Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.
© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung
Simulasi Pengaruh Curah Hujan Terhadap Perubahan Konsentrasi Leachate (Air Lindi) (Studi Kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat) HUSEIN AGIL ALMUNAWWAR Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132 Email :
[email protected]
ABSTRAK Leachate (air lindi) yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah merupakan masalah serius karena air lindi dapat mengkontaminasi sumur-sumur warga yang berada di sekitarnya. Sebagai contoh kasus tercemarnya adalah pada daerah TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Perubahan konsentrasi air lindi dipengaruhi oleh curah hujan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar faktor curah hujan dapat mempengaruhi perubahan konsentrasi air lindi di TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Pada penelitian ini kandungan konsentrasi air lindi yang diteliti hanya dari kandungan COD (Chemical Oxygen Demand). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan simulasi numerik menggunakan model MODFLOW dan MT3DMS. Hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan konsentrasi COD membentuk fungsi linier negatif dari curah hujan dengan nilai korelasi sebesar -0.68 yang artinya ketika curah hujan tinggi maka perubahan konsentrasi COD akan rendah dan sebaliknya. Kata kunci : leachate (air lindi), TPA Bantar Gebang, curah hujan, simulasi numerik, perubahan konsentrasi air lindi.
1.
hujan di wilayah Cekungan Air tanah khususnya curah hujan di wilayah lokasi TPA. Menurut Priambodho (2008) kondisi iklim akan mempengaruhi kuantitas air lindi yang dihasilkan. Dengan melihat penyebaran konsentrasi air lindi dapat diketahui perubahan konsentrasi air lindinya terhadap waktu. Sehingga penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini bertujuan untuk melihat seberapa besar faktor curah hujan dapat mempengaruhi perubahan konsentrasi air lindi di TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Kandungan air lindi yang diteliti dalam penelitian ini hanya dari kandungan COD (Chemical Oxygen Demand). Metode yang digunakan adalah dengan melakukan simulasi numerik menggunakan model MODFLOW dan MT3DMS. Simulasi dilakukan dari tahun 1989-2008. Daerah kajian penelitian terletak pada koordinat 106.952° – 107.113° BT dan 6.255° – 6.443° LS yang meliputi TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. MODFLOW dan MT3DMS sering digunakan dalam pemodelan air tanah. MODFLOW dapat menggambarkan aliran air tanah dan simulasi transport kontaminan secara 2 dimensi dan 3 dimensi (Harbaugh, dkk. 2000), sedangkan MT3DMS (Modular Three-Dimensional Multispecies Transport Model) merupakan bagian dari modul yang ada di dalam MODFLOW yang dapat mensimulasikan transport kontaminan pada air tanah secara 3 dimensi (Wang dan Zheng, 1999). Prinsip yang digunakan pada kedua model ini adalah dengan menggunakan prinsip metode beda hingga (fiinite difference method) yaitu dengan cara membuat block centered grid
Pendahuluan
Salah satu bentuk pencemaran air tanah adalah oleh leachate atau air lindi. Air lindi adalah cairan hasil dekomposisi yang keluar dari urugan atau timbunan sampah yang bercampur dengan air hujan. Air lindi juga dapat didefinisikan sebagai air atau cairan lainnya yang telah tercemar akibat kontak dengan sampah (Rustiawan dan Riani, 1993). Pada setiap TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah biasanya difasilitasi oleh sistem pengolahan air lindi, tetapi masih banyak yang belum memenuhi standar sehingga air lindi masih dapat meresap masuk ke dalam daerah air tanah dan mencemarinya. Jika di dekat TPA terdapat perumahan warga yang menggunakan air tanah sebagai kebutuhan air bersihnya, maka hal ini akan menjadi masalah yang serius karena air lindi akan mengkontaminasi sumursumur warga yang berada di