Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.
© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung
ANALISA CURAH HUJAN RENCANA UNTUK PENENTUAN DEBIT MAKSIMUM PADA WILAYAH PERTAMBANGAN PT.ADARO ANDRE PUTRA ARIFIN Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Daerah pertambangan PT. Adaro terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS Nagara). DAS Nagara yang merupakan aliran sungai yang terbesar di Kalimantan Selatan berpotensi terjadi banjir di beberapa titik di sekitar pertambangan PT. Adaro. Kejadian banjir yang mungkin terjadi tentunya akan mengakibatkan terhambatnya keberlangsungan penambangan sehingga secara langsung berdampak pada produktifitas tambang batu bara serta kualitas batu bara yang dihasilkan. Oleh karena itu kajian mengenai aspek hidrologi terutama hujan rencana dan debit banjir rencana sebagai dasar perencanaan sistim drainase tambang diperlukan. Salah satu metode untuk menentukan curah hujan rencana adalah metode Iwai-Kadoya, sedangkan metode untuk menentukan debit banjir rencana adalah dengan model HEC-1. Curah hujan rencana periode ulang 3, 5, 10, 50 dan 100 tahun untuk sub-DAS Balangan adalah 97 mm, 103,1 mm, 109,9 mm, 122,1 mm dan 126,6 sedangkan untuk sub-DAS Tabalong 99,3 mm, 109 mm, 120,1 mm, 141,4 mm dan 149,6 mm. Debit banjir rencana pada outlet TB1,TB2,BL1,BL2,BL3,dan BL3 secara berturut-turut dalam m3/detik adalah periode ulang 3 tahun 510, 47, 21, 60, 161, dan 371, periode ulang 5 tahun 602, 58, 28, 83, 197, dan 439, periode ulang 10 tahun 715, 72, 38, 1123, 241, dan 522, periode ulang 50 tahun 952, 102, 60, 180, 341, dan 699, periode ulang 100 tahun, 1049, 114, 69, 209, 383, dan 772, periode ulang 200 tahun 1144, 126, 79, 239, 426 dan 844. Kata kunci: Tambang batu bara, curah hujan rencana, debit banjir rencana, Iwai-Kadoya, HEC-1
1.
Akan tetapi sebaran pos penakar hujan ini tidak merata khususnya di daerah dengan topografi sulit, daerah tidak berpenghuni serta disekitar lautan mengakibatkan berkurangnya tingkat keakuratannya khususnya dalam menampilkan sebaran pola spasial curah hujan. Kondisi ini mempengaruhi prediksi hujan dengan menggunakan berbagai aplikasi model iklim (Feidas H. , 2010). Untuk saat ini, kemungkinan memperoleh data curah hujan yang diperlukan dalam berbagai aplikasi ilmiah dapat diperoleh dari satelit meteorologi. Satelit meteorologi dapat menyediakan data hujan dengan sebaran yang lebih baik serta dengan penggabungan berbagai jenis satelit dan data dari pos pengamatan hujan dalam suatu model iklim akan lebih mampu lagi meningkatkan keakurasian dan kestabilan data yang dihasilkan oleh satelit meteorologi (Petty, 1995). Dengan semakin lengkapnya informasi hujan, diharapkan lebih mampu menampilkan sebaran pola spasial hujan lebih baik dibandingkan menggunakan data dari stasiun. Salah satu citra penginderaan jauh yang digunakan untuk memantau curah hujan khususnya di wilayah tropis seperti Indonesia yaitu dengan citra Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM).
Pendahuluan
Hujan di daerah khatulistiwa Indonesia merupakan salah satu unsur iklim yang paling sering dikaji karena memiliki tingkat keragaman yang tinggi baik secara temporal maupun spasial (National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), 2006), hal ini berkaitan dengan adanya proses-proses pembentukan awan di daerah ini, antara lain konveksi, orografi dan konvergensi secara lokal. Posisi Indonesia beberapa tempat berada pada garis katulistiwa dan keberadaannya di antara dua benua dan dua samudera. Selain itu pulau-pulau Indonesia dikelilingi oleh laut dimana akan menjadi sumber evaporasi yang berlimpah berdampak pada karakteristik sea breeze yang mengakibatkan tingkat keragaman hujan di wilayah ini. Karena memiliki tingkat variabilitas yang tinggi, kondisi data curah hujan di Indonesia memerlukan observasi yang panjang dengan perwakilan sebaran data yang memadai (As-Syakur, Tanaka, Prasetia, Swardika, & Kasa, 2011). Penakar hujan pada setiap pos pengamatan hujan merupakan suatu alat pengukur hujan yang efektif dan relatif akurat dalam menggambarkan kondisi hujan pada suatu tempat.
