadud. Tulisan singkat ini hadir sebagai kritikan dari salah satu metode femenis yang digunakan Amina Wadud dalam sebuah bukunya yang berjudul “Qur’an Menurut Perempuan” terbitan Serambi, Jakarta yang membahas masalah-masalah gender yang menurut penulis sangat penting untuk kita telaah kembali demi menjaga makna dan kemurnian kitab suci alQur’an khususnya bagaimana pandangan alQur’an tentang posisi dan kemuliaan perempuan.
59
Sebelum memaparkan kritikan yang singkat terhadap metode femenis pemikiran Amina Wadud penulis akan menguraikan secara singkat tentang biografi serta karya-karya intelektualnya yang berkenaan dengan perempuan dan kesetaraan gender upaya untuk mengenal siapa sosok Amina Wadud.
Malaysia.3 Sebelumnya, ia menyelesaikan studi di Universitas Michigan dan mendapat gelar MA pada tahun 1982 dan gelar Ph. D pada tahun 1988. Selain bahasa Inggris, Amina juga menguasai beberapa bahasa lain seperti; Arab, Turki, Spanyol, dan Jerman.4
Biografi singkat Amina wadud.
C. Karya-karya Intelektual Amina wadud
Amina Wadud Muhsin, itulah nama aslinya, dan banyak dikenal dimasyarakat dengan sebutan Amina Wadud. Dia lahir di Negara Amerika Serikat pada tahun 1952.1 Ia merupakan warga Amerika Serikat keturunan Afrika-Amerika (kulit hitam). Amina menjadi seorang muslimah di akhir tahun 1970-an.2 Ia juga pernah selama tiga tahun menjadi dosen di Universitas Islam Internasional, di Kuala Lumpur,
Ati dan Dede dalam makalah mereka menjelaskan (2013), bahwa Amina Wadud memiliki karya-karya intelektual yang menurut mereka patut dibanggakan, karya-karya Amina Wadud berupa buku, jurnal dan beberapa proposal penelitian lainnya khususnya dalam bidang perempuan, gender, agama, pluralisme dan kemanusiaan.5 Adapun karya-karyanya tersebut sebagai berikut:
1
“Pembebasan Perempuan”, (Yogyakarta:LKiS, 2003), hal. 22 4 Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan, (tarj.) Abdullah Ali, hal. 33 5 Ati dan Dede, Femenisme Amina Wadud , artikel gender, jakarta
Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan, (tarj.) Abdullah Ali, (Jakarta: Serambi, 2001) hl. 5758 2 Ibid hal 57-58 3 Asghar Ali Engineer, The Qur’an Women and Modern Society, (tarj.) Agus Nuryanto,
60
a. Buku - Qur’an and Women: Rereading the Sacred Textform a Women’s perspective (Oxford University Press: 1999). - Qur’an and Women (Fajar Bakti Publication, Oxford University Press Subsidiary), Kuala Lumpur Malaysia (Original Eddition, 1992). b. Artikel - Alternatif Penafsiran Terhadap AlQur’an dan Strategi KekuasaanWanita Muslim, dalam buku “Tirai Kekuasaan: Aktivitas Keilmuan Wanita Muslim”, Editorial Gisela Webb, Syracuse University Press, 1999. - Gender, Budaya dan Agama: Sebuah Perspektif Islam, dalam buku “Gender, Budaya dan Agama: Kesederajatan di Hadapan Tuhan dan Ketidak sederajatan di Hadapan Lakilaki”, Editorial Norani Othman dan Cecilia Ng, Persatuan Sains Sosial, Kuala lumpur Malaysia, 1995.
- Mencari Suara Wanita dalam alQur’an, dalam Orbis Book, SCM Press,1998. - Muslim Amerika: Etnis Bangsa dan Kemajuan Islam, dalam buku”Kemajuan Islam; Keadilan, Gender dan Pluralisme” Editorial Omid Safi, Oxford: One World Publication, 2002. - Parameter Pengertian al-Qur’an terhadap Peran Perempuan dalam Konteks dunia Modern, dalam Jurnal “Islamic Quarterly”, edisi Juli,1992. - Qur’an, Gender dan Kemungkinan Penafsiran, dalam Jurnal “Kesepahaman Muslim-Kristen”, Georgetown University, Washington DC. - Qur’an, Syari’ah dan Hak Politik Wanita Muslim, makalah Simposium” Hukum Syari’ah dan Negara Modern”, Kuala Lumpur Malaysia, 1994. Wanita Muslim: Antara Kewarganegaraan dan Keyakinan,
61
dalam Jurnal“Women Citizenship”.
and
Tidak ada penafsiran yang benar-benar objektif
- Wanita Muslim sebagai Minoritas, dalam “Journal of Muslim MinorityAffairs”, London, 1998.
Menurutnya, masing-masing dari ahli tafsir sering melakukan beberapa pilihan subjektif dan terkadang hal itu tidak mencerminkan maksud dari nashnya. Sebuah produk tafsir selalu dipengaruhi oleh pengalaman subjektif dan latar belakang masing-masing orang. Hal ini berarti bahwa subjektifitas, pengalaman laki-laki dapat dimasukkan ke dalam tafsir mereka dan sementara wanita dan pengalaman wanita diabaikan. Maka wajar bila kemudian tafsir yang muncul adalah menurut visi, perspektif, kehendak atau kebutuhan khas laki-laki (patrinial). Contoh sederhana, orang yang fanatik terhadap ilmu fiqih maka ketika menafsirkan al-Qur'an maka ia akan lebih banyak menggunakan pengalaman fiqih-nya.2
- Ayat 4:34: Sebuah Konsep Kedinamisan Hubungan antara Perempuan dan Laki-laki dalam Islam, dalam “Malaysian Law News”, Edisi Juli, 1990.1 D. Kritik terhadap metode femenis Amina Wadud. Metode Feminis Amina wadud. Menurut Amina Wadud, perintah dan petunjuk Islam yang termuat dalam alQur'an semestinya diinterpretasikan dalam konteks historis Qur’an yang spesifik. Mengenai penafsiran alQur’an ini, menurut pandangan Amina, salah satu hal yang harus digaris bawahi, yaitu: 1
Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan, (tarj.) Abdullah Ali, hal. 33 2 Makalah Pdf Bab III, Pemikiran Aminah Wadud Tentang TidakDiperbolehkannya Poligami, library.
62
walisongo. ac. id/digilib/download. php?id=3778, h. 45-48
Kritik: Pernyataan -pernyataan Amina Wadud diatas juga sangat subjektif dan tidak mempunyai pandangan yang rasional. Dia hanya melihat makna dari hasil penafsiran dengan menggunakan kacamata sebelah, bahkan pernyataanpernyataan yang ia keluarkan dengan nada egoisme dan emosional tanpa memaparkan dalil-dalil yang rasional. Metode feminis Amina Wadud diatas lebih banyak tertuju pada kritik tentang hasil dari penafsiran ayat-ayat alQur’an khususnya mengenai gender. Tetapi tidak melihat dari segi keuniversalan dari tafsiran sebuah ayat tersebut. Disini ada beberapa kelemahan Amina Wadud yang bagi penulis perlu diluruskan kembali; Pertama, Amina lebih banyak mengkritik pada hasil penafsiran ayatayat alQur’an yang banyak membahas tentang perempuan. Hanya karena alasan bahwa penafsir tersebut adalah
laki-laki maka ia seenaknya menafsirkan serta mengabaikan hakhak perempuan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa menjadi seorang penafsir Qur’an bukanlah hal yang mudah bahkan mempunyai konsekuensi yang besar dihadapan Allah apabila ia menafsirkannya sesuai kehendaknya. Hal ini dijelaskan dalam salah satu hadits Nabi saw: “Barangsiapa menafsirkan Qur’an dengan sesuka hatinya maka akan ditempatkan pada api yang panas”1 Kedua, apabila kita mengamati metode yang digunakan oleh Amina dalam pernyataan-pernyataannya diatas, justru pernyataannya tersebut menandakan kelemahannya dalam menggunakan metode yang ia gunakan untuk mengkritik para mufassir ayatayat tentang perempuan tersebut. Mengapa?, Yang pertama, sebelumnya ia kurang mengenal dan mengkaji terlebih dahulu syarat-syarat seorang
1
Ragib isfahani, Almufradat fi Gharibil Qur’an, edisi Persia
63
penafsir Qur’an, akan tetapi ia langsung mengkritik hasil dari tafsirannya. Dalam hal ini kami beri perumpamaan, ketika alQur’an diturunkan untuk seluruh manusia, namun apakah setiap manusia langsung dapat menerimanya? Tentunya tidak, mengapa? Pertama, manusia harus mengenal terlebih dahulu siapakah yang menurunkan kitab suci ini, dan bukan terburu-buru menghakimi apa isinya sehingga kita terhindar dari kekeliruan dalam memahami isi kitab suci tersebut. Begitu kita tahu bahwa Sang Maha Pencipta lah yang menurunkan kitab ini, secara bersamaan kita akan menerima firman-firmanNya.1 Tentunya mengenal Allah tidak secara mudah tetapi kita harus mengenal ciriciri bahwa Ia dikatakan Allah, misalnya Allah tidak serupa dengan makhluknya. Hal ini terjadi pada Amina Wadud yang bagi penulis kurang mengkaji secara mendalam tentang sosok seorang 1
Muhammad said mehr, Kalame Islami, jild 1, edisi Persia.
64
penafsir Qur’an, sehingga ia begitu mudah mengkritik penfsiran para mufassir. Ia hanya melihat dari satu sisi saja bahwa yang menafsirkan ayat tersebut adalah seorang laki-laki dan tidak melihat secara keseluruhan siapa sosok penafsir serta kriteria-kriteria khusus yang harus dimilikinya yang menjadikannya seorang mufassir yang adil dalam menerjemahkan dan mengintisarikan ayat-ayat alQur’an. Begitupun dalam banyak buku dijelaskan secara detail bahwa seorang yang ingin menafsirkan Qur’an dan mengeluarkan hukum-hukum Allah disyaratkan menguasai ilmu-ilmu dasar penafsiran sehingga ia bisa memahami dan menafsirkan alQuran baik dari segi bahasa, istilah, riwayat, serta konteks yang sesuai dengan apa yang termaktub dalam alQur’an.2 Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mufassir Qur’an
2
Syahid Murtadha Mutahhari, Danesy Fikh, edisi Persia
menurut salah satu ulama ahlu sunnah1 antara lain: 1. Seorang mufassir harus menguasai Bahasa Arab, karena dengan menguasai bahasa arab maka seorang mufassir bisa mengetahui penjelasan kosakata suatu lafal yang sesuai dengan objek yang dimaksud.
pun juga pasti berbeda. Misalnya ()المسيح, apakah berasal dari ()السياحة atau ()المسح. 5. Seorang mufassir harus menguasai ilmu Al-Ma‘âni.dengan menguasai ilmu tersebut kita dapat menguasai kekhususan tarkîb (komposisi) suatu kalimat dari segi manfaat suatu makna.
2. Seorang mufassir harus menguasai ilmu Nahwu. Dimana dengan menguasai ilmu tersebut karena suatu makna bisa saja berubah-ubah dan berlainan sesuai dengan perbedaan i’rab.
6. Seorang mufassir harus menguasai ilmu Al-Bayân karena dengannya dapat diketahui kekhususan tarkîb (komposisi) suatu kalimat dari segi perbedaannya sesuai dengan jelas tidaknya suatu makna.
3. Seorang mufassir harus menguasai ilmu Tashrîf (sharf). dengan menguasai ilmu tersebut maka kita dapat mengtahui binâ’ (struktur) dan shîghah (tense) dalam suatu kata.
7. Seorang mufassir harus menguasai ilmu Al-Badî‘.dengan menguasai ilmu tersebut kita dapat mengetahui kekhususan tarkîb (komposisi) suatu kalimat dari segi keindahan.
4. Seorang mufassir harus menguasai ilmu Isytiqâq (derivasi) karena suatu nama apabila isytiqâqnya berasal dari dua subjek yang berbeda, maka artinya
8. Seorang mufassir harus menguasai Ilmu qirâ’ah. Dengan menguasai ilmu tersebut maka kita dapat mngetahuai
1
li Al-Abhâts wa Ad-Dirâsât Al-Ilikturûniyah: www.omelketab.net pada 6 September 2007.
As-Suyuthy, Jalaluddin. Al-Itqân fî ‘Ulûm alQurân. E-book. Diakses dari Mauqi‘ Umm Al-Kitâb
65
cara mengucapkan Al-Quran dengan baik dan benar.
Adapun syarat-syarat tersebut menurut beliau sebagai berikut:
9. Seorang mufassir harus menguasai Ushûluddîn (prinsip-prinsip dien). Ushul fikih karena dengannya dapat diketahui wajh al-istidlâl (segi penunjukan dalil) terhadap hukum dan istinbâth.
Seorang Seorang mufassir Qur’an harus mempunyai kemampuan mengenal dan menguasai sastra-sastra arab dan bahasa arab yang termasuk didalamnya kaidah-kaidah bahasa arab seperti sarf dan nahwu, karena terkadang kita banyak menemukan lafadz-lafadz yang berbeda didalam alQur’an terkadang mempunyai makna yang satu tetapi mempunyai mishdaq yang berbeda-beda. Bukan hanya itu, mufassir juga harus merujuk kepada kamus Bahasa Arab untuk menemukan akar atau asli kata dari lafadz tersebut karena terkadang sebuah lafadz yang sama mempunyai makna yang berbedabeda. Untuk lebih mendalam dalam pembahasan ini pembaca bisa merujuk pada buku muqayis karya Ahmad Ibnu Farsi Ibnu Zakaria(359 Q), Ragib Isfhani dalam bukunya Almufradati fii Gharibal Qur’an (509q), Annihayatu fii Garibil Hadits wal Atsar dan Majmaul Bahrain yang ditulis oleh Tarihi Najafi(1086Q) (Isfahani, 1387) Ridzahi Isfahani.
10. Seorang mufassir harus menguasai Asbâbun Nuzûl (sebab-sebab turunnya ayat) dalam sebuah ayat. Dengan mengetahui asbabun nuzul sebuah ayat maka kita dapat mngetahui konteks turunnya ayat tersebut. 11. Seorang mufassir harus menguasai An-Nâsikh wa al-Mansûkh sebuah ayat. Dengan mengetahui nasikh wa mansukh sebuah ayat maka kita dapat mngetahui dan membedakan mana ayat yang muhkam (ditetapkan hukumnya) dari ayat selainnya. Ridha Isfahani (1391) dalam salah satu makalahnya yang berjudul Sharayete mufassere Qur’an menjelaskan tentang syarat-syarat seorang mufassir Qur’an.