sekitarnya. Sebagai contoh kasus tercemarnya air tanah oleh air lindi ini adalah daerah sekitar TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Warga yang tinggal di dekat TPA Bantar Gebang mengeluh bahwa air tanahnya berwarna kuning dan bau (Saban, 2010). Syafalni dan Satrio (2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa sebagian besar air tanah dangkal telah mengalami kontaminasi zat pencemar yang berasal dari TPA Bantar Gebang dimana sebarannya telah mencapai kira-kira 1 km dari lokasi TPA. Penyebaran konsentrasi air lindi dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi awal dan kecepatan aliran air tanah. Besarnya konsentrasi awal dan kecepatan aliran air tanah sangat dipengaruhi oleh besarnya curah
1
dengan model MODFLOW, simulasi aliran air tanah kondisi Transient dengan model MODFLOW, dan simulasi pencemaran air lindi kondisi Transient dengan model MT3DMS. Kondisi Steady-State (tunak) adalah kondisi dimana sistem air tanah belum mengalami perubahan sama sekali terhadap waktu atau dapat dikatakan pada kondisi ideal. Sedangkan kondisi Transient adalah kondisi dimana sistem air tanah sudah mengalami perubahan terhadap waktu. Dalam simulasi numerik menggunakan MODFLOW dan MT3DMS, ada 3 (tiga) tahapan yang harus dijalani yaitu input, running, dan output. Pada tahap input ditentukan kondisi batas model dan juga dimasukan nilai dari parameter-parameter yang ada. Mulai dari data curah hujan, data geologi, data topografi, dan data pencemar air lindi. Kondisi batas pada penelitian ini ditentukan dari keberadaan sungaisungai besar di sekitar daerah kajian yang didefinisikan sebagai specific head. Gambar 2.2 menunjukan daerah kajian yang diubah ke dalam model. Gambar 2.2 (a) menunjukkan daerah kajian sebelum diubah ke dalam model dan (b) menunjukan hasil overlay sungai pada kondisi sekitar daerah kajian, terdapat 3 sungai besar yang mengelilingi TPA Bantar Gebang pada bagian utara, barat, dan timur.
sehingga yang diketahui adalah nilai pada tengahtengah blok. 2.
Data dan Metode
Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 kategori yaitu data meteorologi (data curah hujan), data geologi (data geometri akifer dan data Muka Air Tanah), data topografi, dan data pencemar air lindi. Data curah hujan diambil dari data curah hujan per 3 jam-an satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) tahun 1998-2008. Penelitian ini menggunakan data curah hujan dari tahun 1989-2008 sedangkan data curah hujan TRMM hanya tersedia dari tahun 1998-2008. Oleh karena itu, untuk data curah hujan dari tahun 1989-1997 digunakan data komposit curah hujan bulanan TRMM dari tahun 1998-2008 dengan asumsi pola curah hujan yang relatif stagnan ini tidak terlalu mempengaruhi perubahan konsentrasi air lindi secara signifikan. Untuk data geomteri akifer sendiri, terdiri dari data penampang geologi dan data borehole/geolistrik. data ini diambil dari penelitian yang dilakukan oleh LPPM-ITB (2003). Diketahui bahwa pada daerah kajian terdapat 2 jenis batuan sampai kedalaman 50 meter. Kedalaman 0-30 merupakan batu pasir dan kedalaman 30-50 merupakan batu lempung. Data Muka Air Tanah (MAT) didapat dari penelitian Tesis Magister yang dilakukan oleh Setyaningrum (2002). Diketahui bahwa MAT di sekitar TPA Bantar Gebang berkisar antara kedalaman 4-12 meter. Data topografi didapat dari data elevasi digital yang berasal dari NASA SRTM dengan resolusi 90 meter. Untuk data pencemar air lindi didapat dari penelitian Tugas Akhir yang dilakukan oleh Sinabutar (2005). Diketahui bahwa kandungan COD pada air lindi TPA Bantar Gebang sebesar 3150 mg/l. Pada penelitian ini konsentrasi COD diasumsikan meresap masuk ke dalam tanah dan mencapai MAT. Setelah mencapai MAT, kemudian konsentrasi COD meresap masuk ke dalam air tanah dan bergerak menyebar karena terbawa oleh aliran air tanah. Ilustrasi masuknya air lindi ke dalam MAT ditunjukan pada Gambar 2.1.
