Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.
© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung
Relasi Parameter Meteorologi di Luar dan di Dalam Gudang Penyimpanan Biji Kakao pada Musim Kemarau (Studi Kasus PT General Food Industries) LAKSMI LARASATI Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menentukan relasi antara beberapa parameter meteorologi di luar dengan di dalam gudang penyimpanan biji kakao untuk lokasi PT General Food Industries di Bandung. Informasi tentang keadaan parameter meteorologi pada gudang biji ini penting karena terdapat batas temperatur (20°C-25°C) dan kelembapan relatif (RH) sebesar (70%-90%), yang memungkinkan kemunculan jamur Penicillium pada biji kakao yang berakibat rusaknya biji kakao simpanan tersebut. Penelitian diawali dengan penentuan relasi parameter di luar dan dalam gudang biji kakao menggunakan korelasi (didapat koefisien korelasi >0,8 untuk seluruh parameter secara umum) dan regresi. Kisaran optimum bagi jamur Penicillium untuk tumbuh adalah pada sekitar pukul 04.00 WIB – 07.30 WIB ketika temperatur luar gudang ± 17°C-23°C dan RH luar gudang ± 75%-87% pada musim kemarau. Kata kunci:
1.
parameter meteorologi, gudang biji kakao, temperatur, RH, jamur
pengaruh parameter meteorologi terhadap kondisi di dalam gudang penyimpanan biji kakao di Indonesia selama ini masih sangat jarang, padahal Indonesia memiliki potensi kakao yang sangat besar. Mengingat bahwa jamur dapat merusak rasa dan kualitas biji kakao, petani dan negara dapat mengalami kerugian akibat biji kakao yang terkontaminasi jamur ini. Penyimpanan kakao di gudang ini menjadi sangat penting karena potensi kemunculan jamur ini cukup tinggi ketika sedang berada dalam proses penyimpanan ini. Permasalahan yang akan dibahas adalah melihat bagaimanakah hubungan antara beberapa parameter meteorologi di luar dan di dalam gudang penyimpanan biji kakao yang dapat memicu kemunculan jamur pada biji kakao di gudang penyimpanan biji PT GFI pada musim kemarau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara beberapa parameter meteorologi di luar dengan di dalam gudang kakao yang dapat memicu kemunculan jamur pada biji kakao saat musim kemarau, rentang keadaan udara yang memungkinkan muncul dan hidupnya jamur pada biji kakao, serta mengkaji tindakan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kemunculan jamur tersebut.
Pendahuluan
Kakao (Theobroma cacao) merupakan tanaman yang pada umumnya tumbuh di daerah tropis, termasuk di Indonesia, yang merupakan penghasil kakao ketiga terbesar di dunia (Wahyudi dkk., 2008). Meskipun produksi kakao Indonesia tinggi, namun kualitas biji kakao yang dihasilkan Indonesia kurang baik dan tidak konsisten (Badcock dkk., 2007). Salah satu contohnya ialah karena ketika kakao dari Indonesia sampai ke negara pengimpor kakao, banyak biji kakao yang terkena jamur sehingga biji kakao menjadi rusak dan tidak dapat digunakan (Serikat, 2005). Salah satu tahap di mana biji kakao yang telah dipanen ini rentan terhadap faktor meteorologi adalah ketika disimpan di gudang sebelum didistribusikan atau mengalami pengolahan. Setelah dikeringkan, biji kakao dimasukkan ke dalam karung goni dan disimpan di gudang penyimpanan maksimal selama beberapa bulan hingga tiba saatnya untuk diolah atau didistribusikan. Penumpukan karung selama beberapa bulan itu dapat memicu munculnya jamur pada biji kakao, didukung dengan ventilasi gudang yang cukup terbatas namun tetap terhubung dengan udara luar, sehingga parameter meteorologi dapat mempengaruhi kondisi di dalam gudang penyimpanan tersebut. Hal ini semakin didukung dengan Indonesia yang merupakan negara tropis, dengan temperatur dan kelembapan relatif yang cukup tinggi serta penyinaran matahari yang relatif banyak sepanjang tahun. Apabila masalah jamur pada biji kakao ini teratasi, kemungkinan besar hal ini dapat meningkatkan kualitas kakao Indonesia, meningkatkan kesejahteraan petani kakao Indonesia, serta meningkatkan devisa negara. Kajian mengenai
2.