66
Seorang penafsir harus memiliki kemampuam menguasai ilmu-ilmu fiqh karena ilmu ini mengatur segala perbuatan serta tingkah laku manusia baik dalam lingkungan individu maupun dalam lingkungan sosial. Seorang mufassir harus mempunyai iman terhadap risalah Islam serta mengajak masyarakat kembali pada alQur’an. Sebagian ulama-ulama maashir berkata: “Salah satu syarat menjadi seorang penafsir Qur’an adalah harus mempunyai iman sempurna sehingga ia bisa menyampaikan risalah islam secara benar. Tanpa memiliki kesempuranaan iman, maka dia tidak akan sampai kepada pemahaman yang sempurna terhadap alQur’an”. Seorang mufassir Qu’ran harus memiliki pengetahuan tentang haditshadits dan merujuk padanya. Di dalam alQur’an terkadang kita menjumpai ayat-ayat yang mujmal dan mubham. Masih banyak lagi kriteria-kriteria yang harus dimiliki mufassir Qur’an dalam
berbagai buku dan tafsir-tafsir Qur’an dijelaskan, sehingga apa yang ia tafsirkan tidak bias makna dan mempunyai tolak ukur yang jelas. Nah, dengan melihat kriteria diatas apakah kita masih ingin mengatakan bahwa para mufassir yang sebenarnya dapat seenaknya menafsirkan Qur’an sesuai dengan apa yang mereka inginkan tanpa menggunakan keilmuan yang mereka miliki? Kesimpulan, Amina Wadud ialah salah satu dari bagian tokoh Muslimah dengan fokus progresif pada tafsir alQur'an, khususnya ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah gender dan perempuan. Salah satu metode yang ia gunakan dalam mengkritik para penafsir Qur’an dalam menafsirkan ayat-ayat tentang perempuan adalah tidak adanya penafsiran objektif terhadap sebuah ayat. Olehnya, kita perlu melihat dan mengkaji kembali metode yang beliau gunakan khususnya ayat-ayat yang berkenaan dengan perempuan. Karna pada dasarnya islam tidak pernah menomorduakan perempuan diatas
67
laki-laki, apalagi membedakan hak dan kewajiban masing-masing sebagai seorang hamba Tuhan. Wallahu ‘alam… []
68
SAYYIDAH FATIMAH AS PEREMPUAN TELADAN Oleh Siti Khotimah1
Dari seorang laki-laki dari Jerman yang mengunjungi kediaman Ayatullah Udzma Maylany ra bersama keluarganya. Mereka ditanya tentang sebab kedatangan, sambil memperkenalkan diri dan keluarganya lelaki itu menjelaskan, “Kami datang dari Jerman mereka adalah istri dan anak saya, ini adalah anak perempuan saya, tulang rusuknya patah, setelah mencoba berbagai upaya pengobatannya yang menelan banyak biaya penyakitnya tak kunjung membaik, lalu para dokter mengabarkan bahwa tulang rusuknya harus diopreasi karena akan membahayakan jiwanya. Namun putri saya tidak bersedia menjalani operasi dan mengatakan lebih baik dia mati
dalam keadaan menderita sakit daripada mati dalam keadaan dioperasi.” lalu lelaki itu dibawanya ke rumah. Seorang syarifah2 dari Iran tinggal bersama keluarga itu, dan suatu hari anak perempuannya mencurahkan isi hatinya kepada syarifah itu dan berkata, “Bibi syarifah, saya seorang anak malang yang mengidap suatu penyakit berat, dan saya bersedia mengeluarkan 12 juta DEM3 ditambah 8 juta dari ayah dan saudaraku untuk diberikan kepada seorang dokter yang bisa mengobati penyakitku ini. Tetapi sangat sulit untuk menemukannya dan mungkin saya akan meninggal dunia di
1
Sarjana Fakultas Ma’arif Islam, Az-Zahra University, Iran, (
[email protected]). Syarifah/ sayyid adalah sebutan bagi seseorang dari keturunan Rasulullah SAW. 3 Deutsche Mark = mata uang Jerman sebelum berganti menjadi Euro. 2
69
usia muda”. kemudian dia mulai meratap dan menangis tersedu-sedu.
seorang pasien hadapanmu”.
Bibi berkata, “Duhai anakku, saya bisa menunjukkan seorang dokter”.
Lelaki itu menambahkan, “Ketika itu, saya pergi ke halaman dengan air mata bercucuran sambil menlafalkan apa yang putri kami lafadzkan. Kami semua dalam perasaaan dan kondisi yang aneh.
Ia menjawab, “Saya bersedia menyerahkan biaya pengobatan itu kepadanya”. Bibi itu menjawab, “Simpanlah uang itu untukmu, ketahuilah bahwa saya seorang keturunan dari Rasulullah SAW dan nenekku Fatimah Zahra, ia juga menderita patah tulang rusuk, jika ingin sembuh dari sakitmu, dengan penuh khusyu’ lafalkanlah, duhai Fatimah yang tulang rusuknya patah”. Perempuan muda itu mulai menangis sambil mengulangi apa yang diucapkan bibi tersebut. Begitu pula dengan bibi, ia pun pergi ke salah satu sudut rumah, sambil menangis melafalkan, “Duhai Fatimah az Zahra, aku membawa
1
Shiddiqah Syahidah Fatimah al- Zahra karya Sayyid Muhammad Najafi Yazdi h. 107 dinukil dari kitab Karamāt al-Fātimiyyah h. 63.
70
dari
Jerman
ke
Tiba-tiba putri kami berteriak, “Ayah datanglah kemari”. Kamipun secepatnya mendekatinya ternyata ia telah sembuh total. Putri kami berkata, “Baru saja seorang perempuan mulia datang kemari dan mengusap tulang rusuk saya dan berkata, bahwa saya akan sembuh. Aku bertanya, “Kamu siapa ?”. Dan perempuan itu memjawab, “Saya adalah orang yang sedang kamu sebutsebut, saya adalah Fatimah yang tulang rusuknya patah”.1 Siapakah perempuan itu yang mendapat kemulian di sisi Allah untuk
memberikan syafaat kepada putri dari Jerman tersebut? Ia adalah Fathimah binti Muhammad Rasulullah Saw, karena telah terpisah dari seluruh bentuk kejelekan1 dan ini berarti ishmah kubra. Ia yang karena khidmat dan hubungan eratnya dengan ayahnya sehingga digelari “ummu abiha” ibu dari ayahnya. Karena khidmat dan ketaatan kepada ayahnya, sehingga berkali-kali Nabi Saw bersabda, “ayah jadi tebusannya”. Kemudian mencium sayang Fatimah. Ia adalah Muhadditsah karena malaikat turun dari langit dan mereka memanggil Fatimah as sebagaimana mereka memanggil Maryam as mereka berkata, wahai Fatimah! Allah memilih kamu dan mensucikanmu dan menjadikan sebagai perempuan terbaik di seluruh alam, wahai Fatimah sembahlah Tuhanmu bersujudlah dan rukulah bersama dengan orang yang sedang ruku. Hadrat berbicara dengan 1
Bihār al-Anwār jld 43 h. 10. Bihār al-Anwār jld 43 h. 78 lihat juga ‘Ilal alSyarai’ Shaduq ra dan Dalāil al-Imāmah Thabary. 2
malaikat dan melaikat juga berbicara dengan mereka, pada suatu malam hadrat Fatimah berkata pada malaikat, “ bukankah Maryam adalah perempuan terbaik di seluruh alam, para malaikat menjawab, ”Maryam perempuan terbaik pada zamannya akan tetapi kamu penghulu para perempuan pada zamanmu dan zaman Maryam, dan penghulu seluruh perempuan sejak awal hingga akhir.2 Ia adalah Zahra ketika sedang berdiri beribadah di Mihrab, cahayanya memancar ke langit seperti bintang di langit yang memberikan cahaya kepada penduduk bumi.3 Ia adalah Thahirah dan Zakiyah mengisyaratkan kepada kebersihan badan dan kesucian jiwanya yang dengan sangat indah dijelaskan dalam ayat tathhir.4 Ia adalah Radhiyah dan Mardhiyyah yang mengisyaratkan kepada 3
Bihār al-Anwār jld 43 h. 12 lihat juga ‘Ilal alSyarai’ jld 1 h. 181. 4 Surah al-Ahzab (33) ayat 33.
71
kesempurnaan ruh dan maknawiyatnya mencapai maqam Allah swt ridho dalam segala hal dan ia juga ridho atas segala ketetapan Allah sebagaimana dalam al Qur’an disebutkan, “Allah meridhoi mereka dan mereka juga ridho kepada Allah”.1 Peran ibu rumah tangga dan teladan Fatimah as Tidak bisa dipungkiri, dalam dunia praktis, teladan merupakan faktor penting untuk memberikan sugesti dalam menjalankan sebuah teori sehingga metodenya terus dilaksanakan dan diwariskan dari masa ke masa, perempuan memiliki posisi sangat strategis dalam membangun manusia paripurna dan menciptakan masyarakat madani, bersih dan sehat sebuah tatanan masyarakat berada di tangan perempuan, metode pendidikan yang ia pilih, bentuk strategi pendidikan dijalankan dan ketabahan, konsisten dan ketegaran dalam melaksanakannya.
1
Surah al-Maidah (5) ayat 119.
72
Perempuan sebagai ibu rumah tanggalah yang memiliki hak mendasar dan paling utama dalam mengembang amanah ini. Fatimah az-Zahra dengan umurnya yang singkat adalah Ibu teladan dari sisi kemampuannya mendidik anaknya sehingga dunia islam banyak menikmati hasilnya. Ia menegaskan bahwa dengan tetap menjaga hijab dan keteguhan mempertahankan prinsip, putra putrinya dididik sehingga menjadi teladan dan pemimpin umat manusia. Jika bukan karena peristiwa Asyura dan peristiwa-peristiwa lain yang menciptakan kondisi untuk terungkapnya pidato-pidato putri-putri Fatimah, barangkali sejarah tidak akan pernah mencatat ketinggian ilmu dan keberanian, keteguhan mereka dalam mempertahankan prinsip serta kefasihan dalam berbicara. Ia juga telah membuktikan bahwa dalam kondisi ekonomi yang sangat sulit serta keadaan tidak aman mampu mendidik anak-anaknya menjadi
bersih, alim serta penuh dengan keutamaan sementara ia juga ikut aktif dalam tugas-tugas ibadah, pendidikan hingga politik. Hingga saat ini bisa menjadi ibu teladan di dunia. Sebagaimana masyarakat islam bahkan kemanusiaan berhutang budi kepadanya, pengajaran dan peran aktif keturunannya khususnya penghulu para syuhada dan Imam Baqir as dan Imam Shadiq as dan khususnya di zaman kita sekarang Imam Mahdi ibn Hasan Askary dan keturunan Fatimah dari sejumlah ulama dan kaum mukminin dan khususnya pemimpin tertinggi di Iran sekarang Ayatullah al-Uzma Sayyid Ali Khamenei HF. Ia ketika mendirikan shalat hingga subuh dan mendoakan para tetangganya, ia memberikan contoh pada keturunannya dengan perbuatannya dalam beribadah, memenuhi kebutuhan orang lain dan memikirkan orang lain.
melihatnya dan ia mencium bau badan”. Keteguhan dalam prinsip yang diajarkan kepada putrinya, ketika pada malam ke 23 ramadhan mempersiapkan keluarganya untuk terjaga malam dan pada siang harinya menidurkan keluarganya dan memberikan sedikit makanan agar supaya tidak tertidur pada malam hari, memberikan pelajaran amalan kepada keluarganya. Peranan Istri dan teladan Fatimah as Allah Swt berfirman, “Salah satu ayatayat Allah adalah Allah menciptakan dari jenis kalian pasangan agar supaya kamu mendapatkan ketenangan 1 bersamanya”. Perempuan di dalam rumah tangganya adalah sumber ketenangan, Imam Ali as berkata, “Perempuan seperti bunga”.2 Fathimah adalah penghulu muslimah dan suri teladan bagi para perempuan. Kecintaan pada suaminya dan ketenangannya, diungkapkan Ali as ketika berbicara tentang istrinya,
Ketika ia tetap menjaga hijab di hadapan orang buta dan berkata, “Saya 1
Surah al Rum ayat 21.
2
Man lā Yahdhuruh al-Faqīh jld 3 h. 556.
73
“Setiap kali aku memandang zahra seluruh keluh kesah saya hilang”.1 Perempuan dan istri yang sukses adalah perempuan yang seperti bunga yang sedang mekar di taman rumah tangga menebarkan aroma yang harum menyenangkan dan menciptakan kebahagian dalam rumah tangga, dalam sebuah hadist qudsi diriwayatkan bahwa Allah Swt berfirman, “Setiap kali aku ingin memberikan kebaikan dunia akhirat bagi kaum muslimin aku anugerahkan sikap tenang, hati tawadhu dan sabar, lidah yang selalu berzikir kepada Allah dan tubuh yang selalu sabar terhadap setiap bala yang menimpa dan perempuan yang beriman jika suami memandangnya akan merasa gembira dan bahagia”.2 Perempuan juga menolong suaminya dalam urusan agama dan dunia. Imam Shadiq as berkata: “Ada tiga hal bagi kaum mukmin yang memberikan ketenangan… salah satu diantaranya 1
Bihār al-Anwār jld 43 h. 134 dari Kasyf alGhummah. 2 Al-Kāfī jld. 5 h. 327.