(a)
(b)
Legend TPA Bantar Gebang Kota Bekasi Kab_Bogor Kab_Bekasi
Gambar 2.2 Daerah kajian penelitian (a) dan hasil overlay sungai dengan daerah kajian model (b). Garis berwarna hitam menunjukkan hasil plot sungai yang berada di sekitar daerah kajian. Warna merah pada gambar menunjukkan lokasi TPA Bantar Gebang berada.
Nilai curah hujan pada model dimasukkan dalam bentuk Recharge. Recharge merupakan representasi dari perkolasi curah hujan yang masuk ke dalam tanah. Nilai perkolasi curah hujan biasanya berkisar antara 5-10% dari jumlah curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah (Hutasoit, 2000). Nilai Recharge pada penelitian ini diambil dari 3% nilai curah hujan. Nilai persentase 3% ini digunakan karena model menunjukan hasil yang stabil. Pada tahap running, model akan beriterasi hingga mempunyai nilai error kecil yang menandakan bahwa model berjalan dengan baik dan benar. Tahapan terakhir adalah keluarnya hasil output model. Model akan menghasilkan keluaran berupa peta
Gambar 2.1 Ilustrasi masuknya air lindi ke dalam MAT (Muka Air Tanah).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan simulasi numerik yaitu simulasi aliran air tanah kondisi Steady-State (tunak)
2
Dari hasil kontur MAT (Gambar 3.2) dapat terlihat bahwa nilai MAT menunjukan hasil yang stabil. Hasil yang stabil ditunjukkan oleh hasil kontur MAT yang sesuai dengan hasil kontur elevasi pada daerah kajian. Ketika nilai kontur elevasi berkisar 60 meter, maka nilai kontur MAT tidak akan lebih dari 60 meter. Bila hasil menunjukan nilai kontur MAT yang lebih dari 60 meter, maka dapat dikatakan model belum stabil. Hasil peta kontur elevasi daerah kajian dapat dilihat pada Gambar 3.3.
kontur MAT kondisi Steady-State dan Transient serta peta penyebaran konsentrasi COD pada kondisi Transient. Arah aliran air tanah juga dapat diketahui dari hasil keluaran model. 3.
Hasil dan Pembahasan
3.1. Pola Curah Hujan Faktor utama dalam penelitian tugas akhir ini adalah pengaruh curah hujan terhadap perubahan konsentrasi air lindi. Dari hasil pengolahan data curah hujan TRMM (Tropical Rainfall and Measuring Mission) pada tahun 1989-2008 didapatkan bahwa pola curah hujan di daerah kajian setelah dikompositkan selama bulanan dalam selang waktu 1989-2008 mengikuti pola curah hujan monsoonal berbentuk “V” dengan puncak curah hujan maksimum berada pada bulan Februari dan minimum pada bulan Agustus (Gambar 3.1).
Gambar 3.3 Kontur elevasi pada daerah kajian.
Dari simulasi kondisi steady-state ini juga diketahui bahwa aliran air tanah pada daerah kajian, khususnya di sekitar TPA Bantar Gebang bergerak ke arah utara. Hal ini disebabkan karena aliran air tanah bergerak dari elevasi yang lebih tinggi ke elevasi yang lebih rendah. Pada daerah kajian, daerah selatan memiliki kontur elevasi yang lebih tinggi dibandingkan daerah utara. Arah aliran air tanah ini akan mempengaruhi arah pergerakan konsentrasi air lindi nantinya. Hasil plot arah aliran air tanah ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 3.1 Grafik komposit curah hujan TRMM bulanan tahun 1989-2008
3.2. Simulasi Aliran Air Tanah Kondisi SteadyState (Tunak) Pada simulasi aliran air tanah kondisi steadystate dengan model MODFLOW, didapatkan hasil berupa kontur Muka Air Tanah (MAT). Hasil output kontur MAT ini sangat bergantung dari inputan nilai Recharge yang diambil dari data curah hujan. Untuk kondisi steady-state ini nilai recharge didapat dari 3% nilai komposit curah hujan rata-rata harian dalam setahun selama tahun 1989-2008.