1
Digital Elevation Model (DEM), data tata guna lahan, data jenis tanah. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode Iwai-Kadoya untuk mencari curah hujan rencana, dan model HEC-1 untuk menentukan debit banjir rencana pada masing-masing outlet kawasan pertambangan PT. Adaro . Diagram alir pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Adaro adalah pertambangan open pit dimana lingkungan tambang ini sangat dipengaruhi oleh variabilitas curah hujan. Kondisi cuaca ekstrem di lokasi pertambangan akan sangat mempengaruhi kinerja perusahaan, seperti curah hujan yang tinggi, banjir dan kondisi laut yang buruk. Pada musim hujan maka kolam drainase di lokasi penambangan tidak dapat menampung volume air dalam jumlah yang besar sehingga akan terdapat genangan di lokasi penambangan. Oleh karena itu dibutuhkan kajian mengenai aspek hidrometeorologi dan probabilitas kejadian curah hujan maksimum sebagai dasar perencanaan sistim drainase tambang. Sub-DAS Tabalong dan sub-DAS Balangan yang berada di sekitar daerah pertambangan PT. Adaro berpotensi mengakibatkan banjir pada kawasan pertambangan, diperlukan kajian periode ulang hujan dan debit rencana pada beberapa outlet di sekitar daerah pertambangan. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah penulis dapat menentukan periode ulang hujan maksimum berdasarkan data TRMM dengan menggunakan metode Iwai-Kadoya, menghitung curve number pada masing-masing sub-DAS di sekitar kawasan pertambangan PT. Adaro, menentukan debit banjir rencana berdasarkan hujan rencana maksimum. Curah hujan rencana merupakan periode ulang suatu kejadian hujan pada suatu waktu tertentu. Suatu kejadian hujan hanya terjadi sekali dalam periode ulang tersebut. Metode Iwai-Kadoya menentukan periode ulang kejadian hujan maksimum. Periode ulang maksmimum yang nantinya mendasari perhitungan pada model HEC-1. Periode ulang yang diamati pada penelitian ini adalah 3, 4, 5, 8, 10, 50, 100, dan 200 tahun. Model yang digunakan penulis untuk menentukan debit banjir rencana adalah model HEC1. Keluaran model HEC-1 adalah kurva hidrograf yang menunjukan fungsi debit berdasarkan satuan waktu. Kurva hidrograf digunakan untuk menganalisa besar debit maksimum yang dapat terjadi pada suatu kejadian hujan dan lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit maksimum (waktu tenggang) terhitung dari waktu kejadian hujan. Setelah diketahui debit maksimum dan waktu tenggang setiap outlet pada masing-masing sub-DAS maka dapat diambil langkah mitigasi banjir pada setiap outlet. Salah satu hal yang paling penting pada penelitian adalah tata guna lahan yang diwakili nilai koofesien runoff yaitu nilai bilangan kurva (curve number). Pada penelitian ini digunakan beberapa skenario yang mengubah beberapa fungsi tata guna lahan, sehingga dapat dilihat pengaruh tata guna lahan terhadap debit yang dihasilkan pada masing-masing outlet.
2.
Gambar 2.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir
2.1. Data TRMM Data TRMM yang digunakan pada penelitian ini adalah TRMM dengan tipe 3B42 yang merupakan kombinasi per 3 jam-an dan memiliki resolusi spasial 0,25o x 0,25o untuk setiap gridnya. Data TRMM yang digunakan memiliki durasi dari tahun 2002 sampai dengan 2011. 2.2. Data DEM Data elevasi digital yang digunakan didapat dari USGS (United State Geological Service) memiliki resolusi 90 meter. Dalam sebuah grid tiap pixelnya memiliki nilai X dan Y yang mejelaskan nilai lokasi grid tersebut, dan nilai Z menjelaskan ketinggan diatas permukaan laut. 2.3. Data Tutupan Lahan Data tutupan lahan yang digunakan adalah peta tutupan lahan yang merupakan hasil kompilasi dari peta rupa bumi skala 1:50.000 tahun 2009, interpretasi citra satelit dan citra digital dari Bakosurtanal dan data dasar dari Pemda.
Data dan Metode
Data yang digunakan dalam penelitian yaitu data Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), data
2
2.4. Peta Jenis Tanah Peta jenis tanah merupakan data dan informasi geologi suatu kawasan atau wilayah dengan suatu skala tertentu yang menggambarkan sebaran jenis tanah pada suatu wilayah tertentu. Peta jenis tanah didapat dari BIPHUT Wilayah V Banjarbaru.