Data dan Metode
2.1. Data Penelitian ini menggunakan instrumen QUESTemp°34 dengan perincian: tanggal 30 Juli 2012 – 3 Agustus 2012 menggunakan interval waktu pencatatan setiap 30 menit, sedangkan pada tanggal 3 Agustus 2012 – 11 Agustus 2012 menggunakan interval pencatatan setiap 5 menit.
1
Data temperatur dengan satuan °C yang diperoleh dari pengamatan pada di dalam dan luar gudang penyimpanan biji kakao milik PT General Food Industries di Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung. Data temperatur yang ditinjau adalah temperatur bola basah (TBB), temperatur bola kering (TBK), Globe Temperature (G), Heat Index (HI), Wet Bulb Globe Temperature Indoor (WBGTi), dan Wet Bulb Globe Temperature Outoor (WBGTo). Data kelembapan relatif di dalam dan luar gudang penyimpanan biji kakao dinyatakan dalam persen.
Tahap ini bertujuan untuk melihat hubungan dan pengaruh parameter di luar gudang penyimpanan biji kakao terhadap parameter di dalam gudang. Data-data kondisi parameter meteorologi tersebut dikorelasikan dan diregresikan antara data di luar dengan data di dalam gudang (Lawal dan Emaku, 2007). Untuk memverifikasi apakah terdapat hubungan antara iklim mikro di gudang dengan variasi cuaca, dilakukan analisis korelasi dengan mengambil data parameter meteorologi di dalam gudang sebagai variabel tak bebas, dan menggunakan data parameter meteorologi di luar gudang sebagai variabel bebas (Iglesias dkk., 2009).
2.2. Kondisi Observasi 2.3.2. Waktu Optimum Bagi Jamur Pada Biji Kakao
Gudang kakao dengan panjang 104 m x 81 m dan tinggi 8 m untuk tepi gudang serta 15 m untuk tengah gudang memiliki 2 buah pintu masuk di depan gudang dengan masing-masing pintu berukuran 6 m x 6 m yang terbuka selama hari Senin hingga Jumat pukul 7 pagi hingga sekitar 4 sore, dan hari Sabtu mulai pukul 7 pagi hingga pukul 1 siang, membuktikan bahwa dari pintu gudang, bagian dalam gudang kakao terekspos dengan udara luar selama ±9 jam untuk hari Senin-Jumat dan selama ±6 jam untuk hari Sabtu. Pada hari libur, area gudang yang terbuka hanya 1 buah pintu tengah dan cleaning area. Pembatas antara cleaning area dengan area penyimpanan biji berupa pintu kawat yang sama sekali tidak menghambat aliran udara. Terdapat 12 buah kipas (blower) yang terletak di bagian kiri dan kanan atap gudang yang dinyalakan tanpa henti. Selain dari pintu gudang dan kipas di atap gudang, ventilasi juga berasal dari lubang-lubang dengan ketinggian ±1,5 m dari lantai di sepanjang tepi kiri dan kanan gudang, serta lubang ventilasi di batas antara atap dan bagian atas tembok gudang yang dilapisi dengan kawat kasa untuk menyaring udara dan mencegah masuknya hewan. Lampu gudang dinyalakan saat dirasa perlu. Selain dari lampu, cahaya dapat masuk ke gudang dengan adanya fiberglass di sela-sela atap gudang sehingga cahaya matahari dapat masuk pada siang hari.