74
adalah perempuan beriman yang membantunya dalam urusan agama dan dunia”.3 Betul, inilah sebuah hakekat yang tidak bisa dipungkiri bahwa perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam kesuksesan suami dan anakanaknya dalam urusan agama dan dunia. Seorang perempuan yang sukses adalah perempuan yang pada peristiwaperistiwa penting dan sulit ia dengan baik menjadi mitra suaminya dan anakanaknya. Dalam hal ini juga telah dilakukan oleh penghulu para perempuan Fatimah as. Nabi Saw ketika menikahkan anaknya dengan Amirul Mukminin Ali as, ia bertanya kepada Ali as, “Bagaimana kau dapatkan keluargamu?” Hadrat Ali as menjawab, “Ia adalah sebaik-baik perempuan yang menolong dalam ketaatan kepada Allah swt”. 4 Para pecinta hadrat Fatimah adalah perempuan yang menolong suaminya 3 4
Al-Kāfī jld 5 328. Bihār al-Anwār jld 43 h. 117.
dalam mencapai kesuksesan dalam masalah ekonomi dan menghindari pengeluaran yang tidak terlalu penting dan pemborosan, begitu pula ia pemberi semangat suaminya dan anak-anaknya dalam urusan maknawiyah seperti shalat, puasa, membaca al Quran, pergi ke mesjid dan pengajian, silahturrahmi, bersedeqah, khums dan segala urusan syariat. Keserasian, keselarasan dan saling pengertian antara suami istri adalah merupakan rukun yang sangat penting kesuksesan dalam mengarungi lautan kehidupan dengan berbahterakan mahligai rumah tangga. Bangunan saling pengertian ini berangkat dari saling mencintai, ikatan yang kuat dan tujuan yang sama. Rumah tangga yang dibangun dari rasa cinta dan tujuan yang sama pada umunya memiliki kehidupan serasi dan kelanggengan. Dalam sebuah masyarakat sekalipun dalam skala yang sangat kecil, dua orang batasan minimalnya, memaafkan dan berlemah lembut syarat mendasar kebahagian. Perbedaan pandangan dan perselisihan, seperti riak air dan ombak
di lautan kehidupan. Jika mereka ingin saling memaksakan kehendak, kehidupan akan terjerat dan terjerumus dalam berbagai problem, bahtera mahligai rumah tangga akan dihempaskan ke pulau tak bertuan, dan dari situlah muncul berbagai perselisihan yang merupakan sebabsebab kehancuran sebuah rumah tangga. Bahtera mahligai rumah tangga akhirnya kandas di dasar laut yang gelap gulita dan penumpangnya diperebutkan oleh berbagai binatang buas di alam kegelapan. Suatu hari Amirul Mukminin as berkata kepada hadrat Fatimah as, “Apakah di rumah ada makanan?” Ia menjawab, “Tidak ada, jika ada tentu saja akan mendahulukanmu dan anak-anakku daripada diriku” Imam Ali as berkata, “Kenapa tidak memberitahukanku agar supaya bisa mengusahakannya?” Hadrat Fatimah as menjawab, “Wahai Abal Hasan! Saya merasa malu kepada
75
Allah untuk membebani pekerjaan diluar kemampuanmu..!”.1 dalam sebagian riwayat Rasulullah saw bersabda, “Setiap perempuan yang tidak berlemah lembut kepada suaminya, dan membebani sesuatu yang diluar kemampuan suaminya, Allah tidak akan menerima amal baiknya dan ia akan menemui Tuhannya yang sedang murka”.2 Sekalipun di antara mereka harus berusaha saling memahami akan tetapi perempuan sesuai dengan kelembutan jiwanya dan hakekat penciptaanya, punya hak yang lebih dominan. Sebagaimana disebutkan sebuah riwayat Nabi Saw bersabda, “Jihad perempuan adalah mengatur rumah tangga”.3 Perhatikanlah! ungkapan Amirul Mukminin bagaimana saling pengertiannya dengan hadrat Fatimah as, “Demi Allah! saya tidak pernah 1
Bihār al-Anwār jld 43 h. 59. Bihār al-Anwār jld 100h. 244 dari Āmālī Shaduq ra. 2
76
membuat zahra marah dan tidak pernah ia membebani sebuah pekerjaan hingga ia menemui Tuhannya. Ia juga tidak pernah membuat saya marah dan tidak pernah membangkang sekecil apapun 4 pekerjaan tersebut”. Dukungan kepada pemimpin dan teladan Fatimah as ketika Fatimah as dan Imam Ali as bersama-sama mengarungi lautan kehidupan dengan berbahterakan sebuah rumah tangga, kondisi pada saat itu berada pada puncak peperangan antara kamu muslimin dengan kafir, tercatat dalam sejarah bahwa Fatimah as tak pernah sekalipun menghalangi suaminya untuk maju dalam medan perang. Ia bukannya menghalangi Imam Ali as ke medan perang malah membantu dan memberi semangat kepada Imam Ali as.
3
Bihār al-Anwār jld 100 h. 245 dari al-Khishāl Shaduq ra. 4 Bihār al-Anwār jld 43 h. 134.
Rasulullah Saw Tiga hari sebelum kepergiannya bersabda kepada Ali as, “Keselamatan atasmu wahai ayah dari sepasang bunga, saya amanahkan kepadamu sepasang bunga tersebut di dunia ini, segera dua rukun pendukungmu akan wafat, kamu adalah khalifah setelahku”. Ketika Rasulullah Saw meninggal dunia, Ali as berkata, “Ini adalah salah satu dari sepasang rukun yang Rasulullah saw beritahukan”. Dan ketika Fatimah as meninggal dunia Ali as berkata, “Dan inilah rukun yang kedua yang Rasulullah Saw 1 beritahukan kepadaku”. Fatimah as setelah Rasulullah Saw wafat mendatangi pintu-pintu rumah para muhajirin dan anshar bersama anak-anaknya untuk mempertahankan hak Ali as.2
1
Bihār al-Anwār jld 43 h. 173 dari Āmālī Shaduq ra. 2 Al-Imāmah wa al-Syiāsah jld 1 h. 29 dan Syarh Nahj al-Balāghah jld 6 h. 13 , Mausū’ah al-Imam Ali as jld 3 h. 50.
Atas dasar hendak menolong suaminya dalam urusan agama ia pergi ke belakang pintu ketika terjadi penyerangan sehingga ia terluka yang mengakibatkan ia meneguk cawan syahadah. Peran Fatimah as dalam membela suami dan imamnya, diriwayatkan oleh Ahlu sunnah, “ ... Semenjak Fatimah as hidup, Ali mendapatkan penghormatan kaum muslimin, ketika Fatimah meninggal dunia sikap kaum muslimin kepada Imam Ali as berubah”.3 Tugas-tugas agama dan teladan Fatimah as Salah satu dari problem rumah tangga yang menyebabkan hancurnya rumah tangga pada umumnya, acuh tak acuh dan kurang tegas, dimana sebelum menikah ia sangat mempertahankan prinsipnya. Tetapi setelah menikah perhatiannya berkurang dan enggan 3
Mausū'ah al-Imam Ali as jld 3 h. 58, Shahīh Bukhārī 4/1549/3998, Shahīh al-Muslim 3/ 138/ 52.
77
untuk membela orang yang teraniya, tidak mengutamakan kepentingan umum, tidak membela orang-orang lemah, tidak ikut aktif dalam kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial. Begitupula kebanyakan setelah menikah seluruh kemampuan diri dan semangatnya hanya mempercantik diri dan membanggakan diri, bangga telah bersuami atau mempunyai anak. Ia mengatakan bahwa tidak ada kewajiban kecuali memelihara anak, ia harus mengorbankan seluruh harta, masa muda dan kemampuannya untuk melaksanakan keyakinannya. Dan lupa pada tugas utamanya, bahwa perempuan dalam pandangan islam memiliki enam peran minimal dalam menciptakan masyarakat islam madani, peran dalam membina keluarga sebagai anak, saudara, ibu dan istri, peran sebagai pendidik karena potensi yang Allah Swt berikan kepadanya lebih mengedepankan sisi perasaan daripada pikirannya yang merupakan salah satu tafsir makna “Naqish Uqul”. Peran 1
Surah al-Munafiqūn ayat 9.
78
politik dalam menegakkan kebenaran dan melenyapkan kebatilan, peran dalam bela negara baik dalam bentuk dukungan ataupun dengan ikut berperan aktif, peran ekonomi sehingga tidak terjadi korupsi yang merajalela dalam setiap lini kehidupan manusia dalam bentuk preventif dan sugesti, dan yang paling urgent adalah peran sebagai Hamba Allah swt yang memiliki potensi komprehensif untuk menjadi manusia paripurna - tidak ada perbedaan antara perempuan dan lakilaki - dan peran inilah yang menjadi tolak ukur bentuk peran perempuan dalam kwantitas dan kwalitas peranperan yang lain. Allah Swt berfirman, “Janganlah harta dan anak-anakmu membuatmu lupa kepada Allah barangsiapa melakukan hal itu maka ia termasuk orang-orang yang merugi”.1 Putri nabi pada masa itu melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai perempuan yang mempunyai suami dan mendidik anak. Dari tanggungjawab
agama dan sosial kemasyarakatan bahkan politik tidak terlupakan sebagai bentuk praktis dari berwilayah kepada Imam Ali as dan berperan aktif dalam membela pemimpin kaum muslimin. Di samping beribadat dengan khusyu’, mendirikan shalat malam, membaca quran, dalam persoalan agama ia menyatakan pandangannya, dan kita lihat bahwa betapa piawai berpidato di hadapan penguasa, mengungkapkan keberatannya dengan harapan bahwa seluruh perempuan setelah menikah tidak lupa pada tugas utama dalam urusan agama sebagai pribadi dan anggota masyarakat, baik dalam masalah ibadah (bermakna khas = perbuatan yang dilaksanakan dengan niat taqarrub ilallah yang jika tidak maka ibadahnya batal seperti shalat), atau bukan ibadah (perbuatan yang niat taqarrub atau tidak, bukan tolak ukur keabsahan ibadah seperti jual beli). Dan ia tidak pernah mengorbankan agama, maknawiyat dan pencapaian
kesempurnaannya yang sia-sia.
untuk
pekerjaan
Setiap perempuan yang melaksanakan shalat lima waktu dan berpuasa bulan ramadhan, menunaikan haji, membayar zakat dan mentaati suaminya, berwilayah kepada Imam Ali setelah kenabian Muhammad bin Abdullah Saw dengan syafaat Fatimah akan masuk syurga, sesungguhnya ia adalah penghulu para perempuan di alam.1 Problem ekonomi rumah tangga dan teladan Fatimah as Salah satu sifat yang sangat penting dan berpengaruh dalam kesuksesan rumah tangga, kesederhanaan dan kemampuan suami istri menanggulangi himpitan dan problem ekonomi, betapa banyak bangunan rumah tangga hancur karena berharap sesuatu diluar batas dan tidak ada saling pengertian dan ketidakmampuan menanggulangi problem.
1
Bihār al-Anwār jld 43 h. 24 dari Āmālī Shaduq ra.
79
Dalam berumah tangga dan solusi menanggulangi problem, putri Rasullah Saw adalah contoh terbaik bagi kita, sekalipun putri Rasulullah Saw sering dilanda kelaparan bersama suami dan anak-anaknya sampai tampak di wajah mereka lemah dan pucat.
diizinkan kami lalu masuk. Jabir berkata, “Saya bersama nabi masuk rumah, tanpa sengaja melihat wajah Fatimah pucat seperti kuningnya perut belalangaaa”.
Pada suatu hari Rasulullah Saw bersama Jabir bin Abdullah Anshari pergi ke rumah putrinya, berdiri di depan pintu dan memberikan salam,
Fatimah menjawab, ”Karena lapar ”.
Putrinya menjawab salamnya, Nabi Saw bersabda, ” Boleh masuk?” Fatimah as menjawab, ”Silahkan” Nabi Saw besabda, “Saya bersama dengan salah seorang sahabat” Fatimah menjawab, mempunyai jilbab”.
“Saya
tidak
Nabi Saw besabda, ”Tutuplah kepalamu dengan Mulahhifah”.1 Kemudian nabi kembali meminta izin masuk untuk dirinya dan Jabir, setelah 1
Kain panjang seperti selimut. (mulhafi = mantel : sejenis kain panjang yang dipakai untuk menjaga supaya tidak menampakkan bentuk aurat).
80
Rasullah Saw bersabda, wajahmu pucat “.
”Kenapa
Pada saat itu Rasulullah Saw berdoa, ”Ilahi, Wahai yang mengenyangkan orang kelaparan dan mencukupi orang yang kekurangan, Fatimah putri RasululMu kenyangkanlah”. Jabir berkata, “Demi Allah! Saya lihat perlahan-lahan darah mengalir di wajah Fatimah dari dahi sehingga kembali menjadi merah”.2 Sekilas kita memandang ke rumah Fatimah as, peralatan rumah tangga yang sangat sederhana cukup untuk keluarga yang sederhana, layak untuk kehidupan mereka.
2
Bihār al-Anwār jld 43 h.62 dari Al-Kāfī.
Abu Sa'id al-Khudri salah satu dari sahabat Rasulullah Saw meriwayatkan, “Suatu hari Ali bin Abi Thalib yang dalam keadaan lapar berkata kepada istrinya, ” Duhai Fatimah! Adakah sedikit makanan yang bisa kau hidangkan kepadaku?”. Fatimah menjawab, “Demi Allah! jika ada tentu saja aku akan mendahulukanmu dan anak-anakku daripada diriku”. Imam Ali as berkata, “Mengapa tidak memberitahu saya agar bisa berusaha?”. Fatimah menjawab, “Saya malu kepada Allah untuk membebani kamu sesuatu di luar kemampuanmu!”.
“Wahai saudaraku! saya tidak bisa pergi tanpa kamu memberitahuku!”. Miqdad berkata, “Wahai Abal Hasan! demi Allah tinggalkanlah aku dan janganlah kamu memaksaku”. Imam Ali as berkata, “Kamu tidak boleh menyembunyikan problemmu dariku”.
Imam Ali as sambil bertawakul kepada Allah swt keluar rumah untuk meminjam beberapa keping dinar untuk keperluan rumah tangganya. Di tengah jalan ia melihat Miqdad, sedang duduk termenung di terik sinar matahari, Imam Ali as berkata kepadanya, “Ada masalah apa yang menimpamu sehingga kau keluar rumah”
Imam Ali as mendengar cerita tersebut, air mengalir dari pelupuk matanya sehingga sorbanya basah, kemudian ia berkata kepadanya, “Karena hal tersebut aku juga keluar rumah, dan telah meminjam beberapa dinar, akan tetapi saya lebih mendahulukan kamu”. pada saat itu ia memberikan dinar tersebut kepada Miqdad dan pergi ke mesjid, setelah shalat magrib, Rasulullah Saw memberi isyarah kepada Imam Ali as yang sedang
Miqdad berkata, “Wahai Abal Hasan! tinggalkanlah saya, tidak usah campuri urusanku!”. Imam Ali as berkata,
Lalu Miqdad berkata, “Wahai Abal Hasan, tidak juga kamu mau mengerti, demi kebenaran kenabian dan wilayah dan washi yang dianugerahkan kepadamu, saya dalam keadaan tidak berdaya keluar dari rumah, saya tinggalkan keluargaku dalam keadaan menangis kelaparan”.