Gambar 3.4 Arah aliran air tanah di sekitar TPA Bantar Gebang.
3.3. Simulasi Aliran Air Tanah Kondisi Transient Setelah simulasi aliran air tanah kondisi SteadyState (tunak) dengan MODFLOW dijalankan dan didapatkan hasil kontur MAT yang stabil, maka model siap dijalankan dalam kondisi Transient. Dalam penelitian ini, simulasi kondisi transient dijalankan bulanan selama 20 tahun dimulai dari tahun 1989-
Gambar 3.2 Kontur Muka Air Tanah (MAT) kondisi Steady-State pada daerah kajian.
3
2008. Hasil simulasi menunjukan bahwa kontur MAT mengalami fluktuasi selama simulasi dijalankan. Hal ini dipengaruhi oleh nilai input recharge. Nilai recharge pada simulasi kondisi transient diambil dari 3% curah hujan bulanan selama 20 tahun (1989-2008). Untuk tahun 1989-1997 digunakan data komposit curah hujan bulanan TRMM dari tahun 1998-2008. Diambil contoh hasil simulasi pada bulan Februari, Juli, dan Desember tahun 2007 (Gambar 3.5). Dari hasil kontur MAT pada bulan Februari, Juli, dan Desember tahun 2007 dapat dilihat terjadi perubahan MAT naik dan turun. Pada bulan Februari yang memiliki curah hujan tinggi, MAT-nya naik, kemudian ketika bulan Juli yang memiliki tingkat
curah hujan rendah, mengalami penurunan dan kemudian naik lagi pada bulan Desember. Hal ini menunjukan bahwa MAT akan mengalami fluktuasi seiring dengan curah hujan yang jatuh di daerah kajian. Perubahan MAT yang naik kemudian turun dan lalu naik lagi mengikuti pola curah hujan pada daerah kajian yaitu pola monsoonal berbentuk “V”. Oleh karena itu nilai recharge pada model MODFLOW akan sangat mempengaruhi fluktuasi pada MAT. Fluktuasi MAT yang rendah pada kondisi transient ini menandakan bahwa model sudah stabil dan simulasi pencemaran air lindi siap dijalankan.
(a)
Februari
(b)
(c)
Juli
Desember
Gambar 3.5 Kontur MAT pada bulan Februari (a), Juli (b), dan Desember (c) tahun 2007. Gambar (atas) menunjukan peta kontur MAT secara keseluruhan pada daerah kajian dan gambar (bawah) menunjukan pembesaran pada daerah kajian. Kotak berwarna merah menandakan daerah yang mengalami perubahan MAT.
sedangkan pada lapisan 2 dengan kedalaman 30-50 meter tidak terlihat sama sekali penyebarannya. Pada Gambar 3.6 dapat dilihat bagaimana pola penyebaran konsentrasi COD pada lapisan 1. Untuk 5 tahun pertama, konsentrasi COD menyebar sampai dengan jarak 238 meter ke arah utara. Pada 10 tahun simulasi berlangsung, konsentrasi COD menyebar sampai jarak 472 meter. 15 tahun simulasi berlangsung, konsentrasi COD sudah mencapai jarak 724 meter dan pada 20 tahun simulasi telah mencapai jarak 1070 meter ke arah utara dari TPA Bantar Gebang.