Pada tahap ini dilakukan pencocokan antara data pengamatan dengan kondisi di mana terdapat potensi optimum bagi jamur untuk tumbuh dan berkembang. Parameter yang ditinjau pada bagian ini adalah temperatur bola kering dan kelembapan relatif. Kedua parameter ini dipilih karena parameter tersebut merupakan parameter yang telah terbukti secara signifikan mempengaruhi kemunculan jamur pada biji kakao (Melina, 2007). Data historis temperatur dan kelembapan relatif diplot dengan batas optimum muncul dan berkembangnya jamur untuk melihat waktu rentan bagi penyerangan jamur pada biji kakao selama penyimpanan. 2.3.3. Analisis Pengaruh Lingkungan Lokal terhadap Hasil Pengamatan Pada tahap ini dilakukan analisis pengaruh kondisi lingkungan di sekitar titik observasi terhadap fluktuasi parameter yang diukur, seperti pengaruh diurnal. 3.
Hasil dan Pembahasan
3.1. Hubungan Parameter di Luar dan Dalam Gudang Dalam kajian ini dilakukan analisis hubungan antara data di luar dan dalam gudang penyimpanan biji kakao PT General Food Industries.
2.3. Metode Metode pada penelitian ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu mencari hubungan antara data parameter meteorologi di luar gudang dengan data di dalam gudang penyimpanan biji kakao di PT GFI dengan korelasi dan regresi, pencocokan data pengamatan dengan potensi optimum kemunculan jamur pada biji kakao, dan dilanjutkan dengan prakiraan waktu potensi optimum muncul & berkembangnya jamur pada biji kakao, kemudian diakhiri dengan analisis alternatif solusi untuk meminimalisir potensi kemunculan jamur tersebut.
3.1.1. Relasi dengan Interval 30 Menit Pada tanggal 30 Juli 2012 pukul 08.59 WIB (01.59 UTC) hingga 3 Agustus 2012 pukul 09.29 WIB (02.29 UTC) dilakukan pencatatan parameter dengan interval 30 menit.
2.3.1. Hubungan Parameter Luar dan Dalam Gudang
2
3.1.2. Relasi dengan Interval Lima Menit
Gambar 4.1. Relasi di luar dan dalam gudang (interval 30 menit)
Dari gambar 4.1, serta tabel 4-1, terlihat bahwa parameter GT, WBGTi, WBGTo, dan TBB menunjukkan hubungan linier yang positif antara di luar dan di dalam gudang. Parameter RH, HI, dan TBK menunjukkan hubungan polinomial pangkat dua. Koefisien korelasi semua parameter melebihi (+0,8), mengindikasikan hubungan positif yang kuat antara udara luar gudang dengan udara di dalam gudang. Koefisien korelasi terkecil ditemukan pada parameter HI, (0,802), artinya tingkat keeratan hubungan data luar dengan di dalam gudang untuk parameter HI sebesar 80,2% serta memiliki hubungan yang searah. Koefisien korelasi terbesar terdapat pada GT dengan nilai sebesar 0,963. Koefisien determinasi parameter GT sebesar 0,927 yang menunjukkan bahwa sekitar 92,7 % variasi parameter di dalam gudang dapat dijelaskan oleh regresor (parameter luar gudang) dari persamaan regresinya.
Gambar 4.2 Relasi di luar dan dalam gudang (interval 5 menit)
Gambar 4.2 dan Tabel 4-2 berikut ini memperlihatkan, dari hasil regresi, parameter TBB, GT, WBGTi, dan WBGTo menunjukkan hubungan linier yang hubungannya searah antara luar dan dalam gudang. Parameter TBK, RH, dan HI menunjukkan hubungan berbentuk kurva polinom pangkat dua. Koefisien korelasi semua parameter melebihi (+0,88), mengindikasikan hubungan yang searah dan kuat antara udara luar gudang dengan udara di dalam gudang. Koefisien korelasi terkecil ditemukan pada parameter HI, yaitu sebesar (0,888), yang berarti bahwa tingkat keeratan hubungan data luar dengan di dalam gudang untuk parameter HI sebesar 88,8%. Koefisien korelasi terbesar terdapat pada WBGTi dengan nilai sebesar 0,948.