81
berada di shaf pertama, Imam Ali as mendekati Rasulullah saw di dekat pintu mesjid, ia memberi salam kepada Nabi Saw, setelah menjawab salam Rasulullah Saw bersabda, “Wahai Abal Hasan! Punya sesuatu yang kau bisa hidangkan buat kami malam ini!”. Ali as menundukkan kepala dengan penuh rasa malu dan tidak mempunyai kekuatan untuk menjawab, Rasulullah mendapat wahyu peristiwa dinar dan Miqdad, dan Allah memerintahkan Rasulullah Saw makan malam di rumah Ali as, dengan melihat diamnya Ali as, Rasulullah Saw bersabda, “Wahai Abal Hasan! katakanlah tidak, biar kami pergi atau katakan iya, kami datang bersamamu”. Imam Ali as dengan penuh rasa malu dan rasa hormat menjawab, “Silahkan”. Rasulullah Saw berjalan menuju rumah Ali as sambil memegang tangan Ali untuk menemui Hadrat Fatimah as, Fatimah telah selesai melaksanakn shalat dan di dapur sedang memanaskan makanan.
82
Hadrat Fatimah mendengar suara ayahnya bangkit dan memberi salam, Nabi Saw menjawab salam kemudian membelai kepala putrinya sambil menanyakan keadaannya. Kemudian hadrat Fatimah as menghidangkan makanan pada Rasulullah saw dan Ali as, ketika melihat makanan, Ali bin Abi Thalib bertanya kepada Fatimah, “Duhai Fatimah! makanan ini dari mana kau dapatkan, saya tidak pernah melihat dan mencium aroma makanan selama ini?”. Pada saat itu Rasulullah Saw meletakkan tangannya di antara dada Imam Ali as dan bersabda, “Wahai Ali ini adalah sedikit balasan dinar dari sisi Allah, sesungguhnya Allah swt memberikan rezki kepada siapa saja yang dikehendaki tanpa disangkasangka”. Kemudian Rasulullah Saw sambil menangis bersabda, “Bersyukur kepada Allah kalian tidak akan meninggal dunia kecuali seperti apa yang Allah berikan kepada Maryam,setiap kali zakariyah
mendatangi Maryam di mihrabnya, Ia mendapatkan rezki dari Allah swt”.1 Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Salman datang berkhidmat kepada Fatimah as,ia melihat jilbab panjang hadrat Fatimah banyak tambalanya!. Dan dalam riwayat lain; suatu hari Rasulullah Saw menemui Fatimah as, putrinya yang tidak mempunyai sesuatu selain roti kering, ia hidangkan kepada ayahnya dan dengan itu Rasulullah berbuka, kemudian Rasulullah Saw bersabda, “Putriku ini adalah nun yang pertama kalinya memasuki perut ayahmu selama tiga hari!” Mendengar hal tersebut Fatimah as menangis, Rasulullah Saw dengan penuh kasih sayang membelai putrinya dengan penuh kasih sayang.2 Pada suatu masa, kaum muslimin ditimpa krisis ekonomi, oleh sebab itulah Rasulullah Saw merasa tidak pantas mengambil sedikit dari baitul 1
Bihār al-Anwār jld 43 h. 59 dari Kasyf alGhummah dan Āmālī.
mal untuk keperluan keluarganya sementara kaum muslimin sekitar 400 orang kelaparan berada di sekitar masjid Rasulullah Saw bahkan ada yang tidak cukup pakaiannya untuk menutup tubuhnya.3 Bahkan Rasulullah Saw tidak ridho putrinya membeli sepasang gelang dan gorden pada masa tersebut. Dalam sebuah riwayat bahwa Nabi Saw ketika akan bepergian orang yang terakhir kali dipamiti dari keluarganya adalah Fatimah dan dari rumah Fatimah memulai safarnya, ketika kembali Fatimah orang yang pertama kali ditemui. Suatu kali, Nabi Saw keluar kota, Imam Ali as yang mendapatkan ghanimah diberikan kepada Fatimah, ia membeli sepasang gelang dan kain gorden kemudian ia jahit. Ketika nabi Saw kembali dari safar, ia menemui Fatimah, hadrat Fatimah sangat senang dan dengan penuh 2 3
Bihār al-Anwār jld 43 h. 86 dan 40. Bihār al-Anwār jld 43 h. 85.
83
semangat menjemput ayahnya, pada saat itu tiba-tiba Rasulullah Saw melihat sepasang gelang tersebut dan gorden, Fatimah merasakan bahwa ayahya tidak senang, karena ayahnya tidak suka dia menangis dan berkata, “Ayah, engkau tidak pernah bersikap seperti ini”. Kemudian Fatimah memanggil kedua anaknya, lalu melepaskan kedua gelang tersebut dari tangannya begitu pula gorden ia buka diberikan kepada kedua anaknya sambil berkata, “Datanglah ke ayahku sampaikan salamku padanya dan katakanlah, apapun yang kau anggap ada maslahatnya laksanakanlah ”. Ketika Hasan dan Husein mendatangi Rasulullah Saw dan menyampaikan pesan ibundanya, Nabi saw mencium kedua anaknya, memeluk dan meletakkan di dadanya, ia memerintahkan menjual kedua gelang perak tersebut lalu dibagi-bagikan 1
Sekelompok kaum muslimin yang hijrah dari rumah dan kotanya yang tidak mempunyai rumah dan harta di kota madinah.
84
kepada ahlu suffah1. Gorden itu juga dibagi-bagikan bagi mereka karena kemiskinan hingga pakaian yang mereka pakai terkadang tidak bisa menutup seluruh tubuhnya. Pada saat itulah nabi Saw bersabda, “ semoga Allah merahmati Fatimah, Allah Swt akan menggantikan gorden ini dengan pakaian syurga dan menggantikan sepasang gelang tersebut dengan perhiasan dari syurga.2 Sebahagian riwayat tercatat bahwa Nabi Saw bersabda, “... ayahmu jadi tebusanmu!” Keluarga Muhammad ada urusan apa dengan dunia? Mereka tercipta untuk akhirat, dan dunia tercipta karena mereka.3 Pekerjaan rumah Fatimah as
dan
teladan
Fatimah as, dimana putri Rasulullah Saw jalani kesibukan yang luar biasa dalam mengatur kehidupan rumah tangga. 2
Bihār al-Anwār jld 43 h. 83 dari Al-Kāfī. Bihār al-Anwār jld 43 h. 86 dari ibn syahīn dalam Manāqib Fatimah. 3
Rasullah Saw telah membagi pekerjaan untuk putri dan menantunya, ia bersabda, ” pekerjaan yang di dalam rumah tanggungjawab Fatimah as, dan pekerjaan di luar rumah tanggungjawab Ali as.1 Hadrat Fatimah as di samping menjaga dan memelihara anak juga menggiling gandum, jū (jenis gandum), membuat adonan dan memanggang roti, terkadang Imam Ali as membantu pekerjaan rumah dan menyapu rumah.2 Dalam riwayat disebutkan bahwa suatu hari Rasulullah Saw mendatangi rumah Ali as dan ia melihat Ali di samping Fatimah az-Zahra as duduk dan sedang sibuk menbersihkan adas (jenis kacangkacangan). Rasulullah Saw menjelaskan bahwa seseorang yang membantu istrinya dalam rumah tangga akan mendapatkan pahala yang sangat besar.3 Suatu hari Rasulullah Saw mendatangi Ali as dan Fatimah as, ia melihat mereka sedang sibuk menumbuk 1 2
Bihār al-Anwār jld 43 h. 86 dan 40. Bihār al-Anwār jld 43 h.151 dari Al-Kāfī.
gandum. Ia bersabda, “siapa diantara kalian yang lebih capek?”. Ali as menjawab, ‘Fatimah’. Rasulullah Saw bersabda, ‘Putriku bangunlah’, kemudian Rasulullah saw duduk di tempat putrinya dan bersama Ali memutar penggilingan”.4 Ali as berkata, “Fatimah di sisiku adalah orang yang paling dicintai Rasullah Saw dalam keluarganya, karena terlalu sering menimba air sehingga menimbulkan bekas di dadanya, begitu sering menumbuk gandum sehingga tangannya terkelupas, karena terlalu sering menyapu sehingga bajunya berwarna tanah, karena terlalu sering menyalakan api (untuk memanaskan ruangan atau memasak) sehingga warna pakaiannya berubah. Saya memintanya untuk mendatangi Rasulullah saw untuk meminta seseorang yang membantu dalam rumah tangganya sehingga beban tersebut sedikit berkurang, ia 3 4
Bihār al-Anwār jld 43, h. 85. Bihār al-Anwār jld 43 h. 50 dari ‘Ilal al-Syarāi’.
85
mendatangi ayahnya, pada saat itu Rasulullah Saw sedang berbincangbincang dengan sekelompok orang. ia merasa malu dan kembali ke rumah, Rasulullah saw tahu maksud kedatangan putrinya, besok paginya Rasulullah mendatangi mereka, dan bersabda, ” Fatimah kemarin ada urusan apa? Ali as menceritakan pekerjaan rumah dan permintaan Ali kepada Fatimah, Rasulullah saw bersabda, “ tidak inginkah kalian saya beritahukan sebaik-baik penolong dalam urusan rumah tangga? Ketika hendak tidur bacalah 33 subhanallah dan 33 alhamdulillah dan 34 Allahu akbar (yang dikenal Tasbihat azZahra)! Hadrat zahra as mengulang tiga kali kalimat ini, “ saya rida atas kehendak Allah dan RasulNya”.1 Amirul Mukminin berkata kepada Fatimah, “Kita mengharapkan dunia dari Rasulullah Saw dan ia memberikan kepada kita pahala akhirat (tasbih az zahra)”.2 1
Bihār al-Anwār jld 43 h. 82 dari ‘Ilal al-Syarāi’ Shaduq ra.
86
Salman berkata, “Saya melihat Fatimah sedang sibuk memutar penggilingan gandum, dan di pegangan penggilingan tersebut terlihat bercak darah, di sudut rumah saya melihat Husein menangis kelaparan, saya berkata, ” wahai putri Rasulullah! Tanganmu terluka, Faiza kan ada?”. Fatimah as berkata, “Rasulullah Saw berpesan agar aku bergantian dengan Faiza. Dan kemarin gilirannya berkhidmat kepadaku!”. Salman berkata, “Saya memutar penggilingan atau saya mendiamkan husein!” hadrat Fatimah berkata, “Untuk mendiamkan Husein saya lebih cocok, gilinglah gandum itu,” belum seberapa saya giling datang waktu shalat, saya pergi ke mesjid setelah mendirikan shalat, peristiwa sebelum pergi saya ceritakan kepada Imam Ali as, Ali as terenyuh hatinya dan terlihat titisan air mata di kelopak matanya
2
Bihār al-Anwār jld 43 h. 85.
karena sedih, setelah mendirikan shalat Ali as kembali ke rumah Fatimah as.1 Hijab dan tauldan Fatimah as Hadrat Fatimah yang merupakan hujjah Allah dan ishmah kubra ilahi dan para Imam as yang suci menjadikan dalil dan sandaran pada perbuatan, salah satu perbuatan Fatimah as yang patut diteladani adalah permasalahan hijab. Salah satu ucapan Fatimah sebagai berikut, “Yang terbaik bagi perempuan adalah tidak melihat lelaki, dan lelaki tidak melihatnya.”2 Pada kesempatan yang lain bersabda, “kondisi yang paling mendekatkan perempuan kepada Allah adalah berdiam diri di dalam rumah, Rasulullah Saw ketika mendengar kalimat tersebut besabda, “Fatimah adalah bagian dari saya”.”3
Dalam bekerja ia juga sangat menjaga hijab dan tidak pernah sekalipun bercampur dengan orang yang bukan muhrim. Ali as berkata, “Suatu hari orang buta meminta izin menemui Fatimah, Fatimah bersembunyi di belakang gorden, Rasulullah bersabda, “Mengapa kau bersembunyi, dia tidak melihatmu?” Fatimah menjawab, “Akan tetapi saya melihat dia, dan dia juga mencium bau!” Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah kamu adalah bagian dariku!”.4 Ketika Rasulullah membagi pekerjaan suami istri, pekerjaan di luar rumah diserahkan kepada Ali as, sementara pekerjaan dalam rumah diserahkan kepada Fatimah as, hadrat Fatimah sangat senangnya berkata, “Selain Allah tidak ada orang yang tahu betapa gembiranya saya ayahku menghilangkan dariku berhadap-
1
Bihār al-Anwār jld 43 h. 28 dari Al-Kharāij wa alJarāih. 2 Wasāil al-Syī'ah jld 14 h. 43. 3 Bihār al-Anwār jld 43 h. 91- 92 dari Nawādir alRawandī.
4
Bihār al-Anwār jld 43 h. 91- 92 dari Nawādir alRawandī.
87
hadapan dengan lelaki yang bukan muhrim”.1 Begitu pentingnya hijab dan iffah di mata Fatimah sehingga tidak rela sekalipun telah meninggal orang yang bukan muhrim melihat bentuk badannya dan berkata kepada Asma, “Saya memandang tidak baik dengan hanya membentangkan kain pada jazad perempuan yang memperlihatkan bentuk badan perempuan”. Asma berkata, “Wahai putri Rasulullah! Saya melihat di Habasyah mereka membuat tabut, kemudian kain diletakkan di atasnya, sehingga bentuk badan perempuan tidak terlihat”. Hadrat Fatimah, yang menurut riwayat setelah sepeninggal ayahnya tak seorangpun yang melihat ia tertawa mendengar tentang tabut tersebut tersenyum dan berkata, “Betapa indah dan bagusnya, karena dengan tabut ini orang-orang bahkan tidak bisa membedakan lakilaki atau perempuan”.2
1
Wasāil al-Syī'ah jld 14 h.123 bab 89 muqadimmah nikah.