2
1 1
log
2
1
log
1.4
!
1
1.5
!
0,1
1
0,1
Transmigrasi
5,3
0
5,6
0,4
5,3
0
Potential maximum retention ditentukan berdasarkan parameter curve number (CN) yang ditentukan berdasarkan tabel bilangan kurva yang disusun oleh SCS untuk berbagai tipe penggunaan dan penutupan lahan. Persamaan empiris untuk menentukan nilai S adalah: 25400 245+, 1.9 & +,
1.3
log
0,6
dimana P adalah volum total curah hujan, Ia adalah kehilangan air awal atau initial abstraction (initial loss), dan S merupakan potential maximum retention. Nilai Ia dapat ditentukan berdasarkan persamaan: 1.8 $% 0,2 &
1.2
.
0,1
Beberapa parameter yang dihitung dalam model HEC-1 adalah Loss Method dan Direct Runoff Model. Curah hujan efektif Pe, dihitung menggunakan persamaan: 1.7 " $% "# " $% &
Untuk menentukan curah hujan rencana maka digunakan metoda Iwai-Kadoya (Suyono, 2003). Perhitungan dengan metoda Iwai-Kadoya dapat dijelaskan dengan persamaan : 1.1 log 1
1
2.7. Perhitungan HEC-1
2.5. Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan Metode Iwai-Kadoya
log
Tanah Terbuka
Untuk mengitung dirrect runoff digunakan metode SCS. Metode SCS hanya memerlukan penentuan nilai waktu puncak (time to peak atau time of rise, tp) dan debit puncak, Qp. / 1.10 -. -0 2
1.6
dimana, tp = waktu puncak (jam), merupakan selang waktu antara mulai terjadinya hujan sampai debit puncak, D = durasi hujan (jam), ditentukan dengan persamaan D = 0,133 tc, dengan tc adalah waktu konsentrasi, tl = time lag (jam). Dan persamaan debit puncak: 2 1.11 1. + -.
2.6. Skenario Tutupan Tata Guna Lahan Skenario tata guna lahan adalah untuk melihat dampak pada perubahan beberapa tata guna lahan terhadap debit banjir rencana yang dihasilkan pada masingmasing outlet disekitar kawasan pertsmbangan PT. Adaro. Tata Guna Awal (%) Skenario 1 Skenario 2 Lahan (%) (%) TB BL TB BL TB BL Hutan 57 50 44 39 62 56 Pemukiman 1,5 3,3 14,6 12 1,5 3,3 Pertambang 1,3 3,8 2,5 8,2 1,3 3,8 an Prtanian 1,7 13 3,2 16,7 1,7 13 Lhan Kring Prtanian 6,4 3 7 3 6,4 3 Lhan Kring Semak Savana 5,6 14 4 10,3 4 8,4 Sawah 0,2 3 0,5 4 0,2 3 Semak 15,7 4 12,2 3,2 12,2 2,2 Belukar
dimana, C merupakan konstanta konversi, bernilai 2,08 dalam SI, atau 484 dalam foot-pound system, dan A merupakan luas DAS. Persamaan empiris yang digunakan SCS untuk menentukan parameter time lag, adalah: 1.12 34 5,6 & 1 5,7 -0 5,: 190029&
dimana, Lms = panjang sungai utama (ft), aws = kemiringan rata-rata DAS (%), S= potential maximum retention (in.) = 1000/CN -10, CN = Bilangan kurva untuk berbagai tipe penggunaan lahan.
3
3.
Hasil dan Pembahasan
3.1. Identifikasi Pola Curah Hujan dan Klasifikasi Iklim Curah hujan yang dikaji berdasarkan pembagian daerah aliran sungai (DAS) pada daerah kajian. Pada Gambar komposit curah hujan rata-rata bulanan subDAS Tabalong dan Gambar komposit curah hujan rata-rata bulanan sub-DAS Balangan dengan data historis 11 tahun terlihat daerah kajian memiliki pola curah hujan jenis monsun.