3.4. Simulasi Pencemaran Ai r Lindi Kondisi Transient Pada penelitian ini, konsentrasi air lindi hanya dilihat dari kandungan Chemical Oxygen Demand (COD). Dari hasil simulasi pencemaran air lindi dengan model MT3DMS, didapatkan bahwa konsentrasi COD bergerak ke arah utara dari TPA Bantar Gebang seiring dengan berjalannya simulasi. Simulasi pencemaran air lindi ini dibedakan pada lapisan 1 dan lapisan 2, pada lapisan 1 dengan kedalaman dari 0-30 meter, terlihat konsentrasi COD yang awalnya berasal dari TPA Bantar Gebang, perlahan-lahan bergerak menyebar ke arah utara,
4
Gambar 3.7 menunjukan pola penyebaran konsentrasi air lindi pada lapisan 2. Dapat dilihat selama 20 tahun simulasi berjalan, penyebaran konsentrasi COD-nya tidak terlihat. Hal ini dikarenakan lapisan 2 ini jenis batuannya merupakan batu lempung yang memiliki nilai konduktivitas hidrolik sangat kecil sehingga konsentrasi COD yang berada pada permukaan, menjadi sulit untuk masuk ke dalam lapisan 2 ini. Berbeda dengan lapisan 1 yang merupakan batu pasir dengan nilai konduktivitas hidrolik yang besar sehingga konsentrasi COD akan mudah masuk ke lapisan ini.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Syafalni dan Satrio (2007) yang mengatakan bahwa sebagian besar air tanah dangkal telah mengalami kontaminasi zat pencemar yang berasal dari TPA Bantar Gebang yang sebarannya telah mencapai kira-kira 1 km dari lokasi TPA. Arah pencemaran air lindi bergerak menuju utara dari lokasi TPA ini dipengaruhi oleh arah aliran air tanah yang mengarah ke utara. (a)
(b)
3.5. Hubungan Antara Curah Hujan, MAT, dan Perubahan Konsentrasi COD
(c)
Dari hasil simulasi pencemaran air lindi dapat diketahui perubahan konsentrasi air lindi selama simulasi berlangsung. Untuk menganalisis pengaruh curah hujan terhadap perubahan konsentrasi COD, maka dilakukan analisis secara temporal dengan cara membuat 2 titik pengamatan, yaitu titik A dengan jarak 500 meter dari TPA dan titik B dengan jarak 1000 meter. Hal ini dikarenakan jika menganalisis secara spasial sangat sulit untuk dilakukan. Ilustrasi titik pengamatan dapat dilihat pada Gambar 3.8.
(d)
B
1000 meter
A
500 meter
Gambar 3.6 Penyebaran konsentrasi COD pada lapisan 1 untuk 5 tahun pertama (a), 10 tahun pertama (b), 15 tahun pertama (c), dan 20 tahun pertama (d).
(a)
(c)
Gambar 3.8 Lokasi titik pengamatan A dan B.
(b)
Simulasi pencemaran air lindi dilakukan bulanan selama 20 tahun dari tahun 1989-2008. Titik A yang berada 500 meter dari lokasi TPA Bantar Gebang, akan terkena efek dari penyebaran konsentrasi COD pada bulan Maret 2007 atau membutuhkan waktu 8 tahun 3 bulan untuk mencapai titik pengamatan A. Sedangkan untuk titik pengamatan B yang berada pada jarak 1000 meter dari lokasi TPA, akan terkena efek dari penyebaran konsentrasi COD pada bulan Agustus 2004 atau membutuhkan waktu 16 tahun 8 bulan. Hal ini dapat dilihat dari plot perubahan konsentrasi COD di kedua titik pengamatan (lihat Gambar 3.9).
(d)
Gambar 3.7 Penyebaran konsentrasi COD pada lapisan 2 untuk 5 tahun pertama (a), 10 tahun pertama (b), 15 tahun pertama (c), dan 20 tahun pertama (d).
5
Gambar 3.9 Perubahan konsentrasi COD terhadap waktu pada titik pengamatan A dan B. Kotak hitam menandakan adanya fluktuasi pada titik pengamatan A.
Gambar 3.11
Grafik pola normalisasi antara perubahan konsentrasi COD dan MAT pada titik pengamatan A.