88
Dengan harapan bahwa para muslimah tidak menghadiri secara fisik perayaan yang tidak sesuai dengan syariat dimana laki-laki dan perempuan tidak dipisahkan, jika terpaksa hal itu tidak bisa dihindari, minimalnya tidak menjadikan sebagai sebuah kebanggaan. Menghadiri pesta yang bukan muhrim dan bercampur antara pria dan perempuan jika dianggap sebagai sebuah kebanggaan, maka hadrat Fatimah as yang tidak ada mendahului dari segi kebaikan, akan merasa bangga dengan hal tersebut, dalam perjalanan sejarah Rasulullah Saw dan para Ahlul bayt as dan wali Allah dan ulama Rabbani dan para shalihin, tidak pernah disaksikan istri dan putri-putri dan saudari mereka ikut sertakan dalam berbagai pesta yang di sana bercampur dengan bukan muhrim dan merasa bangga akan hal tersebut. Keutamaan dan kebanggaan adalah ketika tetap menjaga hijab dan iffah 2
Bihār al-Anwār jld 43 h. 189.
tetap berusaha mendapatkan pendidikan terbaik dan kemajuan ilmu pengetahuan dan maknawi dan dalam berbagai aspek kehidupan baik dunia maupun maknawi dalam masyarakat islam. dan yang terpenting dan sangat berperan adalah mengabdikan diri dalam mensucikan dan mejaga aturanaturan rumah tangga dan mempersiapkan situasi demi keberhasilan dirinya, suami dan anakanaknya. Justru, perintah hijab membuka peluang luas bagi perempuan untuk berkiprah dalam ilmu pengetahuan dan sains, perempuan dituntut untuk menjadi spesialis dalam masalah yang berhubungan dengan keperempuanan, seperti ahli kandungan, ahli operasi caesar, spesialis balita, spesialis dalam bidang pendidikan anak, spesialis dalam gizi dan lain-lain. Ketika mereka berkiprah dan spesialis dalam bidang keperempuanan, mereka telah menghijab dirinya dari pengetahuan laki-laki tentang keperempuanan. Betapa banyak
perempuan karena kondisi darurat, terpaksa merujuk ke dokter spesialis keperempuanan yang nota bene adalah laki-laki. Tentu saja, menuntut ilmu pengetahuan dan sains dan berkiprah masyarakat, keduanya memiliki peluang sama, ketika berperan aktif di masyarakat yang harus diperhatikan adalah potensi dan batasan syariat yang Allah berikan kepada laki-laki dan perempuan, karena masyarakat adalah gabungan dari individu-individu, perempuan memiliki peran yang sangat urgen untuk menciptakan masyarakat sehat rohani dan jasmani karena perempuan adalan pondasi masyarakat, baik buruknya sebuah masyarakat sangat bergantung pada peran perempuan. Ketika sebuah rumah tangga yang bersih dan sehat rohani dan jasmani, yang merupakan masyarakat yang paling kecil, telah terbentuk. Negara sebagai sebuah masyarakat besar yang merupakan gabungan dari masyarakatmasyarakat kecil yang biasa disebut dengan rumah tangga, sehat. Maka
89
akan terciptalah sebuah negara yang sehat dan bersih. Di sini perempuan dari fungsi ibu rumah tangga berfungsi lebih besar menjadi ibu pertiwi, perempuan adalah pondasi negara, ketika ia laksanakan fungsinya secara maksimal, akan tercipta sebuah negara yang bersih dan sehat. Fatimah az-Zahra adalah manusia paripurna yang telah memerankan peran perempuan dalam seluruh aspek kehidupan manusia dengan sempurna. Sebagai manusia paripurna yang sempurna jasmani dan rohani, yang sempurna dalam hubungannya dengan Makhluk dan Khalik, Karena kesempurnaannya itulah ia mendapat gelar Ishmah al-Kubra, ia menjadi penghulu perempuan di seluruh alam
bukan karena ibu dari para 10 makshum as tetapi karena ia telah mengabdikan dirinya secara totalitas kepada Khaliknya – ishmah bukan anugerah semata tetapi ia adalah anugerah ilahi setelah pencapaian - adalah patut untuk dijadikan teladan dalam seluruh sisi kehidupannya sebagai seorang perempuan. Manusia, kaum muslimin atau perempuan khususnya dan lebih khusus pecinta Fatimah az-Zahra selaiknya menjadikannya sebagai teladan dalam seluruh aspek kehidupannya dan menjadikan “KERIDHAAN FATIMAH”. Sebagai landasan konsep hidup untuk berperan aktif dalam kehidupan individu dan masyarakat baik dalam masyarakat muslim maupun non muslim.
Daftar pustaka 1. Al-Majlisi, Muhammad Baqir, Bihār al-Anwār; al-jāmi’ah li Durar Akhbār al-Aimmah al-Athhār, Beirut, Muassasah al-Wafa’, 1403 2. Arabili, Ali ibn Isa, Kasyf al-Ghummah fī Ma’rifat al-Aimmah, terjemahan Ali bin Husein Zuwari’i, Tehran, Islamiah, 1381 H 3. Babuwaih al-Qummiy, Ali bin Hasan, Kitāb al-Khishāl, Qom, Jama’ah alMudarrisin al-Hauwzah al-‘Alamiyah, Muassasah al-Nasyr, 1403.
90
4. Hur al-‘Amiliy, Muhammad bin Hasan, Tafshīl Wasā’il al-Syī’ah ila Tahshīl masā’il al-Syarī’ah, Qom, Muassasah Āli al-Bait ‘Alaihim al-Salam li ‘Ihya’ alTurāts, 1409 5. Ibn Abi al-Hadid, abd Hamid ibn Hibatullah, Syarh Nahj al-Balāghah, Beirut, Dār ‘Ihya’ al-Turats al-‘Arabiy, 1387 H 6. Ibn Babwaih, Muhammad bin Ali, Āmalī Syekh Shadūq, Tehran, Kitabcheh, 1362 7. Ibn Qutaybah, Abdullah ibn Muslim, Al-Imamah wa al-Siyāsah, Mesir, Mathba’ah al-Futūh al-Adabiyah, 1413 h 8. Najafiy Yazdi, Sayyid Muhammad, Shiddīqah Syahīdah Fathimah al-Zahra’, cet. Pertama, Qom, Nashāyih, 1381 S 9. Syahriy, Muhammad Rey, Mausu’ah al-Imam Ali ibn Abi Thalib fī al-Kitāb wa al-Sunnah wa al-Tarikh, Qom, Dar al-Hadits, 1389 10. Tabariy Āmuli, Muhammad ibn Jarir ibn Rustam, Dalāil al-Imamah, Beirut, Muassasah al-‘Alamiy lil Mathbu’āt, 1408
91
DASAR TARBIYAH INSANIYYAH Oleh: Hanif Fitriyani1 Pendahuluan Tarbiyah merupakan hal yang sangat penting. Allah swt adalah Robb, Murobbi yang menciptakan manusia dengan tujuan yang jelas. Dia mengutus para Nabi dan Rasul sebagai wasilah untuk mengajarkan nilai – nilai kebaikan dan mendidik manusia hingga menjadi manusia yang sempurna sesuai dengan tujuan penciptaan. Berkaitan dengan ini orang tua juga merupakan wasilah dalam mendidik anak – anak yang diamanahkan kepada mereka. Oleh karena itu setiap orang tua harus mengenal hakikat anak sebagai seorang manusia, apa potensi yang harus dipelihara dan diaktualkan dalam diri anak sehingga ia dapat tumbuh menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya.
1
Tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak merupakan tugas yang berat. Amanah dan tugas ini tidak akan bisa kita tunaikan kecuali dengan pertolongan – Nya. Tarbiyah membutuhkan ilmu dan keterampilan yang mana hanya bisa kita dapatkan dengan mengkaji ilmu – ilmu Allah swt dan mencontoh para Rasul dan Auliya – Nya. Karena Dia yang Maha mengetahui hakikat manusia. Dengan bekal tersebut kita bisa menunaikan amanah Allah swt, mendidik dan mengarahkan anak kita sesuai dengan tujuan penciptaannya. Yaitu menjadi manusia sempurna sesuai dengan kadar dan potensi masing – masing. Oleh karena itu kita harus membekali diri dengan ilmu dan keterampilan mendidik sebagaimana yang diajarkan Islam. Semoga dengan usaha dan
Mahasiswi Fakultas Theology Bintul Huda Higher Education Institute – Al Musthafa International University.
[email protected].
92
pertolongan Allah swt kita bisa mengarahkan dan membentuk generasi sebagaimana yang Allah swt kehendaki. Dalam tulisan ini, penulis ingin mengajak pembaca memahami hakikat manusia sebagai dasar dalam tarbiyah. Kemudian mulai mendidik dan menanamkan nilai – nilai kebaikan kepada anak – anak kita dengan memperhatikan unsur terpenting yang menjadi esensi manusia yang memiliki potensi luar biasa untuk menjadi seorang hamba dan manisfestasi asma – Nya. Urgensitas Tarbiyah Urgensitas tarbiyah tidak bisa kita pahami dengan baik tanpa memahami falsafah penciptaan. Allah swt menciptaan makhluk sebagai manisfestasi kesempurnaan – Nya. Setiap makhluk menunjukkan kesempurnaan Allah swt sesuai dengan kadarnya. Dan manusia merupakan makhluk paling sempurna yang 1
mempunyai potensi untuk bisa menjadi cermin dari segala kesempurnaan – Nya. Keberadaan manusia di alam ini tidak lain agar ia bergerak mengaktualkan potensi yang ada pada dirinya sehingga menjadi cermin yang sempurna dari sang Pencipta. Mengaktualkan potensi pada diri tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pertama, manusia harus mengetahui potensi apa yang dia miliki. Oleh karena itu dia harus mengetahui esensi dan hakikat dirinya. Kedua, manusia harus mengetahui jalan dan cara mengaktualkan potensi tersebut. Oleh karena itu manusia membutuhkan ilmu dan juga contoh dalam mentarbiyah dirinya. Dan sebaik – baik ilmu adalah ilmu Allah swt dan sebaik – baik teladan adalah para utusan dan auliya – Nya. Karena itu para Nabi dan Rasul diutus ke dunia sebagai uswatun hasanah bagi kita.1 Orang tua sebagai guru pertama manusia harus memahami dengan baik
Q.S. Al Imron : 164, Al Jumuah : 2.
93
masalah ini. Anak bukan sekedar anugrah, akan tetapi mereka merupakan amanah Allah swt. Oleh karena itu orang tua harus mengerti untuk apa Allah swt memberi mereka anak. Tugas berat orang tua adalah mendidik dan membekali anak – anak dalam perjalanannya menuju Allah swt. Oleh karena itu pertama orang tua harus mentarbiyah dirinya dan kedua mentarbiyah anak –anak dan menjadi contoh bagi mereka. Orang tua harus mengerti potensi yang ada pada diri anak. Mereka bagaikan lahan subur yang siap ditanami.1 Apakah orang tua akan menanamkan benih – benih kebaikan yang akan tumbuh menjadi cermin asma – Nya yang indah. Ataukah akan menanamkan benih – benih keburukan yang akan menjadi tajalli sifat – sifat mudzil – Nya?!
anak akan berakibat fatal dan sangat merugikan masa depan mereka. Kelalaian orang tua dalam mendidik anaknya menjadi salah satu sebab utama kesengsaraan dan kebinasaan anak di dunia dan akherat. Begitu berat mendidik anak sehingga imam Sajjad as berdoa dalam munajatnya: 2 َو ِب ِرهِم،َو أ َ ِعنِي َعلَى ت َْر ِب َيتِ ِه ْم َو ت َأْدِي ِب ِه ْم Ya Allah tolonglah aku dalam mentarbiyah dan mendidik serta berbuat baik kepada mereka (anak – anak). Jika orang tua bisa mendidik anak – anaknya dan mengantarkan mereka kepada kesempurnaan akhlak, berarti mereka telah memberikan hadiah yang terbaik kepada anak – anaknya. Amirul Mu’minin berkata: 3
Tarbiyah pada masa kecil akan membekas dan membentuk kepribadian anak pada masa dewasa. Kesalahan mendidik dan mengarahkan anak – 1 2
Nahjul Balaghah, Ali bin Abi Thalib, hal 393. Shahifah Sajadiyah, Ali bin Hasan, hal 120.
94
3
.س ٍن ٍ َض َل ِم ْن أَد َ َما نَ َح َل َوا ِلدٌ َو َلده نُحْ ًال أ َ ْف َ ب َح
Nahjul Fashahah, Abul Qosim Payandeh, hal 689.
Sebaik – baik hadiah seorang ayah kepada anaknya adalah tarbiyah dan adab yang baik. Dengan demikian kita memahami bahwa urgensitas tarbiyah adalah untuk mencapai titik maksimal kesempurnaan yang menjadi potensi diri kita. Dan mentarbiyah anak adalah mengantarkan dan menyiapkan lahan yang baik untuk mereka sejak dini sehingga disaat mereka tumbuh dewasa mereka bisa melanjutkan perjalanan dengan kakinya sendiri menuju kesempurnaan. Yaitu menjadi hamba Allah swt1, menjadi sempurna2, cermin dari keindahan Asma – Nya.3
Jika kita perhatikan, esensi tidak akan terlepas dari eksistensi. Karena dia adalah batasan atau definisi yang membedakan eksistensi yang satu dengan eksistensi yang lain. Oleh karena itu untuk mengetahui hakikat sesuatu yang terbatas kita bisa mengetahuinya melalui esensi atau batasan sesuatu tersebut.4 Esensi Manusia Dalam pandangan Ilmu Logika
Manusia mempunyai dua sisi; mahiyah atau esensi dan huwiyah atau eksistensi. Esensi adalah definisi dari sebuah eksistensi. Sedangkan eksistensi adalah hakikat dari sesuatu tersebut yang menjadi sumber dan asal segala efek.
Dalam ilmu logika definisi yang sempurna terdiri dari genus (jins) dan differentia (fashl). Gabungan antara genus dan defferentia membentuk suatu spesies (nau’). Genus adalah pahaman universal tentang suatu hakikat yang memiliki makna sama diantara spesies. Sedangkan differentia adalah pahaman universal tentang suatu hakikat yang menjadi pembeda diantara spesies. Manusia sebagai spesies dalam ilmu logika didefinisikan sebagai
1
4
Hakikat Manusia
2 3
Q.S. Al Dzariyat : 56. Makarimal Akhlak, Hasan ibn Fadl Tabarsi, hal 8. Q.S. Al Baqarah : 30, Q.S. Al Baqarah : 115
Lihat : Bidayatul Hikmah, Alamah Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’i, hal 19.