Tabel 4-1 Koefisien korelasi & koefisien determinasi untuk interval 30 menit Koefisien Koefisien Determinasi Korelasi TBB 0,955 0,911 TBK
0,931
0,938
RH
0,956
0,938
GT
0,963
0,927
WBGTi
0,961
0,922
WBGTo
0,957
0,916
HI
0,802
0,880
Hasil persamaan regresi dengan interval 5 menit untuk TBB: y = 0,637x + 8,666 TBK: y = -0,025x2 + 1,720x - 0,354 GT: y = 0,352x + 17,23 WBGTi: y = 0,498x + 12,06 WBGTo: y = 0,501x + 11,96 RH: y = 0,003x2 – 0,192 x + 56,90 HI: y = -0,033x2 + 2,227x - 7,427 Dengan sumbu x sebagai parameter di luar gudang, dan sumbu y sebagai parameter di dalam gudang.
3
Secara garis besar, dari hasil observasi didapat bahwa waktu optimum bagi kemunculan jamur adalah sekitar pukul 22.00 WIB hingga sekitar pukul 08.30 WIB keesokan harinya. Cakupan waktu ini adalah ketika temperatur di dalam gudang berada di antara 20°C hingga 25°C.
Tabel 4-2 Koefisien korelasi & koefisien determinasi untuk interval 30 menit Koefisien Korelasi
Koefisien Determinasi
TBB
0,942
0,886
TBK
0,924
0,931
GT
0,939
0,882
WBGTi
0,948
0,899
WBGTo
0,947
0,897
RH
0,946
0,928
HI
0,888
0,884
3.2.2. Kelembapan Relatif (RH) Untuk RH, batas optimum bagi pertumbuhan jamur adalah 70-90% (Makfoeld, 1993 dalam Melina, 2007). Dengan memecah data observasi (Gambar 4.7) menjadi lebih detail (masing-masing hari), didapat cakupan waktu optimum untuk potensi serangan jamur pada biji kakao. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4-4.
3.2. Rentannya Serangan Jamur pada Biji Kakao Saat Penyimpanan Dengan menggabungkan batasan optimum serangan jamur dengan data pengamatan, dapat terlihat waktu di mana biji kakao rentan terhadap serangan jamur. Makfoeld (1993; dalam Melina, 2007) telah mendapatkan kesimpulan bahwa cakupan temperatur optimum untuk jamur Penicillium adalah 20°C hingga 25°C, sedangkan untuk jamur Aspergillus adalah 30°C hingga 45°C. 3.2.1. Temperatur
Gambar 4.4 Grafik time series RH dengan batas potensi Gambar 4.3 menunjukkan fluktuasi TBK dengan interval 5 menit. Dengan memecah data observasi menjadi lebih detail (masing-masing hari), didapat cakupan waktu optimum untuk potensi serangan jamur pada biji kakao. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4-3.
maksimum serangan jamur Penicillium
Dari data observasi yang dirata-ratakan ke pembagian waktu per jam, waktu potensial bagi serangan jamur adalah sekitar pukul 4 hingga 7.30 pagi, di mana nilai RH dalam berkisar di sekitar 67,5% -69,5%, dan RH luar sekitar 77,9% - 83,9% Tabel 4-4 Cakupan waktu optimum untuk serangan Penicillium pada biji kakao dilihat dari RH
Gambar 4.3 Grafik time series TBK dengan batas potensi maksimum serangan jamur Penicillium
Tabel 4-3 Cakupan waktu optimum untuk serangan Penicillium pada biji kakao dilihat dari TBK Tanggal
Pukul
3-4 Agt
22.04 - 08.19
4-5 Agt
23.29-07.59
5-6 Agt
02.54-07.34
6-7 Agt
05.29-06.29 (tgl 7 )
7-8 Agt
23.59-07.49
8-9 Agt
22.09-08.19
9-10 Agt
22.04-08.19
10-11 Agt
22.34-08.04
Tanggal
Pukul
4 Agt
05.24 - 06.29
5 Agt
05.24-07.04
6 Agt
05.24-07.09
7 Agt 8 Agt 9 Agt 10 Agt 11 Agt
05.44-07.29 06.44-07.09 06.24-06.59 05.04-07.14 03.59-07.14
3.2.3. Kombinasi RH & TBK Pada gambar 4.5 berikut ini terlihat bahwa kisaran optimum temperatur bagi munculnya jamur (20-25°C) adalah sekitar pukul 22.00 WIB hingga pukul 08.30 WIB keesokan harinya. Kisaran optimum RH bagi munculnya jamur (70% - 90%) adalah sekitar pukul 04.00 WIB hingga pukul 07.30 WIB.