Dari hasil normalisasi antara perubahan konsentrasi COD dan MAT pada titik pengamatan A (Gambar 3.11) dapat dilihat bahwa grafik antara keduanya memliki pola yang saling berlawanan dengan nilai korelasi sebesar -0.76. Jadi, dapat dikatakan bahwa keduanya memiliki hubungan yang saling berlawanan. Ketika MAT naik, maka perubahan konsentrasi COD akan turun dan sebaliknya ketika MAT turun, maka perubahan konsentrasi COD akan naik. Nilai korelasi yang cukup tinggi dari MAT dan perubahan konsentrasi COD ini menandakan bahwa adanya pengaruh antara curah hujan terhadap perubahan konsentrasi COD. Hasil normalisasi antara curah hujan dan perubahan konsentrasi COD pada titik pengamatan A menunjukan bahwa keduanya memiliki pola grafik yang saling berlawanan satu sama lain dengan nilai korelasi sebesar -0.68. Jadi, dapat dikatakan bahwa keduanya memiliki hubungan yang saling berlawanan. Ketika curah hujan tinggi, maka perubahan konsentrasi COD akan rendah dan sebaliknya ketika curah hujan rendah, maka perubahan konsentrasi COD akan tinggi. Hasil plot grafik normalisasi antara curah hujan dan perubahan konsentrasi COD pada titik pengamatan A dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Dari Gambar 3.9 juga dapat terlihat bahwa terjadi fluktuasi perubahan konsentrasi COD untuk titik pengamatan A pada bulan Agustus 1999 - Desember 2008. Sedangkan pada titik pengamatan B tidak terjadi fluktuasi. Karena fluktuasi perubahan konsentrasi COD hanya terlihat jelas pada titik pengamatan A, maka untuk melihat pengaruh dari curah hujan terhadap perubahan konsentrasi COD, kedepannya hanya akan dianalisis pada titik pengamatan A khususnya pada saat terjadinya fluktuasi, yaitu pada rentang bulan Agustus 1999 – Desember 2008. Untuk melakukan analisis antara curah hujan terhadap perubahan konsentrasi COD, perlu dilihat terlebih dahulu faktor apa yang berpengaruh langsung terhadap curah hujan, yaitu MAT. Hasil normalisasi antara curah hujan dan MAT pada titik pengamatan A menunjukan bahwa keduanya memiliki kesamaan pola grafik dengan nilai korelasi sebesar 0.89. Jadi, dapat dikatakan bahwa ketika curah hujan tinggi, maka MAT akan naik dan sebaliknya ketika curah hujan rendah, maka MAT juga akan rendah. Hasil plot grafik normalisasi antara curah hujan dan MAT pada titik pengamatan A dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Grafik pola normalisasi antara curah hujan dan MAT pada titik pengamatan A. Gambar 3.10 Grafik pola normalisasi antara curah hujan dan perubahan konsentrasi COD pada titik pengamatan A.
Setelah diketahui bahwa MAT memiliki hubungan langsung terhadap curah hujan, maka dilakukan analisis antara MAT terhadap perubahan konsentrasi COD pada titik pengamatan A. Dilihat terlebih dahulu kesamaan pola grafik antara keduanya dengan cara melakukan normalisasi.
Untuk menganalisis lebih lanjut hubungan antara curah hujan dengan perubahan konsentrasi COD ini, kemudian dilakukan plot persebaran data keduanya. Dari hasil plot persebaran datanya dapat dilhat bahwa keduanya membentuk fungsi linier negatif yang berarti ketika curah hujan tinggi, maka perubahan konsentrasi COD akan turun dan sebaliknya. Plot
6
persebaran data keduanya dapat dilihat pada Gambar 3.11.
3.
4.
Curah hujan sebesar 33.12 mm menyebabkan terjadinya perubahan konsentrasi COD maksimal sebesar 2.41 mg/l pada bulan Juli 2007. Curah hujan sebesar 516.18 mm menyebabkan terjadinya perubahan konsentrasi COD minimal sebesar 1.85 mg/l ada bulan Januari 2005.