95
“Binatang Rasional”; yaitu hewan yang berfikir. Kita bandingkan dengan definisi kuda dalam ilmu logika yaitu “Binatang yang meringkik”. Binatang pada definisi manusia dan kuda memiliki arti yang sama yaitu benda berkembang yang memiliki daya rasa dan bergerak dengan kehendak. Inilah yang disebut genus. Sedangkan rasional dan meringkik adalah pembeda diantara keduanya. Dan inilah yang disebut dengan defferentia. Jadi kesimpulannya, definisi atau esensi manusia menurut ilmu logika adalah binatang rasional. Binatang rasional ini tidak bisa dipisahkan dari manusia. Karena keduanya merupakan zat yang membangun spesies bernama manusia. Jika seorang kehilangan salah satu dari keduanya maka ia tidak disebut manusia.1 Dalam Pandangan al Quran Dalam pandangan al Quran, esensi manusia lebih tinggi dari binatang 1
Lihat : Mantik Mukaddamati bagian Kulliyat khams dan ta’rif, Abu Fadl ruhi, hal 66 dan 76.
96
rasional. Ia bukan hanya sekedar binatang yang mampu berbicara dan berfikir namun ia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk menembus Arsy dan menjadi manisfestasi terbaik – Nya. Sebelum kita melihat bagaimana al Quran mendefinisikan hakikat manusia, kita perhatikan terlebih dahulu dua ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia berikut ini: صال ٍ ص ْل َ َو إِ ْذ قا َل َربُّكَ ِل ْل َمالئِ َك ِة إِنِي خا ِل ٌق بَشَرا ً ِم ْن ُ س َّو ْيتُهُ َو نَفَ ْخ ت في ِه ِم ْن ُروحي َ ون فَإِذا ٍ ُِم ْن َح َمإ ٍ َم ْسن 2 َساجدين ِ ُفَقَعُوا لَه Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh-Ku, maka tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud.
2
Q.S. Al Hijr : 28 - 29, Q.S. Shad : 71.
ْ ُطين ث ُ َّم َج َع ْلناهُ ن ًطفَة ُ اْل ْنسانَ ِم ْن ٍ ساللَ ٍة ِم ْن ِ ْ َو لَقَ ْد َخلَ ْقنَا ْ َكين ث ُ َّم َخ َل ْقنَا النُّط َفةَ َعلَقَةً فَ َخ َل ْقنَا ْال َعلَقَة ٍ َفي ق ٍ رار َم ُظام َلحْ ما ً ثم ْ ْ ْ ً َ ْ ضغَةً فَ َخلَقنَا ال ُم ْ ُم َ ضغَة ِعظاما فَ َك َ س ْونَا ال ِع 1 ْ ْ ْ َ ً َ َ َ َسنُ الخالِقين َ َْباركَ هللاُ أح َ أ َ ْنشَأناهُ خلقا آخ َر فت Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Dari kedua ayat tersebut kita melihat ada dua proses di dalam penciptaan manusia. Yang pertama, penciptaan jasad atau unsur materi yang merupakan sisi hewaniyah. Unsur ini diciptakan dari tanah dan/atau setetes 1
mani yang hina (Q.S. al Hijr : 28 dan Q.S. al Mu’minun : 12-13). Dan yang kedua, peniupan ruh atau unsur nonmateri yang merupakan sumber insaniyah dan Ilahiyyah (Q.S. al Hijr : 29 dan Q.S. al Mu’minun : 14). Berdasarkan ayat tersebut, esensi atau definisi manusia dalam pandangan al Quran adalah “Hayy Muta aalih” yaitu Hidup ber-Tuhan; wujud Ilahi dalam sebuah makhluk hidup. Genus dari manusia adalah “Hayy” yaitu sesuatu yang memiliki kehidupan. Kehidupan ini mencakup kehidupan yang ada pada tumbuhan, hewan dan manusia dalam pandangan ‘urf dan logika. Dengan kata lain genus manusia adalah binatang rasional. Sedangkan differentia manusia adalah “muta aalih” yaitu wujud Ilahi – ber-Tuhan. Jadi yang membedakan manusia dengan tumbuhan dan hewan adalah muta aalih yang berasal dari ruh Ilahi yang ditiupkan ke jasad manusia. Ruh Ilahi inilah yang menjadi sumber insaniyah atau kemanusiaan dan semua nilai –
Q.S. Al Mu’minun : 12 – 14.
97
nilai kebaikan. Tidak ada satu titik pun kebaikan kecuali kembali kepada sumber kebaikan dan kesempurnaan, yaitu Allah swt. Potensi ini yang harus diperhatikan setiap orang tua dalam mentarbiyah anak – anaknya. Hingga manusia – manusia titipan Allah swt tersebut bisa mengaktualkan potensinya dalam perjalanan menuju kesempurnaan tanpa batas. Menjadi manisfestasi Asma-Nya yang indah.1 Eksistensi manusia Sebagaimana telah disebutkan bahwa eksistensi adalah hakikat sesuatu yang merupakan asal dan sumber segala efek. Sedangkan esensi adalah batasan sebuah eksistensi. Sebagaimana telah kita ketahui batasan wujud manusia adalah “hay muta aalih”. Sekarang kita akan mengetahui bagaimana hakikat 1
Lihat : Interpretation Man Through Man, Javadi Amuli, Hal 149 –152. 2 Wajibul Wujud adalah wujud atau keberadaan yang tidak memiliki sebab. Dia ada dengan sendirinya. Wujud baginya adalah keniscayaan dan tidak bisa dipisahkan dari dirinya. Wujud adalah dirinya. Dan dia menjadi sumber dan sebab dari semua keberadaan.
98
eksistensi manusia sebagai “hay muta aalih”. Eksistensi mempunyai makna yang sama pada setiap keberadaan. Dia memiliki satu makna yaitu wujud yang menjadi sumber dari semua efek. Namun secara ekstensi (misdaq) eksistensi memiliki perbedaan dan bergradasi. Wujud pada Wajibul Wujud2 dan mungkinul wujud3 tidak memiliki perbedaan makna. Namun di dalam dunia eksternal ekstensi dari keduanya sangat jauh berbeda. Wujud pada Wajibul Wujud bersifat wajib dan dzati. Artinya wujud baginya suatu keniscayaan dan tidak bisa dipisahkan dari dirinya. Dirinya adalah wujud itu sendiri. Dan sesuatu tidak akan mungkin bisa terpisah dari dirinya sendiri. Maka dari itu Dia selalu ada. 3
Mumkinul wujud adalah suatu wujud yang keberadaan dan kelangsungan eksistensinya tergantung kepada sebab dan sumbernya. Asli dari dirinya adalah ketidakberadaan, fakir dan tidak memiliki apa pun. Dia ada karena diberi wujud. Dan dia bisa memberi efek karena wujud yang dititipkan kepadanya.
Namun berbeda dengan mumkinul wujud. Sesuatu yang mungkin, zatnya tidak memiliki sesuatu apa pun. Ia selalu dalam keadaan fakir baik sebelum atau setelah ia eksis. Karena wujud pada mungkin bukanlah miliknya. Untuk menjadi eksis dia memerlukan wujud diluar dirinya dan setelah aliran dan pancaran wujud menyinarinya maka ia menjadi ada. Kemudian setelah ia menjadi ada, untuk melanjutkan eksistensinya ia pun selalu membutuhkan dan bergantung kepada aliran wujud tersebut. Sedetik aliran wujud itu terputus maka ia akan hancur musnah seketika menjadi tidak ada. Artinya suatu yang mungkin, walaupun ia telah eksis dan memiliki efek, esensi (zat) dan hakikat dirinya tetap tidak akan berubah. Yaitu selalu dalam keadaan fakir, tidak memiliki apa-apa. Dengan kata lain dia ada namun keberadaan itu bukan miliknya. Itulah eksistensi manusia yang sesungguhnya. Eksistensi manusia yang dibatasi oleh esensi “hay muta aalih” pada hakikatnya merupakan wujud mungkin yang keberadaannya bukan miliknya
dan selalu bergantung penuh dengan sumbernya. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa wujud adalah asal dan sumber dari segala efek. Efek yang dilahirkan oleh wujud tergantung pada tingkatan wujudnya. Semakin tidak terbatas maka efek yang diberikan semakin besar dan sempurna. Dan sebaliknya, semakin terbatas maka efeknya pun semakin kecil dan rendah. Oleh karena itu, wujud yang tidak terbatas bisa melakukan apa saja yang mungkin dan memberikan efek yang luar biasa. Namun, wujud yang terbatas hanya akan bisa memberikan efek sesuai dengan tingkatan wujudnya. Karena yang tidak punya tidak akan mungkin bisa memberi. Karena itu kesempurnaan wujud melazimkan tingkatan yang lebih tinggi dan kemampuan yang lebih besar dalam memberi. Sebagai contoh pendekatan; Sinar matahari disaat menyinari bumi memiliki gradasi. Sinar yang lebih dekat dengan sumber cahaya akan lebih terang jika dibandingkan dengan sinar yang lebih jauh dari sumber cahaya.
99
Namun keduanya memiliki sinar yang bisa menerangi sekitarnya sesuai dengan kadar yang ada. Begitulah wujud. Wujud Ilahi yang Allah swt tiupkan ke dalam tubuh manusia terkurung dan terikat dengan jasad dan sifat – sifat hewaniyah. Allah swt ingin melihat bagaimana kita berjuang untuk melepaskan ikatan-ikatan tersebut hingga wujud yang menjadi sumber segala efek ini bisa terbang bebas mengangkasa hingga sampai pada sumbernya. Menjadi sempurna dan bisa menyinari seluas mungkin alam semesta yang ada di bawahnya.1 Jadi kesimpulannya hakikat manusia adalah “hay muta aalih” yang mana wujudnya merupakan wujud mungkin yang fakir dan selalu bergantung kepada sumber wujud, Allah swt. Fitrah dan Tabiat Manusia Sampai disini kita telah mengetahui esensi manusia yaitu; ”Hayy Muta aalih”. Dan kita juga telah mengetahui eksistensi manusia pada hakikatnya 1
Ibid, Hal : 157 – 159.
100
adalah wujud mungkin yang fakir, yang mana keberadaannya bergantung kepada sumber wujud, yaitu Wajibal Wujud; sumber segala keberadaan. Wujud yang Allah swt alirkan kepada manusia tidak lain adalah ruh Ilahi yang ditiupkan ke jasad manusia sebagai sumber kehidupan. Ruh ini memiliki dua kekuatan; fitrah dan tabiat. Fitrah memiliki tingkatan wujud yang lebih tinggi dari tabiat. Ia merupakan sumber insaniyat yang mampu mencapai tingkatan wujud yang paling tinggi.2 Fitrah selalu condong kepada tauhid yang merupakan sumber dari segala kebaikan. Dan menolak syirik sebagai sumber segala keburukan. Fitrah selalu menginginkan kesempurnaan dan membenci segala bentuk kekurangan. Oleh karena itu manusia pada dasarnya bukanlah tempat kosong yang akan menerima apa saja yang dituangkan ke dalam dirinya. Ia terlahir di dunia dalam keadaan fitrah, dan akan menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan fitrahnya. Namun 2
Ibid, hal 169.
tarbiyah yang salah bisa memenjarakan fitrah dan menjadikan ia bungkam disaat ruhnya selalu diberikan makanan-makanan keburukan. Namun fitrah ini tidak akan berubah.1 Sedangkan tabiat adalah tingkatan wujud yang lebih rendah dari fitrah yang bertugas mengatur dan mengurus kebutuhan jasad.2 Oleh karena itu manusia disebut sebagai alam akbar yang wujudnya terbentang dari alam materi (tabiat) sampai ruh Ilahi (fitrah).3 Sebagaimana fitrah, tabiat juga memiliki kecondongan untuk menyukai dan membenci sesuatu. Namun kecondongan ini berada pada barisan hewaniyah. Keinginan dan kesenangan hewani yang hanya berputar pada kelezatan dan kenikmatan materi. Kecondongan tabiat tidak harus dimatikan, akan tetapi harus dikontrol oleh fitrah agar tetap berada pada orbit Ilahi.4
1 2 3 4
َِْخ َ )ال Q.S. Rum : 30 (ِِ للا لق َ ل ْديل تب Ibid, Javadi Amuli, hal 169. Divan Amirul Mu’minin, hal 175. Ibid, Javadi Amuli, hal 187.
Kekuatan fitrah dan tabiat ini di dalam al Quran disebut dengan "fujur" dan "taqwa".5 Masing-masing kekuatan tersebut memberikan pengaruh kepada ruh manusia. Keduanya saling tarik menarik, serang menyerang dan mengambil peran dalam membentuk esensi manusia. Dan manusia sebagai makhluk yang berikhtiar, bebas memilih untuk berjalan di bawah komando fitrah atau tabiatnya. Jika manusia berjalan di bawah perintah fitrah maka geraknya akan naik menuju kesempurnaan. Namun jika ia berjalan berdasarkan perintah tabiat maka gerak perjalannya akan menurun sampai tingkatan yang paling rendah menuju kehinaan.6 Salah satu ekstensi fitrah adalah ilmu. Yaitu ilmu terhadap diri (ruh) nya. Ruh mengetahui kondisi dirinya. Karena dia non materi dan non materi selalu hadir pada dirinya. Allah swt Q.S. Asy Syam : 8. ( َ َها و ُور ُج َها ف َم َْله َأ ف َ) ْواها تق 6 Ibid, Javadi Amuli, hal 171 – 172. 5
101
menyempurnakan penciptaan manusia dengan mengilhamkan kepadanya fujur dan takwa. Artinya manusia mengetahui dirinya memiliki potensi fujur (keburukan) dan takwa (kebaikan). Dengan mengetahui kedua sisi tersebut maka manusia juga mengetahui jalan yang bisa mengantarkan ia pada kebaikan atau keburukan. Oleh karena itu manusia pada dasarnya telah mengetahui secara umum asas dari sebuah jalan keselamatan. Yaitu dasar-dasar akidah, akhlak dan syariat yang mengatur tingkah laku manusia. Sedangkan penjelasan secara rincin terdapat dalam agama yang diturunkan Allah swt melalui para utusan-Nya. Oleh karena itu orang tua sebagai pendidik berkewajiban untuk memelihara fitrah ini dan terus memupuknya hingga sinarnya semakin terang.1 Membentuk Kepribadian Anak Sebagaimana telah disampaikan bahwa manusia lahir ke dunia dalam keadaan 1
Ibid, hal 171.