Gambar Curah Hujan Rencana Periode Ulang Bulanan Sub-DAS Balangan
Gambar Komposit Rata-rata Curah Hujan TRMM Bulanan sub-DAS Tabalong Gambar Curah Hujan Rencana Periode Ulang Bulanan Sub-DAS Tabalong
Gambar Komposit Rata-rata Curah Hujan TRMM Bulanan sub-DAS Balangan Menurut (Aldrian & R. D., 2003) Kalimantan Selatan termasuk pada wilayah dengan curah hujan dipengaruhi oleh monsun. Karakteristik daerah yang memiliki curah hujan dengan tipe monsun adalah terdapat perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau. Menurut Oldeman, Sub-DAS Balangan dan Tabalong termasuk kepada klasifikasi iklim B1, yaitu memiliki tujuh sampai sembilan bulan basah dan kurang dari dua bulan kering.
Gambar Curah Hujan Rencana Sub-DAS Balangan dan Sub-DAS Tabalong 3.3. Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan untuk beberapa periode ulang curah hujan didapat dengan menggunakan metode Mononobe yaitu manganalisa seberapa besar curah hujan yang terjadi untuk beberapa durasi waktu.
3.2. Curah Hujan Rencana Curah hujan rencana dianalisis menurut pembagian sub-DAS yaitu sub-DAS Tabalong dan sub-DAS Balangan.
Gambar Kurva IDF Sub-DAS Balangan
4
3.5. Analisa Debit Banjir Rencana Analisa debit banjir rencana untuk daerah pertambangan PT. Adaro dilakukan pada beberapa outlet sub-DAS Balangan dan sub-DAS Tabalong. Contoh hidrograf dapat dilihat pada Gambar.
Gambar Kurva IDF Sub-DAS Tabalong Durasi hujan yang terjadi pada beberapa periode ulang sangat mempengaruhi debit dari suatu daerah tangkapan air. Besarnya daerah tangkapan sangat mempengaruhi lamanya hujan berlangsung. Sehingga diketahui bahwa durasi hujan pada daerah yang cukup luas jarang berintesitas tinggi tetapi berlangsung dengan durasi yang cukup panjang.
3.4. Analisa Curve Number Sub-DAS Balangan dan Sub-DAS Tabalong
Gambar Debit Maksimum DAS
Pada gambar terlihat bahwa sub-DAS TB1 untuk periode ulang tiga tahun memiliki debit rencana yang lebih besar dibandingkan dengan sub-DAS yang lainnya, karena sub-DAS TB1 memiliki luas yang lebih besar dibandingkan dengan sub-DAS lainnya.
Gambar Curve Number DAS Nagara
Setiap curve number yang didapat dengan metode SCS-CN pada tiap tata guna lahan dibagi menurut perbandingan luas masing-masing tata guna lahan dengan luas keseluruhan sub-DAS. Untuk subDAS Balangan didapat nilai curve number rata-rata sebesar 73,31, sedangkan nilai curve number untuk sub-DAS Tabalong adalah 76,67. Gambar Debit Maksimum Outlet
Outlet-outlet merupakan titik pengumpul dari jaringan sungai yang merupakan akumulasi dari debit aliran sungai sebelumnya. Dari gambar dapat dilihat
5
bahwa outlet OTB1 menghasilkan debit yang besar untuk periode ulang tiga tahun dibandingkan dengan outlet-outlet lainnya dan outlet OTB1 memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai debit puncak. Besarnya debit banjir rencana dan lamanya waktu untuk mencapai debit puncak pada OTB1 karena outlet tersebut memiliki luas sub-DAS yang besar dan panjang aliran sungai yang lebih panjang dari subDAS lainnya
Gambar Grafik Debit Puncak Outlet Skenario 2 Secara keseluruhan debit puncak dari masingmasing periode ulang untuk perubahan skenario 1 lebih kecil dibandingkan dengan kondisi yang sebenarnya. Perubahan tata guna lahan skenario 2 mengasumsikan pertumbuhan luas hutan pada masingmasing sub-DAS dan luas pemukiman serta pertambangan tetap . Dari hidrograf dapat dilihat bahwa debit yang dihasilkan kecil dibandingkan dengan kondisi sebenarnya. Asumsi tata guna lahan skenario 2 dapat digunakan dalam upaya penanggulangan banjir di sekitar kawasan pertambangan PT. Adaro.
Gambar Waktu Puncak Outlet Sub-DAS
Gambar 4.14 menunjukan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit puncak masingmasing outlet sub-DAS. Diketahui bahwa outlet TB1 dan BL4 merupakan outlet yang membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan outlet-outlet lainnya karena outlet TB1 dan BL4 memiliki jalur sungai yang panjang.
4.
Kesimpulan dan Saran
4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan untuk penelitian Tugas Akhir ini, yaitu:
3.6. Analisa Debit Banjir Rencana Skenario Perubahan Tata Guna Lahan
1.