4
Gambar 4.8 Kisaran optimum perkembangan jamur Penicillium di luar dan dalam gudang penyimpanan biji kakao
Gambar 4.5 Rata-rata per jam dari selisih antara RH & TBK luar dan dalam gudang penyimpanan biji PT GFI
Gambar 4.8 menunjukkan cakupan TBK dan RH yang memenuhi syarat bagi optimumnya perkembangan jamur Penicillium dari hasil observasi, dengan RH luar gudang antara 75% - 87% dan TBK luar gudang antara 17,4°C - 22,8°C, serta RH dalam gudang antara 70% - 72% dan TBK dalam gudang antara 21,6°C -24,3°C.
Karena rentang waktu optimum RH untuk kemunculan jamur merupakan bagian dari rentang waktu optimum temperatur, maka kisaran waktu optimum RH tersebut juga sekaligus merupakan irisan waktu optimum pertumbuhan jamur antara temperatur dan RH, yaitu sekitar pukul 04.00 WIB hingga pukul 07.30 WIB.
3.3. Variasi Diurnal Berikut ini merupakan tabel-tabel nilai maksimum dan minimum untuk setiap parameter di dalam dan di luar gudang penyimpanan biji kakao. Pencatatan dimulai pada tanggal 3 Agustus 2012 pukul 10.04 Waktu Indonesia Barat (WIB). Tabel 4-5 Rangkuman TBB maksimum dan minimum pada 3-11 Agustus 2012
Gambar 4.6 Rata-rata per jam untuk TBK dan RH di luar gudang yang memenuhi kisaran optimum jamur Penicillium
Dari gambar 4.6 terlihat kisaran waktu untuk T dan RH yang optimum bagi perkembangan jamur Penicillium untuk keadaan di luar gudang, sementara gambar 4.7 memperlihatkan kisaran waktu untuk T dan RH yang memenuhi syarat optimum bagi perkembangan jamur Penicillium untuk di dalam gudang.
TBB
dalam
waktu (WIB)
luar
waktu (WIB)
min
18,2-20,8
05.00-06.30
15,6-18,6
04.00-06.30
max
22,4-23,9
12.00-14.30
23,6-24,7
10.30-14.30
Tabel 4-6 Rangkuman TBK maksimum dan minimum pada 3-11 Agustus 2012 TBK
dalam
waktu (WIB)
luar
waktu (WIB)
min
21,6-23,5
05.14-06.30
18,3-20,7
05.19-06.19
max
27,8-29
12.14-14.30
33,9-36
12.44-14.30
Tabel 4-7 Rangkuman GT maksimum dan minimum pada 311 Agustus 2012 GT
luar
waktu (WIB)
dalam
waktu (WIB)
min
18,2-20,8
5.14-6.19
22-24,9
5.24-6.29
maks
35-37,4
12.44-14.44
29-30,2
12.54-14.19
Tabel 4-8 Rangkuman WBGTi maksimum dan minimum pada 3-11 Agustus 2012
Gambar 4.7 Rata-rata per jam untuk TBK dan RH di dalam gudang yang memenuhi kisaran optimum jamur Penicillium
5
WBGTi
luar
waktu (WIB)
dalam
waktu (WIB)
min
16,2-19,2
4.24-6.19
19,3-22
4.59-6.24
maks
27-28,5
12.39-14.39
24,8-25,7
12.44-14.14
Tabel 4-9 Rangkuman WBGTo maksimum dan minimum pada 3-11 Agustus 2012 WBGTo
luar
waktu (WIB)
dalam
waktu (WIB)
min
16,2-19,2
4.24-6.19
19,3-22
5.14-6.29
maks
26,9-28,3
12.44-14.39
24,6-25,6
12.44-14.24
Telah dilaporkan pula bahwa kebertahanan hidup Penicillium digitatum setelah terpapar pada 50°C dan RH 75% atau lebih tinggi menjadi kecil bahkan tidak bertahan (Smilanick dan Mansour, 2007). Penggunaan modified atmospheres (MA) di mana diterapkan pengurangan ketersediaan oksigen dan temperatur terkendali dapat mengurangi keberadaan organisme yang tidak diinginkan (Bateman, 2009). Lokasi di mana terdapat kecepatan angin minimum bertepatan dengan peningkatan temperatur dan kelembapan (Cleugh, 2002). Aliran udara yang semakin kuat akan dihasilkan saat terdapat pemisahan vertikal yang besar antara masukan dan keluaran udara, dan saat terdapat perbedaan besar antara temperatur dalam dan luar ruangan (Alloca dkk., 2003).