102
fitrah. Dalam mendidik anak orang tua harus senantiasa memperhatikan potensi fitrah tersebut. Jangan sampai karena kesalahan kita dalam mendidik, potensi tersebut akan melemah dan tidak mampu berkembang dan mengaktual pada diri anak. Hal pertama yang harus ditanamkan pada anak adalah pahamkan kepada mereka bahwa mereka adalah manusia dalam arti yang sempurna. Dia adalah sebaik – baik makhluk yang memiliki kedudukan yang tinggi di alam semesta. Kemudian berbicara dan bersikap kepada mereka sebagaimana manusia. Jangan pernah meremehkan dan merendahkan anak dengan alasan mereka masih kecil. Hargai mereka dengan berbicara dan bersikap jujur dan rasional dengan bahasa yang mudah sesuai dengan kadar kemampuan anak dalam memahami sesuatu. Sikap ini dicontohkan imam Mujtaba dalam sebuah hadisnya :
،إنكم صغار قوم و يوشك أن تكونوا كبار قوم آخرين فمن يستطيع منكم أن يحفظه فليكتب و،فتعلموا العلم 1 .ليضعه في بيته Sesungguhnya pada saat ini kalian adalah anak – anak dan kalian akan menjadi orang – orang besar dalam masyarakat pada masa yang akan datang. Oleh karena itu carilah ilmu. Dan barang siapa yang tidak bisa menghapal ilmu tersebut maka catatlah sehingga kalian bisa melihat kembali disaat membutuhkannya. Dalam hadist ini untuk membentuk kepribadian anak imam membuka pikiran, membesarkan dan memberikan harapan masa depan dengan menjelaskan pentingnya ilmu untuk menggapai masa depan yang cerah.2 Setelah memahamkan esensi dan jati diri kepada anak, bahwa dia adalah manusia, berbeda dengan hewan, dia memiliki kedudukan yang tinggi, dia memiliki nafas ilahiyah dan karenanya menjadi makhluk yang paling 1
Binadirul Bahar, Muhammad Baqir Ibn Muhammad Taqi Majlisi, hal 160 -161.
sempurna diantara makhluk – makhluk lainnya. Karena itu dia harus bersikap sebagaimana manusia dan memperhatikan nilai – nilai kemanusiaan. Dengan menjelaskan sebagian sifat – sifat insaniyah kepada anak dengan bahasa yang sederhana, maka sedikit demi sedikit mereka akan memahami bahwa saya adalah manusia maka saya harus bertingkah laku sebagaimana manusia. Misalnya seorang manusia tidak akan mengambil hak yang bukan miliknya. Seorang manusia jika berbuat salah dan diperingatkan ia akan mendengar dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Tidak seperti seekor ayam atau kucing yang tidak bisa diperingatkan dan tidak mengerti mana yang menjadi haknya dan mana yang bukan miliknya. Jika anak telah memahami hal tersebut maka akan tumbuh rasa malu jika ia melanggar nilai – nilai kemanusiaan. Oleh karena itu pendidikan di usia dini sangat berpengaruh pada kepribadian anak di masa depannya. Pada 2
Murobbi Nemuneh, Ja’far Subhani, hal 102.
103
pembahasan selanjutnya kita akan membahas nilai dasar yang menjadi sumber nilai – nilai kebaikan yang melahirkan akhlak al karimah yang harus ditanamkan kepada anak sehingga mereka mudah untuk menerima dan mengaktualkan nilai – nilai kebaikan dan bergerak menuju kesempurnaan. Menyiram Lahan Fitrah, Menanam Nilai – Nilai Kebaikan pada Anak Tauhid Sumber Segala Kebaikan dan Kesempurnaan Tauhid adalah fitrah yang paling terang benderang. Semua orang bisa menemukan Tuhan yang Maha Esa dengan mendengarkan bisikan fitrah dari hati kecilnya. Tauhid adalah asas setiap agama samawi. Semua Nabi dan Rasul as diutus untuk memerangi syirik dan menegakkan kalimah tauhid. 1
1 2 3
Ibid, hal 140 -141. Q.S. Jin : 18. Q.S. Al Baqarah : 83; Q.S. Hud : 26
104
َو ِإ ْذ أ َ َخ ْذنَا2ًعوا َر ِبي َوال أ ُ ْش ِركُ ِب ِه أ َ َحدا ُ قُ ْل ِإنَّما أ َ ْد 3 …َِم ْيثَاقَ بَنِ ْي ِإس َْرائِ ْي َل الَ ت َ ْعبُد ُْونَ ِإالَّ هللا Katakanlah, “Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhan-ku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun denganNya.” Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Isra’il, (yaitu) janganlah menyembah selain Allah… Mengapa tauhid menjadi asas dan dasar setiap agama samawi sehingga Nabi Ibrahrim as terkenal sebagai bapak tauhid dan agamanya disebut dengan agama tauhid, agama yang hanif? Karena tauhid adalah sumber dari segala kebaikan dan syirik adalah seburuk – buruk kejahatan dan sumber dari segala keburukan. Oleh karena itu syirik disebut sebagai kezaliman yang besar.4 Syirik bukan hanya skedar menyembah batu berhala dengan keyakinan Khaliqiyah, Rububiyah dan Uluhiyah. 4
Interpretation Man Through Man, Javadi Amuli, hal 172; Q.S. Luqman : 13.
Namun berhala yang sering terlupakan adalah harta, kedudukan, jabatan, ketenaran, nama baik yang dicintai dan semua keinginan yang bersumber dari budak nafsu dan penyembahan terhadap diri.1 أ َ َرأ َ ْيتَ َم ِن اتَّ َخذَ إِل َههُ هَواهُ أَفَأ َ ْنتَ ت َ ُكونُ َعلَ ْي ِه َوكيال
2ً
Apakah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? Maka apakah kamu dapat menjadi pembelanya? Karena itu perbuatan manusia akan dihisab berdasarkan dua hal. Pertama, esensi amal itu sendiri; apakah ia termasuk amal yang baik atau buruk. Kedua, niat; yaitu motifasi melakukan amal tersebut. Bisa jadi esensi suatu amal adalah kebaikan akan tetapi jika dilakukan dengan niat dan motifasi karena selain Allah swt maka amal tersebut tidak akan diterima.3 Karena semua itu berasal dari benih syirik yang
1 2 3
Ibid, Ja’far Subhani, hal 116. Q.S. Al Furqan : 43. Ibid, Ja’far Subhani, hal 118.
ada pada diri. Oleh karena itu kualitas amal tergantung pada niatnya.4 صدَقَاتِ ُكم بِ ْال َم ِن َو ْاْلذَى ِ يَا أَيُّ َها َّال ِذيْنَ آ َمنُ ْوا الَ تُب َ ْطلُ ْوا اس َوالَ يُؤْ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَ ْو ِم ِ َِّي يُ ْن ِف ُق َمالَهُ ِرئ َا َء الن ْ كَالَّذ صا َبهُ َوا ِب ٌل َ َ ان َعلَ ْي ِه ت ُ َرابٌ فَأ َ ْاْل ِخ ِر فَ َمثَلُهُ َك َمث َ ِل ٍ ص ْف َو ُسب ُْوا َو هللا َ َيءٍ ِم َّما َك َ ُفَت ََر َكه ْ ص ْلدًا الَّ يَ ْقد ُِر ْونَ َعلَى ش 5 ْ ْ َالَ يَ ْهدِي القَ ْو َم الكَافِ ِر ْين Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan mengungkit-ungkit dan tindakan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan ia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaannya adalah seperti batu licin yang di atasnya terdapat tanah, lalu hujan lebat menimpanya, dan ia menjadi bersih nan licin (tak bertanah). Mereka tidak mampu (mendapatkan) sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak akan
4
Mashabihul Syari’ah, Ja’far Bin Muhammad, hal َِّ ْ َا : 53. (َّات ِي ِالن ُ ب َال ْم اْلَع نم )إ 5 Q.S. Al Baqarah : 264.
105
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. Dengan demikian, pelajaran pertama yang harus ditanamkan kepada anak kita adalah tauhid. Sebagaimana Lukman Hakim menjadikan tauhid sebagai asas pertama dalam tarbiyah. ُ َو إِ ْذ قا َل لُ ْقمانُ ِال ْبنِ ِه َو ه َُو يَ ِع ِي ال ت ُ ْش ِر ْك بِاهلل َّ َظهُ يا بُن 1 ُ َِإ َّن الش ِْركَ ل ظ ْل ٌم َعظي ٌم Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, pada waktu ia memberi nasihat kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah), karena sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
asas ini anak akan tumbuh menjadi pribadi yang muwahid dan hatinya terbebas dari semua ikatan dunia. Dengan demikian ia akan mudah bergerak terbang menuju kesempurnaan dengan amal kebaikan yang ia lakukan semata hanya karena Allah swt. Ilmu Allah swt Meliputi Segala Sesuatu
Lukman mengetahui sember segala keburukan adalah syirik, mensekutukan Allah swt, menyembah diri dan menjadi budak hawa nafsu. Karena itu ia tekankan kepada anak – anaknya tentang fitrah tauhid yang menjadi asas setiap kebaikan. Dengan menanamkan
Asas dan pondasi kedua dalam tarbiyah setelah tauhid adalah keyakinan kepada ilmu Allah swt yang meliputi segala sesuatu. Disaat anak telah mengetahui bahwa dirinya adalah seorang manusia yang memiliki potensi kebaikan dan menjaga mutiara jati dirinya (insaniyah) tersebut dengan melakukan segala sesuatu yang baik hanya karena Allah swt, maka kita tanamkan kepadanya bahwa Allah swt adalah Dzat yang Maha Mengetahui, Ilmu – Nya meliputi segala sesuatu, tidak ada yang tersembunyi di sisi - Nya.2 Hingga tidak ada celah dan kesempatan
1
2
Q.S. Luqman : 13.
106
َِّ ُ ء ُن ٍِْ شَي Q.S. Fusilat : 54 (محيط ُل ِك ه ب َال إ )أ.
bagi kita untuk melakukan keburukan yang akan mengotori mutiara fitrah kita. Dengan menanamkan ma’rifat ini, diharapkan anak akan selalu merasakan kehadiran Allah swt yang akan menjaga sekaligus mengawasi dirinya dari setiap keburukan dan kejahatan. َآن َوال ت َ ْع َملُون ٍ َوما ت َ ُكونُ في شَأ ْ ٍن َوما تَتْلُوا ِم ْنهُ ِم ْن قُ ْر ُ ِم ْن َع َم ٍل ِإالَّ ُكنَّا َعلَ ْي ُك ْم ش ُهوداً ِإ ْذ تُفيضُونَ في ِه َوما َ ض َوال فِي ُ يَ ْع ُز ِ ب َع ْن َر ِبكَ ِم ْن ِمثْقا ِل ذَ َّرةٍ فِي ْاْل ْر َ َ َّ ْ ب ْ َّماء َو ال أ ِ الس ٍ صغ ََر ِم ْن ذلِكَ َوال أكبَ َر إِال في ِكتا 1 بين ٍ ُم Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur’an, dan kamu sekalian tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biar pun sebesar zarah (atom) di bumi atau pun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) 1
Q.S. Yunus : 61; Q.S. Saba : 3.
dalam kitab Mahfûzh).
yang
nyata
(Lauh
Setiap Perbuatan Ada Balasannya Menjaga diri agar tetap dalam keadaan fitrah dan tidak keluar dari insaniyah tidak lah mudah. Kekuatan tabiat manusia yang selalu mengajak kepada fujur bisa melalaikan kita dari mengingat Allah swt dan mengakibatkan kita berbuat keburukan dan kemaksyiatan. Oleh karena itu kita dituntut untuk berjuang melawan hawa nafsu, mengontrol tabiat di bawah komando akal dan fitrah kita. Berat dan sulitnya perjuangan ini sehingga Rasulallah saw bersabda bahwa jihad melawan hawa nafsu adalah jihad akbar sedangkan jihad dalam medan pertempuran adalah jihad asgar.2 Allah swt yang Maha Adil tidak akan mensia – siakan usaha setiap manusia yang dengan gigih menjaga mutiara dirinya agar tetap bersinar dan 2
Al Amali li Shaduq, Muhammad bin Ali ibn Babuyeh, Terjemahan Muhammad Baqir Kamrei, hal 467.
107
memupuknya dengan amal kebaikan hingga potensi Ilahiyah yang ada tumbuh dan mengaktual semaksimal mungkin menjadi sempurna. Karena itu sudah menjadi hukum alam setiap perbuatan membuahkan akibat sesuai dengan esensi dan niat yang ada. Kebaikan akan berbuah kebaikan dan keburukan akan berbuah keburukan. Tidak ada yang dirugikan dan dizalimi dalam setiap amal perbuatannya. Keyakinan akan hisab dan balasan pada setiap amal menjadi asas selanjutnya dalam tarbiyah. Kita tanamkan kepada anak bahwa tidak ada satu pun perbuatan kecuali kita akan melihat balasannya. Allah swt berfirman : ي ِإ َّنها ِإ ْن ت َكُ ِمثْقا َل َحبَّ ٍة ِم ْن خ َْردَ ٍل َفت َ ُك ْن في َّ َيا بُن ْ َ َ َ ْ ِ ض يَأ ِ ص ْخ َرةٍ أ ْو فِي السَّماوا ُت بِ َها هللا ِ ت أ ْو ِفي اْل ْر َ 1 َ .َبير خ طي ل هللا ٌ ٌ َ ِإ َّن
bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. ْ ََي ْو َم ت َِجدُ ُك ُّل َن ْف ٍس ما َع ِمل ضرا ً َو ما َ ْت ِم ْن َخي ٍْر ُمح َ ْ ََع ِمل سوءٍ ت ََودُّ لَ ْو أ َ َّن بَ ْينَها َو بَ ْينَهُ أ َمدا ً بَعيدا ً َو ُ ت ِم ْن 2 ْ ْ ؤُف بِال ِعبا ِد ٌ سهُ َو هللاُ َر َ يُ َحذ ُِر ُك ُم هللاُ َنف Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebaikan dihadapkan (di mukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara dirinya dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkanmu terhadap diri-Nya. Dan Allah sangat penyayang kepada hamba-hamba-Nya. تاب َفت ََرى ْال ُمجْ ِرمينَ ُم ْشفِقينَ ِم َّما في ِه َو ُ ض َع ْال ِك ِ َو ُو ْ غيرة ً َوال ِ يَقُولُونَ يا َو ْي َلت َنا ما ِلهذَا ال ِكتا َ ب ال يُغاد ُِر َ ص حاضرا ً َوال َبيرة ً إِالَّ أَحْ صاها َو َو َجدُوا ما َع ِملُوا ِ َ ك 3ً ْ َي ظ ِل ُم َربُّكَ أ َ َحدا
(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang
1
3
2
Q.S. Luqman : 16. Q.S. Al Imran : 30.