4.2. Saran Berikut adalah saran untuk penelitian selanjutnya berdasarkan penelitian yang telah dilakukan : 1. Penelitian tentang tugas akhir ini memang masih jarang dilakukan di Indonesia, padahal Indonesia merupakan wilayah tropis yang memiliki curah hujan relatif tinggi dan sistem pengolahan air lindi pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Indonesia masih banyak yang belum memadai sehingga potensi terjadinya pencemaran air lindi ke lingkungan sekitar sangat besar. Oleh karena itu, penelitian tentang tugas akhir ini masih perlu dikembangkan lebih jauh lagi. 2. Digunakan data-data yang lebih lengkap dan detail untuk inputan model, seperti data landuse diperhitungkan dan juga digunakan data curah hujan yang diambil dari stasiun observasi meteorologi. Hal ini ditujukan agar simulasi model mendapatkan hasil yang lebih akurat
Gambar 3.11 Grafik pola persebaran data curah hujan dan perubahan konsentrasi COD pada titik pengamatan A.
Untuk mengetahui perubahan konsentrasi COD maksimum dan minimum pada titik pengamatan A dalam selang bulan Agustus 1999 – Desember 2008 diperlihatkan pada Gambar 3.12.
REFERENSI Harbaugh, A. W., Banta, E. R., Hill, M. C., & Mcdonald, M. G. (2000). MODFLOW-2000,The U.S. Geological Survey Modular Ground-Water Model - User Guide To Modularization Concepts and The Ground-Water Flow Process. Reston, Virginia: U.S. GEOLOGICAL SURVEY. Hutasoit, L. M. (2000). Pengaruh Jenis Batuan, Sifat Fsik Tanah, Kemiringan Lereng dan Tutupan Lahan Terhadap Laju Resapan. Bandung: Insitut Teknologi Bandung. LPPM-ITB. (2003). Penyusunan Rencana Induk Pendayagunaan Air Bawah Tanah di Wilayah Cekungan Karawang-Bekasi. Distamben Propinsi Jabar. Priambodho. (2008). Kualitas Air Lindi Pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga, Kabupaten Bogor. Bogor: Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rustiawan, I., & Riani, T. (1993). Kandungan Logam Berat Timah Hitam Pada Sayuran di Sekitar Lokasi Pembuangan Akhir Sampah (LPA) Kapuk Kamal, Cengkareng, Jakarta. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Saban. (2010, September 4). Warga Dekat Bantar Gebang Mengeluh Pencemaran. Dipetik Januari 29, 2012, dari Poskota: http://poskota.co.id/berita-terkini/2010 /09/04/warga-dekat-bantar-gebang-mengeluhpencemaran Setyaningrum, E. (2002). Pola Penyebaran Pencemaran Lindi Terhadap Air Tanah di Sekitar Landfill. Bandung: Bidang Khusus Teknologi Pengelolaan
Gambar 3.12 Grafik hubungan antara curah hujan dan perubahan konsentrasi COD pada titik pengamatan A. Kotak hitam menunjukan perubahan konsentrasi COD minimum dan kotak hijau menunjukan perubahan konsentrasi COD maksimum.
Pada Gambar 3.12 terlihat bahwa perubahan konsentrasi COD berbanding terbalik dengan curah hujan. Perubahan konsentrasi COD maksimum sebesar 2.41 mg/l terjadi pada bulan Juli 2007 dengan curah hujan sebesar 33.12 mm dan perubahan konsentrasi COD minimum sebesar 1.85 mg/l terjadi pada bulan Januari 2005 dengan curah hujan sebesar 516.18 mm. Dari hasil plot gambar ini juga dapat dilihat bahwa pada bulan-bulan kering perubahan konsentrasi COD lebih tinggi dibandingkan pada bulan-bulan basah. 4.
Kesimpulan dan Saran
4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Perubahan konsentrasi COD membentuk fungsi linier negatif dari curah hujan. 2. Perubahan konsentrasi COD pada bulan-bulan kering lebih tinggi dibandingkan dengan bulanbulan basah.
7
Lingkungan, Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Syafalni, & Satrio. (2007). Studi Air Tanah di Sekitar Pembuangan Sampah Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Jakarta: Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi – BATAN. Sinabutar, A. (2005). Analisis Kesehatan dan Keamanan Lingkungan Pada Pengelolaan Sampah Kota. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wang, P., & Zheng, C. ( 1999). A Modular ThreeDimensional Multispecies Transport Model. Tuscaloosa, Alabama: University of Alabama.
8