Tabel 4-10 Rangkuman HI maksimum dan minimum pada 3-11 Agustus 2012 HI
luar
waktu (WIB)
dalam
waktu (WIB)
min
18-21
22.44-7.34
21-25
23.24-7.14
maks
35-37
12.34-15.09
29-31
10.39-18.24
Dari tabel 4-5 hingga 4-10 secara keseluruhan dapat dilihat bahwa cakupan waktu untuk HI minimum dan maksimum baik di dalam maupun luar gudang sangat panjang (sekitar 8 jam untuk minimum dan maksimum dalam serta minimum luar, dan sekitar 1,5 jam untuk maksimum luar) dibanding parameter temperatur lain seperti TBB, TBK, GT, WBGTi, dan WBGTo (sekitar 1 hingga 2,5 jam baik untuk nilai minimum dan maksimumnya).
4.
Dari penelitian mengenai relasi parameter meteorologi di luar dan di dalam gudang penyimpanan biji kakao pada musim kemarau ini diperoleh hasil relasi parameter meteorologi di luar dan dalam gudang biji PT GFI sangat erat dengan koefisien korelasi sebesar 0,924 untuk TBK; 0,946 untuk RH; 0,942 untuk TBB; 0,939 untuk GT; 0,948 untuk WBGTi; 0,947 untuk WBGTo; dan 0,888 untuk HI. Dari hasil observasi, potensi optimum bagi perkembangan jamur Penicillium pada biji kakao terjadi di sekitar pukul 22.00 WIB hingga pukul 08.30 WIB dengan TBK di dalam gudang sekitar 18°C 25°C dan TBK luar gudang sekitar 21°C - 25° C dan untuk RH adalah sekitar pukul 04.00 WIB hingga 07.30 WIB dengan RH di dalam gudang sekitar 69% 72% dan RH di luar gudang sekitar 79% - 87%. Irisan antara waktu optimum kemunculan jamur Penicillium bagi TBK dan RH adalah sekitar pukul 04.00 WIB hingga pukul 07.30 WIB pada musim kemarau. Masih terdapat kisaran waktu bagi TBK dan RH (sekitar pukul 04.00-07.30 WIB) yang memungkinkan optimumnya perkembangan jamur Penicillium pada gudang biji meskipun ke-12 blower pada atap gudang dinyalakan selama 24 jam tanpa henti, sehingga perlu dilakukan tindakan tambahan (misalkan dengan menambah blower) agar kondisi dalam gudang terhindar dari batas optimum kemunculan jamur Penicillium (ketika TBK luar gudang bernilai sekitar 17°C-23°C, dan TBK di dalam gudang adalah sekitar 21°C-25°C; RH luar bernilai sekitar 75%-87%, dan RH di dalam gudang bernilai sekitar 69%-72%) pada musim kemarau.