108
Q.S. Kahfi : 49.
(tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya?” Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun. فَ َم ْن يَ ْع َم ْل ِمثْقا َل ذَ َّرةٍ َخ ْيراً يَ َرهُ َو َم ْن يَ ْع َم ْل ِمثْقا َل ذَ َّر ٍة 1 ُش ًَّرا يَ َره Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. Keyakinan akan hisab setiap amal akan melahirkan kesabaran yang luar biasa dalam perjuangan mensibgahi diri dengan kebaikan – kebaikan, menjadi makhluk yang indah. Melangkah pada Amal Kebaikan
1
Q.S. Zalzalah : 7 – 8.
Ahkam Setelah menanamkan keyakinan kepada anak akan Pencipta dan esensi dirinya sebagai manusia, kita ajak mereka untuk mengenal dan menjalankan perintah dan larangan dalam agama. Sedikit – demi sedikit kita kenalkan syariat Allah swt. Dan dari sekian banyak syariat tersebut, shalat menempati urutan pertama dalam program tarbiyah. Sebagaimana Lukman Hakim menjadikan shalat dan amar ma’ruf nahi munkar, dan kesabaran dalam menjalankannya sebagai program utama tarbiyahnya. وف َو ا ْنهَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر ِ صالة َ َو أْ ُم ْر بِ ْال َم ْع ُر َّ ي أ َ ِق ِم ال َّ َيا بُن 2 ُ َ ْ ْ ْ َّ ور م اْل م ز ع ن م ل ذ ن إ ب صا أ ما لى ع ر ب ص َِك َك ِ ْ َ ِ ْ َو ا ِ ُ ِ َ ِ َ Hai anakku, dirikanlah salat suruhlah (manusia) mengerjakan baik dan cegahlah (mereka) perbuatan yang mungkar bersabarlah terhadap apa menimpa kamu. Sesungguhnya
2
dan yang dari dan yang yang
Q.S. Lukman : 14.
109
demikian itu termasuk hal-hal yang sangat penting. Sungguh indah sekali tarbiyah Lukman Hakim kepada anaknya. Ia menjadikan shalat sebagai program utama bagi anak – anak sebagai konsekuensi tauhid dan ubudiyah kepada Allah swt. Yang mana dengan shalat ini anak – anak akan sering mengingat Allah swt dan terhindar dari perbuatan keji dan munkar. شاء َو ْال ُم ْنك َِر ِ ْصالة َ ت َ ْنهى َع ِن ْال َفح َّ صالة َ إِ َّن ال َّ أَقِ ِم ال 1 َصنَعُون ْ ََو لَ ِذ ْك ُر هللاِ أ َ ْك َب ُر َو هللاُ َي ْعلَ ُم ما ت Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Kewajiban mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan menjadi perisai diri bagi anak agar ia komitmen kepada apa yang dia yakini. Dengan saling mengingatkan dan tolong 1
Q.S. Al Ankabut : 45.
110
menolong dalam kebaikan dan takwa akan mewujudkan lingkungan yang sehat dan kehidupan yang bersih. Dan Lukman berpesan kepada anaknya agar bersabar dalam menjalankan semua itu. Karena pekerjaan tersebut tidak mudah. Dan Allah swt yang Maha Melihat dan Maha Adil pasti akan tersenyum melihat usaha kita dan cukuplah senyuman Allah swt menjadi sebaik – baik balasan. Akhlak Program tarbiyah selanjutnya adalah akhlak. Tanamkan nilai – nilai kebaikan kepada anak. Dengan dasar keyakinan tauhid yang telah tertanam akan menjadikan lebih mudah bagi anak untuk menerima nilai – nilai tersebut. Salah satu nilai akhlak yang dicontohkan al Quran dalam mentarbiyah anak adalah menghindari sifat ujub dan takabbur. ً ض َم َرحا ِ اس َوال ت َْم ِش فِي ْاْل َ ْر ِ َّص ِع ْر َخدَّكَ ِللن َ ُ َوال ت ص ْد في َم ْش ِيكَ َو ِ ور َو ا ْق ٍ ِإ َّن هللاَ ال ي ُِحبُّ ُك َّل ُم ْختا ٍل فَ ُخ
ُص ْوت ِ صوا ْ ض ْ َ ص ْوتِكَ ِإ َّن أ َ ْنك ََر ْاْل ُ ا ْغ َ ت َل َ ض ِم ْن 1 مير ِ ْال َح Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. Kesimpulan Tarbiyah merupakan salah satu program Allah swt dalam penciptaan. Menjadikan manusia sempurna dan menjadi manisfestasi – Nya. Selain para Nabi dan Rasul orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam mewujudkan tujuan penciptaan ini. Karena di tangan orang tua anak – anak akan tumbuh menjadi manusia.
1
Manusia memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi manisfestasi asma – Nya. Karena di dalam diri manusia terdapat ruh Ilahi yang merupakan sumber dari segala kebaikan dan kesempurnaan. Ini adalah mutiara yang menjadi esensi dan jati diri manusia. Dalam tarbiyah hendaknya setiap pendidik memperhatikan potensi ini dan selalu menyiram dan memupuknya hingga semakin berkilau cahayanya. Potensi ini tidak lain adalah tauhid yang merupakan fitrah manusia. Tauhid menjadi sumber dari semua nilai – nilai kebaikan. Oleh karena itu, jika kita ingin anak – anak memiliki kesempurnaan akhlak dan kepribadian yang agung, maka tauhid harus menjadi dasar dari tarbiyah kita. Dengan dasar tauhid ini kita laksanakan program tarbiyah yang meliputi ahkam Ilahi dan akhlak nabawi. Ada pun cara pembentukan karakter dan kepribadian muwahid bisa kita lakukan dengan memahamkan dan menanamkan keyakinan akan hakikat diri seorang
Q.S. Lukman : 18 – 19.
111
manusia yang merupakan makhluk paling sempurna sebagai “hay mutaalih”. Dan kita sebagai orang tua harus menghargai mereka dengan bersikap dan memperlakukan mereka sebagaimana manusia. Dan tentunya kita adalah orang pertama yang bisa mencontohkan sosok manusia pada diri anak – anak. Oleh karena itu sudah seharusnya kita terus belajar dan
mewarnai diri dengan mencontoh uswatun hasanah kita dalam setiap sendi kehidupan. Agar kita bisa menjadi contoh yang baik bagi anak – anak kita dalam madrasah pertama di rumah kita. Semoga Allah swt selalu memberikan inayah dan pertolongan – Nya dalam melaksanakan amanah yang berat ini. Amin.[]
Daftar Pustaka 1. Ali Ibn Hasan, Imam Sajjad, Shahifah Sajadiyyah. Qom : Daftar Nashr Al Hadi, 1376 HS. 2. Ibnu Babuyeh, Muhammad Ibn Ali, Muhammad Baqir Kamrei, Al Amali. Tehran: Kitabci, 1376 HS. 3. Ja’far Bin Muhammad, Imam Shadiq, Mashabihul Syari’ah. Bairut : A’lami, 1400 H. 4. Jawadi Amuli, Abdullah, Interpretation Man Through Man. Qom : Isra’, 1384 HS. 5. Majlisi, Muhammad Baqir Ibn Muhammad Taqi, Binadirul Bahar. Tehran : Intisharat Faqih. 6. Mibadi, Husain Ibn Ma’in Al Din, Musthafa Zamani, Divan amirul Mu’minin as. Qom : Darul Nida-i Islam Li Nasyr, 1411 H. 7. Payande, Abul Qasim, Nahjul Fashahah. Tehran : Dunia Danesh, 1382 HS.
112
8. Ruhi, Abu adhl, Mantik Mukaddamati. Qom : Intisyarat Markas Jahani Ulum Islalami, 1386 HS. 9. Subhani, Ja’far, Murobbi Nemuneh. Qom : Muaseseh Imam Shadiq as, 1387 HS. 10. Syarif Al Ridha, Muhammad Ibn Husain, Nahjul Balaghah. Qom : Hijrat, 1414 H. 11. Tabarsi, Hasan Ibn Fadhl, Makarimal Akhlak. Qom : Al Syarif Al Ridha, 1412 H. 12. Thabathaba-I, Sayyid Muhammad Husain, Bidayatul Hikmah. Qom : Intisyarat Darul Fikr, 1387 HS.
113
SEKELUMIT CATATAN TENTANG SYAHIDAH BINTUL HUDA A. Zahara Syahidah Bintul huda lahir pada tahun 1356 H di Kazhemain, Baghdad Iraq. Ayahnya Syed Haidar Shadr, pada tahun 1400 syahid di tangan berdarah Saddam Husein. Bintul Huda adalah seorang penulis dan guru aktif mengajar akhlaq serta fiqh yang banyak dia pelajari dari abangnya, Syahid Muhammad Baqir Shadr. Dia juga seorang yang aktif pada persoalan pemikiran dan kebudayaan, karyakaryanya dalam hal ini diantaranya; Ei kash midaneshtam, Do zan va yek mard, Didar dar bimarestan, Donbale haghighat. Dalam buku nya “Alfadhilah tantashiru amraatani war rajul” ada beberapa kritik social beserta beberapa ide dan gagasan, diantaranya:
114
1. kebiasaan menghabiskan uang dalam jumlah besar untuk perhelatan sebuah pesta pernikahan, 2. Berfikir bahwa laki laki adalah mesin pencetak uang, 3. Merasa bahwa perilaku kita lebih rendah dari pada orang barat. Bintul Huda juga menulis tentang pemaksaan dalam pernikahan yang kerap terjadi dikalangan masyarakat arab, sehingga masyarakat luas mengenal bahwa ini datang dari ajaran Islam, padahal itu sama sekali salah. Dan dia kembali menegaskan bahwa Islam mengajarkan musyawarah untuk mengambil keputusan dalam banyak hal begitu juga dalam pernikahan. Dia juga memiliki sebuah idea besar bahwa posisi perempuan adalah di samping laki laki, bukan di bawah.
Pada tahun 1344 dengan nama pena ح.ا beliau menulis di majalah Al Adwla. Dan ia pun mendirikan sekolah atau hauzah khusus perempuan di Baghdad, Najaf, Kazhemain, Basrah, Diwaniyah dll dan juga aktif mengajar di hauzahhauzah tersebut. Bintul Huda menyadari betul kondisi para wanita yang tertindas di Iraq, sehingga mendedikasikan dirinya untuk memberikan pendidikan untuk mereka. Melihat geliat aktivitas ini Saddam merasa terancam dan memerintahkan untuk menutup semua hauzah-hauzah tersebut. Tapi Syahidah Bintul Huda tidak tinggal diam dan mencoba mencari cara baru untuk memajukan dan mendidik perempuan Iraq sekaligus menggugah masyarakat Iraq untuk bangkit dari penindasan Saddam. Salah satu cara yang dia tempuh adalah dengan menuliskan cerita-cerita yang didalamnya mengandung banyak pesan penting tentang hijab, tragedi Karbala dan tentunya pesan melawan kedhaliman. Ternyata cara ini pun tercium dan dan tercekal oleh Saddam.
Masyarakat yang telah mengenal dan tertarik dengan karya-karyanya tetap berusaha membacanya walaupun dengan sembunyi-sembunyi, karena rezim mengancam akan mempermasalahkan dan menangkap mereka. Catatan terakhir yang beliau tulis sebelum tertangkap dan dipenjarakan adalah “Al liqa’ fil musytasyfa” ( bertemu di rumah sakit) yang berisi tentang filsafat materialis secara mudah dalam bentuk tanya jawab . Saat revolusi di Iran terjadi, Syahid Baqir Shadr dan Syahidah bintul Huda berencana melakukan revolusi yang sama di Iraq. Namun Saddam tidak tinggal diam, ia menangkap Syahid Shadr di kediamannya. Pada saat itu Syahidah Bintul Huda dengan keberanian yang luar biasa keluar menghadang para polisi yang hendak menangkap abangnya. Polisi menyuruhnya masuk kembali kerumahnya, namun Bintul Huda menolak dengan keras, dia menjawab perintah polisi dengan mengatakan
115
bahwa ia akan menjadi seperti Sayyidah Zaynab yang setia menemani abangnya Imam Husein As. Polisi terus memaksa nya dan ia berteriak “Allahu Akbar” berulang kali. Lalu dia bertanya dengan suara lantang kepada polisi:
murid murid dan pengikut mereka yang di anggap mengancam kekuasaan Saddam. Di penjara, Syahid Shadr, Bintul Huda dan para pengikutnya disiksa lalu dibunuh dengan keji, dan di kuburkan secara sembunyi sembunyi.
“Apa Yang kalian takutkan dari sehelai kertas? Sebuah maqalah? Atau sebuah buku?. Yang kalian takutkan adalah orang-orang akan terjaga karena nya !! Dan mereka sudah terjaga !!”
Banyak yang bertanya kenapa Saddam membunuh Syahidah Bintul Huda, seolah dia takut kepada seorang wanita. Saddam mengungkapkan bahwa dia tak ingin mengulang kisah Karbala, dimana Sayyidah Zaynab yang tetap hidup dan akan menjadi saksi kebiadaban Yazid atas tragedi pembunuhan abangnya.[]
Setelah peristiwa penangkapan Syahid Shadr, Bintul Huda setiap malam pergi ke Haram Imam Ali As dan berorasi disana sehingga Saddam melepaskan Abangnya Syahid Shadr karena khawatir dengan kemarahan masyarakat. Pada 17 Farvardin 1659 Saddam kembali menangkap Syahid Shadr dan Bintul Huda, begitu juga dengan para
116
*Catatan ini ditulis berdasarkan penuturan seorang murid Sayyidah Bintul Huda yang masih hidup saat ini, oleh A. Zahara, Mahasiswi Bintul Huda Higher Education Institute – Al Musthafa International University.
117
Back Cover
118