Curah hujan rencana periode ulang 3, 5, 10, 50 dan 100 tahun untuk sub-DAS Balangan adalah 97 mm, 103,1 mm, 109,9 mm, 122,1 mm dan 126,6 sedangkan untuk sub-DAS Tabalong 99,3 mm, 109 mm, 120,1 mm, 141,4 mm dan 149,6 mm.
2.
Luas sub-DAS dan panjang aliran sungai mempengaruhi besarnya debit banjir rencana yang dihasilkan, semakin besar sub-DAS dan panjang aliran sungai maka semakin besar debit yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya.
3.
Luas sub-DAS dan panjang aliran sungai mempengaruhi waktu untuk mencapai debit puncak, semakin besar sub-DAS dan panjang aliran sungai maka akan semakin panjang waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak.
4.
Debit banjir rencana pada outlet TB1,TB2,BL1,BL2,BL3,dan BL3 secara berturut-turut dalam mm adalah periode ulang 3 tahun 510, 47, 21, 60, 161, dan 371, periode ulang 5 tahun 602, 58, 28, 83, 197, dan 439, periode ulang 10 tahun 715, 72, 38, 1123, 241, dan 522, periode ulang 50 tahun
Analisa perubahan tata guna lahan bertujuan untuk melihat seberapa besar peranan beberapa tutupan lahan seperti hutan, pemukiman dan pertambangan terhadap debit yang dihasilkan pada outlet-outlet outlet yang telah ditentukan sebelumnya (Ali, Aslam, & Khan, 2010).
Gambar Grafik Debit Puncak Outlet Skenario 1
6
McCuen, R. (1982). A Guide to Hydrologic Analysis Using SCS Methods. New Jersey: Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs.
952, 102, 60, 180, 341, dan 699, periode ulang 100 tahun, 1049, 114, 69, 209, 383, dan 772, periode ulang 200 tahun 1144, 126, 79, 239, 426 dan 844. 5.
6.
Petty, G. (1995). The Status of Satellite-Based Rainfall Estimation Over Land. Remote Sensing of Environment , 125-137.
Ketika terjadi hujan dengan intensitas yang besar perlu dilakukan penanggulangan pada outlet OTB1 dan OBL4, karena outlet tersebut merupakan jaringan pengumpul aliran sungai.
Risyanto. (2007). Aplikasi HEC-HMS Untuk Perkiraan Hidrograf Aliran Di DAS Ciliwung Bagian Hulu. Bogor: IPB. Saraswati, N. (2012). Analisa Potensi Luapan Air Sungai Jragung Pada Lokasi Jembatan Kereta Api Tegowanu - Gubug. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Terjadi kenaikan debit pada skenario 1 sebesar rata-rata 65,6 % dan terjadi penurunan debit pada skenario 2 sebesar ratarata 35,5 %.
Sulung, G. (2012). Probabilitas Kejadian Hujan Maksimum Untuk Perencanaan Saluran Air Pada Tambang Terbuka (Studi Kasus: PT Adaro Indonesia). Bandung: Institut Teknologi Bandung. Suyono. (2003). Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
4.2. Saran Berikut adalah saran untuk penelitian selanjutnya berdasarkan penelitian yang telah dilakukan :
1.
Tunning data debit pengukuran dengan debit keluaran model HEC-1, dengan cara mencocokan parameter-parameter model HEC-1 dengan kondisi lapangan.
2.
Pengkorelasian data TRMM dengan data observasi di beberapa titik daerah kajian.
3.
Perhitungan hidrolik sistim drainase kawasan PT.Adaro dengan menggunakan model HECRAS.
REFERENSI Aldrian, E., & R. D., S. (2003). Identification of Three Dominant Rainfall Regions Within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature. Int. J. Climatol , 23:12,1435-1452. Ali, M., Aslam, I., & Khan, Z. (2010). Simulation of the Impact of Landuse Change on Surface Runoff of Lai Nullah Basin in Islamabad, Pakistan. Landscape and Urband Planning . As-Syakur, A., Tanaka, T., Prasetia, R., Swardika, I., & Kasa, I. (2011). Comparison of TRMM Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA) Products and DailyMonthly Gauge Data Over Bali. International Journal of Remote Sensing . Feidas, H. (2010). Validation of Satellite Rainfall Products Over Greece. Theoretical and Applied Climatology , 193-216. Irianto, S. (2000). Kajian Hidrologi Daerah Aliran Sungai Ciliwung Menggunakan Model HEC-1. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
7