Tabel 4-11 Rangkuman HI maksimum dan minimum pada 3-11 Agustus 2012 RH
luar
waktu (WIB)
dalam
waktu (WIB)
min
26-34
12.39-14.29
52-55
11.59-15.39
maks
84-87
4.04-6.54
67-72
3.59-7.29
Kesimpulan
Tabel 4-11 menunjukkan bahwa ketika RH dalam telah mencapai minimum, RH luar mencapai nilai minimum sekitar 40 menit kemudian. Titik balik RH minimum dalam gudang terjadi sekitar 1 jam setelah RH minimum luar mengalami titik balik. Titik balik RH luar maksimum terjadi sekitar 30 menit sebelum RH maksimum di dalam gudang mengalami titik balik. 3.4. Alternatif Kendali Penyimpanan Biji Kakao Penyimpanan menggunakan teknologi atmosfer terkendali bisa dijadikan jawaban dalam menekan terjadinya kerusakan kualitas selama penyimpanan. Penelitian Wahyudi (2003) mendapatkan bahwa penggunaan gas CO2 pada konsentrasi 40% - 80% cukup efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur dan menekan pembentukan mikotoksin, serta dapat mengurangi kerusakan cita rasa biji kakao hasil penyimpan (Wahyudi dkk., 2008). Pengukuran dari struktur penyimpanan tertutup dengan atmosfer terkendali yang berisi 6,7 ton biji kakao dengan RH ekuilibrium 70% dengan kondisi lapangan di Makassar menunjukkan pengurangan konsentrasi oksigen sebesar 0,3% setelah 5,5 hari. Terdapat kemungkinan menggunakan biogenerated atmosphere untuk menjaga kualitas (dengan mencegah perkembangan Free Fatty Acid (FFA), jamur, serta mikotoksin), bagi hama kakao (Navarro dkk., 2007).
REFERENSI Alloca, C., Chen, Q., & Glicksman, L. R. (2003). Design analysis of single-sided natural ventilation. Energy and Buildings , 785-795.
6
Badcock, S., Matlick, B., & Baon, J. B. (2007). A Value Chain Assessment of the Cocoa Sector in Indonesia. Jakarta: United States Agency for International Development. Bateman, R. (2009). Pesticide Use in Cocoa : A Guide for Training Administrative and Research Staff (Vol. II). London: International Cocoa Organization. Cleugh, H. A. (2002). Field Measurements of Windbreak Effects on Airflow, Turbulent Exchanges and Microclimates. Australian Journal of Experimental Agriculture , 665-677. Iglesias, I., Escuredo, O., Seijo, C., & Mendez, J. (2009). Phytophthora infestans Prediction for a Potato Crop. American Journal of Potato , 32-40. Lawal, J. O., & Emaku, L. A. (2007). Evaluation of the Effect of Climatic Changes on Cocoa Production in Nigeria: Cocoa Research Institute of Nigeria (crin) as a Case Study. African Crop Science Conference Proceedings , 423-426. Melina. (2007). Identifikasi Cendawan Pascapanen pada Biji Kakao dari Beberapa Kabupaten. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVII Komda Sulawesi Selatan, (hal. 186-191). Makassar. Navarro, S., deBruin, T., Montemayor, A. R., Finkelman, S., Rindner, M., & Dias, R. (2007). Use of biogenerated atmospheres of stored commodities for quality preservation and insect control, with particular reference to cocoa beans. Integrated Protection of Stored Products , 197-204. Serikat, K. B. (2005). Nasib Biji Kakao Indonesia di Pier 84, Philadelphia- AS. Washington DC. Smilanick, J. L., & Mansour, M. F. (2007). Influence of Temperature and Humidity on Survival of Penicillium digitatum and Geotrichum citri-aurantii. Plant Disease , 990-996. Wahyudi, T. (2003). Effects of High Carbon Dioxide Concentration on Stored-Product Insects, Aflatoxin Production and Storage Quality Changes in Cocoa Beans. Malaysia: University Putra Malaysia. Wahyudi, T., Panggabean, T. R., & Pujiyanto. (2008). Panduan Lengkap Kakao. Jakarta: Penebar Swadaya.
7